D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M
BADAN PENELI TIAN DAN PENGEM BANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PRASARANA TRANSPORTASI
11. A.H. Nasution No. 264 Kotak Pos 2 Ujungberung Telp. (022) 7802251 Fax 7802726 Bandung 40294 e-mail:pusjal@melsa.net.id
r-
i
.,,
LAPORAN PENELITIAN
Ioo I ITJ Io2 I [I] [ill Io4 I
PENGEMBANGAN TEKNIK PERBAIKAN
KERUSAKAN BETON PADA STRUKTUR JEMBATAN
Disyahkan:
Drs. Gugun unawan, MSi. lr. Lanny Hidayat, MSi. Panji K. Wardana, ST., MT.
NIP. 110 051 587 NIP. : 110 023 742 NIP. : 110 055 247
Mengetahui,
Tim Pelaksana :
Teknisi : 1. Supardi
2. Warno
3. Soedarmaji
4. Jajah K
5. lndara Bakti Utama
6. Liana Sari, A.Md.
7. Edi Wikarna
8. Srini S, BE
Peneliti Utama
T.A. 2004
I. Latar Belakang
Jembatan merupakan bagian yang penting pada suatu ruas jalan dan
merupakan suatu investasi yang besar. Berdasarkan data base Bridge
Manajeman System (BMS) yang dibuat pada tahun 1992, jumlah jembatan
yang terletak pada ruas jalan Nasional dan Propinsi adalah 25.290 buah.
Pada saat ini salah satu sasaran yang ingin dicapai pemerintah adalah
mempertahankan dan meningkatkan masa pelayanan jembatan sesuai
dengan tuntutan perkembangan transportasi. Sasaran ini akan dicapai melalui
program pemeriharaan serta program penanganan jembatan didasarkan
suatu kriteria yang disusun dengan mempertimbangkan aspek teknis, urgensi
dan skala prioritas serta dana yang tersedia.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada suatu pedoman untt.;k perbaikan
kerusakan beton pada struktur Jembatan, sehingga terdapat kesulitan dalam
perencanaan dan pelaksanan perbaikan.
IV. Metodologi
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, metode penelitian yang dilakukan
adalah dengan cara metode deskriptif. Metode deskriptif yang dilakukan
adalah dengan cara melakukan studi dengan cara menuturkan, menganalisa
dan mengklasifikasikan data-data yang ada berdasarkan hasil tinjauan
pustaka, Pengujian dilaboratorium dan kondisi lapangan.
V. Hasil Penelitian
Kegiatan utama dari penelitian ini adalah melakukan penyusunan "Draft
Pedoman Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur Jembatan". Penyusunan
Draft Pedoman tersebut berdasarkan serangkaian kegiatan pendalaman
ilmiah, rekonesan dan peninjauan terhadap data-data teknis material
perbaikan beton. Draft pedoman tersebut berisikan mengenai jenis-jenis
kerusakan, penyebab dan metode perbaikan kerusakan beton pada struktur
jembatan. Dalam penyusunan dan penulisan draft pedoman tersebut
mengikuti aturan yang diberlakukan dalam penyusunan standar yaitu
mengacu pada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000.Untuk penyempumaan Draft
Pedoman Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur Jembatan, telah
dilakukan diskusi teknik dengan narasumber yang selanjutnya diharapkan
dapat di bawa ke forum yang lebih tinggi yaitu SNI.
Saran
---, 1
,---
I
r- I
I I
-rom~
Do-c tcrnpcnturc
(pink umc)
'- j_ _ _)
~
• ~
s~l/cd comcr
60 buscxpos.<'d
ABSTRAK
Hingga saat lni dunia konstruksi jembatan di Indonesia maslh didominasi dengan bahan
beton sebagai bahan utamanya. Dalam masa pelaksanaan dan pemeliharaannya sering
dijumpal permasalahan yaltu berupa kerusakan pada struktur beton balk berupa retakan,
korosl pada baja tulangan, gompal, keropos dan kerontokan. Dengan adanya kerusakan
beton tersebut dapat mengurangi nilai kondisi bangunan dan mengurangi masa
pelayanan.
Untuk mengembalikan nilal kondlsi jembatan serta dapat berfungsl secara optimal, aman,
nyaman dan lancar sesual dengan masa pelayanan, maka periu dilakukan perbaikan
kerusakan yang metoda yang tepat. Hingga saat ini di Indonesia belum ada suatu
pedoman untuk perbaikan kerusakan beton pada struktur Jembatan, sehingga terdapat
kesulitan dalam perencanaan dan pelaksanan perbaikan.
Dengan dasar tersebut maka telah dilakukan penelitian beru~ pengembangan teknik
perbaikan kerusakan beton pada struktur Jembatan. Kegiatan utama dari penelitian inl
adalah melakukan penyusunan "Draft Pedoman Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur
Jembatan". Penyusunan Draft Pedoman tersebut berdasarkan serangkaian kegiatan
pendalaman ilmiah, rekonesan dan peninjauan terhadap data-data teknis material
perbaikan beton.
Draft pedoman tersebut berisikan mengenai jenis-jenis kerusakan, penyebab dan metode
perbalkan kerusakan beton pada struktur jembatan. Metode perbaikan kerusakan beton
pada struktur jembatan tersebut adalah :
1. Injeksi retakan dengan bahan epoxy res/r,
2. Perbaikan permukaan dengan penambalan/ Patching
3. Perbaikan permukaan beton dengan Concrete Jacketing dan Recovering
4. Coatlngpermukaan beton
Dalam penyusunan dan penullsan draft pedoman tersebut menglkuti aturan yang
dlber1akukan dalam penyusunan standar yaltu mengacu pada Pedoman BSN No. 8 Tahun
2000.
Untuk penyempumaan Draft Pedoman Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur
Jembatan, telah dilakukan diskusi teknik dengan narasumber yang selanjutnya diharapkan
dapat di bawa ke forum yang lebih tinggi yaitu SNI. Dari forum SNI tersebut diharapkan
menjadi NSPM "PEDOMAN PERBAIKAN KERUSAKAN BETON PADA STRUKTUR JEMBATAN"
untuk mempennudah perencana dan pelaksana perbaikan kerusakan beton pada struktur
jembatan.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan pujl serta syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, akhlmya lim
pelaksana penelitian "PENGEMBANGAN TEKNIK PERBAIKAN KERUSAKAN BETON ADA
STRUKTUR JEMBATAN" dapat menyelesalkan kegiatan penelitlan lni.
Kegiatan utama dari penelitian lnl adalah melakukan penyusunan "Draft Pedoman
Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur Jembatan". Penyusunan Draft Pedoman
tersebut berdasarkan serangkaian kegiatan pendalaman llmiah, rekonesan dan peninjauan
terhadap data-data teknis material perbaikan beton.
Kegiatan penelitian lni disusun oleh lim Pelaksana Penelitian darl Balai Jembatan dan
Bangunan Pelengkap Jalan, Pusat Utbang Prasarana Transportasl yang dibantu oleh
narasumber yang terdiri dari pakar-pakar sesuai dengan keahllannya.
Draft pedoman tersebut berisikan mengenal jenis-jenis kerusakan, penyebab dan metode
perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan. Metode perbalkan kerusakan beton
pada struktur jembatan tersebut adalah :
1. Injeksi retakan dengan bahan epoxy resin
2. Perbaikan permukaan dengan penambalan/ Patching
3. Perbaikan permukaan beton dengan Concrete Jacketing dan Recovering
4. Coating permukaan beton
Dalam penyusunan dan penullsan draft pedoman tersebut menglkuti aturan yang
diberlakukan dalam penyusunan standar yaltu mengacu pada Pedoman BSN No. 8 Tahun
2000.
Untuk penyempurnaan Draft Pedoman Perbalkan Kerusakan Beton Pada Struktur
Jembatan, telah dllakukan dlskusi teknik dengan narasumber yang selanjutnya diharapkan
dapat di bawa ke forum yang lebih tinggi yaltu SNI.
Dari forum SNI tersebut dlharapkan menjadi NSPM "PEDOMAN PERBAIKAN KERUSAKAN
BETON PADA STRUKTUR JEMBATAN" untuk mempermudah perencana dan pelaksana
perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan.
lim Penyusun
Halaman Cover
Lembar Pengesahan ii
Executive Summary iv
Abstrak vi
BAB PENDAHULUAN 1
1.3 Sasaran 2
Vlll
2.3 Teknik perbaikan kerusakan beton 35
2.3.1 Perbaikan retakan beton dengan injeksi 35
2.3.2 Perbaikan gompal dengan patching 38
2.3.3 Perbaikan gompal dengan grouting 41
2.3.4 Pelapisan permukaan 43
BAB Ill METODOLOGI 45
5.1 Kesimpulan 59
5.2 Saran 59
Daftar Pustaka 60
Lampi ran
lX
Judul : Pengembangan Teknik Perbaikan Kerusakan Beton Pada Struktur Jembatan
BABI
PENDAHULUAN
Hingga saat ini dunia konstruksi jembatan di Indonesia masih didominasi dengan
bahan beton sebagai bahan utamanya. Hal tersebut dikarenakan beton dalam
penggunaannya mudah untuk dibentuk dan matrialnya mudah diperoleh.
Dalam masa pelaksanaan dan pemeliharaan jembatan dari struktur beton, sering
dijumpai permasalahan yaitu berupa kerusakan pada struktur beton baik berupa
retakan, korosi pada baja tulangan, gompal, keropos dan kerontokan.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada suatu pedoman untuk perbaikan
kerusakan beton pada struktur Jembatan, sehingga terdapat kesulitan dalam
perencanaan dan pelaksanan perbaikan.
1.3 Sasaran
Hasil yang diharapkan dart penelitian ini adalah NSPM "PEDOMAN PERBAIKAN
KERUSAKAN BETON PADA STRUKTUR JEMBATAN" untuk mempermudah
perencana dan pelaksana perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan.
Manfaat (Outcome) dart penelitian ini adalah dengan adanya Draft Pedoman
perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan dapat digunakan sebagai
bahan untuk dibawa ke forum yang lebih tinggi lagi yaitu SNI. Diharapkan setelah
menjadi SNI dapat digunakan oleh Instansi terkait, konsultan perencana dan
kontraktor pelaksana sebagai pedornan untuk perbaikan kerusakan beton pada
struktur jembatan.
1. Studi Uteratur/
llnjauan Pustaka
2. Survey Lapangan
3. Pengujian di
laboratorlum
4. Penyusunan
Draft Pedoman
5.
6.
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
Jembatan merupakan bagian yang penting pada suatu ruas jalan dan merupakan
suatu investasi yang besar. Berdasarkan data base Bridge Manajeman System
(BMS) yang dibuat pada tahun 1992, jumlah jembatan yang terletak pada ruas
jalan Nasional dan Propinsi adalah 25.290 buah. Jumlah tersebut akan menjadi
jauh lebih besar lagi jika diperhitungkan pula jembatan yang terletak pada ruas-
ruas jalan perkotaan dan jalan kabupaten serta jalan poros desa dan jalan poros
ke permukiman transmigrasi.
Pada saat ini salah satu sasaran yang ingin dicapai pemrin~h adalah
mempertahankan dan meningkatkan masa pelayanan jembatan sesuai dengan
tuntutan perkembangan transportasi. Sasaran ini akan dicapai melalui program
pemeriharaan serta program penanganan jembatan didasarkan suatu kriteria
yang disusun dengan mempertimbangkan aspek teknis, urgensi dan skala
prioritas serta dana yang tersedia. Aspek teknis berkaitan erat dengan kondisi
jembatan, sedangkan urgensi dan skala prioritas ditentukan faktor-faktor
tuntutan perkembangan lalu lintas serta peranannya untuk mendukung sektor-
sektor lainnya.
Terdapat beberapa hal dari segi aspek teknis yang menyebabkan terjadinya
kerusakan pada jembatan, yaitu :
1. Terdapatnya kesalahan pada perencanaan/ pelaksanaan
Hasil pengamatan lapangan terdapat retak struktural/ lendutan berlebih
pada bagian struktur
Mutu material, selama pelaksanaan menunjukan hasil yang tidak
memenuhi syarat
Hasil perhitungan dengan memakai mutu yang aktual menunjukan
adanya pernurunan kapasitas struktur.
2. Penurunan kinerja material/ struktur eksisting
1500 I
1000 ~
l!J
0
·e=
>
500 L Pass1ve
I
;;; I
E
~
• o-
Corroding
j
w
-500-
-1000-
Immune
-1500 ~
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
pH
Lapisan pasif sebagai pelindung baja tulangan dari serangan korosl akan hancur
oleh serangan ion Klorida (0") dan serangan gas karbondioksida (COz) atau
dikenal dengan karbonasi. Bilamana lapisan film ini telah hancur, maka proses
korosi segera dimulai.
Reaksi anodik adalah reaksl oksidasi atau pelepasan elektron dan reaksi katodik
adalah reaksi reduksi atau penarikan elektron. Reaksi anodik dan katodik
berlangsung secara bersamaan.
Reaksi anodik :
Reaksi kat.odik
Awal mula korosi terjadi pada permukaan luar baja pada beton yang telah
terkena karbonasi atau adanya ion klorida, kelembaban dan oksigen. Secara
cepat produk korosi lni akan menempati dengan volume yang jauh lebih besar
dari volume besi asli. Sehingga produk korosi ini akan mengakibatkan dan secara
terus meningkat tegangan di dalam beton sampai terjadi retak. Secara umum
retak akan berkembang dari tulangan sampai kepermukaan beton dan retak
pada permukaan akan menglkuti garis dari tulangan, seperti pada Gambar 2. 3.
Selain bahaya retak akibat korosi, yang tidak kalah penting adalah adanya
pengurangan luas baja tulangan akan mengakibatkan kapasitas struktur
berkurana.
,.
2.2.2 Karbonasi
Sifat lingkungan dalam beton segar sangatlah alkali, dengan nilai pH diatas 12.5
dan hal tersebut berlangsung terus sepanjang tidak ada masukan dari luar
beton. Sifat alkali didapat dari kalslum hidroksida (Ca(OH)2) dan bentuk senyawa
lain yang merupakan produk dari reaksi hidrasi semen portland. Karbon dioksida
dan gas-gas lain di udara dapat masuk menembus (penetrasi) kedalam beton
melalui sistem pori-pori dan kapiler beton. Bilamana terdapat air {H20), karbon
dloksida {C~) dan gas-gas asam lainnya dapat bereaksi dengan kalslum
hldroksida dalam beton membentuk senyawa netral, seperti kalslum karbonat
{CaCOJ). Proses ini dlsebut karbonasi dapat digambarkan sebagai berikut £3l :
C02 + H20
H2C03 + Ca(OHh
karena hal tersebut akan menjadi jalan bagi udara untuk masuk kedalam beton,
seperti terlihat dalam gambar berikut :
Jika pori-pori beton tertutup oleh air secara keseluruhan, maka penetrasi karbon
dioksida akan mengalami kesulitan. Dengan kata lain, karbonasi tidak akan
terjadi pada beton yang benar-benar kering karena proses reaksi memerlukan
adanya uap air. Laju karbonasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi karbon
dioksida pada lokasi beton yang terekspose. Konsentrasi karbon dioksida dalam
udara kira-kira mencapai 300 ppm akan tetapi pada daerah lalu lintas padat
konsentrasi tersebut menjadi tinggi.
2.2.3 Klorida
Ion k.lorida (0-) di dalam beton yang melebihi nilai batas yaitu 0.4% dari berat
semenf41 akan mengakibatkan lapisan pasif hancur, tanpa disertai oleh
perubahan derajat keasaman (pH). Persamaan reaksi pada proses korosi akibat
ion klorida adalah [2J :
Fe + 2 cr -.. FeCh
FeCh -.. Fe2+ + a-
Selama proses korosi, ion klorida tidak dikomsumsi dalam reaksi. Ion klorida
akan terus menghancurl<an lapisan paslf yang belum hancur. Dalam hal ini ion
klorida berfungsi sebagai katalis. Berbecla dengan peristiwa karbonasi, proses
korosi akan tetap terus berlangsung setelah kandungan klorida dalam beton
sudah metebihi suatu nilai batas tertentu tanpa pertu penambahan dari luar.
Proses tersebut diatas dapat terjadi pada banyak jenis logam tidak hanya terjadi
pada baja dalam beton.
Ion klorida yang masuk kedalam pori-pori beton dapat bersumber dari pencairan
garam atau dari air laut pada lingkungan pantai. Garam umumnya juga tersebar
di jalan raya dan akan menjadi garam cair. Bilamana sistem drainase tidak
bekerja secara baik maka cairan garam tersebut dapat meresap kedalam lantai
beton, gelagar beton, kolom dan lain-lainnya. Ion klorida juga dapat tercampur
dalam beton karena ketidak hati-hatlan pada pemakaian air atau agregat.
0.15% didasarkan atas kadar semen maka bahaya korosi tidak terjadi. Beberapa
laporan penelitian menyatakan bahwa bilamana konsentrasi klorida mencapai 0.4
% terhadap berat semen maka akan terjadi korosi pada tulangan.
0 50 100 150
Chloride I* lelleHon Into oancn11e (mm)
Gambar 2. 5 Difusi ion Cl- pada beton normal dan mutu tinggi setelah
berumur 30 tahun, dengan asumsi konsentrasi ion Cl sebesar 5%
terhadap berat semen pada permukaan beton
Salah satu faktor penting daidm menentukan laju korosi adalah ketersediaan
oksigen pada sekeliling daerah katodik. Hal ini karena oksigen akan dikomsumsi
pada reaksi katodik (Pers. 2. 2). Bilamana suplai oksigen ke daerah katodik pada
logam tidak berlangsung secara kontinyu maka reaksl korosi akan diperlambat.
Besaran kandungan oksigen ini bergantung pada kondisi lingkungan. Selain itu
laju korosi juga dipengaruhi oleh besamya aliran ion dan tahan listrik beton.
Secara garis besar, laju proses korosi dapat dimodelkan dalam 2 (dua) tahap,
seperti pada Gambar 2. 6.
Kondisi inisial berarti proses penghilangan lapisan pasif oleh penetrasi ion klorida
atau penurunan pH akibat penetrasi karbon dioksida (C02). Bagian propagasi
adalah tahapan dimana telah dimulai terjadi proses korosi dan laju korosi
dikontrol oleh ketersediaan oksigen (02), tahanan listrik dari beton dan kondisi
lingkungan seperti suhu (T) dan kelembaban relatif (RH).
Proses korosi mengurangi luas dari baja t:ulangan, dan volume produk korosi
lebih besar dari volume baja t:ulangan yang terl<orosi. Sebagai konsekuensinya,
terjadi tegangan ekspansif sepanjang t:ulangan terl<orosi yang akan
mengakibatkan retak atau spa/ling. Setelah terjadi retak atau spa/ling ;Jada
selimut beton maka laju korosi menjadi jauh lebih tinggi, seperti pada Gambar 2.
6, karena baja tulangan telah terjadi kontak langsung dengan lingkungan.
lain halnya dengan klorida, sulfat lebih menyerang secara kimiawi terhadap
beton dan bila bekerja bersama-sama dengan klorida akan menyerang baja
tulangan secara hebat. Serangan sulfat ini dapat terjadi pada dalam beton
sendiri (sulfat dalam agregat) atau akibat masukan sulfat dari lingkungan seperti
dari dalam tanah atau air. Reaksi serangan sulfat dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Volume ettringite ini jauh lebih besar dari hidrasi kalsium aluminate. Ekspansi ini
akan menghasilkan tegangan tarik pada pasta semen dan berkembang menjadi
retak didalam beton.
Natrium sulfat (Na 2S04) dalam air tanah bereaksi dengan mineral beton dalam
dua tahap. Tahap pertama, adalah bereaksi dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
menghasilkan kalsium suffat (CaS04) dan natrium hldroksida (NaOH).
Selanjutnya kalsium sulfat bereaksi dengan tricalsium aluminate seperti yang
telah diuraikan diatas. Bilamana natrium sulfat dapat (selalu) tergantikan kembali
seperti pada aliran air tanah, reaksi akan berlangsung terus dengan ekspansi
lebih lanjut.
Reaksi dengan magnesium sulfat (MgS04) dalam air tanah berakibat lebih
merusak. Magnesium sulfat bereaksi sekaligus dengan tricalsium aluminate dan
kalsium hidroksida membentuk tricaldum sulphoaluminate, kalsium sulfat dan
magnesium hidrokslda. Reaksi ini menghasilkan nilai pH rendah pada larutan air
dan mengakibatkan kalsium silikat dalam pasta semen terurai dan melepaskan
lebih banyak kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida ini ak~n terus bereaksi
dengan magnesium sulfat (sepanjang masih tetap ada) da.n mengakibatkan pH
rendah. Jika kandungan magnesium sulfat sangat cukup, reaksl akan
berlangsung terus sampai struktur kalsium silikat dalam pasta beton terurai
keseluruhan dan menjadi lemah dan berongga. Pada beberapa kasus yang
hebat, pasta semen akan terbuang sampai hanya tinggal aggregat saja.
2.2.6 Kerontokan
Pengembangan
tulangan karene .-~ Tulangan
karat yang y~tng terllhat
menyebabkan
Oaerah yan~ rontok
kerontokan baton
Beton yang keropos akan terjadi apabila material yang harus tidak mengisi
rongga-rongga antara agregat yang besar dan baja.
Beton keropos dapat terjadi akibat campuran yang kurang, cara penanganan
yang kurang baik, seperti kurangnya pemadatan, hilangnya calran beton yang
disebabkan bekisting yang jelek, dan tertalu rapatnya baja tulangan.
Drumminess adalah suatu istilah yang diberikan untuk mutu beton yang jelek
jika waktu anda memukulnya dengan palu beton menjadi berlubang atau
berbunyi seperti drum.
Drumminess dapat diakibatkan oleh :
• Karat yang ada pada besi tulangan mendorong sebagian permukaan beton.
• Perbaikan yang tidak baik bila penambalan yang dilakukan tidak menempel
dengan baik pada bahan dasar dan terjadi lapisan yang terpisah.
Rembesan air atau bocoran dalam beton dapat terjadi jika pada beton tersebut
suc!ah terjadi kerusakan. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan air dapat
merembes masuk kedalam komponen.
Rembesan dapat dikenali dengan adanya tanda warna pada perm!.lkaan beton.
Kadang-kadang tanda wama tersebut adalah :
• wama hijau karena ditumbuhi lumut.
• wama putih berkerak atau bahkan membentuk stalaktit berwama putih - ini
menandakan bahwa terdapat larutan kapur darl semen yang merembes keluar
(atau terbuang). Hal ini akan memperlemah beton.
• Adanya daerah yang basah secara terus menerus.
2.2.8 Retak
Retak pada beton merupakan hal yang umum. Retak dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu:
• retak struktural.
• retak bukan struktural.
Retak struktural adalah retak yang paling berbahaya diakibatkan adanya beban
yang melebihi beban rencana atau kekuatan daripada potongan.
Retak pada balok dan elemen utama dapat disebabkan oleh :
• Momen (sekitar daerah tengah bentangan), retak ini berupa retak yang
tegak/vertikal.
• Gaya lintang dekat landasan, retak ini biasanya membuat sudut 40 sampai 50
derajat terhadap sumbu elemen yang bersangkutan.
• kombinasi momen dan gaya lintang.
f I I I l )
( I I (;
f
~ 8
Gambar 2. 9 retak struktural akibat momen
e
Tension area
IT
Gambar 2. 11 retak tarik akibat momen lentur
Movementt
Retak dapat juga terjadi akibat terjadinya karat pada tulangan baja dibawah
permukaan. Karena karat tersebut mengembang, itu akan mengangkat
permukaan dan mengakibatkan retak. Jika keretakan tersebut tidak dlperiksa,
maka akan terjadi kerontokan pada beton
Retak non struktural atau retak tak bergerak biasanya terjadl pada bagian
permukaan dan umumnya tidak bertambah besar. Beberapa jenis ret:ak inl ada
yang berbahaya tetapi dapat tidak berbahaya.
Terdapat beberapa jenis retak-ret:ak non struktural yang terjadi adalah sebagai
berikut:
• retak akibat susut
• retak permukaan
• retak-retak struktur
• retak aldbat bekisting yang bergerak
Pola retak non struktural yang umum terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Pola retakan tidak struktural yang sering terjadi dalam betor
Beton digunakan sebagai bahan elemen struktur terutama untuk menahan gaya
tekan, sehingga perlu dibahas bagaimana pengaruh kenaikan suhu pada beton
yang menerima gaya tekan. Kuat tekan beton pada awal pemanasan belum
mengalami penurunan, baru pada suhu diatas 100° C terlihat dengan jelas
penurunan kekuatannya. Hal ini disebabkan karena air yang terikat secara
kimiawi menguap pada suhu ini, sehingga mengakibatkan perubahan struktur
dari batu semen. Pada suhu antara 300° C dan 600° C, kalsium hidroksida yang
terbentuk pada proses hiJrasi mulai terurai menjadi kalsium oksida. Dengan
demikian setelah suhu kembali normal, tidak mungkin terjadi pemulihan
kekuatan tekan lagi. Pada suhu 575° C agregat tambahan yang mengandung
kuarsa mulai mengalami perubahan struktur yang disertai dengan
pengembangan volume dan pada suhu sekitar 1000° C beton normal praktis akan
hancur. Kekuatan sisa (residual strength) dari beton padat setelah mengalami
pendinginan pada berbagai macam suhu ditunjukan pada gambar 2.15.
Untuk suhu dibawah 300° C, kekuatan beton tidak banyak berkurang, akan tetapi
fal<tor negatif yang lain seperti umur beton juga harus diperhatikan. Jika tidak,
akan mengakibatkan kelebihan prakiraan kekuatan beton sebelum kebakaran
, untuk keperluan desain perbaikannya. Suhu diatas 500° C dapat sangat
mengurangi kekuatan tekan dari struktur beton dibandingkan dengan kekuatan
asalnya, sehingga dapat kehilangan fungsinya sebagai elemen struktural.
II
- 0.8 j
. "'"
~
\ ~
..<: -o
.. 0.60 \ - 0.6 ~
~
:,;:
\
0
\
"0
l 0.40
\
- 04
e
c..
\ i
0.20
,, I
C~lur c~.1ngr• -1 02
Perubahan wama pada beton setelah mengalami kebakaran sering kali sangat
membantu dalam menentukan suhu maksimum yang pemah dicapai. Gambar
2.15 menunjukan pengaruh suhu terhadap perubahan wama pada beton.
Perubahan wama yang terjadi sangat dipengaruhi oleh jenis dan tipe agregat
yang dipakai dalam pembuatannya. Pada temperatur 3000C - 600 °C, beton pada
umumnya akan berwama merah muda. Permulaan diketahuinya perubahan
wama menjadi merah muda adalah penting karena merupakan perkiraan yang
tepat atas permulaan kehilangan kekuatan yang berarti yang disebabkan oleh
pemanasan. Jadl setiap beton yang mengalami perubahan wama merah muda
patut diselidiki. Perubahan wama menjadi merah muda adalah disebabkan oleh
hadimya garam best dalam agregat dan atau dalam pasir, pada beberapa kasus
kejadian ini tidak diperlihatkan. Oleh karena itu beton yang tldak berubah wama
menjadi merah muda belumlah pasti untuk tidak mengalami kerusakan akibat
kebakaran.
Penurunan modulus elastisitas yang terjadi pada beton selama kebakaran dan
setelah proses pendinginan adalah sangat penting. Hal ini mengakibatkan
penambahan lendutan elastik serta dapat mempengaruhi akibat lainnya. Pada
gambar 2.16 tertihat pengaruh panas terhadap modulus elastisitas beton.
Nilai penurunannya bisa mencapai 40 % apabila suhu yang pemah dicapai 300°
C, atau sampai 60% apabila mencapai suhu 500° C.
~r-,
w/ca0.40
w{cao.&o
100 1000
~ D
t surface expoS<'<!
-
1]
:b
0
cu·
<;;,·
lo f~rc
OL__L__~=-
0 25 '<l
D•s1ance from exposed face of slab- mm
Peningkatan suhu pada kolom beton umumnya lebih cepat dibandingkan dengan
pelat maupun balok beton, hal ini karena kolom tersebut dapat mengalami
pemanasan dari seluruh permukaannya. Pacta kurva gambar 2.18A dan 2.186
terfihat distribusi suhu pada kolom yang mengalami pemanasan dari keempat
sisinya sesuai kurva standar.
Dari gambar tersebut dapat ditentukan suhu pada kedalaman tertentu dari
permukaan kolom. Misalnya kolom ukuran 380 x 380 mm2 setelah satu jam
1100
\) o.~·- -. :~'!)-
:
( ,., ).
~
i : :.;·~
ll!.ti• ·~
~
600 Surfac~ exposed to fire
soo
400
300
200
300 mm or over wide rib
100
0~-
0 10 20 30 40 50 60 70 so 90 100 110 120 130 140 150
Distance from surface exposed to fire- mm
1100
~ 1000
:::>
;;.... 900
t 800
..E
1-
700
600
500
400
300
200
250 mm wide rib
100
0
0
Distance from surface exposed to lire· mm
Gambar 2.18A Suhu yang terjadi pada balok beton siku empat
1100
. .. .......
1000 .... ;. ,.4"'!" •.
~
.
t 900
ie 800
700
~
600
500
400
300
200
200 mm wide rib
100
0
Gambar 2.188 Suhu yang terjadi pada balok beton siku empat
Peningkatan suhu pada kolom beton umumnya lebih cepat dibandingkan dengan
pelat maupun balok beton, hal ini karena kolom tersebut dapat mengalami
pemanasan dari se'uruh permukaannya. Pada kurva gambar 2.19 terlihat
distribusi suhu pada kolom yang mengalami pemanasan dari keempat sisinya
sesuai kurva standar.
Dari gambar tersebut dapat ditentukan suhu pada kedalaman tertentu dari
permukaan kolom. Misalnya kolom ukuran 380 x 380 mm2 setelah satu jam
pemanasan, dengan suhu permukaan 700° C, maka suhu pada kedalaman 25
mm mencapai 300° C, pada kedalaman 50 mm suhunya 150° C dan pada
kedalaman 75 mm hanya 100° C. Untuk kebakaran yang waktunya sangat
singkat dapat terlihat wama kuning pada permukaan betonnya. Hal ini
menunjukan bahwa hanya pada permukaan saja yang mengalami suhu tinggi,
suhu pada beberapa milimeter di bawahnya relatif rendah dan tidak timbul
kerusakan yang berarti.
~ 1200
.
2!
!1000
iE __....
~· o...
v•,O··
t
~0
-
~ All surfaces
exposed
to fire
Gambar 2.19 Suhu yang terjadi pada kolom beton berpenampang bujur sangkar
Gompal ( Spa/ling) :
lipe gompal yang terjadi sangat dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan.
Pada beton dengan agregat batu kapur maka gompal berupa retak melalui
agregat kasar ( agregate splitting ). Sedangkan untuk beton dari kerikll, gompal
terjadi disekitar agregat kasamya hingga ter1ihat kerikil penyusun lepas dart
matriks pasta semennya.
Kadang-kadang gompal dapat terjadi setelah kebakaran selesai atau pada saat
api akan padam, ketika beton sudah mulai turun suhunya. Pada kasus ini gompal
umumnya terjadi pada daerah yang rukup panjang dan keadaan suhu beton
relatif tetap.
Pada umumnya penyebab utama dari gompal ada tiga macam yaitu :
c) Kadar air dalam beton yang mengeras dalam kaitannya dengan tegangan
tarik di dalam beton akibat uap air yang berbentuk di dalam pori-pori beton.
Apabila suatu elemen struktur beton tidak terlindung dari kenaikan suhu, dan
karena koefisien konduktivitas yang rendah, maka suhu pada permukaan elemen
struktur tersebut akan menjadi leblh tinggi dibandingkan dengan yang di
dalamnya. Disbibusl suhu di dalam penampang melintang adalah tidak linier,
sehlngga kendala pemuaian temadap serat-serat bahan akan menimbulkan
tambahan tegangan sekunder.
Terdapat suatu teori yang mengatakan apabila bahwa suatu permukaan beton
mengalami kenaikan suhu, panas yang terjadi akan merambat masuk ke dalam
beton dan menyebabkan terjadinya pelimpasan air pada lapisan luar beton
aklbat menguapnya air dalam pori-pori. Sebagian besar uap air yang terbentuk
akan mengallr ke bagian beton yang lebih dingin dan diserap kembali ke dalam
Teori lain mengatakan bahwa aliran uap air yang melalui pori-pori akan
menimbulkan gaya friksi pada dinding pori-pori, dan gaya ini akan berprilaku
sebagai gaya tarik di dalam kerangka beton. Nilai terbesar tegangan tarik ini
terjadl pada daerah dimana air berubah menjadi uap jlka suhu yang terjadi
mencapai 100° C sampai lOSO C. Tegangan-tegangan ini akan menjadi lebih
besar sebanding dengan jumlah kadar air awal. Bagi beton blasa, untuk kadar air
sebesar kira-kira 7 % ( berdasarkan volume ), maka tegangan-tegangan tarik
yang terjadi akan sama besar dengan kuat tarik beton. Jika kebakaran
berl<embang lebih cepa~ maka tegangan tarik yang timbul di dalam beton akan
menjadi lebih tinggi. Dari percobaan terlihat bahwa jika suatu elemen struktur
beton relatif tebal ( lebih besar dari 200 mm ), maka terjadinya pengelupasan
akan beri<urang atau bahkan berhenti setelah kira-kira 25 menit. Disamping itu
dengan naiknya suhu maka tegangan-tegangan sekunder akan menyebabkan
terjadinya retak-ret:ak rambat di bagian dalam dari elemen struktur beton, hal lni
mengaklbati<an tahanan yang dihadapi oleh aliran air menjadi lebih kecil. Jika
tebal elemen struktur beton kurang dari 200 mm, maka gompal dapat terjadi
pada tahap yang lebih awal setelah mulai terjadi kebakaran.
Pada elemen struktur beton yang mengalami pemanasan dari kedua sisi, maka
gompal yang terjadi akan lebih cepat. Dari percobaan terlihat bahwa untuk
elemen struktur setebal 80 mm, akan mengalami gompal kurang lebih 15 menit
setelah kebakaran dan sekitar 7 menit untuk elemen struktur setebal 50 mm.
Gompal akan berhenti apabila suhu pada sumbu simentri elemen struktur
tersebut telah mencapai 110° c.
Intensitas gompal dari beton normal, tidak dipengaruhi oleh mutu betonnya.
Beton dengan mutu yang lebih tinggi akan memiliki kepadat:an yang lebih tinggi,
namun tegangan tarik pada umumnya juga lebih tinggi, sehingga praktis kedua
hal ini saling menghapuskan.
Pada suhu tinggi, koefisien pemuaian dari baja umumnya lebih besar
dlbandingkan dengan koefisien pemuaian dari beton. Hal ini menimbulkan
tegangan sekunder yang dapat mengakibatkan retak-retak pada beton di daerah
sekit:ar penulangan. Selain itu pemuaian yang tidak sama juga terjadi pada
agregat kasar dan batu semen. Pengalaman menunjukan bahwa ret:ak-retak
yang terjadi terl<onsentraslkan di daerah yang sebelumnya telah mengalami
retak akibat muai susut dan pembebanan lentur.
Mengingat agregat cukup berpengaruh pada gejala gompalnya beton, maka jenis
agregat yang disamakan menjadi sangat penting pada elemen struktur yang
mengalami kebakaran.
Agregat batu kapur memiliki koefisien pemuaian yang lebih kecil (sekitar
setengahnya) dlbandingkan dengan agregat kuarsa, karena memiliki
konduktMtas tennal yang lebih rendah dart beton nonnal.
Seperti beton, maka perilaku baja pada suhu tinggi akan mengalami perubahan.
Berbeda dengan beton, pada baja lebih mudah untuk dilakukan pengukuran
perilakunya pada keadaan suhu yang steady ataupun transient.
Perilaku kekuatan baja telah banyak diselidiki, tetapi sering terjadi perbdan~
perbedaan yang disebabkan oleh cara pengukuran dan metoda pengujian yang
berbeda.
Gambar 2.22 menunjukan perilaku tegangan leleh baja tulangan. Tertihat bahwa
pada suhu 5000C ~ 600 °C, tegangan lelehnya dari keadaan nonnal mengalami
pengurangan. Keadaan ini blasanya menambah besar lendutan, tetapi sangat
tergantung kepada pola pembebanan waktu kebakaran.
J:~ •. .
·~ ~ ~
rF~~ ~ ·-•ro•--
0 -L~
0 200 400 600 800
Tomperolu"'. "("
2~-
1200
800 •
400
0 o~-40
Tempe,.ture- "C
900 700
0 2 4 6 0 2 4 6
Duration- h Duration- h
(a) Relaxation at 100°C : (b) Relaxation at 2000C
.... 700 .... 300
E E
E
...... E
.......
z z
.."' 600
"'~ 200
-CJ
CJ') v;
500 100
0 2 4 6 0 2 4 6
Duration- h Duration- h
{c) Relaxation at 3000C (d) RC!laxation at 4000C
Terlihat bahwa pada suhu 400° C, tulangan baja yang diprofilkan mempunyai
kekuatan lekat hampir dua kali lebih besar dibandingkan baja polos. Penurunan
kekuatan lekat baja lni seiring dengan penurunan kekuatan tekan betonnya.
Pada suhu tinggi daktilitas baja tulangan menurun. Selain itu juga dapat tertekuk
akibat tegangan tekan yang timbul pada baja tulangan yang mengalami
pemanasan.
Maka dapat disimpulkan bahwa suhu tinggi yang dialami baik oleh baja maupun
beton akan membawa akibat yang buruk pada perilaku fisik dan mekanik bahan-
bahan tersebut.
Fenomena !ni memperl<uat teori sebelumnya yang mengatakan bahwa air yang
terikat di dalam pori-pori beton akan menguap. Panas yang diperlukan untuk
penguapan menahan kenaikan suhu di dalam beton.
lbl Ima•Lul«ttoo
Gambar 2.24 Kurva suhu pada balok beton yang mengalami pemanasan.
a) Umur Beton.
c) Komposisi Beton.
Agregat ringan tertentu memlliki daya absorbsi air yang besar, sehingga
mungkin terdapat banyak air bebas di dalam beton. Pada waktu terjadi
kebakaran maka jenis struktur beton seperti ini kenaikan suhunya akan
sangat diperfambat, tetapi pada beberapa jenis agregat ringan tertentu air
tersebut tidak dapat menguap dengan cepat sehingga dapat menimbulkan
bahaya gompal pada beton.
Suatu struktur beton bertulang terdiri dari elemen pelat, balok dan kolom,
pada saat terjadinya kebakaran masing-masing elemen ini memiliki perilaku
yang berbeda-beda.
1. Injeksi (Injection), untuk perbaikan retakan dengan cara injeksi bahan epoxy
resin
2. Penambalan (PatchindJ, untuk perbaikan pennukaan yang gompal skafa
kecil dengan menggunakan tangan.
3. Grouting, untuk perbaikan pennukaan yang gompal dalam skala besar
dengan menggunakan alat pampa.
4. Coating, per1indungan beton dari lingkungan
5. Shotcrete, pe~ikcm pennukaan beton yang gompal skala besar dengan
cara ditembak
Perbalkan retakan pada struktur beton dengan cara injeksi bahan epoxy resin
adalah:
- Material Sealer
Bahan sealer digunakan sebagai bahan untuk menutup retakan agar bahan
perekat tidak mengalir dari celah retak yang tidak tertutup oleh alat injektor.
B. Alat
C. Metode Pelaksanaan
Persiaoan
Seluruh jalur-jalur retakan yang akan dlgrouting dan permukaan beton disekitar
dan sepanjang jalur retakan dibersihkan dari material debu, serpihan beton,
semen, oli (mlnyak/lemak), dan kotoran lainnya yang menempel, dengan
menggunakan vacum/sikat/kain/kuas tangcm atau alat lain. Selanjutnya lakukan
pembersihan menyeluruh dengan menyemprot permukaan beton dari jalur
retakan dengan kompressor atau vacum-cleaner untuk memastikan tidak adanya
slsa-sisa debu/serpihan yang tertinggal.
Pemasangan Nipples
Lakukan pemasangan nipples untuk titik injeksi dengan jarak antar nipple ± 25
em yang dipasang mulai dari awal hingga ujung retakan. Perhatikan agar nipples
benar-benar melekat sempuma pada permukaan beton dan tidak menyumbat
jalur retakan.
Pemasangan Regulator
Setelah dilakukan pemasangan nipples dan penutup (sealet), dilakukan
pemasangan slang grouting yang menghubungkan antar nipple yang telah
terpasang, kemudian pipa inlet/titik injeksi paling bawah dihubungkan dengan
tabung injeksi yang telah siap terisi material grouting yang terhubung dengan
kompressor sehingga pekerjaan grouting siap untuk dilakukan.
Pelaksanaan Grouting
Setelah bidang retakan yang diberi sealer benar-benar tertutup dan mengeras,
serta bahan dan peralatan kerja/persiapan grouting telah selesai dilakukan,
Finishing/Perataan Permukaan
Setelah pekerjaan grouting selesai, curing dilakukan dengan cara mendiamkan
bidang retakan yang telah diperbaiki selama/sesuai dengan yang diinginkan
dalam persyaratan. Selanjutnya lakukan perataan bidang sealant menggunakan
gerinda dengan tidak merusak permukaan yang telah diperbaiki sesuai dengan
permukaan sebelumnya/permukaan beton disekitamya. Debu dan material
dibersihkan dengan vacum pembersih atau penghisap debu/kompressor
sepanjang debu tersebut tidak mengganggu lingkungan/lokasi pekerjaan
disekitamya.
B. Metoda Pelaksanaan
Pada bag ian beton spalling serta beton yang tidak masif (un-sound cor.crete)
dikupas sehingga mencapai bagian beton yang masih padat,lrapat. Bidang
permukaan beton yang di chipping tidak membentuk/menyerupai lin(~ar akan
tetapi membentuk bidang persegi. Chipping beton dapat dilakukan dengan
bantuan alat jack hammer ukuran kecil/portable dan pahat beton atau alat tain
I ~'( _
,- - -· ·:.i-'
t:_~~ .. . r.o·
,..__ • - - -- ·,..>
l,,
·o-~ . .. - \:)
; . (\ 0 . C).'J •
Pembersihan Permukaan
Pada lokasi spalling yang telah mencapai tulangan dan menunjukkan adanya
korosi pada tulangan, maka korosi pada tulangan harus dibersihkan. Segala
material seperti serpihan beton, semen, oli (minyak/lemak), karat/kerak pada
tulangan dibersihkan dengan memal<ai sikat kawat/brusher. Lakukan
penyemprotan dengan kompressor atau vacum-cleaner/penghisap debu dan
pastikan tidak adanya kotoran yang masih menempel pada seluruh bidang
permukaan hasil chipping. Secara ilustrasi dapat dill hat pada gambar 2.27.
/~
/,
,· ' ~ ~ - - -,
Q. ~
.-,-. , V • ). .
, r -, , , >O
~ · 3 2 2'
f]' . . . -~
.. v
.('. c . . ~ ~-
Pelapisan Permukaan
Perataan Pennukaan
Curing
A. Persyaratan bahan
B. Agregat Kasar
C. Bekistlng/Cetakan
D. Metoda Pelaksanaan
Persia pan
Pembersihan Permukaan
Pada lokasi spalling yang telah mencapai tulangan dan menunjukkan adanya
korosi pada tulangan, maka korosl pada tulangan harus dibersihkan. Segala
material seperti serpihan beton, semen, ali (mlnyak/lemak), karat/kerak pada
tulangan dibersihkan dengan memakai sikat kawat/brusher. Lakukan
penyemprotan dengan kompressor atau vacum-cleaner/penghisap debu dan
pastikan tidak adanya kotoran yang maslh menempel pada seluruh bidang
permukaan hasll chipping.
Pemasng~ Bekisting
Pemasangan Regulator
Pendempulan/Seal
Pelaksanaan Injeksi
Lakukan injeksi material beton kedalam cetakan melalui pipa inlet dengan
tekanan sekitar 2-3 bar atau sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.
Pembukaa, Beklsting
Perapihan/Rnishing
A. Pelindung (Coating)
B. Alat
C. Metoda Pelaksanaan
Persiapan
Seluruh lapisan debu, minyak/lemak atau material lepas dan lapisan cosmetic
lainnya yang dapat melemahkan ikatan pada permukaan beton dikeluarkan dan
dibersihkan dari permukaan beton yang akan dicoating. Untuk menghindari debu
yang berterbangan disekitar lokasi pekerjaan coating, maka pemberslhan
permukaan dilakukan dengan menggunakan alat vacum/penghisap yang
didalamnya sekaligus terdapat alat pembersih/brusher.
Curing
BAB III
METODOLOGI
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, metode penelitian yang dllakukan adalah
dengan cara metode deskriptif. Metode deskriptif yang dilakukan adalah dengan
cara melakukan studi dengan cara menuturkan, menganalisa dan
mengklasifiksikan data-data yang ada berdasarkan hasil tinjauan pustaka,
Pengujian dilaboratorium dan kondisi lapangan.
f. Survey Lapangan
Survey lapangan/ Rekonesan tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis,
penyebab dan metode perbaikan kerusakan beton pada struktur jemoatan di
Indonesia. Lokasi yang ditinjau adalah pada lokasi yang dianggap cukup
mewakili seluruh kondisi jembatan-jembatan yang ada di Inuonesia. Hasil
survey lapangan tersebut selanjutnya digunakan sebagai data masukan dalam
penyusunan draft pedoman perbaikan kerusakan beton pada struktur
linjauan Pustaka
;---- 1. .Jenls Ken.JSakan beton
Start Z. Pr!nyebab kMisilkan
3. Hetrx/d perlBikan
4. Peraturan-periltuf"ilfl
Survey Lapangan
I
I Pengumpulan Data
J
1 . .Jenls Kerusakan beton yanq umum terjadl
2. Penyebab kerusakan yang umum terjadi
3. Metoda pertlalkan yang telah dllakukan
~
Pengujian di Lab.
data hasH pengujlan mall!rlal untuk perbalkan beton
~
Penyusunan Draft Draft Pecloman
Perbaikan kerusakan beton pada struktur
Pedoman jernbatan
+
Diskusi Teknik Saran Perbaikan
(Narasumber) Draft Pedoman Perbaikan kerusakan beton
pada struktur jembatan
~
Penyempurnaan
Draft Pecloman
l
Finish
BABIV
KEGIATAN PENELITIAN
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, metode penelitian yang dilakukan adalah
dengan cara metode deskriptif. Metode deskriptif yang dilakukan adalah dengan
cara melakukan studi dengan cara menuturkan, menganalisa dan
mengklasifiksikan data-data yang ada berdasarkan hasil tinjauan pustaka,
Pengujian dilaboratorium dan kondisi lapangan.
2. Penyebab kerusakan pada struktur beton, beberapa hal dari segi aspek teknis
yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada jembatan, yaitu :
a. Terdapatnya kesalahan pada perencanaan/ pelaksanaan
Hasil pengamatan lapangan terdapat retak struktural/ lendutan
berlebih pada bagian struktur
Mutu material, selama pelaksanaan menunjukan hasil yang tidak
memenuhi syarat
Hasll perhltungan dengan memakai mutu yang aktual menunjukan
adanya pemurunan kapasitas struktur.
b. Penurunan kinerja material/ struktur eksisting
• Penyebab kerusakan
1. Susut termal
2. Retak struktural akibat beban ber1ebih
3. Pengaruh lingkungan akibat pasang surut air sungai maupun air taut
4. Kurang baiknya pelaksanaan
5. Pembakaran sampah (lingkungan)
• Metode perbaikan.
1. Injeksi retakan dengan bahan epoxy resin
2. Perbaikan permukaan dengan penambalan/ Patching
3. Perbaikan permukaan beton dengan Concrete Jacketing dan
Recovering
4. Coating permukaan beton
Tabel4.1
Data-Data Kerusakan, Penyebab Dan Metode Perbaikan
Hasil Survey Lapangan
9. Tol Ir. Wiyoto Wiyono, MSc. Gompal akibat kebakaran pada Pembakaran sampah (lingkungan) Concrete Jacketing
spun pile
10. Tol Ir. Wiyoto Wiyono, MSc. Gompal akibat kebakaran pada Pembakaran sampah (lingkungan) 1. Concrete Recovering
gelagar 2. Patching
11. Tol Ir. Wiyoto Wiyono, MSc. Gompal akibat kebakaran pada Pembakaran sampah (lingkungan) 1. Concrete Recovering
gelagar 2. Patching
12. -
Kartlni
~-
----------- ---
Retak pada gelagar -----
Retak struktural akibat beban berlebih
--- -- - --- ----
InjeksJ Epoxy resin
Tabel4.1
Data-Data Kerusakan, Penyebab Dan Metode Perbaikan
Hasil Survey Lapangan (lanjutan)
Tabel4.2 Materiallnjeksi
Secara lengkap draft pedoman teknik perbaikan kerusakan beton pada struktur
jembatan dapat dilihat pada lampiran 3.
3. Tata cara penulisan materi teknis/ draft pedoman teknik perbaikan kerusakan
beton pada struktur jembatan mengikuti standar penulisan BSN No. 8 tahun
2000, sehingga memerlukan penyempumaan dalam penulisannya.
4. Untuk mempennudah dalam mengenali penyebab kerusakan dan metode
perbaikan maka perlu dibuatkan tabel. Sehingga dapat mempennudah bagl
perencana maupun pelaksana datam perbaikan jembatan.
5. Dalam pembuatan draft pedoman, perlu dlbuat persyaratan material yang
umum digunakan sebagai dasar dalam penentuan material yang akan
digunakan.
4.5 Pelaporan
Laporan yang dibuat Dalam kegiatan peflelitian yang telah dilakukan, adalah
meliputi :
• Laporan triwulan ke I, IT, ill dan IV, yang berisi tentang progres kegiatan
yang telah dilakukan.
• Draft laporan akhir, yang berisi evaluasi hasil peninjauan dari awal kegiatan.
BABY
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a . Hingga saat ini di Indonesia belum ada suatu pedoman untuk perbaikan
kerusakan beton pada struktur Jembatan, sehingga terdapat kesulitan
dalam perencanaan dan pelaksanan perbaikan.
b. Penyebab kerusakan
• Susut termal
• Retak struktural akibat beban berlebih
• Pengaruh linglcungan akibat pasang surut air sungai maupun air laut
• Kurang baiknya pelaksanaan
• Pembakaran sampah (lingkungan)
c. Metode perbaikan.
5.2 SARAN
1. Perlu dibuat "buku saku" yang cukup ringkas untuk memudahkan perbaikan
dalam melakukan perbaikan jembatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. AO Committee 201, Guide For Making A Condition Survey Of Concrete Service, ACI -
1992
2. AO Committee 224, Causes, Evaluatin And Repair Of Crack In Concrete Structure, ACI
-1990
3. AO Committee 503, Standar Specification Of Repairing Concrete With Epoxy Mortar,
AO -1992
4. AO Committee 546, Gude For Repair Of Concrete Bridge Superstructure, AO -1988
5. Concrete Sociaty, Assessment and repair of fire-damaged concrete structures,
Technical report No. 33, 1990.
6. Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, Sistem manajeman jembatan -
Catatan khusus pemeliharaan jembatan, BMS-1992
7. Emmons, Peter, H., Concrete Repair and Mainenance Illustrated, R.S. Means Company,
Inc.
8. IRE - CUR/Betoncereniging, Manual Pelaksanaan perbaikan struktur beton untuk
tingkat menengah, 2002
9. Lab. Mekanika Struktur, PPAU IR-ITB, Kursus singkat Perbaikan dan Perkuatan struktur
beton bertulang, ITB -1998.
10. Mays, G., Durability of Concrete (Investigation, Repair dan Protection), E&FN Spon
1992
11. PT. INDULEXCO Consulting Group, Pekerjaan Desain Rehabilitasi Jetty Kon""truksi PT.
Pupuk Kalimantan Tlmur- Bontang, 2004
12. Regional Bettermans office IV, Pedoman Untuk Pengewasan Proyek Perbaikan Lantai
Jembatan Dengan Menggunakan Bahan Perekat, 1987.
13. Raina, W., K., Concrete Bridges (Inspection, Repair, Strengthening), Tata McGrawhill
- 1994.
14. Tonias, Demetrios, E., W., K., Bridges Engineering (Design, Rehabilitation and
Maintenance), Tata McGrawhill -1994.
15. U.S. Transportation Research Board, Bridge Maintenance, corrosion, Joints seals and
polymer mortar material, 1887
16. Xanthakos, Petros P., Bridge Strengthening and Rehabilitation, Prentice Hall PTR,
1996.
JENIS KERUSAKAN
1. Life Cracks
2. Dormat Cracks
3. Void, Hollow and Honeycombs
4. Scalling
5. Spalling
REPAIR MElliODS
1. Dry-Pack Method
2. Preplaced Agregat Method (Prepack Method)
3. Shotcrete and Gunte method
4. Epoxy Mortar Injection method 7 untuk yang keropos, rontok
5. Cemen Mortar Injection
6. Crack sealing and filling
MATERIAL
1. Ordinary portlaun cement concrete or mortar
2. Low-Slump, highly dense concrete
3. High-alumina coment concrete
4. Magnesia-phosphate cement concrete
5. Latex-modified concrete
6. Epoxy-Mortar and epoxy-concrete
7. Polymer concrete
KLASIFIKASI
MENURUT QUEENSLAD RAILWAYS
" INSTRUCTION OF CONCRETE REPAIR "
METODE PERBAIKAN
1. Coating
2. Crack sealing and waterproofing
3. Polymer impregnation
4. Epoxy resin injection grouting of cracks
5. Repair of structure suffering from chemical reaction
KLASIFIKASI
MENURUT CUR, BETONVERENIGING
DAN PUSUTBANG PRASARANA TRANSPORTASI
" MANUAL PERBAIKAN BETON "
JENIS KERUSAKAN
1. Serangan Korosi pada tulangan di dalam beton
2. Korosi yang berawal dari karbonasi
3. Korosi yang berawal dari klorida
4. Retakan dalam beton
5. Serangan pada beton
KLASIFIKASI
MENURUT PETER H. EMMONS
" CONCRETE REPAIR AND MAINTENANCE "
METODE PERBAIKAN
1. Grouting Bahan Epoxy resin
2. Paching untuk gompal pada permukaan (mak. 5 em)
3. Grouting untuk gompal pada permukaan (lebih dari 5 em dan luas)
4. Grouting untuk perlindungan/ Jacketing
5. Coating
P .:f,'J. P" ."'" """
r
~-; 1
lAMPIRAN II
DATA-DATA
KERUSAKAN DAN PERBAIKAN JEMBATAN
HASIL SURVEY LAPANGAN
KEGIATAN SURVEY LAPANGAN
Retakan pada pelat lantai Penanganan dengan injeksi bahan epoxy resin
KEGIATAN SURVEY LAPANGAN
Korosi pada tulangan (Th. 2004) Korosi Pada Tulangan (Th. 1999)
KEGIATAN SURVEY LAPANGAN
Spun Pile
OO"C l<'mpcrotur<'
·roiile (pink zon(')
~ spolll'd comer
ban exposed
Ilustrasi kerusal<an
PEDOMAN
Konstruksi dan Bangunan
Daftar isi
Daftar tabel v
Pendahuluan vii
1 Ruang lingkup 1
2 Acuan normatif 1
3.1 Adukan 1
3.2 Agregat 2
3.4 Beton 2
3.6 Hardener 2
3.7 Keropos 2
3.9 Retak 2
ii
Daftar gambar
iii
Gambar 5.4 Pemasangan injektor 31
Gambar 5.5 Penutupan retakan dengan sealent 32
Gambar 5.6 Regulator (pipa) 32
Gam bar 5. 7 Pekerjaan grouting bah an epoxy resin 33
Gambar 5.8 Pemebersihan perrnukaan 34
Gambar 5.9 Pengupasanlchipping 35
Gam bar 5.10 Perapihan bidang chipping beton dengan membentuk bidang persegi 35
Gambar 5.11 Pekerjaan chipping 36
Gambar 5.12 Sudut potong tidak boleh melebihi 20° 37
Gambar 5.13 Hasil chipping 37
Gambar 5.14 Pembersihan korosi pada tulangan dan permukaan beton 42
Gam bar 5.15 Pelapisan perekat (Bonding- Coat) 42
Gambar 5.16 Pelapisan perekat 43
Gambar 5.17 Pengisian bidang chippinglpendempulan 44
Gam bar 5. 18 Hasil akhir patching 44
Gam bar 5.19 Pembongkaran beton yang lemah 46
Gambar 5.20 Hasil pembersihan 46
Gambar 5.21 Pemasangan bekisting 47
Gambar 5.22 Memasukan material grout kedalam tabung injeksi 48
Gambar 5.23 lnjeksi material kedalam pipa inlet 48
Gambar 5.24 Setelah bekisting di buka 49
Gambar 5.25 Pembersihan permukaan beton 52
Gambar 5.26 Pengecatan 52
iv
Daftar tabel
v
Prakata
Pedoman perbaikan teknik perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan, dipersiapkan
oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, melalui Gugus Kerja
Bidang Konstruksi Jembatan dan Bangunan Jalan pada Sub Panitia Teknik Standarisasi
Bidang Prasarana Transportasi. Pedoman ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana
Transportasi, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum.
Aturan penulisan dari pedoman ini mengikuti Pedoman BSN No. 8 Tahun 2000 tentang
Penulisan Standar Nasional/ndonesia.
Konsensus untuk pedoman ini diselenggarakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Prasarana Transportasi, Bandung, yang dihadiri oleh instansi pemerintah, direktorat jenderal,
konsultan dan para akademisi.
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk perbaikan kerusakan
struktur jembatan beton di Indonesia. Untuk itu pengkajian pedoman ini diharapkan dapat
bermanfaat sesuai dengan kaidah teknik perbaikan kerusakan struktur beton dan diterapkan
di daerah sebagai teknologi jembatan saat ini agar lebih meningkat lagi, sehingga salah satu
kegagalan akibat kesalahan perencanaan struktur beton untuk jembatan dapat dikurangi.
VI
Pendahuluan
Pedoman ini merupakan pengembangan perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan
sesuai perkembangan teknologi sehingga menjadi setaraf dengan peraturan luar negeri.
Karena tuntutan perkembangan teknologi maka pedoman ini disusun untuk dapat melakukan
teknik perbaikan kerusakan struktur beton dan diterapkan di daerah sebagai teknologi
jembatan saat ini agar lebih meningkat lagi.
Sasaran utama dari modifikasi adalah menghindari analisa yang rumit sehingga pedoman ini
dapat digunakan untuk metoda perbaikan secara manual.
vii
Pd XX-XXXX-XXXX
1 Ruang lingkup
Pedoman teknik perbaikan kerusakan beton pada struktur jembatan ini merupakan acuan
bagi para perencana dan pelaksana dalam melakukan pekerjaan perbaikan kerusakan beton
pada sturktur jembatan. Manual ini juga dapat digunakan sebagai acuan dan bahan
pelengkap dalam persyaratan teknis untuk pekerjaan perbaikan kerusakan beton pada
struktur jembatan.
Pedoman kerusakan beton pada struktur jembatan ini berlaku untuk struktur gedung maupun
jembatan, dan jenis struktur lain yang berkaitan dengan beton bertulang atau beton
prategang.
2 Acuan normatif
Pedoman ini menggunakan acuan dokumen yang dipublikasikan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI) yaitu :
3.1
adukan
campuran antara agregat halus dan semen portland atau jenis semen hidrolik yang lain dan
air
1 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
3.2
agregat
material granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku pijar yang
digunakanbersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau
adukan semen hidrolik.
3.3
agregat halus
pasir alam sebagai hasil desintegrasi 'alami' batuan atau berupa batu pecah yang dihasilkan
oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm
3.4
beton
campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat
kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat
3.5
gompal atau kebakaran
kebakaran akan timbul perbedaan temperatur yang besar pada struktur beton yang tertahan
oleh tulangan akan retak, sedangkan selimut beton kebanyakan akan terkelupas
3.6
hardener
produk yang menurut keadaan terspesifikasi bereaksi dengan bahan resin sintentik
3.7
keropos
beton yang keropos akan terjadi apabila material yang harus tidak mengisi rongga-rongga
antara agregat yang besar dan baja
3.8
proses kimiawi
terdapat bahan kimia terlarut dalam air sungai, hal ini dapat merusak beton akan menjadi
lunak dan rapuh, atau hilangnya ma-prial yang halus dan meninggalkan agregat yang kasar
3.9
retak
pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit
3.10
retak struktural
retak yang paling berbahaya diakibatkan adanya beban yang melebihi beban rencana atau
kekuatan daripada potongan
2 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
3.11
retak akibat gaya melintang
retak ini biasanya terjadi dekat daerah perletakan gelagar dan dekat daripada kepala kolom
3.12
sand streaking
campuran mengandung terlalu banyak air, terlalu banyak pasta semen atau agregat yang
bergradasi tidak baik
3 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
4.1 Umum
Jembatan merupakan bagian yang penting pada suatu ruas jalan dan merupakan
suatu investasi yang besar. Berdasarkan data base Bridge Manajeman System (BMS)
yang dibuat pada tahun 1992, jumlah jembatan yang terletak pada ruas jalan Nasional
dan Propinsi adalah 25.290 buah. Jumlah tersebut akan menjadi jauh lebih besar lagi
jika diperhitungkan pula jembatan yang terletak pada ruas-ruas jalan perkotaan dan
jalan kabupaten serta jalan poros desa dan jalan poros ke permukiman transmigrasi.
Pada saat ini salah satu sasaran yang ingin dicapai pemerintah adalah
mempertahankan dan meningkatkan masa pelayanan jembatan sesuai dengan
tuntutan perkembangan transportasi. Sasaran ini akan dicapai melalui program
pemeriharaan serta program penanganan jembatan didasarkan suatu kriteria yang
disusun dengan mempertimbangkan aspek teknis, urgensi dan skala prioritas serta
dana yang tersedia. Aspek teknis berkaitan erat dengan kondisi jembatan, sedangkan
urgensi dan skala prioritas ditentukan faktor-faktor tuntutan perkembangan lalu lintas
serta peranannya untuk mendukung sektor-sektor lainnya.
Terdapat beberapa hal dari segi aspek teknis yang menyebabkan terjadinya kerusakan
pada jembatan, yaitu :
Pada umumnya baja tulangan yang telah diselimuti oleh beton (portland cement
concrete) tidak akan mengalami korosi karena pada permukaan baja telah dilapisi oleh
lapisan tipis Fe(OHh (ferro oksida) atau Lapisan Pasif (passive film). Lapisan pasif ini
terbentuk dari kondisi lingkungan dari beton yang bersifat sangat alkali, yaitu pH=12.5,
bahkan dari beberapa eksperimen mencapai pH 13 - 14. Sifat alkali yang tinggi dari
beton terjadi sewaktu semen tercampur dengan air (terhidrasi}, sehingga Ca(OHh
melepas ion (OHr. lon-ion ini membawa sifat alkali dari beton dan menempel pada
permukaan baja tulangan yang selanjutnya akan bereaksi membentuk Fe(OH)2.
Untuk baja dalam .ingkungan alkali beton, kondisi korosi bergantung pada pH dan
potensial. Situasi demikian dapat dirangkum dalam diagram Pourbaix seperti dalam
gambar berikut :
4 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
1500 I
1000 ~
l!l i
0
§
E 500 L Pass•ve
I I
-~
c O·
8."' Corrodiog
iii
·;::
u
u -500-
Ui "'
-lOC~
Immune
-1500-
-----'-------'-----'- - J --- -1 - ..J._______l,_ __ ....J..._ _ _ .J
2 3 4 5 6 7 B 9 10 11 12 13
pH
Lapisan pasif sebagai pelindung baja tulangan dari serangan korosi akan hancur oleh
serangan ion Klorida (Cr) dan serangan gas karbondioksida (C02) atau dikenal
dengan karbonasi. Bilamana lapisan film ini telah hancur, maka proses korosi segera
dimulai.
Korosi merupakan peristiwa elektro-kimia, yaitu adanya aliran elektron dari anoda
menuju katoda yang dikenal dengan reaksi anodik dan katodik atau pengaruh derajat
keasaman (pH). Logam pada umumnya akan mengalami proses korosi jika berada
dalam lingkungan asam (pH < 7}, seperti pada gam bar diatas.
Reaksi anodik adalah reaksi oksidasi atau pelepasan elektron dan reaksi katodik
adalah reaksi reduksi atau penarikan elektron. Reaksi anodik dan katcdik berlangsung
secara bersamaan.
ReaKsi anodik :
Reaksi katodik
Kemudian Fe(OH)2 akan bereaksi dengan air dan oksigen membentuk Fe(OHh dan
terhidrasi membentuk Fe203 atau karat merah (red-rust). Jenis karat yang lain adalah
karat hitam (black rust) Fe304 yang terjadi pada lingkungan dengan kandungan
oksigen yang kurang. Agar reaksi korosi dapat berlangsung maka harus ada oksigen
(02) dilingkungan tersebut. Dalam beberapa hal, seperti di bawah air, difusi oksigen
yang masuk kedalam beton akan menjadi kecil.
5 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Gambar 4.2 Reaksi korosi pada baja tulangan dalam beton bertulang
Awal mula korosi terjadi pada permukaan luar baja pada beton yang telah terkena
karbonasi atau adanya ion klorida, kelembaban dan oksigen . Secara cepat produk
korosi ini akan menempati dengan volume yang jauh lebih besar dari volume besi asli.
Sehingga produk korosi ini akan mengakibatkan dan secara terus meningkat tegangan
di dalam beton sampai terjadi retak. Secara umum retak akan berkembang dari
tulangan sampai kepermukaan beton dan retak pada permukaan akan mengikuti garis
dari tulangan , seperti pada Gam bar 4.3.
3 Lamination
Selain bahaya retak akibat korosi , yang tidak kalah penting adalah adanya
pengurangan luas baja tulangan akan mengakibatkan kapasitas struktur berkurang.
4.3 Karbonasi
Sifat lingkungan dalam beton segar sangatlah alkali , dengan nilai pH diatas 12.5 dan
hal tersebut berlangsung terus sepanjang tidak ada masukan dari luar beton . Sifat
alkali didapat dari kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan bentuk senyawa lain yang
merupakan produk dari reaksi hidrasi semen portland. Karbon dioksida dan gas-gas
lain di udara dapat masuk menembus (penetrasi) kedalam beton melalui sistem pori-
pori dan kapiler beton. Bilamana terdapat air {H 20), karbon dioksida (C0 2) dan gas-gas
asam lainnya dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida dalam beton membentuk
senyawa netral, seperti kalsium karbonat (CaC03). Proses ini disebut karbonasi dapat
digambarkan sebagai berikut :
6 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
menjadi CaC0 3 menyebabkan pH beton turun dari ± 12.5 menjadi ± 8.5, yang
menyebabkan lapisan pasif hancur atau dalam kata lain baja tulangan sudah tidak
terlindungi lagi dari korosi.
Laju penetrasi karbonasi pada beton bergantung pada besarnya perubahan parsial
(kandungan C0 2, kelembaba!1 udara), permeabilitas beton, tipe semen dan kandungan
semen. Masalah korosi akibat karbonasi tidak sama dengan akibat dari ion klorida.
Dengan menambah tebal selimut beton, menaikkan kepadatan beton dan menaikkan
kandungan semen pada beton akan sangat membantu pencegahan kerusakan akibat
korosi. Kedalaman karbonasi cenderung akan menjadi besar pada lokasi retak dan
bentuk kerusakan lainnya karena hal tersebut akan menjadi jalan bagi udara untuk
masuk kedalam beton, seperti terlihat dalam gambar berikut :
Carbonated
i~1l' ,.
Uncarbonated
.a
·.~ ·., Carbonation front/
Jika po:-i-pori beton tertutup oleh air secara keseluruhan, maka penetrasi karbon
dioksida akan mengalami kesulitan. Dengan kata lain, karbonasi tidak akan terjadi
pada beton yang benar-benar kering karena proses reaksi memerlukan adanya uap
air. Laju karbonasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida pada lokasi
beton yang terekspose. Konsentrasi karbon dioksida dalam udara kira-kira mencapai
300 ppm akan tetapi pada daerah lalu lintas padat konsentrasi tersebut menjadi tinggi.
Proses karbonasi sendiri tidaklah merusak atau mengganggu beton. Hasil karbonasi
akan mereduksi volume dengan sangat kecil, akan tetapi dapat menyebabkan
terjadinya retak pada lapisan luar yang mana terkekang oleh beton yang tak
terkarbonasi. Karbonasi juga dapat mengubah karakteristik fisik beton, seperti hasil
pengujian permukaan beton sebagai contoh hammer test. Bagaimanapun, karbonasi
merupakan pengaruh utama dalam hal keawetan (durability) beton seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
4.4 Klorida
lon klorida (Cr) di dalam beton yang melebihi nilai batas yaitu 0.4 % dari berat semen141
akan mengakibatkan lapisan pasif hancur, tanpa disertai oleh perubahan derajat
keasaman (pH). Persamaan reaksi pada proses korosi akibat ion klorida adalah 121 :
Fe + 2 c1· ~ FeCI2
FeCb ~ Fe 2+ + Cl-
7 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Selama proses korosi, ion klorida tidak dikomsumsi dalam reaksi. len klorida akan
terus menghancurkan lapisan pasif yang belum hancur. Dalam hal ini ion klorida
berfungsi sebagai katalis. Berbeda dengan peristiwa karbonasi, proses korosi akan
tetap terus berlangsung setelah kandungan klorida dalam beton sudah melebihi suatu
nilai batas tertentu tanpa perlu penambahan dari luar. Proses tersebut diatas dapat
terjadi pad a banyak jenis log am tidak hanya terjadi pad a baja dalam beton.
len klorida yang masuk kedalam pori-pori beton dapat bersumber dari pencairan garam
atau dari air laut pada lingkungan pantai. Garam umumnya juga tersebar di jalan raya
dan akan menjadi garam cair. Bilamana sistem drainase tidak bekerja secara baik
maka cairan garam tersebut dapat meresap kedalam lantai beton, gelagar beton,
kolom dan lain-lainnya. len klorida juga dapat tercampur dalam beton karena ketidak
hati-hatian pada pemakaian air atau agregat.
Tabel 4. 1 Batas ion klorida untuk campuran semen portland (% terhadap berat
semen)
Tingkat konsentrasi ion klorida yang dibutuhkan untuk memulai terjadi korosi baja pada
beton masih menjadi silang pendapat dari para peneliti. FHWA menyatakan bahwa
bilamana konsentrasi klorida pada lantai jembatan sebesar 0.15 % didasarkan atas
kadar semen maka bahaya korosi tidak terjadi. Beberapa laporan penelitian
menyatakan bahwa bilamana konsentrasi klorida mencapai 0.4 % terhadap berat
semen maka akan terjadi korosi pada tulangan.
~E 4
"'
0
0
~ 3
~
c
~ 2
.,8
u
5 1
6
0 ~ 100 1~
Chloride penetration into concrete (mm)
Gambar 4.5 Difusi ion Cl- pada beton normal dan mutu tinggi setelah berumur 30
tahun, dengan asumsi konsentrasi ion Cl sebesar 5% terhadap berat
semen pada permukaan beton '
Salah satu faktor penting dalam menentukan laju ko:-osi adalah ketersediaan oksigen
pada sekeliling daerah katodik. Hal ini karena oksigen akan dikomsumsi pada reaksi
8 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
katodik (Pers. 4. 2). Bilamana suplai oksigen ke daerah katodik pada logam tidak
berlangsung secara kontinyu maka reaksi korosi akan diperlambat. Besaran
kandungan oksigen ini bergantung pada kondisi lingkungan. Selain itu laju korosi juga
dipengaruhi oleh besarnya aliran ion dan tahan listrik beton.
Secara garis besar, laju proses korosi dapat dimodelkan dalam 2 (dua) tahap, seperti
pada Gam bar 4. 6.
c:
0
c: "ii)
0 0
·;;; t:
g 0
0
0
0 0
0., C!l
C!l
c,
!!!
.,
01 0
C!l
Cl
Time
Kondisi inisial berarti proses J::enghilangan lapisan pasif oleh penatrasi ion klorida atau
penurunan pH akibat penetrasi karbon dioksida (C0 2). Bagian propagasi adalah
tahapan dimana telah dimulai terjadi proses korosi dan laju korosi dikontrol oleh
ketersediaan oksigen (02), tahanan listrik dari beton dan kondisi lingkungan seperti
suhu (T) dan kelembaban relatif (RH).
Proses korosi mengurangi luas dari baja tulangan, dan volume produk korosi lebih
besar dari volume baja tulangan yang terkorosi. Sebagai konsekuensinya, terjadi
tegangan ekspansif sepanjang tulangan terkorosi yang akan mengakibatkan retak atau
spa/ling. Setelah terjadi retak atau spa/ling pada selimut beton maka laju korosi
menjadi jauh lebih tinggi, seperti pada Gambar 4. 6, karena baja tulangan telah terjaai
kontak langsung dengan lingkungan.
Lain halnya dengan klorida, sulfat lebih menyerang secara kimiawi terhadap beton dan
bila bekerja bersama-sama dengan klorida akan menyerang baja tulangan secara
hebat. Serangan sulfat ini dapat terjadi pada dalam beton sendiri (sulfat dalam agregat)
atau akibat masukan sulfat dari lingkungan seperti dari dalam tanah atau air. Reaksi
serangan sulfat dapat dijelaskan sebagai berikut :
Volume ettringite ini jauh lebih besar dari hidrasi kalsium aluminate. Ekspansi ini akan
menghasilkan tegangan tarik pada pasta semen dan berkembang menjadi retak
didalam beton.
Natrium sulfat (Na2S04) dalam air tanah bereaksi dengan mineral beton dalam dua
tahap. Tahap pertama, adalah bereaksi dengan kalsium hidroksida (Ca(OHh)
9 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Reaksi dengan magnesium sulfat (MgS04) dalam air tanah berakibat lebih merusak.
Magnesium sulfat bereaksi sekaligus dengan tricalsium aluminate dan kalsium
hidroksida membentuk tricalcium sulphoaluminate, kalsium sulfat dan magnesium
hidroksida. Reaksi ini menghasilkan nilai pH rendah pada larutan air dan
mengakibatkan kalsium silikat dalam pasta semen terurai dan melepaskan lebih
banyak kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida ini akan terus bereaksi dengan
magnesium sulfat (sepanjang masih tetap ada) dan mengakibatkan pH rendah. Jika
kandungan magnesium sulfat sangat cukup, reaksi akan berlangsung terus sampai
struktur kalsium silikat dalam pasta beton terurai keseluruhan dan menjadi lemah dan
berongga. Pada beberapa kasus yang hebat, pasta semen akan terbuang sampai
hanya tinggal aggregat saja.
Air laut mengandung sulfat dengan konsentrasi tertentu sampai dapat mengakibatkan
kerusakan pada beton.
4. 7 Kerontokan
Kerontokan adalah terlepasnya sebagian betonan dari beton secara keseluruhan. Hal
ini dapat terjadi karena terjadinya karat dan pengembangan pada baja tulangan,
kesalahan penanganan dan kurang tebalnya selimut beton.
Pengembangan
tulangan karena -'"~ Tulangan
karat yang yang terlihal
menyebabkan
Oaerah yan{) rontok
kerontokan baton
Beton )ang keropos akan terjadi apabila material yang harus tidak mengisi rongga-
rongga antara agregat yang besar dan baja.
Beton keropos dapat terjadi akibat campuran yang kurang, cara penanganan yang
k! ·-ang baik, seperti kurangnya pemadatan, hilangnya cairan beton yang disebabkan
bekisting yang jelek, dan terlalu rapatnya baja tulangan.
10 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Drumminess adalah suatu istilah yang diberikan untuk mutu beton yang jelek jika
waktu anda memukulnya dengan palu beton menjadi berlubang atau berbunyi seperti
drum.
Drumminess dapat diakibatkan oleh :
• Karat yang ada pada besi tulangan mendorong sebagian permukaan beton.
• Perbaikan yang tidak baik bila penambalan yang dilakukan tidak menempel dengan
baik pada bahan dasar dan terjadi lapisan yang terpisah.
Rembesan air atau bocoran dalam beton dapat terjadi jika pada beton tersebut sudah
terjadi kerusakan. Kerusakan-kerusakan ini mengakibatkan air dapat merembes masuk
kedalam komponen.
Rembesan dapat dikenali dengan adanya tanda warna pada permukaan beton.
Kadang-kadang tanda warna tersebut adalah :
• warna hijau karena ditumbuhi lumut.
• warna putih berkerak atau bahkan membentuk stalaktit berwarna putih - ini
menandakan bahwa terdapat larutan kapur dari semen yang merembes keluar
(atau terbuang). Hal ini akan memperlemah beton.
• Adanya daerah yang basah secara terus menerus.
4.11 Retak
Retak pada beton merupakan hal yang umum. Retak dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
• retak struktural.
• retak bukan struktural.
11 dari 53
·~ ~
.. Pd X ~ X- X
• Gaya lintang dekat landasan, retak ini biasanya membuat sudut 40 sampai 50
derajat terhadap sumbu elemen yang bersangkutan .
• kombinasi momen dan gaya lintang .
s
+ I I l I )
t • , II
f
2r
Gambar 4.9 retak struktural akibat momen
J Tension area
n nu
·c:
rr
Gambar 4.11 retak tarik akibat momen lentur
12 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Movementt
Retak dapat juga terjadi akibat terjadinya karat pada tulangan baja dibawah
permukaan. Kar~n karat tersebut mengembang, itu akan mengangkat permukaan
dan mengakibatkan retak. Jika keretakan tersebut tidak diperiksa, maka akan terjadi
kerontokan pada beton
Retak non struktural atau retak tak bergerak biasanya terjadi pada bagian permukaan
dan umurnnya tidak bertambah besar. Beberapa jenis retak ini ada yang berbahaya
tetapi dapat tidak berbahaya.
13 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Terdapat beberapa jenis retak-retak non struktural yang terjadi adalah sebagai
berikut:
• retak akibat susut
• retak permukaan
• retak-retak struktur
• retak akibat bekisting yang bergerak
Pola retak non struktural yang umum terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gam bar 4. 14 Pol a retakan tidak struktural yang sering terjadi dalam beton
14 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Beton digunakan sebagai bahan elemen struktur terutama untuk menahan gaya tekan,
sehingga perlu dibahas bagaimana pengaruh kenaikan suhu pada beton yang
menerima gaya tekan. Kuat tekan beton pada awal pemanasan belum mengalami
penurunan, baru pada suhu diatas 100° C terlihat dengan jelas penurunan
kekuatannya. Hal ini disebabkan karena air yang terikat secara kimiawi menguap pada
suhu ini, sehingga mengakibatkan perubahan struktur dari batu semen. Pada suhu
antara 300° C dan 600° C, kalsium hidroksida yang terbentuk pad a proses hidrasi mulai
terurai menjadi kalsium oksida. Dengan demikian setelah suhu kembali normal, tidak
mungkin terjadi pemulihan kekuatan tekan lagi. Pada suhu 575° C agregat tambahan
yang mengandung kuarsa mulai mengalami perubahan struktur yang disertai dengan
pengembangan volume dan pad a suhu sekitar 1000° C beton normal praktis akan
hancur. Kekuatan sisa (residual strength) dari beton padat setelah mengalami
pendinginan pada berbagai macam suhu ditunjukan pada gam bar 4.15.
Untuk suhu dibawah 300° C, kekuatan beton tidak ban yak berkurang, akan tetapi faktor
negatif yang lain seperti umur beton juga harus diperhatikan. Jika tidak, akan
mengakibatkan kelebihan prakiraan kekuatan beton sebelum kebakaran untuk
keperluan desain perbaikannya. Suhu diatas 500° C dapat sangat mengurangi
kekuatan tekan dari struktur beton dibandingkan dengan kekuatan asalnya, sehingga
dapat kehilangan fungsinya sebagai elemen struktural.
"
~
g_
~
J
0 80
E
~
"'"'g
0
~
:; ~
.c
"' 0.60 1\ 06 ""'
~
c
Gam bar 4.15 Pengaruh suhu terhadap kekuatan tekan beton setelah proses
pendinginan.
15 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
merah muda adalah penting karena merupakan perkiraan yang tepat atas permulaan
kehilangan kekuatan yang berarti yang disebabkan oleh pemanasan. Jadi setiap beton
yang mengalami perubahan warna merah muda patut diselidiki. Perubahan warna
menjadi merah muda adalah disebabkan oleh hadirnya garam besi dalam agregat dan
atau dalam pasir, pada beberapa kasus kejadian ini tidak diperlihatkan. Oleh karena itu
beton yang tidak berubah warna menjadi merah muda belumlah pasti untuk tidak
mengalami kerusakan akibat kebakaran.
(2~-,
Static test
Dynamic rest
~ 0.8
v
..•
• w/cc0.40
• 0.6
c
~0
0.
0
A: 0.4
wfc ~o.60
0.2
o~-.601
Tempcr.ture -'t
16 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pada elemen balok, penyebaran panasnya tergantung dari ukurannya, seperti yang
diperlihatkan pada gam bar 4.18A dan 4.188.
0
t
!l
-(;).
surface cxpos<'<i
to f1re
~ ·6
~·.
·o
200
100-
0 25 so
D>stance from exposed face of slab- mm
Peningkatan suhu pada kolom beton umumnya lebih cepat dibandingkan dengan pelat
maupun balok beton, hal ini karena kolom tersebut dapat mengalami pemanasan dari
seluruh permukaannya. Pada kurva gambar 4.18A dan 4.188 terlihat distribusi suhu
pada kolom yang mengalami pemanasan dari keempat sisinya sesuai kurva standar.
Dari gambar tersebut dapat ditPntukan suhu pada kedalaman tertentu dari permukaan
kolom. Misalnya kolom ukuran 380 x 380 mm2 setelah satu jam pemanasan, dengan
suhu permukaan 700° C, maka suhu pada kedalaman 25 mm mencapai 300° C, pada
kedalaman 50 mm suhunya 150° C dan pada kedalaman 75 mm hanya 100° C. Untuk
kebakaran yang waktunya sangat singkat dapat terlihat warna kuning pada permukaan
betonnya. Hal ini menunjukan bahwa hanya pada permukaan saja yang mengalami
suhu tinggi, suhu pada beberapa milimeter di bawahnya relatif rendah dan tidak timbul
kerusakan yang berarti.
17 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
1100
( ) .~Q-·
~
..
"' 800
I-
.
0.
E
700
:·o~g;
400
300
200
300 mm or over wide rib
1100
o~·
~ 1000 • ¢,0·.
.0-•4·
~
- ~
900
(J
c.. 800
c
(J
I-
700
600
500
400
300
200
250 mm wide rib
100
0
0 10 20 JO 40 50
Distance from surface exposed to fire- mm
Gam bar 4.18A Suhu yang terjadi pada balok beton siku em pat
18 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
1100
1000
~
' 900
~
..
...
.E!
~
800
E
700
~
600
500
400
300
200
200 mm wide rib
100
Gambar 4.188 Suhu yang terjadi pada balok beton siku em pat
Peningkatan suhu pada kolom beton umumnya lebih cepat dibandingkan d~nga pelat
maupun balok beton, hal ini karena kolom tersebut dapat mengalami pemanasan dari
seluruh permukaannya. Pada kurva gambar 4.19 terlihat distribusi suhu pada kolom
yang mengalami pemanasan dari keempat sisinya sesuai kurva standar.
Dari gambar tersebut dapat ditentukan suhu pada kedalaman tertentu dari permukaan
kolom. Misalnya kolom ukuran 380 x 380 mm2 setelah satu jam pemanasan, dengan
suhu permukaan 700° C, maka suhu pada kedalaman 25 mm mencapai 300° C, pada
kedalaman 50 mm suhunya 150° C dan pad a kedalaman 75 mm hanya 100° C. Untuk
kebakaran yang waktunya sangat singkat dapat terlihat warna kuning pada permukaan
betonnya. Hal ini menunjukan bahwa hanya pada permukaan saja yang mengalami
suhu tinggi, suhu pada beberapa milimeter di bawahnya relatif rendah dan tidak timbul
kerusakan yang berarti.
19 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
~ 1200
t
- t- 9.
•
All surfaces
exposed
to fire
Gam bar 4.19 Suhu yang terjadi pada kolom beton berpenampang bujur sangkar
Gompal ( Spa/ling ) :
Fenomena yang sering terjadi saat beton mengalami kebakaran adalah gompalnya
beton ( spa/ling ). Yang dimaksud dengan gompal pada beton saat mengalami
kebakaran ialah terlepasnya material beton, besar atau kecil, disertai bunyi letusan dari
permukaan beton yang mengalami kenaikan suhu. Uji coba kebakaran menunjukan
bahwa gejala gompal tersebut adalah gejala yang terjadinya tidak teratur ( erratic ).
Gompal dapat terjadi setempat atau meliputi seluruh permukaan beton.
Hasil penelitian di laboratorium dan survei di lokasi kebakaran, menunjukan adanya
dua macam bentuk gompal yaitu :
a) Gompal eksplosi, yaitu beberapa gumpalan besar dari permukaan beton, seperti
yang ditunjukan pada gambar 4.20 Hal ini terjadi pada batas tegangan serta
derajat kelengasan ( moisture content ) tertentu. Jenis gompal ini biasanya terjadi
antara 10 sampai 50 men it ( ± 30 men it ) setelah permukaan beton mengalami
pemanasan dan menimbulkan kerusakan parah yang dapat menyebabkan
kegagalan pada komponen struktur tersebut.
b) Pengelupasan, yaitu reduksi penampang melintang secara perlahan - lahan (
sloughing off ). lni berupa terlepasnya lapisan-lapisan beton dan jatuh dari
permukaan, tanpa disertai letusan. Terutama terjadi pada koiCim dan balok (
gam bar 4.21 ).
20 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Tipe gompal yang terjadi sangat dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan. Pada
beton dengan agregat batu kapur maka gompal berupa retak melalui agregat kasar (
agregate splitting ). Sedangkan untuk beton dari kerikil, gompal terjadi disekitar agregat
kasarnya hingga terlihat kerikil penyusun lepas dari matriks pasta semennya.
Pengelupasan yang mengakibatkan berkurangnya tebal selimut beton pada saat terjadi
kebakaran, jelas akan mengurangi besamya ketahanan terhadap api dari elemen -
elemen struktur, yang ketahanannya terhadap api sangat dipengaruhi oleh tebal
selimut beton.
Kadang-kadang gompal dapat terjadi setelah kebakaran selesai atau pada saat api
akan padam, ketika beton sudah mulai turun suhunya. Pada kasus ini gompal
umumnya terjadi pada daerah yang cukup panjang dan keadaan suhu beton relatif
tetap.
Pada umumnya penyebab utama dari gompal ada tiga macam yaitu :
a) Jenis mineral yang terkandung dalam agregat.
b) Tegangan-tegangan termal yang ditimbulkan oleh:
21 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
- Pemuaian yang terkendala akibat distribusi suhu yang tidak merata di dalam
penampang melintang dan karena pemuaian terkendala dalam arah
memanjang.
- Perbedaan antara koefisien pemuaian termal dari baja dan beton.
c) Kadar air dalam beton yang mengeras dalam kaitannya dengan tegangan tarik di
dalam beton akibat uap air yang berbentuk di dalam pori-pori beton.
Apabila suatu elemen struktur beton tidak terlindung dari kenaikan suhu, dan karena
koefisien konduktivitas yang rendah, maka suhu pad8 permukaan elemen struktur
tersebut akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang di dalamnya. Distribusi
suhu di dalam penampang melintang adalah tidak linier, sehingga kendala pemuaian
terhadap serat-serat bahan akan menimbulkan tambahan tegangan sekunder.
Terdapat suatu teori yang mengatakan apabila bahwa suatu permukaan beton
mengalami kenaikan suhu, panas yang terjadi akan merambat masuk ke dalam beton
dan menyebabkan terjadinya pelimpasan air pada lapisan luar beton akibat
menguapnya air dalam pori-pori. Sebagian besar uap air yang terbentuk akan mengalir
ke bagian beton yang lebih dingin dan diserap kembali ke dalam pori-pori. Karena
lapisan luar yang mengalami pemanasan berangsur-angsur akan bertambah tebalnya,
maka akumulasi air dan uap akan terjadi di dalam pori-pori pada bagian belakang
lapisan yang mengalami pemanasan. Pada suatu jarak dari permukaan beton yang
panas, pengaruh ini akan menimbulkan formasi suatu lapisan yang tebalnya tertentu
dan dengan sejumlah air te;-sumbat. Pada waktu yang bersamaan tebalnya lapisan
yang mengalami pemanasan ak3n terus bertambah, air yang tersumbat akan bergerak
masuk semakin jauh ke bagian dalam beton dengan kecepatan yang tergantung pada
struktur pori-pori internalnya. Jika lc:p1san yang jenuh air tidak dapat bergerak cukup
cepat, maka lapisan tersebut akan mengalami pemanasan. Di bidang pemisah ini
terjadi penguapan air yang menggunakan panas sehingga di tempat tersebut akan
terbentuk suatu gradien suhu yang terjal. Uap air yang terbentuk di bidang pemisah ini
tidak dapat bergerak masuk lebih jauh ke bagian dalam berhubung lapisan-lapisan
yang dihadapi di sana telah jenuh dengan air, oleh sebab itu berusaha mencari jalan
ke lapisan yang mengalami pemanasan. Berhubung suhu dilapisan ini lebih tinggi,
maka penguapan air naik dengan sangat cepat dan karena kendala pemuaian maka
tekanan uap akan naik. Gaya-gaya yang terbentuk pada lapisan perantara ini harus
diimbangi oleh gaya-gaya tarik yang bekerja di dalam beton dalam arah tegak lurus
pada garis tersebut, jika kuat tarik beton pada suhu yang dicapai oleh lapisan ini tidak
cukup kuat untuk mengimbangi gaya tarik yang terjadi, maka lapisan kira-kira setebal
lapisan luar yang mengalami pemanasan dan menjadi kering akan terlepas dari
permukaan beton. Gejala inilah yang biasa dikenal dengan istilah "gompal" atau
spa/ling, yang terjadi atau tidaknya ditentukan oleh sifat-sifat, konduktivitas termal dan
kuat tarik beton.
Pada dasarnya, gompal pada beton berkaitan dengan penyumbatan pori-pori yang
disebabkan oleh karbonisasi. Apabila suhu beton meningkat dan air yang terdapat di
dalamnya terhalang untuk meninggalkan pori-pori sehingga timbul tegangan tarik yang
dapat melebihi kuat tarik beton, maka karbonisasi merambat masuk ke dalam beton
dengan kecepatan yang rendah.
Teori lain mengatakan bahwa aliran uap air yang melalui pori-pori akan menimbulkan
gaya friksi pada dinding pori-pori, dan gaya ini akan berprilaku seb~gai gaya tarik di
dalam kerangka beton. Nilai terbesar tegangan tarik ini terjadi pada daerah dimana air
berubah menjadi uap jika suhu yang terjadi mencapai 100° C sampai 105° C.
Tegangan-tegangan ini akan menjadi lebih besar sebanding dengan jumlah kadar air
awal. Bagi beton biasa, untuk kadar air sebesar kira-kira 7 % ( berdasarkan volume ),
maka tegangan-tegangan tarik yang terjadi akan sama besar dengan kuat tarik beton.
Jika kebakaran berkembang lebih cepat, maka tegangan tarik yang timbul di dalam
22 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
beton akan menjadi lebih tinggi. Dari percobaan terlihat bahwa jika suatu elemen
struktur beton relatif tebal ( lebih besar dari 200 mm ), maka terjadinya pengelupasan
akan berkurang atau bahkan berhenti setelah kira-kira 25 menit. Disamping itu dengan
naiknya suhu maka tegangan-tegangan sekunder akan menyebabkan terjadinya retak-
retak rambat di bagian dalam dari elemen struktur beton, hal ini mengakibatkan
tahanan yang dihadapi oleh aliran air menjadi lebih kecil. Jika tebal elemen struktur
beton kurang dari 200 mm, maka gompal dapat terjadi pada tahap yang lebih awal
setelah mulai terjadi kebakaran.
Pada elemen struktur beton yang mengalami pemanasan dari kedua sisi, maka gompal
yang terjadi akan lebih cepat. Dari percobaan terlihat bahwa untuk elemen struktur
setebal 80 mm, akan mengalami gompal kurang lebih 15 menit setelah kebakaran dan
sekitar 7 menit untuk elemen struktur setebal 50 mm. Gompal akan berhenti apabila
suhu pada sumbu simentri elemen struktur terse but telah mencapai 110° C.
lntensitas gompal dari beton normal, tidak dipengaruhi oleh mutu betonnya. Beton
dengan mutu yang lebih tinggi akan memiliki kepadatan yang lebih tinggi, namun
tegangan tarik pada umumnya juga lebih tinggi, sehingga praktis kedua hal ini saling
menghapuskan.
23 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
~
;
1.2 t-I l!";~:c.a hot rolled
! 10 r----------D 10
0.6
r
,,'
"':>
,,
~ 04 0.4
i 0.2 ~- 02
t_
0
I ~ _j__ - __ j~ _ _j_
400 600 800
7rmpcratur<:- 0 (
Gam bar 4.22 Pengaruh suhu tinggi pada tegangan leleh baja
Gambar 4.23 menunjukan perilaku tegangan leleh baja prategang. Terlihat bahwa
pada suhu 200°C, tegangan lelehnya dari keadaan normal mulai mengalami
pengurangan.
24 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
2~.-,
400
0 o~-2mL40
Temperature- OC
1100 900
"'E "'
E
E E
'- '-
z z.,.,
.,.,or. 10!10
~
!::
U'l
900
0 2
--4 6
~
!::
U'l
.r. BOO
700
0 2 4 6
Duration- h Duration- h
(a) Relaxation at 100°C (b) Relaxation at 2000C
700
--E ....
E
300
E
-...._ E
'-
z.,., z
600
• Ill
~
.... "' 200
,_"'
~
vs U'l
500 100
0 2 4 6 0 2 4 6
Duration- h Duration- h
(c) Relaxation at 300°C (d) Relaxation at 400"C
Terlihat bahwa pada suhu 400° C, tulangan baja yang diprofilkan mempunyai kekuatan
lekat hampir dua kali lebih besar dibandingkan baja polos_ Penurunan kekuatan lekat
baja ini seiring dengan penurunan kekuatan tekan betonnya_
Pada suhu tinggi daktilitas baja tulangan menurun. Selain itu juga dapat tertekuk akibat
tegangan tekan yang timbul pada baja tulangan yang mengalami pemanasan_
Maka dapat disimpulkan bahwa suhu tinggi yang dialami baik oleh baja maupun beton
akan membawa akibat yang buruk pada perilaku fisik dan mekanik bahan-bahan
terse but.
25 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
100
I Joo
~ '
Gam bar 4.24 Kurva s.Jhu pada balok beton yang mengalami pemanasan.
26 dari 53
...
.. ..... I dMUM P·d X~ -X
"' __ \. ~
II }l.-..V'l
..._ ·r ·~ .. ,.pl.i.QV.k.l! '.-i.l'
1
" "~
, /ousra\a.ou.N'I '"'
Suatu struktur beton bertulang terdiri dari elemen pelat, balok dan kolom, pada
saat terjadinya kebakaran masing-masing elemen ini memiliki perilaku yang
berbeda-beda.
r- ---
,
! per.g8uhi(;:
i 1 ka~ts1
; ~.;
~
pengaruh fiSK-
penurunan
-
~c
~ -r-peng;uut.mekaras.
?. beban nonnal
I s alah pclaksanaan
I 12 penu!'\Jna... ; I' 16 schmut
--;- s~l ot :l ~7w! : i·I:J
tc.u r :~rg
,· - -
!
119 kL:rar:g
atau
p asca o.t!au
te.n~l a ng
tuli~;,.n
$<1~h
!
. ' i -- T-
I . I " I" r~; I
Ti e ken,;sak.2n ~ · .- .... _.L.?e:webab 6 7 8 :o 1!
I. kuli: beton
" " I"
I'
serangan berangsur
L!:.
i !II.
. ~orsl
ku; ~ng
dJri penam.:!
tulaogoo
kJ!llitas
r. ~
I
I
I•
setemp;Wselu!'\Jh te:"kelupas
--l
I
::A i
X
=-i==bf.... X X
I
I: I. ,. I
.1efonnasi
I
retak datam
Kehanc-Jran t ~!on :
X
!
' I i ·'
.!
deforrnas• ;>las!:s ~ a : •
!ulangan
I I '
l
I I
Jendutan; pelenturan
kotom m i~ ing
i
i -· -·j
i
I
I
x•
X
x•
I it
·1 ~ !
I I I
I
I
I
! . .j
Gam bar 4.25 lkhtisar tipe kerusakan dan penyebabnya (suimber : Laporan CUR 90).
27 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
5.1 Umum
Kerusakan-kerusakan yang umum terjadi pada struktur beton bertulang adalah berupa
retak, gompal, keropos dan kerontokan beton akibat korosi pada tulangan. Untuk
mengembalikan pada kondisi awal, maka perlu dilakukan perbaikan. Beberapa Teknik
Perbaikan yang umum dilakukan di Indonesia adalah :
1. lnjeksi (Injection), untuk perbaikan retakan dengan cara injeksi bahan epoxy resin
2. Penambalan (Patching), untuk perbaikan permukaan yang gompal skala kecil
dengan menggunakan tangan.
3. Grouting, untuk perbaikan permukaan yang gompal dalam skala besar dengan
menggunakan alat pampa.
4. Coating, perlindungan beton dari lingkungan
28 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
- Material Sealer
Bahan sealer digunakan sebagai bahan untuk menutup retakan agar bahan
perekat tidak mengalir dari celah retak yang tidak tertutup oleh alat injektor.
Secara umum persyaratan material dapat dilihat pada Tabel 5.2.
B. Alat
(a) Tabung lnjeksi
Harus cukup besar untuk menampung volume material grout sesuai dengan yang
diperlukan dan harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan untuk mengontrol
besaran tekanan yang diperlukan dalam proses pengaliran material grout secara
stabil. Jika tidak stabil akan dapat menyebabkan aliran grout terhambat.
(b) Grout pump/kompressor
Harus mampu untuk menyuplai tekanan udara secara kontinu dan stabil kedalam
tabung injeksi sesuai dengan tekanan udara yang diperlukan.
(c) Nipple
(d) Packer
(e) Slang grouting
29 dari 53
(f) Vacum (penghisap debu) atau peralatan pendukung yang berkaitan dan
diperlukan dalam pekerjaan injeksi.
C. Metode Pelaksanaan
Persiapan
Seluruh jalur-jalur retakan yang akan digrouting dan permukaan beton disekitar dan
sepanjang jalur retakan dibersihkan dari material debu, serpihan beton, semen, oli
(minyakllemak), dan kotoran lainnya yang menempel, dengan menggunakan
vacum/sikat/kain/kuas tangan atau alat lain. Selanjutnya lakukan pembersihan
menyeluruh dengan menyemprot pennukaan beton dari jalur retakan dengan
30 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pemasangan Nipples
Lakukan pemasangan nipples untuk titik injeksi dengan jarak antar nipple ± 25 em
yang dipasang mulai dari awal hingga ujung retakan. Perhatikan agar nipples benar-
benar melekat sempurna pada permukaan beton dan tidak menyumbat jalur retakan .
-~
31 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pemasangan Regulator
Setelah dilakukan pemasangan nipples dan penutup (sealer), dilakukan pemasangan
slang grouting yang menghubungkan antar nipple yang telah terpasang, kemudian
pipa inlet/titik injeksi paling bawah dihubungkan dengan tabung injeksi yang telah
siap terisi material grouting yang terhubung dengan kompressor sGhingga pekerjaan
grouting siap untuk dilakukan.
32 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pelaksanaan Grouting
Setelah bidang retakan yang diberi sealer benar-benar tertutup dan mengeras, serta
bahan dan peralatan kerja/persiapan grouting telah selesai dilakukan, selanjutnya
lakukan injeksi/grouting bertekanan rendah ± 1-2 bar pada slang inlet. Penutupan
nipples baru dilakukan setelah tampak adanya tanda-tanda bahwa jalur retakan telah
terisi penuh pada lokasi titik injeksi tersebut.
Pengisian jalur retakan/injeksi dapat dilakukan secara bersamaan pada tiap-tiap titik
nipples yang telah terpasang dengan memperhatikan pengontrolan pengisian untuk
menjamin jalur retakan terisi penuh oleh material grouting.
Finishing/Perataan Permukaan
Setelah pekerjaan grouting selesai, curing dilakukan dengan cara mendiamkan
bidang retakan yang telah diperbaiki selama/sesuai dengan yang diinginkan dalam
persyaratan. Selanjutnya lakukan perataan bidang sealant menggunakan gerinda
dengan tidak merusak permukaan yang telah diperbaiki sesuai dengan permukaan
sebelumnya/permukaan beton disekitarnya. Debu dan material dibersihkan dengan
vacum pembersih atau penghisap debu/kompressor sepanjang debu tersebut tidak
mengganggu lingkungan/lokasi pekerjaan disekitarnya.
33 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
·- -~
"""-----·~1
Gambar 5.8 Pembersihan permukaan
34 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
B. Metoda Pelaksanaan
Persiapan dan Pengupasan/Chipping
Pada bagian beton spalling serta beton yang tidak masif (un-sound concrete) dikupas
sehingga mencapai bagian beton yang masih padat/rapat. Bidang permukaan beton
yang di chipping tidak membentuklmenyerupai lingkaran akan tetapi membentuk
bidang persegi. Chipping beton dapat dilakukan dengan bantuan alat jack hammer
ukuran kecil/portable dan pahat beton atau alat lain yang disetujui Direksi/Engineer.
Pelaksanaan chipping beton harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak boleh
merusak sarana atau bagiarl strukur lain yang ada disekitarnya. Untuk
membentuklmerataKan bidang pinggir di lokasi chipping dapat dilakukan dengan
gerinda beton. Secara ilustrasi dapat dilihat pada gambar (5.9) & (5.10).
.. -~"
". .,/· .... _, '.
! - -~:. '·.
·. ~-> . _. -·~
' '. ',/ . ·, __ , ..
I ,
b-;~ '"._
1 ->~.
I ~- . I .
-
-,_. .
. ·--' • • • "-'1 ' _.....
35 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Bila kerusakan te~adi karena korosi akibat zat merusak dalam beton atau karbonisasi,
pengupasan bagian-bagian yang lepas dan tidak bersatu belum cukup. Bagian beton yang
berada lang sung di sekitar tulangan harus dibersihkan juga.
Bila kerusakan terjadi karena karbonisasi maka paling sedikit beton yang kena karbonasi
harus dibersihkan sebagai berikut :
• langsung di sekitar bagian berkorosi ;
• sampai pada kedua sisi tulangan, terlihat 20-30mm baja yang tidak berkorosi.
Beton yang tercernar perlu dibersihkan dan juga daerah sekitarnya yang mungkin lebih
bc1nyak daripada bagian yang langsung di sekitar bagian yang berkorosi, pembersihan ini
dilaksanakan sebagai pencegahan agar korosi tidak dapat terjadi lagi. Untuk memungkinkan
pemasangan selimut beton baru, beton di sekitar tulangan perlu juga dibersihkan hingga
jarak sebesar diameter batang tulangan sehingga dapat dicegah korosi yang mungkin terjadi
dalam beton.
Bila kerusakan terjadi karena khlorida dalam beton, untuk menjamin perbaikan maka semua
beton tercemar yang berhubungan dengan tulangan harus dibersihkan. Hal tersebut juga
harus dilakukan pada bagian yang tidak rusak, karena pada bagian perbatasan antara beton
baru yang bebas khlorida dengan beton lama yang tercemar, dapat dengan cepat te~adi
korosi lagi.
Dalam pelaksanaan sering tidak dilakukan pengupasan sedemikian cermat, dan dicoba
dengan cara lain untuk mencapai keawetan, dimana kemungkinan terjadinya kerusakan
lanjutan akan lebih besar.
Pada pengupasan beton diperlukan perhatian untuk akhir dari bagian-bagian terkupas. lni
berarti bahwa akhir pengupasan, yang disebut sudut potong, harus se-tegak mung kin. Bila
akhir pengupasan terlalu datar maka tepi-tepi perbaikan lebih tipis sehingga lebih cepat
menyusut. Demikian kemungkinan terlepasnya ikatan menjadi lebih besar.
36 dari 53
Pd XX-XXXX- XXXX
~#-WN., .,
1'- ~
I< I
1 I
a. sudut potong baik (maksimum 20")
37 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Keuntungan:
• Dapat dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan.
Pada penyemprotan dengan air bertekanan tinggi, air dipompa dengan tekanan sangat
tinggi melalui mulut pompa yang kecil. Permukaan beton terkupas karena adanya
tekanan yang tinggi pada permukaan. Besarr.ya tekanan yang diperlukan tergantung
pada bahan, kualitas beton dan jenis pengerjaan yang diinginkan.
38 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Kerugiannya adalah :
• pembersihan beton hanya mungkin dilakukan sampai pada tulangan;
• pembersihan beton sangat memerlukan keahlian mendalam;
• hanya dapat digunakan pada bidang horisontal;
• dapat terjadi kerusakan lebih dalam, terutama bila sekaligus dihilangkan lapisan
yang terlalu tebal.
Kerugiannya adalah :
• terjadinya pencemaran yang berasal dari debu dan kebisingan. Pencemaran debu
dapat dikurangi dengan pemberian air tetapi hasil akhir yang diperoleh berkurang;
• terdapat banyak bahan yang jatuh, dimana dengan cara pengumpulan kembali dan
penghisapan masalah dapat dikurangi;
• penggunaan cara semprot yang dilakukan dengan serpihan logam seperti grit
dapat menyebabkan tapak korosi di kemudian waktu.
39 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Palu bergerigi adalah alat yang diperlengkapi dengan kumpulan dari sekitar 20 gerigi.
Gerigi tersebut memukul dengan kekuatan besar pada permukaan beton sehingga
bagian-bagian beton terloncat lepas.
Pemecahan adalah cara yang digunakan untuk memecahkan batuan alam. Permukaan
dikerjakan dengan sejenis palu sehingga bagian-bagian permukaan beton terlontar dan
terlepas.
Kerugiannya adalah:
• Paksaan dari pukulan palu dapat rr.engakibatkan te~adiny retak yang lebih dalam
pada beton, retak tersebut menyebabkan bahwa setelah pembersihan masih
terdapat bagian-bagian lepas dalam beton. lni mempunyai pengaruh negatif pada
ikatan.
Dengan penyemprotan api diberikan suatu kejutan suhu pada beton yang akan
mencapai nilai sebesar 1500°C, yang akan membersihkan permukaan beton dengan
ketebalan antara 0,5 mm s/d 3 mm.
Kerugiannya adalah :
• tulangan yang terbuka tidak boleh terkena api; bila terdapat risiko demikian maka
cara ini tidak boleh digunakan;
• untuk persiapan permukaan beton diperlukan bahan dan personil khusus, bila tidak
demikian maka mungkin te~adi kerusakan struktur yang parah;
• asap berbahaya dapat terlepas dengan penyemprotan api pada lapisan cat I bahan
sintetik tertentu;
• karena temperatur tinggi dapat te~adi dampak negatif pada permukaan beton,
sehingga diperlukan perawatan pasca untuk memperoleh ikatan memadai;
• penyemprotan api selalu memerlukan perawatan pasca;
40 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
• te~adi retak mikro pada permukaan, yang dapat mempunyai pengaruh negatif pada
kekuatan ikat, hasil percobaan membuktikan bahwa daya ikat menurun dibanding
permukaan yang disemprot tanpa api;
• bagian yang tidak diperbaiki harus terlindung dengan baik terhadap temperatur
panas;
• dengan penyemprotan api, batuan kecil terlontar dengan tenaga besar keluar dari
beton.
Keuntungannya adalah
• hampir tidak berdebu;
• kebisingan terbatas, dibandingkan penyemprotan dengan air bertekanan tinggi.
Sikat Mekanis
Kerugiannya adalah:
• udara kompresor harus bebas minyak dan gemuk dimana umumnya udara
kompresor tidak bersih.
Pembersihan Permukaan
Kekuatan sambungan antara perbaikan dan beton lama sangat penting agar
perbaikan beton berfungsi dengan baik. lkatan perbaikan pada beton dasar akan
maksimal sebesar kuat tarik beton lama. Kuat ikat tinggi dapat dicapai pada
permukaan beton yang cukup kasar dan ber-kualitas baik setelah pengupasan bagian
tercemar dan lapisan permukaan.
41 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
• minyak;
• minyak acuan;
• kompon perawatan;
• lapisan cat;
• tumbuhan, lumut;
• debu pada permukaan;
• pori-pori yang terisi debu.
Bila permukaan harus dibuat basah terlebih dahulu, maka beton dasar tidak boleh
terlalu basah, permukaannya harus redup atau jenuh kering permukaan.
Pada lokasi spalling yang telah mencapai tulangan dan menunjukkan adanya korosi
pada tulangan, maka korosi pada tulangan harus dibersihkan. Segala material seperti
serpihan beton, semen, oli (minyakllemak), karat/kerak pada tulangan dibersihkan
dengan memakai sikat kawatlbrusher. Lakukan penyemprotan dengan kompressor
atau vacum-cleaner/penghisap debu dan pastikan tidak adanya ko1oran yang masih
menempel pada seluruh bidang permukaan hasil chipping. Secara ilustrasi dapat
dilihat pada gambar (5.14).
42 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pelapisan Permukaan
Untuk melakukan pendempulan pada bidang chipping yang mempunyai ketebalan >
10 mm, pendempulan sebaiknya dilakukan secara bertahap lapis demi lapis dengan
ketebalan tiap lapisan sebaiknya tidak lebih dari 10 mm. Lapisan dempulan yang
pertama harus dilakukan segera setelah bidang permukaan beton diberi Japisan
perekaUbonding-coat dan sebelum lapisan perekat ini mengering, karena jika
pelapisan material dempulan yang pertama ini dilakukan dalam kondisi perekat sudah
mengering, akan mempengaruhi kondisi/sifat kelekatan antara material
dempulan/pengisi dengan permukaan bidang beton yang akan diperbaiki/ditutup.
Secara ilustrasi dapat dilihat pada gambar 5.17
43 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
c •
- . - .
- -- ~A -~
- - . =:J
..
-: .--c
. - -.
' '
Perataan Permukaan
Setelah pek~an dempul selesai dilakukan selanjutnya dilakukan pekerjaan
finishing/perataan permukaan bidang hasil dempulan dengan bidang permukaan
beton disekitamya. Untuk meratakan dan membersihkan/merapikan permukaan
beton didaerah pertemuan beton lama dengan beton dempul ini dapat dilakukan
dengan menggunakan alat Gerinda dan vacum-cleaner/penghisap debu.
Curing
Curing pada pekerjaan perbaikan dengan metoda patching sangat perlu diperhatikan
dan dilakukan pengontrolan secara kontinu sehingga dapat dicegah kemungkinan
te~adiny effect shrinkage-crack, delamination yang disebabkan oleh proses
pengeringan yang tidaklkurang sempum:J.
A Persyaratan bahan
Bahan yang dipakai pada pelaksanaan pek~an jacketing adalah high
performance non shrink cementitious micro concrete. Secara umum persyaratan
material dapat dilihat pada Tabel 5.4.
44 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
--
Data Teknls Persyaratan Material
Bahan dasar Semen Epoxy
Density (kg/1) 2,19 2,0
Pot life 300 C 25 menit 20 menit
3 hr :min. 25 3 hr :min. 110
Compresive
7 hr :min. 30 7 hr :min. 115
Strength (N/mm2)
28 hr : min. 52 28 hr: min. 120
Flexural Strength 3 hr :min. 37
(N/mm2) 28 hr: 5-10,5 7 hr :min. 39
28 hr: min. 40
Bond Strength 28 hr: 3-3.5 28 hr: min. 3
(N/mm2)
B. Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan berukuran kecil yang disesuaikan dengan
penggunaan tabung/alat injeksi, namun tetap harus menjamin tercapainya
mutu/kualitas beton yang telah disyaratkan.
C. Bekisting/Cetakan
Bekisting/cetakan untuk jacketing, menggunakan bahan alumunium tebal minimal 2
mm yang diperkuat dengan ring besi untuk pengaku bekisting.
Penyangga/support untuk bekisting balok perkuatan dapat digunakan dari bahan
balok-balok kayu atau pipa-pipa besi dengan syarat dapat menjamin
kedudukan/posisi bekisting tidak mengalami perubahan/kuat dan stabil selama
proses grouting/injeksi berlangsung dan setelah selesai pekerjaan.
D. Metoda Pelaksanaan
Persiapan
Secara umum pekerjaan persiapan sama dengan pekerjaan penambalan/ pathing
padat bab 5.3.
Pembersihan Permukaan
Seperti halnya telah dibahas pada bab 5.3, pada lokasi spalling yang telah mencapai
tulangan dan menunjukkan adanya korosi pada tulangan, maka korosi pada tulangan
harus dibersihkan. Segala material seperti serpihan beton, semen, eli
(minyak/lemak), karat/kerak pada tulangan dibersihkan dengan memakai sikat
kawat/brusher. Lakukan penyemprotan dengan kompressor atau vacum-
cleaner/penghisap debu dan pastikan tidak adanya kotoran yang masih menempel
pada seluruh bidang permukaan hasil chipping.
45 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pemasangan Bekisting
Pemasangan cetakan/bekisting harus mampu menahan tekanan dari material yang
akan diinjeksi. Selanjutnya dipasang pipa inlet dan pipa lubang kontrol pada
bekisting.
46 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pemasangan Regulator
Hubungkan regulator/tabung injeksi pada pipa inlet/titik injeksi dan hubungkan juga
dengan kompressor/grout-pump. Regulator/tabung harus dilengkapi dengan alat
pengatur besaran tekanan udara untuk mengatur kestabilan aliran injeksi.
Pendemoulan/Seal
Seluruh celah-celah yang ada pada bagian-bagian sambungan/pertemuan bekisting,
ditutup dengan dempul/seal untuk mencegah keluamya/bocoran material grouting.
Pelaksanaan lnjeksi
Pada penggunaan material injeksi diperlukan banyak perhatian untuk prosedur
pengadukan dan jumlahnya air. Sifat-sifat sangat tergantung dari jumlah air yang
tepat dan cara pengadukan yang tepat.
Pada pengadukan harus dicegah terjadinya terlalu banyak gelembung udara dalam
material injeksi. Dengan memilih pengaduk yang sesuai, terutama pengaduk paksa
yang lambat, dapat dicegah bahwa setelah pembukaan acuan masih banyak pori
udara.
Pelaksanaan injeksi material beton kedalam cetakan melalui pipa inlet dengan
tekanan sekitar 2-3 bar atau sesuai dengan persyaratan yang diperlukan.
47 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Pembukaan Bekisting
Bekisting/cetakan baru dapat dibuka setelah 24 jam masa perawatan untuk
menghindari kerusakan pada permukaan beton.
48 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Perapihan/Finishing
Semua celah-celah atau rongga!lubang-lubang yang terbentuk setelah proses
pelepasan bekisting, harus diisi dan diratakan dengan dempullseal. Bidang-bidang
permukaan beton yang tidak beraturan/garis-garis tonjolan di lokasi pertemuan antara
beton lama dengan beton baru, diratakan dengan gerinda dan dibersihkan dengan
kompressor/vacum penghisap debu.
1. Alkalitas
Bila beton mengeras maka kelihatannya kering. Tetapi beton masih mengandung
air dalam pori. Air ini jenuh dengan kapur bebas. Selama pengeringan terjadi
pemisahan kapur bebas oleh air pada permukaan dan dalam pori beton. Proses ini
disebut alkalitas. Dalam bahasa teknik dikatakan bahwa beton segar bersifat
alkalis dengan nilai pH 13.
Alkalitas adalah perlindungan baik untuk tulangan beton. Tetapi permukaan alkalis
juga bekerja seperti sabun. Hal ini berarti bahwa beton memisahkan beberapa zat
pengikat cat dari lapisan cat, misalnya minyak dan produk yang mengandung
minyak. Dinding beton tidak dapat dilindungi dengan cat begitu saja. Alkalitas
beton harus ditentukan dengan cairan indikator (fenolftaline) atau dengan kertas
indikator.
2. Karbonasi
Arang dioksida dari udara bereaksi dengan kapur dari beton. Lalu kapur diubah
menjadi kalsiumkarbonat. Karena proses ini maka alkalitas beton menurun.
Sehingga baja tulangan dapat diserang oleh korosi. Nilai pH yang semula sekitar
13 secara pelahan berubah menjadi nilai netral. Proses perubahan akibat
pengaruh karbon dioksida disebut karbonasi.
49 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
2. Produk poliuretan
Poliuretan tahan goresan dan mudah dibersihkan. Karena pengaruh kimiawi dalam
atmosfir (pencemaran-hujan asam) maka poliuretan sesuai sebagai lapisan akhir
pada sistem tertentu.
r'oliuretan diterapkan pada kereta api, kapal terbang, mebel dan mobil. Selain itu
juga digunakan pada obyek yang ditulisi. Karena kemampuan yang baik untuk larut,
maka dapat menghilangkan tulisan dengan kliner dapat dilakukan secara berulang.
50 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
B. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pekerjaan persiapan pembersihan permukaan beton
yang akan di coating, dilakukan dengan alat vacum/penghisap debu yang dilengkapi
dengan sikap/brusher untuk menyikaUmembersihkan permukaan. Untuk pelaksanaan
coatingnya dapat dilakukan dengan peralatan kain dan kuas tangan.
C. Metoda Pelaksanaan
Persiapan
Seluruh Japisan debu, minyakllemak atau materiallepas dan Japisan cosmetic Jainnya
yang dapat melemahkan ikatan pada pennukaan baton dikeluarkan dan dibersihkan
dari permukaan beton yang akan dicoating. Untuk menghindari debu yang
berterbangan disekitar lokasi pekerjaan coating, maka pembersihan permukaan
dilakukan dengan menggunakan alat vacum/penghisap yang didalamnya sekaligus
terdapat alat pembersih/brusher.
51 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Curing
Curing pada pek~an pelapisan/coating dilakukan dengan cara mendiamkan
permukaan hasil coating ± 48 jam tanpa perlu perawatan lebih lanjut. Namun jika
kondisi dilapangan tidak mendesak, sebaiknya curing dilakukan dalam waktu 7 hari
untuk mencapai mutu/kualitas pekerjaan coating secara maksimal.
52 dari 53
Pd XX-XXXX-XXXX
Bibliografi
- ACI Committee 201, Guide For Making A Condition Survey Of Concrete Service,
ACI -1992
- ACI Committee 224, Causes, Evaluatin And Repair Of Crack In Concrete
Structure, ACI -1990
- ACI Committee 503, Standar Specification Of Repairing Concrete With Epoxy
Mortar, ACI -1992
- ACI Committee 546, Gude For Repair Of Concrete Bridge Superstructure, ACI -
1988
- Concrete Sociaty, Assessment and repair of fire-damaged concrete structures,
Technical report No. 33, 1990.
- Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bin a Marga, Sistem manajeman jembatan -
Catalan khusus pemeliharaan jembatan, BMS-1992
- Emmons, Peter, H., Concrete Repair and Mainenance Illustrated, R.S. Means
Company, Inc.
- IRE- CUR/Betoncerenigir.g, Manual Pelaksanaan perbaikan struktur beton untuk
tingkat menengah, 2002
- Lab. Mekanika Struktur, PPAU IR-ITB, Kursus singkat Perbaikan dan Perkuatan
struktur beton bertulang, ITS - 1998.
- Mays, G., Durability of Concrete (Investigation, Repair dan Protection), E&FN
Span 1992
- PT. INDULEXCO Consulting Group, Pekerjaan Desain Rehabilitasi Jetty
Konstruksi PT. Pupuk Kalimantan Timur- Bontang, 2004
- Regional Bettermans office IV, Pedoman Untuk Pengewasan Proyek Perbaikan
Lantai Jembatan Dengan Menggunakan Bdhan Perekat, 1987.
- Raina, W., K., Concrete Bridges (Inspection, Repair, Strengthening), Tata
McGrawhill - 1994.
- Tenias, Demetrios, E., W., K., Bridges Engineering (Design, Rehabilitation and
Maintenance), Tata McGrawhill- 1994.
- U.S. Transportation Research Board, Bridge Maintenance, corrosion, Joints seats
and polymer mortar material, 1887
- Xanthakos, Petros P., Bridge Strengthening and Rehabilitation, Prentice Hall
PTR, 1996.
53 dari 53
FORMULIR EV ALUASI LAPORAN AKHIR
JUDUL
KETUA TIM
BALAIIBIDANGIBAGIAN
~L ~
..................................~:.- ........................................ ········· ········-·································
KESIMPULAN : ,
{!)1. Disetujui
Perlu Perbaikan
Untuk Disyahkan
Tim Teknis,
tfc1~
k Uvn;:;;:;, j-
( ....................................~· )
NIP : .• ./J.fll)...[;2.?::!j ......