Anda di halaman 1dari 17

PACARAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

FIQIH
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester [UAS] Dosen


Pengampu: Nurmahmudah, S.Ud, M.Phi

Disusun Oleh:
Yayan : 23301098

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI [IAIN] KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Fanatik Dalam Filsafat Abad Pertengahan Studi Kasus Pondok Pesantren” tepat
pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan dan hambatan
tersebut bisa diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Nurmahmudah, S.Ud., M.Phil, selaku dosen mata
kuliah Filsafat Umum atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah
diberikan kepada penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.

Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya.

Penulis

Minggu, 26 November 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun


kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan
terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang
berkehormatan. Hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan
rasa kasih sayang antara suammi dan istri. Anak keturunan dari hasil perkawinan
yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan
hidup manusia secara bersih dan berkehormatan. Oleh karena itu, Islam mengatur
masalah perkawinan dengan amat terperinci dan teliti, untuk membawa umat
manusia hidup terhormat, sesuai kedudukannya yang sangat mulia ditengah-tengah
makhluk Allah yang lainnya. 1 Allah SWTtelah menyeru manusia untuk menikah,
disebutkan dalam firman-Nya surat ar-Rumm ayat 21, yaitu:

ٍ ‫مِن ٰا ٰيت ِٖٓه ا َ ْن َخلَقَ لَكُ ْم ِِّم ْن ا َ ْنفُ ِسكُ ْم ا َ ْز َوا ًجا ِلِّت َ ْسكُنُ ْٖٓوا اِلَ ْي َها َو َجعَلَ بَ ْينَكُ ْم َّم َودَّة ً َّو َرحْ َم ًۗةً ا َِّن ف ِْي ٰذلِكَ َ َٰل ٰي‬
‫ت ِلِّقَ ْو ٍم‬ ْ ‫َو‬
‫۝‬٢ َ‫“ َيَّتَفَ َّك ُر ْون‬

‘’Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-


isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda


bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Ar-Ruum: 21)2 Dari ayat terebut dapat dimengerti
bahwa salah satu tanda kebesaran Allah SWT adalah menciptakan laki-laki dan
perempuan sebagai pasangan hidup yang akan tentram dalam kebersamaannya. Dan
Allah SWT telah mensyari‟atkan perkawinan tidak lain untuk membawa manusia
ke arah kehidupan yang lebih berkehormatan sesuai dengan kedudukannya yang
lebih mulia di tengah-tengah makhluk lainnya.

Seiring berjalannya waktu remaja sekarang dibuat untuk hal yang tak
berguna seperti halnya pacarana, pacaran sekarang menjadi tren dikalangan remaja
bahkan menjadi sebuah budaya dikalangan anak remaja saat ini. Remaja yang tidak
punya pacar dianggap remaja yang tidak gaul, kampungan, tidak mengikuti
perkembangan zaman, dll.

Ada beberapa remaja katika ditanya apa tujunnya berpacaran? Ada yang
menjawab ya buat jaga jodoh dan ada juga buat silaturrahmi bahkan ada yang
mengatakan kalau sekarang tidak punya pacar berarti tidak mengikuti
perkembangan zaman yang sudah masuk zaman era globalisasi, ini semua kata-kata
yang sesat kenapa kita harus mengikuti kata-kata zaman kebodohan ini, dan yang
mengatakan pacaran buat jaga jodoh, bukankah jodoh sudah di atur oleh Allah
SWT?

Maka disini penulis ingin menguraikan apakah istilah pacaran ini ada dalam
hukum islam jika tidak ada apakah pacaran di perbolahkan oleh syari’at dan
bagaimana hukum islam menanggapi hal yang semacam ini baik menurut Al. qur,an
, hadits maupun ilmu fiqih yang menjadi standar dalam menghukumi sesuatu?

B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaimana hukum pacaran dalam agama islam perspektif hukum islam dan
fiqih?
b. Apakah kegiatan pacarana termasuk zina?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui apa kah dibolehkan pacarana dalam islam
b. Untuk lebih memberikan peraturan islam yang mendalam tentang apa itu
pacarana?
c. Secara akademik dapat menambah dan memperkaya wacana ilmu pengetahuan.
D. METODE PENULISAN
Penulisan ini menggunakan metode kualitatif: Metode kualitatif
merupakan metode yang fokus pada pengamatan yang mendalam. Oleh karenanya,
penggunaan metode kualitatif dalam penelitian dapat menghasilkan kajian atas
suatu fenomena yang lebih komprehensif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Apa Itu Pacaran

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI]. Arti kata pacaran adalah
kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdsarkan
cinta. Pacaran berasal dari kata dasar pacar. Pacaran memiliki arti dalam kelas
verba atau kata kerja sehingga pacaran dapat menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.

Ada banyak pengertian tentang pacaran yang berkembang di zaman


sekarang ini, ada yang mengartikan pacaran sebagai proses perkenalan antara dua
insan manusia yang biasanya berada dalam tahap pencarian kecocokan menuju
kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Ada juga yang bilang
bahwa pacaran adalah proses kita menjadi lebih dewasa dimana kita bisa berbagi
pengalaman dan kasih sayang. Misalnya Seorang anak mulai mengenal pacaran
ketika mereka mulai memasuki masa pubertas yaitu jenjang pendidikan SMP
bahkan SD. Gaya pacaran zaman sekarang sudah terbilang sangat bebas misalnya
seperti pegangan tangan, cium -ciuman hingga berhubungan badan. Ada beberapa
pemahaman yang salah tentang pacaran anak muda zaman sekarang.

1. Gak punya pacar berarti gak gaul


2. Belum dinamakan pacaran jika belum berciuman,
3. seorang cewek tidak benar-benar cinta kalau gak mau diajak “ML” oleh
cowoknya. 1

Na’udzubillah, pacaran ternyata begitu buruk dan sangat bertentangan


dengan ajaran Islam. Meskipun begitu masih banyak orang yang belum jera bahkan
ketagihan untuk pacaran bahkan jika mereka aktifis dakwah dan muslim yang
paham agama (yang kuliah di perguruan tinggi islam) sekalipun berpacaran dengan
dalih pacaran Islami, meskipun mereka mengetahui hukumnya dalam Islam.
Sekalipun pacaran Islami tapi tetap saja ada interaksi antara lawan jenis yang

1
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta, Salemba Humanika, 2009),
hal 71.
mungkin tidak berbahaya tapi dilarang agama dan bisa saja jika nafsu telah
bergabung dengan setan akan menjadi sangat berbahaya.

B. PACARAN DALAM PANDANGAN ISLAM DAN FIQIH

Dalam al-Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara spesifik tentang pacaran,
akan tetapi banyak ayat al-Qur’an maupun hadis yang menyinggung tentang
pacaran. Berikut ini dalil-dalil yang melarang pacaran:

Al-Qur’an surah al-Isra’ ayat 32:

ً ِ‫سب‬
‫يل‬ َ ‫سا ٖٓ َء‬ َ ِ‫ٱلزن ٰ َٖٓى ۖ إِنَّ ۥهُ َكانَ ٰفَح‬
َ ‫شةً َو‬ ۟ ‫َو ََل ت َ ْق َرب‬
ِّ ِ ‫ُوا‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” QS.al-Isra’:32.

Dalam ayat ini, Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina.
Maksudnya ialah melakukan perbuatan yang membawa pada perzinaan, seperti
pacaran, pergaulan bebas tanpa kontrol antara laki-laki dan perempuan, membaca
bacaan yang merangsang, menonton tayangan sinetron dan film yang mengumbar
sensualitas perempuan, dan merebaknya pornografi dan pornoaksi. Semua itu
benar-benar merupakan situasi yang kondusif bagi terjadinya perzinaan.

Allah melarang agar kita jangan mendekati perbuatan yang menimbulkan


perzinaan, seperti halnya kebebasan bergaul antara putra dan putri yang bukan
mahramnya (kumpul kebo). Perlu diketahui, bahwasannya mendekati zinanya saja
tidak boleh apalagi sampai berbuat zina, karena sesuatu perbuatan yang awal keji,
dan merupakan jalan yang terburuk.2

Dalam hukum Islam umumnya manakala sesuatu itu diharamkan, maka


segala sesuatu yang berhubungan denganya diharamkan juga. Misalnya minuman
keras yang memabukkan, bukan hanya orang yang meminumnya yang diharamkan,
tapi juga yang memproduksinya, yang menjualnya dan yang membelinya.
Demikian juga halnya dalam masalah zina, pacaran merupakan hal yang paling
dekat dengan zina oleh karena itu maka syariat Islam memberikan tuntutan

2
Setia Furqon Kholid, Jangan Jatuh Cinta Tapi Bangun Cinta, (Sumdang, Rumah Karya Publishing,
2015), hal. 3.
pencegahan dari perbuatan zina, karena Allah Maha Tahu tentang kelemahan
manusia. Berikut di bawah ini adalah hadis-hadis tentang pencegahan dari
perbuatan zina.

Bagaimana saat kita bertemu pandang tidak disengaja? Dari Jarir bin
Abdillah, beliau mengatakan: “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera
memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770) Ini sejalan sebagaiman Allah
SWT telah berfirman dalam Surah an-Nur ayat 30:

َ ‫ار ِه ْم َويَ ْحفَظُ ْوا فُ ُر ْو َج ُه ًۗ ْم ٰذلِكَ ا َ ْز ٰكى لَ ُه ًۗ ْم ا َِّن ه‬


ْ َ‫ّٰللا َخ ِبي ٌْۢر ِب َما ي‬
‫۝‬٣ َ‫صنَعُ ْون‬ ِ ‫ص‬َ ‫قُ ْل ِِّل ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ يَغُض ُّْوا م ِْن ا َ ْب‬
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"
(QS. An-Nur: 30)

Pada ayat, ini Allah memerintahkan Rasul-Nya dan orang-orang yang


beriman, agar mereka memelihara dan menahan pandangannya dari hal-hal yang
diharamkan kepada mereka untuk melihatnya kecuali terhadap hal-hal tertentu yang
oleh dilihatnya. Faedah dari menundukkan pandangan,

Sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya)


“yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan
pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orangorang
yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini.
Pandangan adalah awal dari ketertarikan, maka tidak heran jika Islam dengan
sangat jelas melarang berpandangan dengan yang bukan mahram, apalagi dengan
nasfsu.

Hadis-hadis di bawah ini menjelaskan larangan berjabat tangan dan bersentuhan.

،‫ان ْال َم ْنطِ ُق‬


ِ ‫س‬َ ِّ‫الل‬ َ َّ‫ فَ ِزنَا ْال َعي ِْن الن‬،َ‫ أَد َْركَ ذَلِكَ َلَ َم َحالَة‬،‫الزنَا‬
ِ ‫ َو ِزنَا‬،‫ظ ُر‬ ِّ ِ َ‫ظهُ مِن‬َّ ‫ع َلى اب ِْن آدَ َم َح‬ َ ‫َب‬ َ َّ ‫ِإ َّن‬
َ ‫ّٰللا َكت‬
." ُ‫ص ِدِّ ُق ذَلِكَ ُك َّلهُ َويُ َك ِذِّبُه‬ ُ ‫ َو ْالف َْر‬،‫س ت َ َمنَّى َوت َ ْشت َ ِهي‬
َ ُ‫ج ي‬ ُ ‫َوالنَّ ْف‬

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti
terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua
telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan
adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina
hati adalah dengan menginginkan dan beranganangan. Lalu kemaluanlah yang
nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Bukhari no.6243
dan Muslim no. 6925)

Imam Nawawi seorang ulama besar Syafi’iyyah berkata:

“Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina.
Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan
kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya
simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina
dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah
(wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya;
atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau
berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal
ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina
yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan
perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki
yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak
memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu
a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim).

Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak
dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan
syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak
halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-
angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada
zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).3

Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak
berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena
dua orang yang sedang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya

3
Mualim Reza, “Pacaran menurut agama Islam”,
http://blogbaru2011.wordpress.com/2011/12/20/hukum-pacaran-menurut-agama-islam/.
tinggal selangkah saja. Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi,
yang pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun
tetap diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki.

C. BATASAN MEMANDANG LAWAN JENIS

Pandangan seorang lelaki pada wanita terbagi menjadi tujuh macam :

1. pandangan seorang laki-laki, walaupun sudah tua rentah dan tidak mampu
lagi berhubungan intim, kepada wanita lain (bukan mahram dan bukan istri)
tanpa ada hajat untuk memandangnya, maka hukumnya tidak
diperkenankan (Haram).
Jika pandangannya karena ada hajat seperti bersaksi atas wanita tersebut,
maka hukumnya diperkenankan.
2. pandangan seorang laki-laki pada istri dan budak perempuannya.
Maka baginya diperkenankan melihat pada masing-masing dari keduanya
selain bagian kemaluan keduanya.Sedangkan bagian kemaluan, maka
hukum melihatnya adalah haram. Dan ini pendapat yang lemah. Menurut
pendapat al ashah adalah diperkenankan melihat bagian kemaluan akan
tetapi disertai hukum makruh.
3. pandangan seorang laki-laki pada wanita-wanita mahramnya, baik sebab
nasab, radla’ ataupun pernikahan, atau pada budak wanitanya yang telah
dinikahkan dengan orang lain Maka diperkenankan baginya memandang
anggota badan selain anggota di antara pusar dan lutut. Sedangkan anggota
di antara keduanya, maka hukumnya haram dipandang.
4. memandang pada wanita lain karena ingin dinikah. Ketika seseorang ingin
menikahi seorang wanita, maka diperkenankan baginya melihat wajah dan
kedua telapak tangan luar dalam wanita tersebut, walaupun calon istri
tersebut tidak memberi izin melakukannya.
Menurut tarjihnya imam An-Nawawi, ketika seorang lelaki hendak
melamar budak wanita, maka ia diperkenankan melihat dari wanita budak
tersebut bagian badan yang diperkenankan untuk dilihat dari wanita
merdeka.
5. melihat karena untuk mengobati. Maka bagi seorang dokter laki-laki
diperkenankan melihat dari pasien wanita lain bagian-bagian yang butuh ia
obati hingga bagian farji sekalipun. Hal itu ia lakukan di hadapan mahram,
suami, atau majikan pasien wanita tersebut. Dan di sana memang tidak ada
dokter wanita yang bisa mengobati pasien wanita tersebut.
6. memandang karena tujuan bersaksi atas seorang wanita.
Maka seorang saksi diperkenankan memandang farji wanita lain ketika ia
bersaksi atas perbutan zina atau melahirkan yang dialami oleh wanita
tersebut. Sehingga, jika ia sengaja melihat dengan tujuan selain bersaksi,
maka ia dihukumi fasiq dan persaksiannya ditolak. Atau memandang karena
untuk melakukan transaksi jual beli atau yang lain dengan seorang wanita.
Maka baginya diperkenankan memandang pada wanita tersebut. Ungkapan
mushannif, “tertentu hanya memandang bagian wajahnya saja”, kembali
pada permasalahan persaksian dan transaksi.
7. memandang budak wanita ketika hendak membelinya.
Maka baginya diperkenankan memandang bagian-bagian badan yang butuh
untuk dipandang/ dibolak balik, Sehingga ia diperkenankan memandang
bagian-bagian tubuh dan rambutnya, tidak bagian auratnya. 4

D. Dampak pacarana

Data BKKBN menunjukkan pada tahun 2010 di JABODETBEK, remaja


yang hilang keperawanannya mencapai 51%, remaja yang kegadisannya sudah
hilang di Surabaya mencapai 54%, Medan mencapai 52%, Bandung mencapai 47%,
Yoyakarta mencapai 37%. Komisi perlindunngan anak Indonesia mendapatkan
hasil yang mencengangkan setelah melakukannya penelitian di 12 kota besar
Indonesia pada tahun 2007: 92% pelajar itu pernah melakukan kissing, petting dan
oral sex, 62% pernah melakukan hubungan intim dan 22,7% siswi pernah
melakukan aborsi. Dan menariknya masih menurut BKKBN usia pacaran adalah
mulai dari 12 tahun. Bila melihat fakta ini, maka seharusnya wanita sadar bahwa
pacaran bukan hal untuk menikmati masa muda, karena pacaran bukan aktivitas
yang aman dan menguntungkan tapi menghancurkan masa depan kita.
Gaya pacaran para remaja zaman sekarang yang cenderung tidak sehat,
memiliki banyak sekali dampak negatif antara lain:

4
Kitab fathul qorib karangan syekh qasim abi syuja,
1. Meningkatnya tingkat aborsi. Bila seorang remaja putri pacaran dan dia
terlanjur hamil akan teteapi kekasihnya tidak mau bertanggung jawab maka jalan
yang ia tempuh adalah aborsi (menggugurkan kandungan).
2. Meningkatnya tingkat kematian wanita. Hasil dari gaya pacaran yang
tidak sehat salah satunya adalah kematian. Karena aborsi yang dilakukan oleh para
remaja biasanya bersifat sembarang. Konon lagi dengan bantuan dukun yang tidak
mendapatkan pengetahuan medis.

3. Adanya Free sex Hal yang lebih mengerikan lagi akibat dari pacaran yang
tidak sehat adalah seks bebas (free sex). Mereka pertama melakukan hal yang
terlarang itu tetapi kemudian mereka cenderung ketagihan.

4. Menyebarkan penyakit. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dampak dari


seks bebas adalah mewabahnya berbagai jenis penyakit kelamin seperti HIV/ AIDS,
sipilis dan penyakit kelamin lainnya.
5. Meningkatnya penggunaan narkoba Pada usia remaja adalah usia di saat
dimana seorang mencari jati diri. Pada usia ini akan sangat renta akan berbagai hal
salah satunya adalah lingkungan. Pacar adalah salah satunya,bila pacarnya adalah
pengguna narkoba maka kemungkinan besar dia juga akan terseret.5

5
1r. M. I. Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga, (Bandung, CV Alfabeta, 1994), hal. 134.
BAB III

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pandangan Islam terhadap hukum pacaran (proses)
menuju jenjang pernikahan dapat diambil kesimpulan yaitu:

Pacaran adalah bagian dari perilaku mendekat zina, dan karena itu sangat jelas
dilarang dalam Islam. Tentu saja pacaran dilarang bukan karena namanya pacaran,
tetapi lebih karena muatan dan isinya. Tidak ada istilah pacaran dalam Islam, dan
tentu saja Islam tidak bisa menghukumi sesuatu yang tidak ada. Akan tetapi isi atau
muatannya, jelas bisa dihukumi. Ta’aruf adalah Proses saling mengenal antara
seseorang dengan orang lain. Dengan maksud untuk bisa saling mengerti dan
memahami. Sedangkan dalam Konteks Pernikahan, maka ta’aruf di maknai sebagai
“Aktivitas saling mengenal, mengerti dan memahami untuk tujuan meminang atau
menikahi”. Jadi kesimpilannya adalah Islam tidak mengenal adanya budaya
pacaran, melainkan ta’aruf sebagai upaya pengenalannya. Ta’aruf di sini artinya
luas, bukan hanya untuk mengenal calon suami atau istri, tetapi juga bisa dijadikan
sarana pendekatan dalam hal berbisnis. Berta'aruf pun memiliki etika dan aturannya
dalam islam, sehingga tidak disalah artikan ta'aruf menjadi pacaran.

Pacarana juga dapat disimpulkan

1. Pacaran adalah kegiatan yang tanpa sengaja merusak ahklak kita terhadap
sesama, melalaikan perintah Allah dan RasulNya, akhirnya merusak diri kita
sendiri. Kami menyatakan tidak setuju pada pacaran dengan alasan di atas.

2. Dalam al-Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara spesifik tentang pacaran, akan
tetapi banyak ayat al-Qur’an maupun hadis yang menyinggung tentang pacaran.
Maka dari itu pacaran dilarang keras dalam agam Islam.

3. Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk kerusakan


yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan masyarakat, baik dalam hal
nasab (keturunan) maupun penjagaan kehormatan, dan menyebabkan permusuhan
diantara sesama manusia.
4. menurut penulis Islam menganjurkan bahwa saat kita menikah akan lebih baik
didasari oleh rasa cinta. Karena setelah menikah rasa cinta mereka akan semakin
bertambah.

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Christy Aisyah. Ya Allah, Bimbing Hamba Menjadi Wanita Salehah. Jakarta, PT


Elex Media Komputindo, 2011.
Ahmad Azhar Basyir, 2000. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, Pedoman Berkeluarga Dalam Islam,cet.1
Jakarta: 2010. Shahid Aftar, M.D., F.A.C.P., F.A.C.E. Bimbingan Seks Bagi
Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003.
HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim
KitaburRadha` Bab Istihbabu Nikah zatid-dii
HR. Ibnu Majah no. 1920.Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani.
Kitab fathul qorib mujib karangan Muhammad Ibnu Qasim Al-guzzy

Anda mungkin juga menyukai