Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 1:

Arsepti
Fathiah Hanisyah Silalahi
Putri Nurmalita

Materialitas adalah pertimbangan utama dalam menetukan ketepatan laporan audit yang harus
dikeluarkan. Karena bertanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material,
auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga
bisa dilakukan tindakan koreksi. Jika klien menolak untuk mengoreksi laporan keuangan itu, auditor
harus mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar, tergantung seberapa
material salah saji tersebut. Penentuan materialitas memerlukan pertimbangan profesional. Auditor
menikuti lima Langkah yang saling terikat erat dalam menerapkan materialitas.
Langkah pertama, menetapkan materialitas untuk laporan keuangan secara menyeluruh.
Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit. Perttimbangan pendahuluan tentang
materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah
saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang
tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang
dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang
materialitas. Ini disebut dengan pertimbangan tentang materialitas yang direvisi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertimbangan materialitas: Materialitas adalah konsep yang bersifat relative ketimbang
absolut, tolak ukur yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas. Faktor-faktor kualitatif juga
mempengaruhi materialitas bagi para pemakai dibandingkan salah saji lainnya.
Standar akuntansi dan auditing tidak menyediakan pedoman khusus tentang materialitas bagi
para praktisi. Pertimbangannya adalah bahwa pedoman semacam itu mungkin diterapkan tanpa
memperhitungkan semua kompleksitas yang dapat mempengaruhi keputusan akhir auditor.
Materialitas kinerja didefenisikan sebagai jumlah yang ditetapkan oleh auditor pada angka yang
lebih kecil dari materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan demi menguranginya ke tingkat
probabilitas yang rendah dan tepat bahwa jumlah agrerat dari salah saji yang belum dikoreksi atau tidak
terdeteksi melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Materialitas kinerja dapat
bervariasi bagi berbagai kelas transaksi, saldo akun, atau pengungkapan terutama jika berfokus pada are
tertentu.
Langkah ketiga, mengestimasi salah saji dan membandingkan dengan pertimbangan pendahuluan.
Salah saji yang diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.
Sementara itu, salah saji yang mungkin terbagi lagi menjadi dua jenis. Jenis yang pertama adalah salah
saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor tentang estimasi saldo akun.
Jenis yang kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu
populasi. Auditor yang efektif akan mengakui bahwa memang ada risiko dan akan menangani risiko
tersebut dengan cara yang tepat. Standar auditing mengharuskan auditor menilai risiko salah saji yang
material pada tingkat laporan keuangan secara keselurahn serta tingkat asersi yang relevan bagi kelas
transaksi, saldo akun, dan pengungkapan.
Komponen model risiko audit, ada risiko deteksi yang direncanakan. Risiko ini adalah risiko
bahwa bukti audit untuk suatu tujuan audit akan gagal medeteksi salah saji yang melebihi materialitas
kinerja. Risiko deteksi yang direncanakan menetukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor, yang besarnya berlawanan dengan resiko deteksi yang direncanakan. Jiika resiko
deteksi yang direncanakan dikurangi, auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk mencapai
rencana pengurang resiko itu.
Resiko inheren mengukur penilaian auditor atas kerentanan asersi salah saji yang material,
sebelum memperhitungkan keefektifan pengendalian internal. Jika auditor menyimpulkan bahwa
kemungkinan besar akan ada salah saji, dengan memgabaikan pengendalian internal, auditor akan
menyimpulkan bahwa resiko inheren adalah tinggi.
Risiko pengendalian mengukur penilaian auditor mengenai risiko bahwa salah saji yang material
akan terjadi dalam suatu asersi dan tidak dapat dicegah atau terdeteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal efektif, risiko
deteksi yang direncanakan dapat diperbesar sehingga bukti dapat dikurangi. Auditor dapat memperbesar
risiko deteksi yang direncanakan bila pengendaliannya efektif karena pengendalian internal yang efektif
akan memperkecil kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.
Risiko audit yang dapat diterima adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan
keuangan mungkin mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa
pengecualian telah dikeluarkan. Auditor juga memutuskan risiko penugasan dan kemudian menggunakan
risiko penugasan ini untuk meodifikasi risiko audit yang dapat diterima. Risiko penugasan adalah risiko
bahwa auditor atau KAP akan menderita kerugian setelah audit selesai, walaupun laporan audit sudah
benar. Hasil riset menunjukkan bahwa beberapa faktor mempengaruhi risiko penugasan dan karenanya
mempengaruhi juga risiko audit yang dapat diterima. Faktor-faktor tersebut: derajat ketergantungan
pemakai eksternal pad alaporan keuangan, kemungkinan bahwa klien akan mengalami kesulitan
keuangan setelah laporan audit dikeluarkan, serta integritas manajemen.
Auditor harus menilai faktor-faktor yang menyebabkan risiko inheren dan memodfikasi bukti
audit untuk memperhitungkan faktor-faktor tersbut. Auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor
utama ketika menilai risiko inheren: sifat bisnis klien, hasil audit sebelumnya, penugasan awla versus
penugasna berulang, pihak-pihak yang terkait, transaksi nonrutin atau kompleks, pertimbangan yang
diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat, unsur-unsur populasi, faktor-faktor
yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang, faktro-faktor yang berkaitan dengan
misaprosiasi asset.
Ada dua cara lain yang dapat dipakai auditor untuk mengubah audit guna merespons risiko: 1.
Penugasan mungkin membtuhkan staf yang lebih berpengalaman, 2. Penugasan akan direview secara
lebih seksaam daripada biasanya. Beberapa auditor menggunakan risiko audit yang dapat diterima yang
sama untuk semua segmen berdasarkan keyakinannya bahwa pada akhir audit, pemakai laporan keuangan
harus emilik tingkat assurance yang sama atas setiap segmen laporan keuangan. Walaupun meniali risiko
inhere dan risiko pengendalian untuk setiap tujaun audit yang berkaitan dengan saldo merupakan praktik
yang umum, mengalokasikan materialitas ke tujuan tersebut bukan merupakan hal yang umum. Para
auditor dapat mengaitkan sebagian besar risiko dengan tujuan yang berbeda secara efektif, dan relative
mudah menentukan hubungan antara risiko dengan satu atau dua tujuan.
Salah satu keterbatasan utama dalam menerapkan model risiko audit adalah sulitnya mengukur
komponen-komponen model itu. Meskipun auditor sudah berusaha merencanakan dengan sebaik-baiknya,
penilaian risiko audit yang dapat diterima, risiko inheren, serta risiko pengendalian, dan karena risiko
deteksi yang direncanakan, bersifat sangat subjektif dan hanya mendekati realitas. Untuk mengoffset
masalah pengukuran ini, banyak auditor memakai istilah pengukuran yang umum dan subjektif, seperti
rendah, sedang, dan tinggi.
Auditor menggembangkan berbagai jenis kertas kerja untuk membantu menghubungkan
pertimbangan yang mempengaruhi bukti audit dengan bukti yang tepat harus dikumpulkan. Konsep
materialitas dan risiko dalam auditing berkaitan erat dan tidak terpisahkan. Risiko adalah ukuran
ketidakpastian, sedangkan materialitas mengukur besarannya. Secara bersama-sama, keduanya mengukur
ketidakpastian jumlah dengan besaran tertentu. Namun, auditor harus sangat berhati-hati sewaktu
pengambilan keputusan, berdasarkan bukti yang dikumpulkan, bahwa penilaian awal atas resiko
pengendalian atau risiko inheren ditetapkan terlalu rendah atau risiko audit yang dapat diterima ditetapkan
terlalu tinggi. Dalam keadaan seperti ini, auditor harus mengikuti pendekatan dua Langkah:
1. Auditor harus penilaian awal tingkat risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan audit, tanpa
menggunakan model risiko audit.

Anda mungkin juga menyukai