Anda di halaman 1dari 21

RENCANA PENGGAJIAN STRATEGIK

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Dosen

Dr. Anak Agung Dwi Widyani, SE., MM

NAMA KELOMPOK : 4

RAINNY OCTAVIANA (2302611010016)

I KADEK ADI SANJAYA PUTRA (2302611010017)

YOHANA NANUT (2302611010018)

NI LUH PUTU LAKSMI DEVYANTI (2302611010019)

I NYOMAN GEDE PURWANTARA (2302611010020)

UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2023
A. PROGRAM PENGGAJIAN DAN PEMBAYARAN GAJI UNTUK KEADILAN
1. Program Penggajian
Program Penggajian adalah suatu pendekatan yang dirancang untuk memastikan
bahwa seluruh proses penggajian di perusahaan dilakukan secara adil dan transparan.
Beberapa konsep keilmuan yang mendasari program ini termasuk:
1) Ekuitas Internal:
• Menjamin bahwa setiap karyawan yang memiliki tanggung jawab dan kualifikasi
serupa menerima bayaran yang setara.
• Melibatkan penilaian ulang secara berkala terhadap struktur gaji internal untuk
memastikan bahwa tidak ada ketidaksetaraan yang tidak adil.
2) Ekuitas Eksternal
Membandingkan tingkat gaji perusahaan dengan pasar atau industri serupa untuk
memastikan bahwa perusahaan tidak membayar terlalu rendah atau terlalu tinggi
dibandingkan dengan standar industri.
3) Transparansi
Membangun kejelasan dalam kebijakan gaji dan proses pengambilan keputusan untuk
menghilangkan ketidakpastian diantara karyawan dan membangun kepercayaan.
4) Penilaian Kinerja yang Adil
Mengintegrasikan sistem penilaian kinerja yang adil dan obyektif dalam proses
penggajian untuk memastikan bahwa karyawan yang berprestasi tinggi diakui dan
dibayar secara proporsional.
5) Pendekatan Berbasis Keterampilan dan Pendidikan
Memastikan bahwa gaji mencerminkan tingkat pendidikan, keterampilan, dan
pengalaman karyawan.
6) Keseimbangan antara Gaji dan Fasilitas Lainnya
Mengintegrasikan manfaat non-finansial dan fasilitas lainnya sebagai bagian dari paket
kompensasi secara keseluruhan.
7) Keadilan Gender
Memastikan bahwa tidak ada diskriminasi gender dalam struktur gaji dan bahwa
karyawan yang melakukan pekerjaan yang setara mendapatkan bayaran yang setara
tanpa memandang jenis kelamin.
8) Evaluasi dan Peningkatan Terus-Menerus
Melakukan evaluasi rutin terhadap keefektifan program gaji untuk menyesuaikan
dengan perubahan dalam organisasi atau lingkungan bisnis.
2. Pembayaran Gaji Untuk Keadilan
Masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini
disebabkan karena kompensasi merupakan sumber pendapatan yang merupakan
penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya,
menunjukkan kontribusi kerja dan merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan
terhadap kompensasi yang diterima dari seorang karyawan merupakan elemen utama
terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, semakin puas seorang karyawan
terhadap kompensasi yang diterimanya, maka akan semakin puas karyawan tersebut
terhadap pekerjaannya, begitu pula sebaliknya. Sedangkan elemen utama yang akan
mempengaruhi kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya adalah
keadilan yang dirasakannya terhadap kompensasi yang diterimanya tersebut.
Ketidakpuasan terhadap kompensasi akan berdampak pada menurunnya daya tarik
pekerjaan. Menurunnya daya tarik pekerjaan ini akan mengakibatkan perputaran
karyawan, ketidakpuasan terhadap pekerjaan dan meningkatnya absensi. Selanjutnya
ketidakpuasn terhadap pekerjaan ini, pada akhirnya akan berakibat pada timbulnya stres
karyawan (Lawler, 1971).
Suatu organisasi menarik dan mempertahankan karyawannya hanya dengan satu
tujuan yaitu mencapai tujuan organisasi melalui prestasi kerja para karyawan tersebut.
Oleh karena itu sistem kompensasi harus didesign untuk menghargai perilaku karyawan
yang memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi hal ini sulit
dilakukan karena tujuan mereka bukan semata-mata mendapatkan kompensasi yang
didasarkan pada prestasi kerja saja. Para karyawan mengharapkan lebih dari sekedar itu
yaitu adanya keadilan dan keterbukaan dari metode dan proses implementasi dari sistem
kompensasi tersebut.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila terdapat pendapat bahwa keadilan
merupakan jantungnya sistem kompensasi. Untuk mewujudkan keadilan ini maka program
kompensasi harus didisain dengan mempertimbangkan baik kontribusi karyawan maupun
kebutuhan karyawan. Hal ini bukan berarti bahwa kompensasi yang diberikan oleh suatu
perusahaan harus berjumlah banyak (secara nominal). Perusahaan yang memberikan
kompensasi secara berlebihan kepada karyawan akan dapat mencelakai diri perusahaan
maupun karyawannya. Kompensasi yang berlebihan tersebut akan mengakibatkan
menurunnya daya saing perusahaan, kecemburuan antar karyawan maupun
ketidaknyamanan dalam diri karyawan itu sendiri (Lawler, 1971). Keadilan yang hendak
dicapai melalui program kompensasi ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) keadilan
individual (2) keadilan internal dan (3) keadilan eksternal.
1) Keadilan Individual
Teori keadilan yang diformulasikan oleh J. Stacy Adams (1965) berusaha
menerangkan proses bagaimana seorang individu terpuaskan atau tidak terpuaskan
terhadap suatu kompensasi (Kanungo, 1992). Pada peristiwa dimana seorang individu
tidak puas, teori keadilan memprediksikan perilaku dimana seorang individu mungkin
akan mencari jalan lain untuk menurunkan ketidakpuasan yang dirasakannya. Secara
implicit hal ini menunjukkan bahwa teori keadilan didasarkan pada dugaan mengenai
keadilan yang diharapkan oleh seorang individu dalam banyak pertukaran yang terjadi
dalam kerja. Seorang karyawan mungkin bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia
membawa inputnya seperti pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, pengalaman,
kerajinan, maupun kegigihannya, ke dalam pekerjaannya? Pertanyaan tersebut muncul
karena berdasarkan input-input tersebutlah eorang karyawan akan menerima
kompensasi, seperti gaji, pujian dari pimpinan, promosi, maupun penugasan yang
menarik. Faktor input inilah yang nantinya akan mempengaruhi persepsi keadilan
individual seorang karyawan. Atau dengan kata lain, keadilan individual merupakan
rasa adil yang dirasakan oleh seorang karyawan dimana dia merasa bahwa input yang
dimilikinya telah dihargai sesuai dengan semestinya. Berdasarkan teori keadilan,
seorang karyawan akan menentukan keadilan dari kompensasi yang diterimanya
dengan membandingkan kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya,
dimana rasio kompensasi dengan input ini sifatnya relatif untuk setiap karyawan. Jika
rasio tersebut dari seorang karyawan dengan karyawan lainnya adalah sama (setara)
maka karyawan tersebut merasa mendapat keadilan. Sedangkan jika seorang karyawan
merasa bahwa rasio antara kompensasi yang diterimanya dengan input yang
dimilikinya tidak sama (setara) dengan ratio antara kompensasi yang diterima dengan
input yang dimiliki dari karyawan lainnya, maka karyawan tersebut akan merasakan
adanya ketidakadilan.
Adanya ketidakadilan individual ini dapat menyebabkan adanya perasaan
bersalah atau tidak puas. Jika seorang karyawan merasa ratio antara kompensasi dan
inputnya lebih besar dari ratio kompensasi dan input karyawan lainnya, maka
karyawan tersebut akan merasa bahwa dia diberi kompensasi yang lebih besar dari
karyawan lainnya, dan kondisi tersebut biasanya akan menciptakan perasaan bersalah,
sedangkan jika seorang karyawan merasa bahwa rasio antara kompensasi dan inputnya
lebih rendah dari rasio kompensasi karyawan lainnya, maka karyawan tersebut akan
merasa bahwa dia diberi kompensasi kurang, dan kondisi ini biasanya akan
mengakibatnya adanya perasaan tidak puas. Perasaan bersalah atau perasaan tidak puas
yang berasal dari persepsi ketidakadilan tersebut akan memotivasi karyawan untuk
berperilaku. Perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dapat meliputi peningkatan
input (bekerja lebih giat) atau peningkatan kompensasi (berhasil menyenangkan
supervisi yang menentukan kebijaksanaan peningkatan); menurunkan input
(membolos) atau menurunkan kompensasi (jika kompensasi menggunakan dasar
piece-rate, maka karyawan tersebut akan memfokuskan pada kualitas daripada
kuantitas); menyimpangkan inputnya atau input dari karyawan lain atau
kompensasinya secara kognitif (melalui penilaian ulang dari persepsi); bertindak
bersama-sama dengan karyawan lainnya (sabotase, merusak); mengubah hal lain
(membandingkan diri sendiri dengan seorang karyawan lain); meninggalkan pekerjaan
(transfer atau penugasan kembali).
Perasaan adil atau tidak adil juga akan mendorong karyawan untuk membentuk
pertimbangan terhadap nilai (atau valensi) dari suatu kompensasi. Pada waktu seorang
karyawan merasa item kompensasi, isi, maupun metode penetapannya adalah tidak
adil, maka karyawan tidak akan mengalami kepuasan dengan kompensasi tersebut.
Selanjutnya, ketidakpuasan juga akan menghasilkan kompensasi yang tidak
dinilai oleh karyawan atau karyawan tidak akan menganggap kompensasi tersebut
sebagai sesuatu tidak akan efektif untuk memotivasi karyawan agar mau mewujudkan
perilaku yang diinginkan. Pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi
karyawan merupakan suatu strategi jitu yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi
untuk mencapai berbagai tujuan dalam kaitannya dengan manajemen sumber daya
manusia, khususnya dalam rangka menciptakan keadilan individual. Hal ini
disebabkan karena pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi: (1) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap individu sehingga mereka tertarik bekerja di suatu
organisasi; (2) akan mampu memotivasi karyawan yang berprestasi tinggi; (3) akan
mampu memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi; (4) akan mampu
meningkatkan kepuasan karyawan. Suatu organisasi harus memutuskan beberapa
pilihan kritis apabila organisasi tersebut akan menerapkan pemberian kompensasi yang
didasarkan pada prestasi kerja, yaitu:
a. Apakah organisasi akan memberikan kompensasi pada karyawan berdasarkan pada
prestasi individu, kelompok, atau organisasi?
Pengambilan keputusan untuk hal ini tergantung pada:
• Teknologi
Apabila karyawan bekerja dalam suatu pekerjaan dengan teknologi
kurang kompleks, secara umum karyawan akan lebih menyukai apabila prestasi
mereka dinilai secara individu. Sedangkan pada suatu pekerjaan dengan tingkat
teknologi komplek, karyawan akan lebih menyukai apabila prestasi mereka
dinilai secara kelompok, departemen, atau organisasi.
• Sistem informasi
Jika penilaian prestasi individu melibatkan pertimbangan subyektif,
maka penilaian prestasi dengan tingkat lebih tinggi dari tingkat individu
haruslah diterapkan. Hasil penilaian inilah yang akan digunakan untuk
menetapkan tinggi rendahnya kompensasi yang akan diberikan kepada seorang
karyawan.
• Skala organisasi
Dalam suatu organisasi besar, pada umumnya karyawan secara individu
akan sulit mengetahui hubungan signifikan antara prestasi mereka dengan
keseluruhan hasil yang dicapai oleh organisasi seperti laba, pangsa pasar, dan
sebagainya. Dalam kondisi seperti ini, pemberian kompensasi haruslah
berdasarkan prestasi kerja individual dalam kaitannya dengan pencapaian
tujuan kerja individual. Dalam organisasi dengan ukuran kecil, akan lebih
mudah melihat kontribusi prestasi kerja individu terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti itu akan lebih baik apabila
kompensasi ditetapkan berdasarkan prestasi kerja kelompok, ataupun
organisasi.
• Kepercayaan
Elemen kepercayaan merupakan elemen penting dari penilaian prestasi
untuk semua tingkatan, karena kepercayaan merupakan “hati”-nya persepsi
karyawan terhadap keadilan. Khususnya dalam kasus dimana kompensasi
ditetapkan berdasarkan prestasi. Agar hal itu dapat membentuk persepsi
karyawan secara efektif, sistem kompensasi harus didesign untuk mengukur
dan menghargai prestasi secara adil. Evaluasi prestasi ini harus dilakukan
secara obyektif. Semakin tinggi kepercayaan karyawan, maka semakin tinggi
persepsi mereka terhadap keadilan dari keputusan yang ada, meskipun
subyektivitas pimpinan dalam penilaian prestasi sering dominan. Terdapat 2
aspek berkaitan dengan kepercayaan ini, yaitu : kepercayaan karyawan
terhadap pimpinan, dan kepercayaan karyawan terhadap kelompok,
departemen, maupun organisasi kerjanya. Dalam hal kepercayaan karyawan
terhadap pimpinannya tinggi, maka pemberian kompensasi berdasarkan
prestasi individual akan lebih efektif. Sedangkanapabila kepercayaan karyawan
terhadap unit organisasional atau organisasi itu sendiri adalah tinggi, maka
tingkat penilaian yang lebih tinggi akan lebih efektif digunakan untuk
memberikan kompensasi berdasarkan prestasi tingkatan tersebut.
• Posisi Serikat Pekerja
Kompensasi yang ditetapkan berdasarkan prestasi individu tidak
dipengaruhi dan dikendalikan oleh serikat pekerja. Serikat pekerja suka untuk
menerima program pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi
organisasi. Oleh karena itu, semakin kuat posisi serikat pekerja maka
kompensasi haruslah didasarkan pada prestasi kerja dalam tingkatan yang lebih
besar dibandingkan tingkat individual.
b. Berapa item kompensasi
Suatu organisasi seringkali memilih lebih dari satu rencana item
kompensasi yang didasarkan pada prestasi. Beberapa dasar penetapan rencana
ganda dalam organisasi adalah: (a) suatu rencana untuk masing-masing tingkatan
dalam organisasi, (b) suatu rencana untuk masing-masing departemen atau fungsi
dalam organisasi, dan (c) suatu rencana untuk masing-masing rentang prestasi.
c. Apakah Merit Pay yang akan diberikan berupa suatu peningkatan gaji atau
pembayaran bonus untuk suatu waktu saja?
Secara tradisional, suatu peningkatan gaji merupakan symbol tercapainya
prestasi kerja yang baik. Akibatnya, karyawan yang mendapat merit pay karena
prestasi dalam satu tahun akan menerima kenaikan gaji sepanjang tahun
selanjutnya walaupun prestasi kerjanya menurun. Merit pay sebagai suatu bentuk
bonus merupakan suatu alternatif yang lebih baik untuk meningkatkan gaji karena
hal itu dapat lebih menggambarkan keterkaitan yang jelas antara prestasi kerja
dengan gaji. Hal itu terjadi karena bonus bukan menjadi bagian dari gaji, sehingga
tidak dibayarkan sepanjang waktu.
d. Seberapa besar merit pay yang akan dibayarkan?
Besarnya merit pay akan mempengaruhi secara efektif karyawan untuk berprestasi
dalam kerjanya. Berkaitan dengan modal pengharapan, masalah mendasar yang
terjadi adalah berkaitan dengan valensi karyawan terhadap merit pay tersebut, yang
diharapkan akan sangat memotivasi karyawan. Seorang karyawan menganggap
merit pay bernilai apabila merit pay dapat digunakan untuk memuaskan kebutuhan
karyawan yang penting. Selain itu, keadilan dalam penentuan besarnya merit pay
juga akan mempengaruhi valensi karyawan terhadap merit pay itu sendiri.
Besarnya merit pay adalah keterbukaan dari sistem merit pay tersebut. Semakin
terbuka sistem tersebut, semakin tinggi dampak motivasional secara relatif
walaupun merit pay tersebut secara nominal lebih kecil jumlahnya (Lawler, 1971:
89).
e. Kapan merit pay harus dibayarkan?
Idealnya, kompensasi harus segera dibayarkan mengikuti perilaku prestasi
yang diinginkan tercapai, sehingga karyawan melihat keterkaitan yang jelas antara
prestasi dengan kompensasi. Kecepaan ini juga akan meningkatkan pentingnya
kompensasi oleh karenanya memiliki nilai motivasional. Suatu sistem kompensasi
harus mempertimbangkan baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang dari
suatu pekerjaan.
f. Seberapa jauh karyawan harus dilibatkan dalam mendesign dan mengadministrasi
Merit pay?
Keterbukaan dalam sistem kompensasi akan mendorong motivasi
karyawan dalam 3 cara: (1) membentuk kepercayaan karyawan terhadap sistem,
(2) mendorong persepsi karyawan mengenai keterkaitan antara prestasi dengan
kompensasi, dan (3) memberikan umpan balik yang memadai berkaitan dengan
prestasi kerja. Dampak dari keterbukaan dalam sistem kompensasi akan lebih
berpengaruh dalam system kompensasi yang didasarkan pada prestasi kerja. Sistem
kompensasi yang didasarkan pada presasi kerja harus dikomunikasikan secara
jelas. Karyawan harus mengetahui dan memahami penentuan prestasi kerja, apa
standar prestasi yang diharapkan, serta bagaimana dan kapan prestasi kerja akan
diberi penghargaan, sehingga menghindari ketidakpastian dan spekulasi dari
karyawan mengenai pemberian merit pay. Kelemahan dari sistem terbuka ini
adalah apabila karyawan melihat sistem yang didasarkan pada prestasi kerja
tersebut tidak adil, maka karyawan akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem
dan ini akan menurunkan nilai motivasional yang diinginkan.
Dari penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan keadilan individual
suatu organisasi harus mampu mengetahui secara pasti prestasi kerja individu,
kelompok ataupun organisasi. Hal ini dapat diketahui apabila organisasi tersebut
melakukan penilaian prestasi kerja secara akurat. Sistem penilaian prestasi kerja yang
memiliki esensi ke masa depan, merupakan proses siklus dalam mengelola prestasi
karyawan. Proses ini memiliki beberapa tahapan:
a) Manajer harus mengidentifikasi semua aspek penting mengenai pekerjaan dan
mengklarifikasi bagaimana keterkaitan pekerjaan tersebut dengan tujuan
organisasional.
b) Menempatkan harapan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pekerjaan dapat secara
baik dikerjakan dan adanya standar penilaian yang jelas terhadap prestasi kerja.
Partisipasi karyawan dalam penempatan standar dan pengukuran prestasi kerja
merupakan suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan, begitu juga tersedianya
supervisi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan penilaian
tersebut juga perlu dipertimbangkan. Sehingga akan dicapai suatu standar dan
pengukuran prestasi kerja yang masuk akal, realistic, dan tepat.
c) Memonitoring prestasi. Selama tahap ini, manajer membeirkan umpan balik secara
informal, sehingga tidak ditemukan penilaian salah oleh supervisi. Seorang
supervisi perlu memikirkan dan mencari cara yang tepat mengenai bagaimana
karyawan dapat mencapai prestasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,
bagiamana menilai atau mengukur perilaku, dan mendiskusikan bagaimana cara
untuk mengembangkan karyawan tersebut.
d) Membuat review Penilaian Formal. Dilakukan pada akhir periode penilaian.
Selama review ini dilakukan, manajer mencatat penilaian supervisi terhadap
presasi karyawannya. Selanjutnya, berkaitan dengan keadilan individual ini,
seorang manajer dituntut memiliki pemahaman bahwa karyawan merupakan
sumber daya utama dan penting serta bahwa semua karyawan memiliki peluang
untuk menggunakan bakat dan kemampuan mereka untuk mendapat keuntungan
tertentu bagi diri mereka sendiri maupun bagi organisasi.
2) Keadilan Internal
Keadilan internal merupakan suatu criteria keadilan dari kompensasi yang
diterima karyawan dari pekerjaannya dikaitkan dengan nilai internal masing-masing
pekerjaan. Keadilan internal juga mengidentifikasikan bahwa posisi yang lebih disukai
atau karyawan dengan kualifikasi lebih tinggi dalam perusahaan haruslah diberi
kompensasi yang lebih tinggi pula (Smith, 1990).
Keadilan internal ini membutuhkan perhatian baik karyawan maupun
pengusaha. Atau dengan kata lain, keadilan internal ini berkaitan dengan “Equal Pay
for equal Work” atau Comparable Pay for Comparable Work yang disebut dengan
Comparable Worth. Dari konsep ini diharapkan seorang pemimpin akan memberikan
kompensasi yang sama untuk pekerjaan yang memiliki nilai sama. Selain itu,
Comparable Worth ini diterapkan juga dalam rangka mengeliminasi historical gap
antara kompensasi yang diterimanya oleh karyawan berjenis kelamin laki-laki dengan
perempuan, dimana secara tradisional perempuan sering diberi kompensasi lebih
rendah (The Economist, 1993).
Nilai suatu pekerjaan haruslah menggambarkan: (a) nilai social budaya suatu
masyarakat, (b) nilai produk dan jasa yang dibuat, (c) investasi yang dilakukan dalam
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang dibutuhkan oleh suatu pekerjaan, (d)
posisi pekerjaan dalam hirarki organisasional. Dalam prakteknya, organisasi biasanya
memfokuskan pada isi dan kontribusi suatu pekerjaan dalam menentukan nilai
pekerjaan tersebut. Isi pekerjaan (job content) berkaitan dengan pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, pengalaman, dan usaha yang dibutuhkan untuk
menjalankan pekerjaan tersebut. Contoh, suatu pekerjaan yang membutuhkan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi (misal lulusan S1 atau yang sederajat) akan memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan suatu pekerjaan yang hanya membutuhkan tenaga
kerja dengan ijazah diploma. Kontribusi suatu pekerjaan menunjukkan kontribusi
pekerjaan tersebut terhadap nilai ekonomis dari produk atau jasa, atau kontribusi
pekerjaan tersebut dalam mencapai tujuan unit kerja atau tujuan organisasi yang
ditunjukkan dalam bentuk laba, produksi, atau beberapa ukuran yang sejenis.
Item kompensasi yang penting yang sangat mempengaruhi keadilan internal
adalah gaji pokok yang diterimanya, maka mereka akan mengalami penurunan valensi.
Sebagaimana diprediksikan oleh teori pengharapan, menurunnya valensi akan
menghasilkan turunnya daya motivasional. Akibatnya, gaji pokok tidak akan memiliki
dampak motivasional. Kerugian akan dirasakan apabila investasi suatu organisasi pada
gaji pokok merupakan suatu bagian yang substansial dari sumber biaya. Dampak dari
keputusan strategic yang mengarah pada terwujudnya keadilan internal ini terlihat pada
peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya fisik, financial, sumber
daya manusia dari suatu organisasi.
Proses penting untuk menentukan nilai dari suatu pekerjaan secara relatif
terhadap pekerjaan lain dalam suatu organisasi disebut job evaluation. Untuk
mengevaluasi suatu pekerjaan, suatu organisasi harus memiliki data yang cukup
mengenai nilai dan perbedaan gaji di antara pekerjaan tersebut. Pengumpulan data
tersebut dilakukan melalui suatu proses yang disebut dengan job analysis. Tanpa
adanya penilaian pekerjaan, suatu organisasi tidak akan dapat mengembangkan suatu
pendekatan yang rasional untuk menetapkan program dan besarnya kompensasi yang
diberikan kepada karyawannya (Quaid: 1993).
Job analysis merupakan proses pengumpulan informasi mengenai suatu
pekerjaan. Proses ini dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan informasi
mengenai tugas, tanggung jawab, kondisi kerja, perilaku kerja yang diinginkan, dan
kompetensi. Dengan kata lain, proses ini berusaha mengumpulkan data-data sebagai
berikut:
• Apa yang dikerjakan dalam suatu pekerjaan termasuk di dalamnya tugas dan
operasi yang terkait.
• Bagaimana pekerjaan tersebut dilakukan, termasuk di dalamnya perilaku bagiaman
yang harus ditunjukkan dalam pekerjaan tersebut.
• Dalam kondisi bagaimana pekerjaan tersebut harus dilakukan, termasuk di
dalamnya pertimbangan lingkungan fisik dan social yang harus ada agar pekerjaan
dapat dilakukan secara baik.
• Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang bagaimana yang ibutuhkan oleh
seorang karyawan agar dia dapat menjalankan pekerjaan tersebut.
Data yang dihasilkan dalam job analysis akan disajikan dalam suatu job
description dan job spesification. Dalam job description akan dijelaskan mengenai isi
dan kontribusi suatu, pekerjaan, sedangkan dalam job spesification akan dijelaskan
mengenai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
menjalankan suatu pekerjaan.
Oleh karena hasil suatu penilaian (termasuk job evaluation) seringkali bersifat
subyektif, maka sebaiknya evaluasi ini haruslah dilakukan oleh seorang evaluator yang
terlatih. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh analis pekerjaan atau analis kompensasi.
Atau dapat juga evaluasi ini dilakukan oleh suatu tim yang biasa disebut dengan job
evaluation committee. Komite ini akan melihat informasi yang didapat dari analisis
pekerjaan dan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, mereka akan Menyusun
pekerjaan-pekerjaan yang ada ke dalam suatu hirarki dengan mempertimbangkan
bobot kerja relatif. Penentuan bobot kerja ini dapat dilakukan dengan menggunakan
metode seperti: job ranking, job grading, foctor comparison dan point system
(Madigan, 1986).
Selain itu, untuk mewujudkan keadilan internal ini, suatu organisasi harus
mentaati undang-undang maupun peraturan penggajian yang telah ditetapkan oleh
pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Perubahan undang-
undang atau peraturan dalam system penggajian membutuhkan adanya penyesuaian
dalam sistem kompensasi yang telah diterapkan.
3) Keadilan Eksternal
Keadilan eksternal atau sering disebut daya saing eksternal merupakan posisi
kompensasi yang diberikan oleh suatu organisasi terhadap seorang karyawan
dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan pesaing, tentunya
untuk seorang karyawan dengan suatu pekerjaan yang bernilai sama. Kebijakan yang
memperhatikan daya saing eksternal ini mempunyai 2 pengaruh terhadap tujuan, yaitu:
• Mendorong penetapan tingkat gaji yang mencukupi/memenuhi kebutuhan
karyawan dalam rangka menghargai dan mempertahankan karyawan.
• Mengendalikan biaya tenaga kerja sehingga harga produk yang dihasilkan oleh
perusahaan dapat tetap bersaing.
Daya saing eksternal ini secara langsung berpengaruh terhadap efisiensi dan
keadilan tujuan, dimana pelaksanaanya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Daya saing eksternal ditetapkan berdasarkan penetapan tingkat kompensasi yang
diberikan pesaing pada pekerjaan yang sejenis. Tingkat kompensasi ini ditentukan
dengan mengetahui kondisi pasar tenaga kerja yang relevan dan melakukan
pengamatan terhadap tingkat kompensasi yang diberikan oleh perusahaan lain,
kemudian menggunakan dan mengaitkan kedua informasi tersebut dengan keputusan
kebijaksanaan perusahaan untuk menghasilkan suatu program kompensasi. Program
kompensasi ini akan mempengaruhi bagaimana organisasi secara efisien akan dapat
mempertahankan tenaga kerja yang kompeten dan mengendalikan biaya tenaga kerja
tersebut.
Berkaitan dengan daya saing eksternal ini, suatu organisasi dituntut untuk dapat
bersaing dengan organisasi lainnya. Tentunya hal ini tergantung pada posisi penawaran
dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja ini akan menentukan tingkat
kompensasi (khususnya gaji) di pasar tenaga kerja. Mampu tidaknya organisasi untuk
menghargai karyawan sesuai (lebih tinggi) dari tingkat kompensasi di pasar tenaga
kerja akan menentukan kemampuan organisasi tersebut untuk menarik dan
mempertahankan tenaga kerja yang dibutuhkan.
Hal lain yang sering terjadi berkaitan dengan keadilan eksternal ini adalah
bahwa persepsi karyawan mengenai keadilan eksternal seringkali tidak didukung
dengan data yang akurat. Hal ini terjadi karena karyawan seringkali membandingkan
dengan pekerjaan yang mempunyai nama sama tetapi nilai kerjanya belum tentu sama
bagi satu perusahaan dengan perusahaan lain sehingga tentu saja kompensasi yang
diterimanya juga tidak sama.
Oleh karena itu, tugas organisasi adalah meluruskan persepsi karyawan yang
seringkali keliru berkaitan dengan keadilan eksternal dengan: (1) menentukan pasar
tenaga kerja yang relevan dengan organisasi dan (2) mengumpulkan data tingkat
kompensasi dari pasar tenaga kerja yang relevan.
Berdasarkan data tersebut, organisasi harus menentukan struktur kerja dan data
kebijaksanaan kompensasi yang ada di pasar tenaga kerja yang relevan (organisasi-
organisasi lain yang relevan). Pasar tenaga kerja yang relevan ini didefinisikan sebagai
organisasi-organisasi yang berada dalam satu daerah geografi dimana karyawan-
karyawannya dapat dengan mudah berpindah kerja.
Oleh karena terbatasnya data hasil survei kompensasi yang dipublikasikan dan
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan apabila survey dilakukan oleh perusahaan,
maka survei kompensasi ini biasanya dilakukan hanya untuk pekerjaan-pekerjaan
kunci (penting) saja. Untuk menghemat biaya ini, perusahaan dapat memilih
perusahaan pesaing yang relevan dan kemudian dengan menggunakan telpon ataupun
surat, menanyakan item kompensasi apa dan berapa jumlah yang diberikan perusahaan
untuk pekerjaan-pekerjaan kunci tersebut. Dengan asumsi bahwa semua perusahaan
sudah memahami pentingnya keadilan eksternal ini, sebagian besar perusahaan akan
bersedia membantu karena mereka juga membutuhkan informasi tersebut (Conway,
1984).
Selanjutnya, untuk mempertahankan keadilan eksternal, organisasi harus
menggunakan kenaikan gaji sebagai suatu alat untuk menyesuaikan tingkat gaji mereka
sesuai dengan perubahan biaya hidup dan atau tingkat gaji secara umum (pasar).
Tentunya hal ini harus didukung dengan melakukan survei kompensasi secara periodik.

Keadilan gaji mengacu pada gaji yang setara bagi anggota tim yang melakukan
tugas pekerjaan “serupa” terlepas dari gender, ras, etnis, atau karakteristik lain yang
dilindungi. Kesetaraan gaji memerlukan kepemimpinan untuk memeriksa peran dan
tanggung jawab masing-masing anggota tim, untuk memastikan karyawan dengan
peran dan tugas yang sama mendapat kompensasi yang adil dan setara. Ini adalah
proses memitigasi kesenjangan gaji antar karyawan. Desler menjelaskan bahwa pada
umunya karyawan menuntut keadilan dalam system penggajian, karywan
mengharapkan adanya perbandingan gaji yang diberikan oleh perusahaan dengan
perusahaan lain dan bahkan perbandingan gaji yang diberikan dengan jabatan yang lain
diperusahaan yang sama, perbandingan gaji dengan karyawan lain hingga bagaimana
perusahaan menetapkan struktur perhitungan gaji bagi karyawan. Kesetaraan gaji
merupakan isu penting bagi angkatan kerja abad kedua puluh satu. Dengan
menciptakan tempat kerja yang mengedepankan kesetaraan gaji dapat menarik
kandidat yang beragam dan berbakat, meningkatkan retensi, dan meningkatkan budaya
perusahaan. Penting juga untuk tetap mematuhi undang-undang kesetaraan gaji negara
bagian dan lokal untuk menghindari litigasi kesetaraan gaji yang dilakukan oleh
karyawan.
Ada beberapa perspektif mengenai keadilan di tempat kerja. Dalam hal gaji dan
dari sudut pandang organisasi, mengidentifikasi tiga jenis:
1) Keadilan hasil pembayaran – bagaimana pemberi kerja mengalokasikan anggaran gaji
(keadilan distributif).
2) Keadilan proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan pembayaran (keadilan
prosedural).
3) Kualitas perlakuan yang diperoleh ketika pemberi kerja melaksanakan keputusan
gajinya (keadilan interaksional).
Semua ini dapat membantu menciptakan kepercayaan karena hal ini memberikan sinyal
kepada masyarakat bahwa perusahaan menghormati dan menghargai stafnya. Jika pekerja
merasa gaji atau tunjangan yang diberikan perusahaan tidak adil, maka mereka mungkin
akan memutuskan untuk berhenti.
Untuk mewujudkan keadilan ini maka program kompensasi harus didisain dengan
mempertimbangkan baik kontribusi karyawan maupun kebutuhan karyawan. Hal ini bukan berarti
bahwa kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan harus berjumlah banyak (secara
nominal). Perusahaan yang memberikan kompensasi secara berlebihan kepada karyawan akan
dapat mencelakai diri perusahaan maupun karyawannya. Kompensasi yang berlebihan tersebut
akan mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan, kecemburuan antar karyawan maupun
ketidaknyamanan dalam diri karyawan itu sendiri (Lawler, 1971). Keadilan yang hendak dicapai
melalui program kompensasi ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) keadilan individual, (2)
keadilan internal dan (3) keadilan eksternal

B. BENTUK PENETAPAN HARGA UNTUK PEKERJAAN PROFESIONAL DAN


MANAJERIAL
Penetapan harga untuk pekerjaan profesional dan manajerial melibatkan berbagai
pertimbangan untuk memastikan bahwa kompensasi yang diberikan mencerminkan nilai dan
kontribusi yang dibawa oleh individu tersebut. Membangun rencana kompensasi untuk
manajer atau profesional, dalam banyak hal juga serupa dengan membangun rencana-rencana
untuk karyawan lainnya. Sasaran utamanya adalah sama yaitu untuk menarik dan
mempertahankan karyawan yang baik. Dan evaluasi pekerjaan dapat diterapkan pada
pekerjaan manajerial dan profesional. Memberika kompensasi karyawan profesional, pemberi
kerja harus memastikan bahwa setiap karyawan sebenarnya adalah seorang “profesional”
berdasarkan hukum. Pekerjaan profesional menekankan faktor yang dapat dikompensasi,
seperti kreativitas dan pemecahan masalah, pekerjaan yang tidak dapat diperbandingkan atau
diukur dengan mudah. Pengusaha dapat menggunakan evaluasi pekerjaan untuk pekerjaan
profesional. Faktor kompensasi disini cenderung berfokus pada pemecahan masalah,
kreativitas, cakupan pekerjan dan pengetahuan serta keahlian teknis.
Berikut adalah beberapa bentuk penetapan harga yang umumnya digunakan untuk
pekerjaan profesional dan manajerial:
1. Sistem Gaji Tetap (Fixed Salary)
Pekerjaan profesional dan manajerial sering kali dikompensasi dengan gaji tetap
bulanan atau tahunan. Gaji ini mencakup tanggung jawab dan tugas yang mendasar, dan
seringkali didasarkan pada evaluasi pekerjaan dan pengalaman.
2. Bonus Kinerja (Performance Bonuses)
Bonus kinerja adalah tambahan yang diberikan kepada individu atau tim yang
mencapai atau melampaui target kinerja tertentu. Ini dapat mencakup pencapaian tujuan
bisnis, proyek sukses, atau kinerja individu yang luar biasa.
3. Saham dan Opsi Saham (Stocks and Stock Options)
Untuk posisi manajerial yang lebih tinggi, penyertaan dalam saham perusahaan
atau opsi saham dapat digunakan sebagai bagian dari paket kompensasi. Hal ini
memberikan insentif kepada pemimpin untuk meningkatkan nilai perusahaan.
4. Tunjangan dan Fasilitas Lainnya (Allowances and Other Benefits)
Pekerjaan profesional dan manajerial sering kali mendapatkan tunjangan tambahan
seperti tunjangan kesehatan, asuransi, cuti tambahan, atau manfaat lainnya yang
meningkatkan nilai total paket kompensasi.
5. Program Insentif dan Penghargaan (Incentive and Recognition Programs)
Program insentif yang dirancang khusus untuk mendorong dan menghargai
kontribusi karyawan dapat menjadi bagian dari strategi penetapan harga. Ini bisa berupa
penghargaan non-moneter atau program pengakuan lainnya.
6. Skema Keseimbangan Hidup dan Kerja (Work-Life Balance Schemes)
Pekerjaan profesional dan manajerial mungkin memiliki fleksibilitas jam kerja,
opsi kerja jarak jauh, atau program keseimbangan hidup dan kerja lainnya yang menjadi
bagian dari paket kompensasi.
7. Paket Kesejahteraan Karyawan (Employee Wellness Packages)
Menyediakan manfaat kesejahteraan seperti program kesehatan dan kebugaran,
konseling, atau keanggotaan pusat kebugaran sebagai bagian dari upaya organisasi untuk
mendukung kesejahteraan karyawan.
8. Peluang Pengembangan Karir (Career Development Opportunities)
Menawarkan peluang pengembangan karir, pelatihan, dan pendidikan sebagai
bentuk kompensasi yang dapat meningkatkan keterampilan dan nilai karyawan. Penting
untuk menciptakan kombinasi elemen-elemen ini yang mencerminkan nilai organisasi dan
memotivasi karyawan untuk berkinerja tinggi. Fleksibilitas dalam strategi penetapan harga
juga penting karena preferensi dan nilai karyawan dapat bervariasi.
C. BENTUK PENGGAJIAN YANG BERBASIS KOMPETENSI PADA ORGANISASI
PERUSAHAAN BERBASIS JASA
Penggajian berbasis kompetensi adalah pendekatan di mana kompensasi atau
penggajian karyawan didasarkan pada keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang
dimiliki oleh individu tersebut. Dalam konteks organisasi perusahaan berbasis jasa, di mana
keterampilan dan keahlian karyawan seringkali menjadi faktor kunci dalam memberikan
pelayanan atau mencapai tujuan bisnis, model penggajian ini dapat sangat relevan. Alasan
Organisasi menggunakan penggajian berbasis kompetensi :
1. Rencana penggajian tradisional dapat merugikan jika tujuannya adalah sistem kerja
berkinerja tinggi. Penekanan keseluruhan dari sistem ini adalah mendorong para karyawan
untuk bekerja dengan memotivasi sendiri, mengorganisir pekerjaan dalam tim, mendorong
anggota tim untuk bebas melakukan rotasi pekerjaan dalam satu tim dengan mendorong
tanggung jawab yang lebih besar.
2. Membayar untuk keahlian , pengetahuan, dan kompetensi adalah lebih strategik.
3. Kompetensi, keahlian, dan pengetahuan yang terukur adalah inti dari proses manajemen
kinerja di semua perusahaan.

Berikut adalah beberapa konsep teori yang terkait dengan penggajian berbasis kompetensi di
organisasi berbasis jasa:
1. Pengembangan Kompetensi
Teori ini menekankan pentingnya pengembangan dan peningkatan terus-menerus
dalam keterampilan dan pengetahuan karyawan. Karyawan yang terus-menerus
meningkatkan kompetensi mereka dapat dihargai dengan pembayaran yang lebih tinggi.
2. Kompetensi Inti Organisasi
Fokus pada pengembangan dan pengukuran kompetensi inti yang diperlukan oleh
organisasi untuk mencapai keunggulan bersaing. Karyawan yang memiliki atau
mengembangkan kompetensi ini dapat mendapatkan penggajian yang lebih baik.
3. Evaluasi Kinerja Berbasis Kompetensi
Menggunakan kerangka evaluasi kinerja yang menilai karyawan berdasarkan
pencapaian kompetensi kunci yang diinginkan oleh organisasi. Karyawan yang berhasil
memenuhi atau melampaui standar kompetensi dapat mendapatkan penggajian yang lebih
baik.
4. Pembayaran Berbasis Prestasi
Konsep ini berfokus pada memberikan penghargaan finansial kepada karyawan
yang berhasil mencapai atau melampaui tujuan dan standar kinerja yang berbasis
kompetensi.
5. Fleksibilitas Gaji
Model penggajian berbasis kompetensi dapat memberikan fleksibilitas yang lebih
besar dalam menyesuaikan gaji atau insentif dengan perubahan dalam kompetensi yang
dibutuhkan oleh organisasi.
6. Penetapan Harga Diri
Teori ini memungkinkan karyawan untuk berkontribusi pada penilaian kompetensi
mereka sendiri, yang dapat mempengaruhi tingkat penggajian mereka. Ini mendorong
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam proses evaluasi.
7. Pasangan Penggajian dan Pengembangan
Menggabungkan program penggajian dengan program pengembangan karyawan,
sehingga karyawan merasa dihargai dan didorong untuk terus meningkatkan kompetensi
mereka.
8. Pengukuran Kinerja Holistik:
Penciptaan kerangka pengukuran kinerja yang melibatkan aspek-aspek lebih dari
sekadar hasil bisnis, seperti kemampuan beradaptasi, kerjasama tim, dan kepemimpinan,
yang semuanya mencerminkan kompetensi karyawan.
Penerapan penggajian berbasis kompetensi di organisasi perusahaan berbasis jasa dapat
membantu mendorong karyawan untuk terus belajar, berkembang, dan memberikan nilai
tambah yang lebih besar kepada perusahaan. Penting untuk memiliki sistem evaluasi dan
pengukuran kompetensi yang jelas serta transparansi dalam proses penetapan harga.
D. PEMERIKSAAN LATAR BELAKANG DAN METODE SELEKSI LAIN
1. Pemeriksaan Latar Belakang/ Background Checking
Pemeriksaan latar belakang adalah metode evaluasi yang digunakan HRD untuk
menentukan validitas informasi yang diberikan kandidat karyawan dalam surat lamaran
pekerjaan. Hal ini biasanya dilakukan HRD untuk menentukan layak atau tidaknya
kandidat karyawan diterima bekerja di perusahaan. Tujuan dari dilakukannya hal yang satu
ini tentunya untuk membantu perusahaan dalam membuat keputusan perekrutan yang
terbaik. Jadi, saat melakukan background check umumnya rekruter akan menghubungi
atasan di tempat kerja sebelumnya. Selain itu, tidak sedikit dari rekruter yang akan
menghubungi kolega di perusahaan terdahulu dan meminta informasi tentang pelamar
kerja Hal-hal yang perlu diverifikasi tentunya akan cukup berbeda tergantung dari
kebijakan perusahaan atau organisasi.
Selain itu, tujuan pengecekan background pelamar adalah sebagai berikut:
1) Mencari tahu mengapa kandidat tersebut meninggalkan posisi sebelumnya.
2) Mengetahui pencapaian atau kesulitan kandidat yang bersangkutan di tempat kerja
sebelumnya.
3) Memperoleh informasi akurat tentang identitas calon karyawan.
4) Memastikan bahwa latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja ditulis dengan
jujur dan tidak dibuat-buat.
5) Memastikan bahwa karyawan tidak memiliki catatan buruk dalam database
kriminal, termasuk informasi perdata atau pidana dari instansi pemerintah.
6) Sebagai pencegahan apabila calon pekerja dirasa berpotensi membobol data
rahasia perusahaan.
7) Prosedur ini diperlukan karena memberikan informasi yang komprehensif tentang
calon karyawan yang akan dipekerjakan. Dengan demikian, perusahaan dapat
melakukan evaluasi secara objektif berdasarkan parameter yang telah ditetapkan.

Berikut adalah hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan latar belakang :
1) Pendidikan dan Pelatihan
Memastikan bahwa kualifikasi pendidikan dan pelatihan yang dicantumkan dalam
CV atau aplikasi benar dan sesuai.
2) Riwayat Pekerjaan
Memeriksa rekam jejak pekerjaan sebelumnya untuk memverifikasi pengalaman
kerja dan tanggung jawab sebelumnya.
3) Referensi Pribadi dan Profesional
Menghubungi referensi yang diberikan oleh calon karyawan untuk mendapatkan
pemahaman lebih lanjut tentang karakter dan kinerja mereka.
4) Pemeriksaan Kriminal
Melibatkan pemeriksaan rekam kriminal untuk memastikan bahwa calon karyawan
tidak memiliki catatan kejahatan yang dapat membahayakan keselamatan atau
reputasi perusahaan.
5) Pemeriksaan Kredit (jika relevan)
Untuk beberapa peran, terutama yang melibatkan tanggung jawab keuangan,
pemeriksaan kredit dapat dilakukan.
6) Pemeriksaan Obat (jika relevan)
Beberapa perusahaan, terutama di industri tertentu seperti manufaktur atau
transportasi, mungkin melakukan tes narkoba sebagai bagian dari pemeriksaan
latar belakang.
2. Metode Seleksi Lain
Seleksi karyawan merupakan sarana bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga
kerja yang berkompetensi tinggi, berkualitas, dan berkomitmen tinggi kepada
perusahaan. Proses seleksi adalah pusat keberhasilan manajemen sumber daya manusia
dan perusahaan, karena kegagalan dalam proses seleksi berarti kegagalan suatu
organisasi untuk mencapai tujuannya. Perusahaan umumnya menerapkan beberapa
metode seleksi saat rekrutmen karyawan baru. Tidak hanya tes wawancara, seleksi pun
dilakukan dalam bentuk tes praktik kerja, tes kepribadian, dan lainnya. Pada tahap ini,
HR akan menilai apakah kandidat layak untuk bergabung dengan perusahaan. Proses
seleksi karyawan tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat atau singkat. Tahapan
rekrutmen merupakan proses yang sangat penting karena berhubungan dengan kinerja
perusahaan. Biasanya proses rekrutmen bisa berlangsung selama berhari-hari hingga
beberapa minggu. Lamanya tahapan rekrutmen dilakukan karena perusahaan ingin
benar-benar menemukan kandidat yang dibutuhkan dan bisa berkontribusi baik. Tes
seleksinya pun tak hanya satu kali untuk melihat kualifikasi kandidat dari berbagai sisi.
Berikut metode seleksi karyawan yang perlu diterapkan oleh HRD.
Proses seleksi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan karyawan baru
yang memiliki nilai ekonomis bagi perusahaan, memiliki produktivitas tinggi, dan
punya skill set yang dibutuhkan oleh posisi tersebut. Selain mendapatkan karyawan
untuk mengisi suatu posisi, seleksi juga memiliki beberapa tujuan lainnya, seperti
meningkatkan moral dan kualitas perusahaan, mengurangi risiko turnover, dan
menjaga turnover rate agar tetap rendah.

Adapun metode yang pada umumnya dipergunakan dalam setiap perusahaan adalah :

1) Wawancara:
Melibatkan pertemuan langsung antara perekrut dan calon karyawan untuk menilai
kemampuan komunikasi, kepribadian, dan kecocokan budaya.
2) Tes Penilaian Psikometrik:
Menggunakan tes kepribadian, tes kecerdasan, atau tes keterampilan khusus untuk
menilai aspek-aspek tertentu dari kandidat.
3) Latihan dan Simulasi Kerja:
Memberikan kandidat tugas atau proyek kecil untuk menilai kemampuan mereka
dalam situasi yang mendekati situasi kerja sehari-hari.
4) Assessment Center:
Menggabungkan berbagai metode evaluasi, seperti latihan kelompok, wawancara,
dan penilaian individu, untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
kemampuan dan potensi calon karyawan.
5) Tes Keterampilan dan Pengetahuan:
Melibatkan tes tertulis atau ujian keterampilan untuk menilai pengetahuan dan
kemampuan teknis kandidat.
6) Portofolio Kerja:
Terutama digunakan dalam industri kreatif, portofolio kerja dapat memberikan
pandangan mendalam tentang keterampilan dan karya sebelumnya.
7) Referensi dari Rekan Kerja:
Melibatkan wawancara atau pertanyaan tertulis kepada rekan kerja sebelumnya
untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas tentang kinerja calon karyawan.
Pemilihan metode tergantung pada karakteristik pekerjaan, kebutuhan perusahaan,
dan sektor industri. Kombinasi beberapa metode seringkali memberikan gambaran
yang lebih lengkap dan objektif tentang kemampuan dan potensi kandidat.

DAFTAR PUSTAKA
- Raymond, A.Noe. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan
Bersaing. Jakarta: Salemba Empat.

- Ardana, I Komang dkk. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

- Dessler, Gary, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi kesepuluh, Jilid 1, Indeks Jakarta

- https://www.indeed.com/perusahaan/c/info/background-check-for-employment

- Antony, W.P. and P.L. Parrewe, K.M. Kacmar (1996). Strategic Human Resource
Management, The Dryden Press, Florida, USA.

Anda mungkin juga menyukai