FIQIH
MAKALAH
Disusun Oleh:
Yayan : 23301098
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.
Penulis
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
ٍ مِن ٰا ٰيت ِٖٓه ا َ ْن َخلَقَ لَكُ ْم ِِّم ْن ا َ ْنفُ ِسكُ ْم ا َ ْز َوا ًجا ِلِّت َ ْسكُنُ ْٖٓوا اِلَ ْي َها َو َجعَلَ بَ ْينَكُ ْم َّم َودَّة ً َّو َرحْ َم ًۗةً ا َِّن ف ِْي ٰذلِكَ َ َٰل ٰي
ت ِلِّقَ ْو ٍم ْ َو
٢ َ“ َيَّتَفَ َّك ُر ْون
Seiring berjalannya waktu remaja sekarang dibuat untuk hal yang tak
berguna seperti halnya pacarana, pacaran sekarang menjadi tren dikalangan remaja
bahkan menjadi sebuah budaya dikalangan anak remaja saat ini. Remaja yang tidak
punya pacar dianggap remaja yang tidak gaul, kampungan, tidak mengikuti
perkembangan zaman, dll.
Ada beberapa remaja katika ditanya apa tujunnya berpacaran? Ada yang
menjawab ya buat jaga jodoh dan ada juga buat silaturrahmi bahkan ada yang
mengatakan kalau sekarang tidak punya pacar berarti tidak mengikuti
perkembangan zaman yang sudah masuk zaman era globalisasi, ini semua kata-kata
yang sesat kenapa kita harus mengikuti kata-kata zaman kebodohan ini, dan yang
mengatakan pacaran buat jaga jodoh, bukankah jodoh sudah di atur oleh Allah
SWT?
Maka disini penulis ingin menguraikan apakah istilah pacaran ini ada dalam
hukum islam jika tidak ada apakah pacaran di perbolahkan oleh syari’at dan
bagaimana hukum islam menanggapi hal yang semacam ini baik menurut Al. qur,an
, hadits maupun ilmu fiqih yang menjadi standar dalam menghukumi sesuatu?
B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaimana hukum pacaran dalam agama islam perspektif hukum islam dan
fiqih?
b. Apakah kegiatan pacarana termasuk zina?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui apa kah dibolehkan pacarana dalam islam
b. Untuk lebih memberikan peraturan islam yang mendalam tentang apa itu
pacarana?
c. Secara akademik dapat menambah dan memperkaya wacana ilmu pengetahuan.
D. METODE PENULISAN
Penulisan ini menggunakan metode kualitatif: Metode kualitatif
merupakan metode yang fokus pada pengamatan yang mendalam. Oleh karenanya,
penggunaan metode kualitatif dalam penelitian dapat menghasilkan kajian atas
suatu fenomena yang lebih komprehensif.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI]. Arti kata pacaran adalah
kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdsarkan
cinta. Pacaran berasal dari kata dasar pacar. Pacaran memiliki arti dalam kelas
verba atau kata kerja sehingga pacaran dapat menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.
1
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta, Salemba Humanika, 2009),
hal 71.
mungkin tidak berbahaya tapi dilarang agama dan bisa saja jika nafsu telah
bergabung dengan setan akan menjadi sangat berbahaya.
Dalam al-Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara spesifik tentang pacaran,
akan tetapi banyak ayat al-Qur’an maupun hadis yang menyinggung tentang
pacaran. Berikut ini dalil-dalil yang melarang pacaran:
ً ِسب
يل َ سا ٖٓ َء َ ِٱلزن ٰ َٖٓى ۖ إِنَّ ۥهُ َكانَ ٰفَح
َ شةً َو ۟ َو ََل ت َ ْق َرب
ِّ ِ ُوا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” QS.al-Isra’:32.
Dalam ayat ini, Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina.
Maksudnya ialah melakukan perbuatan yang membawa pada perzinaan, seperti
pacaran, pergaulan bebas tanpa kontrol antara laki-laki dan perempuan, membaca
bacaan yang merangsang, menonton tayangan sinetron dan film yang mengumbar
sensualitas perempuan, dan merebaknya pornografi dan pornoaksi. Semua itu
benar-benar merupakan situasi yang kondusif bagi terjadinya perzinaan.
2
Setia Furqon Kholid, Jangan Jatuh Cinta Tapi Bangun Cinta, (Sumdang, Rumah Karya Publishing,
2015), hal. 3.
pencegahan dari perbuatan zina, karena Allah Maha Tahu tentang kelemahan
manusia. Berikut di bawah ini adalah hadis-hadis tentang pencegahan dari
perbuatan zina.
Bagaimana saat kita bertemu pandang tidak disengaja? Dari Jarir bin
Abdillah, beliau mengatakan: “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera
memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770) Ini sejalan sebagaiman Allah
SWT telah berfirman dalam Surah an-Nur ayat 30:
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti
terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua
telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan
adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina
hati adalah dengan menginginkan dan beranganangan. Lalu kemaluanlah yang
nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Bukhari no.6243
dan Muslim no. 6925)
“Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina.
Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan
kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya
simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina
dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah
(wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya;
atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau
berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal
ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina
yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan
perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki
yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak
memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu
a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak
dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan
syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak
halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-
angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada
zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).3
Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak
berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena
dua orang yang sedang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya
3
Mualim Reza, “Pacaran menurut agama Islam”,
http://blogbaru2011.wordpress.com/2011/12/20/hukum-pacaran-menurut-agama-islam/.
tinggal selangkah saja. Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi,
yang pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun
tetap diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki.
1. pandangan seorang laki-laki, walaupun sudah tua rentah dan tidak mampu
lagi berhubungan intim, kepada wanita lain (bukan mahram dan bukan istri)
tanpa ada hajat untuk memandangnya, maka hukumnya tidak
diperkenankan (Haram).
Jika pandangannya karena ada hajat seperti bersaksi atas wanita tersebut,
maka hukumnya diperkenankan.
2. pandangan seorang laki-laki pada istri dan budak perempuannya.
Maka baginya diperkenankan melihat pada masing-masing dari keduanya
selain bagian kemaluan keduanya.Sedangkan bagian kemaluan, maka
hukum melihatnya adalah haram. Dan ini pendapat yang lemah. Menurut
pendapat al ashah adalah diperkenankan melihat bagian kemaluan akan
tetapi disertai hukum makruh.
3. pandangan seorang laki-laki pada wanita-wanita mahramnya, baik sebab
nasab, radla’ ataupun pernikahan, atau pada budak wanitanya yang telah
dinikahkan dengan orang lain Maka diperkenankan baginya memandang
anggota badan selain anggota di antara pusar dan lutut. Sedangkan anggota
di antara keduanya, maka hukumnya haram dipandang.
4. memandang pada wanita lain karena ingin dinikah. Ketika seseorang ingin
menikahi seorang wanita, maka diperkenankan baginya melihat wajah dan
kedua telapak tangan luar dalam wanita tersebut, walaupun calon istri
tersebut tidak memberi izin melakukannya.
Menurut tarjihnya imam An-Nawawi, ketika seorang lelaki hendak
melamar budak wanita, maka ia diperkenankan melihat dari wanita budak
tersebut bagian badan yang diperkenankan untuk dilihat dari wanita
merdeka.
5. melihat karena untuk mengobati. Maka bagi seorang dokter laki-laki
diperkenankan melihat dari pasien wanita lain bagian-bagian yang butuh ia
obati hingga bagian farji sekalipun. Hal itu ia lakukan di hadapan mahram,
suami, atau majikan pasien wanita tersebut. Dan di sana memang tidak ada
dokter wanita yang bisa mengobati pasien wanita tersebut.
6. memandang karena tujuan bersaksi atas seorang wanita.
Maka seorang saksi diperkenankan memandang farji wanita lain ketika ia
bersaksi atas perbutan zina atau melahirkan yang dialami oleh wanita
tersebut. Sehingga, jika ia sengaja melihat dengan tujuan selain bersaksi,
maka ia dihukumi fasiq dan persaksiannya ditolak. Atau memandang karena
untuk melakukan transaksi jual beli atau yang lain dengan seorang wanita.
Maka baginya diperkenankan memandang pada wanita tersebut. Ungkapan
mushannif, “tertentu hanya memandang bagian wajahnya saja”, kembali
pada permasalahan persaksian dan transaksi.
7. memandang budak wanita ketika hendak membelinya.
Maka baginya diperkenankan memandang bagian-bagian badan yang butuh
untuk dipandang/ dibolak balik, Sehingga ia diperkenankan memandang
bagian-bagian tubuh dan rambutnya, tidak bagian auratnya. 4
D. Dampak pacarana
4
Kitab fathul qorib karangan syekh qasim abi syuja,
1. Meningkatnya tingkat aborsi. Bila seorang remaja putri pacaran dan dia
terlanjur hamil akan teteapi kekasihnya tidak mau bertanggung jawab maka jalan
yang ia tempuh adalah aborsi (menggugurkan kandungan).
2. Meningkatnya tingkat kematian wanita. Hasil dari gaya pacaran yang
tidak sehat salah satunya adalah kematian. Karena aborsi yang dilakukan oleh para
remaja biasanya bersifat sembarang. Konon lagi dengan bantuan dukun yang tidak
mendapatkan pengetahuan medis.
3. Adanya Free sex Hal yang lebih mengerikan lagi akibat dari pacaran yang
tidak sehat adalah seks bebas (free sex). Mereka pertama melakukan hal yang
terlarang itu tetapi kemudian mereka cenderung ketagihan.
5
1r. M. I. Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga, (Bandung, CV Alfabeta, 1994), hal. 134.
BAB III
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pandangan Islam terhadap hukum pacaran (proses)
menuju jenjang pernikahan dapat diambil kesimpulan yaitu:
Pacaran adalah bagian dari perilaku mendekat zina, dan karena itu sangat jelas
dilarang dalam Islam. Tentu saja pacaran dilarang bukan karena namanya pacaran,
tetapi lebih karena muatan dan isinya. Tidak ada istilah pacaran dalam Islam, dan
tentu saja Islam tidak bisa menghukumi sesuatu yang tidak ada. Akan tetapi isi atau
muatannya, jelas bisa dihukumi. Ta’aruf adalah Proses saling mengenal antara
seseorang dengan orang lain. Dengan maksud untuk bisa saling mengerti dan
memahami. Sedangkan dalam Konteks Pernikahan, maka ta’aruf di maknai sebagai
“Aktivitas saling mengenal, mengerti dan memahami untuk tujuan meminang atau
menikahi”. Jadi kesimpilannya adalah Islam tidak mengenal adanya budaya
pacaran, melainkan ta’aruf sebagai upaya pengenalannya. Ta’aruf di sini artinya
luas, bukan hanya untuk mengenal calon suami atau istri, tetapi juga bisa dijadikan
sarana pendekatan dalam hal berbisnis. Berta'aruf pun memiliki etika dan aturannya
dalam islam, sehingga tidak disalah artikan ta'aruf menjadi pacaran.
1. Pacaran adalah kegiatan yang tanpa sengaja merusak ahklak kita terhadap
sesama, melalaikan perintah Allah dan RasulNya, akhirnya merusak diri kita
sendiri. Kami menyatakan tidak setuju pada pacaran dengan alasan di atas.
2. Dalam al-Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara spesifik tentang pacaran, akan
tetapi banyak ayat al-Qur’an maupun hadis yang menyinggung tentang pacaran.
Maka dari itu pacaran dilarang keras dalam agam Islam.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA