Anda di halaman 1dari 2

Determinisme Terhadap Kebebasan

Akademik Mahasiswa Dalam Perguruan


tinggi
Marhaen, Jakarta – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM Marhaen) bersama Forum Persatuan Mahasiswa
Universitas Bung Karno mengadakan diskusi yang bertajuk “Mahasiswa dan Kebebasan Akademik (Online)”,
Jumat (15/10/2021) Via Goggle Meet.

Dinamika di perkuliahan, tidak lepas dari pihak kampus dan mahasiswa. Meliputi peran, hak, serta kewajiban.
Sejatinya, aturan mengenai kebebasan akademik diatur dalam Undang-undang. Namun nyatanya masih banyak
pembatasan yang membuat mahasiswa/i takut menyampaikan pemikiran atau pendapatnya. Bahkan,
perguruaan tinggi tidak segan-segan untuk melakukan drop out kepada mahasiswanya.

Rivaldi Haryo Seno dari FPM UBK sebagai narasumber mengatakan bahwa “yang dimaksud dengan akademik
di sini bukan sekadar tempatnya, seperti ruang kelas atau di lingkungan kampus, Tetapi sesuatu dengan bersifat
ilmiah maupun teori untuk dikembangkan dalam pendidikan tinggi dan terbebas dari pengaruh politik
praktis”.

Dilihat dari hukumnya, negara sudah menjamin akan adanya diskusi yang bebas di dalam ranah akademik.
Secara konstitusional, Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya telah memberikan gambaran terkait kebebasan
secara spekulatif pada perguruan tinggi. Peraturan tersebut ada di Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990
tentang Pendidikan Tinggi Pasal 17 ayat (2) “Pimpinan perguruan tinggi mengupayakan dan menjamin agar
setiap anggota civitas akademik dapat melaksanakan kebebasan akademik dalam rangka pelaksanaan tugas dan
fungsinya secara mandiri sesuai dengan aspirasi pribadi dan dilandasi oleh norma serta kaidah keilmuan. Pasal
17 ayat (4) “Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik setiap anggota
civitas akademika harus bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan norma
serta kaidah keilmuan”.

Dari kerangka hukum tertera, jelas bahwa seharusnya pimpinan perguruan tinggi tanpa melarang, melainkan
wajib melindungi dan memfasilitasi kegiatan mahasiswa. Pihak kampus yang tidak koperatif dalam
pelaksanaan kebebasan akademik bahkan dapat dikenai sanksi administratif.

Bila ada dampak politik yang mungkin timbul belakangan, pimpinan perguruan tinggi seharusnya melakukan
upaya-upaya antisipatif agar mahasiswa dapat melaksanakan kebebasan akademiknya. Selayaknya orang-orang
dalam mengenyam pendidikan, perlu mengeksplorasi pengetahuan dan mendapatkan pengalaman untuk
belajar.

“Pimpinan perguruan tinggi harus dengan konsisten memimpin proses belajar mahasiswa dengan
mendiskusikan cara-cara melaksanakan kebebasan akademik tersebut dengan baik dan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan mahasiswa itu sendiri, “tambah Danu selaku pemimpin
umum LPM Marhaen.

Di sisi lain, menjadi tugas dosen dan pimpinan perguruan tinggi dengan mendampingi proses edukasi terhadap
mahasiswa sekaligus menjadi representasi diskusi secara rasional. Hal ini guna mencegah terjadinya
pencemaran nama baik atau pemanfaatan kampus untuk tujuan non pendidikan.

Penulis : Suandira Azra Badrianan

Anda mungkin juga menyukai