Anda di halaman 1dari 8

LTM Pekan 3

Nama: Tegar Farraz E.

NPM: 2206038076

Bab 4

4.6 Hak dan Kewajiban Warga Negara

4.6.1 Hak Konstitusional Warga Negara

Hak konstitusional warga negara (constitutional right), menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, adalah
hak–hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD 1945. Setelah amendemen UUD 1945, prinsip
HAM (hak asasi manusia) telah tercantum dalam konstitusi Indonesia sebagai ciri khas prinsip
kontitusi modern Oleh karena itu, prinsip HAM yang tercantum dalam UUD 1945 merupakan
hak kontitusional warga negara Indonesia (www.create-of –budhsetiawan.blogspot.co.id). Para
Bapak Bangsa Indonesia telah bekerja keras dalam menyusun UUD 1945.

Agar UUD ini dapat melindungi seluruh warga negara, kedudukan UUD 1945 adalah sebagai
sumber hukum bagi semua undang-undang (UU) dan peraturan yang berada di bawahnya.
Dalam praktik kehidupan bernegara, UU (dapat berupa produk hukum yang berasal dari DPR
dan presiden, semua UU yang tidak terbatas sesudah Perubahan Pertama UUD 1945), dan
perppu) dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan
oleh berlakunya UU tersebut dapat mengajukan permohonan pengujian UU terhadap UUD
1945. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian UU (selanjutnya disebut
pemohon) adalah 1) perorangan warga negara Indonesia atau kelompok orang yang mempunyai
kepentingan yang sama; 2) kesatuan masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam UU; 3) badan hukum publik atau badan hukum privat; 4) lembaga negara (DPR, DPD,
MPR, presiden, BPK, Pemda, atau lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan UUD
1945); 5) lembaga-lembaga yang peduli terhadap masyarakat, seperti lembaga swadaya
masyarakat yang bergiat dalam perjuangan HAM, hak ekonomi masyarakat miskin, dan lain-lain.
Dalam perkara pengujian UU, pihak yang terlibat, selain pemohon yang telah disebutkan, juga
melibatkan beberapa pihak terkait, yaitu 1) pihak yang dirugikan dengan adanya permohonan
yang diajukan oleh pemohon; 2) pemberi keterangan, yaitu pihak yang menyampaikan
keterangan dan/atau risalah rapat dalam persidangan berdasarkan permintaan dari Mahkamah
Konsitusi. Untuk mengajukan pengujian UU terhadap UUD 1945, pemohon dan/atau kuasanya
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi, yang selanjutnya
akan memprosesnya sesuai dengan mekanisme pengajuan permohonan pemohon dalam
perkara pengujian UU.

4.6.2 Implementasi Hak Warga Negara Dalam Kehidupan Sehari-hari

Aspek praktis dari pasal-pasal dalam UUD tentang hak warga negara diuraikan dalam tiga
kategori berikut.

a. Keamanan
Dalam Pembukaan UUD disebutkan bahwa tujuan negara adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Tujuan ini tentu akan diemban
sebagai kewajiban tiap pemerintah untuk menjamin keamanan negara dan keselamatan
penduduk yang tinggal di wilayah Indonesia. Perlindungan dan jaminan pemerintah atas
keamanan ini diperlukan oleh setiap orang karena ancaman terhadap penduduk bisa datang
dari luar yang berupa serangan bangsa lain, dan secara internal berupa tindakan kriminal.
UUD 1945 sesudah amendemen telah menetapkan pasal-pasal tentang HAM. Hal tersebut
berarti bahwa dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang juga dijamin keamanannya
terhadap tindakan negara yang tidak adil, misalnya tindakan penangkapan tanpa alasan
yang mencukupi. Jika terjadi kekeliruan dalam penangkapan, penahanan, atau penuntutan,
seseorang dapat meminta ganti rugi.
b. Kesetaraan
Seluruh warga negara tanpa memandang suku, agama, budaya, aliran politik, profesi dan
status sosial-ekonomi diperlakukan setara. Kesetaraan ini menempatkan setiap warga
negara mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian yang adil, dan perlakuan
yang sama di hadapan hukum (UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal
95).
c. Kemerdekaan
Kata kemerdekaan kita jumpai pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945. Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, kemerdekaan negara-bangsa merupakan prasyarat
bagi kemerdekaan tiap-tiap warga negara. Kemerdekaan di sini bermakna lebih dari
kebebasan dalam pengertian liberal karena kemerdekaan menempatkan individu sebagai
“persona” atau pribadi yang bermartabat di dalam negara. Itulah hakikat individu sebagai
warga negara yang tidak hanya diposisikan di hadapan lembaga-lembaga hukum dalam
negara, tetapi juga memiliki hak untuk mengajukan tuntutan terhadap negara. Bersamaan
dengan itu, pengakuan terhadap hak itu juga menuntut tanggung jawab untuk memelihara
dan mempertahankan kemerdekaan negara. Tanggung jawab tersebut bukanlah sebuah
bentuk pemaksaan, melainkan merupakan bentuk aktivitas bebas warga negara yang
dilakukan dengan penuh kesadaran (Poole, 1999: 83).

1. Hak untuk mengeluarkan pendapat dan mendapatkan informasi (Lihat Pasal 28 dan 28F, UUD
1945 sesudah amendemen)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang
berpengaruh luas, seperti menaikkan harga dasar listrik (TDL), mencabut subsidi bahan bakar
minyak (BBM), dan meningkatkan pajak penjualan. Dalam menghadapi kebijakan tersebut, hak
untuk mengeluarkan pendapat dan mendapat informasi tentu harus dipergunakan untuk
mengawal pemerintah agar bertindak untuk kepentingan seluruh rakyat. Rakyat harus
mengetahui apa yang dikerjakan pemerintah, dapat menyuarakan pendapat mereka, dan
bersikap kritis jika ternyata dampak kebijakan tersebut tidak untuk kepentingan seluruh rakyat.
Hak untuk mendapatkan informasi juga berarti mengetahui hak-hak dan menggunakannya bila
diperlukan.
2. Hak Berserikat
Dengan hak berserikat, rakyat dapat membentuk organisasi, mulai dari klub olahraga, asosiasi
profesi, hingga partai politik. Rakyat juga dijamin haknya untuk hadir dalam rapat umum,
kampanye, dan sebagainya.
3. Hak untuk memeluk dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Dengan hak yang telah ditetapkan dalam Pasal 29 UUD 1945 ini, pemerintah menjamin rakyat
untuk menjalankan ajaran agama mereka. Sesuai dengan prinsip kesetaraan, pemerintah tidak
akan memperlakukan rakyat secara berbeda karena agama yang dipeluknya.
4. Hak untuk memilih dalam pemilu.
Hak untuk memilih merupakan salah satu hak yang penting sekaligus merupakan bentuk
tanggung jawab warga negara. Dalam pemilihan umum, warga negara memilih orang-orang
yang akan duduk dalam pemerintahan dan suara pemilih merupakan mandat bagi pemerintah
yang terpilih. Jadi, jika ternyata mereka yang terpilih tidak mampu menjalankan tugasnya
dengan baik, warga negara berhak untuk tidak memilihnya kembali pada pemilu berikutnya.
Pemenuhan hak ini secara bertanggung jawab akan memastikan pergantian kepemimpinan
secara tertib dan damai.
5. Hak untuk berpartisipasi dalam Pemerintahan
Dalam kehidupan bermasyarakat kita menjumpai persoalan-persoalan yang begitu kompleks
dan tidak dapat diatasi oleh pemerintah semata. Masalah itu antara lain adalah kemiskinan,
pengangguran, dan kekerasan dalam rumah tangga. Penyelesaian masalah-masalah tersebut
mengundang partisipasi aktif warga negara, baik secara individu maupun melalui organisasi
semacam lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga bantuan hukum, atau bentuk lembaga
lain untuk membantu meringankan beban masyarakat. Dengan demikian, partisipasi dalam
pemerintahan tidak hanya berupa hak untuk memilih atau dipilih untuk menduduki jabatan-
jabatan pemerintah, tetapi juga partisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat.
4.6.3 Batasan-batasan terhadap Hak Warga Negara
Menghormati hak-hak warga negara tidak berarti bahwa mereka dapat melaksanakannya tanpa
batasan. Kami sadar akan keterbatasan kebebasan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi pembatasan hak warga negara telah diatur dalam Pasal 73 dan 74 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 28 UUD 1945 Tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, kebebasan berpendapat sangatlah
penting karena memungkinkan dilakukannya pengumpulan informasi, penyampaian pendapat,
diskusi, dan kegiatan lainnya. Meskipun demikian, warga negara tidak boleh menyalahgunakan
kebebasan berekspresi, berpendapat, dan pers untuk mencemarkan nama baik orang lain,
menghasut kekerasan, berbohong, atau mengungkapkan informasi yang dapat merugikan
negara. Pasal 310 KUHP mengatur tentang hal ini. Hak atas kebebasan berserikat tunduk pada
pembatasan. Misalnya, dilarang melakukan kegiatan kelompok yang membahayakan
keselamatan umum atau menggunakan kekerasan untuk menindas kelompok lawan.
Pembatasan terhadap kebebasan warga negara dapat dilihat bahwa hak warga negara tidak
dibatasi karena hak individunya harus memperhatikan hak orang lain dan hak masyarakat. Hal
itu dilakukan untuk menjaga ketertiban umum dan perlindungan serta keselamatan masyarakat.
4.6.4 Kewajiban Warga Negara
Apakah kewajiban dan hak selalu berhubungan secara timbal balik? Meskipun seringkali
terdapat hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, hubungan ini tidak dapat dikatakan
bersifat universal atau mutlak. Realisasi hak-hak sosial adalah proses yang menantang. Keadilan
sosial sama dengan hak sosial. Kewajiban warga negara selalu dibicarakan bersamaan dengan
pembahasan hak-haknya. Meskipun warga ragu-ragu untuk menyelesaikan kewajiban mereka,
mereka harus dipenuhi. Tanggung jawab memang termasuk jenis kewajiban juga, tetapi hanya
dapat dipenuhi dengan sukarela atau tanpa paksaan. Kewajiban yang harus dijalankan setiap
warga negara, antara lain sebagai berikut.
A. Menjunjung/mematuhi hukum dan pemerintahan (lihat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 sesudah
amendemen).
B. Membela negara (lihat Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 sesudah amendemen)
C. Membayar pajak
D. Mengikuti pendidikan dasar atau wajib sekolah (lihat Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 sesudah
amendemen).
E. Menghormati hak asasi orang lain (lihat Pasal 28 J, UUD 1945 sesudah amendemen)

4.6.5 Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945

Konstitusi tentunya harus diangkat dalam pembahasan tentang hak dan kewajiban warga negara
Indonesia sebagai sumber atau landasan kewenangan bagi rakyat untuk menggunakan hak dan
memenuhi kewajibannya sebagai warga negara. HAM, baik dalam UUD 1945 asli maupun
setelah diamandemen. Hak-hak warga negara dikembangkan sebagai hasil diskusi yang diadakan
pada konferensi BPUPKI antara para pemimpin nasional. Artikulasi HAM negara-negara Barat
yang sangat liberal dan individualistik juga gagal mengakhiri kemiskinan di negara-negara Barat
yang saat itu sedang dilanda depresi. Kolonialisme dan imperialisme lahir sebagai akibat dari
persaingan antarnegara. Individu-individu tersebut terbujuk oleh efek-efek tersebut bahwa nilai-
nilai keadilan sosial, kekeluargaan, dan gotong-royong seharusnya menjadi dasar pembuatan
pasal-pasal yang berkaitan dengan hak-hak warga negara untuk mewujudkan tujuan masyarakat
yang adil dan makmur. Namun, mereka tetap menjunjung tinggi gagasan kedaulatan rakyat,
yang berarti bahwa individu tetap memiliki kebebasan untuk berkumpul dan menyuarakan
pemikirannya, serta hak atas persamaan di depan hukum dan pemerintahan. Untuk
menghindari kekuasaan pemerintahan, kemerdekaan atau hak tersebut harus diberikan. Selain
itu, alinea pertama menjadi model bagi pasal hak setiap warga negara untuk menjalankan
agama dan kepercayaan yang dipilihnya. Hal ini memotivasi masyarakat untuk memperjuangkan
perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Pada tahun 1998, Gerakan Reformasi menegaskan
kembali tuntutan tersebut. Secara resmi, perjuangan hak asasi manusia memuncak dengan
penambahan pasal-pasal khusus hak asasi manusia dalam UUD 1945 setelah amandemen. Hak
Asasi Manusia merupakan pelengkap dari hak sosial warga negara yang telah digarisbawahi
dalam UUD 1945 yang asli. Hak untuk hidup, hak untuk mengaktualisasikan diri, hak untuk
mendapatkan keadilan, hak untuk membela diri dan bebas dari penyiksaan, dan hak untuk
mencari perlindungan politik di luar negeri, semuanya dimasukkan sebagai hak asasi manusia
dalam Konstitusi.

4.7 Hak dan Kewajiban Negara

Hubungan antara negara dan warga negaranya dahulu dinyatakan bersifat timbal balik, yang
dibuktikan dengan adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak. tugas dan tanggung jawab
negara untuk menegakkan ketertiban dunia berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Keempat tujuan tersebut menjadi pendorong kewajiban dan tanggung jawab
negara yang tertuang dalam pasal-pasal UUD, dan mewajibkan negara untuk melaksanakan
kebijakan guna menegakkan hak-hak warga negaranya. Konsekuensi tanggung jawab negara
terhadap warga negara menjadi hak negara ketika mereka puas. Hal ini menunjukkan bahwa
upaya-upaya yang dilakukan oleh warga negara untuk menegakkan hak-hak negara meliputi
upaya-upaya yang dilakukan untuk membela negara, menaati hukum, membayar pajak, dan
tindakan-tindakan lain yang sejenis. Di sisi lain, hak warga negara juga akan ditegakkan.

4.8 Evaluasi Kritis terhadap Hubungan Timbal Balik antara Warga Negara dan Negara

Indonesia tidak memiliki piagam hak asasi manusia yang berbeda dari Konstitusi berbeda
dengan negara lain seperti AS. Inklusi hak ini memiliki konteks sejarah yang menarik. Liberalisme
juga mendorong negara-negara untuk bersaing secara bebas satu sama lain, yang membantu
mendorong kolonialisme, khususnya di Asia dan Afrika. Penerapan liberalisme dan kapitalisme
yang tak terkendali sepanjang tahun 1930-an menyebabkan konflik internasional dan masalah
ekonomi di negara-negara Barat. Dampak implementasi liberalisme dan kapitalisme telah
menyadarkan para pemimpin bangsa bahwa meskipun kesejahteraan sosial merupakan isu kritis
bagi negara-negara berkembang, hak-hak politik, seperti hak untuk menyatakan pendapat dan
berserikat, yang ditekankan dalam liberalisme, tidak mampu meningkatkan kesejahteraan sosial.
atau pemerataan di bidang ekonomi. seperti Indonesia, merdeka. Keadilan sosial diprioritaskan
pada saat pembentukan Konstitusi sebagai solusi untuk masalah ini. Namun demikian, meskipun
kuat arus pendapat yang menekankan kemerdekaan dan hak warga negara di bidang sosial dan
ekonomi, tokoh-tokoh seperti Hatta tetap teguh dalam pencantuman kebebasan rakyat untuk
berserikat dan menyuarakan pendapatnya.

Ada satu prestasi yang patut dibanggakan dan patut digarisbawahi di sini: UUD 1945 memuat
hak-hak ekonomi dan sosial seperti hak atas pendidikan, hak atas penghidupan yang layak, hak
fakir miskin, anak terlantar, dll. serta hak kolektif seperti hak bangsa untuk menentukan nasib
sendiri. Hak-hak ini disebutkan sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menjadi
resmi tiga tahun kemudian, pada tahun 1948. Karena keterbatasan, seperti pembubaran partai
politik, pelarangan pers, dan tindakan sewenang-wenang, seperti kekerasan militer di Aceh,
kasus Tanjung Priok, dan kasus Trisakti, warga negara tidak dapat sepenuhnya menikmati hak
kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan kebebasan pers. mendorong reformasi untuk
menggulingkan rezim Suharto. Satu pelajaran yang menarik dan berharga untuk diambil dari
peristiwa ini adalah bahwa ketika negara mengambil alih kekuasaan, ia menggunakan otoritas
itu untuk menafsirkan Konstitusi dengan cara yang melayani kepentingannya sendiri,
menjadikan rakyat sebagai pihak yang tertindas dalam penerapannya. Misalnya, dalam situasi
penggusuran, warga mungkin diminta menyerahkan tanahnya untuk dibangun fasilitas rumah
sakit. Dalam situasi seperti ini, masyarakat biasanya tidak terganggu, tetapi ketika penggusuran
diperlukan untuk membuka jalan bagi pusat komersial, definisi "kepentingan umum" mungkin
menjadi ambigu karena dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Monopoli
penafsiran "kepentingan umum", "keamanan umum", dan "stabilitas nasional".

Seiring dengan dimulainya era Reformasi, berbagai lapisan masyarakat meminta penguatan hak
asasinya sebagai respon atas keadaan tersebut. Pengesahan dan implementasi undang-undang
ini memperkuat kebebasan politik mendasar yang sekarang dapat dilakukan secara bebas oleh
individu, seperti hak kebebasan berbicara, hak berserikat, dan kebebasan pers. Pasal yang
mengesahkan status anak yang lahir dari ibu Indonesia dan ayah asing dapat ditemukan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Karena adanya
aturan ini, anak yang lahir dari ibu Indonesia mewarisi kewarganegaraan ibunya hingga berusia
18 tahun dan dapat memilih kewarganegaraannya sendiri. Tampaknya hak-hak sosial, ekonomi,
dan budaya warga negara tidak ditegakkan sebagaimana hak-hak politik mereka. Tujuan yang
disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 tampaknya tidak dapat dicapai oleh kebijakan
pemerintah. Masih ada persoalan persamaan di depan hukum yang membuat masyarakat
merasa diperlakukan tidak adil.

Mencermati keadaan di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah keamanan, kesetaraan, dan
kebebasan tetap menjadi perhatian krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara
juga membutuhkan keterlibatan warga, karena masalah kemasyarakatan begitu rumit dan
beragam. Penyelenggaraan negara dapat dititikberatkan pada cita-cita bersama sebagaimana
diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945 melalui hubungan kerja sama atau timbal balik
antara negara dan warga negara.

Anda mungkin juga menyukai