Anda di halaman 1dari 12

Flipped-DiscovAction, Pembelajaran Multi Strategi dan

Implementasinya dalam Hybrid Learning Model Mata Pelajaran


Tematik Kelas 6 Tema 5 Subtema 1 Materi Magnet

Chozzanus Syifa1, Zeni Hafidhotun Nisak2, Isbaniyah3, Nailul Ma’rifah4


1
Mahasiswa S1 Prodi PGMI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
2
Dosen Prodi PGMI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
3
Mahasiswa S1 Prodi PGMI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
4
Mahasiswa S1 Prodi PGMI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
Email: chozzanusyifa@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to identify and develop a form of integration of multi-strategy
learning Flipped-DiscovAction. The approach used in this research is descriptive
qualitative research with library research method. The data and sources of this
research data were obtained from secondary data originating from the latest
relevant and credible research journals. The results of the research and
development show that the integration of multi-strategy Flipped-DiscovAction
learning in Class 6 Thematic Subjects Theme 5 Sub Theme 1 Magnet Material
can facilitate the learning process in post-pandemic recovery conditions by using
this Hybrid-based learning. This multi-strategy integration can also improve
student learning outcomes and achievements covering cognitive, affective and
psychomotor aspects. Equipped with the innovative “Guideline Course” that
supports the RPP, the design and development of this multi-strategy integration is
effective to implement.
Keywords: Hybrid learning model, Multi-learning strategy, Flipped-
DiscovAction, Thematic Magnetic Material, RPP Guideline Course.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengembangkan bentuk integrasi
multi-strategi pembelajaran Flipped-DiscovAction. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi
pustaka (Library research). Data dan sumber data penelitian ini diperoleh dari
data sekunder yang berasal dari jurnal penelitian terbaru yang relevan dan
kredibel. Hasil penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa integrasi multi-
strategi pembelajaran Flipped-DiscovAction dalam Mata Pelajaran Tematik Kelas
6 Tema 5 Sub Tema 1 Materi Magnet dapat memudahkan proses pembelajaran
dalam kondisi pemulihan pasca pandemi dengan menggunakan pembelajaran
berbasis Hybrid ini. Intergrasi multi-strategi ini juga dapat meningkatkan hasil
dan capaian pembelajaran peserta didik mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dilengkapi dengan inovasi RPP “Guideline Course” yang
mendukung, desain dan pengembangan integrasi multi-strategi ini efektif untuk
diterapkan.
Kata Kunci: Hybrid Learning model, Multi-strategi pembelajaran, Flipped-
DiscovAction, Tematik Materi Magnet, RPP Guideline Course.

1
PENDAHULUAN
Pemulihan sistem pembelajaran pasca pandemi menimbulkan sejumlah
masalah sekaligus peluang yang cukup berarti bagi masyarakat pendidikan
terutama guru. Salah satu masalah sekaligus peluang tersebut adalah
pengembangan strategi pembelajaran. Guru dipaksa harus meng-upgrade
kemampuan dalam mengatur strategi pembelajaran agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik dan menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Demi mencapai tujuan tersebut dan dengan tetap menerapkan
protokol kesehatan dalam masa peralihan seperti saat ini, model pembelajaran
yang paling tepat diterapkan adalah pembelajaran hybrid.
Pembelajaran berbasis Hybrid merupakan salah satu solusi yang
digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menanggulangi
gap yang terjadi pada sistem pendidikan pasca pandemi. Hybrid Learning Model
merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan inovasi dan kemajuan
teknologi melalui sistem online learning dengan interaksi dan partisipasi dan
model pembelajaran tradisional atau tatap muka langsung. Beberapa model
Hybrid Learning yang berkembang saat ini merupakan penggabungan dari satu
dimensi atau lebih, antara lain: Pertama, pembelajaran face to face, yakni
aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan secara tatap muka di kelas eliputi
penyampaian materi, diskusi, presentasi, dan latihan atau evaluasi. Kedua,
Synchronous Virtual Collaboration yaitu desain pembelajaran kolaboratif yang
melibatkan intraksi antara pendidik dan peserta didik yang dilaksanakan dalam
waktu yang sama. Ketiga, pembelajaran dengan Asynchronous Virtual
Collaboration, yaitu desain pembelajaran yang dilakukan dengan melibatkan
interaksi tidak langsung antara guru dan peserta didik dengan menggunakan
media atau platform tertentu dalam waktu yang berbeda. Keempat, Self Pace
Asynchronous atau pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik secara mandiri
berbekal dengan materi yang telah dibagikan oleh guru berupa modul, buku,
latihan soal atau evaluasi lainnya.(Makhin, 2021)
Penerapan Hybrid Learning Model dapat dilakukan dengan berbagai
macam strategi, disesuaikan situasi dan kondisi kelas maupun peserta didik
dengan mempertimbangkan materi yang dipelajari. Salah satu contoh inovasi
pengembangan strategi yang dapat diterapkan dalam Hybrid Learning Model
adalah penerapan multi strategi dalam Mata Pelajaran Tematik Kelas 6 Tema 5
Subtema 1 Materi Magnet. Dalam ulasan berikut akan diuraikan pengertian,
kelebihan dan kekurangan serta implementasi berikut contoh RPP nya.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono, metode
penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
(Sugiyono, 2015) Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa penelitian

2
kualitatif merupakan penelitian yang bersifat alamiah dan data yang dihasilkan
berupa deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian studi literatur. Teknik pengumpulan data menggunakan sumber
data sekunder yang diperoleh dari jurnal penelitian atau dokumen-dokumen terkait
dengan data yang ingin diperoleh. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dari sekian banyak sumber,
dipilihlah sumber yang sesuai dengan pembahasan yang akan disampaikan
peneliti dalam artikel ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hybrid Learning Model
Hybrid Learning terdiri dati kata hybrid (kombinasi/campuran) dan
learning (belajar). Istilah lain yang sering digunakan adalah hybrid course (hybrid
= carnpuran/kombinasi, course = mata kuliah). Makna asli sekaligus yang paling
umum hybrid learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau
mencampur antara pembelajaran tatap muka (face to face) dan pembelajaran
berbasis komputer (online dan offline). Pembelajaran berbasis hybrid learning
berkembang sekitar tahun 2000 dan sekarang banyak digunakan di Amerika
Utara, Inggris, Australia, kalangan perguruan tinggi dan dunia pelatihan. Melalui
hybrid learning semua sumber belajar yang dapat memfasilitasi terjadinya belajar
bagi orang yang belajar dikembangkan. Pembelajaran blended dapat
menggabungkan pembelajaran tatap muka (face-to-face) dengan pembelajaran
berbasis komputer.
Artinya, pembelajaran dengan pendekatan teknologi pembelajaran dengan
kombinasi sumber-sumber belajar tatap muka dengan pengajar maupun yang
dianut dalam media computer, telpon selular dan iPhone, dan media elektronik
lainnya. Tujuan utama pembelajaran hybrid adalah memberikan kesempatan bagi
berbagai karakteristik peserta didik agar terjadi belajar mandiri, berkelanjutan, dan
berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar akan menjadi lebih efektif, lebih
efisien, dan lebih menarik. Walaupun masih terjadi perdebatan ekstrim antara
pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran berbasis komputer, makalah ini
tidak berpretensi untuk melemahkan salah satu di antaranya, tetapi justru ingin
memadukan atau mengkombinasikan berbagai modus belajar yang telah
berkembang sampai saat ini.(Verawati & Desprayoga, 2019)
Kelebihan hybrid learning yakni berkontribusi dalam pengembangan dan
mendukung strategi interaktif pada pembelajaran tatap muka dan jarak jauh,
mengembangkan kegiatan terkait hasil pembelajaran karena fokus kepada
interaksi siswa dan bukan sekedar penyebaran konten, lebih banyak menawarkan
informasi bagi siswa dan memberi feedback lebih cepat dalam komunikasi antara
guru dan siswa, memungkinkan siswa mengakses materi kapan saja dan dimana
saja dan dapat melanjutkan sesuai kemampuan mereka, meningkatkan efektivitas
kerja guru. Tetapi, kekurangan dari model ini yaitu membutuhkan fasilitas
teknologi yang memadai serta membutuhkan biaya yang cukup besar,
memungkinkan adanya perbedaan sumber daya, dan memungkinkan adanya
kendala teknis karena banyak melibatkan penggunaan teknologi.(Farida Jaya,
2019)

3
Pembelajaran Multi-Strategi Flipped-DiscovAction
Penerapan multi strategi dalam satu materi pembelajaran adalah hal yang
sangat mungkin dilakukan oleh seorang pendidik untuk memaksimalkan
ketercapaian suatu tujuan pendidikan. Banyaknya tuntutan skill yang harus
dimiliki oleh generasi abad ini mengharuskan guru mengembangkan strategi yang
mencakup banyak pengetahuan dan keterampilan sekaligus, namun tetap
menyenangkan, bermakna dan tidak membebani peserta didik. Dalam
pembelajaran Tematik Kelas 6 Tema 5 Subtema 1 Materi Magnet, contoh
kolaborasi strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Multistrategi
Flipped-DiscovAction. Strategi tersebut merupakan kolaborasi antara Flipped
Classroom, Discovery Learning, dan Project Based Learning.
Flipped Classroom seringkali dikenal dengan istilah pembelajaran
terbalik. Terbalik disini memiliki arti pembelajaran yang biasanya dilakukan di
kelas menjadi dilakukan oleh peserta didik di tempat tinggal masing-masing.
Menurut Bergmann dan Sams yang dikutip dari Nurul Hidayah, bahwa Flipped
classroom merupakan model pembelajaran yang mengkombinasikan metode
belajar materi secara online diluar kelas dan mengerjakan tugas di dalam kelas.
Flipped classroom adalah model pembelajaran yang “membalik” metode
tradisional, dimana biasanya materi diberikan di kelas dan siswa mengerjakan
tugas di rumah.(Hidayah, 2019) Sedangkan menurut Johnson yang dikutip dari
Made Delina, Flipped classroom merupakan strategi yang diberikan oleh pendidik
dengan cara meminimalkan jumlah interaksi langsung dalam praktik mengajar
mereka sambil memaksimalkan interaksi satu sama lain. Berbeda dengan Ahmet
Basal yang dikutip dari Made Delina menyatakan bahwa Flipped classroom
adalah sebuah metode pembelajaran dimana peserta didik belajar teori sendiri
dengan menerapkan teori yang dipelajari sebelumnya melalui media
pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan Flipped classroom merupakan suatu strategi
pembelajaran yang berorientasi pada belajarnya peserta didik dimana aktivitas dan
capaian belajar peserta didik penjadi pusat perhatian dalam pembelajaran.
(Rusnawati, 2020)
Secara garis besar, model pembelajaran flipped classroom membalik
kegiatan pembelajaran dan menuntut peserta didik untuk membaca dan
memahami materi terlebih dahulu di rumah, sehingga ketika pertemuan dilakukan
di ruang kelas, guru tidak perlu menjelaskan ulang isi materi. Strategi
pembelajaran ini memiliki banyak manfaat bagi guru maupun peserta didik antara
lain untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik, meminimalisasi
perintah atau instruksi guru terhadap peserta didik, meningkatkan rasa
tanggungjawab peserta didik, serta dapat memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing. (Hasanudin dkk.,
2020)
Hal yang perlu dikembangkan dalam strategi ini adalah penggunaan media
dan sumber pembelajaran yang memadai, yang sebisa mungkin dapat menarik
minat peserta didik untuk mempelajarinya, komunikatif dan memahamkan

4
sehingga dapat meng-cover minimnya peran guru dan meminimalisasi materi
yang tidak memahamkan. Kemajuan teknologi memberikan ruang yang lebih
leluasa untuk mencari atau bahkan menciptakan sendiri media pembelajaran
dengan berbagai macam platform atau aplikasi yang sudah ada, seperti youtube,
podcast, comic strip, pengembangan power point interaktif, kuis berbasis web,
googleform dll. Dalam pembelajaran Tematik Kelas 6 Tema 5 Subtema 1 Materi
Magnet, guru dapat memilih satu atau lebih contoh media dan sumber
pembelajaran yang telah disebutkan untuk menyampaikan materi, misalnya
dengan tutorial youtube, power point interaktif, kuis Kahoot atau Quizziz sebagai
game sekaligus evaluasi pembelajaran. Kemudian dalam penerapan pembelajaran
tatap muka, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan me-recall materi yang telah
dipelajari oleh peserta didik. Dapat dilakukan dengan diskusi, demonstrasi, dll.
Adapun alasan mengapa model pembelajaran Flipped classroom
digunakan sebagai berikut:
1. Penggunaan waktu kelas yang efisien,
2. Kesempatan belajar yang lebih aktif bagi peserta didik,
3. Meningkatkan interaksi satu-satu antara peserta didik dan guru
4. Tanggung jawab peserta didik untuk belajar, dan
5. Menangani berbagai gaya belajar.
Flipped classroom juga menawarkan kemudahan pembelajaran dengan
menyampaikan konten pembelajaran secara online yang memungkinkan untuk
dapat di akses oleh peserta didik secara fleksibel. Flipped classroom berorientasi
pada capaian pembelajaran dengan mengacu pada aktivitas belajar yang dilakukan
peserta didik. Dengan kata lain, Flipped classroom memfasilitasi peserta didik
untuk belajar sesuai dengan cara yang dianggapnya mudah untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan begitu aktivitas kelas lebih fokus pada aktivitas peserta
didik karena waktu yang biasanya digunakan oleh guru untuk ceramah
disampaikan secara online. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa model
Flipped classroom ini tidak lepas dari e-learning.(Rusnawati, 2020)
Pembelajaran yang dapat diintegrasikan dengan pembelajaran Flipped
Classrom adalah Discovery Learning. Menurut Sani yang dikutip dari Salmi
mengungkapkan bahwa discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian
data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. (Salmi,
2019) Sehingga dapat dikatakan bahwa discovery learning adalah pembelajaran
yang didasarkan pada penemuan. Kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran ini
bertitik tolak pada suatu keyakinan dalam rangka mengembangkan kemampuan
peserta didik secara independen. Partisipasi aktif peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran juga sangat dibutuhkan. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan
dengan memberikan materi yang tidak sempurna kepada peserta didik sehingga
dapat memantik peserta didik untuk menemukan secara mandiri pengetahuan
untuk menyempurnakan materi tersebut.(Yuliana, 2018)
Menurut Hosnan dikutip dari Salmi mengemukakan beberapa kelebihan
dari model discovery learning yakni sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif,

5
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer,
3. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah,
4. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lain,
5. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa,
6. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri,
7. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.(Salmi, 2019)
Kegiatan pembelajaran dengan strategi Discovery Learning dalam Materi
Magnet dapat dilakukan untuk menemukan tujuan dan kegunaan dari magnet itu
sendiri, cara kerja magnet maupun jenis-jenis magnet. Peserta didik juga diajak
untuk mengeksplorasi cara pembuatan magnet dan proses terbentuknya. Dengan
pembelajaran Discovery Learning, peserta didik diharapkan mampu mendapatkan
pemahaman dan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Selanjutnya, strategi pembelajaran yang dapat diintegrasikan dalam hybrid
learning model adalah strategi pembelajaran Project Based Learning (PjBL).
Sederhananya, PjBL adalah pembelajaran berbasis proyek. Menurut Wahyuni
dikutip dari Sutrisna bahwa Project Based Learning adalah model pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran di
kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang
kompleks berdasarkan permasalahan (problem) sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata dan menuntun peserta didik untuk
melakukan kegiatan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan,
melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk
bekerja secara mandiri maupun kelompok. Hasil akhir dari kerja proyek tersebut
adalah suatu produk yang antara lain berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi
atau rekomendasi.(Sutrisna dkk., 2019)
Adapun kelebihan dari model Project Based Learning yaitu:
1. Memberikan kesempatan belajar bagi siswa untuk berkembang sesuai
kondisi dunia nyata,
2. Melibatkan siswa untuk belajar mengumpulkan informasi dan menerapkan
pengetahuan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata,
dan
3. Membuat suasana menjadi menyenangkan.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran Project Based Learning yaitu:
1. Membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar,
2. Membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai,
3. Kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok. (Sutrisna dkk.,
2019)
Dalam pembahasan ini, strategi pembelajaran PjBL disebut dengan kata
“Action” karena pembelajaran ini melibatkan peserta didik secara langsung untuk
mengerjakan proyek tertentu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Peserta
didik dituntut untuk mengkonstruksikan materi yang dipelajari untuk kemudian
diterapkan dalam sebuah proyek tugas yang diberikan oleh guru. Pembelajaran ini

6
mendorong peserta didik untuk meningkatkan softskill dan kreativitas peserta
didik serta agar peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan kognitif namun
juga secara psikomotorik.(Nuraini dkk., t.t.)
Penerapan strategi pembelajaran Project Based Learning dalam
pembelajaran Tematik Kelas 6 Tema 5 Sub Tema 1 Materi Magnet bertujuan agar
peserta didik berpartisipasi secara langsung untuk praktik membuktikan
keberadaan magnet di sekitar mereka, mengetahui secara langsung cara kerja
magnet, sifat-sifat benda-benda yang mengandung magnet, serta cara pembuatan
magnet.
Kemudian, dalam Hybrid learning model pertemuan tatap muka, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan adalah integrasi antara ketiganya, atau disebut
dengan Flipped-DiscovAction, meliputi peserta didik mengajukan pertanyaan
terkait dengan materi yang kurang dipahami, pengembangan materi, masalah yang
mereka temui, kesulitan yang mereka alami selama belajar mandiri dari rumah
masing-masing, serta demonstrasi terkait proyek yang telah mereka kerjakan.
Integrasi strategi pembelajaran ini akan memudahkan peserta didik dalam
mencapai ketiga aspek pembelajaran yaitu afektif meliputi sikap tanggungjawab
dan rasa ingin tahu, kognitif meliputi konstruksi pengetahuan terkait materi, serta
psikomotorik meliputi proses, kinerja dan hasil kerja mereka dalam
menyelesaikan proyek yang diberikan oleh guru.
Berikut ini skema Flipped-DiscovAction dalam Pembelajaran Kelas 6
Tema 5 Subtema 1 Materi Magnet.

7
Gambar 1. Skema Flipped-DiscovAction

Implementasi dan Inovasi RPP


Pengembangan dan integrasi multi-strategi pembelajaran sebagaimana
telah disebutkan diatas, harus melalui setidaknya tiga tahapan agar dapat menjadi
suatu strategi pembelajaran yang maksimal. Tiga tahapan tersebut antara lain
tahap perencanaan, tahap penerapan atau implementasi dalam pembelajaran dan
tahap evaluasi. Tahapan perencanaan suatu strategi pembelajaran meliputi
kegiatan merumuskan tujuan khusus, pemilihan pengalaman belajar, penentuan
kegiatan belajar, serta media dan alat yang digunakan. Dalam merumuskan tujuan
khusus pembelajaran, hal yang perlu diperhatikan adalah tujuan tersebut harus
mencakup tiga aspek yaitu kognitif meliputi penguasaan pengetahuan dan
informasi berdasarkan data dan fakta, konsep, generalisasi dan prinsip, afektif
berhubungan dengan penerimaan dan apresiasi seseorang terhadap suatu hal
apresiasi individu terhadap perkembangan mental dalam diri seseorang, serta
psikomotorik meliputi kemampuan dan keterampilan individu yang dapat dilihat
melalui unjuk kerja serta performance yang berupa keterampilan fisik dan
nonfisik. Kemudian, dalam penentuan dan pemilihan pengalaman belajar dan
kegiatan pembelajaran, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas
maupun peserta didik dengan tetap mengacu pada tujuan khusus yang telah
dikonstruksikan.(Farida Jaya, 2019)
Tahap selanjutnya merupakan tahap penerapan atau implementasi strategi.
Sistem pendidikan Indonesia menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
atau RPP sebagai pedoman guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran dimana
di dalamnya memuat dengan lengkap seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran
yang telah disusun dan direncanakan. Integrasi strategi pembelajaran Flipped-
DiscovAction diatas dilengkapi dengan contoh inovasi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang disebut dengan istilah “Guideline Course”. Guideline
course memuat komponen yang sama dengan RPP pada umumnya namun
didesain dengan lebih sederhana dan menarik. Guideline course berupa RPP 1
lembar dimana komponen didalamnya sebagian besar diaplikasikan dengan QR
Code sehingga dapat diakses dimanapun dan oleh siapapu yang berkepentingan
serta bersifat transparan. Transparan disini memiliki arti bahwa sumber belajar
yang digunakan bersifat open source, serta proses pembelajaran dan penilaian
bersifat terbuka sehingga baik peserta didik, orang tua peserta didik maupun pihak
sekolah dapat mengakses RPP tersebut sesuai kebutuhan dengan mudah. Selain
itu, guideline course juga didesain sebagai RPP paperless atau cukup dengan soft
file sehingga lebih ramah lingkungan dan turut menjaga kelestarian alam dengan
mengurangi sampah kertas.

8
Berikut merupakan contoh RPP Guideline Course Multi-strategi Flipped-
DiscovAction dalam pembelajaran Tematik Kelas 6 Tema 5 Subtema 1 Materi
Magnet yang kami buat sendiri.

9
Gambar 2. RPP Guideline Course
Multi Strategi Flipped-DiscovAction selanjutnya berada di tahap evaluasi.
Tahapan ini bertujuan untuk menguji kelayakan strategi pasca penerapan atau
implementasi. Tahap evaluasi dapat dilakukan dengan cara mengukur respon
peserta didik terhadap pembelajaran, hasil belajar peserta didik, mupun
keefektifan pembelajaran yang diukur berdasarkan pengalaman guru dalam
mengajar. Selain strategi pembelajaran, inovasi dan pengembangan RPP juga
harus melalui tahap evaluasi untuk dijadikan sebagai bahan acuan, koreksi dan
pengembangan selanjutnya. Dari kegiatan evaluasi tersebut dapat dilihat sejauh
mana kelayakan strategi tersebut dalam suatu pembelajaran, serta untuk dijadikan
sebagai tolak ukur pengembangan dan perbaikan untuk strategi pembelajaran
kedepannya.

PENUTUP
Strategi ini memiliki banyak manfaat bagi guru maupun peserta didik
antara lain meningkatkan kemandirian belajar siswa, meminimalisasi perintah atau
intruksi guru terhadap peserta didik, meningkatkan rasa tanggung jawab peserta
didi, serta dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar
sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing. Dengan adanya perkembangan
media dan sumber belajar yang memadai dapat menarik minat peserta didik untuk
mempelajarinya, dan dapat memudahkan pemahaman peserta didik. strategi
penerapan pembelajaran PjBL “Action” ini melibatkan peserta didik secara
langsung untuk mengerjakan proyek tertentu yang berkaitan dengan materi
pembelajaran Tematik kelas 6 tema 5 subtema 1 materi magnet.
Dalam Hybrid Learning Model pertemuan tatap muka, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan adalah integrasi antara ketiganya, atau disebut
dengan Flipped-DiscovAction, meliputi peserta didik mengajukan pertanyaan
terkait dengan materi yang kurang dipahami, pengembangan materi, masalah yang
mereka temui, kesulitan yang mereka alami selama belajar mandiri dari rumah
masing-masing, serta demonstrasi terkait proyek yang telah mereka kerjakan.
strategi pembelajaran ini akan memudahkan peserta didik dalam mencapai ketiga
aspek pembelajaran yaitu afektif meliputi sikap tanggungjawab dan rasa ingin
tahu, kognitif meliputi konstruksi pengetahuan terkait materi, serta psikomotorik
meliputi proses, kinerja dan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan proyek yang
diberikan oleh guru.

10
DAFTAR PUSTAKA

Farida Jaya. (2019). PERENCANAAN PEMBELAJARAN. Fakultas Ilmu Tarbiyah


Dan Keguruan.
Hasanudin, C., Supriyanto, R. T., & Pristiwati, R. (2020). ELABORASI MODEL
PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM DAN GOOGLE
CLASSROOM SEBAGAI BENTUK SELF- DEVELOPMENT SISWA
MENGIKUTI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI ERA
ADAPTASI KEBIASAAN BARU (AKB). Jurnal Intelegensia, 08(02),
13.
Hidayah, N. (2019). EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN FLIPPED
CLASSROOM TERHADAP SELF REGULATED LEARNING DAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN DASAR
DESAIN GRAFIS DI SMK N 1 SURABAYA. Jurnal IT-EDU, 04(01), 9.
Makhin, M. (2021). HYBRID LEARNING: MODEL PEMBELAJARAN PADA
MASA PANDEMI DI SD NEGERI BUNGURASIH WARU SIDOARJO.
Mudir: Jurnal Manajemen Pendidikan, 3(2), 9.
Nuraini, R., Febrianti, N., Fatmawati, E. B., & Hartini, S. (t.t.). PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN DARING BERBASIS PROYEK UNTUK
MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK KELAS
I SD NEGERI REJODANI. Prosiding Pendidikan Profesi Guru Fakultas
Keguruang dan Ilmu Pendidikan,Universitas, 11.
Rusnawati, M. D. (2020). IMPLEMENTASI FLIPPED CLASSROOM
TERHADAP HASIL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Jurnal Imiah
Pendidikan dan Pembelajaran, 4(1), 12.
Salmi, S. (2019). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
EKONOMI PESERTA DIDIK KELAS XII IPS.2 SMA NEGERI 13
PALEMBANG. Jurnal PROFIT Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu
Ekonomi, 6(1), 1–16.
Sugiyono. (2015). METODE PENELITIAN DAN PENDIDIKAN: PENDEKATAN
KUANTITATIF, KUALITATIF, DAN R&D. Alfabeta.
Sutrisna, G. B. B., WayanSujana, I., & Ganing, N. N. (2019). MODEL PROJECT
BASED LEARNING BERLANDASKAN TRI HITA KARANA
BERPENGARUH TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPS.
Jurnal Adat dan Budaya, 1(2), 10.

11
Verawati & Desprayoga. (2019). SOLUSI PEMBELAJARAN 4.0: HYBRID
LEARNING. PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG, 10.
Yuliana, N. (2018). PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DI
SEKOLAH DASAR. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, 2(1),
8.

12

Anda mungkin juga menyukai