Anda di halaman 1dari 3

PENERAPAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK TERHADAP SIKAP DAN

TINGKAH LAKU SISWA MELALUI MATA PELAJARAN AKIDAH AKHLAK


KELAS 1 DI MI NURUL HUDA

Para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep behaviorisme
berlangsung dengan tiga langkah pokok, yaitu:

1. Tahap akuisisi atau tahap perolehan pengetahuan. Dalam fase ini siswa belajar tentang
informasi baru.

2. Tahap retensi, yaitu fase dimana informasi atau keterampilan baru dipraktikkan sehingga
siswa dapat mengingatnya selama periode tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan
(storage stage), artinya hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa yang akan datang.

3. Tahap transfer. Ada kalanya gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali saat
akan digunakan di masa depan. Untuk itu, kemampuan mengingat kembali informasi dan
mentransferkannya dalam pembelajaran yang baru memang memerlukan strategi yang
bermacam-macam. Namun yang paling utama adalah ingatan terhadap informasi yang valid.

Cakupan dari Akhlak islami sangat luas diantaranya :

1. Ethos: Mengatur hubungan seseorang dengan Khaliknya, seperti terhadap Rasul Allah dan
Kitab-Kitabnya 90

2. Ethis: Mengatur hubungan seseorang dengan dirinya dan terhadap sesamanya dalam
kegiatan kehidupan sehari-hari

3. Moral: Mengatur hubungan dengan sesamanya tapi berlainan jenis menyangkut kehormatan
tiap pribadi

4. Estetika: Rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya
serta lingkungannya agar lebih indah menuju kesempurnaan

Ada tiga metode penerapan pembelajaran akidah akhlak yang didasari oleh pandangan teori
behavioristik, yaitu: metode langsung (direct method), metode audiolingual (aural-oral method), dan
pendekatan alami (natural approach).
a. Metode Langsung (Direct Method) Tujuan dari metodeini adalah agar siswa secara
lisan dapat berkomunikasi, berfikir, bahkan menggunakan mimikdari bahasa kedua (bahasa
target). Peranan guru di kelas merupakan bagian dari partner selama proses pembelajaran. Target
dari pembelajaran ini adalah kemampuan lisan, maka penulisan tidak terlalu diperhatikan.
System evaluasi metode ini adalah dengan penggunaan bahasa kedua secara nyata, seperti halnya
wawancara. Bila terjadi kesalahan dalam penggunaan kalimat, siswa diharapkan untuk
melakukan koreksi terhadap diri sendiri (self correction).

b. Metode Audiolingual (Aural-Oral Method)33 Metode ini merupakan hasil dari


pendekatan behavioristik milik Skinner. Asumsi bahasa kedua dan bahasa pertama antara
33Winarno Surahmad, Behaviorisme Sebagai Psikologi Prilaku Modern, Tarsito bandung, 1986 ;
173. 76 metode langsung, dan audiolingual sama, yaitu dalam pembelajarann bahasa kedua
digunakan sebagai alat komunikasi. Prinsip utama metode ini adalah „ajarkan berbicara
kemudian menulis‟ dalam artian bahwa dalam belajar mendengarkan dan berbicara dahulu, baru
kemudian membaca dan menulis. Prinsip ini sama dengan prinsip anak kecil saat mempelajari
bahasa ibunya. Perbedaan metode ini dengan metode langsung adalah peran guru dimetode ini
sebagai pemberi model. Guru bisa mengontrol perilaku bahasa siswa, sedangkan siswa
mengulang dan menirukan dengan cepat dan tepat. Imitasi dan repetisi disajikan dalam bentuk
dialog hingga bisa menambahkan kosa kata dan struktur bahasa kedua. Keterampilan ini
mementingkan empat keterampilan yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan
menekankan pada keterampilan menyimak dan berbicara. Posisi bahasa pertama dianggap
sebagai interferensi, dan analisis kontrastif bisa membantu kelancaran pembelajaran. Kesalahan
dalam pembelajaran dianggap bisa diatasi dan diprediksi oleh pendidik. Sistem evaluasi yang
digunakanpun bersifat deskriptif. 77

c. Metode Pendekatan Alami (Natural Approach)34 Metode ini dikenalkan oleh Stepen
Kresen dan Terrell (1982). Kresen berpendapat bahwa orang dewasa seharusnya mendapatkan
bahasa kedua sama halnya seperti yang dilakukan oleh anak-anak, yaitu pemerolehan tanpa
disadarinya. Kresen membagi pembelajaran menjadi dua bagian, yaitu pemerolehan dan
pembelajaran. Pemerolehan adalah penerimaan materi dibawah kesadaran seseorang. Sedangkan
pembelajaran adalah penerimaan secara sadar. Menurut Kresen, sifat pembelajaran (learning)
hanyalah sebagai editor saja, dan pemerolehan tanpa sadar merupakan transfer materi yang
sesungguhnya. Guru pada awalnya bertugas untuk menyampaikan yang mudah dipahami oleh
siswa tanpa siswa harus menjawabnya. Para pelajar tidak dituntut untuk mengucapkan apa-apa
hingga mereka sudah siap merespon. Setelah murid menjalani ‟periode membisu‟, guru
membuat suasana menjadi lebih bersahabat, dan nyaman tanpa membuat anak merasa tertekan
dengan pembelajaran. Periode ini siswa diharapkan tidak ada rasa takut akan kesalahan. 34H.
Dougls Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Jakarta: kedubes AS, 2008, 85. 78
Evaluasi metode ini melalui observasi sederhana terhadap perilaku pelajar. Gurupun berhak
mengkoreksi kesalahankesalahan pokok, tapi tidak boleh secara menonjol.

Sementara menurut Mukinan dalam Nahar (2016: 72) terdapat beberapa prinsip utama dalam
teori belajar behavioristik yaitu (1) dinamika dalam belajar adalah perubahan tingkah laku; (2) yang
paling penting adalah stimulus dan respons; dan (3) penguatan, yaitu apa saja yang menguatkan
timbulnya respons.

teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan
manusia bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan
kenyataan. Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang
dipelajari. Oleh sebab itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala perbuatan
dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni
perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari
terhadap suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga,
behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut
behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena
kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek keinginan hati.

Anda mungkin juga menyukai