Anda di halaman 1dari 162

BUKU AJAR

HUKUM ACARA
PIDANA
Oleh: Tim Hukum Acara Pidana

Fakultas Hukum
Universitas
Airlangga
2011
TIM PENGAJAR HUKUM ACARA PIDANA

1. Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.


2. Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H., M.Hum.
3. Prof. Dr. O.C. Kaligis, S.H., M.H.
4. Dr. Yahman, S.H., M.H.
5. Dr. Drs. Hendar Soetarna, S.H.
6. Taufik Rachman, S.H., LL.M.
7. Sapta Aprilianto, S.H., M.H.
8. Brahma Astagiri, S.H., M.H.
9. Prilian Cahyani, S.H., S.A.P., M.H.
10.Iqbal Felisiano, S.H.
DAFTAR ISI

Halaman

DESKRIPSI 1

KOMPETENSI 4

PROSES PEMBELAJARAN 6

Pertemuan I Pengertian Dasar, Ruang Lingkup dan Sumber 9

Hukum Acara Pidana

Pertemuan II Arti Penting, Tujuan dan Asas‐asas Hukum Acara 13

Pidana

Pertemuan III Pihak dalam Hukum Acara Pidana dan Hubungan 16

Hukum Acara Pidana dengan Ilmu Bantu yang lain

Pertemuan IV Penyelidikan dan Penyidikan 19

Pertemuan V Fungsi dan Tugas Penyelidik dan Penyidik 22

Pertemuan VI Upaya Paksa Penangkapan dan Penahanan 34

Pertemuan VII Upaya Paksa Penyitaan dan Penggeledahan 41

Pertemuan VIII Praperadilan, Ganti Rugi dan Rehabilitasi 56

Pertemuan IX Penuntut Umum, Surat Dakwaan 67

Pertemuan X Pemeriksaan Perkara Pidana 78

Pertemuan XI Asas‐asas pemeriksaan di sidang pengadilan dan 87

Eksepsi

Pertemuan XII Pembuktian dan alat bukti 91

Pertemuan XIII Putusan dalam perkara pidana 98


Pertemuan XIV Upaya Hukum biasa : Verzet dan Banding 103

Pertemuan XV Upaya Hukum biasa : Kasasi 108

Pertemuan XVI Upaya Hukum Luar Biasa : Peninjauan Kembali dan 111

PKDKH

SIMULASI DOKUMEN HUKUM 114

MAGANG (INTERNSHIP DAN EXTERNSHIP) 116

BAHAN BACAAN 158


BUKU AJAR HUKUM ACARA PIDANA

DESKRIPSI

Profesi hukum menuntut lulusan Fakultas Hukum agar siap pakai dan mampu

menerapkan hukum secara praktis di masyarakat. Hal ini membuat Fakultas Hukum

Universitas Airlangga mulai mereview pendidikan hukumnya agar lebih mampu

mempersiapkan lulusan Fakultas Hukum yang tidak hanya excellent dari sisi teoritik

tetapi juga mampu mempersiapkan lulusan yang mampu menerapkan hukum secara

praktis. Secara ringkas digambarkan bahwa pendidikan hukum di Fakultas Hukum

Universitas Airlangga menekankan tiga aspek pembelajaran yang berupa aspek

Toritik, Simulasi berdasarkan Problem Base Learning dan Life Learning study.

Aspek teoritik hukum dilaksanakan melalui pembelajaran klasikal model Socrates

banyak dilakukan di Gedung A Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Aspek

Simulasi Hukum dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Hukum Klinik di

Gedung C Fakultas Hukum Universitas Airlangga berdasarkan konsep Problem Base

Learning yang diharapkan menjawab kebutuhan pemahaman praktik bagi mahasiswa

di masyarakat. Terakhir, pengalaman hukum secara melalui life learning study

dianggap tidak kalah penting untuk diberikan kepada mahasiswa dengan lebih

menekankan pada kemampuan/mengasah/membekali mahasiswa dengan soft skill

yang penting seperti leadership, public speaking, kemampuan bekerja dalam

kelompok, disiplin, integritas maupun moralitas.

John O. Sonsteng dalam bukunya A Legal Education Renaissance

mengidentifikasi kompetensi lulusan Fakultas Hukum yang sesuai dengan

kebutuhan Profesi Hukum di masyarakat mensyaratkan adanya perubahan paradigma

1|Page
belajar di suatu Fakultas hukum dari yang lebih menekankan pada aspek teori

menjadi paradigm belajar hukum yang lebih menekankan pada pembentukan

professional yuris yang mampu secara praktis menerapkan keilmuannya. Beberapa

hasil penelitihan yang ada pada buku tersebut kemudian banyak diambil dalam

Modul Laboratorium Hukum Acara Pidana guna mempersiapkan professional Yuris

with excellent morality sebagaimana Visi Universitas Airlangga secara umum.

Modul Hukum Acara Pidana disusun untuk mempermudah Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Airlangga yang sedang menempuh mata kuliah Hukum Acara

Pidana dalam memahami hukum secara kontekstual dan memberikan pengalaman

hukum secara riil dimasyarakat melalui metode problem base learning dan life

learning study. Penggunaan metode problem base learning diterapkan melalui

simulasi dokumentasi hukum dengan kasus posisi yang dipersiapkan sebelumnya

untuk pembelajaran di Laboratorium Pendidikan Hukum Klinik di Gedung C. Pola

pembelajaran dengan simulasi dokumentasi hukum ini linier dengan mata kuliah lain

yakni PLKH pidana yang lebih menerapkan simulasi peradilan (Moot Court) yang

juga dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Hukum Klinik dan pendidikan pra

profesi sebagai KKN alternatif. Disisi yang lain, penerapan metode life learning

study dilakukan melalui internship dan externship terkontrol yang melibatkan unit

lain di Fakultas Hukum seperti UKBH (internship) maupun institusi Integrated

Criminal Justice System (externship) seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengacara.

Pelibatan para praktisi Hukum dalam pelaksanaan Modul Hukum Acara Pidana ini

kemudian menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga jalinan kerjasama yang

berupa MoU dengan institusi-institusi tersebut merupakan suatu hal yang harus

sudah dilakukan.

2|Page
Manfaat yang diharapkan muncul dengan adanya Modul Hukum Acara Pidana

ini adalah

1. Panduan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Hukum Acara Pidana

2. Panduan bagi dosen Hukum Acara Pidana dalam mengajar mata kuliah tersebut

3. Mahasiswa lebih memahami hukum tidak hanya dalam tataran teks, melainkan

juga dalam tataran konteks di masyarakat.

4. Mempermudah mahasiswa dalam memahami Hukum Acara Pidana Indonesia

5. Membekali mahasiswa yang telah lulus mata kuliah Hukum Acara pidana dengan

hard skill maupun soft skill yang bermanfaat ketika lulus dari Fakultas Hukum

Universitas Airlangga

Demikian ilustrasi latar belakang, tujuan dan manfaat dari dibuatnya Modul

Hukum Acara Pidana ini. Semoga bermanfaat dan mampu lebih meningkatkan

kualitas lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang professional dan

bermoral.

3|Page
KOMPETENSI

Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki

seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi sebagai luaran

dari proses pembelajaran yang diharapkan dari mata kuliah Hukum Acara Pidana

adalah :

1. Mahasiswa mampu untuk mendiagnosa dan merancang solusi untuk

menyelesaikan masalah hukum ( ability to diagnose and plan solutions for legal

problems)

2. Mahasiswa mampu melakukan analisa hukum dan memberikan “reasoning”

hukum (Ability in legal analysis and reasoning)

3. Mahasiswa mampu memahami hukum formil (knowledge of procedural law)

4. Mahasiswa memiliki kemampuan meneliti menggunakan sarana perpustakaan

hukum (library legal research)

5. Mahasiswa memiliki kemampuan meneliti menggunakan sarana computer

(computer legal research)

6. Mahasiswa mampu mengumpulkan fakta-fakta (factual gathering)

7. Mahasiswa memiliki kemampuan berbicara menyampaikan pendapat (oral

communication)

8. Mahasiswa memiliki kemampuan berkomunikasi secara tertulis (written

communication)

9. Mahasiswa mampu memberikan konsultasi (counseling)

10. Mahasiswa mampu meyakinkan orang lain agar percaya dan yakin akan

kemampuan mahasiswa tersebut (Instilling others’ confidence in you)

4|Page
11. Mahasiswa mampu memperoleh klien dan menjaga klien tersebut (ability to

obtain and keep clients)

12. Mahasiswa mampu melakukan negosiasi (negotiation)

13. Mahasiswa mampu mengorganisasi dan mengatur kerja-kerja terkait hukum

(organization and management of legal work)

14. Mahasiswa memiliki kepekaan terhadap profesionalitas dan kepedulian secara

etis (sensitivity to professional and ethical concerns)

15. Mahasiswa mampu mendraft dokumen – dokumen hukum (drafting legal

documents)

5|Page
PROSES PEMBELAJARAN

Mahasiswa yang akan menempuh Hukum Acara Pidana diwajibkan telah

lulus Pengantar Hukum Indonesia, Pengantar Ilmu Hukum dan Hukum Pidana .

Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Hukum Acara Pidana menempuh beban

studi 4 sks dengan metode pembelajaran classical class, simulasi dokumentasi

hukum dan magang (internship dan externship). Materi kuliah Hukum Acara pidana

disusun dengan elaborasi penguatan teori kemudian praktek simulasi pembuatan

dokumen-dokumen hukum dan Magang yang terkontrol (lihat jadwal Hukum Acara

Pidana). Untuk lebih lengkapnya, proses pembelajaran dapat dilihat pada diagram

alir berikut: Pengantar Perkuliahan

Teori Hukum Acara Simulasi Pembuatan


Pidana Dokumen Hukum

Jumlah pertemuan : 16x Jumlah pertemuan : 10 x

Metode pembelajaran Metode pembelajaran :


‐ Kuliah klasik ‐ Simulasi
‐ Diskusi kelompok ‐ Diskusi kelompok
Lokasi : gedung A Lokasi : Laboratorium
Pendidikan Hukum Klinik

Magang (internship dan


externship)
Lama waktu : 3 hari
Lokasi
UKBH (Unit Konsultasi
dan Bantuan Hukum )
atau Institusi criminal
justice system
(Kepolisian, Kantor
Pengacara, Kejaksaan,
Kehakiman)

EVALUASI

6|Page
Teori Hukum Acara Pidana

Teori Hukum Acara Pidana diberikan melalui perpaduan kelas klasikal dan Student

Centered Learning dengan diskusi kelompok. Kelas klasikal dilaksanakan dengan

menggunakan gaya Socrates yang menghargai argumentasi logis dan pengenalan

doktrin-doktrin hukum. Model pembelajaran dengan gaya ini diharapkan mampu

membuat kelas lebih hidup, bergairah dan menuntut mahasiswa lebih pro aktif.

Sedangkan metode Student Centered Learning melalui diskusi kelompok diharapkan

akan membentuk daya kritis mahasiswa, serta kemampuan menganalisis dan

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Kuliah kelas klasikal dilakukan 100

menit setiap pertemuan (2 Sks). Perkuliahan klasikal dilakukan terus tanpa terputus

sebanyak 16 X (enam belas) tatap muka yang kemudian dilanjutkan dengan Simulasi

pembuatan dokumen hukum dan pemagangan. Untuk pertemuan ke IV, VIII, XII

dan XVI diskusi dilakukan untuk membahas kasus, pertanyaan maupun kuis

sehingga rincian pelaksanaan perkuliahan adalah 60 menit materi, 20 menit diskusi

kelompok dan 20 menit pembahasan diskusi. Jadwal perkuliahan dapat dilihat pada

table di bawah ini :

Jadwal Kuliah Klasikal Hukum Acara Pidana

Pertemuan Topik Metode

1 Pengertian Dasar, Ruang Lingkup Kuliah klasikal

dan Sumber Hk. Acara Pidana

2 Arti penting, tujuan dan asas-asas Kuliah klasikal

Hk. Acara Pidana

3 Pihak dalam Hk.Acara Pidana dan Kuliah klasikal

Hubungan HK. Acara Pidana

dengan Ilmu Bantu yang lain

7|Page
4 Penyelidikan dan Penyidikan Kuliah klasikal dan diskusi

kelompok

5 Fungsi dan Tugas Penyelidik dan Kuliah klasikal

Penyidik

6 Upaya Paksa Penangkapan dan Kuliah klasikal

Penahanan

7 Upaya Paksa Penyitaan dan Kuliah klasikal

Penggeledahan

8 Praperadilan, Ganti Rugi dan Kuliah klasikal dan diskusi

Rehabilitasi kelompok

9 Penuntut Umum, Surat Dakwaan Kuliah klasikal

10 Pemeriksaan Perkara Pidana Kuliah klasikal

11 Asas-asas pemeriksaan disidang Kuliah klasikal

pengadilan dan Eksepsi

12 Pembuktian dan alat bukti Kuliah klasikal dan diskusi

kelompok

13 Putusan dalam perkara pidana Kuliah klasikal

14 Upaya Hukum biasa : Verzet dan Kuliah klasikal

Banding

15 Upaya Hukum biasa : Kasasi Kuliah klasikal

16 Upaya Hukum Luar Biasa : Kuliah klasikal dan diskusi

Peninjauan Kembali dan PKDKH kelompok

8|Page
Pertemuan I

Pengertian Dasar, Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana

TIK : Setelah mempelajari materi ini Mahasiswa diharapkan megerti dan

memahami konsep dasar, ruang lingkup, dan termasuk sumber-sumber Hukum

Acara Pidana.

Peristilahan Hukum Acara Pidana dikenal juga dengan istilah Criminal

Procedure atau Straf Process Recht atau straf vervolging atau straf vordering yang

lebih menekankan penegakan hukum pidana di Negara tertentu. Penegakan Hukum

Pidana yang dimaksud adalah penegakan Hukum yang didasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan dibedakan dengan penegakan hukum pidana

yang lebih menekankan aspek-aspek teori keadilan (keadilan substantive) yang

banyak dipelajari melalui isu-isu dalam wacana Criminal Justice.

Hukum Acara Pidana atau Hukum Pidana Formil mengatur tentang proses /

prosedur / tata cara manakala ada sangkaan telah atau sedang atau akan terjadi tindak

pidana. Contoh Hukum Pidana Formil adalah KUHAP sebagai induk dari peraturan

beracara pidana dimana masih banyak diatur secara khusus dalam Undang-Undang

yang menyebar, sebagaimana dicontohkan dalam perkara korupsi, perkara terorisme

maupun perkara anak. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana melalui Pasal 285 nya kemudian dikenal juga dengan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana atau disingkat dengan KUHAP.

Prof. Moelyatno mendefinisikan Hukum Acara Pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang memberikan dasar-dasar dan

aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam apa, ancaman

9|Page
pidana yang ada pada sesuatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan, apabila ada

sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut. Ansori Sabuan dan kawan-

kawan juga mendeskripsikan serupa, yakni “Hukum Acara Pidana merupakan bagian

dari hukum pidana itu sendiri. Seperti diketahui hukum pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau

yang dilarang, yang biasanya disertai dengan sanksi negative yang berupa pidana

terhadap pelaku perbuatan-perbuatan yang dilarang itu, disamping itu, menentukan

pula kapan dan dalam hal apa kepada pelaku yang telah memenuhilarangan itu dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana. bJuga menentukan bagaimana cara penjatuhan

pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah memenuhi

larangan tersebut. Andi Hamzah mendefiniskan sebagaimana yang disebutkan oleh

Simons dalam bukunya Beknopte Handleding tot het Wetboek van strafvordering,

yang menekankan bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya

untuk memidana dan menjatuhkan pidana.

Hubungan antara Hukum Pidana materiil dengan Hukum Pidana formil

dideskripsikan sebagai berikut:

1. Hukum Pidana Formil menegakkan Hukum Pidana Materiil

2. Hukum Pidana Formil melaksanakan Hukum Pidana Materiil

3. Hukum Pidana Formil mempertahankan Hukum Pidana Materiil

4. Hukum Pidana Formil mengabdi Hukum Pidana Materiil

Dari deskripsi tersebut menunjukan pentingnya Hukum Pidana Formil dalam

Integrated Criminal Justice System di Indonesia.

Adapun pihak-pihak yang terkait langsung dalam Hukum Acara Pidana

paling tidak dibagi menjadi tiga bagian besar (secara tradisional) yang saling

10 | P a g e
berkaitan yaitu 1. Aparat Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim dan Petugas

Lapas 2. Tersangka atau terdakwa atau terpidana atau Advokad 3. Korban. Peraturan

yang terkait dengan Aparat penegak hukum antara lain UU Kepolisian, UU

Kejaksaan, UU Mahkamah Agung, UU Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan

UU Lembaga Pemasyarakatan. Terkait dengan poin dua, aturannya selain KUHAP

adalah UU Perlindungan Saksi dan Korban serta UU Advokad. Untuk korban,

peraturan perundang-undangan yang terkait selain KUHAP juga diatur dalam UU

perlindungan Saksi dan Korban.

Dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang saling kait mengait

dalam penerapannya, secara sistematis, yang harus dipahami adalah kharakteris

norma yang mengatur dalam Hukum Pidana Formil yang dapat dibedakan secara

tegas dengan Hukum Pidana Materiil. Hukum Pidana Formil berlaku adagium “jika

tidak diatur maka tidak berwenang” karena karakter kewenangan-kewenangan yang

melekat pada peraturan perundang-undangannya. Sedangkan dalam Hukum Pidana

Materiil adagium yang berlaku adalah “jika tidak diatur maka tidak boleh” karena

karakter larangan akan perbuatan-perbuatan tertentu dalam peraturan perundang-

undangannya. Karena karakter Hukum Acara Pidana yang demikian, dua

kepentingan yang coba untuk dilindungi adalah Kepentingan masyarakat/Negara dan

kepentingan individu. Hal ini selaras dengan tujuan hukum pidana klasik yang

menekankan pada ketertiban masyarakat (public order) dan perlindungan akan hak-

hak individual.

TUGAS:

1. Apa yang dimaksud dengan hukum acara pidana?

11 | P a g e
2. Apa yang diatur dalam Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana

formil?

3. Bagaimana hubungan Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana

Formil?

12 | P a g e
Pertemuan II

Arti penting, tujuan dan asas-asas Hk. Acara Pidana

TIK: Setelah mempelajari materi ini mahasiswa akan mengerti arti penting,

tujuan dan asas-asas hukum yang ada dalam Hukum Acara Pidana.

Hukum Pidana Formil merupakan alat yang digunakan untuk mengkonstruksi

kejadian masa lalu melalui suatu aturan main yang jelas dengan memperhatikan

adagium “hasil yang baik harus diperoleh dengan cara yang baik. Cara baik yang

dimaksud adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan

memperhatikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Hasil baik yang

dimaksud adalah tegaknya hukum pidana yang mencerminkan rasa keadilan, manfaat

dan kepastian hukum dimasyarakat.

Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP memberikan penjelasan tentang tujuan

Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidakinya

mendekati kebenaran material, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara

jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa

suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan. Van Bemmelen dalam buku Andi Hamzah mengemukakan tiga fungsi

Hukum Acara Pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran, pemberian

keputusan oleh hakim dan pelaksanaan keputusan. Andi Hamzah sendiri

berpendapat, beranjak dari definisi Van Bemmelen tersebut yakni “tujuan hukum

13 | P a g e
acara pidana mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan

tujuan antara, lebih lanjut dia menyebutkan bahwa tujuan akhir yaitu yang menjadi

tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal ini, mencapai suatu masyarakat

yang tertib, tentram, damai, adil dan sejahtera (tata tentram kerta raharja)”.

Dalam prakteknya, Hukum Acara Pidana berjalan baik sebelum perbuatan

pidana dilakukan (ante factum), pada waktu perbuatan pidana dilakukan (factum)

maupun setelah tindak pidana dilakukan (post factum). Buku-buku Hukum Acara

Pidana menyebutkan berfungsinya Hukum Acara Pidana ketika ada pelapran,

pengaduan, tertangkap tangan, Aparat Penegak Hukum mengetahui sendiri ada

perbuatan pidana maupun ketika diberitakan dimedia masa. Dalam pelaksanaan

fungsi-fungsi tersebut, Aparat Penegak Hukum harus memperhatikan asas-asas yang

berlaku dalam Hukum Acara Pidana sebagai wujud perlindungan Hak Asasi

Manusia.

Beberapa Asas yang ada dalam Hukum Acara Pidana adalah Equality before

the law., Verbod van eigen richting, Iudex ne procedat ex officio, Openbaar heid van

het process., Kebebasan hakim dalam mengadili suatu perkara pidana., Asas praduga

tak bersalah, Asas opportunitas dan asas legalitas. Equality before the law

memberikan jaminan bahwa semua orang harus diperlakukan sama kedudukannya

dimuka hukum. Verbod van eigen richting menjamin bahwa penerapan hukum acara

pidana harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan bukan didasarkan atas

usaha main hakim sendiri. Iudex ne procedat ex officio memberikan penegasan

bahwa hakim harus bersifat pasih dalam penuntutan namun bersifat aktif ketika

melakukan pemeriksaan dimuka persidangan. Openbaar heid van het process

menjamin bahwa sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum

kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. Kebebasan hakim dalam

14 | P a g e
mengadili suatu perkara pidana menunjukan prinsip independensi kehakiman dari

pihak manapun juga baik secara individu maupun institutional. Asas praduga tidak

bersalah memberikan ketegasan bahwa tersangka ataupun terdakwa tidak dapat

dinyatakan bersalah sampai ada keputusan yang incracht. Asas oportunitas

memberikan jaminan bahwa tidak semua perkara pidana harus dilanjutkan dalam

persidangan dan mencapai putusan yang incracht sepanjang kepentingan umum

menginginkannya. Asas legalitas merupakan penegasan bahwa adanya aturan main

dalam beracara pidana merupakan suatu keharusan yang ada terlebih dahulu serta

adanya kewajiban untuk menuntut semua perkara pidana yang ada demi mewujudkan

rasa kepastian hukum.

TUGAS :

1. Apakah arti penting hukum acara pidana?

2. Sebutkan dan jelaskan beberapa asas hukum dalam hukum acara

pidana?

15 | P a g e
Pertemuan III

Pihak dalam Hukum Acara Pidana dan Hubungan Hukum Acara Pidana

dengan Ilmu bantu yang lain.

TIK : Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu memahami pihak-

pihak dalam hukum acara pidana dan dapat pula memahami beberapa

hubungan dengan disiplin ilmu lain.

Ansori Sabuan et.al menyebutkan bahwa adressat Hukum Acara Pidana

adalah warga masyarakat dan Aparat Penegak Hukum. Oleh karena itu pihak yang

dapat terlibat dalam Hukum Acara Pidana ialah setiap orang, para pejabat penyelidik

atau penyidik tindak pidana, para pejabat penuntut umum, para pejabat eksekusi

pidana, para penasehat hukum dan para pejabat di bidang pengadilan. Lebih lanjut

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang yang dengan

kapasitasnya memiliki hak dan kewajiban. misalnya ditentukan bahwa setiap orang

yang mengalami, melihat, menyaksikan atau menjadi korban peristiwa yang

merupakan tindak pidana, berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada

penyelidik atau penyidik. Bahkan ditentukan pula bahwa orang yang mengetahui

permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan

keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik, wajib melaporkan hal

itu kepada penyelidik atau penyidik (Pasal 108 KUHP). Demikian pula ditentukan

bahwa setiap orang dapat juga didengar sebagai saksi dan atau ahli. Para pejabat

penyelidik atau penyidik tindak pidana terkait langsung dengan Hukum Acara Pidana

sebab mereka yang leh Undang-Undang ditugaskan secara khusus untuk melakukan

penyelidikan dan penyidikan guna mencari kebenaran yang materiil. Para pejabat

16 | P a g e
penuntut umum diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan

putusan hakim. Para pejabat eksekusi pidana adalah aparat yang melaksanakan

Undang-Undang pelaksanaan pidana atau dapat juga disebut aparat penitensier,

misalnya petugas Lapas yang melaksanakan pidana perampasan kemerdekaan.Para

penasehat hukum ialah orang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau

berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Para pejabat dibidang

pengadilan seperti hakim. Dari paparan Ansri Sabuan et al tersebut, pihak yang

harusnya juga diperhatikan adalah korban karena pihak ini terkait secara langsung

dalam tindak pidana namun kurang diperhatikan keterlibatannya dalam Hukum

Acara Pidana. Kepentingan korban seakan-akan sudah seratus persen diambil alih

oleh Aparat Penegak Hukum karena dianggap tidak hanya perbuatan pidana tersebut

menciderai individu namun juga menciderai kepentingan yang lebih luas yakni

ketertiban umum. Kabar baiknya adalah dalam system peradilan pidana kita sekarang

sudah ada UU perlindungan saksi dan korban dimana mungkin lembaga terbut tidak

ada pada waktu buku tersebut ditulis.

Dalam penegakan Hukum Acara Pidana, para pihak tersebut membutuhkan

ilmu pengetahuan yang lain sebagai pembantu dalam penegakannya. Ansori et al

menyebutkan alasannya adalah karena tugas Hukum Acara Pidana adalah untuk

mencari dan mendapatkan kebenaran materiil (kebenaran yang selengkap-

lengkapnya); oleh karena itu untuk dapat menentukan apakah seserang itu bersalah

atau tidak, khususnya dibidang pembuktiannya maka dibutuhkan ilmu-ilmu

pengetahuan lain. Ilmu bantu yang lain adalah:

1. Logika Yang dimaksud dengan lgika adalah berpikir dengan akal budi

yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa fakta atau berpikir

berdasarkan alam pikiran manusia secara sehat

17 | P a g e
2. Psikologi Ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesame manusia,

dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya secara lebih tepat.

3. Kriminalistik suatu pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki

kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan

dengan mempergunakan hasil yang diketemukan leh ilmu pengetahuan lain

(Ilmu Kedokteran Forensik, Toksikologi Forensik, Ilmu Kimia Forensik dan

ilmu alam forensic yang didalamnya termasuk balistik kehakiman maupun

dactylscpie)

4. Psikiatri mempelajari jiwa manusia (kasus mbah jiwo)

5. Kriminologi ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab dari

kejahatan dan bagaimana pemberantasannya

TUGAS :

1. Siapa saja pihak-pihak (adressat) dalam hukum acara pidana?

2. Deskripsikan hubungan hukum acara pidana dengan ilmu-ilmu bantu

lainnya?

18 | P a g e
Pertemuan IV

Penyelidikan dan Penyidikan

TIK : setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat memahami konsep

penyelidikan dan penyidikan

Dalam system peradilan pidana terpadu, institusi awal yang bersinggungan langsung

dengan penegakan hukum pidana ada penyidik yang dalam perkuliahan Hukum

Acara Pidana ini dibatasi pada penyidik Kepolisian Republik Indonesia(POLRI).

Sebelum membahas lebih jauh, disampaikan terlebih dahulu makna Penyelidikan dan

Penyidikan yang ada pada KUHAP. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan

penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP). Penekanan

pada kata “mencari” dan “menemukan” peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

menunjukan bahwa dalam proses penyelidikan masih belum jelas apakah peristiwa

yang sedang diselidiki tersebut adalah suatu tindak pidana atau bukan. Sedangkan

menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa Penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dari uraian

Pasal 1 angka 2 KUHAP tersebut jelas bahwa dalam penyidikan dugaan akan adanya

tindak pidana sudah jelas, dan dilakukannya penyidikan ditujukan untuk

mengumpulkan bukti dan guna menemukan tersangkanya.

Latar belakang diintrodusirnya pemaknaan penyelidikan adalah sebagai berikut:

19 | P a g e
1. H.A.M.

2. Syarat ketatnya penggunaan upaya paksa.

3. Ketatnya pengawasan.

4. Adanya lembaga G.R. & rehabilitasi.

5. Tidak setiap perkara yang diduga sebagai tindak pidana menampakkan dirinya

secara jelas atau nyata sebagai tindak pidana.

Sebagaimana harus diketahui bahwa dalam penyidikan, banyak kewenangan

kewenangan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam konteks ini POLRI

yang dapat melakukan upaya-upaya paksa yang sifatnya pelanggaran terhadap HAM

seperti dalam hal penahanan dan penangkapan merupakan perampasan kemerdekaan,

penyitaan merupakan bagian dari perampasan hak-hak yang terkait property dls.

Oleh karenanya jika ada suatu peristiwa yang masih belum jelas merupakan tindak

pidana atau bukan, sebaiknya dilakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk

memperjelas peristiwa tersebut meskipun tidak menutup kemungkinan dapat

dilakukan langsung penyidikan jika peristiwa yang dimaksud diduga suatu tindak

pidana.

Ansori Sabuan et.al. menyebutkan bahwa secara konkret dapat dikatakan bahwa

penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-

keterangan tentang

1. Tindak pidana apa yang telah dilakukannya

2. Kapan tindak pidana itu dilakukan

3. Dimana tindak pidana itu dilakukan

4. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan

5. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan

20 | P a g e
6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan dan

7. Siapa pembuatnya

Berdasarkan uraian ini, dapatlah dikatakan bahwa Ansori Sabuan et.al berpendapat

bahwa penyidikan terjadi jika sudah ada tindak pidana yang dilakukan. Dapatlah

diajukan keberatan atas rumusan yang demikian jika dikaitkan secara konseptual

bahwa tahapan penyidikan merupakan tahapan untuk mengumpulkan barang bukti

dan alat bukti (Gathering of evidence) tanpa pretensi menghakimi bahwa peristiwa

yang disidik adalah jelas tindak pidana melainkan dugaan atas adanya tindak pidana.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa penentu bahwa suatu peristiwa dimaksud adalah

tindak pidana atau bukan adalah sepenuhnya kewenangan dari hakim yang nantinya

memutus perkara tersebut.

TUGAS :

1. Apa yang dimaksud dengan penyelidikan?

2. Apa yang dimaksud dengan Penyidikan?

21 | P a g e
Pertemuan V

Fungsi dan Tugas Penyelidik dan Penyidik

TIK : setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan

tugas masing-masing Penyelidik dan Penyidik.

Pada pertemuan sebelumnya dijelaskan bahwa Hukum Acara Pidana sebagaian besar

membahas tentang kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh aparat penegak

hukum terkait dengan ada tidaknya tindak pidana dalam system peradilan pidana.

Sebagian besar Hukum Acara Pidana adalah Hukum administrasi yang banyak

membahas mengenai kewenangan tersebut. Perbedaan terlihat ketika kita

mensejajarkan antara adagium dalam Hukum Pidana materiil yang berbunyi “jika

tidak diatur maka boleh untuk dilakukan” dengan adagium dalam Hukum Acara

Pidana yang berbunyi “jika tidak diatur maka tidak berwenang”. Adagium yang

pertama muncul sebagai konsekwensi logis dari asas legalitas yang dianut secara

ketat dalam hukum pidana yang menyebutkan bahwa tidak ada perbuatan pidana

tanpa peraturan perundang-undangan yang mengatur sebelumnya. Sedangkan

adagium kedua muncul sebagai konsekwensi dari sifat administrative (kewenangan

yang diatur dalam peraturan perundang-undangan) dalam Hukum Acara Pidana.

Pada bagian ini akan dibahas Fungsi dan Tugas Penyelidik dan Penyidik POLRI

sebagaimana dimaksud dalam KUHAP.

Sebelumnya, yang dimaksud penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik

Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan

penyelidikan.Dari definisi ini terlihat adanya usaha monopoli tunggal bahwa yang

22 | P a g e
boleh melakukan penyelidikan adalah POLRI dan tidak ada penyelidik selain

POLRI. Alasan yang dapat dikemukan adalah

1. Menyederhanakan dan memberi kepastian kepada masyarakat siapa yang

berhak dan berwenang melakukan penyelidikan

2. Menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh APH

3. Efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi pemborosan jika ditangani

oleh beberapa instansi, maupun terhadap orang yang diselidiki tidak lagi

berhadapan dengan berbagai macam APH dalam penyelidikan

Namun berdasarkan perkembangan kebutuhan dalam penangan perkara pidana yang

semakin kompleks muncul penyelidik-penyelidik lain yang diatur dalam UU yang

berbeda yang mengatur secara khusus seperti yang diatur dalam Pasal 6 huruf c UU

No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dapatlah

kemudian dikatakan bahwa sekarang penyelidikan bukan merupakan monopoli

POLRI.

Penyelidik POLRI dalam melakukan penyelidikan memiliki tugas berdasarkan

kewajibannya dan atas perintah penyidik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5

KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

Penyelidik :

A. karena kewajibannya mempunyai wewenang :

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

mencari keterangan dan barang bukti;

2. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri;

3. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.

23 | P a g e
B. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;

2. pemeriksaan dan penyitaan surat;

3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Dalam setiap tindakan yang dilakukan Penyelidik harus membuat dan

menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat

(1) huruf a dan huruf b kepada penyidik. Dari penjelasan ini terlihat bahwa posisi

seorang penyelidik terletak subordinat dibawah penyidik.

Yang menarik untuk dicermati dari kewenangan yang dimiliki oleh penyelidik

tersebut adalah kewenangan dari serang penyelidik yang dapat mengadakan tindakan

lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain yang dimaksud dapatlah

dikatakan sangat luas bahkan dapat dikatakan multitafsir. Namun sepanjang tindakan

dari penyelidik yang melakukan tindakan lain tersebut masih sesuai dengan pedoman

sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 5 KUHAP maka tentu diperbolehkan.

Pedoman yang dimaksud adalah

1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum

2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan

jabatan

3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan

jabatannya

4. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa

24 | P a g e
5. Menghormati Hak Asasi Manusia

Berdasarkan pedoman tersebut dapatlah dikatakan tindakan lain yang dimaksud

bukanlah tindakan lain yang sebebas-bebasnya, melainkan masih ada pembatasanya.

Sedangkan yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan

penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5). Ada tiga unsur penting

yang harus dipahami yakni 1. mencari dan menemukan 2. peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana 3. menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan. Pada

pertemuan sebelumnya dijelaskan bahwa titik sentral menentukan bahwa proses

dikepolisian sudah pada tahap penyelidikan atau penyidikan dilihat melalui ada

tidaknya kejelasan dugaan tindak pidana. Jika belum jelas maka tahapan dimaksud

adalah penyelidikan sebaliknya maka masuk dalam tahap penyidikan.Dari penjelasan

ini dapatlah dikatakan bahwa penyelidikan dimulai ketika ada pelaporan atau

pengaduan atau diketahui sendiri oleh penyelidik yang kemudian melakukan

penyelidikan berdasarkan kewenangan yang dimiliki dalam Pasal 5 KUHAP untuk

menentukan apakah dapat atau tidak dapat ditingkatkan menjadi penyidikan. Yang

harus diketahui adalah dalam proses penyelidikan ada kewajiban menurut Pasal 104

KUHAP untuk menunjukan tanda pengenal, namun dalam prakteknya tidak banyak

yang memahami hal tersebut, bahkan masyarakatpun permissive jika melihat ada

seorang penyelidik yang melaksanakan kewenangannya tanpa menunjukan tanda

pengenal. Selain itu, kewenangan penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat 1 huruf b (atas perintah penyidik) dapat disimpangi berdasarkan ketentuan Pasal

102 ayat 2 KUHAP dalam hal tertangkap tangan. Berikut peristilahan-peristilahan

25 | P a g e
yang biasa terkait dengan proses penyelidikan maupun penyidikan dan sudah

disebutkan pada penjelasan sebelumnya

1. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang

melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak

pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai

sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya

ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan

tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut

melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 angka 19

KUHAP). Perdebatan mungkin muncul ketika dipertanyakan berapa lama

waktu yang dimaksud “sesaat” dalam Pasal aquo.

2. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak

atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang

tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal

1 angka 24 KUHAP)

3. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang

berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut

hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang

merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP)

Terkait dengan perbedaan antara laporan dan pengaduan dijelaskan bahwa dalam

pelaporan, tindak pidana yang sudah dilaporkan tidak boleh dicabut kembali

sedangkan dalam pengaduan, tindak pidana yang diadukan boleh dicabut kembali.

Dalam hal setelah dilakukan penyelidikan ternyata diputuskan dapat ditingkatkan

menjadi penyidikan, Penyidik memulai penyidikan berdasarkan Pasal 109 ayat 1

26 | P a g e
KUHAP dengan memberitahukan kepada Penuntut Umum. Meskipun dalam rangka

memulai penyidikan tidak harus diawali dengan penyelidikan terlebih dahulu dengan

membuat Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). SPDP kemudian menjadi

salah satu tolok ukur bahwa suatu penyidikan sudah dimulai atau belum.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP). Dari definisi ini terlihat bahwa

dugaan akan adanya tindak pidana sudah sangat kuat dimana penyidikan tersebut

kemudian ditujukan untuk mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak

pidananya dan guna menemukan tersangkanya.

Definisi penyidik dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 1 KUHAP yang

menyebutkan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang untuk melakukan penyidikan. Pasal 6 ayat 1 KUHAP juga memberikan

penegasan atas Pasal 1 angka 1 KUHAP tersebut dengan memberikan batasan siapa

yang dimaksud penyidik yakni a. pejabat polisi negara Republik Indonesia; atau b.

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang.

Mengenai kewenangan dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam KUHAP dapat

dilihat pada ketentuan Pasal 7 KUHAP yang dibagi menjadi dua bagian yakni

penyidik POLRI dan penyidik PPNS. Penyidik POLRI memiliki kewenangan

sebagai berikut:

27 | P a g e
a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka ;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik PPNS memiliki kewenangan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 ayat 2

KUHAP yang menegaskan bahwa Penyidik PPNS mempunyai wewenang sesuai

dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam

pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Penyidik PPNS sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP contohnya

adalah Polisi Kehutanan, Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Imigrasi dan penyidik

PPNS lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan khusus yang

28 | P a g e
mengaturnya. Dalam perkembangannya, muncul penyidik-penyidik lainya yang tidak

termasuk baik dalam ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b KUHAP dimana diatur

secara langsung pada Undang-Undang khusus yang bersifat lex specialis, sebagai

contoh penyidik KPK sebagaimana diatur dalam ketentuan UU N 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Munculnya penyidik-

penyidik baru ini merupakan terobosan-terbosan baru yang diciptakan atas dasar

perkembangan kejahatan yang semakin kompleks dan dianggap institusi-institusi

tradisional yang ada tidak mampu mengatasinya. Institusi-institusi baru yang muncul

atas pertimbangan-pertimbangan tersebut kemudian banyak dikenal dengan peristilah

“state auxiliary body” yang keberlakuannya seharusnya bersifat temporary.

Untuk Penyidik PPNS sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, dalam

pelaksanaannya harus selalu melakukan koordinasi dengan Penyidik POLRI

sebagaimana diatur dalam Pasal 107 KUHAP, hal ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Polri memberi petunjuk kepada PPNS dan memberikan bantuan penyidikan

yang diperlukan ( Ps.107 ayat 1 KUHAP)

2. PPNS harus melapor kepada penyidik Polri jika menemukan bukti yang kuat

untuk mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum ( Ps. 107 ayat 2

KUHAP)

3. Hasil penyidikan PPNS diserahkan kepada PU melalui Penyidik Polri (

Ps.107 (3) KUHAP)

Dalam hal terkait dengan adanya dimulainya penyidikan maupun penghentian

penyidikan yang harus dipahami adalah PPNS memberitahukan dimulainya

penyidikan kepada penyidik Polri untuk diberitahukan kepada PU sedangkan pada

29 | P a g e
penghentian penyidikan, PPNS harus memberitahukan kepada penyidik polri dan

PU.

Selain Penyidik POLRI dan Penyidik PPNS, didalam KUHAP juga diatur mengenai

Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 KUHAP. Penyidik

Pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat oleh

Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan yang

diatur dalam peraturan pemerintah. Adapun kewenangan dari Penyidik Pembantu

adalah sama dengan Penyidik POLRI kecuali mengenai penahanan yang wajib

diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik (Pasal 11 KUHAP). Adapun

latar belakang diadakannya Penyidik Pembantu adalah

1. Disebabkan terbatasnya tenaga Polri yang berpangkat tertentu sebagai pejabat

penyidik. Terutama daerah-daerah sektor kepolisian didaerah tertentu sebagai

pejabat penyidik. Terutama daerah-daerah sektor kepolisan di daerah

terpencil, masih banyak yang dipangku pejabat polisi yang berpangkat bintara

(skr menjadi Brigadir Dua)

2. Fungsi penyidikan didaerah-daerah harus tetap berjalan

Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 KUHAP

tersebut adalah Peraturan Pemerintah R.I. No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diatur dalam Pasal 3 dari PP

tersebut. Yang harus dipahami pada konteks sekarang, Penyidik pembantu menurut

ketentuan Pasal 3 PP tersebut awalnya minimal berpangkat Sersan Dua breganti

nama menjadi Brigadir Dua atau PPNS tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Gol II/a)

atau yang disamakan dengan itu.

30 | P a g e
Gambaran sistematis bagaimana suatu penyidikan dilakukan dapat terlihat melalui

tiga tahapan yang terdiri atas pengumpulan informasi, interogasi dan

instrumentarium yang ditujukan untuk mengumpulkan baik corpora delikti,

instrumenta delikti, benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak

pidana yang dilakukan dan dalam hal menentukan modus operandinya. Adapun

tahapan yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi ------ yaitu menyidik dan mengumpulkan keterangan-keterangan

serta bukti-bukti oleh polisi yang biasa disebut ” mengolah tempat kejahatan

2. Interogasi ------ yaitu memeriksa dan mendengar orang-orang yang dicurigai

dan saksi-saksi yang biasanya dapat diperoleh ditempat kejahatan

3. Instrumentarium ---- pemakaian alat-alat teknik untuk penyidikan perkara,

seperti photography, mikroskop, dan lain-lain ditempat kejadian

Hasil dari proses tersebut dapat dilihat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang

dibuat oleh penyidik yang paling tidak berisi tentang:

1. tindak pidana apa yang dilakukan

2. kapan tindak pidana itu dilakukan

3. dimana tindak pidana itu dilakukan

4. bagaimana tindak pidana itu dilakukan

5. mengapa tindak pidana itu dilakukan

6. siapa pelakunya

Adapun kejelasan dan kelengkapan dari BAP tersebut sangatlah penting untuk

nantinya digunakan sebagai dasar penyusunan Surat Dakwaan.

31 | P a g e
Dalam proses penyidikan, upaya paksa dapat dilakukan sesuai dengan peraturan UU

yang dalam hal ini diatur dalam KUHAP. Upaya Paksa yang dimaksud adalah

Penggeledahan, Penyitaan, Pemeriksaan Surat, Penangkapan, Penahanan, dan

Pemanggilan. Berikut disampaikan definisi-definisi yang diatur dalam KUHAP

terkait upaya paksa yang dimaksud:

1. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah

tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan

pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

2. Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan

pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang

didup keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.

3. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan

atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak

bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian

dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan

4. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara

waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna

kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (KUHAP)

5. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu

oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam

hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

6. Mengenai pemeriksaan surat diatur dalam ketentuan Pasal 47 – 49 KUHAP.

7. Pemanggilan diatur dalam ketentuan Pasal 112-113 KUHAP.

32 | P a g e
Terkait dengan pemeriksaan tersangka, ada dua doktrin yang harus dipahami dalam

pelaksanaan KUHAP yakni within sight and within hearing dan within sight and

without hearing sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 115 KUHAP.

TUGAS:

1. Jelaskan fungsi dan tugas Penyelidik!

2. Jelaskan fungsi dan tugas Penyidik!

33 | P a g e
Pertemuan VI

Upaya Paksa Penangkapan dan Penahanan

TIK : Mahasiswa mampu menguraikan tentang bentuk dan jenis-jenis upaya

paksa yang berupa penangkapan dan penahanan

A. Penangkapan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang

selanjutnya disebut dengan KUHAP khususnya Pasal 1 butir 20 memberikan

pengertian “penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan

sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti

guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Dari pengertian penangkapan

dalam KUHAP dapat diketahui bahwa penangkapan merupakan bentuk dari

pengekangan kebebasan tersangka/ terdakwa sementara waktu, guna kepentingan

penyidikan dan penuntutan. Pelaksanaan dari penangkapan kepadan tersangka/

terdakwa haruslah mengacu pada ketentuan tata cara tindakan penangkapan yang

telah diatur dalam Bab V bagian Kesatu Pasal 16 sampai dengan 19 KUHAP.

1. Syarat Penangkapan

Syarat penangkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP terdiri atas :

- Tersangka diduga keras melakukan tindak pidana,

- Dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup

Dari ketentuan tersebut menunjukan bahwa pengkapan ditujukan hanya kepada

seseorang yang benar-benar melakukan tindak pidana. Sebab dalam syarat

34 | P a g e
dilakukannya penangkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP,

terdapat syarat yang mengharuskan adanya dasar berupa bukti permulaan yang

cukup. Bukti permulaan yang cukup tersebut selanjutnya digunakan sebagai

bukti permulaan untuk menduga adanya suatu tindak pidana, sebagimana

disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 butir 14 KUHAP.

Syarat penangkapan terhadap tersangka/terdakwa yang diduga keras

melakukan tindak pidana dengan didasarkan bukti permulaan yanng cukup

ditujukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 16 KUHAP. Sehingga penangkapan hanya dapat

dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan saja.

2. Cara Pelaksanaan Pengkapan

Tata cara pelaksanaan penangkapan diatur dalam ketentuan Pasal 18

KUHAP, yang terdiri atas :

- Pelaksanaan penangkapan dilakukan petugas Kepolisian Negara RI

- Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus membawa “surat

tugas penangkapan”

- Petugas memperlihatkan surat perintah penangkapan

Dari ketentuan Pasal 18 KUHAP dapat diketahui bahwa pihak yang memiliki

wewenang untuk melakukan pengkapan adalah petugas Kepolisian RI. Berbeda

dengan hal tertangkap tangan, yang mana setiap orang dapat melakukan

penangkapan. Bahkan bagi oang yang mempunyai wewenang dalam tugas

ketertiban, ketentraman dan keamanan memiliki kewajiban menangkap

tersangka dalam hal tertangkap tangan. Hal tersebut secara jelas diatur dalam

ketentuan Pasal 111 KUHAP.

35 | P a g e
Petugas Kepolisian RI dalam melaksanakan penangkapan wajib membawa serta

menunjukan surat perintah pengkapan. Sebab surat perintah pengkapan

merupakan syarat formal. Oleh karena itu penangkapan yang dilakukan oleh

petugas yang tidak membawa surat perintah penangkapan harus ditolak dan

tidak perlu ditaati. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan jabatan

atau dalam rangka menjaga ketertiban masyarakat dari pihak-pihak yang

berikhtikad tidak baik. Berbeda dengan dalam hal tertangkap tangan, yang mana

dilakukan tanpa surat perintah penangkapan. Namun pihak yang melakukan

penangkapan terhadap seseorang yang tertangkap tangan melakukan tindak

pidana harus segera menyerahkan tersangka kepada penyidik atau penyidik

pembantu yang terdekat. Selanjutnya tembusan surat perintah penangkapan

segera dikirimkan kepada keluarga tersangka. Akibatnya jika surat perintah

penangkapan tidak segera disampaikan kepada keluarga tersangka yang

tertangkap tangan melakuka tindak pidana, maka pihak keluarga dapat

mengajukan pemeriksaan kepada Praperadilan tentang ketidakabsahan

penangkapan tersebut sekaligus dapat menuntut ganti rugi.

Di dalam surat perintah penangkapan memberikan penjelasan dan penegasan

tentang :

- Identitas tersangka, nama, umur dan tempat tinggal

- Menjelaskan atau menyebut secara singkat alasan penangkapan

- Menjelaskan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan terhadap

tersangka

- Menyebutkan dengan terang tempat pemeriksaan dilakukan.

3. Batas Waktu Penangkapan

36 | P a g e
Batas waktu pengkapan diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1), yang mana

penagkapan tidak boleh dilakukan lebih dari ‘satu hari’. Lewat dari satu hari

maka penangkapan tidak sah. Konsekwensinya tersangka harus ‘dibebaskan

demi hukum’. Selain itu jika batas waktu penangkapan tersebut dilanggar maka

tersangka, kuasa hukumnya atau keluarganya dapat mengajukan pemeriksaan

kepada praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan sekaligus dapat

mengajukan ganti rugi.

Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 KUHAP dalam prakteknya sulit

untuk dilakukan jika posisi tersangka berada di daerah yang secara geografis

sulit ditempuh atau membutuhkan waktu lebih dari satu hari untuk mencapainya,

serta alat komunikasi sulit dilakukan. Dalam kondisi tersebut maka sebagaimana

telah digariskan dalam buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberikan jalan

keluar sebagaiberikut :

- Penangkapan supaya dilaksanakan sendiri atau dipimpin oleh penyidik,

sehingga segera dapat dilakukan pemeriksaan di tempat terdekat;

- Apabila penangkapan dilakukan oleh penyelidik, pejabat penyidik

mengeluarkan surat perintah kepada penyelidik untuk membawa dan

menghadapkan orang yang ditangkap kepada penyidik.

4. Larangan Penangkapan Terhadap Tindak Pidana Pelanggaran

Terhadap tindak pidana pelanggaran KUHAP melarang untuk dilakukannya

penangkapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) KUHAP. Dalam

penjelasannya ketentuan Pasal 19 ayat (2) terdapat pengecualian terhadap tersangka

pelaku tindak pidana pelanggaran sudah dua kali dipanggil berturut-turut secara

resmi, namun tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah. Dalam kondisi

37 | P a g e
tersebut tersangka dapat ditangkap untuk dibawa ke kantor polisi dalam hal hendak

dilakukan pemeriksaan.

B. Penahanan

Tujuan dilakukannya penahanan adalah untuk kepentingan penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di depan sidang. Adapun syarat untuk dapat

dilakukannya penahanan adalah :

1. Adanya surat perintah penahanan

2. Harus ada cukup bukti

3. Harus memenuhi persyaratan :

a. Obyektif (Pasal 21 ayat 4 KUHAP)

- Tindak pidana diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih

- Tindak pidana diancam kurang dari 5 tahun tetapi disebut secara

limitatip oleh Pasal 21 ayat 4 huruf b

b. Subyektif (Pasal 21 ayat 1 KUHAP)

Adanya rasa khawatir dari aparat penegak hukum bahwa : 1)

tersangka atau terdakwa melarikan diri; 2) tersangka atau terdakwa

mengulangi tindak pidana; 3) tersangka atau terdakwa merusak atau

menghilangkan barang bukti.

Macam penahanan dikelompokan menjadi 2 jenis, yakni :

1. Berdasarkan siapa yang melakukan penahanan

- Tahanan penyidik (Pasal 24 KUHAP)

- Tahanan Penuntut Umum (Pasal 25 KUHAP)

- Tahanan Hakim Pengadilan Negeri (Pasal 26 KUHAP)

- Tahanan Hakim Pengadilan Tinggi (Pasal 27 KUHAP)

- Tahanan Hakim Mahkamah Agung (Pasal 28 KUHAP)

38 | P a g e
2. Berdasarkan tempat tahanan berada (Pasal 22 KUHAP), meliputi :

- Penahanan kota

- Penahanan rumah

- Penahanan rutan

Tenggang waktu penahanan oleh penyidik diatur dalam ketentuan Pasal 24 KUHAP

yakni 20 hari dapat diperpanjang 40 hari, dengan seijin Penuntut Umum. Penahanan

oleh Penuntut Umum diatur dalam ketentuan Pasal 25 KUHAP dengan tenggang

waktunya 20 hari dapat diperpanjang 30 hari, dengan ijin Ketua Pengadilan Negeri.

Penahanan oleh hakim Pengadilan Negeri diatur dalam ketentuan Pasal 26 KUHAP

dengan tenggang waktu 30 hari, dapat diperpanjang 60 hari dengan ijin Ketua

Pengadilan Negeri. Penahanan oleh Pengadilan Tinggi diatur dalam ketentuan Pasal

27 KUHAP dengan tenggang waktu 30 hari yang dapat diperpanjang 60 hari dengan

ijin dari Ketua Pengadilan Tinggi. Penahanan oleh Mahkamah Agung diatur dalam

ketentuan Pasal 28 KUHAP dengan tenggang waktu penahanan selama 50 hari

dengan perpanjangan 60 hari, dengan ijin Ketua Mahkamah Agung.

Terhadap tersangka atau terdakwa yang menderita gangguan fisik atau mental

berat, yang diancam dengan pidana 9 tahun lebih selain dikenakan ketentuan Pasal

24 sampai dengan pasal 28 KUHAP dapat dikenakan 30 + 30, sebagai berikut :

Penahana oleh penyidik pegenaan 30+30 dengan seijin Ketua Pengadilan Negeri.

Sedangkan keberatan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi. Penahanan

oleh Penuntut Umum pihak yangmemberikan ijin adalah Ketua Pengadilan Negeri.

Sedangkan keberatan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi. Penahanan

oleh hakim Pengadilan Negeri pengenaan 30+30 harus dengan ijin dari Ketua

Pengadilan Tinggi, sedangkan keberatan dapat diajukan kepada Ketua Mahkamah

39 | P a g e
Agung. Penahanan oleh hakim Pengadilan Tinggi pengenaan 30 +30 dengan ijin

Mahkamah Agung, keberatan dapat diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Penahanan oleh Mahkamah Agung pengenaan 30 +30 dengan ijin Ketua Mahkamah

Agung.

Pengurangan masa penahanan secara terperinci diatur dalam ketentuan Pasal

22 ayat 5 Kep. Men. Keh No. M. 14.PW.07.03/1983.

TUGAS :

1. Jelaskan bentuk dan jenis-jenis upaya paksa yang berupa penangkapan!

2. Jelaskan bentuk dan jenis-jenis upaya paksa yang berupa penahanan!

40 | P a g e
Pertemuan VII

Upaya Paksa Penyitaan dan Penggeledahan

TIK :

1. Mahasiswa Mampu Menguraikan Tentang Upaya Paksa Berupa

Penggeledahan

2. Mahasiswa Mampu Menguraikan Tentang Upaya Paksa Berupa

Pemeriksaan Surat

3. Mahasiswa Mampu Menguraikan Tentang Upaya Paksa Berupa

Penyitaan

JENIS - JENIS UPAYA PAKSA

A. Penggeledahan

Pengertian penggeledahan rumah diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 17

KUHAP, yakni : Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal

dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau

penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang. Sedangkan penggeledahan badan diatur dalam Pasal 1 butir 18

KUHAP, yakni : tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan

atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada

badannya atau dibawanya serta, untuk disita. Dari pengertian penggeledahan

rumah dan penggeledaan badan dapat diketahui bahwa penggeledahan

merupakan tindakan penyidik yang oleh undang-undang dibenarkan untuk

41 | P a g e
melakukan suatu tindakan tertentu seperti memasuki dan melakukan

pemeriksaan di rumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan

pemeriksaan terhadap badan atau pakaian seseorang, bahkan dapat pula untuk

melakukan penangkapan atau penyitaan. Namun penggeledahan hanya

dilakukan dengan tujuan demi kepentingan penyelidikan dan penyidikan agar

dapat dikumpulkan fakta dan bukti yang menyangkut suatu tindak pidana.

Pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan adalah

“penyidik” baik penyidik POLRI maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS). Kewenangan untuk melakukan penggeledahan hanya ada pada

penyidik, disebabkan penggeledahan dilakukan dalam rangka mendapatan

fakta dan bukti atas suatu tindak pidana daam rangka untuk kepentingan

penyidikan dan penyelidikan. Penyidik untuk dapat melakukan tindakan

penggeledahan terlebih dahulu harus mendapatkan ijin dari Ketua Pengadilan

Negeri. Ketua Pengadilan Negeri selain memiliki kewenangan untuk

memberikan ijin atau tidak terhadap tindakan penyidik dalam melakukan

penggeledahan juga memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan

terhadap tindakan penyidik dalam melakukan penggeledahan. Penggeledahan

yang dilakuakn oleh penyidik dalam keadaan normal atau biasa dapat

dilakukan penyidik setelah terbih dahulu meminta ijin dari Ketua Pengadilan

Negeri. Selanjutnya atas ijin tersebut Ketua Pengadilan Negeri memberikan

surat ijin penggeledahan. Secara spesifik syarat penggeledahan diatur dalam

ketentuan Pasal 33 KUHAP, yang meliputi :

1. Harus ada ijin KPN

2. Setiap kali masuk rumah :

42 | P a g e
a. Penghuni setuju, penggeledahan dapat dilakukan dengan syarat harus

ada 2 (dua) orang saksi

b. Penghuni tidak setuju, penggeledahan dilakukan dengan ijin Kepala

desa/Ketua Lingkungan RT/RW, serta 2(dua) orang saksi

3. Membuat Berita Acara (BAP) penggeledahan.

Dari syarat penggeledahan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 KUHAP

menunjukan bahwa dalam melakukan penggeledahan selain harus

mendapatkan ijin dari Ketua Pengadilan Negeri sebagai pengawasan,

penggeladahan juga harus mendapatkan ijin dari pemilik rumah yang

hendak digeledah. Tetapi penggeledahan tetap dapat dilakukan tanpa seijin

pemilik rumah dengan syarat harus disaksikan oleh kepala desa atau kepala

lingkungan serta dua orang saksi. Setelah melakukan penggeledahan

penyidik diwajibkan membuat BAP penggeledahan sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 126 dan 127 KUHAP.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP dapat diketahui bahwa

jenis penggeledahan ada 2 (dua), yakni :

1. Penggeledahan Rumah

Dalam rangka memperlancar proses penggeledahan rumah penyidik memiliki

kewenangan tertentu sebagaiamana diatur dalam ketentuan Pasal 127 KUHAP,

yang meliputi :

1. Mengadakan penjagaan terhadap rumah yang digeledah

2. Penyidik jika dianggap perlu dapat menutup tempat

3. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu untuk

tetap tinggal di tempat penggeledahan selama penggeledahan masih

berlangsung.

43 | P a g e
Dalam keadaan yang mendesak atau luar biasa penyidik dapat melakukan

penggeledahan terlebih dahulu tanpa membawa surat ijin penggeledahan dari

Ketua Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 KUHAP. Namun

segera setelah melakukan penggeledahan, penyidik harus meminta ijin dari Ketua

Pengadilan Negeri.

Pada suatu kondisi tertentu tidak menutup kemungkinan penyidik harus

melakukan penggeledahan di luar daerah hukum penyidik. Dalam kondisi

tersebut penggeledahan dapat dilakukan dengan ijin Ketua Pengadilan Negeri

tempat yang hendak digeledah dengan didampingi penyidik setempat. Prosedur

serta tata cara penggeledahan di luar wilayah hukum penyidik diatur dalam

ketentuan Pasal 36 KUHAP, yang meliputi :

1. Surat izin penggeledahan harus dimintakan dari Ketua Pengadilan Negeri di

tempat wilayah hukum kekuasaan penyidik yang bersangkutan

2. Dengan surat ijin Ketua Pengadilan Negeri tersebut penyidik melaporkan

kepada Ketua Pengadilan Negeri di daerah tempat di mana penggeledahan

akan dilaksanakan

3. Dalam pelaksanaan penggeledahan didampingi oleh penyidik dari daerah

hukum di mana penggeledahan itu akan dilakukan

Selain itu penggeledahan di luar daerah hukum penyidik dapat pula di

delegasikan kepada penyidik di daerah mana penggeledahan dilakukan. Sehingga

di samping mengirimkan surat permintaan bantuan penggeledahan sekaligus

mengirimkan surat ijin penggeledahan Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Tentang tata cara dan prosedur penggeledahan menjadi kewajiban penyidik yang

dimintai bantuan.

44 | P a g e
Penggeledahan yang dilakukan di luar daerah hukum penyidik dapat

dilakukan tanpa surat ijin Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu jika dalam

kondisi sangat mendesak dan tidak ada waktu untuk mengajukan surat ijin.

Namun setelah penggeledahan penyidik harus segera mengajukan surat ijin

penggeledahan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

2. Penggeledahan Badan

Pengertian penggeledahan badan diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat 18

KUHAP. Penggeledahan badan dapat dilakukan oleh penyidik jika diduga keras

pada badan orang yang hendak digeledah ada atau membawa suatu benda yang

mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Jadi tujuan dari

penggeledahan badan adalah untuk menyita barang yang dicari dan ditemukan

pada badan tersangka.

Penggeledahan badan dilakukan terhadap badan atau pakaian tersangka

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 18 KUHAP. Selain itu penggeledahan

badan juga dapat dilakukan terhadap rongga badan tersangka sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 37 KUHAP. Adapun yang dimaksud dalam rongga badan

dapat didasarkan pada pengertian secara anatomis yang meliputi : bagian dalam

tubuh yang dari bagian luar terdapat lobang atau rongga menuju ke bagian

dalam. Seperti rongga mulut, telinga, dubur, vagina dan sebaginya. Termasuk

bagian dalam yang tidak memiliki lubang dari luar seperti rongga dada, rongga

perut dan lain sebagainya.

Penggeledahan badan sangat erat kaitannya dengan sopan santun. Sehingga

dalam pelaksanaan penggeledahan badan seyogyanya dilakukan dengan

menghadirkan 2 orang saksi atau seorang saksi dari kalangan keluarga pihak

45 | P a g e
yang digeledah. Pelaksanaan penggeledahan badan dilakukan oleh penyidik

sesuai dengan jenis kelamin tersangka. Sehingga tersangka perempuan digeledah

oleh penyidik perempuan pula, sebagaiman diatur dalam ketentuan Pasal 37

KUHAP.

Mengingat tindakan penggeledahan merupakan bentuk pelanggaran

terhadap hak asasi manusia yang dilegalkan oleh undang-undang, maka dalam

pelaksanaannyapun diharapkan untuk tidak menimbulkan siksaan batin bagi si

pemilik rumah atau badan yang hendak digeledah. Oleh karena itu Stbl No. 84

Pasal 3 melarang penggeledahan rumah dilakukan pada malam hari kecuali

dalam kondisi mendesak. Hendaknya penggeledahan dilakukan pada siang hari

dengan mempertimbangkan waktu yang tepat dalam rangka menghindari akibat

sampingan yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental anak-anak dan

keluarga tersangka.

Pembuat undang-undang telah memberikan penghormatan pada tempat-

tempat tertentu yang menjadikan penyidik dilarang memasuki tempat tersebut

dan melakukan penggeledahan di dalamnya, selain tertangkap tangan. Adapun

tempat-tempat yang tidak dapat dimasuki oleh penyidik dan dilakuakn

penyidikan diatur dalam ketentuan Pasal 35 KUHAP, yang meliputi :

1. Ruang sedang berlangsungnya sidang MPR, DPR, DPRD

2. Tempat sedang berlangsungnya ibadah dan atau upacara keagamaan

3. Ruang sedang berlangsungnya sidang pengadilan

B. Pemeriksaan Surat

Pasal 47 KUHAP menyebutkan bahwa : “Penyidik berhak memuka,

memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos atau

46 | P a g e
telekomunikasi, jawatan atau perusahaan telekomunikasi atau pengangkutan”.

Penertian dari surat lain dijelaskan dalam penjelasan Psal 47 KUHAP yakni

“surat yang tidak langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang

diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan yang kuat”. Dari penjelasan

tersebut dapat diketahui bahwa pengertian surat adalah surat yang mempunya

hubungann dengan tindak pidana atau perkara yang sedang diperiksa akan

tetapi hubungannya tidak langsung, namun diharapkan memeberi petunjuk

terhadap pemeriksaan perkara. Pemeriksaan surat dapat dilaksanakan oleh

semua instansi mulai dari penyidikan, penuntutan dan persidangan pengadilan.

Namun yang perlu ditegaskan dalam hal penyidikan pihak yang memiliki hak

untuk melakukan tindakan “pemeriksaan atau “penyidikan atas surat menjadi

wewenang penyidik. Penyidik dalam rangka melakukan pemeriksaan atau

penyidikan atas surat terlebih dahulu harus mendapatkan ijin dari Ketua

Pengadilan Negeri.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 131 dan Pasal 132 KUHAP

pemeriksaan terhadap surat didasarkan pada bentuk surat atau tulisan yang

terdiri atas :

1. Bentuk surat atau tulisan yang dicurigai

Dalam peraturan perundang-undangan tidak dijelaskan syarat atau alasan

yang dapat dijadikan dasar sebagai kecurigaan atas surat atau tulisan. Oleh

karena itu kecurigaan terhadap surat bersifat kasuistis, yang mana berdasar

pada kasus. Sehingga jika penyidik memiliki kecurigaan yang kuat

terhadap suatu surat atau tulisan maka penyidik berhak melakukan

pemeriksaan atau penyidikan atas surat dengan tetap mengindahkan aturan

dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 130 dan Pasal 132 KUHAP.

47 | P a g e
2. Surat yang dapat memberi keterangan

Bentuk dan ciri surat yang dapat memberikan keterangan dijelaskan

dalam Pasal 131 KUHAP, yakni : “Dalam suatu tindak pidana sedemikian

rupa sifatnya sehingga ada dugaan kuat dapat diperoleh keterangan dari

berbagai surat, buku atau kitab, daftar, dan sebaginya, penyidik segera

pergi ke tempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa

surat buku atau kitab dan sebagainya dan jika perlu menyitanya”. Dari

ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa penyidik dapat meakukan

pemeriksaan maupun penyitaan terhadap surat, buku atau kitab dan

sebagainya yang diduga kuat berhubungan dengan suatu tindak pidana.

Pelaksanaan pemeriksaan atau penyidikan atas surat oleh penyidik harus

berpedoman pada ketentuan Pasal 129 KUHAP.

3. Bentuk dan cara pemeriksaan surat palsu

Bentuk dan cara pemeriksaan surat palsu diatur dalam ketentuan Pasal

132 KUHAP. Pihak yang memeiliki kewenangan untuk melakukan

penyidikan terhadap surat palsu adalah penyidik. Penyidik dalam

melaksanakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap surat palsu

didasarkan pada : a) pengaduan b) dugaan yang kuat adanya surat palsu

atau yang dipalsukan. Dalam rangka penyidikan terhadap surat palsu

penyidik tetap harus terlebih dahulu mendapatkan ijin dari Ketua

Pengadilan Negeri.

C. Penyitaan

Pengertian penyitaan diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 16 KUHAP

yang berbunyi “serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau

menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,

48 | P a g e
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam

penyidikan, penuntutan dan peradilan”. Dari pengertian penyitaan dapat

diketahui bahwa tujuan dari penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian

terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan.

Pihak yang dapat melakukan penyitaan adalah “penyidik”, hal ini

ditegaskan dalam Pasal 38 KUHAP. Penyitaan hanya dapat dilakukan dalam

tingkat penyidikan saja. Syarat untuk dapat dilakukannya penyitaan diatur

dalam ketentuan Pasal 38 KUHAP, yakni :

1. Harus ada ijin Ketua Pengadilan Negeri

2. Dikhawatirkan tersangka : a) melarikan diri, b) mengulangi tindak pidana,

c) benda yang akan disita akan dimusnahkan atau dihilangkan

Dalam keadaan yang mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa

surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri. Namun hanya benda bergerak saja

yang dapat disita dalam kondisi yang mendesak. Setelah penyidik melakukan

penyitaan, selanjutnya penyidik wajib segera melaoprkan tindakan penyitaan

guna mendapatkan surat ijin penyitaan.

Dalam kondisi tertangkap tangan Pasal 41 KUHAP memeberikan

kewenangan kepada penyidik untuk dapat langsung menyita benda atau

sesuatu yang :

- Ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana

- Benda atau alat yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan

tindak pidana

- Benda lain yang dapat digunakan sebagai barang bukti.

Selanjutnya Pasal 41 KUHAP memperluas kewenangan penyidik yang

meliputi segala macam jenis dan bentuk surat atau paket :

49 | P a g e
- Menyita paket atau surat

- Atau benda yang pengangkutan atau pengirimannya dilakukan oleh kantor

pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau

pengangkutan

- Asalkan sepanjang surat atu paket atau benda tersebut diperuntukan atau

berasal dari tersangka

- Namun dalam penyitaan benda-benda pos dan telekomunikasi yang demikian,

penyidik harus membuat “surat tanda terima” kepada tersangka atau kepada

jawatan atau perusahaan telekomunikasi maupun pengangkutan dari mana

benda atau surat itu disita.

Selain penyitaan langsung KUHAP juga mengatur masalah penyitaan

tidak langsung, yang mana penyidik mengajak yang bersangkutan untuk

menyerahkan sendiri barang yang henak disita secara sukarela. Tata cara

pelaksanaan penyitaan secara tidak langsung diatur dalam ketentuan Pasal 42

KUHAP.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 16 KUHAP penyitaan hanya

dapat dilakukan terhadap benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana.

Secara garis besar benda yang dapat disita dibagi menjadi 3 kelompok,

meliputi :

1. Corpora Delicti, yakni benda yang merupakan hasil dari tindak pidana.

Misalnya : motor hasil curian.

2. Instrumenta Delicti, yakni alat yang digunakan untuk melakukan tindak

pidana. Misalnya pisau yang dilakukan untuk membunuh.

3. Sidik Jari

50 | P a g e
Secara khusus benda yang dapat disita diatur dalam ketentuan Pasal 39

KUHAP.

Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik tidak menutp kemungkinan

dilakukan terhadap benda terlaarang, meliputi : senjata api tanpa izin, bahan

peledak, bahan kimia tertentu dan lain sebaginya. Selain itu penyidik

kemungkinan juga menyita barang yang dilarang unuk diedarkan seperti :

narkotik, buku atau majalah serta film porno, maupun uang palsu daln lain

sebaginya. Terhadap barang terlarang dan benda yang dilarang untuk diedarkan

maka penyidik dapat melakukan 2 hal :

- Benda tersebut dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara,

maksudnya adalah benda yang harus diserahkan kepada Departemen yang

bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku (Pasal 45 ayat 1 KUHAP)

- Benda terlarang atau benda yang dilarang untuk diedarkan tersebut

dimusnahkan.

Benda sitaan setelah digunakan oleh penyidik untuk pembuktian, sebagai

barang bukti di muka sidang pengadilan maka penyidik dapat

mengembalikannya. Pengembalian benda sitaan diatur dalam ketentuan Pasal

46 KUHAP yang mengatur tentang syarat benda sitaan dapat dikembalikan,

yakni :

1. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi

2. Perkara tidak jadi dituntut karena a) tidak cukup bukti b) bukan merupakan

tindak pidana

51 | P a g e
3. Perkara dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara ditutup

demi hukum. Kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu tindak pidana atau

yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.

PENANGGUHAN PENAHANAN DAN PENGALIHAN PENAHANAN

A. Penangguhan Penahanan

Penangguhan penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 31 KUHAP. Berdasar

dari ketentuan Pasal 31 KUHAP yang dimaksud dengan penanguhan adalah

adalah penangguhan tahanan tersangka atau terdakwa dari penahanan,

mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu

penahannya berakhir. Sehingga pada penangguhan penahanan pelaksanaan

penahanan masih sah dan resmi serta masih berada dalam batas waktu

penahanan yang dibenarkan oleh undang-undang. Namun pelaksananaan

penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tahanan setelah instansi yang

menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang harus dipenuhi oleh

tahanan atau orang lain yang bertindak menjamin penangguhan. Pihak yang

dapat mengajukan penanguhan penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 31 ayat

1 KUHAP, yang meliputi :

- Karena permintaan tersangka atau terdakwa

- Permintaan tersebut disetujui oleh instansi yang menahan atau yang

bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan

jaminan yang telah ditetapkan

- Ada persetujuan dari orang tahanan untuk mematuhi syarat yang

ditetapkan serta memenuhi jaminan yang ditentukan

52 | P a g e
Syarat penagguhan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 31 KUHAP yang meliputi

- Wajib lapor

- Tidak keluar rumah

- Tidak keluar kota

Jaminan dari penangguhan penahanan diatur lebih rinci dalam ketentuan Bab X

Pasal 35 dan 36 PP No. 27/1983, yang terdiri atas :

1. Jaminan penangguhan berupa uang

Dalam ketentuan Pasal 8 huruf a Kep. Men.Keh No. M. 14-PW.07.03/1983

pihak yang menentukan jumlah uang yang digunakan untuk jaminan

penangguhan ditentuka oleh pejabat instansi yang menahan. Jumlah uang

jaminan tersebut selanjutnya disebutkan secara jelas di dalam perjanjian

penangguhan. Dalam prakteknya jika pemohon melanggar ketentan dalam

perjanjian penangguhan seperti melarikan diri maka uang jaminan yang

dititipkan pada panitera dengan sendirinya menjadi milik negara,

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 ayat 2 PP No. 27/ 1983. Uang

jaminan penahanan dapat dikembalikan kepada pemohon penangguhan

dengan syarat : a) penangguhan penahanan dicabut kembali b) berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

2. Jaminan penangguhan berupa orang

Jaminan penangguhan berupa orang diatur dalam ketentuan Pasal 36 PP

No. 27/1983 dan angka 8 huruf c, f dan l Lampiran Keputusan Men. Keh No.

M.14-PW.07.03/1983. Jaminan penangguhan berupa orang berupa perjanjian

penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan

sukarela sebagai jaminan. Orang yang menjadi penjamin dapat dilakukan

53 | P a g e
oleh penasihat hukum terdakwa, keluarga tahanan, maupun orang lain yang

tidak mempunyai hubungan apapun dengan tahanan. Orang yang menjadi

jaminan penahanan hendaklah memberikan pernyataan dan kepastian kepada

instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul

segala resiko dan akibat yang timbul jika tahanan melarikan diri.

B. Pengalihan Penahanan

Kewenangan pengalihan penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 23

KUHAP. Pihak yang memiliki kewenangan untuk mengalihkan penahanan adalah

penyidik atau penuntut umum atau hakim. Saat beralihnya tanggung jawab yuridis

penahanan dari penyidik kepada penuntut umum diatur dalam ketentuan Pasal 21

huruf a Lampiran Kep. Men. Keh No. M. 14-PW.07.03/1983 yang menyatakan

bahwa : “penahanan dalam tingkat penyidikan akan habis masa berlakunya sejak

diserahkannya tanggung jawab penahanan kepada penuntut umum”. Dari Lampiran

Kep. Men. Keh tersebut dapat diketahui bahwa peralihan tanngung jawab penahanan

dari tingkat penyidik beralih sejak diserahkannya tanggung jawab penahanan kepada

penuntut umum. Lebih lanjut mengenai kapan dan tata cara pengalihan penahanan

dari enyidik kepada penuntut umum diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat 3, Pasal 110

ayat 2 dan 4, serta Pasal 138 ayat 1 KUHAP.

Petunjuk peralihan penahanan dari Penuntut Umum kepada Pengadilan

Negeri diatur dalam angka 21 huruf b dan c Lampiran Kep. Men. Keh No. M. 14 –

PW. 07.03/1983 yang mengatur bahwa :

- Dalam acara pemeriksaan biasa, masa berlakunya penahanan dalam penuntutan

akan habis sejak dilimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan

- Dalam acara pemeriksaan singkat, masa berlakunya penahanan dalam

penuntutan akan habis waktunya semenjak penyidangan perkara tersebut

54 | P a g e
Peralihan penahanan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi ditegaskan dalam

ketentuan Pasal 238 ayat 2 KUHAP yang berbunyi “ wewenang untuk menentukan

penahanan beralih ke Pengadilan Tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding”

. Dari ketentuan pasal tersebut jelas disebutkan bahwa peralihan penahanan dari

Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi terhitung sejak diajukannya permintaan

banading.

Peralihan yuridis penahanan dari tingkat banding ke tingkat kasasi ditegaskan

dalam ketentuan Pasal 253 ayat 4 KUHAP yang berbunyi “wewenang untuk

menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya permintaan

Kasasi”. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa pennetuan patokan peralihan

kewenangan Mahkamah Agung terhitung sejak permintaan kasasi.

TUGAS :

1. Apa yang dimaksud dengan Penggeledahan?

2. Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Surat?

3. Apa yang dimaksud dengan Penyitaan?

55 | P a g e
Pertemuan VIII

Praperadilan, Ganti Rugi dan Rehabilitasi

TIK : Mahasiswa dapat memahami praperadilan, ganti rugi dan rehabilitasi

Lembaga praperadilan muncul sebagai penyeimbang dari adanya upaya paksa yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam system peradilan pidana. Sejatinya

semua upaya paksa adalah pelanggaran atas Hak Asasi Manusia yang diperbolehkan

oleh UU, lembaga praperadilan adalah kontrol akan pelaksanaan upaya paksa

tersebut.

Didalam KUHAP, praperadilan diatur pada Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 dimana

disebutkan dalam pokok tentang Praperadilan. Ciri dan eksistensi dari lembaga

praperadilan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada PN, dan sebagai

lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkatan PN sebagai satuan tugas

yang tidak terpisah dari PN

Dengan demikian, Praperadilan bukan berada diluar atau disamping maupun

sejajar dengan PN, tapi hanya merupakan divisi dari pengadilan negeri

Administrasi yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan PN

dan berada dibawah pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua PN

Tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial PN

itu sendiri

Hakim tunggal

56 | P a g e
Bentuk putusan berupa penetapan

Wewenang dari lembaga praperadilan disebutkan dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP

sebagai berikut:

a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan;

b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Terkait dengan penghentian penuntutan, pada konteks ini tidak termasuk

penyampingan perkara demi kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam UU

No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI pada Pasal 35 huruf C. Jika kita melihat

kewenangan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP saja tidaklah cukup, karena

pengaturan wewenang praperadilan juga diatur dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP

tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi yang diatur dalam Pasal 97 KUHAP.

Berdasarkan ketentuan Pasal 77 jo Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP dapatlah diketahui

bahwa selain mengenai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan, upaya paksa lain seperti tidak sahnya

penggeledahan, tidak sahnya penyitaan dan tidak sahnya pemeriksaan surat dapat

diajukan praperadilan.

Penegasan atas lembaga praperadilan ini selain dapat kita lihat pada pengaturan Bab

Wewenang Pengadilan untuk Mengadili Bagian kesatu KUHAP, disebutkan pula

pada Pasal 78 KUHAP bahwa yang melaksankan kewenangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP adalah lembaga Praperadilan. Yang dipimpin oleh

57 | P a g e
hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang

panitera.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan dijelaskan sebagai berikut:

1. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau

penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua

pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya didasarkan atas ketentuan

Pasal 79 KUHAP

2. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan

atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak

ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebutkan alasannya berdasarkan ketentuan Pasal 80 KUHAP

3. Menurut ketentuan Pasal 81 KUHAP, permintaan ganti kerugian dan atau

rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat

sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau

pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan

menyebut alasannya. Terkait dengan makna pihak ketiga dapat diartikan pula

termasuk korban dari suatu tindak pidana sebagaimana dalam perkara SKPP

Bibit-Candra.

Hal-hal terkait dengan prosedur pengajuan praperadilan diatur secara tegas dalam

Pasal 82 KUHAP dan yang harus dipahami dijelaskan sebagai berikut:

1. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan , hakim yang ditunjuk

menetapkan hari sidang;

58 | P a g e
2. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau

penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,

permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya

penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau

penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,

hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari

pejabat yang berwenang;

3. pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh

hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;

4. dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri,

sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum

selesai, maka permintaan tersebut gugur;

5. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan

untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan

oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

Didalam ketentuan Pasal 82 ayat 2 KUHAP disebutkan bahwa putusan hakim dalam

acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Selain

itu, isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat

2 KUHAP juga memuat hal sebagai berikut :

1. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan

tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat

pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;

59 | P a g e
2. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau

pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib

dilanjutkan;

3. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan

tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian

dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian

penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka

dalam putusan dican tumkan rehabilitasinya;

4. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak

termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda

tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu

disita.

5. Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 dan Pasal 95.

Berdasarkan ketentuan Pasal 83 disebutkan bahwa terhadap putusan praperadilan

dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat

dimintakan banding. Dikecualikan dari ketentuan tersebut adalah putusan

praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau

penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi

dalam daerah hukum yang bersangkutan. Dari uraian Pasal 83 dapat diketahui bahwa

putusan praperadilan terhadap sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, ganti

kerugian, rehabilitasi dan sah tidaknya upaya paksa merupakan putusan terakhir

tanpa upaya hukum. Yang dapat diajukan banding hanya sebagaimana disebutkan

dalam ketentuan Pasal 83 ayat 2 KUHAP. Terkait dengan adanya upaya hukum

Kasasi masih menjadi perdebatan, namun dalam prakteknya dalam kasus SKPP

60 | P a g e
Bibit-Candra hal tersebut diperbolehkan meskipun putusan kasasi atas perkara

tersebut hanya menguatkan putusan Banding tanpa menambah hal apapun.

Sifat putusan dalam praperadilan adalah Declaratoir maupun Condemnatoir. Putusan

bersifat Declaratoir dapat terlihat ketika Hakim menyatakan tentang sah atau tidak

penghentian penyidikan atau penuntutan maupun sah tidaknya upaya paksa. Untuk

jenis sifat yang kedua terlihat ketika amar putusan praperadilan menyebutkan adanya

kewajiban untuk memenuhi hal tertentu seperti ganti rugi ataupun rehabilitasi.

GANTI RUGI

Ganti kerugian dan konsep penggabungan ganti kerugian harus dipahami sebagai dua

hal yang berbeda. Kharakteristik penggabungan ganti kerugian dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Yang ditimbulkan oleh tindak pidana itu sendiri

Ditujukan kepada terdakwa

Digabung dan diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara yang

didakwakan

Ketentuan mengenai penggabungan ganti kerugian diatur dalam Bab XIII

Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian Pasal 98 sampai dengan Pasal 101

KUHAP.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggabungan perkara gugatan ganti

kerugian:

61 | P a g e
1. Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu

pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian

bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat

menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada

perkara pidana itu.

2. Permintaan sebagaimana dimaksud pada poin 1 hanya dapat diajukan

selambat-lambatnya sebelum penuntut umum . mengajukan tuntutan pidana.

Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-

lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

3. Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada

perkara pidana sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 98, maka pengadilan

negeri menimbang tentang kewenangannya untuk mengadili gugatan tersebut,

tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman penggantian biaya

yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut.

4. Kecuali dalam hal pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang mengadili

gugatan atau gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, putusan hakim hanya

memuat tentang penetapan hukuman penggantian biaya yang telah

dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.

5. Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan

tetap, apabila putusan pidananya juga mendapat kekuatan hukum tetap.

6. Apabila terjadi penggabungan antara perkara perdata dan perkara pidana,

maka penggabungan itu dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan

tingkat banding.

7. Apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan banding,

maka permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan.

62 | P a g e
8. Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti

kerugian sepanjang dalam undang-undang ini tidak diatur lain.

Dengan masuknya konsep penggabungan ganti kerugian dalam perkara pidana,

terdapat sisi positif maupun negative. Untuk yang pertama, korban segera

mendapatkan ganti kerugian atas apa yang dia derita sedangkan untuk kedua, bagi

terdakwa proses menjadi lebih lama, dia sekaligus diperiksa sebagai tergugat.

Terakait dengan pokok bahasan ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 95

sampai dengan Pasal 96 KUHAP dijelaskan sebagai berikut:

1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena

ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan

yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau

hukum yang diterapkan.

2. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau

penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau

karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana

dimaksud dalam poin 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus

di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

3. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh

tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang

berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

63 | P a g e
4. Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada poin

1 ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah

mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

5. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada no 4 mengikuti

acara praperadilan.

Berdasarkan jenis putusannya, putusan pemberian ganti kerugian berbentuk

penetapan. Penetapan sebagaimana dimaksud juga memuat dengan lengkap semua

hal yang dipertimbangkan (ratio decidendi) sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa gugatan ganti kerugian dapat melalui

praperadilan maupun kepada pengadilan yang mengadili perkara yang bersangkutan.

Beda ganti rugi melalui prosedur praperadilan dan melalui prosedur pengadilan yang

mengadili perkara yang bersangkutan dijelaskan bahwa jika tidak sampai

dilimpahkan ke Pengadilan maka Praperadilan sebaliknya maka ke pengadilan

yang mengadili perkara yang bersangkutan. Pengaturan lebih lanjut mengenai

ganti rugi dalam KUHAP diatur dalam Peraturan Pemerintah R.I No 27 Tahun 1983

Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mulai Pasal 7

sampai dengan Pasal 11.

REHABILITASI

Rehabilitasi merupakan pemulihan bagi tersangka /terdakwa yang telah disangka

melakukan suatu tindak pidana namun hasil perkembangan pemeriksaan maupun

hasil putusan pengadilan menyatakan bebas (Vrijpraak) atau lepas dari segala

tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Pengaturan mengenai Rehabilitasi

64 | P a g e
dapat dilihat pada Pasal 97 KUHAP dan Peraturan Pemerintah R.I No 27 Tahun

1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mulai Pasal

12 sampai dengan Pasal 14. Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut:

1. Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus

bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan

pengadilan sebagaimana dimaksud dalam poin 1.

3. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan

tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai

orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95

ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh

hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

Amar putusan yang berisi tentang Rehabilitasi disebutkan dalam Pasal 14 Peraturan

Pemerintah R.I No 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana sebagai berikut

a. Amar Putusan dari Pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai berikut

”Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya”.

b. Amar Penetapan dari praperadilan mengenai rehabilitasi berbunyi sebagai

berikut ”Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan

harkat serta martabatnya”.

TUGAS:

65 | P a g e
1. Apa yang dimaksud dengan praperadilan?

2. Apa yang dimaksud dengan konsep ganti rugi dalam proses hukum

acara pidana?

3. Apa yang dimaksud dengan rehabilitasi?

66 | P a g e
Pertemuan IX

Penuntut Umum dan Surat Dakwaan

TIK : Mahasiswa dapat menjelaskan penuntut umum dan surat dakwaan.

KUHAP membedakan definisi Jaksa dengan Penuntut Umum sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1 angka 6, dijelaskan sebagai berikut:

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Pasal 13

KUHAP juga memberikan definisi yang sama dengan Pasal 1 angka 6.

Berdasarkan definisi ini terlihat bahwa KUHAP hanya mengenal istilah Jaksa dengan

Penuntut Umum, namun dalam praktek muncul istilah baru yang diberi nama Jaksa

Penuntut Umum yang sebenarnya merujuk pada definisi Penuntut Umum.

Adapun kewenangan dari Penuntut Umum diatur dalam Pasal 14 KUHAP yakni:

1. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

penyidik pembantu;

2. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan

memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi

petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

67 | P a g e
3. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan

lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan

oleh penyidik;

4. membuat surat dakwaan;

5. melimpahkan perkara ke pengadilan;

6. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan

waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

7. melakukan penuntutan;

8. menutup perkara demi kepentingan hukum;

9. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai

penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini. Yang dimaksud

dengan tindakan lain ialah antara lain meneliti identitas tersangka, barang

bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara

penyidik, penuntut umum dan pengadilan.

10. melaksanakan penetapan hakim.

Sebelum membahas lebih mendalam tentang Penuntut Umum, dijelaskan tentang

kapan perpindahan tanggung jawab yuridis dari Penyidik ke pada Penuntut Umum

terjadi. Pasal 8 ayat 2 KUHAP menyebutkan bahwa Penyidik menyerahkan berkas

perkara kepada penuntut umum. Adapun penyerahan berkas perkara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal tersebut dilakukan:

a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;

68 | P a g e
b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung

jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Bolak balik berkas perkara dari penyidik kepada Penuntut Umum terjadi pada

tahapan pertama sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 huruf a KUHAP atau

yang biasa dikenal dengan peristilahan Prapenuntutan. R Seosilo menyebutkan

bahwa Prapenuntutan terjadi dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh penyidik

terhadap kekurang sempurnaan, penuntut umum wajib mengembalikan berkas

yang belum sempurna itu kepada penyidik untuk diperbaiki atau disempurnakan,

dengan memberikan petunjuk-petunjuknya. Petunjuk-petunjuk tersebut dimasyarakat

dikenal dengan symbol-symbol seperti:

• P 17 Permintaan Perkembangan Hasil Penyidikan

• P18 Pemberitahuan Hasil Penyidikan Belum Lengkap

• P19 Pengembalian berkas Perkara untuk dilengkapi

• P20 Hasil Penyidikan tambahan perkara oleh penyidik

• P21 Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap

Pada tahapan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 huruf a

merupakan tahapan yang masih masuk dalam tataran penyidikan dalam arti belum

terjadi perpindahan tanggung jawab yuridis dari penyidik kepada Penuntut Umum.

Perpindahan yuridis baru terjadi ketika penyidikan sudah dianggap selesai yang

ditandai dengan symbol P21 dimana penyidik menyerahkan tanggung jawab atas

tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Pasal 8 ayat 3 huruf b

KUHAP).

69 | P a g e
Setelah penyerahan yuridis terjadi dari penyidik kepada Penuntut Umum, maka

beralih juga semua kewenangan dari Penyidik kepada Penuntut Umum, terkait juga

dengan isu penahanan terhadap tersangka. Pada tahapan ini, tersangka, terdakwa atau

advokadnya dapat mengajukan permohonan penangguhan penahanan maupun

pengalihan jenis penahanan. Penangguhan penahanan didasarkan pada ketentuan

Pasal 31 KUHAP sebagaimana disebutkan sebagai berikut “Atas permintaan

tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan

kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan

atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

Lebih lanjut dijelaskan karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim

sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau

terdakwa melanggar syarat yang ditentukan. Untuk pengalihan jenis penahanan

tersangka, terdakwa atau advokadnya dapat mengajukan permohonan pengalihan

jenis penahanan tersebut berdsarkan ketentuan Pasal 23 KUHAP yang menyebutkan

bahwa Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk meng alihkan

jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22. Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan

surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang

tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan

kepada instansi yang berkepentingan.

Penuntut Umum yang telah menerima penyerahan yuridis dari penyidik menurut

ketentuan Pasal 143 ayat 1 melimpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri.

Selengkapnya Pasal tersebut berbunyi penuntut umum melimpahkan perkara ke

pengadilan negeri dengan permintaan agar. segera mengadili perkara tersebut disertai

dengan surat dakwaan. Surat Pelimpahan perkara disampaikan kepada Pengadilan

70 | P a g e
Negeri dimana turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan

kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat

yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke

pengadilan negeri. Surat Pelimpahan perkara adalah surat pelimpahan perkara itu

sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara.

SURAT DAKWAAN

Surat Dakwaan berdasarkan prinsip litis contestation merupakan dasar sekaligus

batas bagi pemeriksaan dan penilaian dipersidangan, oleh karena itu dalam

menjatuhkan putusan tidak boleh lebih atau kurang dari tindak pidana yang

didakwakan. Fungsi surat dakwaan kemudian dapat dijelaskan sebagai berikut: Bagi

Penuntut umum

1. Dasar melakukan penuntutan

2. Dasar pembuktian

3. Dasar melakukan upaya hukum

Bagi terdakwa / penasihat Hukum

1. Mengetahui dengan tepat dan teliti tentang apa yang didakwakan kepadanya

2. Dapat mempersiapkan pembelaan dan atau mengajukan bukti yang

sebaliknya

3. Dasar melakukan upaya hukum

Bagi Hakim

71 | P a g e
“merupakan litis contestatio yaitu sebagai dasar sekaligus batas bagi pemeriksaan

dan penilaian dipersidangan, oleh karena itu dalam menjatuhkan putusan tidak boleh

lebih atau kurang dari tindak pidana yang didakwakan”

Adapun dasar hukum surat dakwaan dapat dilihat pada Pasal 143 KUHAP dimana

dalam ayat 2 nya ditentukan syarat sebagai berikut:

Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani

serta berisi :

a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;

b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan

dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) huruf b batal demi hukum. Surat Dakwaan dibuat ketika Penuntut Umum

berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan. Pasal 140 ayat

1 menyebutkan Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan

dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Secara konseptual yang harus dipahami tentang Surat Dakwaan adalah penataan

konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan terdakwa yang terungkap sebagai hasil

penyidikan dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan tersebut

dengan unsur-unsur pidana sesuai dengan ketentuan UU pidana yg bersangkutan.

72 | P a g e
Terkait dengan syarat materiil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf

b KUHAP, terdapat kata-kata cermat, uraian secara jelas dan lengkap maka dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Cermat: dituntut ketelitian dalam penyusunannya

b. Uraian secara jelas: adanya uraian kejadian atau fakta yang jelas dalam Surat

Dakwaan

c. Lengkap: Memuat semua unsur Tindak Pidana yang didakwakan

Dalam melihat Surat Dakwaan harus diperhatikan beberapa hal sebagaimana

disebutkan berikut sebagai gambaran lengkap:

1. Tindak Pidana yang dilakukan

2. Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut

3. Dimana Tindak Pidana dilakukan

4. Kapan Tindak Pidana dilakukan

5. Bagaimana Tindak Pidana dilakukan

6. Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut ( u. delik materiil)

7. Apakah yg mendorong terdakwa melakukan Tindak pidana tersebut

8. Ketentuan Pidana yg diterapkan

Dalam praktek, surat dakwaan dapat berbentuk:

• Dakwaan Tunggal

• Dakwaan Kumulatif

• Dakwaan Alternatif

• Dakwaan Subsideritas

• Kombinasi

73 | P a g e
Dakwaan Tunggal dijelaskan sebagai berikut

- Hanya satu pasal saja yang didakwakan

- Hal yang melatar belakangi adalah: Pembuktiannya mudah sebagai contoh

ada pengakuan dari terdakwa

- Resikonya jika tidak terbukti maka dibebaskan

- Ex: hanya didakwa Ps.362 KUHP.

Dakwaan Kumulatif:

- Ada kata “dan”

- Ada concursus

- Seseorang atau lebih melakukan beberapa tindak pidana yang berdiri sendiri2

dan harus dibuktikan semuanya

- Tidak boleh satu rumpun ( kepentingan hukum ) apakah mungkin

melanggar 340 dan 338 ?

- Kepentingan hukum

1. Nyawa manusia ( ps 338 KUHP )

2. Badan/tubuh manusia ( ps 351 KUHP )

3. Kehormatan ( ps 310 KUHP )

4. Kemerdekaan ( ps 333 KUHP)

5. Harta benda ( ps 362 KUHP )

Kesemua dakwaan harus dibuktikan dan Ps. Yang tidak terbukti harus

dinyatakan dengan tegas

Ex: Kesatu: Pembunuhan Ps. 338 KUHP, dan

74 | P a g e
Kedua : Pencurian dengan Pemberatan Ps. 363 KUHP,dan

Ketiga : Perkosaan Ps. 285 KUHP

Dakwaan Alternatif:

• Dakwaan disusun secara berlapis dimana lapisan yang satu merupakan

alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya

• Menggunakan kata ‘ atau ‘

• Terdakwa secara faktual/nyata didakwa lebih dari 1 tindak pidana, tetapi pada

hakikatnya terdakwa hanya dipersalahkan satu tindak pidana

• Hakim bebas memilih langsung memeriksa salah satu dakwaan yang

dianggap terbukti tenpa terikat urutan dakwaan

• Keduanya langsung dipaparkan secara simultan mengenai unsur-unsur tindak

pidananya

• Satu rumpun atau kepentingan hukum ex.340 atau 338

• Misal: Pertama: Pencurian (Ps.362 KUHP), atau

Kedua : Penadahan (Ps.480 KUHP)

Dakwaan Subsideritas dijelaskan sebagai berikut:

• Dakwaan juga berlapis seperti bentuk alternative namun fungsinya berbeda

yakni lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya

• Ada kata primer,subsider, lebih subsider…..

• Pembuktiannya berjenjang ( jika primernya sudah terbukti maka yang lain

tidak perlu dibuktikan)

75 | P a g e
• Dakwaan terberat (primair) diperiksa lebih dahulu ( berdasarkan urutan

sanksi pidana terberat)

• Ex. Primer 340

Subsider 338

lebih subsider 351 (3)

Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dalam putusan

Dakwaan Kombinasi sebagai berikut:

• Dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternative atau subsider

• Latar belakangnya karena perkembangan kriminalitas yg makin kompleks

modus operandinya

• Contoh:

Kesatu:

Primer : Pembunuhan berencana (Ps.340)

Subsidair : Pembunuhan biasa (Ps.338)

Lebih subsidair : Penganiayaan (Ps. 351 (3))

Kedua:

Primer : Pencurian dg pemberatan (Ps363)

Subsidair : Pencurian (Ps.362); dan

76 | P a g e
Ketiga:

Perkosaan (Ps.285)

TUGAS :

1. Jelaskan perbedaan antara jaksa dan penuntut umum?

2. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan surat

dakwaan?

77 | P a g e
Pertemuan X

Pemeriksaan Perkara Pidana

TIK : Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat memahami prosedur

dan kewenangan dalam pemeriksaan perkara pidana

Setelah penyerahan tahap kedua dari penyidik kepada Penuntut Umum, beralihlah

segala tanggung jawab yuridis dimana segera Penuntut Umum harus membuat Surat

Dakwaan dan melimpahkan perkaranya ke Pengadilan. Pada waktu pelimpahan

perkara telah dilakukan, Ketua Pengadilan Negeri mempelajari apakah berwenang

atau tidak berdasarkan ketentuan Pasal 147 KUHAP. Ada dua kemungkinan setelah

Ketua Pengadilan Negeri mempelajari yakni menyatakan dirinya berwenang atau

menyatakan dirinya tidak berwenang. Dalam hal ketua pengadilan negeri

berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang

dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan

surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap

berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya. Surat

pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya

kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di

tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.Turunan surat

penetapan disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik. Dalam

hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara yang dimaksud dari

kejaksaan negeri semula, ia membuat surat pelimpahan perkara baru untuk

disampaikan ke Pengadilan negeri yang tercantum dalam surat ketetapan.

78 | P a g e
Pasal 149 KUHAP memberikan landasan hukum bagi Penuntut Umum untuk

mengajukan keberatan jika Ketua Pengadilan Negeri menyatakan dirinya tidak

berwenang. Adapun prosedurnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) mengajukan perlawanan kepada Pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam

waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima;

b) tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya

perlawanan;

c) perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;

d) dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut

kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan

Kemudian dalam Pasal 149 ayat 2 KUHAP disebutkan bahwa Pengadilan tinggi

dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut

dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan. Berdasarkan

ketentuan ini, jika pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka

dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan

untuk menyidangkan perkara tersebut. Jika sebaliknya maka pengadilan tinggi

mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang

bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dimungkinkan adanya konflik antar dua institusi

dalam system peradilan pidana yakni antara Institusi Kejaksaan dan Institusi

Pengadilan. Selain itu, konflik juga mungkin muncul antar pengadilan. Pasal 150

KUHAP menerangkan bahwa sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:

79 | P a g e
a. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas

perkara yang sama;

b. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili

perkara yang sama

Jika terjadi sengketa wewenang mengadili dijelaskan dalam Pasal 151 sebagai

berikut:

1. Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan

negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.

2. Mahkarnah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir-semua sengketa

tentang wewenang mengadili :

a. antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari

lingkungan peradilan yang lain;

b. antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum

pengadilan tinggi yang berlainan;

c. antara dua pengadilan tinggi atau lebih.

Adapun dalam menentukan berwenang atau tidaknya suatu pengadilan mengadili

perkara pidana didasarkan pada ketentuan Pasal 84 KUHAP yang dijelaskan

sebagai berikut:

A. Berdasakan ketentuan Pasal 84 ayat 1 penentuan tersebut didasarkan atas

locus delikti. Selengkapnya bunyi Pasal tersebut adalah sebagai berikut

“Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak

pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”. Permasalahan muncul

ketika mempergunakan alat atau jika akibat yang ditimbulkan berada

80 | P a g e
diwilayah hukum yang berbeda. Oleh karena itu dapat digunakan teori-teori

yang ada dalam Hukum Pidana terkait penentuan locus delikti sebagai

berikut:

1. Teori perbuatan materiil (perbuatan dan akibat terjadi pada satu wilayah

hukum)

2. Teori alat / instrument (alat yang dipergunakan dan dengan alat itu tindak

pidana diselesaikan dari suatu tempat)

3. Teori akibat ( dimana akibat perbuatan itu terjadi )

B. Pasal 84 ayat 2 menyebutkan bahwa Pengadilan negeri yang di dalam daerah

hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia

diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa

tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih

dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan

pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.

C. Penentuan berikutnya didasarkan atas pedoman bahwa apabila seorang

terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum pelbagai

pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-masing

berwenang mengadili perkara pidana itu

D. Pedoman berikutnya disebutkan bahwa terhadap beberapa perkara pidana

yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam

daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing

pengadilan negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan

perkara tersebut.

81 | P a g e
Pasal 85 KUHAP menentukan lebih lanjut bahwa Dalam hal keadaan daerah

tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka

atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala` kejaksaan negeri yang

bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman

untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut

pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud. Sedangkan dalam hal

kejahatan dilakukan diluar negeri maka Penmgadilan Negeri Jakarta Pusat

dianggap berwenang mengadilinya.

Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan

berpendapat bahwa perkara ita termasuk wewenangnya, ketua pengadilan

menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang

ditunjuk itu menetapkan hari sidang. Hakim dalam menetapkan hari sidang

memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi

untuk datang di sidang pengadilan. Pemanggilan tersebut didasarkan pada

ketentuan Pasal 145 KUHAP dan Pasal 146 KUHAP.

Pasal 145 KUHAP menjelaskan sebagai berikut:

1. Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah,

apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat

tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui,

disampaikan di tempat kediaman terakhir.

2. Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman

terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah

hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.

82 | P a g e
3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan

kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara.

4. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain

atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.

5. Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat

panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang

berwenang mengadili perkaranya.

Sedangkan untuk Pasal 146 KUHAP menerangkan sebagai berikut:

1. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang

memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil

yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga

hari sebelum sidang dimulai.

2. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat

tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus

sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum

sidang dimulai

Demikian gambaran bagaimana proses pengajuan perkara pidana dari Penuntut

Umum kepada Pengadilan, dan jika Pengadilan Negeri menyatakan dirinya

berwenang tanpa adanya sengketa baik antara institusi Kejaksaan dengan Pengadilan

maupun antar Pengadilan satu dengan Pengadilan lain maka sesuai tanggal sidang

yang ditentukan oleh Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka

setelah itu persidangan dimulai. Berdasarkan ketentuan Pasal 153 KUHAP dijelaskan

sebagai berikut:

83 | P a g e
1. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang

dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa

dan saksi.

2. Hakim wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang

mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.

3. Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan

menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan

atau terdakwanya anak-anak.

4. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaiman pada poin 2 dan poin 3 mengakibatkan

batalnya putusan demi hukum.

5. Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur

tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang.

Lebih lanjut proses persidangan dijelaskan pada ketentuan Pasal 154 KUHAP

sebagai berikut:

1. Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia

dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.

2. Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada

hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa

sudah dipanggil secara sah.

3. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda

persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada

hari sidang berikutnya

84 | P a g e
4. Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang

tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan

dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.

5. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua

terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir

dapat dilangsunkan.

6. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan

yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan

paksa pada sidang pertama berikutnya.

7. Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana

dimaksud dalam poin 3 dan poin 6 serta menyampaikannya kepada hakim ketua

sidang

Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang

nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya

memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. Sesudah itu

hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat

dakwaan. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia

sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut

umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang

diperlukan. Setelah surat dakwaan dibacakan maka dibuka kesempatan adanya

Eksepsi/Keberatan dari Terdakwa atau Advokadnya.

85 | P a g e
TUGAS :

1. Sebutkan dasar hukum penentu berwenang atau tidaknya suatu

pengadilan mengadili suatu perkara pidana? Jelaskan !

2. Jelaskan prosedur pengajuan keberatan yang harus dilakukan oleh

penuntut umum jika Ketua pengadilan menyatakan tidak berwenang

mengadili?

86 | P a g e
Pertemuan XI

Asas-asas pemeriksaan di sidang pengadilan dan Eksepsi

TIK : Mahasiswa dapat mengerti asas-asas pemeriksaan di sidang pengadilan

Mahasiswa dapat mengerti asas-asas dalam eksepsi

Dalam pemeriksaan dipersidangan, prinsip-prinsip dalam Hukum Acara Pidana yang

harus diperhatikan antara lain

1. Bahwa pemeriksaan dimuka persidangan harus terbuka dan dibuka untuk umum.

Pasal 153 ayat 3 KUHAP menyebutkan bahwa Untuk keperluan pemeriksaan

hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum

kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Pasal 1

angka 11 KUHAP menyebutkan bahwa Putusan pengadilan adalah pernyataan

hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa

pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.Dari Pasal 153 (3) jo Pasal 1

butir 11 KUHAP disimpulkan bahwa persidangan dalam Acara Pidana haruslah

terbuka dan dibuka untuk umum, dengan perkecualian, sidang tertutup untuk:

a. terdakwanya masih anak-anak

b. perkara tindak pidana kesusilaan

2. Terdakwa hadir pada saat perkara diperiksa, kecuali dalam perkara:

a. Tindak Pidana Ekonomi;

b. Tindak Pidana Terorisme.

c. Tindak Pidana Korupsi.

87 | P a g e
Prinsip ini kemudian dikenal bahwa secara umum Pengadilan Pidana tidak

mengenal peradilan In absentia.

3. Pimpinan sidang:dikenal dengan sebutan Hakim “Ketua Sidang / Ketua Majelis

dengan peranannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 217 KUHAP. Hakim

ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan.

Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara

tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

4. Pemeriksaan secara langsung dan memakai bahasa Indonesia-- Pasal 153 (2) A

KUHAP;

5. Keterangan terdakwa / saksi secara bebas sebagaimana secara tegas disebutkan

dalam Pasal 153 (2) b KUHAP.

6. Dalam hal pemeriksaan saksi-saksi, yang didengar terlebih dahulu adalah

mendengar keterangan keterangan saksi korban, a charge, a decharge dimana

terdakwa belakangan memberikan keterangan sebagai mana dijelaskan dalam

Pasal 160 (1) b KUHAP.Tujuannya, agar terdakwa mempunyai waktu /

kesempatan untuk membela kepentingannya lebih baik.

7. Berdasarkan Pasal 195 KUHAP, semua putusan hakim diucapkan terbuka untuk

umum dan Surat putusan pemidanaan harus memuat sebagaimana diatur dalam

Pasal 197 KUHAP

EKSEPSI

Pasal 156 KUHAP menjelaskan terkait dengan Eksepsi sebagai berikut:

1. Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa

pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat

diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan

88 | P a g e
kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim

mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

2. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak

diperiksa lebih lanjut, sebaiknya dalam hal tidak diterima atau hakim

berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka

sidang dilakukan.

3. Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka ia

dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan

negeri yang bersangkutan.

4. Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya

diterima olah pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan

tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan

memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.

5.

a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding

oleh terdakwa atau pennasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka

dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan

perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatalkan

keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan

negeri yang berwenang.

b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada

pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang

semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara

89 | P a g e
untuk diteruskan kepada kajaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara

itu.

6. Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam poin 5

berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri

mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum

pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.

7. Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah

mendengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang

memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak berwenang.

Dalam konteks Eksepsi, Putusan akan eksepsi dapat dilakukan dengan putusan sela

ataupun dilakukan bersama-sama dalam putusan akhir.

TUGAS :

1. Jelaskan prinsip-prinsip Hukum Acara Pidana yang harus perhatikan

dalam pemeriksaan di persidangan?

2. Sebutkan beberapa hal dalam KUHAP yang berkaitan dengan Eksepsi!

90 | P a g e
Pertemuan XII

Pembuktian dan alat bukti

TIK : Setelah mempelajari materi ini mahasiswa dapat memahami perihal

pembuktian dan alat bukti.

Integrated Criminal Justice System Indonesia haruslah dipahami sebagai suatu hal

yang kompleks dimana layaknya system hukum pidana terpadu dinegara manapun

juga. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan secara sistemik antar kewenangan-

kewenangan, institusi-institusi maupun pemahaman spesifik tujuan –tujuan dari

dibentuknya institusi dan kewenangannya.

Dalam hal berpraktek, jantung dari kompleksitas suatu Integrated Criminal

Justice System suatu Negara ada pada pembuktian dalam persidangan. Mulai dari

bukti tersebut dikumpulkan dalam tataran penyidikan, pengolahan pembuatan

dakwaan dan tututan (requisitoir) berdasarkan fakta-fakta hukum sampai penilaian

bukti-bukti tersebut beserta argumentasi hukum oleh hakim merupakan gambaran

dari bagaimana pembuktian coba untuk disusun dan diputuskan.

Kejelasan mengenai aturan pembuktian dipersidangan kemudian menjadi

sangat krusial karena butuh untuk ditetapkan standartnya sehingga kejelasan

procedural paling tidak dapat mendekati rasa keadilan bagi pencari keadilan

dipersidangan. Beberapa hal sudah ditetapkan aturan mainnya sebagaimana diatur

dalam KUHAP sebagai sumber Hukum Acara Pidana di Indonesia, namun meskipun

demikian kekurangan jelasan terkait standartisasinya masih diperdebatkan. Makalah

ini ditujukan untuk memberi kejelasan bagaimana standart pembuktian hukum

91 | P a g e
pidana diterapkan dalam prakteknya dimana tidak terlepas dari penjelasan

pemaknaan alat bukti yang diatur normannya dalam KUHAP.

TEORI PEMBUKTIAN

Didalam buku-buku hukum pidana maupun hukum acara pidana dikenal beberapa

system pembuktian yang dilandasi teori-teori yakni:

1. Conviction Intime keyakinan hakim

2. Positief wettelijk bewijs theorie alat bukti berdasarkan UU

3. Negatief wettelijk bewijs theorie alat bukti berdasarkan UU dan keyakinan

4. Conviction raisonne berdasarkan keyakinan atas alasan logis

5. dll,

Pasal 183 KUHAP menyebutkan “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya” . Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, system

peradilan pidana umum di Indonesia menganut Negatief Wettelijk Bewijs theorie

yang mendasarkan pada dua syarat yakni Undang-Undang dan keyakinan hakim.

Dalam perkembangannya untuk tindak pidana tertentu seperti dalam perkara korupsi,

dianut sistem pembalikan beban pembuktian untuk permasalahan gratifikasi.

Alat Bukti (bewijsmiddelen) atau Barang Bukti.

• Alat Bukti (Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan

Keterangan Terdakwa) 184 KUHAP

92 | P a g e
• Barang Bukti ( Corpora delicti, instrumenta delicti dan Benda lain yang

mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan ) 39

KUHAP

Berdasarkan batasan yang dijelaskan diatas penggunaan istilah barang bukti dengan

barang bukti haruslah dibedakan meskipun barang-barang bukti yang terkumpul

tersebut nantinya akan diberikan label sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam

Pasal 184 KUHAP.

Secara esensial, ketika barang bukti dan alat bukti yang ada tersebut di periksa,

selain melihat keabsahannya, kedua hal tersebut digunakan oleh hakim untuk

mengkonstruksi kejadian masa lalu yang diduga suatu perbuatan pidana dan

terdakwalah yang melakukan perbuatan pidana tersebut.

Beban Pembuktian

Beban pembuktian mempunyai makna siapa pihak yang diberikan kewajiban

dalam membuktikan. Dalam perkara pidana umum, menurut ketentuan Pasal 66

KUHAP, pihak yang memiliki beban pembuktian adalah Jaksa Penuntut Umum. Hal

ini didasari bahwa bunyi Pasal 66 menyebutkan bahwa tersangka atau terdakwa tidak

dibebani kewajiban pembuktian serta adanya asas praduga tidak bersalah.

Berbeda halnya ketika kita melihat perkara korupsi, perkara pencucian uang, perkara

narkotika, perkara konsumen, dikenal istilah pembalikan beban pembuktian atau

pembuktian terbalik dimana terdakwa dibebani kewajiban untuk membuktikan.

Sebagai contoh dalam perkara korupsi yang menggunakan pembuktian terbalik

terbatas dan berimbang, terdakwa dibebani kewajiban untuk membuktikan asal-usul

93 | P a g e
harta kekayaannya dan Jaksa Penuntut Umum diberikan beban pembuktian terkait

unsur kesengajaannya.

Setelah para pihak saling membuktikan, Hakim kemudian menimbang dan menilai

pembuktian tersebut dengan kebijaksanaannya menyatakan menerima atau menolak

atau bahkan menimbang bobot alat-alat bukti yang disampaikan dengan berdasarkan

ketentuan Pasal 184 KUHAP. Keterangan Saksi dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP

menempati posisi yang paling tinggi disbanding alat bukti yang lain. Hal ini

kemudian dikenal dengan istilah Bewijskract atau kekuatan pembuktian dimana

didefinisikan sebagai kekuatan atau bobot pembuktian dari tiap-tiap alat bukti

terhadap peristiwa yang didakwakan.

Keterangan saksi

Bagaimana alat bukti diajukan juga menjadi pembahasan yang menarik karena

melihat penegakan hukum pidana adalah suatu prses yang saling kait mengait

dimulai dari tataran penyidikan sampai putusan yang memperoleh kekuatan hukum

tetap. Dalam proses penyidikan, dihadapan penyidik serang saksi diperiksa tanpa

disumpah kecuali jika tidak bisa hadir dipersidangan. Keterangan saksi yang

dimaksud adalah mengenai apa yang didengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri

dengan menyebut alas an dari pengetahuan itu. Keterangan saksi yang tidak

memenuhi syarat tersebut dikenal dengan istilah testimonium de auditu atau hearsay

evidence.

Dimuka persidangan, keterangan saksi disampaikan dengan penilaian oleh Hakim

melihat persesuaian keterangan saksi satu dengan lainnya, persesuaian keterangan

saksi dengan alat bukti lainnya, motif yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk

memberi keterangan tertentu dan cara hidup, kesusilaan dan segala sesuatu yang

94 | P a g e
pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan dipercaya. Prinsip

yang harus dipegang adalah keterangan saksi berniali sebagai alat bukti jika

disampaikan dimuka persidangan.

Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah alat bukti dengan bobot dibawah keterangan Saksi.

Dihadapan penyidik, ahli yang akan memberikan keterangan harus disumpah terlebih

dahulu yang berbeda dengan Saksi biasa. Keahlian yang dimiliki oleh seseorang

yang akan memberikan keterangan ahli bisa didasarkan atas pengalaman maupun

studinya. Hal in masih menjadi pertanyaan besar dalam Hukum Acara Pidana kita

mengingat parameter apa yang digunakan untuk menilai pengalaman maupun hasil

studi dari seorang ahli. Sebagai contoh diluar negeri, seorang expert witnesses

berdasarkan keahliannya sudah diakui sejawat bidangnya, pernah melakukan

penelitihan yang terpublikasi serta pernah direview, diketahui dengan jelas derajat

deviasi keasalahan yang mungkin terjadi dalam penelitihannya. Parameter yang

seperti ini tidak pernah ada di Indonesia sehingga penentuan siapa serang expert

witnesses dibiarkan ditentukan oleh Hakim dimuka persidangan mengenai

keterangannya diterima atau tidak. Hal ini tentunya sangat berbahaya karena

perbedaan mendasar dari saksi biasa dan saksi ahli adalah pada boleh tidaknya

memberikan opini dimana saksi biasa tidak diperbolehkan membuat opini terlebih

lebih menyimpulkan.

Alat Bukti Surat

Pada prinsipnya segala macam surat dapat diajukan sebagai alat bukti asalkan

relevan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa. Berdasarkan ketentuan Pasal

95 | P a g e
187 KUHAP disebutkan bahwa Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1)

huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya

sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat

yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang

menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara

resmi dari padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat

pembuktian yang lain.

Petunjuk

Yang dimaksud dengan alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan

yang menunjukan bahwa telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya. Adapun

alat bukti ini tidak bisa berdiri sendiri karena harus seseuai dengan alat bukti lainya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 (2) KUHAP. Penilaian atas kekuatan

pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh Hakim

dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh

kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Yang harus diperhatikan

adalah bahwa alat bukti petunjuk tidak boleh disandingkan dengan alat bukti

96 | P a g e
keterangan ahli karena Pasal 188 (2) KUHAP menentukan sangat limitative pada

keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

Keterangan Terdakwa

Berdasarkan ketentuan Pasal 189 (1) KUHAP, Keterangan terdakwa ialah apa yang

terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui

sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat

digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu

didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan

kepadanya. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan

alat bukti yang lain.

TUGAS :

1. Bedakan secara teoritis antara Barang bukti dan Alat bukti!

2. Jelaskan perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli!

97 | P a g e
Pertemuan XIII

Putusan Dalam Perkara Pidana

TIK : Mahasiswa dapat memahami hal-hal yang terdapat dalam putusan

perkara pidana .

KUHAP mengenal dua jenis putusan yang secara konseptual disebut sebagai Putusan

Formil dan Putusan Materiil. Putusan Formil adalah putusan yang dilakukan oleh

Hakim namun belum menginjak pada pemeriksaan pokok perkara. Sebaliknya jika

putusan tersebut diambil sudah menyangkut pada pokok perkara maka dikenal

dengan Putusan Materiil.

Putusan Formil bukan merupakan putusan akhir atau yang lebih dikenal dengan

putusan sela. Jenis putusan Formil contohnya:

1. Tidak berwenangnya Pengadilan untuk memeriksa suatu perkara (Ps. 148 ayat 1

KUHAP)

2. Dakwaan batal / batal demi hukum ( 156 ayat 1 jo. 143 ayat 2)

3. Dakwaan tidak dapat diterima ( 156 ayat 1 ) -> ada perdebatan karena sudah

dianggap masuk dalam pokok perkara

4. Putusan yang berisi penundaan karena ada perselisihan prejudisiel

Sedangkan untuk putusan yang berjenis putusan materiil ditegaskan ada tiga jenis

yakni:

1. Putusan Bebas (Vrijspraak),

98 | P a g e
Putusan Bebas terjadi ketika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 191 ayat 1 KUHAP.

2. Putusan Lepas dari segala tuntutan Hukum (Onslag van recht vervolging)

Sedangkan untuk Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum terjadi dalam hal.

Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat

2 KUHAP), Jika terdakwa ternyata diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum maka terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa

perlu ditahan.

3. Putusan Pemidanaan.

Sebaliknya, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan

pidana.Pasal 193 ayat 2 menyebutkan bahwa:

a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat

memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan

Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu.

b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya,

dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya,

apabila terdapat alasan cukup untuk itu.

99 | P a g e
Secara Formal, suatu putusan pemidanaan harus memenuhi syarat-syarat yang

disebutkan dalam ketentuan Pasal 197 KUHAP. Adapun syarat-syarat yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta

alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar

penentuan kesalahan terdakwa;

e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau

tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan

terdakwa;

g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara

diperiksa oleh hakim tunggal;

h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam

rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau

tindakan yang dijatuhkan;

i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan

jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya

kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

100 | P a g e
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan;

l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan

nama panitera;

Sedangkan untuk syarat formal putusan yang bukan pemidanaan melihat ketentuan

Pasal 199 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat :

a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f

dan h;

b. pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar putusan;

c. perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan.

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku

juga bagi pasal ini.

Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu

diucapkan menurut ketentuan Pasal 200 KUHAP yang ditujukan untuk member

kepastian bagi terdakwa agar tidak berlarut-larut waktunya untuk mendapatkan surat

putusan tersebut dalam rangka ia akan menggunakan upaya hukum.

TUGAS:

1. Sebutkan dan jelaskan beberapa bentuk putusan (Formil dan

Materiil)!

101 | P a g e
2. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam putusan

pemidanaan!

102 | P a g e
Pertemuan XIV

Upaya Hukum Biasa (Verzet dan Banding).

TIK : Mahasiswa dapat memahami perihal mengenai upaya hukum.

UPAYA HUKUM

Upaya hukum pada dasarnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk

melawan putusan pengadilan (vonis) apabila terdakwa atau penuntut umum tidak

menerima putusan pengadilan. Sehingga upaya hukum merupakan hak yang dimiliki

oleh terdakwa atau penuntut umum. Pengertian upaya hukum telah dijelaskan dalam

ketentuan Pasal 1 ayat 12 KUHAP sebagai berikut :

“upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”

Dari pengertian upaya hukum tersebut dapat diketahui bahwa dasar untuk

mengajukan upaya hukum adalah adanya putusan pengadilan. Dengan putusan

pengadilan tersebut selanjutnya terdakwa dapat mengajukan perlawanan. Upaya

hukum yang dapat diaukan oleh terdakwa merupakan suatu upaya untuk

memperbaiki kesalahan yang diperbuat oleh instansi yang sebelumnya. Harapannya

dengan upaya hukum tersebut adalah dengan kesalahan dari instansi sebelumnya

dapat diperbaiki sehingga ada jaminan baik bagi terdakwa maupun masyarakat

bahwa peradilan telah memutus perkara dengan baik dan adil, serta adanya

keseragaman.

103 | P a g e
KUHAP telah mengempokkan upaya hukum menjadi 2 golongan, yang terdiri atas:

- Verzet (perlawanan) : banding dan kasasi

- Upaya hukum luar biasa : kasasi demi kepentingan hukum, peninjauan

kembali terhadap putusn pengadilan yang telah memeperoleh kekuatan

hukum tetap.

Upaya hukum verzet sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 214 KUHAP

merupakan upaya hukum untuk melawan putusan pengadilan yanng dijatuhkan di

luar hadirnya terdakwa (vestek). Upaya hukum verzet ini dapat diajukan oleh

terdakwa. Batas waktu untuk diajukannya upaya hukum verzet adalah 7 hari setelah

putusan diberitahukan kepada terdakwa. Verzet ditujukan kepada Pengadilan yang

memutus perkara tersebut. Selanjutnya panitera memberitahuakan upaya hukum

verzet kepada penidik. Segera setelah pengajuan verzet hakim menetapkan hari

sidang untuk memeriksa kembali perkara tersebut. Namun upaya hukum verzet

gugur jika terdakwa yang mengajukan upaya hukum verzet tidak hadir dalam sidang,

sehingga sidang diputuskan di luar hadirnya terdakwa (Pasal 214 ayat 6). Akibatnya

putusan yang telah dilakukan di luar hadirnya terdakwa menjadi kuat kembali.

Upaya Hukum Banding

Banding merupakan salah satu bentuk dari upaya hukum verzet (perlawanan).

KUHAP telah mengatur tentang upaya hukum banding khususnya dalam Pasal 233

sampai dengan Pasal 243 KUHAP. Dalam pelaksanaannya upaya hukum banding

dilakukan dengan cara memeriksa kembali putusan Pengadilan Negeri (PN) yang

dilakukan oleh Pengadilan Tinggi (PT), khusunya terkait terhadap fakta yang

putusannya diajukan banding. Oleh karena itu PT disebut sebagai “judex facti”.

104 | P a g e
Banding dapat diajukan oleh terdakwa atau kuasa hukumnya, karena banding

menjadi hak dari terdakwa.

Upaya hukum banding diajukan dengan berdasar pada putusan hakim yang

telah berkekuatan hukum tetap. Namun tidak semua putusan hakim dapat dimintakan

banding. Banding hanya dapat diajukan oleh terdakwa atau kuasa hukumnya, jika

putusan hakim berkaitan dengan unsur :

1. Pemidanaan

2. Tidak sahnya penghentian penyidikan

3. Tidak sahnya penghentian penuntutan

4. Putusan dalam acara lalu lintas yang pidananya berupa pidana kurungan

(Pasal 214 ayat 8 KUHAP)

5. Penolakan eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum

Sedangkan putusan hakim yang tidak dapat dimintakan banding adalah :

1. Pembebasan

2. Lepas dari segala tuntutan hukum

3. Sahnya penangkapan

4. Tidak sahnya penangkapan

5. Sahnya penahanan

6. Tidak sahnya penahanan

7. Sahnya penggeledahan

8. Tidak sahnya penggeledahan

9. Sahnya penyitaan

10. Tidak sahnya penyitaan

11. Putusan dalam perkara lalu lintas yang pidananya berupa pidana denda

105 | P a g e
Upaya hukum banding diajukan oleh terdakwa atau kuasa hukumnya melalui

panitera Pengadilan Negeri, dalam jangka watu maksimal 7 hari setelah putusan

dijatuhkan (Pasal 233 ayat 2 KUHAP). Selanjutnya permohonan pemeriksaan

banding ini selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak diajukannya harus

sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi oleh panitera (Pasal 236 ayat 1), yang berupa

: salinan putusan Pengadilan Negeri, Berkas Perkara, Surat-Surat Bukti. Batasan

waktu tersebut menunjukan bahwa KUHAP sangat mempehatikan hak asasi

terdakwa. Selanjutnya Pasal 236 ayat 2 diatur mengenai hak terdkawa untuk

mempelajari berkas perkara di pengadilan negeri (Inzage). Waktu untuk dapat

memepelajarinya adal 7 hari. Dalam ayat 3 Pasal 236 dinyatakan pula untuk

dapat mempelajari berkas perkara di Pengadilan tinggi maka terdakawa dapat

mengajukan permohonan secara tertulis.

Pemeriksaan tingkat banding dilakukan oleh 3 orang hakim, dengan berdasar

pada :

1. Berkas perkara yang terdiri dari berita acara pemeriksaan penyidik dan berita

acara pemeriksaan sidang

2. Surat-surat yang timbul di sidng yang berhubungan dengan perkara tersebut

3. Ptusan pengadilan negeri

Terhadap putusan banding selama perkara belum diputus dalam tingkat

banding, pemohon sewaku-waktu dapat mencabut permohonan. Akibat hukum

yang timbul dari pencabutan permohonan banding tersebut maka terdakwa atau

kuasa hukumnya tidak dapat mengajukan upaya hukum banding untuk yang

kedua kali.

Putusan banding oleng Pengadilan Tinggi (PT) dapat berupa :

106 | P a g e
a. Menguatkan putusan PN, yang berarti P.T menyetujui dengan segala

pertimbangannya atas putusn P.N

b. Mengubah putusan P.N, yang berarti P.T kurang setuju dengan pertimbangan

P.N namun mengubah lamanya pidana yang dijatuhkan P.N

c. Membatalkan putusan P.N dalam hal P.T membuat putusan sendiri atas kasus

tersebut.

TUGAS :

1. Jelaskan pengertian dan dasar hukum upaya hukum!

2. Jelaskan pengertian dan dasar hukum upaya hukum banding!

3. Jelaskan syarat untuk dapat diajukannya upaya hukum banding!

107 | P a g e
Pertemuan XV
Upaya Hukum biasa : Kasasi

TIK:
Setelah Mempelajari Materi ini mahasiswa mampu menjelaskan :

1. Pengertian kasasi
2. Syarat kasasi

A. Pengertian Upaya Hukum Kasasi


Kasasi merupakan salah satu bentuk dari upaya hukum verzet (perlawanan).

Di dalam KUHP upaya hukum kasasi diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 244

sampai dengan Pasal 258 KUHAP, Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang-

undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (MA). Upaya hukum kasasi

dilakukan dalam rangka untuk menjamin kesatuan dalam penerapan hukum. Oleh

karena itu upaya yang dilakukan dalam kasasi adalah agar putusan akhir yang

bertentangan dapat dibatlkan. Mengingat tujuan dari kasasi menjadikan putusan

kasasi sangat penting adanya. Karena dengan putusan kasasi ada kemungkinan

terciptanya hukum, pembentukan hukum serta penegakan hukum.

Alasan untuk dapat diajukannya upaya hukum kasasi sebagaimana telah

diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP adalah :

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak dapat diteapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

108 | P a g e
Selain diatur dalam KUHAP, alasan kasasi juga telah diatur dalam Undang-undang

No.14 Tahun 1995 jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004 khususnya Pasal 30 yang

menyatakan bahwa : MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan

pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan

Namun tidak semua putusan dapat dimintakan kasasi seperti putusan praperadilan

dalam bentuk apapun tidak dapat dimintakan kasasi. Adapun jenis putusan yang

dapat diminakan kasasi antara lain : putusan pemidanaan, putusan bebas, lepas dari

segala tuntutan hukum serta putusan dalam perkara lalu lintas yang pidananya berupa

pidana denda.

B. Syarat Permohonan Kasasi

Syarat untuk dapat diajukannya permohonan kasasi ada 2 :

1. Syarat formil (tenggang waktu)

a. 14 hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa (Pasal 254

KUHAP)

b. Mengajukan memori kasasi yakni 14 hari setelah mengajukan permohonan

kasasi

2. Syarat Materiil (Pasal 253 ayat 1)

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak dapat diteapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya

109 | P a g e
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

Akibat hukum yang timbul dari adanya syarat formil tersebut, yang

menyatakan tentang tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi menjadikan

lewatnya waktu permohonan kasasi maka terdakwa/ penasihat hukum, penuntut

umum tidak dapat mengajukan kasasi. Dengan demikian terdakwa atau kuasa

hukumnya serta penuntut umum dianggap menerima putusan hakim PT.

Dalam memeriksa permohohan kasasi posisi MA sebagai Judex Iuris

menjadikan MA hanya dapat memeriksa penerapan hukumnya saja, karena MA

tidak dapat menyimpulkan bagian dari putusan hakim mengenai penentuan atau

pembuktian suatu keadaan. Kewenangan MA yanng hanya dapat memeriksa

penenrapan hukumny selaras dengan bentuk dari putusan MA yang berupa :

menolak permohonan kasasi, atau mengabulkan permohonan kasasi (Pasal 254

KUHAP). Namun dalam praktek putusan MA dapat berupa : menolak permohonan

kasasi karena formalitas tidak terpenuhi, permohonan tidak dapat diterima karena

judex facti salah menerapkan hukum, serta putusan mengabulkan permohonan

kasasi.

Terhadap permohanan kasasi selama MA belum memutus maka

permohonan tersebut dapat dicabut (Pasal 247 KUHAP). Namun dengan adanya

pencabutan permohonan kasasi maka MA tidak dapat diajukan kembali.

TUGAS :

1. Jelaskan pengertian upaya hukum kasasi serta dasar hukumnya!

2. Jelaskan syarat upaya hukum kasasi disertai dengan dasar hukumnya!

110 | P a g e
Pertemuan XVI

Upaya Hukum Luar Biasa : Peninjauan Kembali dan PKDKH

UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Tik :

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu menjelaskan upaya hukum


luar biasa

UPAYA HUKUM LUAR BIASA

1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam ketantuan Pasal 259

sampai dengan 262 KUHAP. Alasan permohonan kasasi demi kepentingan

hukum sama dengan alasan permohonan kasasi biassa yakni Pasal 253 ayat 1

KUHAP, yakni :

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-

undang

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

Pihak yang memiliki wewenang untuk mengajukan kasasi demi kepentingan

hukum adalah Jaksa Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus

perkara dalam tingkat pertama, disertai dengan risalah yang memuat alasan-

alasan permintaan itu (Pasal 260 Pasal 1). Upaya hukum kasasi demi

111 | P a g e
kepentingan hukum ini dapat diajukan terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari peradilan lain selain dari Mahkamah

Agung (MA). Adapun jangka waktu pengajuannya tidak terbatas.

Kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh jaksa agung,

selanjutnya berkas permohonan kasasi demi kepentingan hukum dikirimkan

melalui Ketua Pengadilan Negeri. Tujuan diajukannya kasasi demi kepantingan

hukum adalah supaya hukum diterapkan secara benar sehingga ada kesatuan

dalam peradilan. Karena tujuan kasasi demi kepentingan hukum supaya hukum

dapat diterapkan dengan benar, maka kasasi demi kepentingan hukum tidak

boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Perbedaan antara kasasi demi kepentingan hukum dengan kasasi

adalah sebagai berikut :

a. Kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, sedangkan kasasi diajukan

terhadap putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum

yang tetap

b. Pihak yang dapat mengajukan kasasi demi kepentingan hukum adalah Jaksa

Agung, sedangkan kasasi diajukan oleh terdakwa/ penasihat hukumnya, atau

penuntut umum

c. Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum tidak

terbatas, sedangkan kasasi tenggang waktu pengajuannya terbatas yaitu 14

hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa.

2. Peninjauan Kembali (P.K)

112 | P a g e
Peninjauan kembali diajukan dapat diajukan terhadap putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 263 KUHAP). Dasar hukum

peninjauan kembali (PK) diatur dalamketentuan Pasal 263-269 KUHAP, Pasal 23

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Pasal 60-76 Undang-Undang No. 14 Tahun

1985 jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004. Adanya upaya peninjauan kembali

menjadikan terpidana yang merasa pidana yang dijatuhkan kepadanya keliru

memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan agar perkaranya dapat

ditinjau kembali.

Upaya hukum peninjauan kembali (PK) sebelumnya tidak diatur

dalam HIR, namun KUHAP telah mengaturnya. Upaya hukum peninjaun kembali

dilatar belakangi oleh kasus Sengkon dan Karta yang terjadi pada tahun 1980.

Secara singkat kasus Sengkon dan Karta adalah sebagai berikut :

“Sengkon dan Karta dituduh melakukan penganiayaan dan


pembunuhan atas Korban Sulaiman, di mana perkaranya diperiksa
dan diadili oleh Pengadilan Negeri Bekasi (Tahun 1977). Mereka
sempat diadili dalam tingkat banding oleh Pengadilan tinggi Jawa
Barat yang putusannya berisi menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Bekasi. Selama menjalani pidana dalam Lembaga
Pemasyarakatan Cipinang mereka bertemu dengan narapidana
Gunel Cs, yang dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Bekasi
karena dituduh melakukan perampokan dan membunuh Sulaiman”.

Kasus Sengkon dan Karta dirasakan adanya kekosongan hukum. Sebenarnya

dasar pembentukan lembaga peninjauan kembali telah diletakkan pada undang-

undang Nomor 14 tahun 1970 khususnya 21. Sebagai realisasinya di dalam

KUHAP Peninjauan Kembali ini diatur dalam Bab XVIII Bagian Kedua, Pasal

263 s/d Pasal 269.

TUGAS :

1. Jelaskan pengertian upaya hukum luar biasa?

2. Sebutkan dengan disertai dasar hukumnya upaya hukum luar biasa?

113 | P a g e
Simulasi Pembuatan Dokumen Hukum
Setiap peserta Hukum Acara Pidana diwajibkan mengikuti simulasi pembuatan

dokumen hukum sebanyak 10 X (sepuluh kali) di Laboratorium Pendidikan Hukum

Klinik. Dokumen Hukum yang dimaksud menggambarkan penerapan Criminal

Justice System di Indonesia mulai tataran Law in book sampai Law in action.

Dokumen yang dimaksud adalah Legal opinion, Surat Perintah Penangkapan, Surat

Perintah Penahanan, Surat Permohonan Penangguhan Penahanan, Surat Permohonan

Pengalihan Penahanan, Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan, Permohonan

Praperadilan, Surat Dakwaan, Eksepsi, Analisa Putusan, dan Upaya Hukum. Asumsi

dasarnya, mahasiswa telah mendapatkan materi sebelumnya pada kelas classical

terkait dokumen yang harus disiapkan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah

Student centered Learning yang memadukan diskusi kelompok dan simulasi. Pada

setiap pertemuan, setelah mahasiswa membaca kasus posisi yang akan dilakukan

diskusi kelompok selama 15 menit untuk mendiskusikan kasus posisi tersebut dan

dilanjutkan dengan penyusunan dokumen hukum. Selain itu, dosen Hukum Acara

Pidana akan memberikan petunjuk-petunjuk yang berguna bagi mahasiswa dalam

menyusun dokumen hukum yang dimaksud pada setiap pertemuan sesuai materi di

Laboratorium Pendidikan Hukum Klinik. Materi secara lengkap dapat dilihat pada

table di bawah ini :

Pertemuan Topik Metode pembelajaran

I Analisa Kasus Pidana (Legal Opinion) Diskusi kelompok dan simulasi

dan Surat Kuasa

II Penyusunan Surat Perintah Diskusi kelompok dan simulasi

Penangkapan dan Surat Perintah

114 | P a g e
Penahanan

III Penyusunan Surat Permohonan Diskusi kelompok dan simulasi

Penangguhan Penahanan dan

Permohonan Pengalihan Penahanan

IV Penyusunan Surat Perintah Diskusi kelompok dan simulasi

Penggeledahan dan Penyitaan,

V Penyusunan Permohonan Praperadilan Diskusi kelompok dan simulasi

VI Penyusunan Surat Dakwaan Diskusi kelompok dan simulasi

VII Penyusunan Eksepsi Diskusi kelompok dan simulasi

VIII Analisa putusan Diskusi kelompok dan simulasi

IX Penyusunan Pembelaan Diskusi kelompok dan simulasi

X Penyusunan memori banding Diskusi kelompok dan simulasi

115 | P a g e
Magang ( internship dan externship)
Life study dengan melakukan internship selama tiga hari di UKBH (Unit Konsultasi

dan Bantuan Hukum ) ataupun secara externship di Institusi Criminal Justice System

(Kepolisian, Kantor Pengacara, Kejaksaan, Kehakiman) yang dilakukan secara

kelompok (2-5 orang). Selama proses magang, setiap mahasiswa

mendokumentasikan hasil observasi ke dalam Jurnal Magang Mahasiswa.

Selain jurnal, mahasiswa juga melampirkan contoh dokumen hukum tergantung pada

tahapan apa mahasiswa mulai magang. Sebagai contoh, draft dokumen surat

dakwaan atas kasus riil yang ditangani jaksa tempat mahasiswa magang harus

dikumpulkan sebagai salah satu bukti pemagangan. Contoh lain, draft surat eksepsi

atas kasus riil yang ditangani kantor pengacara juga dapat dilakukan. Mahasiswa

dapat melakukan pemagangan ini secara berkelompok (2-5 orang) akan tetapi Jurnal

Magang Mahasiswa sebagai laporan merupakan hasil individual.

Hasil akhir magang dijilid dalam bentuk laporan magang mahasiswa yang berisi

draft dokumen hukum perkara riil dan jurnal mahasiswa. Adapun mahasiswa yang

melakukan pemagangan dapat melakukan konsultasi 2 (dua) kali selama

pemagangan atau sewaktu-waktu pada dosen pengajar Hukum Acara Pidana jika

dibutuhkan. Pemagangan dimulai setelah materi untuk kelas klasikal sudah selesai

dan sebelumnya harus memperoleh izin tertulis dari Ketua Laboratorium Pendidikan

Hukum Klinik.

Prosedur :

1. Mahasiswa menentukan sendiri tempat magang

116 | P a g e
2. Mahasiswa mendiskusikan tempat magang dengan dosen Hukum Acara Pidana

untuk menentukan tujuan, manfaat, perizinan, waktu dan bentuk pemagangan

3. Mahasiswa melaksanakan magang sesuai dengan waktu yang ditentukan

4. Bentuk pemagangan adalah mahasiswa melakukan observasi terhadap

pelaksanaan kewenangan aparat penegak hukum dalam proses peradilan

5. Mahasiswa melakukan pencatatan terhadapa hasil observasi ke dalam jurnal

magang mahasiswa yang kemudian akan dikumpulkan sebagai hasil akhir proses

magang

117 | P a g e
EVALUASI/PENILAIAN

Penilaian mahasiswa dilakukan dengan ujian tengah semester untuk mengukur

pemahaman teori dengan bobot 30%, penilaian dokumen hukum yang telah dibuat

mahasiswa sebagai pengganti nilai UAS dengan bobot 50% dan Jurnal Magang

Mahasiswa sebanyak 20%.

Rumus penilaian adalah sebagai berikut :

Nilai akhir = UTS (30%) +Dokumen Hukum (50%) + Jurnal Magang Mahasiswa (20%)

118 | P a g e
Langkah Kegiatan Pembelajaran Penyusunan Dokumen Hukum

Pertemuan I

Analisa Kasus Pidana (Legal


Opinion) dan Surat Kuasa

Tujuan Instruksional Umum

Mahasiswa setelah mengikuti pertemuan ini dapat menganalisa dan menyusun Legal

Opinion atas perkara pidana

Tujuan Instruksional Khusus

Kemampuan yang diharapkan muncul

1. Mahasiswa mampu memahami kasus posisi perkara pidana dan menentukan

isu hukum yang tepat.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan aturan-aturan yang relevan

terhadap kasus posisi perkara pidana.

3. Mahasiswa mampu menerapkan fakta / fakta hukum yang relevant dengan

aturan yang relevan

4. Mahasiswa mampu menyusun suatu kerangka argumentasi hukum yang baik

berdasarkan analisa terhadap fakta/fakta hukum dan aturan yang relevan

5. Mahasiswa mampu memberikan kesimpulan yang tegas terhadap isu hukum

yang muncul pada kasus posisi perkara pidana

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

119 | P a g e
3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

120 | P a g e
Kasus Posisi

Kasus A

Polisi menahan seorang wanita yang berinisial AH (15th) karena diduga melakukan

pembunuhan terhadap pacar gelapnya yang berinisial NV(19th) seorang anggota

TNI. Peristiwa tersebut terjadi didaerah Dukuh Kupang Surabaya, keTujuan

Instruksional Khususa NV bersama temannya AR(20th) mengunjungi AH pada hari

Sabtu, 12 September 2010 jam 01:24 pagi. Menurut saksi AG (46th), pedagang mie

tok-tok yang biasa keliling didaerah tersebut menerangkan bahwa dia melihat korban

menarik keluar tersangka dengan cara menarik rambut tersangka sampai didepan

pintu dan beberapa kali memukul kepala tersangka hingga terbentur tembok. Saksi

AG juga menerangkan bahwa dia melihat tersangka menarik pisau yang ada

disangkur milik korban dan kemudian menusukkan pisau tersebut di perut korban.

Lebih lanjut saksi menjelaskan, korban tidak langsung meninggal karena setelah

ditusuk, korban masih sempat teriak-teriak marah kepada tersangka dan

menempeleng tersangka hingga membentur tempat duduk. Saksi AR menerangkan

bahwa dia melihat peristiwa penusukan tersebut namun dari kejauhan dan tidak

mampu menolong korban karena terlalu mabuk minuman keras sebelum menemani

korban datang ke tempat tersangka. Namun dia memaksakan diri mendekati korban

untuk mencoba menolong sampai akhirnya korban menghembuskan nafasnya yang

terakhir. Lima saksi lain ( AC 33th, DC 33th, FR36th, CC 26th dan IF 48th) juga

menerangkan hal yang serupa seperti yang di ceritakan oleh AG karena kebetulan

mereka adalah tetangga tersangka AH. Setelah kejadian tersebut Polisi menetapkan

dua tersangka pelaku tindak pidana atas peristiwa tersebut dengan inisial AH(15th)

dan AR(20th) dan mengamankan barang bukti pisau serta bercak darah pada celana

jeans yang digunakan tersangka

121 | P a g e
Perintah

Buat Pendapat Hukum atas ilustrasi kasus diatas!

Kasus B

Polisi menahan seorang wanita yang berinisial AH (15th) karena diduga melakukan

pembunuhan terhadap pacar gelapnya yang berinisial NV(19th) seorang anggota

TNI. Peristiwa tersebut terjadi didaerah Dukuh Kupang Surabaya, keTujuan

Instruksional Khususa NV bersama temannya AR(20th) mengunjungi AH pada hari

Sabtu, 12 September 2010 jam 01:24 pagi. Menurut saksi AG (46th), pedagang mie

tok-tok yang biasa keliling didaerah tersebut menerangkan bahwa dia melihat korban

menarik keluar tersangka dengan cara menarik rambut tersangka sampai didepan

pintu dan beberapa kali memukul kepala tersangka hingga terbentur tembok. Saksi

AG juga menerangkan bahwa dia melihat tersangka menarik pisau yang ada

disangkur milik korban dan kemudian menusukkan pisau tersebut di perut korban.

Lebih lanjut saksi menjelaskan, korban tidak langsung meninggal karena setelah

ditusuk, korban masih sempat teriak-teriak marah kepada tersangka dan

menempeleng tersangka hingga membentur tempat duduk. Saksi AR menerangkan

bahwa dia melihat peristiwa penusukan tersebut namun dari kejauhan dan tidak

mampu menolong korban karena terlalu mabuk minuman keras sebelum menemani

korban datang ke tempat tersangka. Namun dia memaksakan diri mendekati korban

untuk mencoba menolong sampai akhirnya korban menghembuskan nafasnya yang

terakhir. Lima saksi lain ( AC33th, DC33th,FR36th, CC26th dan IF48th) juga

menerangkan hal yang serupa seperti yang di ceritakan oleh AG karena kebetulan

mereka adalah tetangga tersangka AH. Setelah kejadian tersebut Polisi menetapkan

dua tersangka pelaku tindak pidana atas peristiwa tersebut dengan inisial AH(15th)

122 | P a g e
dan AR(20th) dan mengamankan barang bukti pisau serta bercak darah pada celana

jeans yang digunakan tersangka

Buat Pendapat Hukum atas ilustrasi kasus di atas!

Petunjuk

Selain peraturan yang terkait dengan kasus posisi yang disampaikan, hal‐hal apa saja
yang perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun Legal pinion?

123 | P a g e
Pertemuan II

Penyusunan Surat Perintah


Penangkapan dan Surat Perintah
Penahanan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun dan menganalisa dokumen-dokumen yang terkait

dengan penangkapan dan penahanan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiwa mampu menyusun Surat perintah Penangkapan

2. Mahasiwa mampu menyusun Surat perintah Penahanan

3. Mahasiswa mampu menganalisa dan memberikan legal solving atas

permasalahan keterbatasn waktu dalam penangkapan

4. Mahasiswa mampu menyusun dokumen-dokumen lain terkait penangkapan

dan penahanan

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

124 | P a g e
4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

Kasus Posisi

Polisi berencana melakukan penangkapan serta penahanan atas AN (15th) karena

disangka melakukan penggelapan atas uang senilai 6 juta milik SA(18th). Duduk

perkaranya adalah sebagai berikut, pada tanggal 23 januari 2011 SA meminjamkan

uang pada AN sebesar 6 juta tanpa bukti tertulis apapun, dengan janji akan dibayar

tanggal 29 Januari 2011 dirumah AN di jalan Melati desa Sambi Lodoh, Pacitan.

Pada hari yang ditentukan ternyata AN tidak dapat mengembalikan uang tersebut

karena belum punya uang dan janji tanggal 7 Februari 2011 akan dibayar. Pada

tanggal tersebut, ternyata AN juga belum bisa mengembalikan. Karena takut ada niat

AN untuk tidak mau mengembalikan uangnya, maka SA minta pada AN untuk

membuat pernyataan PENITIPAN UANG secara dibawah tangan dengan materai

6000,- dengan saksi bapak (RD 52 th) dan ibu (S 49th) dari AN. Karena hari-hari

berikutnya ternyata AN ingkar, maka SA tanggal 20 Maret 2011 melaporkan ke

Polsek Sambi Lodoh dan tempat tanggal 23 Maret 2011 kemarin AN dinyatakan

sebagai tersangka. Berdasarkan hasil penyidikan, polisi mengetahui bahwa AN

bersembunyi di desa terpencil didaerah Pacitan dimana untuk mencapai daerah

tersebut dibutuhkan minimal 2 hari perjalanan karena susahnya akses jalan dan letak

geografis desa tempat AN bersembunyi.

Perintah

Buatlah dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penangkapan serta penahanan

AN!

125 | P a g e
Petunjuk
1. Jika penyidik mengalami kesulitan untuk menghadirkan /membawa tersangka
dalam penangkapan karena lewatnya waktu 1 X 24 jam, langkah apa yang
dapat ditempuh seorang penyidik?
2. Syarat‐syarat apa yang harus diperhatikan dalam penahanan?

Pertemuan III

Surat Permohonan Penangguhan


Penahanan dan Permohonan
Pengalihan Penahanan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun surat permohonan penangguhan penahanan dan surat

permohonan pengalihan penahanan dengan menggunakan alas an-alasan yang

rasional.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menyusun surat permohonan penangguhan penahanan

pada institusi penegak hukum yang berwenang.

2. Mahasiswa mampu menyusun surat permohonan pengalihan penahanan pada

institusi penegak hukum yang berwenang

3. Mahasiswa mampu menerapkan alas an-alasan yang rasional dan persuasif

sesuai dengan perundang-undangan dalam surat permohonan pengalihan

penahanan maupun surat penangguhan penahanan

126 | P a g e
4. Mahasiswa mampu membedakan produk hukum hasil dari surat permohonan

pengalihan penahanan atau surat permohonan penangguhan penahanan

dengan permohonan itu sendiri

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

Kasus Posisi

Polisi telah melakukan penangkapan serta penahanan atas AN (15th) karena disangka

melakukan penggelapan atas uang senilai 6 juta milik SA(18th). AN mengatakan

pada penyidik bahwa yang terjadi pada dirinya adalah sebuah ketidak adilan karena

yang dilakukannya hanyalah belum mampu bayar hutang dan masih bersedia

membayar dengan bunganya jika SA mau. Selain itu, AH minta dengan sangat pada

penyidik agar tidak menahan dirinya karena dia satu-satunya tulang punggung

keluarga meski masih muda karena bapaknya sudah tidak bekerja dan ibunya

hanyalah buruh cuci dikampung. Meski dengan alasan-alasan yang disampaikan

127 | P a g e
tersebut,penyidik tetap mengeluarkan Surat Perintah Penahanan dengan No

Sp.Han/17/IV/2011/Pol tertanggal 20 Maret 2011.

Perintah

Sebagai Advokad AN buat Surat Permohonan Penangguhan Penahanan dan

Pengalihan Penahanan!

Petunjuk
1. Sebutkan dasar hukum penangguhan penahanan dan pengalihan penahanan!
2. Sebutkan alas an‐alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan
permohonan pengalihan maupun penangguhan penahanan!

128 | P a g e
Pertemuan IV

Penyusunan Surat Perintah


Penggeledahan dan Penyitaan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun surat perintah penggeledahan dan surat perintah

penyitaan menggunakan alas an-alasan yang rasional.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiwa mampu menyusun Surat Perintah Penggeledahan

2. Mahasiwa mampu menyusun Surat Perintah Penyitaan

3. Mahasiswa mampu menganalisa dan memberikan legal solving atas

permasalahan pelaksanaan Penggeledahan dan Penyitaan yang berada pada

yuridiksi yang berbeda

4. Mahasiswa mampu menyusun dokumen-dokumen lain terkait Penggeledahan

dan Penyitaan

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

129 | P a g e
Kasus Posisi

Setelah dikeluarkan surat penangguhan penahanan terhadap tersangka AN, pihak

penyidik baru mendapatkan informasi bahwa uang hasil penggelapannya ( sebesar 6

juta), ternyata digunakan oleh AN untuk kredit sepeda motor merek Y dengan uang

muka 500 ribu, dibelikan 2 ekor kambing senilai 1,7 juta dan 30 ekor ayam petelor

senilai 1,5 juta, sisanya dimasukkan celengan Panda dibawah tempat tidur yang

berada dirumah saudaranya (SS 45 tahun) di jalan Ambeng Wetan, Desa Srumpi,

Duduk Sampeyan, Gresik. Penyidik Polsek Genteng Surabaya kemudian

berkoordinasi dengan Polsek Sampeyan Gresik untuk melakukan penggeledahan dan

penyitaan.

Perintah

Buatlah dokumen-dokumen yang diperlukan untuk melakukan penggeledahan dan

penyitaan di rumah SS !

Petunjuk
1. Apakah penggeledahan maupun penyitaan dapat dilakukan seorang penyidik
di yuridiksi luar kewenangan penyidik?
2. Barang‐barang apa yang boleh dilakukan penyitaan oleh penyidik?

130 | P a g e
Pertemuan V

Penyusunan Permohonan
Praperadilan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiwa mampu menyusun Surat Permohonan Praperadilan yang menggunakan

alas an-alasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menyusun Surat Permohonan Praperadilan berdasarkan

ketentuan Pasal 77 jo 95 KUHAP jo PP 27 Tahun 1983

2. Mahasiswa mampu menerapkan alasan - alasan yang rasional sesuai dengan

KUHAP dalam permohonan praperadilan

3. Mahasiswa mampu mengajukan permohonan dengan memperhatikan

“Termohon” maupun “Pemohon” dalam surat permohonan Praperadilan

4. Mahasiswa mampu membuat petitum yang rasional sesuai dengan KUHAP

dan PP 27 Tahun 1983 dalam surat permohonan Praperadilan

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

131 | P a g e
4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

Kasus Posisi

Setelah dikeluarkan surat penangguhan penahanan terhadap tersangka AN, pihak

penyidik baru mendapatkan informasi bahwa uang hasil penggelapannya ( sebesar 6

juta), ternyata digunakan oleh AN untuk kredit sepeda motor merek Y dengan uang

muka 500 ribu, dibelikan 2 ekor kambing senilai 1,7 juta dan 30 ekor ayam petelor

senilai 1,5 juta, sisanya dimasukkan celengan Panda dibawah tempat tidur yang

berada dirumah saudaranya (SS 45 tahun) di jalan Ambeng Wetan, Desa Srumpi,

Duduk Sampeyan, Gresik. Penyidik Polsek Genteng Surabaya kemudian

berkoordinasi dengan Polsek Sampeyan Gresik untuk melakukan penggeledahan dan

penyitaan.

Pada waktu menggeledah, salah satu penyidik secara tidak sengaja memecahkan

gelas keramik berbentuk cawan suci Bunda Maria yang bernilai +/- 300 juta rupiah

yang ditunjukan dengan sertifikat International atas pelestarian benda bernilai seni

tinggi. Karena takut ketahuan maka benda tersebut ikut disita oleh penyidik dan

dibawa sebagai barang bukti. Dalam perjalanan menuju Polsek Genteng Surabaya,

penyidik mampir kerumah AN untuk melakukan penangkapan dan penahanan atas

diri AN karena sekali jalan.

132 | P a g e
Perintah

Sebagai Advokad AN, buatlah permohonan praperadilan!

Petunjuk
1. Sebutkan alas an‐alasan apa yang dapat digunakan sebagai dasar pengajuan
praperadilan!
2. Siapa subyek yang dapat di Praperadilan kan, individu Aparat Penegak Hukum atau
Institusi?

133 | P a g e
Pertemuan VI

Penyusunan
Surat Dakwaan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun Surat Dakwaan dengan menerapkan syarat-syarat

formil maupun materiil

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menyusun Dokumen Surat Dakwaan berdasarkan kasus

posisi yang diberikan

2. Mahasiswa mampu menuangkan syarat-syarat formil maupun materiil

berdasarkan fakta/fakta hukum dalam kasus posisi yang diberikan kedalam

penyusunan Surat Dakwaan

3. Mahasiswa mampu menentukan dengan tepat jenis surat dakwaan

berdasarkan kasus posisi yang diberikan

4. Mahasiswa mampu menentukan dengan tepat Pasal-Pasal pidana yang akan

digunakan dalam Surat Dakwaan dengan mempertimbangkan jenis Surat

Dakwaan yang akan digunakan berdasarkan Kasus Posisi yang diberikan

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

134 | P a g e
3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

Kasus Posisi

AN (15th) ditahan karena disangka melakukan penggelapan dan penipuan atas uang

senilai 6 juta milik SA(18th). Duduk perkaranya adalah sebagai berikut, pada tanggal

23 januari 2011 SA meminjamkan uang pada AN sebesar 6 juta tanpa bukti tertulis

apapun, dengan janji akan dibayar tanggal 29 Januari 2011 dirumah AN di jalan

Sidosermo Airdas Surabaya. Pada hari yang ditentukan ternyata AN tidak dapat

mengembalikan uang tersebut karena belum punya uang dan janji tanggal 7 Februari

2011 akan dibayar. Pada tanggal tersebut, ternyata AN juga belum bisa

mengembalikan. Karena takut ada niat AN untuk tidak mau mengembalikan

uangnya, maka SA minta pada AN untuk membuat pernyataan PENITIPAN UANG

secara dibawah tangan dengan materai 6000,- dengan saksi bapak (RD 52 th) dan ibu

(S 49th) dari AN serta dua orang teman AN bernama BP(27th) dan SN(18th).

Karena hari-hari berikutnya ternyata AN ingkar, maka SA tanggal 20 Maret 2011

melaporkan ke Polsek setempat dan tepat tanggal 23 Maret 2011 kemarin AN

dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan untuk keperluan penyidikan perkara

penggelapan dan penipuan. Setelah penyidik menahan AN, mereka mendapatkan

informasi bahwa AN juga punya hutang diteman-temannya yang lain seperti RD

(17th) dan PW (13th) namun juga tidak pernah dibayar olehnya meskipun sudah

ditagih berkali kali oleh mereka. Berdasarkan pengembangan penyidikan akhirnya

135 | P a g e
dilakukan penahanan terhadap tersangka AH di Rutan 23 Maret 2011 sampai 3 April

2011 kemudian dilanjutkan penahanan oleh Kejaksaan di Rutan tanggal 3 April 2011

s/d dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Jaksa Penuntut Umum berencana

menyusun Surat Dakwaan.

Perintah

Buatlah surat dakwaan atas peristiwa diatas, jika anda ditunjuk sebagai Jaksa

Penuntut Umumnya!

Petunjuk
1. Sebutkan dasar hukum surat dakwaan!
2. Jelaskan syarat sahnya surat dakwaan!

136 | P a g e
Pertemuan VII

Eksepsi

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun Surat Eksepsi atau Nota Keberatan dengan

menerapkan batasan-batasan sesuai dengan KUHAP dan doktrin yang berkembang

dalam praktek hukum

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menganalisa Surat Dakwaan yang diberikan guna

menyusun Surat Eksepsi

2. Mahasiswa mampu menyusun Surat Eksepsi berdasarkan surat dakwaan yang

diberikan

3. Mahasiswa mampu menerapkan jenis eksepsi baik yang terkait kompetensi

PN, dakwaan tidak diterima maupun dakwaan batal

4. Mahasiswa mampu membangun argumentasi yuridis terkait jenis alasan

eksepsi

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

137 | P a g e
3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

Kasus Posisi

KEJAKSAAN NEGERI Surabaya

“UNTUK KEADILAN”

__________________SURAT DAKWAAN__________________

NO. REG. PERKARA : PDM-007 /Sby/072011

A. IDENTITAS TERDAKWA

Nama Lengkap : Ari Hanggara

Tempat Lahir : Banyuwangi

Umur/Tgl Lahir : 15 tahun / 26 Januari 1996.

Kebangsaan : Indonesia.

Jenis Kelamin : Laki-laki.

Tempat Tinggal : Harapan Raya 12 E, Sidoarjo

Agama :Katholik

Pekerjaan : Pelajar

B. PENAHANAN

- Penyidik – Rutan, 12 Maret 2011 sampai 22 Maret 2011

138 | P a g e
- Kejaksaan – Tidak ditahan

- Pengadilan – Tidak ditahan

Dakwaan

------Bahwa terdakwa Ari Hanggara baik bertindak secara sendiri-sendiri ataupun

bersama-sama dengan Sanusi Nuri/ Bapak Ari Hanggara(dalam berkas terpisah) pada

hari Senin tanggal 26 November 2010 bertempat di kota Surabaya yang berdasarkan

pasal 84 KUHAP, Pengadilan Negeri Surabaya berwenang memeriksa dan mengadili

perkaranya, telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan

dengan sengaja mengambil barang milik orang lain, yang dilakukan terdakwa dengan

cara-cara sebagai berikut:

- Bahwa terdakwa Ari Hanggara mengambil barang milik orang lain yang

berupa ALAT PEMOTONG KACA keTujuan Instruksional Khususa

mengerjakan Pekerjaan borongan di Jalan genteng Kali Surabaya.

- Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Ali (teman bermain Ari Hanggara), alas

an Terdakwa Ari Hanggara mengambil barang milik orang lain adalah untuk

membayar hutang terhadap temannya Roni sebesar 1 juta rupiah.

- Bahwa berdasarkan keterangan Roni, terdakwa memang memiliki hutang

kepadanya

- Bahwa karena ingin menyelesaikan hutangnya pada Roni, setelah selesai

pengerjaan borongannya, Terdakwa memasukan Alat pemotong kacanya

kedalam tas hitam kerjanya kemudian dibawa pulang.

- Berdasarkan keterangan saksi Riko R, Terdakwa Ari Hanggara yang

mengambil alat pemotong kaca tersebut karena pernah ditawari untuk

menjualkan alat tersebut.

139 | P a g e
- Hal serupa juga disampaikan Paimatun Pii bahwa dia juga pernah diminta

untuk menjualkan alat tersebut dengan alasan untuk segera membayar

kekurangan hutang Bapaknya Sanusi Nuri sebesar 1 juta.

- Berdasarkan keterangan Sanusi Nuri, dia pernah meminta anaknya untuk

mencarikan uang untuk membayar hutang

- Berdasarkan perkiraan, kerugian yang ditimbulkan adalah 12 juta

Perbuatan terdakwa Ari Hanggara tersebut diatur dan diancam pidana

berdasarkan Pasal 363 KUHPidana jo Pasal 55 KUHPidana.

Surabaya, 9 April 2011

JAKSA PENUNTUT UMUM

Antisahari, SH. MH

NIP. 230116855

140 | P a g e
Perintah

Sebagai Advokad AH, buat eksepsi atas surat dakwaan diatas!

Petunjuk
1. Sebutkan dasar hukum eksepsi!
2. Sebutkan alas an‐alasan yang dapat
digunakan sebagai dasar eksepsi!

141 | P a g e
Pertemuan VIII

Analisa Putusan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun analisa hukum atas putusan perkara pidana.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menganalisa putusan perkara pidana dengan menerapkan

Pasal 197 KUHAP

2. Mahasiswa mampu menentukan linieritas ratio decidendi putusan dengan

amar putusan

3. Mahasiswa mampu membangun argumentasi yuridis terkait putusan perkara

pidana yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar upaya hukum

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

142 | P a g e
Kasus Posisi

Putusan

Nomor 7 /Pid.B/2011/PN Surabaya

Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana

biasa pada tingkat pertama yang bersidang secara majelis telah menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara pidana atas nama

Ari Hanggara

Lahir di Banyuwangi, umur 15 Tahun, tanggal lahir 26 Januari 1996, jenis kelamin

laki-laki, berkebangsaan Indonesia, bertempat tinggal di Harapan Raya 12 E,

Sidoarjo, agama Khatolik, pelajar.

Terdakwa dalam perkara ini ditahan:

- Penyidik – Rutan, 12 Maret 2011 sampai 22 Maret 2011

- Kejaksaan – Tidak ditahan

- Pengadilan – Tidak ditahan

Pengadilan Negeri tersebut;

Telah membaca surat-surat dan berkas pemeriksaan pendahuluan dalam perkara ini

(dianggap ada)

Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum

…………………………………………………….(dianggap ada)

143 | P a g e
Menimbang bahwa dipersidangan didengar keterangan saksi-saksi dibawah sumpah

sebagai berikut:

1. Saksi korban menyatakan bahwa dia kehilangan alat pemotong kaca senilai

12 juta dan terdakwalah yang mengambil. Atas alas an ini terdakwa

menyatakan tidak sengaja membawa.

2. Saksi Ali yang menyatakan bahwa alas an Ari mencuri adalah untuk bayar

hutang . Atas alas an ini terdakwa menyanggah karena dia bukan pencuri

3. Saksi Roni menyatakan memang Ari punya hutang pada dirinya sebesar 1

juta. Atas alas an ini terdakwa membenarkan

4. Saksi Paimatun Pii menyatakan bahwa dia pernah diminta menjualkan alat

pemotong kaca. Atas pernyataan ini terdakwa membenarkan namun bukan

alat pemotong kaca dimaksud.

5. Saksi Sani menyatakan bahwa terdakwa pernah diminta olehnya menjualkan

alat pemotong kaca miliknya. Atas pernyataan ini terdakwa membenarkan

6. Terdakwa menyatakan yang pada pokoknya tidak melakukan pencurian

karena dia tidak sengaja membawa alat pemotong kaca tersebut

Menimbang eksepsi dari terdakwa dan berpendapat menolak semua alas an eksepsi

terdakwa………………

Menimbang bahwa oleh karena perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam

dakwaan tunggal melanggar Pasal 362 KUHP tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan karena sangatlah mungkin secara tidak sengaja membawa barang milik

orang lain tanpa niat untuk memiliki………………………………………………

Menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan

………………………………………………..(dianggap ada)

144 | P a g e
Mengingat dan memperhaTujuan Instruksional Khususan hukum yang berlaku

khususnya Pasal 362 KUHP……………………………….

Mengadili

1. Menolak semua eksepsi terdakwa Ari Hanggara

2. Menyatakan bahwa terdakwa Ari Hanggara dilepaskan dari segala tuntutan

hokum

3. Memerintahkan agar barang bukti alat pemotong kaca dikembalikan pada

korban

4. Membebankan segala biaya perkara pada Negara

Demikian diputuskan dalam Rapat permusyawaratan majelis Hakim Pada Hari

Jumat, tanggal 16 Juni 2011 dan diucapkan pada persidangan yang terbuka untuk

untuk umum pada hari Senin 19 Juni 2011 oleh kami Rudi Subangun S.H sebagai

Hakim ketua, Djoko W S.H dan Warni AS S.H sebagai Hakim Anggota dibantu oleh

Beni T Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Antisahari Jaksa Penuntut Umum dan

Terdakwa.

Perintah

Saudara diminta untuk memberikan analisa atas putusan diatas!

Petunjuk
1. Apa yang dimaksud ratio decidendi?
2. Sebutkan syarat‐syarat yang harus dipenuhi
dalam sebuah putusan pidana!

145 | P a g e
Pertemuan IX

Pembelaan

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun dokumen hukum Pembelaan (Pledoi) berdasarkan

surat dakwaan dan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menyusun pledoi/pembelaan dengan struktur yang telah

ditentukan sebelumnya

2. Mahasiswa mampu menyusun pledoi yang persuasive dan kritis terhadap

surat dakwaan serta fakta-fakta yang terungkap dipersidangan

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

146 | P a g e
Kasus Posisi

Kop surat dianggap ada

Surat Dakwaan

No.Reg.Perkara:PDM-1299/O.5.11/Ep.4/11/2010

A. Terdakwa:

Nama Lengkap : Aliqa Hani

Tempat Lahir : Surabaya

Umur/ tanggal lahir : 15 tahun/ 14 Maret 1995

B. Penahanan : Ditahan kejaksaan dan kepolisian

Dakwaan :

Kesatu:

- Bahwa terdakwa Aliqa Hani pada hari Sabtu, 12 September 2010 jam 01:24

pagi bertempat di Jalan Dukuh Kupang yang termasuk wilayah hukum

Pengadilan Negeri Surabaya, dengan sengaja dan melawan hukum

menghilangkan nyawa orang lain (NV)

- Bahwa Saksi AG menerangkan bahwa dia melihat tersangka menarik pisau

yang ada disangkur milik korban dan kemudian menusukkan pisau tersebut di

perut korban

- Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan visum oleh dokter disebutkan korban

meninggal karena kehabisan darah

- Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan visum atas diri Aliqa Hani disebutkan

adanya trauma berat pada kepala karena benda tumpul dibeberapa bagian

kepala, pecahnya gendang telinga sebelah kiri dan memar-memar serta luka

dibeberapa bagian tubuh.

147 | P a g e
- Bahwa Saksi AR menerangkan bahwa dia melihat peristiwa penusukan

tersebut namun dari kejauhan dan tidak mampu menolong korban karena

terlalu mabuk minuman keras sebelum menemani korban datang ke tempat

tersangka

- Bahwa Saksi AR juga melihat Terdakwa menampar dan menendang kepala

korban berkali kali tanpa perikemanusiaan

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 338 KUHP

Atau,

Kedua:

- (dianggap sudah diuraikan)

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 351

KUHP

Surabaya, 1 Desember 2010

Jaksa Penuntut Umum

Roni Siahaan S.H

Berdasarkan pemeriksaan alat bukti dan barang bukti dipersidangan diketemukan

fakta sbb:

1. Membenarkan semua keterangan saksi pada dakwaan kesatu

2. Pernyataan terdakwa bahwa dia memang bersalah membunuh NV karena

tidak tahan siksaan.

148 | P a g e
Dalam surat tuntutan berisi yang pada pokoknya sebagai berikut:

MENUNTUT

Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili

perkara atas nama terdakwa Aliqa Hani memutuskan:

1. Menyatakan terdakwa Aliqa Hani terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “pembunuhan “sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 338K.U.H.Pidana

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Aliqa Hani dengan pidana penjara

selama SEUMUR HIDUP dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan

3. Menyatakan barang bukti berupa pisau yang digunakan sebagai alat untuk

membunuh korban disita oleh negara

4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500, (dua

ribu lima ratus rupiah)

Perintah

Buat surat pembelaan atas ilustrai diatas jika anda Advokad Aliqa Hani!

Petunjuk
1. Selain dasar hukum dari argumentasi, hal apa yang yang harus
diperhatikan dalam penyusunan pembelaan?
2. Apakah pembelaan selalu mengharapkan pembebasan/pelepasan
dari segala tuntutan hukum dari terdakwa?

149 | P a g e
Pertemuan X
Upaya Hukum
(Banding)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mampu menyusun dokumen hukum banding terhadap putusan perkara

pidana yang diberikan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menganalisa putusan perkara pidana dengan menerapkan

Pasal 197 KUHAP dan menyusunnya dalam sebuah memori banding

2. Mahasiswa mampu menentukan linieritas ratio decidendi putusan dengan

amar putusan serta menerapkan argumentasi yuridis untuk alas an-alasan

banding

Kegiatan perkuliahan

1. Dosen meminta mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai

5 orang

2. Dosen menjelaskan kasus posisi kemudian meminta setiap kelompok untuk

mendiskusikan kasus posisi dan petunjuk yang diberikan selama 10 menit

3. Mahasiswa menyampaikan hasil diskusi kelompok dan dosen memberikan

feedback

4. Mahasiswa secara individu menyusun dokumen hukum sesuai dengan kasus

posisi

150 | P a g e
Kasus Posisi

Putusan

Nomor 7 /Pid.B/2011/PN Surabaya

Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana

biasa pada tingkat pertama yang bersidang secara majelis telah menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara pidana atas nama

Asih Nurdin

Lahir di Banyuwangi, umur 15 Tahun, tanggal lahir 26 Januari 1996, jenis kelamin

laki-laki, berkebangsaan Indonesia, bertempat tinggal di Jl Sidosermo Airdas,

Surabaya, agama Khatolik, pelajar.

Terdakwa dalam perkara ini ditahan:

- Penyidik – Rutan, 12 Maret 2011 sampai 22 Maret 2011

- Kejaksaan – Tidak ditahan

- Pengadilan – Tidak ditahan

Pengadilan Negeri tersebut;

Telah membaca surat-surat dan berkas pemeriksaan pendahuluan dalam perkara ini

(dianggap ada) Telah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum

…………………………………………………….(dianggap ada)

Menimbang bahwa dipersidangan didengar keterangan saksi-saksi dibawah sumpah

sebagai berikut:

151 | P a g e
1. Saksi korban menyatakan bahwa dia merasa ditipu oleh terdakawa dan

menderita kerugian sebesar 6 juta. Atas alas an ini terdakwa menyatakan

bersedia membayar hutangnya dengan cara mencicil semampunya.

2. Saksi Rudi Darno Bapak terdakwa membenarkan bahwa anaknya(terdakwa)

memang mempunyai hutang pada korban dan pembuatan surat penitipan

uang tersebut dianggap sama dengan perjanjian hutang piutang. Atas alas an

ini terdakwa membenarkan seluruh keterangan.

3. Saksi Supriatin ibu terdakwa membenarkan kalau anaknya punya hutang tapi

tidak melakukan kejahatan. Atas alas an ini terdakwa membenarkan

keseluruhan keterangan.

4. Saksi Rianto Desade memberikan keterangan bahwa terdakwa mempunyai

hutang kepadanya sebesar 3 juta. Atas keterangan tersebut Terdakwa

membenarkan

5. Diperiksa juga keaslian dari Akta Penitipan uang dan semua pihak yang

menandatanganinya.

6. Terdakwa menyatakan yang pada pokoknya tidak melakukan kejahatan

apapun juga.

Menimbang eksepsi dari terdakwa dan berpendapat menolak semua alas an eksepsi

terdakwa………………

Menimbang bahwa oleh karena perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam

dakwaan tunggal melanggar Pasal 378 KUHP tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan karena yang dilakukan terdakwa adalah wan prestatie dalam dunia

keperdataan………………………………………..…………………………………

Menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan

………………………………………………..(dianggap ada)

152 | P a g e
Mengingat dan memperhaTujuan Instruksional Khususan hukum yang berlaku

khususnya Pasal 378 KUHP……………………………….

Mengadili

1. Menolak semua eksepsi terdakwa Asih Nurdin

2. Menyatakan bahwa terdakwa Asih Nurdin segera dibebaskan

3. Memerintahkan agar terdakwa membayar hutang sebesar 6 juta rupiah pada

korban dalam tempo maksimum 1 bulan sejak putusan ini diumumkan tanpa

diangsur.

4. Membebankan segala biaya perkara pada Negara

Demikian diputuskan dalam Rapat permusyawaratan majelis Hakim Pada Hari

Jumat, tanggal 16 Juni 2011 dan diucapkan pada persidangan yang terbuka untuk

untuk umum pada hari Senin 19 Juni 2011 oleh kami Rudi Subangun S.H sebagai

Hakim ketua, Djoko W S.H dan Warni AS S.H sebagai Hakim Anggota dibantu oelh

Beni T Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Antisahari Jaksa Penuntut Umum dan

Terdakwa

Perintah

Saudara diminta untuk membuat memori banding atas putusan di atas.

Petunjuk
1. Apa dasar hukum upaya banding?
2. Apa beda mendasar Pengadilan tingkat banding dan Pengadilan
Kasasi?

153 | P a g e
MAGANG (INTERNSHIP)

Life study dengan melakukan internship selama tiga hari di UKBH (Unit Konsultasi

dan Bantuan Hukum )

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mendapat pengalaman langsung berhadapan dengan Klien UKBH dan

mampu membuat kasus posisi serta draft legal opinion terkait permasalahan yang

dihadapi klien UKBH.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (Model A)

1. Mahasiswa mendapatkan soft skill interviewing klien UKBH secara

nyata/langsung.

2. Mahasiswa mendapatkan soft skill “how to convincing” klien UKBH

3. Mahasiswa mendapatkan soft skill kepemimpinan

4. Mahasiswa mendapatkan soft skill bekerja dalam kelompok (Mahasiswa-

Klien- Dosen-staff UKBH)

5. Mahasiswa mendapatkan soft skill integritas

6. Mahasiswa mendapatkan soft skill kedisiplinan

7. Mahasiswa mampu membuat draft Legal opinion perkara nyata

8. Mahasiswa mampu membuat jurnal perkara

Tugas XI (Model A)

Membuat Draft Legal Opinion terhadap klien UKBH

Membuat Jurnal Mahasiswa magang di UKBH selama 3 (tiga) hari

154 | P a g e
155 | P a g e
Life study dengan melakukan eksternship selama tiga hari di Institusi Criminal

Justice System (Kepolisian, Kejaksaan,Pengacara, Kehakiman dls)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa mendapat pengalaman langsung berhadapan dengan praktek hukum di

Institusi tempat magang dan mampu membuat laporan observational terkait

kewenangan institusi tempat magang.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (Model B, Model C)

1. Mahasiswa mendapatkan soft skill interviewing Aparat Penegak Hukum

terkait tempat magang.

2. Mahasiswa mendapatkan soft skill kepemimpinan

3. Mahasiswa mendapatkan soft skill bekerja dalam kelompok (Mahasiswa-

Dosen- Aparat Penegak Hukum tempat magang)

4. Mahasiswa mendapatkan soft skill integritas

5. Mahasiswa mendapatkan soft skill kedisiplinan

6. Mahasiswa mampu membuat laporan observational

7. Mahasiswa mampu membuat jurnal perkara

Tugas XI (Model B)

Membuat Draft Surat Dakwaan terhadap di Institusi Kejaksaan

Membuat Jurnal Mahasiswa magang di Institusi Kejaksaan selama 3 (tiga) hari

Tugas XI (Model C)

Membuat Draft Eksepsi di Kantor Pengacara

Membuat Jurnal Mahasiswa magang di Kantor Pengacara selama 3 (tiga) hari

156 | P a g e
PERHATIAN!

Model lain diperbolehkan namun sebelumnya dikonsultasikan pada dosen pengampu

Hukum Acara Pidana.

Petunjuk

1. Tentukan institusi magang yang akan dituju serta persiapkan permohonan

resmi kepada institusi tersebut disertai surat pengantar dari Fakultas Hukum.

2. Penentuan institusi magang tidak boleh lebih dari 2 minggu sejak surat

permhonan resmi dan surat pengantar disampaikan

3. Tentukan segera draft dokumen hukum apa yang akan dibuat setelah

berkonsultasi dengan Institusi magang

4. Buat ilustrasi kegiatan yang dilakukan di Institusi magang dan memasukan

catatan-catatan yang dianggap penting terkait tujuan pembuatan draft

dokumen hukum setiap harinya.

5. Jurnal mahasiswa magang paling tidak berisi jenis kegiatan yang dinarasikan,

catatan yang dianggap penting, kesimpulan dari proses kegiatan pemagangan,

CV mahasiswa, CV aparat penegak hukum yang membimbing, dan pendapat

pribadi atas penegakan hukum di Indonesia.

157 | P a g e
BAHAN BACAAN

1. John O. Sonsteng with Donna Ward, Colleen Bruce and Michael Petersen, A

Legal Education Renaissance: A Practical Approach For The Twenty-First

Century, Vandeplas Publishing 2008

2. Andrew Ashworth, The Criminal Process an evaluative study, second edition,

Oxford University 1998

3. R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Politeia 1997

4. Bahan Ajar Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2004

5. Michael Cavadino and James Dignan, The Penal System, SAGE, second edition,

1997

6. Andrew Sanders and Ricard Young, Criminal Justice, Butterworths, 1994

7. Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, suatu tinjauan khusus terhadap Surat

Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, PT Citra Aditya Bakti, 2007

8. Prof. Dr. Didik Endro P. S.H., M.H., Handout Hukum Pidana 2006

9. M.Yahya Harahap S.H., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua,

Sinar Grafika, 2000

158 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai