Anda di halaman 1dari 3

Kultum Ramadhan:

Nasihat Orang yang Tak Jadikan Puasa sebagai Peningkatan Takwa


Sebagaimana yang telah kita ketahui, tujuan utama disyariatkannya puasa
di bulan Ramadhan adalah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
swt. Artinya, dengan berpuasa kepatuhan kita kepada-Nya harus semakin
meningkat. Semua perintah dan tanggung jawab harus kita penuhi, dan
setiap hal-hal yang dilarang harus kita jauhi. Berkaitan hal ini, Allah swt
berfirman dalam Al-Qur’an:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَّتُقوَن‬
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah]: 183).
Instrumen ketakwaan sebagaimana dikonfirmasi dalam ayat tersebut
harus benar-benar kita tumbuhkan dalam segala aspek. Misalnya,
takwa dalam hal akidah, berarti kita tidak boleh untuk menyekutukan
Allah dengan sesuatu apa pun.
Takwa dalam hal perilaku, berarti kita semua tidak seharusnya melakukan
maksiat. Sedangkan
takwa dalam hal niat, berarti kita memposisikan keridhaan Allah di atas
segala-galanya.
Lidah orang yang bertakwa tidak akan mudah membicarakan kejelekan
orang lain, berbohong, dan lainnya. Ia sadar bahwa dirinya juga memiliki
kejelekan sebagaimana manusia pada umumnya yang tidak lepas dari
kesalahan.
Telinganya tidak akan mudah digunakan untuk mendengarkan setiap
sesuatu yang diharamkan dalam Islam.
Kakinya tidak akan mudah digunakan untuk pergi menunju tempat-
tempat maksiat dan hal-hal yang tidak diridhai oleh-Nya. Semua
perilakunya mencerminkan budi pekerti yang luhur. Karenanya, ada
banyak orang-orang yang berpuasa namun hanya mendapatkan dahaga
dan lapar, bahkan ia tidak mendapatkan pahala sedikit pun, karena puasa
Kultum Ramadhan 2024 | 1
yang ia jalani tidak bisa menumbuhkan ketakwaan dalam dirinya. Semua
itu disebabkan anggota tubuhnya tidak ia jaga dari hal-hal yang bisa
merusak eksistensi takwa itu sendiri. Ia tidak berhasil menjaga lidah dari
berbohong, membicarakan keburukan orang lain. Ia tidak berhasil
menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan, dan lain
sebagainya.
Karena itu, sungguh merugi orang-orang yang tidak bisa menjadikan
puasa sebagai perantara untuk bisa meningkatkan ketakwaan kepada
Allah swt. Dengan berpuasa, ia justru tidak bisa lebih dekat kepada-Nya,
namun semakin jauh. Rasulullah saw bersabda pernah mengingatkan
kepada kita semua tentang hal ini. Beliau bersabda:
‫َم ْن َلْم َيَد ْع َقْو َل الُّز وِر َو اْلَع َم َل ِبِه َو اْلَج ْهَل َفَلْيَس ِهَّلِل َح اَج ٌة َأْن َيَدَع َطَع اَم ُه َو َش َر اَبُه‬
MALLAM YADA’ QOULAZ-ZUURI
WAL ‘AMALABIHI WAL JAHLA FALAISA LILLAAHI HaaJAH.
AYYADA’A THO’AAMAHU WASYAROOBAH
Artinya, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
justru mengerjakannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus
yang ia tahan.” (HR Al-Bukhari).
Berkaitan dengan hadits nabi di atas, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat
795 H) mengingatkan kepada kita semua perihal puasa orang yang tidak
bisa menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dilarang, hanya akan
menjadikan dirinya semakin dimurkai oleh Allah swt.
Ia mengatakan YANG Artinya, “Setiap shalat malam yang tidak dapat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka hanya akan menambah
jauh pelakunya (dari Allah); dan setiap puasa yang tidak dijaga dari
perkataan dan perbuatan dusta, maka hanya akan mewariskan
kemurkaan dan penolakan kepada pelakunya (dari Allah). Wahai kaum, di
mana bekas puasa dan cahaya shalat malam?” (Ibnu Rajab, Lathaiful
Ma’arif fi Ma li Mawasimil ‘amm minal Wadhaif, [Daru Ibni Hazm: 2004],
juz I, halaman 183).

Kultum Ramadhan 2024 | 2


Semua penjelasan di atas berbanding lurus dengan firman Allah swt
dalam Al-Quran, bahwa Dia hanya akan menerima amal ibadah dari
orang-orang yang bertakwa. Dalam surat Al-Ma’idah disebutkan:
‫ِإَّنَم ا َيَتَقَّبُل ُهَّللا ِم َن اْلُم َّتِقيَن‬
INNAMA YATAQOBBALULLOOHU MINAL MUTTAQIIN
Artinya, “Sesungguhnya Allah hanya akan menerima (amal) dari orang
yang bertakwa.” (QS Al-Ma’idah: 27).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang
dimaksud “al-muttaqin” pada ayat di atas adalah orang-orang yang takut
kepada Allah, sehingga ia tidak menyekutukan-Nya, dan menjauhi segala
larangan-Nya. Ia tidak mencari pujian dari manusia, tidak berbohong,
tidak berkata kotor, dan hanya menjadikan Allah sebagai akhir dari tujuan
ibadah. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, [Beirut, Darul
Fikr: 1418 H], juz VI, halaman 154).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan, puasa yang tidak
bisa menumbuhkan ketakwaan dalam diri kita semua, hanya akan
mendapatkan murka dari Allah swt. Karenanya, mari kita jaga puasa kita
dengan benar. hindari setiap sesuatu yang bisa merusak eksistensi puasa,
agar semua ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini menjadi
ibadah yang diterima oleh Allah, Amin.
Demikian nasihat untuk orang yang tidak menjadikan puasa sebagai
peningkat takwa. Mudah-mudahan, kita semua bisa mencapai tujuan
pokok disyariatkannya puasa, yaitu menjadi orang-orang yang bertakwa
dengan hakikat takwa, dan tidak termasuk orang-orang yang
mendapatkan murka dari Allah swt. Wallahu a’lam.

Kultum Ramadhan 2024 | 3

Anda mungkin juga menyukai