Anda di halaman 1dari 6

PERLINDUNGAN HAK – HAK PEREMPUAN

DIBIDANG SIPIL DAN POLITIK

A. Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia

Meskipun konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan bagi perempuan untuk


mendapat perlindungan hak-hak perempuan akan perlakuan yang setara dengan laki-laki di segala
bidang khusus di bidang sipil dan politik serta ekonomi sosial dan budaya, akan tetapi dalam
kenyataan atau prakteknya masih terdapat diskriminasi dan kekerasan serta kejahatan terhadap
wanita, dan eksploitasi pekerja seks komersial. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan
Hak Asasi Manusia yang menegaskan keharusan Negara c.q. Pemerintah melakukan tindakan
untuk menjamin bahwa individu-individu, kelompok, atau pemerintah tidak meniadakan akses
individu-individu lainnya.
Mengenai prinsip non diskriminasi itu telah diatur dalam pasal 27 dan 28 UUD 1945 dan
prinsip tersebut diperkuat dengan adanya ratifikasi CEDAW (Convention on The Elimination of
All Forms of Discrimination Against Women) yang diintegrasikan dalam Tata Hukum Nasional
melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Salah satu isu penting dalam Perlindungan Hak-hak Perempuan adalah masalah
diskriminasi yang berbasis gender yang pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap Hak
Asasi Manusia. Diskriminasi menurut Konvensi Perempuan adalah :
Setiap pembedaan, pengesampingan, atau pembatasan dalam semua bentuk yang dibuat
atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan penghormatan atau penggunaan hak-Hak Asasi Manusia
manusia dan kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, sosial budaya,sipil atau bidang
apapun lainnya bagi kaum perempuan, terlepas dari statusnya.

Konvensi perempuan yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1984


merupakan dasar hukum untuk mempromosikan perlindungan hak-hak perempuan karena
konvensi perempuan menekankan pada kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki
(gender equality and equity) secara konkret yang diangkat adalah hak dan kesempatan serta
perlakuan yang adil disegala bidang dan menyangkut semua kegiatan.
Diskriminasi terhadap perempuan bersumber pada prasangka dan kebiasaan-kebiasaan
yang merugikan bagi perkembangan perlindungan hak-hak perempuan karena baik perempuan
dalam berprilaku dan bersikap dibatasi oleh nilai budaya dan struktur yang berlaku. Diskriminasi
terhadap perempuan yang menempatkan perempuan sebagai sekunder dan inferior yang dapat
mengembangkan sikap learned helpless dalam posisinya sebagai korban kekerasan bersikap
menerima dengan alasan bahwa itu yang terbaik baginya, maksudnya ada perempuan yang
menganggap bahwa penderitaannya adalah sesuatu yang biasa, sedangkan laki-laki
menganggapnya sebagai sesuatu yang benar.
Penghapusan diskriminasi terhadap perempuan ini tidak dapat dipisahkan dari 12 (dua belas)
bidang penting yang telah digariskan dalam Konferensi Dunia tentang perempuan di Beijing
Tahun 1995 yakni :
1. Perempuan dan kemiskinan
2. Pendidikan dan pelatihan perempuan
3. Perempuan dan konflik bersenjata
4. Tindakan kekerasan terhadap perempuan
5. Perempuan dan ekonomi
6. Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan
7. Mekanisme kelembagaan dan kemajuan perempuan
8. Hak asasi perempuan
9. Perempuan dan media massa
10. Perempuan dan lingkungan hidup
11. Perempuan dan kesehatan serta
12. Anak perempuan

B. Hak-Hak Asasi Perempuan

Hak-hak perempuan merupakan Hak Asasi Manusia yakni seperangkat hak yang melekat
pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum
pemerintah dari setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
(ps 1 Undang-Undang No 39/1999).
Terminologi hak perempuan ditujukan untuk menjaga kesemestaan konsep HAM yang
berarti setiap perempuan, terlepas dari keberadaan dan statusnya memiliki Hak Asasi Manusia
yang tidak boleh dilanggar oleh pihak lain. Hak Asasi Manusia perempuan pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori hak kebebasan, yakni :
1. Pertama, non derogable rights sebagai hak absolut perempuan yang harus dipenuhi oleh
negara, tanpa mengenal batas wilayah teritorial, waktu pemberlakuan serta situasi dan
kondisinya. Hak-hak ini meliputi antara lain :
- Hak atas hidup (Right to life)
- Hak untuk bebas dari perbudakan
- Hak pengakuan sebagai subyek hukum
- Hak untuk bebas dari penyiksaan
- Hak atas kebebasan berpikir
- Hak keyakinan dan Agama
2. Kedua, derogable rights, yakni
Hak-Hak Asasi Manusia perempuan yang sepenuhnya ditentukan negara, hak ini meliputi
antara lain : hak atas kebebasan berserikat, hak atas kebebasan menyatakan pendapat dan
berekspresi serta sejumlah hak-hak politis lainnya.
Hak-hak Perempuan telah diatur dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 dalam bagian
kesembilan akhir dari pasal 45 s/d pasal 51, yang menegaskan bahwa :
a) Hak-hak Perempuan (Wanita) adalah Hak Asasi Manusia (ps 45)
b) Sistem pemilu, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengangkatan
dibidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan
yang ditentukan (ps 46)
c) Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak
secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk
mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya
(ps 47)
d) Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan
jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan (ps 48)
e) 1. Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi
sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan
2. Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan
atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita
3. Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin
dan dilindungi oleh hukum (ps 49)
f) Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan
hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya (ps 50)
g) 1. Seorang isteri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan
perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta
pengelolaan harta bersama
2. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-
anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak
3. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan
mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa
mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(ps 51)
Penting bagi Perempuan untuk mengetahui secara utuh Hak-hak Asasinya, khususnya hak
istemewa yang dimilikinya, hal ini sangat diperlukan mengingat kesadaran akan Hak-hak
Seorang Perempuan diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kewajiban yang harus
dijalankannya secara berimbang, baik dalam kapasitas kehidupan pribadi, berbangsa, dan
bernegara. Kesadaran akan hak dan kewajiban ini merupakan modal dasar untuk membangun
Generasi Perempuan Indonesia yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya.

C. Perlindungan Hak-Hak Perempuan Dibidang Sipil dan Politik

Negara Republik Indonesia pada dasarnya telah menunjukkan komitmennya atas


perlindungan hak perempuan dibidang sipil dan politik maupun di bidang ekonomi sosial dan
budaya dengan jalan menerapkan keputusan internasional tentang hak-hak sipil dan politik
(International Covenant on Civil and Political Rights) dan Konvenan Internasional Tentang Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Internatonal Covenant on Economic Social and Cultural Rights)
dimana kovenan hak-hak sipil dan politik ini telah diratifikasi melalui Undang-Undang No 12
Tahun 2005 pada Tanggal 28 Oktober 2005 bersamaan dengan konvensi hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya. Adapun pokok-pokok Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
merupakan pokok-pokok Hak Asasi Manusia di bidang Sipil dan Politik yang tercantum dalam
Declaration Universal of Human Rights (DUHAM) yang disahkan pada tanggal 10 Desember
1948, sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya
mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Konvenan tersebut terdiri dari pembukaan dan pasal-
pasal yang mencakup 6 Bab dan 55 Pasal. Sedangkan kovenan hak-hak di bidang ekonomi ,
sosial, budaya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal yang diratifikasi
melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2005.
Perlindungan hak-hak perempuan dapat dilihat dari Kovenan Internasional Tentang Hak-
Hak Sipil dan Politik yang merupakan realisasi dari pasal 3 s/d pasal 22 dari Deklarasi Universal
of Human Rights yang memuat hak-Hak Asasi Manusia di bidang Sipil dan Sosial antara lain :
1. Hak untuk hidup
2. Kebebasan dan keamanan pribadi
3. Bebas dari perbudakan dan penghambaan
4. Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan
5. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai pribadi
6. Hak untuk pengampunan hukum yang efektif
7. Bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang
8. Hak untuk peradilan yang adil dan dengan pendapat yang dilakukan oleh pengadilan yang
independen dan tidak memihak
9. Hak untuk praduga tak bersalah
10. Bebas dari campur tangan, sewenang wenang terhadap kekerasan pribadi, keluarga,
tempat tinggal, maupun surat-surat
11. Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik
12. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu
13. Bebas bergaul, hak untuk memperoleh suara, hak atas suatu kebangsaan, hak untuk
menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak milik
14. Bebas berpikir, berkesadaran dan beragama, dan menyatakan pendapat
15. Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan
hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

Isi dan materi konvensi internasional tentang hak-hak sipil ini juga merupakan salah satu

program RANHAM 2004-2009 yang direalisasi melalui Undang-Undang No 12 Tahun 2005 dan

disahkan pada tanggal 28 Oktober 2005 (International Covenant on Civil and Political Rights).

Konvensi ini juga menjadi dasar dalam perlindungan Hak-hak Perempuan di bidang Sipil dan

Politik, disamping itu negara telah meratifikasi pula Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dikenal sebagai Women Convention melalui

Undang-Undang No 7 Tahun 1984. Akibat dari ratifikasi CEDAW menurut hukum internasional,

Pemerintah Indonesia dalam perlindungan hak perempuan berkewajiban melakukan berbagai

tindakan seperti : mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya, bersepakat

untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda kebijakan,

penghapusan diskriminasi terhadap wanita dan untuk itu antara lain :

a) Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan peraturan-peraturan lainnya,


termasuk sanksi-sanksinya dimana perlu, melarang semua diskriminasi terhadap wanita
b) Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama
dengan kaum pria dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan
badan-badan pemerintah lainnya, perlindungan perempuan yang efektif terhadap setiap
tindakan diskriminasi
c) Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan, dan
untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan
bertindak sesuai dengan kewajiban ini
d) Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah dan menghapuskan undang-

undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang ada yang

merupakan diskriminasi terhadap wanita


Dalam upaya Perlindungan Hak-hak Perempuan, ataupun untuk menindaklanjuti
CEDAW, Pemerintah Republik Indonesia telah melaksanakan langkah-langkah yakni :
1. Pembentukan Kantor Menteri Negara Peranan Wanita yang kemudian diubah menjadi
Kantor Pemberdayaan Perempuan
2. Menerima dan menjalankan program Pemajuan Hak-hak Perempuan melalui :
a) Peningkatan kualitas perempuan ;
b) Kualitas dan perlindungan pekerjaan perempuan ;
c) Kualitas multifungsi dari laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat ;
d) Pembangunan lingkungan sosial dan budaya yang kondusif bagi pemberdayaan
perempuan dan ;
e) Pembentukan institusi perempuan (KOMNAS Perempuan dibentuk 1998).
3. Inpres No 9 Tahun 2000 mengenai Gender Mainstreaming (Pengarusutamaan Gender)
berisi tentang strategi pengarusutamaan gender dalam seluruh proses pembangunan
4. Pemberlakuan Undang-undang No 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga
5. Ratifikasi Konvensi Internasional dalam 2 (dua) Undang-undang, yakni Undang-Undang
No 11 Tahun 2005 dan Undang-Undang No 12 Tahun 2005
6. Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Dalam rangka perlindungan Hak-hak Perempuan di bidang Sosial dan Politik,


Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia telah membuat Agenda Strategis yang
mengacu pada keputusan Presiden No 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RANHAM) Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009. Implementasi kerangka
RANHAM tersebut dapat diidentifikasi melalui langkah-langkah strategis yaitu :
1. Tindak lanjut Pemerintah dalam penanganan isu stategis perempuan dan penghapusan
diskriminasi.
2. Reformasi perundang-undangan untuk menghapus diskriminasi dan penegakan Hak Asasi
Manusia.
3. Diseminasi dan pendidikan HAM dalam kerangka penegakan nilai-nilai anti diskriminasi
dan perwujudan HAM.

Jadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan unsur kelembagaan penting
dalam pelaksanaan RANHAM, telah menjabarkan Perlindungan Hak-hak Perempuan dalam
Agenda Strategisnya.

Anda mungkin juga menyukai