Anda di halaman 1dari 7

Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks


Spontan Sekunder
Syazili Mustofa1*, Retno Ariza S Soemarwoto2, Elman Dani Firdaus2, Tito Tri Saputra2,
Hakim Alhaady Juhana2
1
Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung
2
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung

Abstrak:
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder. PPOK
merupakan salah satu penyakit kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel. Kasus ini mendeskripsikan pasien dengan PPOK eksaserbasi akut yang mengalami
komplikasi berupa pneumotoraks spontan, yang disertai dengan supraventrikular takikardi dan gagal napas
tipe 1. Pasien merespon dengan baik terapi berupa oksigenasi, nebulisasi bronkodilator, injeksi kortikosteroid,
obat golongan xantin, dan anti-aritmia.

Kata Kunci : PPOK Eksaserbasi Akut, Pneumotoraks Spontan Sekunder

Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease with


Secondary Spontaneous Pneumothorax
Abstract :
Chronic Pulmonary Obstructive Disease (COPD) Acute Exacerbation with Secondary Spontaneous
Pneumothorax. COPD is a chronic disease characterized by airflow obstruction in the airways that is not fully
reversible. This case describes a patient with an acute exacerbation of COPD who experienced complications
such as spontaneous pneumothorax, which was accompanied by supraventricular tachycardia and type 1
respiratory failure. The patient responded well to therapy in the form of oxygenation, nebulized
bronchodilators, corticosteroid injections, xanthine drugs, and anti-arrhythmics.

Keywords : COPD Acute Exacerbation, Secondary Spontaneous Pneumothorax

Korespondensi :Dr.dr. Syazili Mustofa, M.Biomed l Fakultas Kedokteran Universitas Lampung l


syazilimustofa.dr@gmail.com

Pendahuluan dalam mengurangi kematian PPOK dini di


Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) seluruh dunia, upaya harus difokuskan pada
adalah masalah utama global karena angka optimalisasi pengobatan PPOK di negara-
prevalensinya yang tinggi (10% dari populasi negara tersebut.2
dewasa) dan angka insidensi yang meningkat Jumlah kasus PPOK semakin lama
akibat bagian dari penuaan populasi.1 semakin meningkat akibat beberapa faktor, di
Penelitian yang dilakukan oleh Global Burden antaranya adalah kebiasaan merokok yang
of Disease menunjukkan lebih dari 90% kasus masih tinggi, pertambahan penduduk,
kematian PPOK terjadi di negara-negara peningkatan usia harapan hidup,
dengan pendapatan rendah dan menengah. industrialisasi, polusi udara di kota besar, dan
Khususnya, kematian ini disertai dengan polusi udara di rumah akibat biomas.3
beban sosial ekonomi yang signifikan bagi
pasien, keluarga mereka, dan masyarakat. PPOK merupakan salah satu penyakit
Sehingga untuk mencapai dampak terbesar kronik yang ditandai dengan hambatan aliran
udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 8


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

reversibel.4 Hambatan aliran udara tersebut sesak napas sejak 1 tahun SMRS yang
biasanya bersifat progressif dan berhubungan memberat 2 hari SMRS. Sesak dirasakan
dengan respon inflamasi pulmonal terhadap terutama ketika berjalan lebih dari 100 meter
partikel atau gas berbahaya.5 Diagnosis PPOK atau pada jalanan yang agak menanjak.
dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala Pasien hanya tidur menggunakan 1 batal, dan
seperti sesak yang progresif dan memberat terbangun pada malam hari karena sesak
dengan aktivitas, batuk kronik dengan atau disangkal. Pasien merupakan pasien rujukan
tanpa dahak, dan riwayat adanya pajanan dari klinik di Tanjung Bintang, sebelumnya
faktor risiko.6 Penilaian gejala PPOK dapat sudah diberikan ceftriaxone selama 2 hari,
dilakukan dengan menggunakan COPD tetapi karena tidak membaik dirujuk ke
Assessment Test (CAT) dengan 8 butir RSDAM.
pertanyaan dan rentang skor 0-40. Setelah itu, Keluhan sesak napas juga disertai batuk
pemeriksaan faal paru menggunakan berdahak yang berwarna putih kekuningan
spirometer dilakukan untuk mendapatkan kental dan dirasakan produksi dahaknya
data secara objektif. Jika rasio FEV1/FVC <70% semakin banyak. Batuk tidak dipengaruhi
untuk GOLD dan <75% untuk Pneumobile cuaca, polusi dan suhu udara. Batuk darah
Indonesia, maka dikatakan pasien tersebut disangkal. Nyeri dada tidak ada. Demam tidak
mengalami obstruksi. Pemeriksaan penunjang dirasakan. Mual dan muntah tidak ada. BAB
lain yang dapat dilakukan adalah analisis gas dan BAK tidak ada keluhan.
darah, foto toraks PA dan lateral, EKG dan Selain sesak dan batuk, pasien juga
bakteriologi.3 merasakan keluhan berupa jantung berdebar
yang dirasakan 1 hari SMRS. Hal ini
Pasien dengan PPOK sering mengalami merupakan kali pertama dirasakan oleh
manifestasi sistemik, seperti skeletal muscle pasien. Keluhan pingsan, kejang, gangguan
wasting dan kakeksia. Sebagai penyakit pleura orientasi dan perubahan status mental akut
yang sering terjadi, pneumotoraks spontan disangkal.
terjadi bahkan tanpa trauma atau faktor Riwayat sesak pertama kali muncul pada
antropogenik, di mana jaringan paru-paru dan tahun 2015 dan sempat dirawat di RS Graha
pleura visceral pecah secara spontan karena Husada yang kemudian membaik. Sesak
penyakit paru-paru atau bula paru-paru dan muncul kembali 1 tahun yang lalu, dicurigai
lesi emfisematous kecil di dekat permukaan adanya pneumotoraks tetapi tidak dilakukan
paru-paru pecah. Akibatnya, udara di paru- pemasangan selang karena pasien membaik.
paru dan bronkus masuk ke rongga pleura, Selama 1 tahun terakhir, pasien berobat ke
yang kemudian memengaruhi fungsi klinik dan mendapatkan terapi uap (nebulizer)
kardiopulmoner, terutama pada kasus PPOK. serta mendapatkan terapi Spiriva 2 bulan
Ketika diperumit dengan pneumotoraks terakhir.
spontan, PPOK semakin membahayakan Riwayat pasien merokok 24 batang sehari
fungsi paru, membahayakan kesehatan pasien selama 30 tahun, sudah berhenti sejak 10
dengan menginduksi iskemia berat serta tahun yang lalu. Pasien ketika muda memiliki
kegagalan fungsi kardiopulmoner.Selain itu kebiasaan memasak dengan kayu bakar,
pasien PPOK sering memiliki komorbid, tetapi sudah berhenti sejak 20 tahun yang lalu.
seperti penyakit jantung iskemik, gagal Pekerjaan pasien adalah seorang petani.
jantung, osteoporosis, anemia, kanker paru Temuan pada pemeriksaan fisik
dan depresi. Komorbid membuat tatalaksana didapatkan keadaan umum pasien tampak
PPOK menjadi lebih rumit dan membutuhkan sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS
evaluasi berkala, karena deteksi dini sangat E4V5M6 (15). Tekanan darah 147/80 mmHg,
penting untuk dilakukan.6,7 nadi 90 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu
36,5 oC, SpO2 92% room air, dan 94% dengan
Laporan Kasus menggunakan oksigen 3 liter/menit melalui
Seorang laki-laki 86 tahun datang ke IGD kanula hidung. Berat badan 50 kg, tinggi
RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung pada badan 165 cm, indeks masa tubuh 18,3 kg/m2.
tanggal 7 Maret 2023 dengan keluhan utama

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 9


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

Pemeriksaan fisik kepala dan leher dalam


batas normal. Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, tidak ditemukan
pembesaran KGB sekitar leher. Pemeriksaan
fisis jantung dalam batas normal, tidak
ditemukan bunyi murmur dan gallop.
Pemeriksaan fisik paru ditemukan gerakan
tidak simetris yaitu dada kiri tertinggal pada
gerak dada statis dan dinamis, perkusi dada
Gambar 1. Radiografi toraks pasien,
kanan bagian basal hipersonor, dan terdapat
avaskuler regio basal paru kanan dengan lesi
penurunan suara vesikuler pada dada kanan.
fibrosis
Bunyi ronkhi maupun wheezing ditemukan
pada seluruh lapang paru kanan dan kiri.
Pemeriksaan fisik abdomen tampak datar,
Pada perawatan, pasien mendapatkan
bising usus normal, hepar dan lien tidak
terapi oksigen 3 lpm melalui kanula hidung,
teraba. Tidak ditemukan ascites dan nyeri
IVFD NaCl 0.9% 1000 cc/24 jam, amiodarone
tekan. Pemeriksaan fisis pada ekstremitas
300 mg dalam 50ml nacl 0,9% menggunakan
tidak ditemukan edema dan sianosis, motorik
syringe pump dgn kecepatan 8,3ml/jam
normal.
selama 6 jam dilanjutkan amiodarone 600mg
Hasil pemeriksaan laboratorium
dalam 50 cc nacl 0,9% menggunakan syringe
didapatkan Hb 11,7 gr/dl, Ht 33%, Trombosit
pump dgn kecepatan 2,8ml/jam selama 18
146.000/mm3, leukosit 16.000/µL, neutrofil
jam (stop jika TDS <100mmHg atau HR
segmen 91%, ureum 30 mg/dl, kreatinin
<50x/m), furosemide 20mg/12 jam secara
0,80/mm3, kalsium 11 mg/dL, SGPT 30 u/L,
intravena, injeksi levofloxacin 750mg/ 24 jam
SGOT 28 u/L. Pemeriksaan AGD dilakukan
secara intravena, metilprerdnisolone
dengan hasil sebagai berikut, pH 7,36, PCO2
40mg/24 jam secara intravena, aminopilin
33,1 mmHg, PO2 59 mmHg, HCO3- 19 mmol/l,
240mg dalam 500cc D5% habis dalam 24 jam
TCO2- 20 mmol/l, BE -6 mmol/l, saturasi O2
secara intravena, azithromicin 500mg/ 8 jam
90%, dengan kesimpulah hipoksemia.
per oral, nebulizer ipratropium bromide 0,52
Pengambilan sampel sputum untuk dilakukan
mg + salbutamol sulphate 3,01mg +
pengecatan gram, ditemukan adanya batang
budesonide 0.25mg /6jam, N-Acetilsistein
gram negatif, coccus gram positif, epitel 0 -
200mg/8 jam per oral, tiotroprium bromide
10/LPB, leukosit 0 - 3/LPB dan morfolgi yeast.
25 mcg + olodaterol 2,5 mcg 1 kali 2 puff
Pemeriksaan radiografi toraks ditemukan
dalam sehari. Rencana perawatan non
pelebaran sela iga pada dada kanan, tampak
farmakologis yang diberikan adalah chest
hemidiafragma kanan tenting sedangkan
physiotherapy. Pasien dirawat selama 4 hari,
hemidiafragma kiri mendatar. Tampak
dengan perkembangan tiap harinya adalah
gambaran avaskular pada regio basal paru
sesak napas yang membaik, serta batuk dan
kanan dengan lesi fibrosis. Corakan vaskuler
produksi dahak yang berkurang. Hari kelima
meningkat didapatkan pada paru kiri, yang
pasien diperbolehkan pulang dengan obat
juga disertai dengan lesi fibrosis. Sehingga
oral berupa amiodarone, ramipril, furosemide,
didapatkan kesan pneumotoraks kanan dan
azythromycin, dan n-acetyl cysteine.
emphysematous lung.
Sedangkan obat inhalasi yang dibawa adalah
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis
kombinasi tiotroprium bromide dan
dan pemeriksaan penunjang didapatkan
olodaterol.
diagnosis kerja PPOK Eksaserbasi antonisen 1
dengan ancaman gagal napas pada PPOK
Diskusi
Group E, supraventrikular takikardi,
Kasus ini mendeskripsikan pasien
pneumotoraks dekstra spontan sekunder
dengan PPOK eksaserbasi akut yang
(15%) e.c. PPOK, gagal napas tipe I.
mengalami komplikasi berupa pneumotoraks
.
spontan, yang disertai dengan

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 10


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

supraventrikular takikardi dan gagal napas Terapi pada pasien PPOK harus dilakukan
tipe 1. Sebuah penelitian di Cina menyatakan secara hati-hati, walaupun pasien mengalami
bahwa PPOK merupakan penyebab tersering hipoksemia, tetapi tidak diperbolehkan
terjadinya pneumotoraks sekunder spontan memberikan oksigen 100% karena malah
dengan persentase sebesar 69.7%.8 akan menyebabkan depresi pernapasan. Obat
Diagnosis PPOK sangat bergantung bronkodilator diberikan untuk mengurangi
kepada pemeriksaan spirometri. Umumnya, gejala pada pasien, dengan agen obat yang
pemeriksaan spirometri dilakukan pada diberikan bersifat lepas lambat dan kerja
pasien rawat jalan, karena kekhawatiran hasil lama.3
pemeriksaan yang tidak akurat pada pasien Eksaserbasi pada PPOK ditandai dengan
rawat inap. Diagnosis eksaserbasi PPOK pada memburuknya peradangan saluran
kasus ini dilakukan berdasarkan adanya batuk, pernapasan yang signifikan dan dapat dipicu
sputum, dan dispnea. Ketiga gejala tersebut oleh beberapa faktor. Infeksi bakteri atau
tidak spesifik hanya untuk PPOK eksaserbasi virul adalah faktor yang paling sering
akut dan sangat umum muncul pada penyakit ditemukan, yaitu 50-80% dari seluruh kasus
lain yang tidak berhubungan dengan PPOK, eksaserbasi. Pedoman tatalaksana saat ini
seperti: asma, pneumonia, gagal jantung tidak merekomendasikan pemberian
kongestif maupun emboli paru. Sehingga antibiotik secara umum, tetapi hanya untuk
tetap penting untuk dilakukan pemeriksaan pasien dengan eksaserbasi derajat sedang
spirometri pada pasien-pasien dengan PPOK sampai berat dengan gejala kardinal berupa
eksaserbasi akut, untuk mengkonfirmasi dispnea, peningkatan volume sputum dan
diagnosis tersebut.9 sputum purulen, atau kepada pasien yang
membutuhkan ventilasi mekanis (invasif
Kriteria anthonisen digunakan untuk maupun non invasif). Temuan pada
mengelompokkan pasien yang mengalami pemeriksaan sputum membuktikan bahwa
eksaserbasi, di antaranya adalah sesak napas, terdapat bakteri di dalam sputum pasien,
peningkatan volume sputum dan peningkatan sehingga mengindikasikan pemberian
kekentalan sputum. Apabila didapatkan ketiga antibiotik. 14,15

gejala tersebut, maka pasien digolongkan


sebagai Anthonisen 1. Jika digabungkan Selain PPOK eksaserbasi akut, pasien ini
dengan riwayat penyakit sebelumnya, di juga mengalami pneumotoraks sekunder
mana pasien mengalami eksaserbasi dan sebesar 15% yang tidak diterapi dengan
mendapatkan perawatan di rumah sakit 5 kali menggunakan chest tube. Pneumotoraks
dalam 1 tahun terakhir, maka pasien masuk dikatakan kompresif jika terdapat deviasi
ke dalam kriteria grup E. Pengelompokkan pada mediastinum di foto toraks posisi AP,
pasien PPOK dilakukan berdasarkan gejala, atau jika pasien menunjukkan gejala klinis dari
yang dinilai menggunakan kriteria modified kongesti jantung kanan. Pneumotoraks
Medical Research Council (mMRC) atau CAT, dikatakan sangat berat jika terdapat regio
dan riwayat eksaserbasi. Hal ini penting hiperlusen avaskular >2 cm pada hilum.
dilakukan karena akan menentukan Mempertimbangkan respon pasien terhadap
perawatan seperti apa yang harus diberikan terapi suportif berupa oksigen melalui nasal
kepada pasien.10,11 kanul dan nebulisasi yang baik, yang
Penyakit paru kronis sering kali dicerminkan oleh perbaikan sesak dan
menyebabkan pasien jatuh kepada kondisi peningkatan saturasi oksigen, juga luas
gagal napas. Diagnosis gagal napas tersebut pneumotoraks yang tidak mencapai 20%,
dapat dilihat dari keadaan klinis pasien dan maka pemasangan chest tube tidak
analisis gas darah. Pada kondisi PaCO2 <6 kPa, dilakukan.16,17
pasien dapat didiagnosis gagal napas tipe 1.
Selain dari PPOK sendiri, pasien dapat jatuh
ke kondisi ini akibat terjadinya pneumotoraks
spontan. 12,13

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 11


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

Simpulan analisis gas darah didapatkan hipoksemia


yang masuk ke dalam krtieria gagal napas tipe
Telah dilaporkan satu kasus penyakit paru 1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
obstruksi kronis pada seorang laki-laki berusia fisik dan penunjang, pasien didiagnosis
86 tahun yang ditegakkan diagnosisnya dengan PPOK eksaserbasi akut dengan
berdasarkan anamnesis didapatkan sesak pneumotoraks spontan sekunder. Diberikan
napas dan batuk berdahak. Pemeriksaan fisik terapi oksigenasi disertai dengan inhalasi
paru ditemukan bunyi napas vesikuler disertai bronkodilator, injeksi kortikosteroid dan
bunyi ronkhi dan wheezing di seluruh lapang injeksi obat golongan xantin. Pasien dirawat
paru kanan dan kiri. Radiografi toraks selama 5 hari, keadaannya berangsur
ditemukan regio avaskuler pada basal paru membaik dan dapat pulang dengan obat oral.
kanan dan lesi fibrosis. Pada pemeriksaan

Daftar Pustaka Pak J Med Sci. 2020 Jan-


Feb;36(2):192-197. doi:
1. Agustí A, Vogelmeier C, Faner R. 10.12669/pjms.36.2.1244. PMID:
COPD 2020: changes and challenges. 32063958; PMCID: PMC6994862.)
American Journal of Physiology-Lung 8. Guo Y, Xie C, Rodriguez RM, Light RW.
Cellular and Molecular Physiology. Factors related to recurrence of
2020 Nov 1;319(5):L879-83. spontaneous pneumothorax.
2. Tabyshova A, Hurst JR, Soriano JB, Respirology. 2005 Jun;10(3):378-84.
Checkley W, Huang EW, Trofor AC, 9. Loh CH, Genese FA, Kannan KK,
Flores-Flores O, Alupo P, Gianella G, Lovings TM, Peters SP, Ohar JA.
Ferdous T, Meharg D. Gaps in COPD Spirometry in Hospitalized Patients
guidelines of low-and middle-income with Acute Exacerbation of COPD
countries: a systematic scoping Accurately Predicts Post Discharge
review. Chest. 2021 Feb 1;159(2):575- Airflow Obstruction. Chronic Obstr
84. Pulm Dis. 2018 Apr 1;5(2):124-133.
3. Kementrian Kesehatan Republik doi: 10.15326/jcopdf.5.2.2017.0169.
Indonesia. Tata Laksana PPOK. PMID: 30374450; PMCID:
Kemenkes RI. 2019 PMC6190522.
4. Qamila B, Azhar MU, Risnah R, Irwan 10. Ferguson GT, Make B. Stable COPD:
M. Efektivitas Teknik Pursed initial pharmagologic treatment.
Lipsbreathing Pada Pasien Penyakit STABLE. Up to Date. 2023
Paru Obstruksi Kronik (Ppok): Study 11. Mathioudakis AG, Janssens W,
Systematic Review. Jurnal Kesehatan. Sivapalan P, Singanayagam A,
2019 Dec 10;12(2):137-45. Dransfield MT, Jensen JU, Vestbo J.
5. Putra IGNPW, Artika IDM. Diagnosis Acute exacerbations of chronic
dan Tata Laksana Penyakit Paru obstructive pulmonary disease: in
Obstruktif Kronik. Jurnal Online search of diagnostic biomarkers and
Universitas Udayana. 2011 treatable traits. Thorax. 2020 Jun
6. Ruvuna L, Sood A. Epidemiology of 1;75(6):520-7.
chronic obstructive pulmonary 12. Creagh-Brown B. Respiratory failure.
disease. Clinics in Chest Medicine. Medicine. 2016 Jun 1;44(6):342-5
2020 Sep 1;41(3):315-27. 13. Gadre SK, Duggal A, Mireles-
7. Li H, Shi K, Zhao Y, Du J, Hu D, Liu Z. Cabodevila E, Krishnan S, Wang XF,
TIMP-1 and MMP-9 expressions in Zell K, Guzman J. Acute respiratory
COPD patients complicated with failure requiring mechanical
spontaneous pneumothorax and their ventilation in severe chronic
correlations with treatment outcomes. obstructive pulmonary disease

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 12


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

(COPD). Medicine (Baltimore). 2018


Apr;97(17):e0487. doi:
10.1097/MD.0000000000010487.
PMID: 29703009; PMCID:
PMC5944543
14. Wentao Ni, Jing Bao, Donghong Yang,
Wen Xi, Keqiang Wang, Yu Xu,
Rongbao Zhang & Zhancheng
Gao (2019) Potential of serum
procalcitonin in predicting bacterial
exacerbation and guiding antibiotic
administration in severe COPD
exacerbations: a systematic review
and meta-analysis, Infectious
Diseases, 51:9, 639-650
15. Vollenweider DJ, Frei A, Steurer‐Stey
CA, Garcia‐Aymerich J, Puhan MA.
Antibiotics for exacerbations of
chronic obstructive pulmonary
disease. Cochrane Database of
Systematic Reviews. 2018(10)
16. Carnot N, Dupuis M, Pontier S,
Laborde F, Brouchet L, Didier A.
Facteurs influençant la réussite du
drainage pleural d’un premier
épisode de pneumothorax spontané
primitif [Different approaches to
chest drainage in the management of
primary spontaneous pneumothorax].
Rev Mal Respir. 2019 Apr;36(4):477-
483. French. doi:
10.1016/j.rmr.2019.01.007. Epub
2019 Apr 17. PMID: 31005424.
17. Yadav GK, Keshari B, Rohita DK,
Mandal KC, Bogati S, Mishra DR. A
case report of secondary spontaneous
pneumothorax in acute exacerbation
of COPD managed with improvised
chest tube drain. Ann Med Surg
(Lond). 2022 Jun 25;79:104064. doi:
10.1016/j.amsu.2022.104064. PMID:
35860074; PMCID: PMC9289

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 13


Syazili Mustofa l Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder

JK Unila l Volume 7 l Nomor 1 l Mei 2023 l 14

Anda mungkin juga menyukai