Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

STUDY TOUR MA YPI KLAMBU


DI KERATON YOGYAKARTA
14-15 MARET 2023

Diajukan untuk memenuhi


Persyaratan mengikuti Ujian Madrasah

Disusun oleh :
Nama : Afifatul Maghfiroh
Kelas : XI MIPA
NIS : 210002

MADRASAH ALIYAH
YAYASAN PERGURUAN ISLAM (YPI)
KLAMBU GROBOGAN JAWA TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

i
PENGESAHAN

Laporan Studi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu persyaratan
mengikuti Ujian Madrasah (UM) yang telah diperiksa, disetujui dan disahkan oleh
Bapak/Ibu guru pembimbing guru bahasa Indonesia dan kepala Madrasah Aliyah
Yayasan Perguruan Islam Klambu pada :

Hari :
Tanggal :

Guru bahasa Indonesia Guru pembimbing

Sulistiyowati, S.Pd Eni Mulyaningrum, S.Pd

Mengetahui,
Kepala MA YPI Klambu

Moh Kanif, S.Ag

ii
MOTTO

 Be yourself

 Let's try to be the best version of yourself

 Bersyukurlah terhadap apapun yang kita miliki saat ini

 Jangan pernah menyeplekan hal kecil

iii
PERSEMBAHAN

Laporan study tour ini, penulis persembahkan kepada :


1. Kedua orang tua yang selalu mendukujg dan menyayangi.

2. Kedua kakak yang selalu pengertian

3. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam perselesaikanya laporan ini.

4. Guru pembimbing yang telah memberi arahan dan pengetahuan dalam penyusunan
laporan ini.

5. Almamater Madrasah Aliyah Yayasan Perguruan Islam Klambu.

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memlimpahkan Rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan study
tour ini dengan baik dan lancar.
Sholawat serta salam penulis haturkan kepada beliau nabi besar, nabi
Muhammad SAW, yang dapat memberikan syafa'at nanti di Yaumul Qiyamah.
Dalam proses penyusunan karya tulis ini, penulis mendapat bimbingan dan
saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan rasa terimakasih
yang teramat dalam kepada :
1. Bapak Moh.Kanif, S.Ag selaku Kepala Madrasah Aliyah Yayasan Perguruan
Islam Klambu.
2. Ibu Sulistiyowati, S.Pd selaku guru bahasa indonesia , yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam penulisan karya ini.
3. Ibu Eni Mulyaningrum, S.Pd selaku guru pembimbing yang telah mengarahkan
kepada penulis dalam pembuatan laporan study tour ini.
4. Panitia pelaksama study tour ini.
5. Seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan study your yeng telah
mendukung dan memberi saran dalam pembuatan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
untuk itu kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi
tercapainya penulisan karya tulis yang lebih baik lagi. Akhirnya penulis berharap
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Klambu, 2023

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
HALAMAN MOTTO................................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................................iv
KATA PENGANTAR...............................................................................................v
DAFTAR ISI..............................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar belakang................................................................................................1
B. Rumusan masalah...........................................................................................1
C. Tujuan penulisan............................................................................................1
D. Manfaat penulisan..........................................................................................2
E. Metode pengumpulan data ............................................................................2
F. Sistematika penulisan ....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................4
A. Sejarah asal berdirinya keraton Yogyakarta...................................................4
B. Raja-raja penguasa Keraton Yogyakarta........................................................5
C. Sistem pemerintahan keraton Yogyakarta.....................................................8
D. Tata ruang dan bangunan kawasan inti keraton Yogyakarta..........................10
BAB III PENUTUPAN..............................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16
LAMPIRAN...............................................................................................................17
BIODATA PENULIS................................................................................................19

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keraton Yogyakarta merupakan keraton yang masih berdiri hingga saat ini
dengan memegang gelar kesultanan sebagai pemimpin keraton. Keraton Yogyakarta
berdiri sejak zaman pemerintahan Belanda, dimana saat itu sultan Hamengkubuwono
I mendirikan keraton tersebut setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755.Lokasi
keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggrahan yang bernama Garjitawati.
Kesultanan adalah suatu wilayah yang dipimpin oleh sultan yang semua
rakyatnya patuh dan tunduk pada parentah fan aturan-aturan kasultanan.Sultan
memimpin hampir hampir tiga ribu abdi dalem keraton,mengayomi dua tibuan
nelayan Yogyakarta,berkontribusi dalam bidang pendidikan, serta terlibat dalam
beragam kegiatan pengembangan seni dan budaya.
Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mulanya diselenggarakan dengan
menggunakan susunan pemerintahan warisan dari Mataram. Pemerintahan dibedakan
menjadi dua urusan besar yaitu Parentah Lebet (urusan dalam) yang juga disebut
Parentah Hageng Karaton, dan Parentah Jawi (urusan luar) yang juga disebut Parentah
Nagari.
Kawasan keraton Yogyakarta merupakan bangunan cagar budaya yang terdiri
dari serangkaian tuangan dan bangunan yang memiliki nama,fungsi,pelingkup serta
vegetasi tertentu.Serangkaian ruang-ruang tertentu didalam keraton disebut
plataran.Setiap plataran dihubungkan dengan regol dan gerbang pembatas antara
plataran satu dengan yang lainnya.
Study tour merupakan salah satu program yang dilakukan satu tahun sekali
dan wajib diikuti semua siswa kelas XI MA YPI Klambu pada tahun pelajaran
2022/2023.Study tour ini dilaksanakan pada tanggal 14-15 Maret 2023.Kegiatan ini
dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian madrasah di Madrasah
Aliyah YPI Klambu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulisan karya tulis terkait dengan
Keraton Yogyakarta, penulis memfokuskan empat hal pokok pembahasan,
diantaranya :

1
1. Bagaimanakah sejarah awal berdirinya Keraton Yogyakarta?
2. Siapa sajakah raja-raja penguasa keraton Yogyakarta?
3. Bagaimanakah sistem pemerintahan keraton Yogyakarta saat ini?
4. Bagaimanakah tata ruang dan bangunan kawasan inti keraton Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan tujuannya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah awal berdirinya keraton Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui siapa saja raja raja penguasa keraton Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem pemerintahan keraton Yogyakarta.
4. Untuk mengetahui bagaimana tata ruang dan bangunan kawasan inti keraton
Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan isi karya tulis ini penulis dan pembaca akan mendapatkan
beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat bagi penulis :
a. Untuk menambah wawasan tentang Keraton Yogyakarta.
b. Dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan suatu karya ilmiah.
2. Manfaat bagi pembaca:
a. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi pembaca dalam pembuatan laporan studi
wisata pada tahun-tahun berikutnya.

b. Memberikan informasi mengenai objek yang telah diteliti oleh manusia.


E. Metode Pengumpulan Data
Metode penulisan yang digunakan dalam memperoleh keterangan menyusun
karya tulis ini adalah :
1. Observasi (pengamatan) merupakan cara memperoleh data dengan langsung di
tempat studi.
2. Literatur merupakan metode pengumpulan data melalui informasi-informasi yang
ada dalam papan informasi, buku, dan internet.
3. Wawancara merupakan metode pencarian data secara tanya-jawab dengan pihak
setempat, contohnya tour guide yang menjadi pemandu wisata.

2
F. Sistematika penulisan
Laporan studytour ini di tulis secara sistematis, untuk lebih jelas dan mudah
memahami laporan ini yakni sebagai berikut:
 Bab I pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
 Bab II pembahasan
Berisi tentang pembahasan yang berisi sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta,
raja-raja penguasa keraton Yogyakarta, sistem pemerintahan keraton Yogyakarta,
tata ruang dan bangunan kawasan inti keraton Yogyakarta.
 Bab III penutupan
Berisi tentang kesimpulan dan saran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah berdirinya keraton Yogyakarta


Sejarah mencatat bahwa pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah kerajaan Islam
di Jawa bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan tersebut berpusat di
daerah Kota Gede (sebelah tenggara kota Yogyakarta saat ini), kemudian pindah ke
Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta. Lambat laun, kewibawaan dan kedaulatan
Mataram semakin terganggu akibat intervensi Kumpeni Belanda. Akibatnya timbul
gerakan anti penjajah di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang mengobarkan
perlawanan terhadap Kumpeni beserta beberapa tokoh lokal yang dapat dipengaruhi
oleh Belanda seperti Patih Pringgalaya. Untuk mengakhiri perselisihan tersebut
dicapai Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.
Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 (Kemis
Kliwon, 12 Rabingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa Kerajaan Mataram dibagi
menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III, sementara
Ngayogyakarta – atau lazim disebut Yogyakarta – dipimpin oleh Pangeran
Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Perjanjian Giyanti ini kemudian diikuti pula dengan pertemuan antara Sultan
Yogyakarta dengan Sunan Surakarta di Lebak, Jatisari pada tanggal 15 Februari 1755.
Dalam pertemuan ini dibahas mengenai peletakan dasar kebudayaan bagi masing-
masing kerajaan. Kesepakatan yang dikenal dengan nama Perjanjian Jatisari ini
membahas tentang perbedaan identitas kedua wilayah yang sudah menjadi dua
kerajaan yang berbeda.
Bahasan di dalam perjanjian ini meliputi tata cara berpakaian, adat istiadat,
bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain. Inti dari perjanjian ini kemudian adalah
Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk memberikan tetapan melanjutkan tradisi
lama budaya Mataram. Sementara itu, Sunan Pakubuwono III sepakat untuk
memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru. Pertemuan Jatisari
menjadi titik awal perkembangan budaya yang berbeda antara Yogyakarta dan
Surakarta.
Tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ) adalah tanggal
bersejarah untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal inilah proklamasi
4
atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dikumandangkan. Selanjutnya,
Sultan Hamengku Buwono I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada
tanggal 9 Oktober 1755.
Proses pembangunan berlangsung hingga hampir satu tahun. Selama proses
pembangunan tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga tinggal
di Pesanggrahan Ambar Ketawang. Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga
dan para pengikutnya memasuki Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756
(Kemis Pahing, 13 Sura 1682 TJ). Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa ini
ditandai dengan sengkalan memet.
B. Raja-raja yang pernah memimpin di Kesultanan Ngayogyakarta
1. Sri Sultan Hamengku Buwono (1755-1992)
Dikenal dengan nama Pangeran Mangkubumi, pendiri dan pembangun
Keraton Yogyakarta ini lahir pada tanggal 5 Agustus 1717 dengan nama Bendara
Raden Mas (BRM) Sujono. Pangeran Mangkubumi merupakan putra Sunan
Amangkurat IV melalui garwa selir yang bernama Mas Ayu Tejawati. Kelak,
sebagai peletak dasar budaya Mataram, beliau akan memberi warna dan ruh tidak
hanya bagi lingkungan keraton tetapi seluruh masyarakat Yogyakarta.Sedari
kecil, BRM Sujono dikenal sangat cakap dalam olah keprajuritan. Beliau mahir
berkuda dan bermain senjata. Selain itu, beliau juga dikenal sangat taat beribadah
sembari tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Budaya Jawa.
Berkat kecakapan itulah, ketika paman beliau yang bernama
Mangkubumi meninggal pada tanggal 27 November 1730, beliau lalu diangkat
menjadi Pangeran Lurah. Yaitu pangeran yang dituakan di antara para putera raja.
Kelak, ketika sudah dewasa, beliau juga menyandang nama yang sama dengan
pamannya BRM Sujono kemudian lebih dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi.
2. Sri Sultan Hamengku Buwono II (1792-1828)
Lahir di lereng Gunung Sindoro pada tanggal 7 Maret 1750 dari
permaisuri kedua Sri Sultan Hamengku Buwono I, ia diberi nama kecil RM.
Sundoro. Masa kecilnya dilalui bersama ibunda, Kanjeng Ratu Kadipaten, di
wilayah pengungsian akibat perang melawan VOC. Situasi tersebut kelak
membentuk karakter yang keras pada diri Sri Sultan Hamengku Buwono II.
3. Sri Sultan Hamengku Buwono III (1810 - 1814)
Beliau memiliki nama kecil Raden Mas Surojo, lahir pada tanggal 20
Februari 1769 adalah putra Sri Sultan Hamengku Buwono II dengan Gusti
5
Kanjeng Ratu Kedhaton. Dalam biografi Tan Jin Sing disebutkan bahwa beliau
adalah orang yang pendiam dan cenderung mengalah. Pada usianya yang ke 21,
tepatnya bulan Desember 1810, terjadi penyerbuan pasukan Belanda ke Keraton
Yogyakarta sebagai buntut perseteruan antara Sri Sultan Hamengku Buwono II
dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Prajurit Keraton Kasultanan
Yogyakarta mengalami kekalahan dalam peristiwa ini sehingga Sri Sultan
Hamengku Buwono II dilengserkan dari jabatannya.
4. Sri Sultan Hamengku Buwono IV (1814 - 1822)
Lahir pada tanggal 3 April 1804 dengan nama kecil Gusti Raden Mas Ibnu
Jarot, beliau ditunjuk menjadi putera mahkota saat penobatan ayahnya sebagai
sultan pada tanggal 21 Juni 1812. Tidak lama berselang, putra Sri Sultan
Hamengku Buwono III dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hageng ini naik
tahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IV pada tanggal 9 November 1814
ketika umurnya masih 10 tahun. Karena usianya yang masih belia, maka
pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV didampingi oleh wali raja. Satu-
satunya wali raja yang ditunjuk saat itu adalah Pangeran Notokusumo yang telah
bergelar Paku Alam I.
5. Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823 - 1855)
Lahir pada tanggal 20 Januari 1821, putera Sri Sultan Hamengku Buwono
IV dengan Gusti Kanjeng Ratu Kencono ini diberi nama Gusti Raden Mas Gatot
Menol. Tahun 1823, ketika ayahandanya wafat, beliau diangkat menjadi Sri
Sultan Hamengku Buwono V ketika baru menginjak usia 3 tahun. Tumbuh besar
dengan perlakuan khusus antara perasaan iba dan tanggung jawab yang besar
seperti itulah yang membentuk karakter beliau menjadi orang yang lemah lembut
dan sebisa mungkin menghindari kekerasan. Dikarenakan usia sultannya yang
masih sangat belia, maka dibentuk dewan perwalian untuk mendampingi tugas-
tugas pemerintahan.
6. Sri Sultan Hamengku Buwono VI (1855 - 1877)
Dilahirkan dengan nama Raden Mas Mustojo pada tanggal 10 Agustus
1821, beliau adalah putera dari Sri Sultan Hamengku Buwono IV dari permaisuri
Gusti Kanjeng Ratu Kencono. Pada tahun 1839 ketika sudah berganti nama
menjadi Pangeran Adipati Mangkubumi, beliau mendapat pangkat Letnan Kolonel
dari pemerintah Belanda. Kelak pangkat beliau naik menjadi Kolonel pada tahun
1847.
6
7. Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877 - 1921)
Raden Mas Murtejo, demikian nama kecil beliau, lahir pada tanggal 4
Februari 1839 dari rahim Gusti Kanjeng Ratu Sultan (Gusti Kanjeng Ratu
Hageng). Beliau adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Menginjak
usia 36 tahun beliau menggantikan posisi ayahandanya sebagai Sultan, setelah Sri
Sultan Hamengku Buwono VI mangkat. Pada tanggal 22 Desember 1877 beliau
resmi naik tahta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Di masa
pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, perkembangan industrialisasi
meningkat seiring era Tanam Paksa (Cultuur Stelsel).
8. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921 - 1939)
Rabu Wage, tanggal 03 Maret 1880, lahirlah seorang putra yang diberi
nama Gusti Raden Mas Sujadi dari rahim Gusti Kanjeng Ratu Mas. Beliau adalah
putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Setelah dewasa GRM Sujadi
bergelar Gusti Pangeran Haryo Puruboyo yang kelak dinobatkan sebagai Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII. Tahun 1920 GRM Sujadi sedang menempuh
studi di Belanda, ketika sang ayahanda Sri Sultan Hamengku Buwono VII
mengungkapkan niat untuk lengser keprabon. Mendengar hal ini, Residen
Jonquire yang menjadi wakil pemerintah Belanda di Yogyakarta, mengusulkan
kepada Gubernur Jendral van Limburg Strium agar upaya pergantian tahta
dipercepat.
9. Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1940 - 1988)
Gusti Raden Mas Dorojatun, demikian nama yang disandang beliau ketika
kecil. Dilahirkan pada tanggal 12 April 1912, beliau adalah anak kesembilan Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII dari istri kelimanya, Raden Ajeng Kustilah atau
Kanjeng Ratu Alit.
Masa muda GRM. Dorojatun dihabiskan di luar lingkungan keraton. Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII menitipkan beliau ke pasangan Belanda.
Semenjak berusia 4 (empat) tahun, beliau dititipkan di rumah keluarga Mulder,
seorang kepala sekolah NHJJS (Neutrale Hollands Javanesche Jongen School).
Pihak keluarga Mulder diberi pesan supaya mendidik GRM Dorojatun
layaknya rakyat biasa. GRM Dorojatun diharuskan hidup mandiri, tanpa
didampingi pengasuh. Nama keseharian beliaupun jauh dari kesan bangsawan
keraton. Di keluarga ini, beliau dipanggil sebagai Henkie (henk kecil).

7
C. Sistem pemerintahan Keraton Yogyakarta
1. Yang bertahta saat ini (Sri Sultan Hamengku Buwono X)

Sri Sultan Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito.


Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra
mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing
Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM.
Penobatan Hamengkubuwono X sebagai raja dilaksanakan pada tanggal 7
Maret 1989 dengan gelar resmi Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan
Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama
Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa.
Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah
memegang berbagai jabatan di antaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua
DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam
bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli
1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY. Pada 2010, bersama dengan
Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X mencetuskan pendirian Nasional
Demokrat.
2. Brigada prajurit keraton Yogyakarta

8
Saat ini, keraton memiliki sepuluh kelompok pasukan yang disebut
sebagai bregada. Jumlah seluruh prajurit cukup kecil, sekitar 600 orang.
Prajurit Keraton Yogyakarta dapat dibagi ke dalam tiga kelompok. Prajurit
yang dimiliki Kepatihan, yaitu Bregada Bugis. Prajurit yang dimiliki
Kadipaten Anom (putera mahkota), yaitu Bregada Surakarsa. Dan sisanya
dimiliki oleh keraton.
Pimpinan tertinggi dari keseluruhan bregada prajurit keraton adalah
seorang Manggalayudha atau Kommandhan/Kumendham. Sebutan
lengkapnya adalah Kommandhan Wadana Hageng Prajurit. Manggalayudha
bertugas mengawasi dan bertanggung jawab penuh atas keseluruhan pasukan.
Ia dibantu oleh seorang Pandhega (Kapten Parentah), dengan sebutan
lengkapnya Bupati Enem Wadana Prajurit, yang bertugas menyiapkan
pasukan.
Setiap pasukan atau bregada dipimpin oleh perwira berpangkat Kapten.
Kecuali bregadaBugis dan Surakarsa yang dipimpin oleh seorang Wedana .
Pandhega didampingi oleh perwira yang disebut Panji (Lurah). Perwira ini
bertugas mengatur dan memerintah keseluruhan prajurit dalam
bregada .Setiap Panji didampingi oleh seorang Wakil Panji. Sementara itu,
regu-regu dalam setiap bregada dipimpin oleh seorang bintara berpangkat
sersan.
3. Abdi dalem
Setelah diproklamasikan pada tanggal 13 Maret 1755 (29 Jumadilawal
1680 TJ), Karaton Yogyakarta membutuhkan aparatur negara yang berasal
dari golongan sipil maupun militer.Abdi Dalem bertugas sebagai pelaksana
operasional di setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan. Abdi Dalem juga
merupakan abdi budaya. Abdi budaya adalah orang yang bisa dan mampu
memberi suri tauladan bagi masyarakat luas.
Ciri khas Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terletak pada pakaian.
Pakaian atau busana khas Abdi Dalem disebut peranakan. Bahasa yang
digunakan antar para abdi dalem adalah Bahasa“Bagongan. Dengan bahasa
Bagongan, komunikasi antar Abdi Dalem kemudian tidak mengenal perbedaan
derajat dan pangkat.
Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
Punakawan dan Kaprajan. Abdi Dalem Punakawan merupakan abdi yang
9
berasal dari kalangan masyarakat umum. Abdi Dalem kaprajan adalah tenaga
operasional yang menjalankan tugas keseharian di dalam keraton.
Sebelum secara resmi disahkan menjadi Abdi Dalem, calon Abdi
Dalem akan menjalani proses magang selama 2 tahun. Setelah dinilai layak
untuk menjadi Abdi Dalem baru kemudian diangkat melalui wisuda. Wisuda
Abdi Dalem dilaksanakan setiap 2 kali setahun, yaitu pada bulan Bakda Mulud
dan Syawal.
Alasan utama menjadi Abdi Dalem umumnya adalah untuk
mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan batin. Ada juga yang dilandasi
oleh rasa terimakasih sudah diperbolehkan tinggal di tanah milik Sultan. Selain
itu, faktor lain yang ingin diperoleh dari menjadi Abdi Dalem adalah untuk
mendapatkan berkah Dalem.Abdi Dalem yang sudah tidak mampu lagi
menjalankan tugas karena usia lanjut, kesehatan, dan sebab-sebab lain akan
menjalani proses pemberhentian yang disebut miji.
D. Tata ruang dan Bangunan Kawasan Inti Keraton Yogyakarta
Kawasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bangunan cagar
budaya yang terdiri dari serangkaian ruang dan bangunan yang memiliki nama,
fungsi, pelingkup serta vegetasi tertentu. Serangkaian ruang-ruang terbuka di dalam
keraton disebut plataran. Setiap plataran dihubungkan dengan regol atau gerbang yang
merupakan pembatas antara plataran satu dengan yang lainnya.
1. Pagelaran dan Sitihinggil Lor
Pagelaran dan Sitihinggil merupakan plataran pertama yang terletak tepat
di sebelah selatan Alun-Alun Utara. Pagelaran merupakan area paling depan, di
mana pada masa lampau berfungsi sebagai tempat para Abdi Dalem menghadap
Sultan ketika upacara-upacara kerajaan. Dalam memimpin upacara kerajaan,
Sultan berada di Sitihinggil. Sitihinggil berasal dari bahasa Jawa “siti” yang
artinya tanah atau area, serta “hinggil” yang artinya tinggi.
Sitihinggil merupakan tanah atau area yang ditinggikan karena memiliki
fungsi filosofis penting sebagai tempat resmi kedudukan Sultan saat miyos dan
siniwaka. Miyos adalah kondisi dimana Sultan beserta pengiringnya
meninggalkan kediamannya sedangkan Siniwaka adalah ketika Sultan Lenggah
Dampar atau duduk di singgasana. Pada area Pagelaran terdapat beberapa
bangunan yaitu:
1. Bangsal Pagelaran
10
2. Bangsal Pangrawit
3. Bangsal Pengapit (Pengapit Wetan dan Pengapit Kilen)
4. Bangsal Pemandengan (Pemandengan Wetan dan Pemandengan Kilen)
5. Bangsal Pacikeran (Pacikeran Wetan dan Pacikeran Kilen)
Sedangkan beberapa bangunan yang terdapat pada kawasan Sitihinggil Lor
adalah sebagai berikut:
1. Bangsal Sitihinggil
2. Bangsal Manguntur Tangkil
3. Bangsal Witana
4. Bangsal Kori (Kori Wetan dan Kori Kilen)
5. Bale Bang
6. Bale Angun-angun
7. Bangsal Pacaosan
Pada plataran ini terdapat Regol Brajanala yang menghubungkan Plataran
Sitihinggil Lor dengan Plataran Kamandungan Lor.

2. Kamandungan Lor
Kamandungan Lor merupakan plataran kedua yang hanya terdiri dari
beberapa bangunan. Adapun bangunan yang terdapat di Kamandungan Lor
adalah:
1. Bangsal Pancaniti
2. Bale Anti Wahana
3. Bangsal Pacaosan
Kamandungan Lor sering disebut Plataran Keben, karena terdapat beberapa
pohon besar bernama pohon keben. Regol penghubung dari Kamandungan Lor ke
plataran selanjutnya adalah Regol Kamandungan atau Regol Srimanganti.

3. Srimanganti

Plataran selanjutnya adalah Plataran Srimanganti. Pada plataran ini,


terdapat bangunan utama yang terletak di sisi barat yaitu Bangsal Srimanganti yang
saat ini berfungsi untuk mementaskan kesenian budaya Keraton Yogyakarta dan
digunakan pula sebagai tempat Sultan menjamu tamu. Di sisi timur Bangsal
Srimanganti terdapat Bangsal Trajumas yang pada saat ini digunakan untuk

11
menyimpan beberapa benda pusaka milik Keraton Yogyakarta. Selain itu di
Plataran Srimanganti terdapat bangunan pendukung lainnya, yaitu:

1. Bangsal Pacaosan
2. Kantor Keamanan Kraton (security)
3. Kantor Tepas Dwarapura dan Tepas Halpitapura
Regol penghubung antara Plataran Srimanganti dengan plataran
selanjutnya, atau Plataran Kedhaton, adalah Regol Danapratapa.
4. Kedhaton
Kedhaton merupakan plataran utama yang memiliki tataran hirarki
tertinggi. Kedhaton merupakan pusat dari kawasan Keraton Yogyakarta. Pada area
ini terdapat dua bangunan utama yaitu Bangsal Kencana dan Gedhong Prabayeksa.
Kedua bangunan ini merupakan bangunan yang dianggap paling sakral. Bangsal
Kencana merupakan bangunan yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara-
upacara penting, sedangkan Gedhong Prabayeksa digunakan untuk menyimpan
pusaka-pusaka utama Keraton Yogyakarta. Bangunan lain yang ada di Plataran
Kedhaton ini adalah:
1. Bangsal Manis
2. Bangsal Kotak
3. Gedhong Jene
4. Gedhong Kantor Parentah Hageng
5. Gedhong Danartapura
6. Kasatriyan
7. Museum HB IX
8. Kaputren
9. Masjid Panepen
10. Kraton Kilen
Regol penghubung yang ada di Plataran Kedhaton dengan bagian
berikutnya bernama Regol Kemagangan. Regol ini menghubungkan Plataran
Kedhaton dengan Plataran Kemagangan.
5. Kemagangan

12
Pada plataran ini terdapat beberapa bangunan yaitu Bangsal Kemagangan,
Panti Pareden dan Bangsal Pacaosan. Bangsal Kemagangan dahulu berfungsi
sebagai tempat berlatih para Abdi Dalem. Pada saat ini Bangsal Kemagangan
digunakan untuk pementasan wayang kulit maupun beberapa kegiatan lainnya.
Pada sisi barat dan timur terdapat Panti Pareden yang berfungsi sebagai tempat
pembuatan gunungan untuk upacara Garebeg. Sedangkan Bangsal Pacaosan
digunakan sebagai tempat penjagaan (caos) Abdi Dalem untuk menjaga keamanan.
Regol yang menghubungkan Plataran Kemagangan dengan plataran selanjutnya
(Kamandungan Kidul) bernama Regol Gadhung Mlati.
6. Kamandungan Kidul
Pada plataran ini terdapat dua bangsal yaitu Bangsal Kamandungan dan
Bangsal Pacaosan. Bangsal Kamandungan merupakan salah satu bangsal tertua
yang berada di kawasan keraton. Bangsal ini diboyong oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono I dari Desa Karangnongko, Sragen atau yang dahulu bernama Sukowati.
Dahulu bangunan tersebut merupakan tempat tinggal beliau pada saat perang
melawan VOC. Pada plataran ini juga terdapat regol yang menghubungkan dengan
Sitihinggil Kidul yaitu Regol Kamandungan Kidul.
7. Sitihinggil Kidul
Sitihinggil Kidul dahulu berfungsi sebagai tempat raja menyaksikan latihan
para prajurit sebelum upacara Garebeg. Pada tahun 1956 di lokasi tempat
Sitihinggil Kidul dibangun Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai monumen
peringatan 200 tahun berdirinya Keraton Yogyakarta.

13
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Penulisan laporan ini dapat di simpulkan beberapa kesimpulan di antaranya
sebagai berikut:
1. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I
beberapa bulan setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini
konon adalah bekas sebuah pesanggrahan yang bernama Garjitawati.
Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja
Mataram (Kartasura dan Surakarta ) yang akan dimakamkan di Imogiri.

2. Raja-raja penguasa keraton Yogyakarta diantaranya, Sri Sultan Hamengku


Buwono I, Sri Sultan Hamengku Buwono II, Sri Sultan Hamengku Buwono III,
Sri Sultan Hamengku Buwono IV, Sri Sultan Hamengku Buwono V, Sri Sultan
Hamengku Buwono VI, Sri Sultan Hamengku Buwono VII, Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan sekarang dipimpin oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono X.

3. Saat ini pemerintahan keraton Yogyakarta dipimpin Sri Sultan Hamengku


Buwono X sejak tahun 1989-sekarang. Dijaga oleh seorang prajurit yang disebut
bregada. Abdi dalem merupakan seorang yang dengan sukarela mengabdikab diri
pada keraton dengan tugas pelaksana operasional dan juga abdi budaya.

4. Kawasan Karaton Yogyakarta merupakan bangunan cagar budaya yang terdiri


dari serangkaian ruang dan bangunan yang memiliki nama, fungsi, pelingkup serta
vegetasi tertentu. Serangkaian ruang-ruang terbuka di dalam keraton
disebut plataran. Setiap plataran dihubungkan dengan regol atau gerbang yang
merupakan pembatas antara plataran satu dengan yang lainnya.

14
B. Saran

Setelah menyelesaikan penulisan laporan atau karya tulis ini, penulis akan
membagikan saran-saran yang bersifat membangun, antara lain:

1. Bagi pembaca yang masih penasaran dengan cuplikan sederhana ini


diharapkan agar dapat mengunjungi Situs keraton Yogyakarta.
2. Bagi pembaca jika berkunjung ke Situs keraton Yogyakarta untuk tidak
mengotori, membuang sampah sembarangan , dan merusak fasilitas yang ada.
3. Bagi pengelola Situs Keraton Yogyakarta agar menjaga kelestarian bangunan
dan budaya dalam keraton Yogyakarta.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Asysyifa, Mutia.2022. Laporan study tour MA YPI Klambu di keraton Ratu Boko

 https://id.m.wikipedia.org

 https://www.kratonjogja.id

 https://terasmalioboro.jogjaprov.go.id

 https://borobudurwriters.id

 https://www.merdeka.com

16
LAMPIRAN-LAMPIRAN

17
18
BIODATA PENULIS

Nama : Afifatul Maghfiroh


NIS : 210002
Alamat : Dsn.Keyongan, Rt/Rw 01/05 Desa Penganten, Kecamatan
Klambu, Kabupaten Grobogan
Tempat, Tanggal lahir : Grobogan, 23 Agustus 2006
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Pelajar
Riwayat Pendidikan : SD N 1 Penganten
SMP N 1 Klambu
MA YPI Klambu

19

Anda mungkin juga menyukai