Anda di halaman 1dari 14

BAB 6

ASET TETAP

A. PEROLEHAN ASET TETAP


Secara umum, beberapa aset tetap yang dimiliki
perusahaan dagang, seperti tanah, bangunan, peralatan,
kendaraan, dan lainnya. Kepemilikan aset tetap,
berdasarkan SAK ETAP 2015 (15.6), dicatat sebesar
biaya perolehannya-harga beli (setelah dikurang
potongan-potongan) ditambah dengan biaya-biaya yang
berhubungan dengan perolehan aset sehinga aset tersebut
siap dipakai atau digunakan untuk kegiatan operasional
perusahaan. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut terkait
penentuan biaya perolehan aset tetap.

TANAH
Tanah yang termasuk dalam kategori aset tetap adalah
tanah yang digunakan untuk kegiatan operasional
perusahaan. Contoh, tanah sebagai lahan parkir, tanah
untuk berdirinya gedung kantor, dan sebagainya. Biaya
perolehan tanah tidak hanya harga beli saja, salah
satunya ialah Bea Perolehan Hak atas Bumi dan
Bangunan (BPHTB). Untuk memahami lebih lanjut
dapat dilihat ilustrasi yang akan dibahas.
Contoh
PT Mustika Perkasa pada tanggal 23 April 2022 membeli
sebidang tanah yang direncanakan untuk tempat
membangun bangunan administrasi kantor. Harga beli
tanah sebesar Rp 2.500.000.000. Rincian biaya-biaya
yang dikeluarkan PT Mustika Perkasa untuk membeli
tanah, sebagai berikut: biaya survei Rp 30.000.000,
biaya notaris (PPAT) Rp 25.000.000, BPHTB Rp
100.000.000, dan biaya pengerukan tanah Rp
120.000.000. Berdasarkan informasi tersebut, biaya
perolehan tanah adalah:
Biaya Perolehan Tanah:
Harga Beli Tanah Rp 2.500.000.000
Biaya Survei Rp 30.000.000
Biaya Notaris Rp 25.000.000
BPHTB Rp 100.000.000
Biaya Pengerukan Tanah Rp 120.000.000
Total Biaya Perolehan Tanah Rp 2.775.000.000

BANGUNAN
Bangunan yang termasuk dalam kategori aset tetap juga
merupakan bangunan yang dimanfaatkan untuk
menjalankan operasional perusahaan. Contoh, gedung
perkantoraan, gudang, pabrik, dan sebagainya. Biaya
perolehan tanah terdiri dari harga beli bangunan
ditambah dengan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
untuk memperoleh bangunan tersebut (biaya perbaikan,
biaya instalasi listrik, PBB, biaya tenaga kerja, dan
lainnya). Untuk memberikan ilustrasi terkait dengan
perolehan bangunan, dapat dilihat ilustrasi berikut.
Contoh
Pada tanggal 1 Juli 2019, PT Mega Ardani telah membeli
gedung yang akan dimanfaatkan sebagai kantor cabang.
Harga beli gedung tersebut Rp 3.000.000.000. Biaya-
biaya yang perusahaan keluarkan untuk memperoleh
gedung tersebut, antara lain: komisi broker Rp
22.000.000, biaya notaris Rp 30.000.000, biaya
perbaikan Rp 150.000.000, biaya instalasi listrik Rp
50.000.000, dan BPHTB Rp 115.000.000. Berdasarkan
informasi tersebut, biaya perolehan gedung adalah:

Biaya Perolehan Gedung:


Harga Beli Gedung Rp 3.000.000.000
Komisi Broker Rp 22.000.000
Biaya Notaris Rp 30.000.000
Biaya Perbaikan Rp 150.000.000
Biaya Instalasi Rp 50.000.000
BPHTB Rp 115.000.000
Total Biaya Perolehan Gedung Rp 3.367.000.000

PERALATAN
Peralatan yang dikategorikan sebagai aset tetap dan
dimanfaatkan untuk menjalankan operasional perusahaan
di antaranya adalah perlatan kantor, peralatan pabrik,
mesin-mesin yang menunjang proses produksi
perusahaan. Biaya perolehan dari peralatan terdiri dari
harga faktur peralatan ditambah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperolehnya (biaya asuransi, biaya
perakitan mesin, biaya pemasangan, pajak, dan
sebagainya). Biaya perolehan peralatan dapat dipahami
melalui ilustrasi di bawah ini.
Contoh
PT Purna Sari membeli beberapa peralatan kantor yang
baru sehubungan dengan pendirian cabang baru. Harga
faktur peralatan yang dibeli sebesar Rp 80.000.000,
ongkos pengangkutan Rp 2.000.000, biaya asuransi
dalam perjalanan Rp 900.000, dan biaya instalasi dan
pemasangan Rp 1.000.000. Berdasarkan informasi yang
tercantum, dapat dilihat biaya perolehan perlatan, yakni:
Biaya Perolehan Peralatan:
Harga Faktur Rp 80.000.000
Ongkos Pengangkutan Rp 2.000.000
Biaya Asuransi Rp 900.000
Biaya Instalasi dan Pemasangan Rp 1.000.000
Total Biaya Perolehan Peralatan Rp 83.900.000

KENDARAAN
Sama halnya dengan aset tetap lainnya, kendaraan yang
berguna bagi operasional perusahaan juga terdapat biaya
perolehan. Terkait biaya perolehan kendaraan dapat
dipahami melalui ilustrasi di berikut ini.
Contoh
Untuk menyokong kegiatan operasional perusahaan agar
berjalan dengan efektif dan efisien, PT Alam Perkasa
membeli kendaraan dengan harga faktur Rp
350.000.000, bea balik nama Rp 10.000.000, dan biaya
asuransi sebesar Rp 4.500.000. Berdasarkan informasi
tersebut, biaya perolehan kendaraan adalah
Biaya Perolehan Kendaraan:
Harga Faktur Rp 350.000.000
Bea Balik Nama Rp 10.000.000
Biaya Asuransi Rp 4.500.000
Total Biaya Perolehan Kendaraan Rp 364.500.000

B. ASET DIBANGUN SENDIRI


Pada beberapa kasus, perusahaan biasanya
memperoleh aset tetapnya tidak dengan membeli secara
tunai atau kredit melainkan dengan cara membangunnya
sendiri. Contoh biaya perolehan aset tetap tersebut antara
lain biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya tidak langsung lainnya. Tetapi, dalam menetapkan
biaya tidak langsung, yang disebut overhead, sering
menimbulkan beberapa masalah. Yang dapat ditangani
dengan dua cara:
1. Dilarang menetapkan overhead tetap ke dalam biaya
perolehan aset yang dibangun
2. Menggunakan pendekatan biaya penuh, yakni
menetapkan seluruh dari overhead ke proses konstruksi
C. BIAYA BUNGA SELAMA KONSTRUKSI
Terdapat tiga pendeketan yang digunakan untuk
mencatat bunga yang dikenakan dalam pembiayaan
pembangunan aset tetap:
1. Biaya bunga selama konstruksi tidak dikapitalisasi
2. Semua biaya atas dana yang digunakan (dapat
diidentifikasi maupun tidak diidentifikasi) dimasukkan
ke dalam biaya konstruksi
3. Hanya mengkapitalisasi biaya bunga yang terjadi
selama konstruksi
Pendekatan ketiga disyaratkan oleh IFRS yang
mengikuti konsep bahwa biaya historis perolehan suatu
aset mencakup seluruh biaya (termasuk bunga) yang
terjadi untuk membawa aset tersebut ke kondisi dan
lokasi yang diperlukan.
Dalam menerapkan pendekatan ini, perlu
diperimbangkan tiga hal sebagai berikut:
1. Aset kualifikasian untuk memenuhi syarat kapitalisasi
bunga yang menjadikan aset tersebut siap dijual atau
digunakan.
2. Periode kapitalisasi adalah waktu yang mengharuskan
perusahaan mengapitalisasi bunga dengan tiga kondisi,
yaitu pengeluaran aset yang dilakukan, aktivitas
menjadikan aset siap dijual atau digunakan, dan biaya
bunga yang dikenakan.
3. Besarnya bunya yang dikapitalisasi. Hal ini mengacu
pada beban bunga yang timbul pada periode berjalan
atau jumlah minimum bunga yang dapat dihindari.
Adapun masalah khusus terkait dengan
kapitalisasi bunga adalah pengeluaran tanah dan
pendapatan bunga. Pengeluaran untuk tanah yang akan
dikembangkan harus memenuhi syarat untuk kapitalisasi
bunga. Biaya bunga terkait dengan pengembangan tanah
untuk penggunaan tertentu seperti lokasi pabrik harus
dimasukkan sebagai bagian dari biaya perolehan pabrik.
Namun, biaya bunga tidak boleh dikapitalisasi jika tanah
dibeli untuk tujuan spekulasi. Pendapatan bunga yang
diperoleh dari pinjaman harus disaling hapus dengan
biaya bunga yang dikapitalisasi menurut IFRS karena
berkaitan langsung dengan biaya bunga atas pinjaman
tersebut.
D. PENILAIAN ASET TETAP

E. BIAYA SETELAH PEROLEHAN


Setelah memasang aset tetap, biaya tambahan
muncul yang berkisar dari perbaikan biasa hingga
penambahan signifikan. Tantangan utama adalah
mengalokasikan biaya tersebut ke periode yang tepat.
Perusahaan mengalokasikan biaya pasca-perolehan
sesuai dengan kriteria yang sama dengan biaya awal,
yakni jika biaya tersebut dapat diukur secara andal dan
ada kemungkinan besar manfaat ekonomi di masa depan.
Faktor manfaat ekonomi di masa depan termasuk
peningkatan umur manfaat, kuantitas, dan kualitas
produk yang dihasilkan. Perusahaan umumnya
menghadapi empat jenis pengeluaran utama terkait aset
yang ada.

PENAMBAHAN (ADDITION)
Pengeluaran ini bertujuan untuk meningkatkan aset tetap
yang ada dengan bagian-bagian baru, meningkatkan
umur ekonomis, fasilitas, dan efisiensi operasional.
Biasanya, pengeluaran ini dikapitalisasi pada aset tetap
karena memerlukan kas yang besar. Membedakan antara
pengeluaran modal dan pendapatan terkadang sulit,
tergantung pada kebijakan dan ukuran materialitas
perusahaan. Faktor yang dipertimbangkan termasuk nilai
relatif pengeluaran, frekuensi, dan keputusan
manajemen.

PERBAIKAN DAN PENGGANTIAN


Perbaikan (betterment)
Tujuan pengeluaran perbaikan aset tetap tidak hanya
agar aset dapat menjalankan fungsinya, tetapi juga untuk
menambah nilai atau memperpanjang umur manfaatnya.
Nilai pengeluaran perbaikan biasanya relatif besar,
sehingga pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi (jika
meningkatkan nilai pakai aset) atau dicatat sebagai
pengurang akumulasi penyusutan aset tetap (jika
pengeluaran tersebut memperpanjang masa manfaat).

Penggantian (Replacement)
Pengeluaran untuk penggantian bagian suatu aktiva tetap
biasanya timbul karena adanya kerusakan parah pada
bagian (komponen) aktiva tersebut. Penggantian bagian-
bagian ini akan memperpanjang umur ekonomis atau
masa manfaat aset tersebut. Karena pengeluaran tersebut
jarang terjadi dan bernilai, maka pengeluaran tersebut
dikapitalisasi pada aset tetap yang bersangkutan.

PENATAAN ULANG DAN RESTRUKTURISASI


Perusahaan mungkin dikenakan biaya penataan ulang
atau restrukturisasi beberapa asetnya. Pertanyaannya
adalah apakah biaya yang timbul untuk penggantian atau
restrukturisasi tersebut harus dikapitalisasi atau
dibebankan. IFRS menyatakan bahwa pengakuan biaya
berhenti ketika aset mencapai lokasi dan mencapai
kondisi yang diperkirakan manajemen akan diperlukan
untuk memulai operasi. Oleh karena itu, biaya
restrukturisasi atau penataan kembali aset tetap yang ada
tidak dikapitalisasi tetapi dibebankan pada saat
terjadinya.

PERBAIKAN KEMBALI
Pengeluaran perbaikan adalah pengeluaran untuk
memperbaiki aset tetap yang rusak agar aset tetap
tersebut dapat digunakan secara normal. Jika sifat
perbaikannya hanyalah mengembalikan aset tetap ke
kondisi normal (semula) tanpa mengganti sebagian dari
aset tetap, maka pengeluaran tersebut dicatat sebagai
beban, yaitu biaya perbaikan. Apabila perbaikan
dilakukan dalam rangka penggantian bagian-bagian
suatu aset tetap untuk menambah kegunaannya, maka
pengeluaran tersebut dikapitalisasi pada aset tetap yang
bersangkutan.

F. PELEPASAN ASET TETAP


PENJUALAN ASET TETAP
Perusahaan dalam melakukan penghentian penggunaan
aset tetap yang habis masa manfaatnya adalah dengan
dijual. Untuk mengilustrasikan pencatatannya,
asumsikan PT Cahaya Karya mencatat penyusutan mesin
seharga Rp 12.000.000 untuk 8 tahun dengan biaya
penyusutan Rp 1.200.000 per tahun. Jika, perusahaan
menjual mesin di pertengahan tahun kesembilan seharga
Rp 6.000.000, maka perusahaan mencatat penyusutan
hingga tanggal penjualan sebagai berikut:
Beban Penyusutan Rp 600.000
(Rp 1.200.000 x ½)
Akumulasi Penyusutan—Mesin Rp 600.000

Jurnal untuk penjualan aset:


Kas Rp 6.000.000
Akumulasi Penyusutan—Mesin Rp 10.200.000
[(Rp 1.200.000 x 8) + Rp600.000]
Mesin Rp 12.000.000
Keuntungan atas Pelepasan Mesin Rp
Nilai buku mesin saat dijual Rp 1.800.000 (Rp
12.000.000 – Rp 10.200.000). Dikarenakan mesin dijual
seharga Rp 6.000.000, maka keuntungan penjualan
adalah Rp 4.200.000 (Rp 6.000.000 – Rp 1.800.000).

KONVERSI PAKSAAN
Jasa aset kadang-kadang berakhir melalui konversi
paksaan seperti kebakaran, banjir, pencurian, atau
penggusuran. Perusahaan melaporkan selisih antara
jumlah dipulihkan (misalnya, dari ganti rugi
penggusuran atau klaim asuransi) dan nilai buku aset
sebagai keuntungan atau kerugian. Keuntungan atau
kerugian tersebut diperlakukan seperti pada pelepasan
aset lainnya dan dilaporkan dalam "Pendapatan dan
beban lain-lain" pada laporan laba rugi, bukan sebagai
pendapatan. Jika ada keterlambatan pembayaran, piutang
dicatat pada harga yang setara kas.

Beberapa pihak mengkritik pengakuan keuntungan atau


kerugian dalam konversi paksaan tertentu. Contohnya,
pemerintah sering menggusur hutan untuk taman
nasional. Perusahaan kertas pemilik hutan harus
melaporkan keuntungan atau kerugian atas penggusuran
tersebut. Namun, beberapa perusahaan berpendapat
bahwa tidak ada keuntungan atau kerugian yang harus
dilaporkan karena mereka harus segera mengganti lahan
hutan yang digusur, sehingga tetap dalam posisi ekonomi
yang sama. IFRS mewajibkan laporan keuntungan atau
kerugian dalam situasi ini karena konversi dipandang
sebagai dua transaksi — pelepasan dan peristiwa
setelahnya.

Anda mungkin juga menyukai