Anda di halaman 1dari 9

PARADIGMA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG LAYAK DI INDONESIA

Afiah Nurrizky
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: 22103040090@student.uin-suka.ac.id

Pemerintahan memegang peran penting sebagai salah satu eksekutor dalam


mewujudkan kesejahtraan masyarakat. Fungsi pemerintah akan terus diperlukan sekalipun
tingkat sosial ekonomi masyarakat telah meningkat, mengingat fungsi-fungsi administrasi
seperti regulasi, alokasi, distribusi, pelayanan hingga pemberdayaan masyarakat harus terus
dijalankan pemerintah.1
Pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya tersebut tentu memerlukan tolak ukur
agar fungsi adminisrasinya dapat berjalan sesuai paradigma yang ada. Maka diciptakanlah
kriteria berupa Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) yang juga sebagai
benuk hukum kebisasaan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan atau administrasi.
AAUPL merupakan salah satu sumber Hukum Administrasi Indonesia yang walaupun
tidak tertulis tetapi eksistensinya secara tidak langsung telah diakui secara yuridis-
konstitusionalis dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan:2
“…sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang
tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.”
Saat ini, AAUPL telah di normativisasikan dalam Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan. Selain untuk mencegah kekurang-lengkapan,
ketidakjelasan, dan kekosongan peraturan peruundang-undangan dalam Hukum
Administrasi Indonesia, hal ini juga dilakukan karena kehadiran AAUPL semakin penting
dan diperlukan dalam penyelenggaraan administrasi negara.
Administrasi Negara atau Publik telah melewati berbagai perkembangan yang
kompleks. Dimulai dengan dikotomi politik-administrasi saat riuhnya buku Frank J.
Goodnow (1900) dan Leonard D. White (1926), yang menegaskan bahwa fungsi negara
dibagi menjadi fungsi politik; kebijakan atau ekspresi dari kehendak negara, dan fungsi
administrasi; pelaksanaan kebijakan negara.
Kemudian setelah terbitnya buku teks kedua administrasi publik karya Willoughby yang
berjudul Principles of Public Administration, paradigma administrasi publik kemudian
mulai berkembang pesat dan dramaris. Dunia mulai “berfokus” pada administrasi publik,
universitas dan akademi mulai membuka program administrasi publik, banyak penelitian
dan pengembangan dilakukan tentang prinsip administrasi publik, yang sangat berguna tak

1
Falih Suaedi dan Bintoro Wardiyanto, Revitalisasi Administrasi Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu),
hlm. 4
2
S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: FH UII Press), hlm. 50
hanya pada administrasi negara tapi juga setting administrasi lainnya yang bersifat publik
maupun privat.
Kemudian administrasi publik berkembang terus, bahkan sempat menjadi bagian dari
ilmu politik. Lalu menjadi bagian dari ilmu adminisrasi dalam lingkup manajemen, hingga
akhirnya mandiri dan administrasi publik pun diakui sebagai suatu bidang ilmu sendiri sejak
1970. Lokusnya pada maslah-masalah public dan kepentingan public, sedangkan fokusnya
pada teori organisasi, ilmu manajemen, i
Itulah perkembagan paradigma administrasi public secara umum di dunia, yang mana
tentu mempengaruhi bagaimana dinamisasi paradigma administrasi negara di Indonesia.
Mulai dari konsep Reformasi Birokrasi, Good Governance, e-Government, Open
Government dan lain-lain yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Selain itu, juga akan dibahas mengenai penerapan paradigma-paradigma hukum
administrasi negara di Indonesia dan hubungannya dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang layak sesuai AAUPL. Hingga tantangan dan peluang dalam mengoptimalkan
penerapan paradigma tersebut di Indonesia.
Potret Ilmu Administrasi tentunya tidak terlepas dari bagaimana kita melihat
paradigma ilmu tersebut. Paradigma secara umum berarti cara memandang dunia, bisa
dikatakan sama dengan mindset dan thinking pattern. Paradigma menunjuk pada model,
teori, persepsi, asumsi, kerangka acuan, dan sumber dari mana sikap dan perilaku kita
mengalir.
Sebagai salah satu cabang ilmu sosial, Administrasi tentu mengalami dinamika,
perubahan dan perkembangan yang pesat. Paradigma administrasi negara berkembang
seiring dengan perkembangan masyarakat, juga kemajuan ilmu dan teknologi. Secara
historis juga paradigma administras negara dilihat dari perkembangan aliran dan pemikiran,
yang diantaranya berupa prinsip, metode, problematika, hakekat esensi dan teori terkait.3
Dalam perkembangannya di Indonesia, Hukum Administrasi Negara telah
mengalami evolusi dan perubahan dalam kerangka hukum tata kelola hingga paradigma
administrasi negara. Bagaimana paradigma pelaksanaan pemerintahan di Indonesia
mengalami transformasi yang kesekian kalinya.
Mulai dari bagaimana Indonesia menyerap dan mengimplemetasikan kosep sistem
administrasi negara secara umum, yang kemudian dalam praktiknya pada orde baru
terindikasi KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) sehingga paradigma mulai bergeser dan
muncullah Reformasi Birokrasi.4

3
Supriyanto, ”Potret Masa Depan Ilmu Administrasi Di Indonesia”, Jurnal Sosialita, Vol. 1, No. 1,
Tahun 2010
4
May Lim Charity, “Paradigma Baru Sistem Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Menurut
Undang-Undang Nomor 3o Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (A New Paradigm Of Government
Administration System Based On The Law Number 30 Of 2014 On Government Administration)” Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 12, No. 3, Tahun 2015, hlm. 3
Reformasi Birorasi merupakan upaya untuk melakukan perubahan dan perbaikan
dalam sistem birokrasi suatu negara. Tujuan utamanya adalah meningkatkan efisiensi,
transparansi, akuntabilitas, dan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi
kepada masyarakat. Reformasi Birokrasi seringkali merupakan respons terhadap masalah-
masalah yang ada dalam sistem birokrasi, seperti korupsi, lambannya pelayanan publik,
birokrasi yang kaku dan tidak responsif, serta kurangnya akuntabilitas.
Reformasi Birokrasi bisa berupa restrukturisasi dan penataan ulang struktur
organisasi birokrasi, baik itu pengurangan jumlah unit kerja yang berlebihan,
menghilangkan duplikasi fungsi, maupun memperkenalkan unit kerja baru yang sesuai
dengan kebutuhan saat ini. Selain itu juga ada upaya peningkatkan tata kelola yang baik
dalam administrasi negara, bisa berupa peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya reformasi birokrasi juga meliputi perumusan kebijakan dan peraturan
yang lebih baik termasuk peraturan yang mendukung efisiensi dan efektivitas birokrasi serta
memberikan jaminan akuntabilitas dan transparans. Lalu juga dalam rangka peningkatan
sumber daya manusia, penerapan teknologi informasi dalam birokrasi, juga yang tak kalah
penting ialah peningkatan kualitas pelayanan publik, bisa dengan penyederhanaan prosedur,
pengurangan waktu tunggu, penggunaan teknologi, hingga peningkatan komunikasi dengan
masyarakat yang mana dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan publik terhadap
pemerintah.5
Reformasi Birokrasi bukanlah proses yang instan dan membutuhkan komitmen dan
kerjasama dari berbagai pihak. Implementasinya memerlukan dukungan politik yang kuat,
koordinasi antarlembaga, dan partisipasi aktif dari masyarakat. Dalam jangka panjang,
Reformasi Birokrasi diharapkan dapat menciptakan birokrasi yang profesional, responsif,
dan mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat.
Sejalan dengan reformasi birokrasi, dalam rangka melakukan pengembangan
terhadap sistem administrasi negara, munucul juga paradigm baru yang mengusung konsep
Good Governance, yang mengacu pada acara suatu organisasi, lembaga atau pemerintah
diatur dengan prinsip-prinsip administrasi negara yakni; 6

 Transparansi, keterbukaan informasi yang jelas, akurat, dan mudah diakses kepada
publik, termasuk dalam proses pengambilan keputusan.
 Akuntablitas, pertanggungjawaban pemerintah atau lembaga publik terhadap tindakan,
kebijakan, dan penggunaan sumber daya yang mereka lakukan, bisa berupa pemantauan
independen, audit, laporan keuangan yang transparan, dan mekanisme pengaduan yang
efektif.

5
Baharuddin Thahir, “Paradigma dan Inovasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”, Jurnal Media
Birokrasi, Vol. 1, No. 2, Tahun 2019, hlm. 177
6
Fitria A. Handayani dan Mohamad I. Nur, “Implementasi Good Governance di Indonesia”, Jurnal
Pemikiran Administrasi Negara, Vol. 11, No. 1, Tahun 2019, hlm. 3
 Partisipasi, melibatkan partisipasi aktif dan inklusif masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik, meliputi konsultasi publik, dialog, dan ruang bagi warga negara
untuk memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan program pemerintah.
 Keadilan, perlakuan yang adil dan setara bagi semua individu dan kelompok dalam
kebijakan dan tindakan pemerintah serta menghindari diskriminasi, penyalahgunaan
kekuasaan, dan perlakuan yang tidak adil dalam proses pengambilan keputusan.
 Efisiensi dan Efektivitas, dalam pengelolaan sumber daya dan pelayanan publik,
meliputi penggunaan sumber daya yang terbatas dengan cara yang terbaik untuk
mencapai hasil yang diinginkan, serta memberikan pelayanan publik yang berkualitas
dan responsif.
 Resposivitas, kemampuan pemerintah atau lembaga publik untuk merespons
kebutuhan, masalah, dan harapan masyarakat dengan cepat dan tepat untuk mengatasi
masalah dan kebutuhan yang dihadapi.
Penerapan prinsip-prinsip good governance bertujuan untuk menciptakan
pemerintahan yang terbuka, transparan, dan akuntabel, yang dapat meningkatkan kualitas
hidup masyarakat, mengurangi ketidaksetaraan, dan membangun kepercayaan publik
terhadap pemerintah.
Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, paradigma administrasi negara dan
pelayanan masyarakat pun mulai bergeser yang praktisnya mulai memanfaatkan teknologi
dan digitalisasi. Kemudian muncullah konsep e-Governance yang mengacu pada penerapan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam proses pemerintahan dan penyelenggaraan
layanan publik. Ini melibatkan penggunaan teknologi untuk menghubungkan pemerintah
dengan masyarakat, meningkatkan efisiensi administrasi, dan memberikan pelayanan publik
yang lebih baik.7
Pelayanan Publik Elektronik memungkinkan pemerintah untuk menyediakan
layanan publik secara elektronik. Ini mencakup pembayaran pajak online, pendaftaran
perusahaan, penerbitan dokumen resmi, pendaftaran penduduk, pengajuan permohonan
izin, dan layanan lainnya. Penggunaan aplikasi web, portal pemerintah, atau aplikasi seluler
memungkinkan masyarakat untuk mengakses dan memanfaatkan layanan ini dengan mudah
dan cepat.
E-Governance mendorong partisipasi publik dan keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan. Masyarakat dapat berpartisipasi melalui forum online, konsultasi
publik, survei elektronik, atau platform kolaboratif untuk memberikan masukan,
menyampaikan aspirasi, dan berkontribusi dalam pembuatan kebijakan publik.
Selain itu, e-Governance juga dapat membantu meningkatkan efisiensi dan
efektivitas administrasi pemerintah. Penggunaan teknologi informasi dapat
mengotomatisasi proses administrasi, mengurangi birokrasi, mengurangi waktu tunggu, dan
mempercepat alur kerja. Hal ini juga memungkinkan pemerintah untuk mengelola data

7
Bambang Irawan, “Studi Analisis Konsep E-Government: Sebuah Paradigma Baru dalam Pelayanan
Publik”, Jurnal Paradigma, Vol. 2, No. 1, Tahun 2013, hlm. 175
dengan lebih baik, memperoleh informasi yang relevan, dan membuat keputusan yang lebih
baik.
Dalam hal pengawasan dan akuntabilitas juga dapat terbantu berkat e-Governance.
Melalui sistem elektronik, publik dapat melacak penggunaan anggaran, memantau kinerja
pemerintah, dan melaporkan pelanggaran atau penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga
penyampaian informasi seperti kebijakan, laporan keuangan, dan informasi lainnya bisa
dengan cepat, akurat, dan terbuka kepada publik melalui portal atau platform elektronik.
E-Governance juga memungkinkan adanya kolaborasi antara pemerintah dan sektor
swasta, misal dengan perusahaan teknologi atau lembaga swasta untuk mengembangkan
solusi teknologi yang inovatif, meningkatkan layanan publik, dan memperluas jangkau
digital di wilayah yang lebih luas.
Secara garis besar, e-Governance bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan pelayanan publik. Yakni berkontribusi pada
pembangunan pemerintahan yang lebih responsif, inklusif, dan berkualitas, serta
meningkatkan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam era digital.
Sejalan dengan konsep Reformasi Birokrasi, Good Governance, dan e-Governance,
hadir pula Open Government yang berfokus tak hanya pada pendekatan tata kelola
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas,
tapi juga menekan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dan partisipasi publik.
Open Government mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah,
masyarakat sipil, sektor swasta, dan pihak-pihak lainnya. Pemerintah perlu membangun
hubungan yang kuat dengan berbagai stakeholder untuk mencapai tujuan bersama,
memecahkan masalah, dan menghasilkan inovasi. Kolaborasi dapat melibatkan proyek
bersama, dialog terbuka, atau pertukaran pengetahuan.8
Selai itu, Open government juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan publik. Pemerintah perlu menyediakan ruang dan
mekanisme yang memungkinkan warga negara untuk memberikan masukan,
menyampaikan pendapat, dan berkontribusi dalam pembuatan kebijakan. Hal ini dapat
dilakukan melalui konsultasi publik, forum diskusi, pertemuan warga, atau platform
partisipatif online.
Tujuan utama dari Open Government ialah untuk menciptakan pemerintahan yang
lebih transparan, responsif, dan akuntabel, dengan melibatkan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan memberikan akses yang lebih baik terhadap informasi dan
layanan publik.
Dari beberapa konsep paradigma diatas dapat dilihat bahwa semuanya berlandaskan
pada prinsip-prinsip umum administrasi negara yang kemudian diformulasikan sebagai
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL).

8
Indah R. Agustina, “Implelmentasi Open Government Indonesia melalui Saluran Youtube Resmi
Sekretariat Presiden”, Jurnal Komunikasi Profesional, Vol 7, No. 1, hlm. 136
Dalam regulasinya di Indonesia, terdapat banyak istilah yang merujuk AAUPL ini.
Dalam UU AP 2014 dan Ombudsman 2009, menggunakan istilah “Asas” dari Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)/(AUPB). Adapun dalam UU Anti KKN 2009,
menggunakan istilah Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara (AUPN). Dalam UU
Pemda 2014 menggunaan istilah Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (APPD).
Kemudian dalam UU ASN 2014, menggunakan istilah Asas Penyelenggaran Kebijakan dan
Manajemen Aparatur Sipil Negara (APKMASN). Adapun istilah AAUPPL berasal dari
pakar hukum yakni Jazim Hamidi.9
Asas-asas tersebutlah yang menjadi dasar dan sandaran paradigma administrasi
negara yang berkembang. Cotohnya pada Asas Keterbukaan atau Transparansi yang sangat
erat kaitannya dengan paradigma open government dan good governance, di mana
pemerintah harus membuka akses informasi publik dan memfasilitasi partisipasi publik
dalam pengambilan keputusan publik.
Kemudian Asas Akuntabilitas yang merupakan merupakan prinsip utama dalam
paradigma good governance, di mana pemerintah harus mempertanggungjawabkan
tindakan dan keputusannya kepada masyarakat, serta menjamin transparansi dan integritas
dalam pengelolaan sumber daya publik.
Asas Efektivitas juga erat hubungannya dengan paradigma reformasi birokrasi, di
mana pemerintah harus mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah secara efektif
dan efisien, serta memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Adapaun Asas Proporsionalitas yang banyak tercermin dalam paradigma e-
government, di mana pemerintah harus memastikan bahwa penerapan teknologi dan
informasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik tidak merugikan hak-hak dan
kepentingan masyarakat.
Asas Partisipasi juga menjadi fokus dalam paradigma open government, di mana
pemerintah harus memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
publik dan menjamin hak-hak partisipasi yang adil dan merata. Hal ini juga dapat diterapkan
dalam penerapan paradigma good governance, di mana masyarakat harus dilibatkan dalam
proses pemantauan dan evaluasi kinerja pemerintah.

1. Tantangan Penerapan Paradigma Hukum Administrasi Negara dalam Praktik


Pemerintahan yang Layak di Indonesia
Pada dasarnya, proses transformasi, dinamisasi, perubahan dan perkembangan
dalam multidimensional setiap bidang kehidupan berlangsung dalam sistem dan melalui
proses administrasi publik. Sehingga segenap teoritisi dan praktisi mengemban
tanggungjawab intelektual dan moral dalam memberikan jawaban atas berbagai
permasalahan dan tantangan dalam pembangunan bangsa.

9
Cekli Setya Pratiwi, dkk. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: LeIP), hlm. 39
Reformasi administrasi public yang selama ini digaungkan hanya diarahkan pada
masalah sumber daya manusia aperatur, kelembagaan, sistem serta tatalaksana tersebut
nyatanya belum mampu memberikan sumbangsi yang signifikan. Bentuk pelayanan yang
hanya menekan pada sistem dan aspek teknis pelayanan dengan sasaran pada para petugas
pelayanan pun belum juga memberi hasil yang diharapakan.
Penyebabnya banyak, bisa karena kurangnya perhatian terhadap reformasi dalam
aspek kepemimpinan aparatur negara, meliputi perintis, pelopor, ahli-ahli pikir, pecipta dan
ahli organisasi yang mana perannya sangat penting dalam arah dan kesuksesan tujuan
organisasi tersebut.
Dengan kata lain, dalam gerakan reformasi administrasi negara perlu juga diimbangi
dengan peningkatan kualitas dari aparatur negara. Karena aperatur negaralah yang
merupakan aktor utama dan panutan dalam melakukan perubahan-perubahan disegala
bidang khususnya dalam paradigm dan pola pikirnya.
Setelah dikaji, terdapat banyak tantangan dalam pelaksanaan administrasi publik,
mulai dari globalisasi ekonomi, pendidikan, pengangguran, tanggung jawab sosial,
pelestarian lingkungan hidup, peningkatan kualitas hidup, penerapan norma-norma moral
dan etika, keanekaragaman tenaga kinerja, pergeseran konfigurasi demografi, penguasaan
dan pemanfaatan IPTEK, tantangn di bidang politik, bencana alam; gempa, bajir, tsunami,
pemanasan global, kesenjangan sosial, manajemen multicultural, paperless bureaucracy,
global competition, knowledge base economy, time to market, costomor loyality problem,
hingga tantangan besar yang hampir semua negar alami ialah prevalensi dan patologi
birokrasi, dimana cenderung mengutamakan kepentingan sendiri, mempertahankan
statusnya, dan resisten terhadap perubahan, cenderung terpusat dan memanfaarkan
kewenangan untuk kepentingan sendiri.10
Patologi birokrasi betul-betul merupakan tantangan yang cukup serius. Patologi
birokrasi tersebut dapat diliha dari; kekurangmampuan pimpinan menerapkan gaya
kepemimpinan yang tepat, orientasi kekuasaan dan bukan pada pelayanan, rendahnya
profesionalisme birokrasi pemerintah, primordialisme, kronisme dan nepotisme, sikap
mengabaikan norma-norma moral dan etika, tidak taat azas, perilaku difungsional para
birokrasi, budaya organisasi tidak kondusif dalam penciptaan, penumbuhan dan
pemeliharaan etos kerja yang tercermin dalam loyalitas kepada negara, disiplin kerja,
kepatuhandan ketekuna, serta yang terakhir ialah inkonsisten kebijakan yang berdampak
pada makin menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap
pemerintah.11

2. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Dalam Penerapan Paradigma


Agar suatu negara dapat bersaing, aparatur negaranya harus menciptakan suatu
bangunan sosial yang mampu menghasilkan modal intelektual atau kekuatan pikiran.

10
Johanes Basuki, “Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kpemimpinan Aparatur
Negara”, Public Inspriation: Jurnal Asministrasi Publik, Vol. 6, No. 2, Tahun 2021, hlm. 161
11
Johanes Basuki, ibid.
Aperatur negara harus siap dan sedia berbagi semangat dan keahlian yang imiliki dalam
memberdayakan orang lain, menjadi insporasi generasi dibawahnya dan masyarakat umum,
sehingga dapat menumuhkan potensi manusiawi mereka, menantang gagasan konvensional,
mengambil resiko dalam upaya mengejar sasaran dan impian, menciptakan antusiasme
kempurnaan dan memfokuskan diri pada visi yang memimpin organisasi maupun negara
kita serta merangkul seluruh jiwa.
Kembali lagi bahwa inti dari paradigm baru ialah kepemimpinan aperatur
negaranya. Mau paradigma apa yang ingin diterapkan, tetap keberhasilannya ditentukan dari
tangan aperaturnya. Oleh karenanya, diperlukan kepemimpinan yang transformasionsl,
transaksional, resonan dan memiliki jiwa pelayanan kepada masyarakat, dan keberanian
untuk hidup sejalan dengan visi yang kuat.
Sehingga kita perlu mempersiapkan kader bangsa yang kuat dan berkualitas,
mulai dari pendidikannya yang didukung oleh tingkat kesejahteraan, ekooi, kesehatan,
kenyamanan serta keamanan yang baik. Menyiapkan pemimpin dengan jiwa pelayanan
kepada masyarakat, hidup berdasarkan visi, disertai superleadership dan multicultural
leadership. Tak hanya soal kompentensi tetapi juga soal komitmen dan kemampun
menerjemahkan falsafah hidup negara bangsa menjadi sikap hidup serta kebijakan
institusional dalam sistem, proses dan pembangunan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
bangsa.12

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara tentu terjadi banyak perubahan dan


perkembangan, khususnya dalam paradigmanya. Paradigma administrasi negara
bertransformasi seiring berkembangnya kehidupan masyarakat, juga kemajuan ilmu dan
teknologi. Secara historis juga paradigma administras negara dilihat dari perkembangan
aliran dan pemikiran, yang diantaranya berupa prinsip, metode, problematika, hakekat
esensi dan teori terkait.
Paradigma yang dialami Indonesia mulai dari Reformasi Birokrasi, Open Government,
Good Governance hingga e-Governance semuanya ternyata berlandaskan pada prinsip-
prinsip umum administrasi negara yang kemudian diformulasikan sebagai Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL). Asas-asas seperti transparansi, akuntabilitas,
efektivitas, proporsionalitas, hingga partisipasi lah yang menjadi dasar dan sandaran
paradigma administrasi negara yang berkembang tersebut.
Tetapi dalam penerapan paradigm tersebut terdapat banyak sekali tantangan, mulai
dari globalisasi ekonomi, pendidikan, pengangguran, tanggung jawab sosial, pelestarian
lingkungan hidup, peningkatan kualitas hidup, penerapan norma-norma moral dan etika, dll.
Kemudian ada satu tantangan yang paling besar dan sering terjadi di negara-negara lain
yakni patologi birokrasi. Yang penanggulangannya harus dimulai dan difokuskan pada
pemantapan kepemimpinan aperatur negara. Mau paradigma apapun yang ingin diterapkan,
tetap keberhasilannya ditentukan dari tangan aperaturnya. Oleh karenanya, diperlukan

12
Johanes Basuki, ibid. hlm. 177
kepemimpinan yang transformasional, transaksional, resonan dan memiliki jiwa pelayanan
kepada masyarakat, dan keberanian untuk hidup sejalan dengan visi yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina. R (2020). “Implelmentasi Open Government Indonesia melalui Saluran Youtube Resmi
Sekretariat Presiden”. Jurnal Komunikasi Profesional. Vol 7, No. 1.
Basuki. Johanes (2021). “Tantangan Ilmu Administrasi Publik: Paradigma Baru Kpemimpinan
Aparatur Negara” Public Inspriation: Jurnal Asministrasi Publik. Vol. 6, No. 2.
Charity. May Lim (2015). “Paradigma Baru Sistem Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
Menurut Undang-Undang Nomor 3o Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan” Jurnal
Legislasi Indonesia Vol. 12, No. 3.
Handayani. Fitria A. dan Ichsan. Nur Mohamad (2019). “Implementasi Good Governance di Indonesia”
Jurnal Pemikiran Administrasi Negara. Vol. 11, No. 1.
Irawan. Bambang (2013). “Studi Analisis Konsep E-Government: Sebuah Paradigma Baru dalam
Pelayanan Publik” Jurnal Paradigma. Vol. 2, No. 1.
Marbun. S.F. (2012) Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: FH UII Press.
Pratiwi. Cekli Setya dkk. (2016) Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Jakarta: LeIP
Suaedi. Falih dan Wardiyanto. Bintoro (2010). Revitalisasi Administrasi Negara. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Supriyanto (2010). “Potret Masa Depan Ilmu Administrasi Di Indonesia”. Jurnal Sosialita Vol. 1, No.
1.
Thahir. Baharuddin (2019). “Paradigma dan Inovasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”, Jurnal
Media Birokrasi, Vol. 1, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai