Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

1. Pengertian

Sistem kardiovaskuler adalah kumpulan organ yang bekerja sama untuk


melakukan fungsi transportasi dalam tubuh manusia. Sistem ini bertanggung
jawab untuk mentransportasikan darah, yang mengandung nutrisi, bahan sisa
metabolisme, hormone, zat kekebalan tubuh, dan zat lain ke seluruh tubuh.
Sehingga, tiap bagian tubuh akan mendapatkan nutrisi dan dapat membuang sisa
metabolismenya ke dalam darah. Dengan tersampainya hormone ke seluruh
bagian tubuh, kecepatan metabolisme juga akan dapat diatur. Sistem ini juga
menjamin pasokan zat kekebalan tubuh yang berlimpah pada bagian tubuh yang
terluka, baik karena kecelakaan atau operasi, dengan bertujuan mencegah infeksi
di daerah tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa sistem kardiovaskuler
memiliki fungsi utama untuk mentransportasikan darah dan zat-zat yang
dikandungnya ke seluruh bagian tubuh (Griadhi, 2019).

2. Jantung

Jantung terletak di rongga dada (thorax), dan cenderung terletak di sisi kiri.
Pada kelainan dekstrokardia jantung justru terletak di sisi sebelah kanan. Jantung
dikelilingi oleh pembuluh darah besar dan organ paru, dan timus di bagian
depannya. Jantung terdiri dari empat ruang jantung yang dipisahkan oleh sekat-
sekat jantung. Empat ruang jantung tersebut adalah : Atrium kanan, Atrium kiri,
Ventrikel kanan, Ventrikel kiri.

Ruang jantung ini terbentuk karena adanya sekat interventrikuler dan sekat
atrioventrikuler. Pada sekat atrioventrikuler terdapat dua buah katup jantung,
yaitu katup trikuspidalis dan katup bicuspidalis. Disebut trikuspidalis karena
terdiri dari tiga lempengan katup, dan disebut bicuspidalis karena terdiri dari dua
buah lempengan katup. Atrium kanan dan kiri memiliki ukuran yang sama,
demikian juga ventrikel kanan dan kiri. Atrium dibatasi oleh otot jantung dan sekat
yang tipis, sedangkan bagian ventrikel dibatasi oleh otot jantung dan sekat
interventrikuler yang tebal. Empat ruang jantung ini dilapisi oleh lapisan endotel,
endocardium, myocardium, dan dua lapisan pericardium (bagian dalam = bagian
visceral dan bagian luar = bagian parietal).

Katup jantung sesungguhnya merupakan perluasan cincin fibrosa


atrioventrikuler, yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang dilapisi endotel pada
kedua sisi. Darah mengalir di dalam jantung ke satu arah, dari sisi kanan ke sisi
kiri. Hal ini dimungkinkan karena adanya katup-katup jantung yang akan
mencegah aliran darah balik. Katup-katup ini hanya mengijinkan darah mengalir
dari atrium kanan ke ventrikel kanan; dan dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Darah
di dalam jantung mengalir dalam satu arah. Dari atrium kanan darah akan
mengalir ke ventrikel kanan, darah ini mengandung oksigen yang rendah, dan
banyak mengandung CO2. Kemudian darah dialirkan ke paru melalui arteri
pulmonalis, untuk mendapatkan Oksigen (oksigenasi). Dari paru-paru darah
kembali ke atrium kiri jantung melalui vena pulmonalis, darah ini kaya akan
oksigen karena telah mengalami oksigenasi di paru. Dari atrium kiri dialirkan ke
ventrikel kiri, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.

Darah yang didorong ke dalam aorta tidak hanya bergerak maju tetapi akan
mengakibatkan peregangan pembuluh darah. Peregangan ini menimbulkan
gelombang bertekanan yang akan berjalan sepanjang arteri. Gelombang
bertekanan yang meregangkan dinding arteri di sepanjang perjalanannya kita
kenal sebagai denyut. Kecepatan perjalanan gelombang ini tidak tergantung pada
kecepatan aliran darah dan memiliki kecepatan yang jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kecepatan aliran darah. Kecepatannya kira-kira 4 m per
detik di aorta, 8 m per detik pada arteri besar, dan 16 m per detik pada arteri
kecil. Sehingga denyut yang teraba pada arteri radialis terjadi dalam waktu 0,1
detik setelah ejeksi ventrikel.

Tedapat perbedaan tekanan dan kecepatan aliran darah pada tiap bagian
pembuluh darah, baik pada sirkulasi arteri ataupun sirkulasi vena dan kapiler.
Kecepatan aliran darah berbeda-beda pada tiap fase, tinggi pada saat sistolik dan
mencapai kecepatan paling rendah pada saat diastolic. Peregangan dari dinding
pembuluh darah sewaktu sistolik akan membantu mempertahankan aliran darah
tetap maju pada saat diastolik. Kecepatan di bagian aorta tertinggi adalah 120 cm
per detik hingga kecepatan negatif pada saat diastolic. Rerata kecepatannya adalah
40 cm per detik. Tekanan pada aorta dan arteri besar lainnya meningkat pada saat
sistolik hingga 120 mmHg dan turun hingga 70 mmHg pada saat diastolic. Secara
umum tekanan arteri akan ditulis sebagai tekanan sistolik / tekanan diastolic,
missal 120 / 70 mmHg. Tekanan nadi adalah selisih dari tekanan sistolik dan
tekanan diastolic, normal sekitar 50 mmHg. Tekanan ratarata adalah tekanan rata-
rata sepanjang siklus jantung, tekanan ini sedikit lebih rendah dari nilai tengah
antara tekanan sistolik dan diastolic.

Gravitasi akan memberikan pengaruh terhadap tekanan darah arteri, tekanan di


atas jantung akan menurun dan tekanan di setiap bagian di bawah jantung akan
meningkat. Besar pengaruh gravitasi ini adalah sebesar 0,77 mmHg per cm.
Contohnya bila pada posisi berdiri tekanan setinggi jantung adalah sebesar 100
mmHg, maka tekanan pada kepala (50 cm di atas jantung) adalah sebesar 62
mmHg. Sedangkan, pada bagian kaki 105 cm di bawah jantung adalah 180
mmHg. Pengaruh gravitasi pada tekanan darah vena adalah sama.

(Griadhi, 2019).

B. Konsep Lansia

1. Pengertian

Lanjut usia adalah proses natural yang tidak bisa dihindari. Terus menjadi
bertambahnya umur, guna badan hadapi kemunduran menyebabkan lanjut usia
lebih gampang tersendat kesehatannya, baik kondisi raga ataupun kesehatan jiwa
(Rohadi et al., 2019).

Lansia adalah proses alamiah yang terjadi pada seseorang karena telah
memasuki tahap akhir dari fase kehidupan, proses ini terjadi secara
berkesinambungan dimana ketika seseorang mengalami beberapa perubahan yang
mempengaruhi fungsi dan kemampuan seluruh tubuh yang disebut dengan proses
penuaan (Mawaddah, 2020).

2. Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2019) klasifikasi lansia terdiri dari :

a. Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.


c. Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.

d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Ciri – ciri Lansia

Ciri – ciri lansia menurut Supriadi & Neni (2020):

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia
yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.

4. Proses Menua (aging process)

Proses penuaan (aging process) ialah proses yang natural yang di isyarati
dengan terdapatnya menyusutnya ataupun berubahnya keadaan raga, psikologis
ataupun social pada dikala lansia berhubungan dengan orang lain. Proses menua
bisa merendahkan keahlian kognitif serta penyusutan kognitif serta energi ingat
(Kuswati et al. 2020).

Lanjut usia terjalin pergantian secara fisiologis, kogntif serta kesehatan


psikologis hendak terdampak berkurangnya keahlian penuhi kebutuhan
fungsional, kecemasan,menarik diri, serta ketidakmampuan buat mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebutuhannya. pergantian raga meliputi
pergantian penampilan, pergantian sistem organ badan dalam yang berbeda,
pergantian terhadap guna psikologis, pergantian seksualitas serta penampilan,
pergantian pada sistem syaraf (Pamudi et al. 2018).

5. Perubahan yang terjadi pada lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara


degeneratif yang biasanya akan berdampak pada perubahan- perubahan pada jiwa
atau diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
sosial dan sexual (National & Pillars, 2020).

a. Perubahan fisik

Dimana banyak sistem tubuh kita yang mengalami perubahan seiring umur
kita seperti:
1) Sistem Indra Sistem pendengaran

Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya


kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.

b. Perubahan Kognitif

Banyak lansia mengalami perubahan kognitif, tidak hanya lansia


biasanya anak- anak muda juga pernah mengalaminya seperti: Memory (Daya
ingat, Ingatan)

c. Perubahan Psikososial

Sebagian orang yang akan mengalami hal ini dikarenakan berbagai masalah
hidup ataupun yang kali ini dikarenakan umur seperti:

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit
fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.

2) Gangguan Cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas


umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguan - gangguan tersebut merupakan kelanj
2q1ayn dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian
mendadak dari suatu obat.

3) Gangguan Tidur

Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya


mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood
depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan
penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam
atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan. dengan seseorang yang
lama tidurnya antara 7-8 jam per hari. Berdasarkan dugaan etiologinya,
gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur
primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat
kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.

C. Konsep Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi merupakan suatu keadaan medis yang cukup serius dimana secara
signifikan dapat meningkatkan risiko penyakit hati, otak, ginjal, jantung, dan
penyakit lainnya. Hipertensi dapat terjadi apabila tekanan darah lebih besar dari
dinding arteri dan pembuluh darah itu sendiri (WHO, 2019).

Hipertensi adalah tekanan darah 140/90 mmHg ke atas, diukur di kedua lengan
tiga kali dalam jangka beberapa minggu (Alifariki, 2020)

Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah yang
tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal jantung,
serangan jantung, kerusakan ginjal (Sudayasa et al., 2020).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Dimana Hiper yang artinya berebihan, dan Tensi yang artinya
tekanan/tegangan, jadi hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran
darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal (Musakkar
& Djafar, 2021).

2. Etiologi

Beberapa etiologi hipertensi menurut Musakkar & Djafar (2021):

a. Keturunan

Seseorang yang memiliki orangtua atau saudara pengidap hipertensi


besar kemungkinan orang tersebut menderita hipertensi.

b. Usia

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambah usia


seseorang maka tekanan darah pun akan meningkat.

c. Garam

Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa


orang.

d. Kolesterol

Kandungan lemak yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan


timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
pembuluh darah menyempit dan tekanan darah pun akan meningkat.

e. Obesitas/kegemukan

Orang yang memiliki 30% dari berat badan ideal memiliki risiko lebih
tinggi mengidap hipertensi.

f. Stress

Stres merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana


hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten
(tidak menentu).

g. Rokok
Merokok dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi, jika merokok
dalam keadaan menderita hipertensi maka akan dapat memicu penyakit yang
berkaitan dengan jantung dan darah.

h. Kafein

Kafein yang terdapat pada kopi, teh, ataupun minuman bersoda dapat
meningkatkan tekanan darah.

i. Alkohol

Mengonsumsi alkohol yang berlebih dapat meningkatkan tekanan


darah.

j. Kurang olahraga

Kurang berolahraga dan bergerak dapat meningkatkan tekanan darah,


jika menderita hipertensi agar tidak melakukan olahraga berat.

3. Jenis Hipertensi

Ada 2 macam hipertensi menurut Musakkar & Djafar (2021):

a. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang sebagian besar tidak


diketahui penyebabnya. Sekitar 10-16% orang dewasa yang mengidap
penyakit tekanan darah tinggi ini.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.


Sekitar 10 % orang yang menderita hipertensi jenis ini.

4. Klasifikasi

Klasifikasi Hipertensi menurut Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (2019) :

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi


KATEGORI TEKANAN DARAH TEKANAN DARAH
SISTOLIK DIASTOLIK

Optimal <120 <80


Normal 120-129 80-84
Normal – Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥180 ≥110
Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥140 <90

Sumber : 2019 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Hipertensi Menurut Salma (2020):

a. Sakit kepala (biasanya pada pagi hari sewaktu bangun tidur)

b. Bising (bunyi “nging”) di telinga

c. Jantung berdebar-debar

d. Pengelihatan kabur

e. Mimisan

f. Tidak ada perbedaan tekanan darah walaupun berubah posisi.

6. Patofisiologi

Hipertensi berhubungan dengan penebalan dinding pembuluh darah dan


hilangnya elastisitas dinding arteri. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi
perifer, yang membuat jantung berdetak lebih kuat, dengan demikian mengatasi
resistensi yang lebih tinggi. Akibatnya aliran darah ke organ vital seperti jantung,
otak, dan ginjal akan berkurang atau berkurang (Medika. et al., 2020).

Selain itu, mekanisme yang mengontrol vasokonstriksi dan relaksasi terletak di


pusat vasomotor di medula otak. Dari pusat vasomotor ini, jalur saraf simpatis
meluas ke bawah sumsum tulang belakang dan meninggalkan kolom saraf
simpatis sumsum tulang belakang di rongga dada dan perut. Stimulasi vasomotor
sentral diberikan dalam bentuk denyut yang berjalan ke sistem saraf simpatis
untuk mencapai ganglia simpatis. Pada saat ini, neuron preganglionik melepaskan
asetilkolin, yang menstimulasi serabut saraf postganglionik ke pembuluh darah,
dimana pelepasan norepinefrin menyebabkan vasokonstriksi. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriksi. Pasien dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak jelas mengapa hal ini terjadi. Sementara
sistem saraf simpatis menstimulasi pembuluh darah sebagai respons terhadap
rangsangan emosional, kelenjar adrenal juga terstimulasi, menghasilkan aktivitas
vasokonstriktor tambahan. Medula adrenal mengeluarkan adrenalin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mengeluarkan kortisol dan steroid
lain, yang dapat memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah.
Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran ke ginjal, yang menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I, yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang
efektif, yang selanjutnya merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air di tubulus ginjal,
yang menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Semua faktor tersebut
cenderung berkontribusi pada keadaan hipertensi (Rahayu et al., 2021).

Untuk pertimbangan geriatri, perubahan struktur dan fungsi sistem pembuluh


darah perifer bertanggung jawab atas perubahan tekanan darah di usia tua.
Perubahan ini termasuk aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan pembuluh darah untuk mengembang dan meregang. Akibatnya, aorta
dan aorta kurang mampu beradaptasi dengan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung (stroke volume), yang mengakibatkan berkurangnya kelainan jantung dan
peningkatan resistensi perifer (Rahayu et al., 2021).
7. Pathways

(Riski, 2020)

Gambar 2. 1 Pathwyas Hipertensi


8. Komplikasi

Komplikasi Hipertensi menurut Septi Fandinata (2020):

a. Payah jantung

Kondisi jantung yang tidak lagi mampu memompa darah untuk


memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan pada otot
jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke

Tekanan darah yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan pembuluh darah


yang sudah lemah pecah. Jika hal ini terjadi pada pembuluh darah otak maka
akan terjadi pendarahan pada otak dan mengakibatkan kematian. Stroke bisa
juga terjadi karena sumbatan dari gumpalan darah di pembuluh darah yang
menyempit.

c. Kerusakan ginjal

Menyempit dan menebalnya aliran darah menuju ginjal akibat


hipertensi dapat mengganggu fungsi ginjal untuk menyaring cairan menjadi
lebih sedikit sehingga membuang kotoran kembali ke darah.

d. Kerusakan pengelihatan

Pecahnya pembuluh darah pada pembuluh darah di mata karena


hipertensi dapat mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur, selain itu
kerusakan yang terjadi pada organ lain dapat menyebabkan kerusakan pada
pandangan yang menjadi kabur.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara


langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung. Dampak
terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan
kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian penderita akibat
komplikasi hipertensi yang dimilikinya.
9. Pencegahan

Pencegahan hipertensi yang dapat dilakukan menurut Ernawati (2020):

a. Mengurangi asupan garam (kurang dari 5 gram setiap hari)

b. Makan lebih banyak buah dan sayuran

c. Aktifitas fisik secara teratur

d. Menghindari penggunaan rokok

e. Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh

f. Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam makanan

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis menurut Wardana et al.,


(2020):

1. Pengaturan diet

a. Diet rendah garam dan rendah garam mengurangi rangsangan sistem


renin-angiotensin, sehingga memiliki potensi anti hipertensi. Asupan
natrium yang dianjurkan adalah 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 g /
hari.

b. Diet tinggi kalium, kandungan kalium yang tinggi dalam makanan bisa
menurunkan tekanan darah, namun mekanismenya belum jelas. Pemberian
kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang diyakini
dimediasi oleh oksidan di dinding pembuluh darah

c. Diet kaya buah dan sayuran

d. Diet rendah kolesterol dapat mencegah penyakit jantung coroner

2. Penurunan berat badan

Pada sebagian orang, mengatasi obesitas dengan menurunkan berat


badan dapat menurunkan tekanan darah, yang dapat dicapai dengan
mengurangi beban kerja jantung dan jumlah serangan stroke. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan terjadinya
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Oleh karena itu, penurunan berat badan
merupakan cara yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

3. Olahraga teratur

Olahraga teratur (seperti jalan kaki, lari, berenang, bersepeda) sangat


bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kondisi
jantung. Sangat disarankan untuk melakukan olahraga rutin selama 30 menit
3-4 kali seminggu. Olahraga akan meningkatkan kadar HDL dan dapat
menurunkan pembentukan aterosklerosis akibat tekanan darah tinggi

4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok
dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi. Karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

5. Terapi oksigen

6. Pemantauan hemodinamik

7. Pemantauan jantung

8. Obat-obatan : Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone,


Dyrenium Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.

9. Terapi Relaksasi, salah satunya yaitu Hidroterapi rendam kaki air hangat.

11. Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat membantu memastikan diagnosis


hipertensi dan harus mencakup :

a. Sirkulasi dan jantung: Denyut nadi / ritme / karakter, denyut / tekanan vena
jugularis, denyut apeks, bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer,
bising (karotis, abdominal, femoralis), keterlambatan radio-femoralis.

b. Organ / sistem lain: Ginjal membesar, lingkar leher> 40 cm (obstructive sleep


apnea), pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI) / lingkar
pinggang, timbunan lemak dan striae berwarna (penyakit / sindrom Cushing).
(Unger et.al., 2020)

D. Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat

1. Pengertian

Hidropati (hydropathy) adalah metode pengobatan menggunakan air untuk


mengobati atau meringankan kondisi yang menyakitkan dan merupakan metode
terapi dengan pendekatan “lowtech” yang mengandalkan pada respon respon
tubuh terhadap air. Hidroterapi rendam air hangat merupakan salah satu jenis
terapi alamiah yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi
edema, meningkatkan relaksasi otot, menyehatkan jantung, mengendorkan otot
otot, menghilangkan stress, nyeri otot, meringankan rasa sakit, meningkatkan
permeabilitas kapiler, memberikan kehangatan pada tubuh sehingga sangat
bermanfaat untuk terapi penurunan tekanan darah pada Hipertensi (Uliya &
Ambarwati, 2020).

Terapi relaksasi dengan menggunakan air atau hydrotherapy merupakan


penggunaan air untuk mengatasi berbagai masalah, dimana air bermanfaat untuk
menjadikan tubuh lebih rileks, mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Secara ilmiah
air hangat dapat memperlancar sirkulasi darah, dengan demikian penderita
hipertensi tidak hanya mengkonsumsi obat obatan, tetapi juga bisa menggunakan
alternatif terapi non farmakologi rendam air hangat dengan campuran garam
selain biaya yang murah dan mudah sekali didapat dan bisa dilakukan dirumah
(Liszayanti, 2019).

2. Manfaat Terapi

Manfaat dari merendam kaki dengan air hangat memiliki manfaat untuk
meningkatkan suhu tubuh secara menyeluruh. Hal ini dapat membuat tubuh dan
pikiran menjadi rileks sehingga bisa terbebas dari stres setelah beraktivitas.
Hidroterapi mempunyai berbagai macam manfaat lain selain menurunkan
hipertensi yaitu seperti meredakan otot, menenangkan otot yang cedera, baik
untuk imunitas, hidroterapi juga berguna untuk detox dan bagus untuk kesehatan
kulit. Hidroterapi dengan air hangat merupakan salah satu jenis terapi yang
mampu menstabilkan serta menurunkan tekanan darah secara fisiologis. Manfaat
air hangat dapat melebarkan pembuluh darah kapiler (Widyaswara, et.al, 2022)

3. Tekhnik Terapi

Pada penelitian Widyaswara et.al (2022) Hasil penelitian menunjukkan pada


kelompok intervensi yang dilakukan terapi rendam kaki air hangat terdapat
perbedaan tekanan darah sistolik yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi,
namun tidak pada tekanan diastolik. Sementara pada kelompok kontrol yang
hanya meminum obat anti hipertensi terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan
diastolik. Terdapat perbedaan sistolik dan diastolik pada kelompok intervensi dan
kontrol. Artinya meskipun pada tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi
tidak ada penurunan yang signifikan namun masih lebih baik dibandingkan
kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa Ada perbedaan yang signifikan pada
tekanan darah setelah dilakukan terapi rendam kaki air hangat pada lansia
hipertensi.

Prosedur Terapi Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat :

Persiapan Alat & Bahan :

a) Baskom

b) Air hangat 39oC-40oC

c) Kain/Handuk

d) Sphygmomanometer

e) Stetoschope

SOP :

Fase Pra Interaksi

1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Menyiapkan diri perawat

Fase Orientasi

1. Mengucapkan salam dan menyapa klien


2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur

4. Menanyakan kesiapan klien

Fase Kerja

1. Menjaga privasi klien

2. Mencuci tangan sebelum tindakan

3. Menanyakan kenyamanan pasien

4. Menganjurkan pasien untuk duduk

5. Mengukur tekanan darah klien sebelum dilakukan rendam kaki menggunakan


sphygmomanometerdan stetoschope

6. Menuangkan air mendidih ke baskom yang di campur air dingin sebanyak 3


liter

7. Air hangat bersuhu sekitar 39oC-40oC

8. Selanjutnya masukan kaki klien ke dalam baskom yang sudah terisi air
hangat. Biarkan selama 15 menit.

9. Setelah 15 menit angkat kaki dan keringkan dengan kain atau handuk

10. Merapikan alat yang sudah digunakan

11. Mencuci tangan

12. Mengukur tekanan darah klien setelah dilakukan rendamkaki menggunakan


sphygmomanometer dan stetoschope

Fase Terminasi

1. Mengevaluasi perasaan klien setelah dilakukan Tindakan

2. Menyampaikan hasil prosedur setelah dilakukan Tindakan

3. Memberikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

4. Melakukan kontrak waktu untuk tindakan selanjutnya


5. Mengakhiri kegiatan degan memberikan salam danberpamitan

Fase Dokuentasi

1. Dokumentasi hasil dari kegiatan

2. Tulis tanggal pelaksanaan

3. Nama dan tanda tangan perawat yang melakukan

E. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Hipertensi

1. Pengkajian

Menurut Handa Gustiawan (2019) yang perlu dikaji ialah :

a. Identitas

Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur, agama,


jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir,
tanggal masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien.

b. Riwayat Masuk Panti

Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses


sehingga dapat bertempat tinggal di panti.

c. Riwayat Keluarga

Menggambarkan sebuah hubungan keluarga (kakek, nenek, orang tua,


saudara kandung, pasangan, dan anak-anak).

d. Riwayat Pekerjaan

Menjelaskan dimana pekerjaan sekarang, pekerjaan sebelumnya, dan


mendapatan uang dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.

e. Riwayat Lingkup Hidup

Memiliki gambaran tempat tinggal, berapa kamar yang diinginkan,


berapa orang yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.

f. Riwayat Rekreasi

Meliputi : hoby/peminatan, keanggotaan organisasi, dan liburan.


g. Sumber/Sistem Pendukung

Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan


seperti dokter, perawat atau klinik

h. Deskripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur

Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien


lansia dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual
ataupun aktivitas sebelum tidur.

i. Status Kesehatan Sekarang

Ada beberapa status kesehatan umum ketika setahun yang lalu, status
kesehatan umum ketika 5 tahun yang lalu, keluhan yang utama, serta
pendidikan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.

j. Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan fisik ialah suatu proses pemeriksaan tubuh pasien pada ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menentukan adanya gejala dari
sebuah penyakit dengan teknik inpeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.

1) Pada pemeriksaan kepala dan leher yaitu melihat bentuk kepala, warna
rambut, bentuk wajah, kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea
mata,konjungtiva serta sclera, pupil serta iris, ketajaman penglihatan,
tekanan bola mata, cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan
menilai ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran, kondisi gigi, gusi serta bibir, kondisi lidah,
palatum serta osofaring, keberadaan trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena
jugularis serta denyut nadi karotis.

2) Selanjutnya pemeriksaan payudara yakni inspeksi terdapat atau tidak


kelainan berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla
mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah
ada pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada
benjolan, adanya pembengkakan kelenjar getah bening, lalu disertai
dengan pengkajian nyeri tekan)
3) Pemeriksaan thoraks yakni inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(simetris dada, menggunakan otot bantu pernafasan, pola nafas),
palpasi(nilai vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah
terdapat kelainan), dan auskultasi (menilai bunyi nafas dan adanya bunyi
nafas tambahan).

4) Pemeriksaan jantung yaitu inpeksi serta palpasi (mengamati ada tidaknya

pulsasi serta ictus kordis), perkusi (tentukan batasan jantung untuk ukuran
jantung), auskultasi (mendengar suara jantung, suara jantung adanya
penambahan atau tidak bising/murmur)

5) Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan


berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah,
warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi (bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (ada atau tak
nyeri tekan, benjolan/massa, besarnya hepar dan lien) dan perkusi
(penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).

6) Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus


uretra,anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.

7) Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan


kelemahan ekstermitas, kesimetrisan cara berjalan.

8) Pada pemeriksaan integument meliputi membersihkan, menghangatkan,


warna, turgor kulit, bentuk kulit, kelembaban serta kelainan terhadap kulit
serta terdapat lesi atau tidak

k. Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif

1) Pengkajian status fungsional

a) Indeks katz .

Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan


sehari-hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat,
toileting, dan makan. Mandiri merupakan tidak ada yang mengawasi,
mengarahkan, ataupun bantuan orang lain. Pengkajian ini mendasarkan
pada status aktual serta bukan terhadap kemampuan. Pengkajian ini
dapat mengukur kemampuan fungsional lanjut usia dilingkungan
sekitar rumah.

b) Barthel indeks

Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur kemandirian


lanjut usia yang sering digunakan, dengan ukur mandiri fungsional
pada perihal keperawatan diri serta mobilitas. Barthel indeks tidak
mengukur ADL, instrumental, komunikasi, dan psikososial.

Pengukuran pada barthel indeks bertujuan buat ditunjukkan


peningkatan pelayanan yang dibutuhkan pasien. Barthel indeks dapat
mengambil pada catat medik penderita, pengamatan langsung ataupun
catatan sendiri pada pasien.

2) Pengkajian status kognitif

a) SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah beberapa


penguji sederhana yang sudah digunakan secaraluas buat kaji status
mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan orientasi,
riwayat pribadi, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan.

b) MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif yang


digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu konsentrasi,
bahasa, orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri dari dua bagian,
bagian pertama hanya membutuhkan respon verbal dan mengkaji
orientasi, memori dan atensi. Bagian kedua kaji kemampuan tulis
kalimat, nama objek, ikuti perintah verbal serta tulis, salin suatu desain
poligon kompleks.

l. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemerikaan Laboratorium

a) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagubilita, anemia.
b) BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.

c) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat


diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa : darah,
protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

2) CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

3) EKG : dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas, peninggian


gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

4) IVP : mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti batu ginjal, perbaikan


ginjal.

5) Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup,


pembesaran jantung.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut

b. Gangguan pola tidur (Insomnia)

c. Gangguan perfusi jaringan

d. Penurunan Curah Jantung

e. Intoleransi Aktivitas

f. Nyeri dada

g. Resiko injuri

(SDKI, 2018)

3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Nyeri Akut

Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri


menurun
Kriteria hasil :

Tingkat nyeri ( L.08066)

1) Pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 2

2) Pasien menunjukan ekspresi wajah tenang

3) Pasien dapat beristirahat dengan nyaman

(SLKI, 2018)

Rencana tindakan :

(Manajemen nyeri I.08238)

1) Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas


nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

4) Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:


akupuntur,terapi musik hopnosis, biofeedback, teknik imajinasi
terbimbing,kompres hangat/dingin)

5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,


pencahayaan,kebisingan)

6) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

7) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri

8) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Gangguan pola tidur (insomnia)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur


membaik.

Kriteria Hasil : Pola Tidur (L.05045)

1) Keluhan sulit tidur menurun


2) Keluhan sering terjaga menurun
3) Keluhan tidak puas tidur menurun
4) Keluhan pola tidur berubah menurun
5) Keluhan istirahat tidak cukup menurun

Rencana Tindakan :

Dukungan Tidur (I.05174)

1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur


2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
3) Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
4) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya.

c. Gangguan perfusi jaringan

Kriteria Hasil : Perfusi perifer (L.02011)

1) Denyut nadi perifer meningkat


2) Warna kulit pucat menurun
3) Edema perifer menurun
4) Kelemahan otot menurun
5) Kram otot menurun
6) Tekanan darah sistolik membaik
7) Tekanan darah diastolic membaik
8) Tekanan arteri rata-rata membaik

Rencana Tindakan :

Perawatan sirkulasi (I.02079)

1) Periksa sirkulasi perifer


2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3) Lakukan pencegahan infeksi
4) Lakukan hidrasi
5) Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
6) Anjurkan program rehabilitasi vaskular

d. Penurunan curah jantung


Kriteria Hasil : Curah Jantung (L.02008)

1) Kekuatan nadi perifer meningkat


2) Edema menurun
3) Pucat/sianosis menurun
4) Tekanan darah membaik
5) CRT membaik

Rencana tindakan :

Perawatan jantung (I.02075)

1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung


2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
3) Monitor tekanan darah
4) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
5) Berikan diet jantung yang sesuai
6) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
7) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
8) Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu

e. Intoleransi Aktivitas

Intoleransi aktifitas b.d kelemahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi


aktivitas meningkat

Kriteria hasil : toleransi aktivitas (L.05047)

1) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari

2) Pasien mampu berpindah tanpa bantuan

3) Pasien mengatakan keluhan lemah berkurang

Rencana tindakan :

(Manajemen energi I.050178)

1) Monitor kelelahan fisik dan emosional


2) Monitor pola dan jam tidur

3) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,


suara, kunjungan)

4) Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan

5) Anjurkan tirah baring

6) Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap

7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

8) Meningkatkan asupan makanan

f. Resiko penurunan curah jantung

Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan afterload

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung


meningkat

Kriteria hasil :

curah jantung ( L.02008)

1) Tanda vital dalam rentang normal

2) Nadi teraba kuat

3) Pasien tidak mengeluh lelah

Rencana tindakan :

(Perawatan jantung I.02075)

1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (mis: dispnea,


kelelahan, edema,ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea, peningkatan
CVP)

2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung ( mis:


peningkatan berat badan, hepatomegali,distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

3) Monitor tekanan darah


4) Monitor intake dan output cairan

5) Monitor keluhan nyeri dada

6) Berikan diet jantung yang sesuai

7) Berikan terapi terapi relaksasi untuk mengurangi strees, jika perlu

8) Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi

9) Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap

10) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

g. Risiko Jatuh

Risiko jatuh d.d gangguan penglihatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat jatuh


menurun.

Kriteria Hasil :

Tingkat jatuh (L.14138)

1) Risiko jatuh dari tempat tidur menurun

2) Risiko jatuh saat berjalan menurun

3) Risiko jatuh saat berdiri menurun

Rencana Tindakan :

Pencegahan jatuh ( I.14540)

1) Identifikasi factor risiko (mis. Usia >65 tahun, penurunan tingkat


kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik. Gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)

2) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai


dengan kebijakan institusi

3) Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan risiko jstuh (mis.


Morse scale, humpty dumpty)

4) Pasang handrail tempat tidur


5) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpidah.

4. Implementasi

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat


memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari
rencana keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana perawat
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Sehingga,
dengan proses keperawatan, rasa tanggung jawab dan tanggung gugat bagi
perawat itu dapat dimiliki dan dapat digunakan dalam tindakan-tindakan yang
merugikan atau menghindari tindakan yang legal. Semua tatanan perawatan
kesehatan secara hukum perlu mencatat observasi keperawatan, perawatan yang
diberikan, dan respons pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan


keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai