Anda di halaman 1dari 16

SEORANG LAKI-LAKI 64 TAHUN DENGAN PENYAKIT

PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


A 64 Year Man with Chronic Obstructive Lung Disease (COPD)

Makiyatul Madania1, Novita Eva Sawitri2


'Departemen Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
'Departemen Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Korespondensi: Makiyatul Madania. Alamat email: j500160095@student.ums.ac.id

ABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara paru dan dapat berasal dari paparan zat berbahaya dan penyebab umum kematian di seluruh dunia
untuk menghindari tingginya morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan kondisi ini, harus
didiagnosis dan diobati segera. Hal ini terkait dengan perubahan struktural paru-paru akibat
peradangan kronis dari paparan yang terlalu lama terhadap partikel atau gas berbahaya yang paling
umum asap rokok. Peradangan kronis menyebabkan penyempitan saluran napas. Penyakit ini sering
muncul dengan gejala batuk, dispnea, dan produksi sputum. Dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia
64 tahun datang ke Poli Paru RSUP Surakarta dengan keluhan sesak nafas. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak berwarna putih.. Pasien bekerja sebagai kuli bangunan, Pasien mempunyai riwayat
merokok selama 30 tahun. Pemeriksaan fisik auskultasi didapatkan ronkhi dan wheezing diseluruh
lapang paru. Pemeriksaan penunjang rontgen thorak didapatkan adanya kesan bronchopneumonia
dengan corakan vaskular kasar, infiltrat di kedua basal, dan diafragma sinus normal . Penanganan
pasien ini bertujuan untuk menangani klinis dan menghindari agar tidak menimbulkan komplikasi yang
lebih berat.
Kata Kunci: PPOK, Sesak Napas, Batuk

ABSTRACT
Chronic obstructive pulmonary disease is a lung disease characterized by airflow limitation of
the lungs and can result from exposure to hazardous substances and a common cause of death
worldwide to avoid the high morbidity and mortality associated with this condition, it should be
diagnosed and treated promptly. It is associated with structural changes in the lungs due to chronic
inflammation from prolonged exposure to harmful particles or gases, most commonly cigarette smoke.
Chronic inflammation causes narrowing of the airways. This disease often presents with symptoms of
cough, dyspnea, and sputum production. It is reported the case of a man aged 64 years who came to the
Pulmonary Polyclinic of RSUP Surakarta with complaints of shortness of breath. The patient also
complained of coughing up white phlegm. The patient worked as a construction worker. The patient had
a history of smoking for 30 years. Physical examination auscultation revealed crackles and wheezing
throughout the lung fields. A chest X-ray examination revealed the impression of bronchopneumonia
with coarse vascular markings, infiltrates in both basalts, and a normal sinus diaphragm. Treatment of
this patient aims to treat clinically and avoid causing more severe complications.
Keywords: COPD, Shortness of Breath, Cough .

disebabkan karena abnormalitas jalan napas


PENDAHULUAN
dan atau alveolus, sebagai akibat dari
Penyakit Paru Obtruktif Kronik
paparan partikel berbahaya atau gas dan
(PPOK) adalah penyakit yang memiliki
faktor pejamu termasuk abnormalitas
karakteristik berupa gejala pernapasan dan
perkembangan paru. Sumbatan jalan napas
hambatan aliran udara napas persisten yang

314
ISSN : 2721-2882
kronik pada PPOK disebabkan oleh penyakit Burden of Disease Study memprediksi

bronchitis kronis dan emfisema atau Penyakit Paru Obtruktif Kronik dapat

gabungan keduanya. (GOLD, 2021). menjadi penyebab kematian nomor tiga di

Penyakit Paru Obtruktif Kronik adalah dunia pada tahun 2020 dan dapat menjadi

penyebab kematian nomor 4 di dunia tapi penyebab kematian ke empat pada tahun

diproyeksikan menjadi penyebab kematian 2030. Kondisi Penyakit Paru Obtruktif

nomor 3 pada tahun 2020. Penyakit Paru Kronik (PPOK) berhubungan dengan

Obtruktif Kronik merupakan penyebab kualitas hidup penderitanya dan beban

mayor morbiditas dan mortalitas di dunia sosio ekonomi yang lebih tinggi. Untuk

sekaligus tantangan kesehatan masyarakat mengurangi morbiditas dan mortalitas

yang penting yang dapat dicegah dan diobati. terkait PPOK terutama pada kasus yang

(GOLD, 2021) parah, perlu untuk menerapkan diagnosis

Penyakit Paru Obtruktif Kronik dan strategi pengobatan yang tepat (Beta

lebih sering dialami laki-laki dibandingkan A.Wisman, 2015).

perempuan dan lebih sering berusia diatas Laporan Kasus

40 tahun. Penyakit PPOK memiliki Seorang laki-laki berusia 64 tahun

hubungan yang berbanding lurus dengan berinisial Tn. S datang kontrol ke poli paru

rokok, semakin banyak dan semakin lama RSUP Surakarta pada tanggal 20 Juni 2022

rokok yang dihisap maka risiko untuk dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu

timbulnya PPOK semakin meningkat (Beta yang lalu. Sesak nafas dirasakan pasien

A.Wisman, 2015). Untuk bukan perokok, terus menerus dan semakin memberat 1

pajanan di tempat kerja merupakan faktor hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak

risiko yang signifikan untuk PPOK. PPOK dirasakan ketika berjalan kurang lebih 3

secara konsisten dikaitkan dengan pajanan meter dan ketika pasien mengangkat beban

di tempat kerja dalam studi populasi berat. Sesak dirasakan hingga ngos-ngosan.

(Susanto, 2021). Menurut The Global Keluhan sesak tidak berkurang ketika

315
ISSN : 2721-2882
istirahat baik posisi duduk atau berbaring. sudah pernah mendapat obat berupa inhaler

Pasien juga mengeluhkan dadanya terasa karena keluhannya tersebut. Pasien

seperti tertekan yang menjalar sanpai ke memiliki riwayat penyakit Hipertensi

tangan. Pasien juga saat tidur tidak terkontrol dan sudah mendapatkan terapi

nyenyak karena sesaknya tersebut. Keluhan (Ramipril, Amlodipin, Bisoprolol,

tersebut juga sampai mengganggu aktivitas. Spironolakton). Untuk riwayat keluarga

Sebelumnya pasien sudah pernah berobat disangkal. Pasien merupakan seorang kuli

di RS Delanggu 2 tahun lalu dengan bangunan yang sering terpapar asap rokok

keluhan sesak nafas selama 3 bulan dan dan polutan di lingkungan kerjanya. Pasien

pasien juga sudah pernah di rawat inap merupakan seorang perokok selama ±30

karena keluhan tersebut. Kemudian pada tahun yang lalu dan bisa menghabiskan 1

bulan Mei sesaknya kambuh kembali. bungkus rokok per harinya, namun pasien

Pasien juga mengeluhkan batuk terus sudah berhenti ±2 tahun yang lalu karena

menerus disertai dengan dahak berwarna keluhannya tersebut. Untuk pemeriksaan

putih . Saat batuk pasien juga mengatakan fisik vital sign didapatkan adanya

tenggorokannya terasa nyeri dan gatal. peningkatan tekanan darah 144/77 mmHg

Keluhan lainnya seperti demam (-), sedangkan untuk vital sign lainnya dalam

mual muntah (-), pusing (-), keringat dingin batas normal frekuensi nafas 20x/menit,

saat malam hari (-), penggunaan bantal frekuensi nadi 60 x/menit, suhu 36.1, dan

tinggi (-) , maupun penurunan berat badan SpO2 95% (Room air). Pada pemeriksaan

disangkal. BAK dan BAB lancar, nafsu fisik generalisata masih dalam batas

makan dan minum baik. Sebelumnya normal, untuk pemeriksaan status lokalis

pasien bekerja sebagai kuli bangunan . pada thorak didapatkan adanya suara dasar

Riwayat penyakit serupa diakui pernah vesikuler yang menurun dan ronkhi

mengalami keluhan yang sama 2 tahun wheezing diseluruh lapang paru. Pada

yang lalu. Pasien juga 2 tahun yang lalu pemeriksaan penunjang rontgen thorak

316
ISSN : 2721-2882
yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2022 DISKUSI

didapatkan adanya kesan Definisi

Bronchopneumonia dengan corakan PPOK adalah penyakit paru kronik

vaskular kasar, infiltrat di kedua basal, dan yang ditandai oleh adanya hambatan aliran

diafragma sinus normal. Pasien juga udara di saluran napas yang bersifat

melakukan pemeriksaan EKG pada progresif non reversibel. Emfisema dan

tanggal 19 Mei 2022 dan 20 Juni 2022 dan bronkitis kronis, atau kombinasi keduanya

menunjukkan adanya Congestive Heart merupakan PPOK. Suatu kondisi sistem

Failure. Berdasarkan anamnesis, pernapasan yang tidak terkait dengan

pmeriksaan fisik, dan pemeriksaan penyakit lain dan merupakan ditandai

penunjang yang sudah dilakukan dengan batuk terus-menerus dengan dahak

didapatkan diagnosis berupa PPOK dengan selama setidaknya tiga bulan setiap tahun

perbaikan, Bronchopnemonia perbaikan, selama setidaknya dua tahun. Gangguan

Hipertensi derajat 1 dan Congestive Heart anatomi paru-paru yang dikenal sebagai

Failure. Pasien selanjutnya menerima emfisema ditandai dengan kerusakan pada

terapi farmakologi berupa Symbicort 160 dinding alveoli dan pelebaran rongga udara

mcg/4,5 mcg No.I dengan aturan pakai distal ke bronkiolus terminal (GOLD,

2x2 hisapan, N-Asetyl Cystein 200 mg 2021).

dengan aturan pakai 2x1 kapsul, Meptin Epidemiologi

mini tab 25 mcg dengan aturan pakai 2x1, Vietnam (6,7%) dan Cina (6,5%) memiliki

Lansoprazole caps 30 mg dengan aturan tingkat PPOK tertinggi di Asia Tenggara

pakai 1x1, Ramipril 10 mg dengan aturan (diperkirakan 6,3%). Sementara itu, data

pakai 1x1, Amlodipin 10 mg dengan aturan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

pakai 1x1, Bisoprolol 1,25 mg dengan 2013 menunjukkan bahwa orang Indonesia

aturan pakai 1x1 dan Spironolakton 25 mg rata-rata merokok 12 batang per hari, yang

dengan aturan pakai 1x1. setara dengan satu bungkus rokok. Ini

317
ISSN : 2721-2882
menunjukkan risiko PPOK yang sangat 0 Sesak napas baru timbul jika
melakukan kegiatan berat
tinggi di antara orang Indonesia. Menurut
Sesak napas timbul
temuan penelitian, PPOK mempengaruhi 1 bila berjalan cepat pada
lantai
3,7% penduduk Indonesia, dengan Nusa
yang datar atau jika berjalan
Tenggara Timur mengalami prevalensi di tempat yang sedikit landau
Jika berjalan bersama teman
tertinggi (10%) (Beta A.Wisman, 2015)
seusia dijalan yang datar, selalu lebih
Etiologi PPOK 2 lambat; atau jika berjalan sendirian

Rokok, polusi asap dari dijalan yang datar sering beristirahat


untuk mengambil napas
pembakaran, dan partikel gas berbahaya
Perlu istirahat untuk menarik
merupakan penyebab utama PPOK. Pada 3 napas setiap berjalan 100 meter atau
setelah berjalan
PPOK, penyebab utama obstruksi jalan
beberapa menit
napas adalah perubahan struktur saluran 4 Timbul sesak napas ketika
mandi atau berpakaian
napas yang disebabkan oleh inflamasi,

fibrosis, metaplasia sel goblet, dan


Berdasarkan penilaian spirometri,
hipertrofi otot polos. Hambatan ini tidak
PPOK diklasifikasikan menurut derajat
dapat diubah. Kebiasaan merokok adalah
beratnya keterbatasan aliran udara yang
satu-satunya faktor yang paling signifikan
dinilai dengan postbronkodilator FEV1,
dalam rantai kejadian (Napanggala, 2015).
yaitu:
KLASIFIKASI
GOLD 1 (ringan), bila FEV1≥ 80% GOLD
Derajat PPOK menurut (GOLD,
2 (sedang), bila 50% ≤FEV1<80% GOLD
2021) dibagi menjadi 4 yaitu derajat
3 (berat),bila 30%≤FEV1<50% GOLD 4
ringan, sedang,berat, dan sangat berat.
(sangat berat), bila FEV1<30%.
Klasifikasi PPOK dijelaskan dalam table
Dari penilaian-penilaian tersebut,
Mmrc:
PPOK dapat diklasifikasikan menjadi
Grade Keluhan sesak berdasarkan
empat kategori yaitu:
aktivitas
GOLD A biasanya GOLD 1 atau GOLD 2,

318
ISSN : 2721-2882
memiliki 0 hingga 1 eksaserbasi tahunan, atau pernah dirawat dirumah sakit ≥1 kali

tidak ada riwayat rawat inap untuk karena eksaserbasi dan skor CAT ≥10 atau

eksaserbasi, dan skor CAT 10 atau mMRC mMRC grade ≥2.

grade 0-1 (GOLD, 2021). Gambar Kategori PPOK berdasarkan

GOLD B, dengan risiko rendah dan GOLD (GOLD, 2021).

gejala lebih sering, secara tipikal Patogenesis

merupakan GOLD 1 dan GOLD 2, Respon inflamasi saluran

memiliki 0-1 kejadian eksaserbasi pertahun pernapasan dapat dipicu oleh merokok.

dan tidak ada riwayat dirawat dirumah sakit Sifat respons inflamasi pada pasien PPOK

karena serangan eksaserbasi, skor CAT ≥10 yang tidak merokok tidak diketahui,

atau mMRC grade ≥2. meskipun beberapa dari mereka menderita

GOLD C, dengan risiko tinggi dan kondisi tersebut. Inflamasi paru lebih

gejala yang minimal secara tipikal mungkin terjadi ketika ada terlalu banyak

merupakan GOLD 3 dan GOLD 4 dan atau proteinase di paru-paru dan stres oksidatif.

mengalami eksaserbasi ≥2 kali per tahun Perubahan karakteristik patologis PPOK

atau pernah dirawat ≥1 kali dirumah sakit dapat terjadi akibat mekanisme ini.

karena eksaserbasi, dan skor CAT <10 atau Autoantigen dan perubahan mikrobioma

mMRC grade 0-1. paru mungkin berperan dalam menetapnya

GOLD D, dengan risiko tinggi dan inflamasi paru setelah berhenti merokok.

gejala yang sering, secara tipikal Penyakit kronis yang hidup berdampingan

merupakan GOLD 3 dan GOLD 4, dan atau mungkin melibatkan mekanisme yang

mengalami ≥2 kali serangan dalam setahun serupa. Pada PPOK, stres oksidatif

mungkin memainkan peran penting.

Kondensat napas, sputum, dan sirkulasi

sistemik yang dihembuskan semuanya

mengandung peningkatan kadar biomarker

319
ISSN : 2721-2882
stres oksidatif, seperti hidrogen peroksida sel inflamasi dari aliran darah dan

dan 8-isoprostan, pada pasien PPOK. bertindak sebagai kemotaksis, sitokin

Eksaserbasi lebih lanjut memperburuk stres proinflamasi, yang memperkuat proses

oksidatif .Oksidan dilepaskan dari sel inflamasi, dan inflamasi lainnya mediator

inflamasi yang diaktifkan seperti makrofag telah ditemukan meningkat pada pasien

dan neutrofil, dan keduanya diproduksi PPOK.

oleh asap rokok dan partikel lain yang Struktural (faktor pertumbuhan).

dihirup. Ketidakcocokan antara protease Fibrosis peribronkiolar dan interstisial.

yang memecah komponen jaringan ikat dan Fibrosis peribronkiolar dan kekeruhan

antiprotease yang menghentikannya di interstisial telah dilaporkan pada pasien

paru-paru pasien PPOK. Pasien PPOK dengan PPOK atau mereka yang perokok

mengalami peningkatan kadar beberapa tanpa gejala. Produksi faktor pertumbuhan

protease turunan dari sel inflamasi dan yang berlebihan dapat ditemukan pada

epitel. Penghancuran elastin yang perokok atau mereka yang mengalami

dimediasi protease, komponen jaringan ikat inflamasi saluran napas sebelumnya yang

utama dalam parenkim paru, dianggap memiliki COPD. Peradangan dapat

penting secara klinis untuk emfisema mendahului perkembangan fibrosis atau

karena ada bukti yang berkembang bahwa cedera berulang dinding saluran napas itu

protease ini dapat berinteraksi satu sama sendiri dapat menyebabkan produksi otot

lain. Seiring dengan peningkatan pada dan jaringan fibrosa yang berlebihan. Ini

neutrofil dan limfosit yang teraktivasi mungkin merupakan faktor yang

seperti sel Tc1, Th1, dan ILC3, PPOK berkontribusi terhadap pengembangan

ditandai dengan peningkatan jumlah keterbatasan saluran udara kecil dan

makrofag di saluran napas perifer, akhirnya obliterasi yang mungkin

parenkim paru, dan pembuluh darah paru. mendahului perkembangan emfisema.

Faktor kemotaksis, yang menghilangkan Perbedaan inflamasi antara PPOK dan

320
ISSN : 2721-2882
asma. Meskipun PPOK dan asma Pink puffer, juga dikenal sebagai

berhubungan dengan inflamasi kronis pada tipe A, adalah bentuk emfisema paru yang

saluran pernapasan, terdapat perbedaan ditandai dengan dispnea, yang juga dapat

pada sel inflamasi dan mediator yang terjadi saat istirahat, terutama pada pasien

terlibat dalam kedua penyakit tersebut. lanjut usia. Pasien yang merokok

Beberapa pasien dengan memiliki pola mengembangkan Tipe B, yang disebabkan

inflamasi dengan peningkatan eosinofil. oleh bronkitis kronis. Batuk, produksi

Faktor Resiko banyak dahak, dan sesak napas sesekali,

Kebiasaan Merokok, perlu terutama saat batuk, adalah gejala klinis.

diperhatikan : Riwayat merokok (Perokok Gagal ventrikel kanan menyebabkan

aktif, Perokok pasif, Bekas Perokok), sianosis dan edema pada pasien tipe B.

Derajat berat merokok dengan Indeks Gagal jantung kanan dan sering sesak

Brinkman (IB), perkalian jumlah rata- rata napas adalah ciri khas tipe B (PDPI, 2016).

batang rokok dihisap sehari dikalikan lama Diagnosis

merokok dalam setahun : (Ringan 0-200, Diagnosis PPOK ditegakkan

Sedang 200-600, Berat >600). berdasarkan:

Riwayat terpajan polusi udara di Berdasarkan tanda dan gejala yang

Lingkungan atau tempat kerja, riwayat khas, PPOK dapat dicurigai pada hampir

infeksi saluran nafas berulang. Infeksi semua pasien berdasarkan riwayatnya.

Berulang Saluran Respirasi. Defisiensi α1 Berikut ini adalah poin penting yang dapat

Antitrypsin (α1AT) jarang di Indonesia ditemukan pada pasien PPOK:

(PDPI, 2016). Produksi sputum mungkin mulai

Manifestasi Klinis sedikit dan berwarna putih kemudian

Secara klinisnya PPOK dibagi menjadi banyak dan berwarna kuning

menjadi 3 sesuai dengan manifestasinya keruh setelah batuk yang berkepanjangan

masing- masing: dan terus-menerus.

321
ISSN : 2721-2882
Faktor predisposisi pada masa breathing (setengah mulut tertutup,

kanak-kanak, seperti berat badan lahir didorong). Keadaan pikiran seseorang yang

rendah (BBLR), infeksi saluran pernapasan menghembuskan napas perlahan dan

berulang, lingkungan dengan asap rokok, dengan corong tajam. Hal ini karena tubuh

dan polusi udara, serta riwayat merokok berusaha untuk mendapatkan

atau berada di lingkungan merokok. menghilangkan CO2 yang tersangkut di

Sesak napas yang semakin lama paru-paru karena kegagalan pernapasan

semakin parah, terutama saat melakukan jangka panjang. Retraksi dinding dada,

aktivitas berat (terengah-engah), sesak hipertrofi otot-otot aksesori pernapasan,

napas yang berlangsung lama, dan sesak dan pelebaran ruang interkostal semuanya

napas yang tidak kunjung hilang dengan menunjukkan penggunaan otot-otot

atau tanpa mengi, semuanya merupakan aksesori pernapasan. terhadap upaya

gejala sesak napas, menentukan tingkat peningkatan volume paru, barrel chest

keparahan sesak napas. Perlu dilakukan adalah penurunan rasio diameter antero-

anamnesis dengan teliti menggunakan posterior dan transversal rongga dada.

kuisioner untuk mengakses keparahan Denyut nadi vena jugularis pada edema

sesak napas (PDPI, 2016). leher dan tungkai merupakan tanda-tanda

gagal jantung kanan. Pada perkusi,

emfisema hiperresonansi (suatu

peningkatan jumlah udara yang

terperangkap, penyempitan batas jantung,

diafragma rendah, hati yang lebih rendah,

suara napas vesikular normal, atau

kelemahan) dideteksi dengan palpasi dada


Pemeriksaan Fisik
emfisema. pernapasan normal, ada ronki
Temuan pemeriksaan fisik dada
dan/atau mengi. Bunyi jantung jauh dan
tergantung dari luas lesi di paru Pursed-lips

322
ISSN : 2721-2882
ekspirasi memanjang. Pemeriksaan PPOK berdasarkan derajat obstruksi

Penunjang Uji faal paru berguna untuk (GOLD, 2021).

menegakkan diagnosis, melihat Klasifikasi berdasarkan GOLD kriteria

perkembangan penyakit, dan menentukan adalah:

prognosa. Bronkodilator dan spirometri Stage I : Ringan

Spirometri adalah teknik untuk menentukan Pemeriksaan spirometri post-

Forced vital capacity (FVC), atau volume bronchodilator menunjukan hasil rasio

maksimum udara yang dihembuskan FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80%

setelah inspirasi maksimal. Spirometri juga dari nilai prediksi.

mengukur Forced Expiratory Volume in Stage II : Sedang

One Second (FEV1), volume udara yang Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan

dikeluarkan dalam detik pertama manuver. nilai FEV1 diantara 50- 80% dari nilai

Fungsi paru sering dinilai dengan prediksi.

menggunakan rasio kedua pengukuran ini Stage III : Berat

(FEV1/FVC). FEV1 dan FVC biasanya Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai

menurun pada pasien PPOK, dengan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari

FEV1/FVC kurang dari 70%. Delapan nilai prediksi.

bonkodilator inhalasi diberikan untuk Stage IV : Sangat Berat

pemeriksaan pasca bronkodilator, dan nilai Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1

FEV1 berubah antara 15 dan 20 menit diperkirakan kurang dari 30% ataupun

kemudian. Pembatasan aliran udara yang kurang dari 50% dengan kegagalan

tidak dapat dibalikkan seluruhnya respirasi kronik (Susanto, 2021).

diindikasikan jika perubahan nilai FEV1 Analisis Gas Darah

kurang dari 20%. Setelah pemberian Jika nilai FEV1 pasien kurang dari 40%

bronkodilator, hasil pemeriksaan spirometri dari nilai prediksi dan terdapat tanda klinis

dapat digunakan untuk mengklasifikasikan gagal napas dan gagal jantung kanan,

323
ISSN : 2721-2882
seperti sianosis sentral, pembengkakan dalam kasus hipoksemia kronis adalah

ekstremitas, dan peningkatan tekanan vena contoh faktor pencetus yang dapat

jugularis, pengukuran analisis gas darah dideteksi melalui tes darah (GOLD, 2021).

sangat penting untuk PPOK lanjut. Pasien Radiologi: foto torak PA dan lateral

dengan emfisema dominan disajikan secara berguna untuk menyingkirkan

berbeda dari mereka dengan bronkitis kemungkinan penyakit paru lain. Pada

kronis predominan ketika analisis gas darah emfisema dominan didapatkan gambaran

arteri dilakukan.Pada oksigen 100%, hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan

analisis gas darah menunjukkan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal

hipoksemia sedang hingga berat pada melebar, diafragma mendatar, dan jantung

bronkitis kronis. Akibatnya, pasien yang menggantung/penduler (memanjang

emfisema akan menunjukkan normokapnia tipis vertikal). Sedangkan pada penderita

dan hipoksia ringan dalam analisis gas bronkitis kronis dominan hasil foto thoraks

darah arteri. Keseimbangan asam-basa dan dapat menunjukkan hasil yang normal

tingkat ventilasi dan oksigenasi keduanya ataupun dapat terlihat corakan

dapat dipantau menggunakan analisis gas bronkovaskuler yang meningkat disertai

darah. sebagian bagian yang hiperlusen.

Pemeriksaan sputum dan bakteriologi: Penatalaksanaan

Gram dalam dahak diperlukan untuk Tujuan penatalaksanaan PPOK Stabil untuk

memastikan pola bakteri dan memilih mengurangi gejala dan mengurangi resiko.

antibiotik yang tepat. Di Indonesia, Identifikasi dan menghindari paparan dari

sebagian besar eksaserbasi akut pada faktor resiko sangat penting untuk

pasien PPOK disebabkan oleh infeksi mentatalaksana dan mencegah PPOK.

saluran pernapasan yang berulang. Pada Merokok merupakan faktor resiko yang

kasus eksaserbasi akut, leukositosis sering ditemui dan mudah diidentifikasi

disebabkan oleh infeksi. dan polisitemia sebagai faktor resiko. Berhenti merokok

324
ISSN : 2721-2882
seharusnya harus selalu didukung pada bronkodilator lainnya (Beta A.Wisman,

orang yang merokok dan mengurangi 2015). Pada PPOK, bronkodilator

paparan dari debu, asap, gas, dan polusi digunakan digunakan untuk mencegah atau

udara dalam dan luar ruangan di tempat meringankan gejala. Bronkodilator dengan

kerja. Penatalaksanaan PPOK terbagi atas efek jangka pendek tidak boleh digunakan.

penatalaksanaan pada PPOK Stabil dan Beta 2 Agonis mempunyai efek

Penatalaksanaan pada PPOK eksaserbasi merelaksasikan otot halus saluran nafas

akut (GOLD, 2021). dengan menstimulasi beta2 adregenic

Tatalaksana Medikamentosa PPOK Stabil reseptor yang mana akan meningkatkan

Bronkodilator siklus AMP dan memproduksi fungisonal

Obat-obatan yang dikenal sebagai antagonis untuk bronkokontriksi. Beta 2

bronkodilator memiliki potensi untuk Agonis terdapat 2 macam yaitu Short-

mengubah variabel spirometri dan/atau acting (SABA) dan Long-acting (LABA)

meningkatkan FEV1. Alih-alih mengubah Beta 2 Agonis. Efek Saba biasanya habis

elastisitas paru-paru, obat-obatan ini pada 4-6 jam. Penggunaan SABA dapat

mengubah tonus otot polos di saluran udara meningkatkan FEV1 dan gejala. Sedangkan

dan meningkatkan refleks bronkodilatasi efek LABA biasanya habis pada 12 jam

pada aliran ekspirasi. Bronkodilator atau lebih. Formoterol dan salmeterol

mengurangi hiperventilasi dinamis saat digunakan 2 kali sehari dapat

istirahat dan selama aktivitas dan meningkatkan FEV1 dan volume paru,

meningkatkan toleransi aktivitas. Sulit dyspneu, status kesehatan, terjadinya

untuk memprediksi peningkatan FEV1 eksaserbasi dan berapa banyaknya dirawat

yang diukur saat istirahat pada kasus PPOK dirumah sakit (GOLD COMMITEE, 2021).

berat atau sangat parah. Bronkodilator Antikolinergic : Bekerja dengan memblokir

dengan respons dosis (perubahan FEV1) efek bronkokonstriksi asetilkolin pada

kurang responsif dibandingkan jenis reseptor muskarinik M3 pada otot polos di

325
ISSN : 2721-2882
saluran pernapasan. Ipratropium dan makrolida.Penurunan FEV1 tidak diubah

oksitropium, dua contoh antimuskarinik oleh pengobatan dengan ICS

kerja pendek (SAMA), juga memblokir saja.Kombinasi ICS dan LABA lebih

reseptor saraf M2, meningkatkan efektif dalam mengurangi eksaserbasi dan

kemungkinan bronkokonstriksi. meningkatkan fungsi paru-paru pada pasien

Tiotropium, aclidinium, glycopyrronium dengan PPOK sedang sampai berat.Selain

bromide, dan umeclidinium adalah contoh itu, LABA Pengobatan kombinasi dosis

long-acting muscarinic antagonists tetap (FDC) /ICS memiliki efek yang lebih

(LAMA), yang memperpanjang durasi efek besar daripada LABA saja pada pasien

bronkodilator dengan mengikat reseptor yang mengalami eksaserbasi hanya sekali

muskarinik M3 dengan disosiasi yang lebih per tahun.O kandidiasis ral, mengi, memar

cepat daripada reseptor muskarinik M2 kulit, dan pneumonia adalah efek

(GOLD, 2021). sampingnya. Bahkan pada dosis rendah,

Metilxanthines theophylline merupakan peningkatan risiko ini telah dikonfirmasi

jenis methylxantine yang paling sering pada ICS dengan flutikason furoat. Pasien

digunakan, dimana dimetabolisme oleh di atas usia 55 dengan riwayat eksaserbasi

cytochrome P450 dengan fungsi oksidase. pneumonia, BMI 25 kg /m2, sesak napas

Efek yang ditimbulkan berupa peningkatan yang parah, dan riwayat merokok memiliki

fungsi otot skeletal respiras. (GOLD, risiko lebih tinggi terkena (Boardman C,

2021). 2014).

Inhalasi kortikosteroid anti- Antibiotik

inflamasi.Pada pasien PPOK, pengobatan Azithromycin (250mg/hari atau

ICS menghasilkan respons yang kurang 500mg 3 kali dalam seminggu) atau

ideal.Sensitivitas kortikosteroid pada Erytromicin (250mg 2 kali sehari) untuk 1

PPOK dapat dipengaruhi oleh sejumlah tahun pada pasien dapat meredakan resiko

obat, termasuk teofilin, beta2-agonis, dan eksaserbasi dibandingkan dengan

326
ISSN : 2721-2882
pengobatan biasanya (Cai, 2015). PPOK diberikan oksigen dengan target

Mukolitik saturasi 88-92%. Beta2-agonist kerja cepat

Pada pasien PPOK yang tidak dengan atau tanpa antikolinergik kerja

mendapatkan kortikosteroid inhaler, terapi cepat lebih dipilih untuk pengobatan

regular dengan mukolitik seperti eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dapat

carbocystein dan N-acetylcystein dapat meningkatkan fungsi paru FEV1 dan

menurunkan eksaserbasi (Boardman C, menurunkan resiko kekambuhan awal,

2015). kegagalan terapi dan lama dirumah sakit.

Tatalaksana Medikamentosa PPOK Dosis sebesar 30-40 mg prednisolone

Eksaserbasi setiap hari selama 10-14 hari

Eksaserbasi dari PPOK direkomendasikan. Pemberian antibiotik

didefinisikan sebagai tanda memburuknya harus diberikan kepada pasien dengan tiga

gejala respirasi akut yang membutuhkan gejala jantung: peningkatan dyspnea,

terapi tambahan. Eksaserbasi sendiri peningkatan volume sputum, peningkatan

diklasifikasikan menjadi 3 yaitu (GOLD, purulence dari sputum, peningkatan

2021): Ringan (diobati hanya dengan purulence dari sputum dan gejala kardinal

Short-Acting bronchodilators, SABDs). lain, dan membutuhkan ventilasi mekanikal

Sedang (diobati dengan SABDs + (Cazzola M, 2016).

Antibiotik dan/atau Kortikosteroid Oral) Kortikosteroid sistemik dapat

Berat (Pasien yang membutuhkan rawat diberikan selama 5-7 hari untuk

inap atau yang datang ke IGD) pasien memperbaiki fungsi paru (FEV1),

dengan klasifikasi berat biasanya oksigenasi, mempercepat penyembuhan,

berhubungan dengan kegagalan pernafasan dan mempersingkat waktu opname (Cai,

akut. 2015).

Tatalaksana Exsaserbasi Pemberian antibiotik ketika

Manajemen eksaserbasi pada diindikasikan dapat mempercepat

327
ISSN : 2721-2882
penyembuhan, dan mempersingkat waktu sebelumnya ke tempat kerja dan polusi

opname. udara lingkungan, hiperreaktivitas bronkus,

Ventilasi non-invasif mekanik dan riwayat infeksi saluran pernapasan

merupakan mode pertama ventilasi yang bawah berulang, merupakan faktor risiko

dipilih dalam menangani pasien COPD PPOK.

yang gagal mengamali Acute Respiratory Batuk kronis, dahak, dan sesak

Failure yang tidak memiliki kontra indikasi napas adalah manifestasi klinis PPOK.

absolut karena ini mampu memperbaiki Riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan

pertukaran gas, menurunkan kebutuhan pemeriksaan penunjang semuanya dapat

untuk tindakan intubasi mempercepat digunakan untuk menegakkan diagnosis

penyembuhan, dan mempersingkat waktu PPOK. Tujuan penatalaksaan PPOK adalah

opname (Cai, 2015). untuk mengurangi gejala, mencegah

Eksaserbasi ringan dapat ditangani eksaserbasi berulang memperbaiki dan

dengan SABA, Eksaserbasi sedang dapat mencegah penurunan faal paru dan

ditangani dengan SABA, antibiotik, dan meningkatkan kualitas hidup penderita

atau oral kortikosteroid (Brusselle G, 2015).

Eksaserbasi berat segera rujuk DAFTAR PUSTAKA


Boardman C, C. L. (2014). Mechanisms of
Kesimpulan
glucocorticoid action and
insensitivity in airways disease.
PPOK adalah penyakit paru kronik
Pulmonary Pharmacology &
Therapeutics, 129-143.
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
Brusselle G, P. D.-J. (2015). The inevitable
drift to triple therapy in COPD: an
saluran napas yang bersifat progressif
analysis of prescribing pathways in
the UK. International Journal of
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
Chronic Obstructive Pulmonary
Disease , 2207-2217.
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
Cai,Shao. Xuejiu. (2015). Prophylactic Use
of Macrolide Antibiotics for the
atau gabungan keduanya.
Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease Exacerbation:
Faktor keturunan, seperti tidak
A Meta-Analysis. PLoS One, 1-13.
Cazzola M, C. L. (2015). Influence of N-
adanya antitripsin alfa-1, merokok, paparan
acetylcysteine on chronic
bronchitis or COPD exacerbations:

328
ISSN : 2721-2882
a meta-analysis. European COPD and a history of
Respiratory Review, 451-461. hospitalisation. Eur Respir J, 53-
GOLD . (2021). Global Initiative for 67.
Chronic Obstructive Lung Disease. Susanto, A. D. (2021). Permasalahan
United State America: GOLD . Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Napanggala, A. (2015). Penyakit Paru (PPOK) pada Pekerja. Jurnal
Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Respirasi Indonesia, 64- 73.
Efusi Pleura dan Hipertensi . Jurnal Wisman, B. A., Mardhiyah, R., & Tenda,
Medula Unila, 1-6. E. D. (2015). Pendekatan
PDIP, P. D. (2016). Penyakit Paru Diagnostik dan Tatalaksana
Obstruktif kronik (PPOK). Jakarta: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Universitas indonesia. GOLD D. Indonesian Journal of
Rabe KF, C. P. (2017). Effect of Critical and Emergency Medicine,
roflumilast in patients with severe 180-190.

329
ISSN : 2721-2882

Anda mungkin juga menyukai