Anda di halaman 1dari 90

SKRIPSI

KONSTRUKSI BAHASA GURU


MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
UNTUK MEMBENTUK KEMAMPUAN AFEKTIF
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 KUPANG

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan

EDY WIRLION TAEK


1701010115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2022
LEMBAR PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Edy Wirlion Taek


NIM : 1701010115
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Konstruksi Bahasa Guru Mata


Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk Membentuk Kemampuan Afektif Siswa Kelas
VIII SMP Negeri 12 Kupang” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam penulisan proposal ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia
menerima konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila di kemudian
hari diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan
dari pihak lain.

Kupang, 2022
Yang membuat pernyataan

Edy Wirlion Taek


NIM. 1701010115

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing I dan II

Kupang, April 2022

Pembimbing I

Dr. Firmina A. Nai, M.Si.


NIP. 19601107 198702 2 001

Pembimbing II

Drs. Semuel H. Nitbani, M.Pd.


NIP. 19610502 198903 1 002

Menyetujui,
Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Labu Djuli, M.Hum.


NIP. 19620703 199003 1 002

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Konstruksi Bahasa Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


Untuk Membentuk Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 12 Kupang
Nama : Edy Wirlion Taek
NIM : 1701010115

Skripsi ini telah dipertahankan dan dipertanggungjawabkan di hadapan


dewan penguji Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas Nusa Cendana, Pada hari/tanggal, 25 April 2022

Dewan Penguji

Dr. Labu Djuli, M.Hum.


NIP. 19620703 199003 1 002 ……………………… Penguji

Dr. Firmina A. Nai, M.Si.


NIP. 19601107 198702 2 001 ……………………… Pembimbing I

Drs. Semuel H. Nitbani, M.Pd.


NIP. 19610502 198903 1 002 ……………………… Pembimbing II

Mengetahui, Mengesahkan,
Koordinator Program Studi Dekan
Pendidikan Bahasa dan Sasta Indonesia FKIP Undana

Dr. Labu Djuli, M.Hum. Dr. Melkisedek Taneo, M.Si.


NIP. 19620703 199003 1 002 NIP. 19670402 199403 1 003

iv
v
PERSEMBAHAN

Dengan Penuh rasa syukur dan suka cita, Skripsi ini saya
persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjaga dan memberikan kesehatan


kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
2. Bapak dan Mama tersayang, bapak Karel Taek dan mama Aksamina
Nenohai, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, meyekolahkan,
membiayai, memberi semangat, dan mendoakan penulis sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi.
3. Saudara tercinta, Melda Andiristo Taek, Ninda Marsalina Taek, dan Eka
Inrawati Taek, dan keluarga lainnya yang sudah memberikan doa,
motivasi, dan dukungan secara moril maupun materil kepada penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
5. Teman-teman seperjuangan Sajak 17 yang selalu memberi motivasi.
6. Almamater tercinta Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana Kupang.

vi
RIWAYAT HIDUP

Nama : Edy Wirlion Taek

NIM : 1701010115

Tempat/tanggal lahir : Kupang, 13 Mei 1999

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Riwayat Pendidikan

Tahun 2005-2011: Menempuh pendidikan di SD Inpres Maulafa, Kota


Kupang
Tahun 2011-2014: Menempuh pendidikan di SMP Negeri 12 Kupang
Tahun 2014-2017: Menempuh pendidikan di SMA Negeri 6 Kupang

Pada tahun 2017 melanjutkan studi pada Perguruan Tinggi di Universitas


Nusa Cendana Kupang, melalui jalur Mandiri dan diterima sebagai Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana Kupang.

vii
MOTTO

“ Dan Apa Saja Yang Kamu Minta Dalam


Doa Dengan Penuh Kepercayaan, Kamu
Akan Menerimanya (Matius 21:22)

viii
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat, rahmat, dan penyertaanNya sehingga penulis dapat
Menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “ Konstruksi Bahasa Guru Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Untuk Membentuk Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 12 Kupang” dengan baik.
Penulis Menyadari Bahwa selama menyelesaikan skripsi ini ada banyak
tantangan, hambatan, dan kesulitan yang dialami oleh penulis sendiri, namun doa
dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan cara sendiri baik langsung maupun
tidak langsung yang selalu memberikan doa, dukungan, serta motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1) Bapak Dr. Labu Djuli, M.Hum. Selaku Koordinator Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sebagai dosen penguji, yang
telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2) Ibu Dr. Firmina A. Nai, M.Si. Selaku dosen pembimbing I, yang setia
membimbing penulis dengan sabar, terbuka hati, dan penuh pengorbanan
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3) Bapak Semuel H. Nitbani, M.Pd. Selaku dosen pembimbing II, yang telah
bersedia membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4) Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang setia membimbing serta memberikan bekal pengetahuan yang
bermanfaat kepada penulis selama menyelesaikan perkuliahan.
5) Kepala SMP Negeri 12 Kupang, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 12 Kupang.

ix
6) Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII, dan siswa-siswa SMP
Negeri 12 Kupang, yang sudah membantu penulis selama melakukan
penelitian ini.
7) Bapak dan mamaku terkasih, Karel Taek dan Aksamina Nenohai, kakak
Andy Taek, kakak Ninda Taek, adik Eka Taek, dan semua keluarga yang
dengan caranya sendiri membantu penulis selama proses perkuliahan.
8) Teman Apren, Efer, Irlon, dan Asyer dan teman-teman SAJAK Kelas A,
serta teman-teman angkatan “SAJAK 17” Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, yang telah membantu peneliti selama proses perkuliahan dan
menyelesaikan tugas akhir.
9) Kakak Jio, kakak Wempi, kakak Yanto, kakak Frengky, kakak Gordon,
dan kakak Resa beserta teman-teman Gang Kuan Kobo yang sudah
memotivasi penulis selama perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.
10) Teman-teman perjuangan KKN Bello yang selalu memberi dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11) Enu tersayang Hestini Andriani Putri Ncaung yang selalu memberikan
dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
12) Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang dengan
caranya sendiri sudah membantu dan memotivasi penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga niat baik kalian selalu diberkati
oleh Yang Maha Kuasa.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan membantu para pembaca sebagai
bahan kajian. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang
sempurna dan banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan oleh penulis demi penyempurnaan dan
manfaatnya skripsi ini. Akhir kata, semoga Tuhan selalu memberkati semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kupang, 2022

x
Penulis
ABSTRAK

KONSTRUKSI BAHASA GURU


MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
UNTUK MEMBENTUK KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 12 KUPANG

Edy Wirlion Taek


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Universitas Nusa Cendana Kupang
Email: edywirliontaek1999@gmail.com

Penelitian ini berjudul “Konstruksi Bahasa Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Untuk Membentuk Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12
Kupang”. Masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah
konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk
kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang. Tujuan dari
penelitian adalah mendeskripsikan konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa
Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12
Kupang. Sedangkan manfaat dari penelitian adalah manfaat teoretis dan manfaat
praktis. Hasil penelitian ini menunjukkan konstruksi bahasa guru kalimat perintah
ditandai dengan penggunaan sufiks –kan, dan adanya penggunaan kata “silakan”.
Konstruksi bahasa guru kalimat permintaan ditandai dengan adanya kata ‘tolong”
dan “mau”. Pada Konstruksi bahasa guru kalimat larangan ditemukan adanya
penggunaan kata ‘tidak boleh” dan “jangan”. Konstruksi bahasa guru kalimat
imbauan ditandai dengan adanya kata “usahakan”. Pada kalimat ajakan ditandai
dengan penggunaan kata “marilah dan “ayo”. Pada konstruksi bahasa guru kalimat
paksaan ditemukan penggunaan kata “harus”. Sedangkan pada konstruksi bahasa
guru kalimat ancaman dilihat secara keseluruhan kalimat. Kemampuan afektif
siswa yang terbentuk pada sikap menerima yaitu siswa masih bersikap pasif,
hanya mendengar dan memperhatikan. Pada sikap menanggapi, siswa
menunjukkannya dengan melakukan respon. Sikap menghargai nilai terlihat dari
siswa yang dapat menilai sikap benar dan salah. Pada sikap mengorganisasikan
nilai, siswa memadukkan sikap benar dan salah hingga terbentuk nilai baru. Pada
sikap mengembangkan nilai siswa menunjukkan nilai tersebut dalam pola hidup
yang dilakukan secara konstan.

xi
Kata kunci: Konstruksi Bahasa Guru, Kemampuan Afektif

ABSTRACT

TEACHER’S LANGUAGE CONSTRUCTION


INDONESIAN COURSES
TO SHAPE STUDENT’S AFFECTIVE ABILITY
CLASS VIII JUNIOR HIGH SCHOOL 12 KUPANG

Edy Wirlion Taek


Indonesian Language and Literature Education Study Program FKIP
Nusa Cendana University Kupang
Email: edywirliontaek1999@gmail.com

The title of this research is “The Language Construction of Indonesian Language


Subject Teachers to From the Affective Ability of Class VIII Students of SMP
Negeri 12 Kupang”. The problem in this study is to find out how the language
construction of Indonesian language teachers is to form the affective abilities of
class VIII students of SMP Negeri 12 Kupang. The purpose of the study was to
describe the language construction of Indonesian language teachers to form the
affective abilities of class VIII students of SMP Negeri 12 Kupang. While the
benefits of research are theoretical benefits. The results of this study indicate that
the teacher’s language construction of command sentences is marked by the use
of the suffix-kan, and the use of the word “please”. The language construction of
the teacher’s request sentence is marked by the words “please” and “want”. In
the construction of the teacher’s language of prohibition sentences, it was found
the use of the words “shouldn’t” and “don’t”. The language construction of the
teacher’s exhortation sentence is marked by the word “try”. In the invitation
sentence, it is marked by the use of the words “come on”. In the construction of
the theacher’s language coercion, it is found the use of the word “must”.
Meanwhile, in the theacher’s language construction, the threat sentence is seen as
a whole sentence. The affective ability of students that is formed in the attitude of
acceptance is that students are still passive, only listening and paying attention. In
the attitude of responding, students show it by responding. The attitude of
appreciating the value can be seen from students who can judge right and wrong
attitudes. In the attitude of organizing values, students combine right and wrong
attitudes to form new values. In the attitude of developing student,s values, they
show these values in a lifestyle that is carried out constantly.

xii
Keywords: Teacher,s Language Construction, Affective Ability

DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................i
LEMBAR PLAGIASI..........................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................iv
BERITA ACARA.................................................................................................................v
PERSEMBAHAN................................................................................................................vi
RIWAYAT HIDUP..............................................................................................................vii
MOTTO................................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ix
ABSTRAK............................................................................................................................xi
ABSTRACT..........................................................................................................................xii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL................................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KONSEP
2.1 Kajian Pustaka.................................................................................................................4
2.2 Konsep.............................................................................................................................5
2.2.1 Pengertian Konstruksi.............................................................................................5
2.2.2 Bahasa Guru............................................................................................................5
2.2.3 Kemampuan Afektif................................................................................................6
2.2.4 Tipe Kemampuan Penilaian Afektif.......................................................................9
2.2.5 Contoh Pengukuran Kemampuan Afektif...............................................................11

xiii
2.3 Landasan Teori.................................................................................................................13
2.3.1 Pengertian Wacana..................................................................................................13
2.3.2 Pengertian Proposisi................................................................................................13
2.3.3 Pengertian Proposisi Kondisional...........................................................................13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................................15
3.2 Data dan Sumber Data.....................................................................................................15
3.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................................16
3.4 Teknik Analisis Data........................................................................................................16
3.5 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data..........................................................................18
3.6 Instrumen Aspek Afektif..................................................................................................18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian................................................................................................................20
4.1.1 Paparan Singkat SMP Negeri 12 Kupang...............................................................20
4.1.2 Gambaran Umum SMP Negeri 12 Kupang............................................................21
a. Profil Sekolah........................................................................................................21
b. Visi dan Misi.........................................................................................................24
4.1.3 Struktur Organisasi Sekolah...................................................................................25
4.2 Pembahasan......................................................................................................................33
4.2.1 Sikap Menerima......................................................................................................48
4.2.2 Sikap Menanggapi..................................................................................................49
4.2.3 Sikap Berdasarkan Nilai.........................................................................................50
4.2.4 Sikap Mengorganisasikan Nilai..............................................................................52
4.2.5 Karakterisasi...........................................................................................................53
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan..........................................................................................................................57
5.2 Saran................................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................59
LAMPIRAN..........................................................................................................................61

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Instrumen Aspek Afektif.......................................................................................18


Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana.............................................................................................20
Tabel 4.2 Data Siswa dalam Satu Tahun Terakhir................................................................23
Tabel 4.3 Data Tenaga Pendidikan dan Tata Usaha..............................................................23
Tabel 4.4 Data Konstruksi Bahasa Guru dan Aspek Afektif ................................................28

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Profil SMP Negeri 12 Kupang..............................................................................21


Gambar 2 Visi dan Misi.........................................................................................................24
Gambar 3 Struktur Organisasi Sekolah..................................................................................26
Gambar 4 Konstruksi bahasa guru untuk membentuk kemampuan afektif siswa
selama pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung...................................................62

xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain.
Dalam mengadakan hubungan atau interaksi dengan sesamanya, manusia
memerlukan sebuah alat komunikasi. Alat komunikasi tersebut digunakan
untuk menyampaikan ide, gagasan, dan alat pendapat. Alat komunikasi itu
sendiri disebut bahasa. Sumarsono (2009:18) menyatakan bahwa bahasa
adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer)
yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan
berinteraksi.
Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang sangat penting dalam
interaksi belajar mengajar. Guru dan siswa menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi untuk saling berinteraksi. Melalui kegiatan berkomunikasi yang
baik akan menciptakan interaksi belajar mengajar yang berjalan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Peran bahasa dalam pembelajaran tidak dapat
dipisahkan karena interaksi belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan lancar
tanpa adanya fungsi bahasa.
Salah satu kegiatan yang dapat memberikan gambaran mengenai
penggunaan konstruksi bahasa yang mempunyai ciri khas tertentu adalah
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan belajar mengajar memiliki ciri
khusus yang membedakannya dengan situasi konstruksi bahasa yang lain
yakni, memiliki tujuan yang jelas untuk membantu siswa dalam suatu
perkembangan tertentu dengan memusatkan perhatian kepada siswa, ada suatu
prosedur yang didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, ditandai
dengan satu penggarapan materi khusus, ditandai dengan adanya aktivitas
siswa, guru berperan sebagai pembimbing, ada pola tingkah laku yang diatur
agar ditaati siswa, dan ada batas waktu untuk mencapai tujuan ( Mulyani,
2011:22).

1
Sistem pembelajaran di sekolah cenderung menekankan pada pecapaian
pada kemampuan pengetahuan (kognitif), sedangkan konstruksi bahasa lisan
guru untuk menstimulasi siswa untuk merespon kurang sehingga tidak
adanya derajat pengaruh terhadap afeksi siswa. Kemampuan afektif siswa
pada dasarnya mencakup watak dan perilaku yang dapat menentukan
keberhasilan belajarnya.
Pengembangan karakteristik afektif pada anak didik memerlukan upaya
secara sadar dan sistematis. Terjadinya proses kegiatan pembelajaran dalam
ranah afektif dapat diketahui dari tingkah laku laku siswa yang menunjukan
adanya kesenangan belajar. Perasaaan, emosi, minat, dan apresiasi yang
positif yang menimbulkan tingkah laku yang konstruktif dalam diri pelajar.
Lemahnya pendidikan afektif di sekolah disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satu faktor penyebab tersebut adalah guru-guru merasa kurang mantap
dalam merumuskan tujuan afektif sehingga saat kegiatan pembelajaran guru
tidak mampu menciptkan suasana yag dapat membuat siswa menunjukkan
kemampuan afektifnya hingga akhirnya guru sulit mengukur kemampuan
afektif siswa.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar dan mengajar, di mana
mengajar seringkali disebut sebagai guru yang memberikan suatu materi
berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi pemerolehan dan
pembentukan sikap pada peserta didik.
Sikap siswa biasanya terbentuk dari bahasa-bahasa guru yang
mengkonstruksikan suatu pola kalimat pernyataan yang mendorong siswa
untuk memunjukan sikap dan perhatian pada pembelajaran.
Sebagai seseorang yang menjadi pembimbing dan bertanggung jawab atas
kegiatan belajar mengajar, seorang guru mempunyai wewenang untuk
melakukan ajakan, permintaan, himbauan, larangan, perintah, paksaan, dan
ancaman pada siswa dalam membentuk kemampuan sikap siswa. Hal ini
diwujudkan dalam konstruksi bahasa guru, yakni dimaksudkan agar siswa
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan guru. Seorang guru perlu memilih

2
bahasa yang sesuai dalam mengkonstruksi bahasa sehingga maksud dari
konstruksi bahasa tersebut dapat diterima dengan baik dan membentuk afektif
siswa.
Wacana proposisi erat kaitannya dengan konstrusksi bahasa guru kerena
terbentuk dari kalimat-kalimat yang menunjukan pernyataan mengenai hal-
hal yang dapat dinilai benar dan salah. Pernyataan yang diberikan oleh guru
merupakan kalimat yang mempunyai syarat tertentu dalam hubungan subjek
dan predikatnya. Hubungan inilah sehingga dalam konstruksi bahasa guru
terbentuklah proposisi kondisional.
Bahasa guru yang membentuk proposisi kondisional inilah yang membuat
saya tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui “Konstruksi
bahasa Guru Mata Pelajaran bahasa Indonesia Untuk Membentuk
Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang”.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah konstuksi bahasa
guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif
siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konstruksi bahasa guru
mata pelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa
kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang konstruksi
bahasa guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk
kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa diharapkan dapat membentuk kemampuan afektif.
b. Bagi guru diharapkan dapat mengkonstruksi bahasa guru mata pelajaran
bahasa Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII
SMP Negeri 12 Kupang.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan pengamatan peneliti, penelitian tentang konstruksi bahasa
guru dalam membentuk kemampuan afektif siswa sebagian besar belum
diteliti akan tetapi lebih banyak merujuk pada peran guru. Misalnya penelitian
yang berjudul “Peran Guru Fiqih dalam Pengembangan Ranah Afektif Siswa”
yang ditulis oleh Aris Budianto. Namun hal ini jelas sedikit berbeda dengan
peneliti, jika yang dilakukan Aris Budianto adalah mengangkat tentang peran
guru.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dwi Kuswianto dengan judul “Upaya
Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengembangkan Domain Afektif Siswa
SMP Negeri 4 Purwanegara Banjarnegara. Dalam penelitian ini baik
penelitian tentang upaya yang dilakukan oleh guru maupun solusi yang
dilakukan oleh guru dalam mengembangkan potensi afektif peserta didik,
namun pada penelitian ini lebih ditekankan pada aspek afektif peserta didik
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sedangkan yang ingin peneliti
teliti menekankan pada aspek kemampuan afektif dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia dan lokasi yang dilakukan peneliti berbeda.
Hasil penelitian lain yang penulis temui yakni dengan judul “ Strategi
Pengembangan Domain Afektif dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Pada
Siswa Kelas VII MTs Negeri 1 Boyolali” yang ditulis oleh Muhammad
Syakroni. Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti, namun masih memiliki kesamaan yaitu masih berhubungan
dengan kemampuan afektif siswa.

4
Lain hal dengan judul penelitian “Peran Guru PPKn dalam
Mengembangkan Potensi Afektif Siswa SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten
Sukoharjo (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VII)” yang ditulis oleh Fitri
Apriasih. Perbedaan pada penelitian ini yaitu lebih menekankan pada peran
guru, lokasi penelitian yang akan diteliti, dan mengenai pelajaran PPKn dalam
mengembangkan potensi afektif siswa. Sedangkan persamaan keduanya
membahas tentang aspek afektif siswa.
Berdasakan susunan ini, peneliti tertarik untuk meneliti “Konstruksi
Bahasa Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk Membentuk
Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang”. Peneliti
melakukan penelitian ini karena melihat realita yang terjadi saat ini yaitu
proses pembelajaran yang mengabaikan pembentukan kemampuan afektif
siswa. Hal ini bisa dikatakan bahwa perlu adanya konstruksi bahasa guru yang
mendukung selama proses pembelajaran untuk membentuk kemampuan
afektif siswa.
2.2 Konsep
2.2.1 Pengertian Konstruksi
Kata konstruksi dalam kenyataannya adalah konsep yang cukup sulit
untuk dipahami dan disepakati. Kata konstruksi mempunyai beragam iinterpretasi,
tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya.
Dalam hal ini salah satu konteksnya adalah bahasa.
Sarwiji (2008:71) makna konstruksi (construction meaning) adalah makna
yang berhubungan dengan kalimat atau kelompok kata yang ada di dalam sebuah
kata dalam kajian kebahasaan.
Menurut Wikipedia, konstruksi adalah susunan dan hubungan kata dalam
kalimat atau kelompok kata.
2.2.2 Bahasa Guru
Bahasa merupakan alat penyampai pesan yang sangat penting bagi
manusia. Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan segala pengetahuan,
pesan pikiran, gagasan, dan sebagainya.

5
Chaer (1994:32) setiap bahasa memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh
bahasa lain. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan
kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
Pekerjaan sebagai guru sangat melibatkan peran bahasa dalam mentransfer
ilmu pengetahuan dan pesan kepada siswa. Amurwani (2020:104) bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dalam proses bimbingan guru diharapkan dapat
menyampaikan pesan kepada siswa dengan baik. Guru juga sebaiknya memiiki
keterampilan berbahasa yang baik agar pesan yang ingin disampaikan kepada
siswa dapat diterima dengan baik.
2.2.3 Kemampuan Afektif
a. Pengertian Kemampuan Afektif
Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan
sikap dan nilai. Sikap merupakan hubungan dari persepsi dan tingkah
laku di dalam istilah suatu bidang psikologi.
Istilah sikap dalam bahasa inggris disebut attitude. Attitude adalah
suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang atau situasi yang
dihadapi. Sikap melibatkan beberapa pengetahuan tentang situasi,
namun aspek yang paling esensial dalam sikap adalah adanya perasaan
atau emosi, kecenderungan terhadap perbuatan yang berhubungan
dengan pengetahuan.
Dalam mengembangkan kemampuan afektif tersebut guru tentunya
sangat bergantung kepada mata pelajaran dan jenjang kelas, dan
disetiap mata pelajaran memiliki indikator afektif dalam kurikulum
hasil belajar. Adapun karakteristik ranah afektif yang penting adalah
sikap, minat, nilai, moral, dan konsep diri.
Syah (2013:51) kemampuan afektif adalah kemampuan yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa
sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya jika seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.

6
Ciri-ciri hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti: perhatian terhadap mata pelajaran, kedisiplinan
dalam mengikuti proses belajar, motivasinya dalam belajar, dan
penghargaan atau rasa hormat terhadap guru.
b. Tingkatan Taksonomi Krathwohl
Yulaelawati (2004:61) kemampuan afektif dibagi dalam 5
tingkatan hierarkis yang dinamakan taksonomi Krathwohl yaitu:
a. Penerimaan (receiving)
Kemampuan afektif tingkat penerimaan (receiving) merupakan
kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan untuk bertoleransi
terhadap suatu gagasan, benda atau gejala. Hasil belajar penerimaan
merupakan kemampuan siswa untuk membedakan dan menerima
perbedaan, contohnya adalah: menunjukkan penerimaan dengan
mengiyakan, mendengarkan atau menanggapi sesuatu.
Yulaelawati (2004:63) kata kerja untuk tingkat kemampuan
penerimaan yaitu menerima, mempertanyakan, memilih, mengikuti,
memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.
b. Penanggapan (responding)
Kemampuan afektif tingkat penanggapan (responding) merupakan
kemampuan memberikan tanggapan atu respon terhadap suatu
gagasan, benda, bahan atau gejala tertentu. Hasil belajar penanggapan
merupakan suatu komitmen untuk berperan serta berdasarkan
penerimaan.
Yulaelawati (2002:63) kata kerja untuk tingkat kemampuan
penanggapan antara lain menanggapi, bertanggung jawab, membantu,
mengkompromikan, mengajukan, menyambut, mendukung,
menyetujui, menampilkan, melaksanakan melaporkan, mengatakan,
membuat pertanyaan, memilih dan menolak.

7
c. Perhitungan atau penilaian(valuing)
Kemampuan afektif tingkat penilaian (valuing) merupakan
kemampuan memberikan penilaian atau perhitungan terhadap gagasan,
bahan, benda atau gejala. Hasil belajar perhitungan atau penilaian
merupakan keinginan untuk diterima, diperhitungkan, atau dinilai
orang lain.
Yulaelawati (2002:63) kata kerja untuk tingkat kemampuan
perhitungan antara lain bekerjasama, mengasumsikan, meyakini,
melengkapi, meyakinkan, memperjelas, membedakan, beriman,
memprakarsai, mengundang, menggabungkan, berperan serta,
mengusulkan, menekankan, berbagi, menyumbang, dan bekerja
keras.
d. Pengaturan atau pengelolaan (organizing)
Kemampuan afektif tingkat pengaturan (organizing) merupakan
kemampuan mengatur atau mengelola berhubungan dengan tindakan
penilaian dan perhitungan yang telah dimiliki. Hasil belajar pengaturan
(organizing) berupa kemampuan mengatur dan mengelola sesuatu
secara harmonis dan konsisten berdasarkan pemilikan filosofi yang
dihayati.
Yulaelawati (2002:63) kata kerja untuk tingkat kemampuan
pengaturan dan pengelolaan antara lain mengubah, menata,
mengklasifikasikan, mengkombinasikan, mempertahankan,
membangun, membentuk pendapat, menunjukkan dengan,
memadukan, mengelola, menimbang alternatif, menegosiasi,
berembuk, dan bersilang pendapat.

8
e. Bermuatan nilai atau mempribadikan nilai (characterizing)
Kemampuan afektif tingkat bermuatan nilai merupakan tindakan
puncak dalam perwujudan perilaku seseorang secara konsisten sejalan
dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara
mendalam. Hasil belajar bermuatan nilai merupakan perilaku
seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab dengan standar nilai yang
tinggi.
Yulaelawati (2002:63) kata kerja untuk tingkat kemampuan
bermuatan nilai atau mempribadikan nilai antara lain menghayati,
bertindak, mengubah perilaku, berakhlak mulia, berfilosofi,
mempengaruhi, menimbang masalah, dan membuktikan kembali.
2.2.4 Tipe Kemampuan Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan
sebagai kemampuan afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Ada 5 tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai,dan moral.
a. Sikap
Fishbein &Ajzen (1991:45) sikap adalah predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif dan negatif terhadap suatu
objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek
misalnya sikap terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting
untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya dalam pelajaran bahasa Indonesia, harus lebih positif setelah
peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia dibanding
sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

9
Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
b. Minat
Getzel (dalam Mardapi , 2007:106) minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan
untuk perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia minat atau keinginan adalah kecenderungan hati
yang tinggi terhadap sesuatu.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki
intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan
dalam pembelajaran,
2. Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
3. Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
4. Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas
c. Konsep diri
Smith & Vetter (1982:169) konsep diri adalah evaluasi yang
dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.
Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti
kemampuan afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang, tetapi
juga bisa institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah
kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Penilaian konsep diri
dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri
adalah sebagai berikut: pendidik mampu mengenal kelebihan dan
kekurangan peserta didik. Peserta didik mampu merefleksikan
kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan
keingianan penanya.

10
Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta
didik. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan
mengetahui standar input peserta didik.
d. Nilai
Menurut Rokeach ( dalam Djemari, 2008:106) merupakan suatu
keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap
baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek
spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Tyler (1973:7) yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide
yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan
kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu
objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting
minat, sikap, dan kepuasan.
Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi
peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
kontribusi positif terhadap masyarakat.
e. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang.
2.2.5 Contoh Pengukuran Kemampuan Afektif
Kompetensi siswa dalam kemampuan afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian
kemampuan afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:

11
a. Laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian
angket anonim,
b. Pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu
lembar pengamatan.
Kemampuan afektif yang bisa diukur adalah:
1. Menerima, meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala,
kesadaran,kerelaan, dan mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon,
merasa puas dalam merespon, dan mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai,
dan komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami
hubungan abstrak, dan mengorganisasi sistem suatu nilai.
Kemampuan afektif merupakan kemampuan atau hal-hal yang berkaitan
dengan sikap (attitude) sebagai manifestasi dari minat (interest), motivasi
(motivation), kecemasan (anxiety), apresiasi perasaan (emotional
appreciation), penyesuaian diri (self adjustment), dan bakat (aptitude).
Kemampuan afektif bisa dikatakan sebagai perilaku-perlaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti: minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang
dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif yang tinggi. Ciri-ciri hasil belajar kemampuan afektif akan tampak
pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.

12
2.3 Landasaan Teori
2.3.1 Pengertian Wacana
Alwi (2008:419) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain untuk
membentuk kesatuan yang utuh.
2.3.2 Pengertian Proposisi
Keraf(2007:5) proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan
kebenarannya atau dapat ditolak kesalahan yang terkandung di dalamnya.
Departemen Pendidikan Nasional (2007:899) proposisi adalah rancangan
usulan, ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau
dibuktikan benar tidaknya. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa proposisi merupakan suatu pernyataan yang masih dalam bentuk
rancangan usulan yang perlu dibuktikan kebenarannya atau dapat disangkal
karena mengandung kesalahan.
Proposisi berhubungan dengan proses berfikir yang merupakan unit
terkecil dan mengandung maksud sempurna. Proposisi akan mengandung
suatu makna apabila proposisi itu membuat perubahan. Proposisi dapat
dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau fakta-fakta untuk membuktikannya,
sebaliknya sebuah pernyataan dapat ditolak bila ada fakta yang menentangnya.
Proposisi dapat ditentukan benar salahnya tergantung dari fakta yang
disampaikan. Berdasarkan sifatnya proposisi dibagi dalam dua jenis, yaitu
kategorial dan kondisional.
2.3.3 Pengertian Proposisi Kondisional
Ibrahimi (2012:68) proposisi hipotesis kondisional adalah sebuah
proposisi yang menunjuk pada kebenaran bersyarat dan mengandung dugaan
atau prediksi dan menyebutkan hubungan sebab akibat. Proposisi hipotesis
kondisional dapat ditandai dengan pola kalimat “Jika…Maka” dengan
contoh kalimat ”jika seseorang ingin menjadi muslim sejati, maka ia harus
meyakini Islam sebagai agama yang benar. Proposisi ini terdiri atas dua
pernyataan bersyarat “jika seseorang ingin menjadi musim sejati, sebagai
proposisi anteseden mengungkapkan sebab (syarat), dan maka ia harus

13
meyakini Islam sebagai agama yang benar mengungkapkan akibat disebut
proposisi konsekuen. Kedua unsur yang berupa sebab dan akibat di satukan
dengan penghubung jika dan maka. Proposisi tersebut menunjuk pada
pembenaran bersyarat yaitu jika oposisinya terpenuhi (sebab-akibat) maka
kebenaran dapat terjadi (Suyitno, 2008:32)

14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Sugiyono (2009:9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositifisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument
kunci dan analisis data bersifat induktif atau kualitatif. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dalam
memperoleh data yang diperlukan harus turun ke lapangan sehingga akan
diperoleh data yang jelas dan lengkap.
Dengan demikian penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan
secara objektif dan apa adanya bagaimana konstruksi bahasa guru mata
pelajaran bahasa Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas
VIII SMP Negeri 12 Kupang tahun ajaran 2021/2022. Pendeskripsian
dilakukan dengan merujuk pada pustaka-pustaka yang relevan.
3.2 Data dan Sumber Data
Arikunto (2006:118) data adalah hasil pencatatan dari suatu penelitian
baik berupa fakta maupun berupa angka sebagai bahan penyusunan
informasi. Menurut Lofland (dalam Moleong, 2007:157) mengemukakan
bahwa data yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif yaitu kata-kata dan
tindakan sebagai sumber data utama, sedangkan dokumen dan lain-lain
merupakan data tambahan.
Data dari penelitian ini berupa stimulus respons yang diperoleh dari hasil
observasi pembelajaran konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa
Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP
Negeri 12 Kupang. Stimulus berasal dari guru sedangkan respons merupakan
tanggapan dari siswa atas stimulus yang diberikan guru.

15
Arikunto (2006:129) sumber data penelitian adalah subjek dapat
diperolehnya suatu data. Data-data dalam pelaksanaan penelitian ini
diperoleh dari sumber data yang berkaitan langsung dengan penelitian, yaitu
guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan siswa kelas VIII SMP Negeri 12
Kupang.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2009:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam, penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
pengamatan langsung dan dokumentasi.
3.3.1 Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dibutuhkan untuk mengetahui secara
langsung bagaimana penerapan konstruksi bahasa guru mata pelajaran
bahasa Indonesia untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII
SMP Negeri 12 Kupang.
3.3.2 Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan
berdasarkan perkiraan. Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang gambaran umum SMP Negeri 12 Kupang baik secara fisik maupun
non fisik dan juga pengambilan gambar dalam bentuk (foto dan video) saat
guru mengkonstruksikan bahasa untuk membentuk kemampuan afektif
siswa selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.
3.4 Teknik Analisis Data
Sugiyono (2009:244) analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

16
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan
analisis data nonstatistik atau analisis induktif. Analisis induktif yaitu suatu
analisis berdasarkan data yang diperoleh.
Analisis data lapangan dilakukan pada waktu kegiatan pengumpulan data
lapangan berlangsung. Sedangkan analisis data setelah pengumpulan data
dilakukan setelah proses data selesai. Cara yang terakhir ini dilakukan sekali
dan hasilnya tidak perlu diuji kembali di lapangan karena sudah menjadi
analisis terakhir. Analisis yang digunakan terdiri dari tiga alur kegiatan.
3.4.1 Reduksi
Sugiyono (2009:249) reduksi data adalah proses berfikir sensitif
yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan
yang tinggi. Dalam proses ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mencatat data yang diperoleh dari lapangan secara teliti dan rinci.
2. Penyederhanaan, merangkum data yang diperoleh dari lapangan.
3. Pengabstrakan, memilih hal-hal yang pokok dalam dan
memfokuskan data yang penting.
4. Transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
di lapangan. Pada tahap ini peneliti memilih data yang relevan dan
yang kurang relavan.
3.4.2 Penyajian Data
Sugiyono (2009:249) dalam penelitian kualitatif, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan, antar
kategori, dan sejenisnya. Bentuk penyajian data yang dipilih dalam
penelitian ini adalah bentuk narasi untuk mendeskripsikan dan
menganalisis kasus penelitian dengan tujuan setiap data tidak lepas dari
latarnya.

17
3.5 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data
Pemaparan hasil analisis data dapat dilakukan setelah melakukan
penarikan simpulan. Pemaparan hasil analisis pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu dengan cara menggunakan
kalimat-kalimat yang bersifat deskriptif. Maksudnya adalah data-data akan
dipaparkan secara faktual atau apa adanya dan hasil akan diuraikan dengan
kalimat-kalimat dan bukan berupa angka-angka.
3.6 Instrumen Aspek Afektif
Tabel 3.1 Instrumen Aspek Afektif
A. Sikap Menerima

No Kriteria Penilaian Pengamatan

1. Perhatian siswa yang lebih serius dalam proses pembelajaran

2. Kemauan dari siswa dalam menerima penjelasan dari guru dalam proses
pembelajaran
3. Semangat dari siswa dalam mengikuti proses pembelajaran

4. Kemauan dari siswa dalam mendengarkan penjelasan dari guru dalam proses
pembelajaran
5. Siswa menyadari akan pentingnya mengikuti proses pembelajaran

B. Sikap Menanggapi

No Kriteria Penilaian Pengamatan

1. Siswa menikmati dalam mengikuti proses pembelajaran

2. Siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran

3. Siswa melaksanakan tugas dari guru secara sukarela dalam proses


pembelajaran
4. Siswa menunjukkan sikap setuju dengan merespon proses pembelajaran

5. Siswa berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran

18
C. Sikap Berdasarkan Nilai

No Kriteria Penilaian Pengamatan

1. Siswa memiliki komitmen terhadap tugas yang diberikan guru dalam


pembelajaran
2. Melalui bentuk tindakan siswa menerima pembelajaran

3. Siswa memilih kesukaan dari beberapa alternatif tindakan dari guru dalam
pembelajaran
4. Siswa tidak menghiraukan yang disampaikan atau diperintahkan guru dalam
pembelajaran
5. Apresiasi yang tinggi dari siswa dalam mengikuti pembelajaran

D. Sikap Mengorganisasikan Nilai

No Kriteria Penilaian Pengamatan

1. Sikap dari sebagian besar siswa yang konsisten dalam pembelajaran

2. Sikap dari sebagian besar siswa yang terbuka dalam mengikuti pembelajaran

3. Adanya tingkah laku yang tercermin dari sebagian besar siswa dalam
pembelajaran
4. Adanya sikap dari sebagian besar siswa dalam menilai proses pembelajaran

5. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap untuk mampu bekerjasama dalam


satu kelompok atau dengan temannya dalam kegiatan pembelajaran

E. Karakterisasi

No Kriteria Penilaian Pengamatan

1. Nilai-nilai sangat berkembang dalam diri tiap siswa dalam pembelajaran

2. Tingkah laku siswa menjadi lebih konsisten dalam pembelajaran

3. Kesediaan siswa menyesuaikan diri dalam pembelajaran

4. Keteraturan pribadi siswa dalam pembelajaran

5. Keteraturan sosial dan emosi jiwa siswa dalam pembelajaran

19
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Paparan Singkat SMP Negeri 12 Kupang
SMP Negeri 12 Kupang merupakan salah satu sekolah yang
terletak di kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.Sekolah
ini didirikan tahun 1994.

Tabel 4.1 Sarana dan prasarana


No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Ruang Kelas 26

2 Ruang Kepala Sekolah 1

3 Ruang Guru 1

4 Ruang Tata Usaha 1

5 Ruang Perpustakaan 1

6 Ruang UKS 1

7 Ruang Laboratorium 1

8 Ruang Ibadah 2

9 Ruang Bangunan 1

10 Ruang Toilet 4

Jumlah 39

Sumber: Data Profil Sekolah

20
4.1.2 Gambaran Umum SMP Negeri 12 Kupang
a) Profil Sekolah

Gambar 1.Profil SMP Negeri 12 Kupang

1. Sekolah

21
Nama Sekolah : SMP Negeri 12 Kupang
Status Sekolah : Negeri
Alamat : Jln. Oebon 1 Sikumana, Kel. Sikumana,
Kec. Maulafa, Kota Kupang
No. Telp : 081237959715
NSS : 201246002027
NPSN : 50305259
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
Kode Pos : 85143
Jenjang Akreditasi : Akreditasi B
Kepemilikan Tanah : Milik Pemerintah Daerah
SK Pendirian Sekolah : 0260/O/1994
Tanggal SK Pendirian : 1994-08-04
Tanggal SK Izin Operasional : 1910-01-01
Sumber Listrik : PLN
Daya Listrik : 4300
2. Kepala Sekolah
Nama : Elisabeth Lensi, S.Pd
NIP : 19661231 199212 2 003
Pendidikan Terakhir : Sarjana (S1)

3. Data Siswa Tahun Ajaran 2021/2022

22
Tabel 4.2 Data siswa tahun ajaran 2021/2022
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX Total
Tahun
pelajaran Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jmlh Jmlh
Siswa Rombel Siswa Rombel Siswa Rombel Siswa Rombel

2021/
2022 264 9 307 10 273 9 844 19

Sumber: Data Profil Sekolah

4. Data Tenaga Pendidik dan Tata Usaha

Tabel 4.3 Data Tenaga Pendidik dan Tata Usaha


Tenaga Pendidik/TU Jumlah Keterangan

Tenaga Pendidik/Guru 52 Orang Termasuk Kepala Sekolah


PNS : 36 Orang
Honor : 14 Orang
Pegawai PNS : 1 Orang

Staf Tata Usaha 5 Orang Pegawai Tata Usaha

Sumber: Data Profil Sekolah

b) Visi dan Misi

23
Gambar 2. Visi Misi dan Tujuan Sekolah

Visi:

24
Membentuk manusia beriman, berkarakter, unggul dalam ilmu dan
berwawasan lingkungan.
Misi :
a. Menanamkan iman dan taqwa melalui pengamalan ajaran
agama.
b. Menciptakan sekolah sebagai komunitas pendidikan yang
menyenangkan berdasarkan norma dan nilai budaya.
c. Mengembangkan kurikulum secara optimal dan proses
pembelajaran yang efektif, efisien, dan inovatif.
d. Mengembangkan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
berdasarkan minat, bakat dan potensi peserta didik
e. Melaksanakan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup
4.1.3 Struktur Organisasi Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memiliki organisasi
agar tujuan pendidikan formal dapat tercapai yakni unsur personalia dalam
lingkungan sekolah. Unsur tersebut antara lain: Kepala sekolah,komite
sekolah, guru, siswa, dan lingkungan sekitar. Struktur organisasi sekolah
dapat dilaksanakan berdasarkan asa koordinasi, sinkronis, yang harus
memiliki pendidikan.Administrasi yang efektif dan efisien dengan kepala
sekolah sebagai pemimpin tertinggi bertanggung jawab atas semua
kegiatan yang berlangsung di sekolah.

Berikut struktur organisasi SMP Negeri 12 Kupang:

25
Gambar 3. Struktur Organisasi Sekolah

26
Hasil penelitian ini mendeskripsikan hubungan konstruksi bahasa guru
untuk membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang.
Konstruksi bahasa guru dalam penelitian ini adalah konstruksi bahasa yang
mengeskpresikan sikap guru untuk membentuk tindakan yang dilakukan siswa.
Pada penelitian ini, peneliti memperoleh data konstruksi bahasa guru sebanyak 40
data.
Pada penelitian ini peneliti mengaitkan hubungan antara konstruksi
bahasa guru dan aspek afektif siswa. Peneliti mengelompokkan data konstruksi
bahasa guru mulai dari yang bersifat perintah, bersifat permintaan, bersifat
larangan, bersifat imbauan, bersifat ajakan, bersifat paksaan, dan bersifat ancaman
yang dikaitkan dengan lima (5) bagian dari aspek afektif, mulai dari sikap
menerima, sikap menanggapi, sikap berdasarkan nilai, sikap mengorganisasikan
nilai, dan karakterisasi yang meliputi : sikap menerima terdapat 5 (lima)
instrumen pembentukan sikap, sikap menanggapi terdapat 5 (lima) instrumen
pembentukan sikap, sikap berdasarkan nilai terdapat 5 (lima) instrumen
pembentukan sikap, sikap mengorganisasikan nilai terdapat 5 (lima) instrumen
pembentukan sikap, dan karakterisasi terdapat 5 (lima) instrumen pembentukan
sikap.
Dalam setiap konstruksi bahasa guru selalu memiliki maksud tertentu yang
ingin disampaikan kepada siswa.Maksud konstruksi bahasa guru harus diketahui
siswa untuk dapat membentuk kemampuan afektif dari siswa itu sendiri. Dalam
data ini peneliti akan menguraikan hubungan konstruksi bahasa guru yang
disampaikan untuk membentuk aspek afektif siswa yang telah diperoleh peneliti
dari hasil pengamatan. Berikut akan dipaparkan hasil penelitian mengenai
konstruksi bahasa guru untuk membentuk kemampuan afektif siswa di SMP
Negeri 12 Kupang.

27
Tabel 4.4 Konstruksi bahasa guru dan aspek afektif
Konstruksi Bahasa Guru Aspek Afektif

No. A. Sikap Menerima

Data (1)
“Perhatikan dulu semua”
“Jika semua memperhatikan, maka
1. semua akan mengerti” Perhatian siswa yang lebih serius dalam
Data (14) proses pembelajaran
“Tolong, perhatikan”
“Jika memperhatikan, maka akan
mengerti”
Data (18)
2. “Tidak boleh pulang sebelum semua Kemauan dari siswa dalam menerima
buku disimpan ke dalam tas” penjelasan dari guru dalam proses
“Jika belum menyimpan buku, maka pembelajaran
tidak boleh pulang”

3. Data (5)
“Yang sudah selesai bawa ke depan”
“Jika siswa telah selesai mengerjakan Semangat dari siswa dalam mengikuti
soal, maka dibawa ke guru untuk proses pembelajaran
diperiksa”

4. Data (3)
“Dengar baik-baik”
“Jika mendengar dengan baik, maka Kemauan dari siswa dalam mendengarkan
akan memahami apa yang disampaikan”

5. Data (31) Siswa menyadari akan pentingnya


“Besok datang lebih awal” mengikuti proses pembelajaran
“Jika datang lebih awal, maka tidak
terlambat”

B. Sikap Menanggapi

28
Data (30)
“Lebih teliti lagi”
“Jika teliti, maka tidak ada kesalahan”
1. Data (32) Siswa menikmati dalam mengikuti proses
“Lebih giat belajar” pembelajaran
“Jika giat belajar, maka akan
berprestasi”
Data (13)
2. “Coba, kerjakan lagi” Siswa merasa senang dalam mengikuti
“Jika terus dikerjakan, maka proses pembelajaran
jawabannya ditemukan”
Data (8)
3. “Hapus papan tulis” Siswa melaksanakan tugas dari guru secara
“Jika papan tulisnya kotor, maka siswa sukarela dalam proses pembelajaran
perlu menghapus papan tulis”
4. Data (34)
“Waktu mengerjakannya selesai” Siswa menunjukkan sikap setuju dengan
“Jika waktu mengerjakannya selesai, merespon proses pembelajaran
maka siswa harus berhenti
mengerjakan”
Data (37)
5. “Ayo, ke depan” Siswa berpartisipasi secara aktif dalam
“Jika siswa ke depan, maka siswa patuh proses pembelajaran
terhadap guru”

C. Sikap Berdasarkan Nilai

Data (15)
1. “Ibu mau pertemuan berikut, semua
sudah mengerjakan tugas di rumah” Siswa memiliki komitmen terhadap tugas
“Jika menyelesaikan tugas di rumah, yang diberikan guru dalam pembelajaran
maka saat di sekolah tugasnya tinggal
dibahas”
Data (29)
2. “Buanglah sampah pada tempatnya” Melalui bentuk tindakan siswa menerima
“Jika siswa membuang sampah pada pembelajaran
tempatnya, maka kelas menjadi
bersih”

Data (35)
3. “Kalau belum selesai mengerjakan, Siswa memilih kesukaan dari beberapa
bisa dilanjutkan di rumah” alternatif tindakan dari guru dalam
“Jika belum selesai mengerjakan, maka pembelajaran
bisa dikerjakan di rumah”

29
4. Data (40) Siswa tidak menghiraukan yang
“Yang salah dihukum” disampaikan atau diperintahkan guru
“Jika siswa bersalah, maka dihukum” dalam pembelajaran
5. Data (7)
“Coba, kalian lihat materi sebelumnya” Apresiasi yang tinggi dari siswa dalam
“Jika melihat kembali materi mengikuti pembelajaran
sebelumnya, maka pasti ada keterkaitan
dengan materi baru”

D. Sikap Mengorganisasikan Nilai

Data (16) Sikap dari sebagian besar siswa yang


“Tolong, bacanya yang keras” konsisten dalam pembelajaran
“Jika saat membaca, maka suara perlu
dikeraskan”
1. Data (17)
“Tolong, kerjakan dengan cepat”
“Jika dikerjakan dengan cepat maka
perlu ketelitian”
Data (33)
2. “Usahakan kerja dengan baik”
“Jika dikerjakan dengan baik, maka
hasilnya memuaskan” Sikap dari sebagian besar siswa yang
Data (6) terbuka dalam mengikuti pembelajaran
“Yang salah diperbaiki”
“Jika ada jawaban yang salah, maka
perlu diperbaiki”
3. Data (2)
“Masukkan bajumu” Adanya tingkah laku yang tercermin dari
“Jika memasukkan baju, maka terlihat sebagian besar siswa dalam pembelajaran
rapi”
4. Data (4) Adanya sikap dari sebagian besar siswa
“Silahkan bagi yang ingin bertanya” dalam menilai proses pembelajaran
“Jika siswa bertanya,maka ada hal yang
belum dipahami”

5. Data (38)
“Kalian harus tertib”
“Jika siswa tertib, maka keadaan kelas
kondusif” Sebagian besar siswa menunjukkan sikap
untuk mampu bekerjasama dalam satu
Data (39) kelompok atau dengan temannya dalam
“Kalian harus mampu mencermati” kegiatan pembelajaran
“Jika siswa bisa mencermati, maka

30
materi dapat dipahami”

E. Karakterisasi

1. Data (36)
“Sebelum pelajaran dimulai, marilah Nilai-nilai sangat berkembang dalam diri
satu orang memimpin doa” tiap siswa dalam pembelajaran
“Jika memulai pembelajaran, maka
perlu di awali dengan doa”
2. Data (9)
“Pindah duduk ke depan”
“Jika siswa pindah duduk ke depan,
maka bangku di depan dapat terisi
Data (10)
“Duduk dengan rapi” Tingkah laku siswa menjadi lebih
“Jika siswa duduk dengan rapi, maka konsisten dalam pembelajaran
akan nyaman selama pembelajaran”
Data (12)
“Baca di dalam hati”
“Jika siswa membaca dalam hati, maka
siswa tidak ribut”
Data (11) Kesediaan siswa menyesuaikan diri dalam
3. “Belajar yang tekun” pembelajaran
“Jika siswa tekun belajar, maka siswa
akan pandai”
4. Data (24)
“Jangan lupa tulis namanya”
“Jika siswa lupa menulis nama, maka
guru akan sulit mengenali hasil kerja
siswa” Keteraturan pribadi siswa dalam
Data (25) pembelajaran
“Jangan malu”
“Jika malu, maka siswa tidak percaya
diri”
Data (26)
“Jangan takut salah”
“Jika takut salah, maka siswa tidak ada
keberanian”
5.
Data (19)
“Jangan ada yang bercerita”
“Jika siswa bercerita, maka tidak dapat
mendengar penjelasan guru”
Data (20)

31
“Jangan melihat ke belakang, lihatlah
ke depan”
“Jika siswa melihat ke belakang, maka
tidak akan memperhatikan guru di
depan”
Data (21)
“Jangan coret tembok”
“Jika siswa mencoret tembok, maka
dapat mengotori tembok ruang kelas”
Data (22)
“Jangan ribut” Keteraturan sosial dalam pembelajaran
“Jika siswa ribut, maka kegiatan belajar
mengajar terganggu”
Data (23)
“Jangan ada yang bermain”
“Jika siswa bermain, maka siswa tidak
fokus selama pelajaran berlangsung”
Data (27)
“Jangan menyontek”
“Jika siswa menyontek, maka hasil
kerjanya tidak diberi nilai”
Data (28)
“Jangan bermain hp”
“Jika siswa bermain handphone, maka
akan disita”

Sumber: Data Olahan Peneliti (2022)

4.2 Pembahasan
Dalam data hasil penelitian di SMP Negeri 12 Kupang dapat diketahui
bahwa konstruksi bahasa guru mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk membentuk
kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang sudah menunjukkan
hasil yang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya sosok guru yang
dihormati oleh semua siswa. Guru Bahasa Indonesia dijadikan contoh sebagai
pendidik yang menunjukkan konstruksi bahasa yang membentuk afeksi siswa

32
selama proses pembelajaran di kelas. Dari hasil pengamatan langsung dan
dokumentasi (foto dan video) selama proses pembelajaran, dapat diketahui bahwa
guru selalu menunjukkan konstruksi bahasa untuk membentuk kemampuan afektif
siswa. Selain itu guru Bahasa Indonesia harus mengetahui kemampuan afektif
yang harus dimiliki seorang siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
4.2.1 Konstruksi Bahasa Guru yang Berfungsi Membentuk Afektif
4.2.1.1 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Perintah
Data (1)
Guru : “Perhatikan dulu semua"
Siswa : (memperhatikan kembali)
Proposisi kondisional : Jika semua memperhatikan, maka semua akan
mengerti
Pada data (1) guru sedang menjelaskan materi pelajaran bahasa Indonesia
di kelas. Konstruksi bahasa yang disampaikan oleh guru termasuk ke dalam sifat
konstruksi bahasa perintah, konstruksi bahasa perintah tampak dalam kata
“perhatikan”. Kalimat yang maksudkan oleh guru yaitu meminta siswa
memperhatikan dan mendengarkan terlebih dahulu materi yang sedang
dijelaskannya. Setelah guru menjelaskan kembali materinya, suasana kelas
berubah menjadi tenang serta siswa memperhatikan kembali materi yang
dijelaskan oleh guru bahasa Indonesia dan pembelajaran kembali berjalan dengan
baik.
Data (2)
Guru : “Masukkan bajumu”
Siswa : (langsung memasukkan baju)
Proposisi Kondisional : Jika baju dimasukkan, maka terlihat rapi
Pada data (2) guru melakukan tindakan memerintah siswa. Kalimat
“masukkan bajumu” menunjukkan konstruksi bahasa perintah yang disampaikan
guru kepada siswa. Maksud kalimat ini siswa diperintahkan untuk memasukkan
bajunya yang keluar agar terlihat rapi pakaiannya. Konstruksi bahasa ini bersifat
perintah karena menggunakan kata yang mendapat sufiks –kan menyatakan
makna perintah yang terdapat pada kata “masukkan”.

33
Data (3)
Guru : “Dengar baik-baik”
Siswa : (Siswa serius mendengar apa yang dibacakan guru)
Proposisi kondisional : Jika mendengar dengan baik, maka akan
memahami apa yang disampaikan
Pada data (3) guru memulai dengan membuka pelajaran. Kalimat yang
disampaikan guru ini termasuk konstruksi bahasa yang bersifat perintah, hal ini
tampak dalam kalimat “dengar baik-baik”. Guru bermaksud untuk memerintah
siswa mendengarkan apa yang akan dibacakan guru. Peneliti melihat setelah guru
selesai membacakan, keadaan kelas menjadi aman sebab siswa langsung
mendengarkan apa yang disampaikan guru.
Data (4)
Guru : “Silahkan bagi yang ingin bertanya”
Siswa : (bertanya)
Proposisi kondisional : Jika siswa bertanya,maka ada hal yang belum
dipahami
Pada data (4) konstruksi bahasa guru pada kalimat ini bersifat perintah.
Hal ini terlihat dari kalimat yang disampaikan oleh guru yang mempersilahkan
siswa untuk bertanya kepada guru jika ada materi yang kurang atau belum
dipahami siswa. Jika ada hal yang belum dipahami oleh siswa maka guru perlu
untuk menjelaskan hingga para siswanya mengerti dan memahami. Kata yang
membentuk kalimat ini sehingga bersifat konstruksi bahasa perintah karena
terdapat kata “silahkan”.

Data (5)
Guru : “Yang sudah selesai bawa ke depan”
Siswa : (langsung maju ke depan)
Proposisi kondisional : Jika siswa telah selesai mengerjakan soal, maka
dibawa ke guru untuk diperiksa

34
Pada data (5) konstruksi bahasa yang diucapkan oleh guru ini termasuk
konstruksi bahasa yang bersifat perintah. Guru memberi perintah kepada siswa
apabila mereka telah selesai mengerjakan soal latihan yang telah diberikan agar
bisa dibawa ke depan untuk diperiksa oleh guru. Setelah guru selesai memeriksa,
maka akan diberi nilai, dari sini bisa diketahui sejauh mana siswa telah memahami
materi yang telah diberikan guru. Jika masih ada siswa yang sudah selesai
mengerjakan namun tidak membawanya kepada guru, menandakan sikap siswa
yang kurang taat pada perintah.
Data (6)
Guru :”Yang salah diperbaiki”
Siswa : (memperbaiki)
Proposisi kondisional : Jika ada jawaban yang salah, maka perlu diperbaiki
Pada data (6) guru mengkonstruksi bahasa untuk memberi perintah kepada
peserta didik. Maksud dari kalimat ini yaitu siswa yang saat mengerjakan latihan
soal masih ada kesalahan, mereka diberi perintah oleh guru untuk memperbaiki
kesalahan tersebut. Konstruksi bahasa ini bersifat perintah agar siswa melakukan
hal yang diperintahkan oleh guru. Hal ini sebagai bentuk agar siswa memiliki
sikap untuk memperbaiki kesalahan yang telah dibuat.
Data (7)
Guru : “Coba, kalian lihat materi sebelumnya”
Siswa :(melihat kembali materi sebelumnya)
Proposisi kondisional : Jika melihat kembali materi sebelumnya, maka
pasti ada keterkaitan dengan materi baru
Pada data (7) konstruksi bahasa guru ini termasuk bersifat perintah. Guru
memberi perintah kepada peserta didik agar kembali melihat materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Hal ini dilakukan guru karena pasti materi yang telah
dipelajari sebelumnya tersebut memiliki hubungan atau keterkaitan dengan materi
yang akan dipelajari saat itu. Sikap siswa dalam menanggapi konstruksi bahasa
ini, yaitu siswa harus menunjukkan sikap untuk mendengar perintah dengan
melihat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Data (8)

35
Guru : “Hapus papan tulis”
Siswa : (langsung menghapus papan)
Proposisi kondisional : Jika papan tulisnya kotor,maka siswa perlu
menghapus papan tulis
Pada data (8) guru mengkonstruksikan bahasa untuk memberi perintah
kepada siswanya untuk menghapus papan tulis yang ada di depan kelas. Hal ini
dilakukan guru karena papan tulis tersebut telah kotor dan juga dipenuhi dengan
tulisan sehingga guru meminta salah satu muridnya untuk menghapus papan.
Sikap yang harus dilakukan siswa adalah mendengar perintah dari guru dan
langsung menghapus papan tulis tersebut agar guru bisa menuliskan materi
pelajaran. Konstruksi bahasa guru ini termasuk konstruksi bahasa yang bersifat
perintah.
Data (9)
Guru : “Pindah duduk ke depan”
Siswa : (langsung duduk ke depan)
Proposisi kondisional : Jika siswa pindah duduk di depan, maka bangku di
depan dapat terisi
Pada data (9) konstruksi bahasa guru ini termasuk bersifat perintah. Guru
memberi perintah kepada siswanya untuk pindah dari bangku di belakang menuju
ke depan. Hal ini dilakukan guru karena bangku yang berada di depan tidak ada
siswa yang menempatinya sehingga guru meminta untuk memenuhi bangku yang
ada di depan. Sikap siswa dari konstruksi bahasa guru yang memberi perintah
adalah langsung maju untuk menempati bangku yang berada di depan. Sikap ini
menunjukkan siswa taat kepada perintah dari guru.

Data (10)
Guru : “Duduk dengan rapi”
Siswa : ( bergegas duduk dengan rapi)
Proposisi kondisional : Jika siswa duduk dengan rapi, maka akan nyaman
selama pembelajaran

36
Pada data (10) konstruksi bahasa guru ini bersifat perintah. Hal ini bisa
diketahui dari kalimat yang disampaikan guru kepada siswa untuk melakukan
tindakan” duduk dengan rapi”. Melalui kalimat ini guru menyuruh siswa untuk
duduk dengan rapi karena merupakan cara guru agar siswa selalu merasa nyaman
saat berada dalam ruang kelas selama pembelajaran berlangsung.
Data (11)
Guru : “Belajar yang tekun”
Siswa : (mendengarkan)
Proposisi kondisional : Jika tekun belajar, maka akan pandai
Pada data (11) konstruksi bahasa ini termasuk bersifat perintah. Guru
memerintah kepada para siswa agar tekun dalam belajar selama pelajaran
berlangsung. Tugas utama siswa adalah belajar dan jika siswa tekun dalam belajar
maka setiap materi yang disampaikan guru dapat dimengerti dan dipahami oleh
siswa dengan baik. Siswa perlu tekun dalam belajar, agar mereka mempunyai
tingkat pengetahuan yang tinggi sehingga siswa akan pandai.
Data (12)
Guru : “Baca di dalam hati”
Siswa : (diam dan membaca tanpa bersuara)
Proposisi kondisional : Jika membaca dalam hati, maka tidak ribut
Pada data (12) saat pembelajaran berlangsung, siswa sedang membaca
bahan bacaan yang telah disiapkan oleh guru. Namun saat membaca, para siswa
kebanyakan ribut sehingga mengganggu siswa yang lain. Akhirnya guru
memerintah semua siswa agar membaca dalam hati. Hal ini dilakukan guru agar
menghindari keributan yang mungkin bisa terjadi di dalam kelas. Konstruksi
bahasa ini bersifat perintah, di mana guru memberi perintah kepada siswa untuk
membaca tanpa suara sehingga tidak mengganggu ketenangan kelas.
Data (13)
Guru : “Coba, kerjakan lagi”
Siswa : (kembali mengerjakan)
Proposisi kondisional : Jika terus dikerjakan,maka jawabannya ditemukan

37
Pada data (13) guru mengkonstruksi bahasa perintah. Kalimat ini
bermaksud memberi perintah kepada siswa untuk mencoba mengerjakan lagi,
karena jawaban yang telah diberikan siswa masih kurang sehingga guru meminta
siswa untuk mencoba lagi. Hal ini agar terbentuk sikap siswa untuk tidak
menyerah dan terus berusaha dalam menemukan jawaban yang sesuai dan benar.
Konstruksi bahasa ini bersifat perintah karena terdapat penambahan sufiks –kan
pada kata “kerjakan”.
4.2.1.2 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Permintaan
Data (14)
Guru : “Tolong, perhatikan”
Siswa : (langsung memperhatikan)
Proposisi kondisional : Jika memperhatikan, maka akan mengerti
Pada data (14) termasuk dalam konstruksi bahasa yang bersifat
permintaan. Hal ini terlihat dari kalimat yang disampaikan guru dengan
menggunakan kata “tolong”. Maksud dari kalimat ini yaitu untuk meminta tolong
kepada siswa untuk memperhatikan penjelasan yang dilakukan oleh guru. Kalimat
ini mungkin sama maksudnya dengan kalimat pada data (1), namun yang
membedakannya sehingga termasuk dalam konstruksi bahasa meminta karena
menggunakan kata “tolong”.
Data (15)
Guru : “Ibu mau pertemuan berikut, semua sudah mengerjakan tugas di
rumah”
Siswa : (langsung mendengarkan dan menjawab)
Proposisi kondisional : Jika menyelesaikan tugas di rumah, maka saat di
sekolah tugasnya tinggal dibahas.

Pada data (15) konstruksi bahasa ini menunjukkan keinginan dari guru
agar siswa melakukan tindakan . kalimat ini bermaksud bahwa guru meminta
kepada siswa agar dapat mengerjakan tugas yang telah didapat saat berada di
rumah. Hal ini agar tugas ini dapat dibahas pada pertemuan berikutnya di sekolah.

38
Kalimat ini disebut konstruksi bahasa bersifat permintaan karena terdapat kata
“mau” dalam kalimat yang disampaikan guru.
Data (16)
Guru : “Tolong, bacanya yang keras”
Siswa : (membacakan dengan keras)
Proposisi kondisional : Jika saat membaca, maka suara perlu keras
Pada data (16) guru mengkonstruksi bahasa ini untuk meminta siswa agar
saat diminta oleh guru untuk membaca, siswa perlu membaca dengan suara yang
keras. Hal ini diminta oleh guru agar siswa lain dapat mendengarkan dengan baik
apa yang dibacakan oleh teman mereka. Konstruksi bahasa ini termasuk bersifat
permintaan. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan kata “tolong” dalam kalimat yang
disampaikan guru.
Data (17)
Guru : “Tolong, kerjakan dengan cepat
Siswa : (langsung cepat mengerjakan)
Proposisi kondisional : Jika dikerjakan dengan cepat, maka perlu ketelitian
Pada data (17) konstruksi bahasa ini termasuk konstruksi bahasa yang
bersifat permintaan. Guru meminta kepada peserta didik agar mengerjakan latihan
soal yang diberikan guru dengan cepat. Siswa perlu mengerjakan dengan cepat
dengan memanfaatkan waktu yang diberikan. Siswa juga perlu ketelitian dalam
mengerjakannya karena waktunya yang diberikan tidak terlalu banyak. Hal ini
dilakukan guru untuk membentuk sikap siswa agar teliti dan memanfaatkan
kesempatan yang diberikan. Konstruksi bahasa ini bersifat permintaan karena
adanya penggunaan kata “tolong” dalam kalimat yang disampaikan guru.

4.2.1.3 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Larangan


Data (18)
Guru : “Tidak boleh pulang sebelum semua buku disimpan ke dalam tas”
Siswa : (langsung menyimpan buku)

39
Proposisi kondisional : Jika belum menyimpan buku, maka tidak boleh
pulang
Pada data (18) guru mengkonstruksi bahasa kepada siswa untuk
mengambil semua buku di atas meja dan disimpan ke dalam tas. Respon yang
dilakukan siswa yaitu menyimpan semua buku yang masih tergeletak di atas meja
karena jika belum disimpan maka siswa tidak dibolehkan untuk pulang.
Konstruksi bahasa ini bersifat larangan karena menggunakan kata larangan “tidak
boleh”.
Data (19)
Guru : “Jangan ada yang bercerita”
Siswa : (menghentikan segala pembicaraan mereka)
Proposisi kondisional : Jika siswa bercerita, maka tidak mendengar
penjelasan guru
Pada data (19) guru mengucapkan kalimat yang mengandung konstruksi
bahasa yang bersifat larangan. Konstruksi bahasa larangan tersebut dapat dilihat
karena terdapat kata “jangan”. Hal ini mengandung arti bahwa guru melarang para
siswanya untuk bercerita saat mengikuti pembelajaran karena dapat mengganggu
proses belajar mengajar sehingga mereka tidak dapat mendengar apa yang
dijelaskan oleh guru.
Data (20)
Guru : “Jangan melihat ke belakang, lihatlah ke depan”
Siswa : (langsung berbalik)
Proposisi Kondisional : Jika melihat ke belakang, maka tidak akan
memperhatikan guru di depan
Pada data (20) guru mengkonstruksi bahasa yang bersifat larangan.
Kalimat ini untuk mengingatkan karena guru melihat ada siswa yang melihat ke
belakang dan sepintas berbicara dengan temannya. Hal ini membuat guru
memberi teguran dan mengingatkan kepada siswa untuk memperhatikan ke depan
kelas. Konstruksi bahasa ini bersifat larangan karena terdapat kata “jangan” dalam
kalimat yang diucapkan guru.
Data (21)

40
Guru : “Jangan coret tembok”
Siswa : (berhenti mencoret tembok)
Proposisi kondisional : Jika mecoret tembok, maka dapat mengotori
tembok ruang kelas
Pada data (21) konstruksi bahasa ini bersifat larangan. Hal ini bisa
diketahui dari adanya larangan guru kepada siswa untuk tidak boleh mencoret
tembok kelas. Guru melarang siswa untuk melakukan tindakan tersebut karena
dapat mengotori tembok kelas akibatnya kelas tidak terlihat bagus. Siswa terlihat
merespon konstruksi bahasa guru ini dengan menghentikan tindakan mencoret
tembok kelas. Adanya kata “jangan” dalam kalimat yang disampaikan oleh guru
ini menunjukkan konstruksi bahasa yang bersifat larangan.
Data (22)
Guru : “Jangan ribut”
Siswa : (diam)
Proposisi kondisional : Jika siswa ribut, maka kegiatan belajar mengajar
terganggu
Pada data (22) untuk konstruksi bahasa bersifat larangan, pada saat guru
menjelaskan, ada siswanya yang ribut dan mengganggu temannya yang lain. Pada
saat itu, guru melarang siswa untuk tidak ribut karena materi yang dijelaskan
belum selesai, jika mereka ribut nanti temannya juga tidak paham dengan apa
yang disampaikan oleh guru dan juga membuat guru menjadi tidak fokus.
Konsentrasi dari guru akan menjadi kacau, maka dari itu guru melarang siswa
untuk tidak ribut karena guru ingin para siswa mendengarkan guru yang sedang
menjelaskan materi supaya mereka bisa mengerti dengan penjelasan dari guru.

Data (23)
Guru : “Jangan ada yang bermain”
Siswa : (berhenti bermain dan kembali fokus)
Proposisi kondisional : Jika siswa bermain, maka siswa tidak fokus

41
Pada data (23) saat guru menjelaskan materi, ada siswa yang sedang
bermain seperti tidak menghargai gurunya yang sedang menyampaikan materi,
sehingga guru melarang siswa untuk berhenti bermain dan tetap fokus dengan
pelajaran. Jika siswa tetap bermain maka akan membuat siswa lain dan guru juga
ikut tidak fokus. Konstruksi bahasa ini bersifat larangan karena terdapat kata
“jangan” dalam kalimat yang dsampaikan guru.
Data (24)
Guru : “Jangan lupa tulis namanya”
Siswa : (mendengar dan menulis nama)
Proposisi kondisional : Jika siswa lupa menulis nama, maka guru akan
sulit mengenali hasil kerja siswa
Pada data (24) guru mengkonstruksikan bahasa untuk memberi larangan
kepada peserta didik agar tidak lupa menuliskan nama mereka pada hasil
pekerjaan yang telah dibuat. Hal ini dilakukan guru agar dapat mengetahui
pekerjaan tersebut adalah milik siswa yang mana. Jika ada nama siswa yang
tertera dalam hasil kerjanya maka guru akan mudah mengetahui dan memberi
nilai, namun sebaliknya jika siswa lupa mencantumkan nama maka guru akan silit
mengetahui bahwa itu adalah pekerjaan siswa yang mana. Sikap siswa yaitu
mendengar apa yang disampaikan guru dan langsung mencantumkan nama pada
hasil kerja mereka masing-masing.
Data (25)
Guru : “Jangan malu”
Siswa : (langsung memberanikan diri)
Proposisi kondisional : Jika malu, maka tidak percaya diri
Pada data (25) Guru melarang kepada para peserta didik agar jangan
bersikap malu selama pembelajaran berlangsung. Jika siswa memiliki sikap malu
di dalam kelas, itu merupakan hal yang menghawatirkan karena dapat membuat
siswa tidak memiliki rasa kepercayaan dalam dirinya yang dapat menghambat
siswa itu sendiri. Konstruksi bahasa ini bersifat larangan ditandai dengan kata
“jangan” pada kalimat yang sampaikan guru.
Data (26)

42
Guru : “Jangan takut salah”
Siswa : (mencoba menjawab)
Proposisi kondisional : Jika takut salah, maka tidak ada keberanian
Pada data (26) konstruksi bahasa ini juga termasuk bersifat larangan.
Sering kali siswa selama pembelajaran berlangsung di kelas, mereka selalu
memiliki rasa takut. Ketakutan mereka timbul karena adanya pikiran bahwa takut
apa yang mereka sampaikan itu nanti akan dianggap guru sebagai sesuatu yang
salah. Hal inilah yang akan membuat peserta didik nantinya tidak memiliki
keberanian untuk menjawab apa yang ditanyakan guru,bukan karena mereka tidak
mengetahui jawabannya, tetapi karena timbul rasa takut jika jawaban itu salah.
Konstruksi bahasa ini bersifat larangan karena adanya kata “jangan” dalam
kalimat tersebut.
Data (27)
Guru :“Jangan menyontek”
Siswa : ( langsung mengerjakan sendiri)
Proposisi kondisional : Jika menyontek, maka akan dihukum
Pada data (27) guru melarang para siswanya agar tidak boleh menyontek
jawaban-jawaban dari siapa pun dan dari mana pun. Hal ini perlu dilakukan guru
agar membuat siswa yakin akan apa yang telah dipelajarinya dan percaya dengan
kemampuan yang mereka miliki. Guru juga perlu memberi hukuman jika siswa
kedapatan menyontek dari sumber mana pun dengan memberikan teguran berupa
hukuman. Sifat dari konstruksi bahasa ini yaitu larangan, ditandai dengan adanya
kata “jangan” dalam kalimat tersebut.
Data (28)
Guru : “Jangan bermain hp”
Siswa : ( mendengar dan langsung menyimpan handphone)
Proposisi kondisional : Jika bermain handphone, maka akan disita
Pada data (28) kalimat ini bermaksud untuk memberitahukan kepada siswa
agar saat pembelajaran berlangsung tidak boleh ada siswa yang bermain
handphone. Konstruksi bahasa ini termasuk bersifat larangan diketahui dari

43
adanya kata “jangan” yang diucapkan oleh guru. Hal ini bisa diketahui dengan
adanya larangan jika siswa bermain hp maka bisa saja akan disita oleh guru.
4.2.1.4 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Imbauan
Data (29)
Guru : “Buanglah sampah pada tempatnya”
Siswa : (langsung membuang sampah ke tempat sampah)
Proposisi kondisional : Jika siswa membuang sampah pada tempatnya,
maka kelas menjadi bersih
Pada data (29) konstruksi bahasa ini bersifat imbauan. Kalimat “buanglah
sampah pada tempatnya” merupakan kalimat yang memiliki maksud agar siswa
dapat membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan di kelas.
Guru mengkonstruksi bahasa ini agar siswa selalu menjaga kebersihan kelas
karena faktor kebersihan juga dapat mengganggu jalannya aktivitas belajar-
mengajar.
Data (30)
Guru : “Lebih teliti lagi”
Siswa : (kembali fokus dan teliti)
Proposisi kondisional :Jika teliti, maka tidak ada kesalahan
Pada data (30) guru meminta kepada siswa agar teliti. Dalam
pembelajaran, ketelitian dari siswa sangat diperlukan untuk dapat meminimalisir
kesalahan yang dapat dibuat oleh siswa. Semakin kecil kesalahan yang dibuat
siswa, maka tingkat ketelitian siswa sangat tinggi. Konstruksi bahasa ini bersifat
imbauan, hal ini bisa dilihat dari kalimat “lebih teliti lagi” ini menunjukkan bahwa
guru menghimbau kepada para siswa agar selalu teliti dalam pembelajaran.
Data (31)
Guru : “Besok datang lebih awal”
Siswa : (mendengarkan)
Proposisi kondisional : Jika datang lebih awal, maka tidak terlambat
Pada data (31) kalimat yang diucapkan oleh guru termasuk konstruksi
bahasa yang bersifat imbauan. Guru memberi imbauan kepada semua siswa agar
besok datang ke sekolah lebih awal. Kebiasaan siswa yang datang terlambat

44
membuat guru perlu mengkonstruksi kalimat ini agar membuat siswa mengubah
sikapnya yang biasa sering terlambat agar datang lebih pagi lagi. Saat siswa
datang terlambat akibatnya mungkin membuat siswa tidak dapat mengikuti
pembelajaran dari awal, sehingga mungkin akan ketinggalan materinya. Hal inilah
yang perlu dilakukan guru untuk selalu mengkonstruksi bahasa yang dapat
membentuk sikap siswa agar lebih tepat waktu.
Data (32)
Guru : “Lebih giat belajar”
Siswa : (fokus belajar)
Proposisi kondisional : Jika giat belajar, maka akan berprestasi
Pada data (32) konstruksi bahasa ini bersifat imbauan. Guru memberi
imbauan kepada siswanya untuk lebih giat lagi dalam belajar. Siswa perlu diberi
dorongan seperti ini agar mempunyai sikap sebagai seorang pelajar yang
mempunyai tugas utama yaitu belajar. Ketika siswa giat dalam belajar maka siswa
akan dapat mendapatkan prestasi. Konstruksi bahasa seperti ini yang perlu
disampaikan guru kepada siswa agar dapat menunjang prestasi siswa di sekolah.
Data (33)
Guru : “Usahakan kerja dengan baik”
Siswa : (langsung fokus mengerjakan)
Proposisi kondisional : Jika dikerjakan dengan baik, maka hasilnya
memuaskan
Pada data (33) konstruksi bahasa ini bersifat imbauan. Hal ini terlihat
karena konstruksi bahasa guru ini terdapat kata “usahakan” yang termasuk kata
imbauan. Kalimat ini menggambarkan guru yang memberi imbauan kepada para
siswanya untuk mengerjakkan apa yang diberikan guru dengan sebaik mungkin
agar hasil yang siswa dapatkan dapat memuaskan mereka sendiri.

Data (34)
Guru : “Waktu mengerjakannya selesai”
Siswa : (langsung berhenti mengerjakan)

45
Proposisi kondisional : Jika waktu mengerjakannya selesai, maka siswa
harus berhenti mengerjakan
Pada data (34) guru mengkonstruksi bahasa berupa imbauan kepada siswa
bahwa waktu yang diberikan guru untuk mengerjakan soal yang diberikan telah
selesai sehingga siswa harus berhenti mengerjakan. Hal ini menunjukkan
konstruksi bahasa yang disampaikan oleh guru pada data di atas menunjukkan
sifat mengimbau peserta didik. Imbauan yang disampaikan guru langsung
direspon oleh siswa dengan menunjukkan sikap untuk berhenti mengerjakan.
Data (35)
Guru : “kalau belum selesai mengerjakan, bisa dilanjutkan di rumah”
Siswa : (mendengarkan dan berhenti mengerjakan)
Proposisi kondisional : Jika belum selesai mengerjakan, maka bisa
dilanjutkan di rumah
Pada data (35) konstruksi bahasa guru ini bersifat imbauan. Guru memberi
arahan kepada siswa apabila mereka belum selesai mengerjakan soal yang
diberikan, maka siswa diberikan kesempatan untuk dapat melanjutkan pekerjaan
tersebut di rumah masing-masing. Hal ini dilakukan oleh guru agar siswa
diberikan waktu lebih sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu yang
diberikan dengan baik dengan menunjukkan hasil kerja yang baik pula.
4.2.1.5 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Ajakan
Data (36)
Guru : “Sebelum pelajaran dimulai, marilah satu orang memimpin doa”
Siswa : (salah seorang siswa memimpin doa)
Proposisi kondisional : Jika memulai pembelajaran, maka diawali dengan
doa
Pada data (36) guru mengajak para siswa untuk berdoa sebelum memulai
kegiatan belajar mengajar. Kalimat ini bermaksud mengajak semua siswa dan
guru untuk memanjatkan doa sebelum pelajaran di mulai agar Tuhan Yang Maha
Esa selalu menjaga dan melindungi kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
hari itu. Konstruksi bahasa ini bersifat ajakan karena terdapat kata “marilah”
dalam kalimat yang disampaikan guru.

46
Data (37)
Guru : “Ayo, ke depan”
Siswa : (maju ke depan)
Proposisi kondisional : Jika siswa ke depan, maka siswa patuh terhadap
guru
Pada data (37) guru mengkonstruksi bahasa untuk meminta kepada siswa
agar maju ke depan. Siswa perlu merespon guru dengan menunjukkan sikap untuk
patuh dengan apa yang diminta oleh guru dan langsung maju ke depan.
Konstruksi bahasa guru ini termasuk bersifat ajakan. Adanya kata “ayo” dalam
kalimat yang disampaikan guru menunjukkan kalimat ajakan kepada siswa
sehingga siswa perlu mengikutinya.
4.2.1.6 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Paksaan
Data (38)
Guru : “Kalian harus tertib”
Siswa : (kembali tertib)
Proposisi kondisional : Jika siswa tertib, maka keadaan kelas kondusif
Pada data (38) konstruksi bahasa ini ditujukan kepada siswa untuk
mengharuskan mereka agar dapat tertib. Kalimat ini termasuk konstruksi bahasa
bersifat paksaan, yang bisa dilihat karena adanya kata “harus”. Guru memaksa
para siswa agar berlaku tertib selama mengikuti pembelajaran agar menciptakan
keadaan kelas yang kondusif sesuai dengan skenario yang telah direncanakan
guru.
Data (39)
Guru : “Kalian harus mampu mencermati”
Siswa : (langsung mencermati)
Proposisi kondisional : Jika bisa mencermati, maka materi dapat dipahami
Pada data (39) guru menkonstruksi bahasa kepada siswa agar dapat
mencermati dengan baik materi yang sedang disampaikan guru. Materi yang
disampaikan guru perlu dicermati oleh siswa sehingga siswa mendapat
pemahaman yang jelas tentang materi pembelajaran tersebut. Jika dilihat,
konstruksi bahasa yang disampaikan guru bersifat paksaan. Hal ini bisa dilihat

47
dari adanya pengunaan kata “harus” yang menunjukan bahwa adanya keharusan
untuk siswa mencermati setiap materi yang disampaikan guru.
4.2.1.7 Konstruksi Bahasa Guru Dalam Kalimat Ancaman
Data (40)
Guru : “Yang salah dihukum”
Siswa : (mendengarkan)
Proposisi kondisional : Jika bersalah, maka dihukum
Pada data (40) menunjukkan konstruksi bahasa guru yang bersifat
ancaman. Guru mengancam para siswa apabila mereka melakukan kesalahan
maka mereka akan memperoleh ganjaran berupa hukuman. Konstruksi bahasa ini
akan membentuk sikap siswa untuk tidak melakukan kesalahan apapun selama
pembelajaran berlangsung agar mereka terhindar dari hukuman yang dapat
merugikan mereka sendiri sebagai siswa.
4.2.2 Kemampuan Afektif Siswa yang Terbentuk
4.2.2.1 Kemampuan Afektif Siswa Menerima
Pada sikap menerima terdapat 5 aspek afektif yang terbentuk yaitu:
perhatian siswa, kemauan siswa menerima penjelasan guru, semangat siswa,
kemauan siswa mendengar, dan kesadaran siswa mengikuti pembelajaran.
1. Perhatian siswa terlihat saat siswa berhenti melakukan apapun di saat
setelah guru meminta agar memperhatikan penjelasan yang diberikan.
Sikap siswa yang langsung memperhatikan menunjukkan bahwa
respon yang diberikan siswa sesuai dengan yang diharapkan guru
karena siswa memiliki kepekaan terhadap hal yang diminta oleh guru.
2. Kemauan siswa menerima guru terbentuk saat sikap siswa yang bukan
saja menerima tetapi melakukan apa yang dijelaskan oleh guru dimana
mereka menyimpan semua peralatan tulis ke dalam tas sebelum
pulang. Ini menunjukkan bahwa penjelasan yang diberikan guru
diterima dan dilaksanakan dengan baik.
3. Semangat siswa terlihat saat siswa yang dengan bersemangat
menyelesaikan soal agar diberikan kepada guru untuk diperiksa. Hal

48
ini tentu akan memacu para siswa agar mereka berlomba-lomba untuk
siapa yang lebih dahulu menyelesaikan soal tersebut dengan benar.
4. Kemauan siswa mendengarkan terlihat saat sikap siswa mendengar
dengan baik apa yang disampaikan guru. Siswa menunjukkan dengan
memasang telinga dan juga memusatkan perhatian mereka agar dapat
memahami apa yang guru sampaikan.
5. Kesadaran siswa mengikuti pembelajaran terlihat dari sikap siswa
dimana mereka sering datang terlambat namun guru memberikan
teguran. Teguran itu kemudian diterima siswa sehingga perubahan
terlihat setelah keesokan harinya mereka datang ke sekolah lebih awal
sehingga tidak terlambat masuk ke kelas.
4.2.2.2 Kemampuan Afektif Siswa Menanggapi
Pada sikap menanggapi terbentuk 5 aspek afektif yaitu: siswa menikmati
pembelajaran, siswa senang mengikuti pembelajaran, siswa melaksanakan
tugas dari guru, siswa setuju dengan mererespon pembelajaran, dan siswa aktif
dalam pembelajaran.
1. Siswa menikmati pembelajaran terlihat saat siswa mengerjakan tugas
yang diberikan namunmereka melakukan kesalahan. Dari kesalahan
yang telah dibuat siswa, mereka kemudian menunjukan perubahan di
mana mereka terlihat lebih teliti dalam mengerjakan tugas ataupun
latihan yang diberikan. Sama halnya dengan siswa yang saat
pembelajaran berlangsung mereka terlihat kurang giat dalam belajar.
Siswa kemudian mendengarkan apa yang disampaikan guru agar lebih
giat dalam belajar karena mereka menginginkan agar ada perubahan di
mana mereka dapat berprestasi baik di sekolah maupun di lingkungan
sekitar. Sehingga siswa terlihat terus belajar selama pembelajaran di
kelas berlangsung.
2. Siswa senang mengikuti pembelajaran terlihat saat mereka
mengerjakan latihan soal namun jawaban yang didapat bukanlah
jawaban yang benar. Siswa kemudian mengambil sikap untuk
mengubah jawaban tersebut dan mencari jawaban yang benar. Sikap

49
ini menunjukkan bahwa ketika siswa terus mengerjakan latihan soal
tersebut maka ada perubahan yaitu siswa dengan usahanya sendiri
dapat menemukan jawaban yang tepat.
3. Siswa melaksanakan tugas dari guru secara sukarela terlihat saat siswa
melihat papan tulis sudah kotor dan penuh dengan tulisan guru
sehingga perlu dihapus agar guru dapat menulis di papan lagi. Siswa
kemudian menunjukkan sikap sukarelanya dengan maju ke depan dan
menghapus papan tulis. Hal ini menunjukkan sikap siswa dari yang
sebelumnya tidak peduli dengan yang diperintahkan guru berubah
menjadi seseorang yang dengan sukarela melaksanakan tugas dari
guru.
4. Siswa setuju dengan merespon pembelajaran terlihat saat siswa yang
sedang mengerjakan latihan soal namun waktu untuk mengerjakannya
telah selesai. Terlihat masih ada siswa yang masih melanjutkan
mengerjakan latihan tersebut sehingga guru menyampaikan bahwa
waktu mengerjakannya selesai. Pada saat itulah terjadi perubahan di
mana siswa mengatur waktu agar ketika waktu mengerjakannya selesai
maka siswa harus berhenti mengerjakan.
5. Siswa aktif dalam pembelajaran terlihat saat siswa yang tidak patuh
terhadap perintah. Namun perubahan itu dapat dilihat saat siswa maju
ke depan yang menunjukkan siswa tersebut patuh terhadap guru saat
guru memberi perintah untuk maju ke depan.
4.2.2.3 Kemampuan Afektif Siswa Menghargai Nilai
Pada sikap berdasarkan nilai terdapat 5 aspek afektif yang terbentuk yaitu:
siswa memiliki komitmen terhadap tugas, siswa menerima pembelajaran
melalui bentuk tindakan, siswa memilih beberapa alternatif tindakan guru,
siswa tidak menghiraukan yang disampaikan atau diperintahkan, dan siswa
mengapresiasi pembelajaran.
1. Siswa memiliki komitmen terhadap tugas terlihat dari sikap siswa yang
sering mengerjakan tugas di sekolah. Hal ini kemudian berubah
dengan adanya sikap dari siswa yang merasa bahwa saat di sekolah

50
bukanlah waktu untuk mengerjakan tugas lagi namun tugas itu harus
dikerjakan di rumah sehingga tugas tersebut tinggal dibahas secara
bersama-sama saat berada di sekolah.
2. Siswa menerima pembelajaran melalui bentuk tindakan terlihat dari
sikap siswa yang tidak menjaga kebersihan kelas sehingga terlihat
kotor. Namun hal itu dapat berubah setelah guru meminta siswa untuk
membuang sampah pada tempatnya sehingga terjadi perubahan sikap
di mana siswa menjaga ruang kelas mereka agar tetap terlihat bersih.
3. Siswa memilih beberapa alternatif tindakan guru terlihat dari sikap
siswa yang diberikan latihan soal namun belum bisa menyelesaikan
soal tersebut hingga jam pelajaran selesai. Siswa kemudian diberikan
pilihan alternatif dengan merubah dari menyelesaikan soal di sekolah
akhirnya dikerjakan di rumah masing-masing siswa.
4. Siswa tidak menghiraukan yang disampaikan atau diperintahkan
terlihat saat siswa yang sering melakukan kesalahan namun tidak ingin
mendapat hukuman jika bersalah. Hal inilah kemudian guru memberi
teguran yang membuat siswa berubah agar tidak melakukan kesalahan
sehingga tidak mendapat hukuman apapun.
5. Siswa mengapresiasi pembelajaran terlihat saat siswa yang sebelumnya
lupa untuk membaca kembali materi yang telah diterima sebelumnya,
akibatnya ketika guru bertanya dipertemuan berikutnya siswa tidak
dapat menjawab. Hal inilah yang membuat guru memberitahukan
kepada siswa hingga siswa mengalami perubahan sikap untuk selalu
membaca materi sebelumnya karena dari materi tersebut ada
keterkaitannya dengan materi baru yang akan dipelajari selanjutnya.

4.2.2.4 Kemampuan Afektif Siswa Mengorganisasikan Nilai


Pada sikap mengorganisasikan nilai terdapat 5 aspek afektif yang
terbentuk yaitu: siswa konsisten dalam pembelajaran, siswa terbuka dalam

51
pembelajaran, siswa mencerminkan tingkah laku dalam pembelajaran, siswa
menilai pembelajaran, dan siswa bekerjasama dalam pembelajaran.
1. Siswa konsisten dalam pembelajaran terlihat dari sikap siswa yang
suaranya tidak dikeraskan saat sedang membaca untuk seluruh
temannya. Hal inilah yang membuat guru meminta konsistensi dari
siswa sehingga terjadi perubahan sikap siswa yang membaca dengan
suara yang keras agar dapat didengar oleh seluruh siswa yang berada di
kelas. Sama halnya dengan sikap siswa yang sedang mengerjakan soal
namun dikerjakan dengan lambat sehingga guru mempertanyakan
konsistensi dari siswa dalam belajar. Siswa kemudian menunjukkan
perubahan sikap dengan mengerjakan soal dengan cepat dengan penuh
ketelitian dalam menyelesaikannya.
2. Siswa terbuka dalam pembelajaran terlihat saat siswa memberikan
jawaban namun jawaban yang diberikan tersebut salah sehingga guru
meminta adanya keterbukaan dari siswa. Hal ini kemudian membuat
siswa memiliki perubahan sikap untuk selalu memperbaiki jawaban
yang salah tersebut sebab guru menekankan sikap keterbukaan.
Hampir sama dengan sikap siswa tidak mengerjakan apa yang diminta
guru dengan baik akibatnya guru meminta adanya sikap terbuka dari
siswa. Siswa kemudian merespon dengan menunjukan perubahan sikap
di mana siswa menginginkan hasil kerja dari dirinya dapat memuaskan
sehingga siswa dituntut agar kerja dengan baik.
3. Siswa mencerminkan tingkah laku dalam pembelajaran terlihat dari
sikap siswa yang tidak menyisipkan baju ke dalam, sehingga guru
mengharapkan agar tingkah laku siswa tersebut diubah. Perubahan itu
terlihat saat siswa menginginkan agar terlihat rapi sehingga salah satu
hal yang diperhatikan siswa adalah menyisipkan baju saat berada di
sekolah.
4. Siswa menilai pembelajaran terlihat dari sikap siswa yang belum
memahami penjelasan dari apa yang disampaikan guru. Dari hal ini
membuat perubahan dalam sikap siswa agar mengajukan pertanyaan

52
kepada guru disaat ada hal atau penjelasan yang tidak atau belum
dipahami.
5. Siswa bekerjasama dalam pembelajaran terlihat dari sikap siswa yang
tidak tertib saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Hal ini
kemudian membuat guru mengkonstruksikan bahasa untuk siswa
menunjukkan sikap kerjasama mereka. Perubahan ini kemudian
ditunjukkan siswa dengan membuat keadaan kelas kondusif karena
semua siswa di dalam kelas mulai tertib. Sama halnya dengan sikap
siswa yang terlihat tidak memahami materi yang disampaikan guru.
Guru kemudian meminta agar siswa dapat bekerja sama dalam
kelompok dan temannya. Siswa akhirnya menunjukkan perubahan
sikap dengan berusaha mencermati materi yang disampaikan guru
sehingga materi tersebut dapat dipahami siswa.
4.2.2.5 Kemampuan Afektif Siswa Mengembangkan Nilai
Pada karakterisasi terdapat 5 aspek afektif yang terbentuk yaitu: siswa
mengembangkan nilai-nilai dalam pembelajaran, siswa menunjukkan tingkah
laku yang konsisten, siswa menyesuaikan diri dalam pembelajaran,
keteraturan pribadi siswa, dan keteraturan sosial siswa.
1. Siswa mengembangkan nilai-nilai dalam pembelajaran terlihat
sebelum pembelajaran dimulai siswa diminta oleh guru untuk
memimpin doa. Siswa kemudian melaksanakan perintah guru dengan
langsung maju ke depan dan memimpin doa sebelum memulai
pembelajaran. Ini menunjukkan perubahan sikap di mana siswa dapat
membentuk nilai religius dalam diri siswa itu sendiri.
2. Siswa menunjukkan tingkah laku yang konsisten terlihat dari sikap
siswa yang tidak ingin duduk di bangku yang paling depan namun
guru memberi arahan sehingga siswa menunjukkan perubahan sikap
siswa yang berpindah untuk duduk di bangku yang paling depan
tersebut agar bangku yang berada di depan dapat terisi. Hal ini juga
sama dengan sikap siswa yang diminta oleh guru untuk duduk dengan
rapi. Siswa menunjukkan perubahan sikap dengan langsung duduk

53
dengan rapi sehingga dapat merasa nyaman selama mengikuti
pembelajaran berlangsung. Sama juga dengan sikap siswa saat diminta
oleh guru untuk membaca tanpa bersuara dalam artian membaca dalam
hati. Siswa menunjukkan perubahan sikap dengan membaca di dalam
hati sehingga dapat meminimalisir keributan yang dapat terjadi di
kelas.
3. Siswa menyesuaikan diri dalam pembelajaran terlihat saat siswa
diharapkan guru untuk dapat belajar secara tekun. Siswa menunjukkan
perubahan sikap dengan menekuni tugasnya sebagai pelajar sehingga
menyesuaikan diri karena tugas utama seorang siswa dalam belajar
agar memiliki kepandaian di dalam diri.
4. Keteraturan pribadi siswa terlihat dari sikap siswa yang harus memiliki
karakter di dalam dirinya sehingga dapat menunjang kepribadiannya.
Kebiasaan siswa yang sering lupa, berubah saat siswa mengerjakan
hasil kerja mereka dan mereka tidak lagi lupa menulis nama sehingga
guru dapat dengan mudah mengetahui hasil kerja mereka masing-
masing. Perubahan itu juga terlihat dari sikap siswa yang menunjukkan
kepercayaan diri mereka saat kegiatan belajar mengajar sehingga
mereka tidak terlihat malu lagi selama pembelajaran. Siswa juga
terlihat menunjukkan perubahan sikap dengan menunjukkan
keberaniannya saat diminta oleh guru untuk mengerjakan latihan soal
sehingga siswa tidak memiliki rasa takut jika jawaban yang dikerjakan
tersebut salah. Perubahan sikap siswa juga terlihat saat mereka tidak
menyontek saat mengerjakan soal yang diberikan guru karena mereka
tidak ingin agar hasil kerja mereka tidak diberi nilai oleh guru.

5. Keteraturan sosial siswa terlihat dari sikap siswa yang harus memiliki
sikap sosial dalam dirinya seperti sikap sopan santun, sikap toleransi ,
dan sikap disiplin. Perubahan sikap siswa terlihat saat siswa tidak
bercerita saat guru sedang menjelaskan materi. Hal ini dilakukan siswa

54
agar mereka dapar mendengar dengan baik apa yang disampaikan guru
dan mereka juga menunjukkan sikap toleransi mereka dengan
menghargai guru yang sedang menjelaskan di depan kelas. Perubahan
lain juga terlihat saat siswa memperhatikan guru yang berada di depan
dan mereka tidak bercerita dengan teman yang berada di belakang
mereka. Ini menunjukkan sikap siswa yang toleransi dan sopan santun
terhadap guru sebagai pendidik mereka. Siswa juga menunjukkan
perubahan sikap dengan tidak lagi mencoret tembok ruang kelas yang
dapat mengotori tembok tersebut. Ini menunjukkan siswa
menunjukkan sikap disiplinnya dengan tidak merusak fasilitas yang
berada di sekolah. Perubahan lain juga terlihat saat siswa tidak terlihat
ribut saat pembelajaran berlangsung karena mereka telah mengetahui
bahwa dapat mengganggu teman dan juga guru. Sikap ini
menunjukkan siswa yang terlihat sopan saat berada di kelas dan
kedisiplinan siswa yang membuat mereka sadar bahwa hal tersebut
dapat mengganggu kenyamanan kelas. Sikap siswa yang berubah
terilihat saat siswa yang tidak menyibukan dirinya dengan bermain
saat pembelajaran berlangsung karena mereka ingin fokus dengan
materi yang dipelajari saat itu. Hal ini menunjukkan sikap siswa yang
disiplin karena mereka mengetahui untuk tidak bermain dan juga
menunjukkan kesopanan mereka dalam belajar. Perubahan juga terlihat
saat sikap siswa tidak bermain handphone (hp) saat pembelajaran
berlangsung karena guru menegaskan bahwa siapa yang terlihat
memegang hp saat guru sedang mengajar maka guru akan menyita
handphone (hp) mereka. Ini menunjukkan sikap siswa yang disiplin
dengan aturan yang telah dibuat oleh guru.

Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa konstruksi bahasa


mulai dari bersifat memerintah, bersifat meminta, bersifat melarang, bersifat
menghimbau, bersifat mengajak, bersifat memaksa, dan bersifat mengancam yang
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membentuk afektif siswa

55
sangat direspon balik oleh peserta didik dengan baik. Membentuk afektif siswa
mulai dari sikap menerima, sikap menanggapi, sikap berdasarkan nilai, sikap
mengorganisasikan nilai, dan karakterisasi merupakan bagian dari konstruksi
bahasa guru selama proses pembelajaran di kelas. Konstruksi bahasa guru
umumnya telah dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia kelas VIII di SMP Negeri
12 Kupang. Jika dikaitkan dengan kemampuan afektif menurut Yulaelawati yang
dikenal sebagai tingkatan taksonomi Krathwohl, umumnya sudah dilakukan dan
dilaksanakan oleh siswa itu sendiri, namun belum sepenuhnya dijalankan dengan
baik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan

56
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang dilakukan penulis
dengan judul “Konstruksi Bahasa Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk
Membentuk Kemampuan Afektif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang”
maka dapat diambil simpulan oleh peneliti bahwa peneliti mengelompokkan data
konstruksi bahasa guru yang bersifat perintah, bersifat permintaan, bersifat
larangan, bersifat imbauan, bersifat ajakan, bersifat paksaan, dan bersifat ancaman
yang didapatkan di lapangan dengan lima bagian dari aspek afektif, mulai dari
sikap menerima, sikap menanggapi, sikap berdasarkan nilai, sikap
mengorganisasikan nilai, dan karakterisasi.
Konstruksi bahasa guru kalimat perintah ditandai dengan penggunaan
sufiks –kan pada kata “masukkan” dan “kerjakan”, dan adanya penggunaan kata
“silakan”. Konstruksi bahasa guru kalimat permintaan ditandai dengan adanya
kata ‘tolong” dan “mau”. Pada Konstruksi bahasa guru kalimat larangan
ditemukan adanya penggunaan kata ‘tidak boleh” dan “jangan”. Konstruksi
bahasa guru kalimat imbauan ditandai dengan adanya kata “usahakan”. Pada
kalimat ajakan ditandai dengan penggunaan kata “marilah dan “ayo”. Pada
konstruksi bahasa guru kalimat paksaan ditemukan penggunaan kata “harus”.
Sedangkan pada konstruksi bahasa guru kalimat ancaman dilihat secara
keseluruhan kalimat yang terdapat pada kalimat “yang salah dihukum”.
Kemampuan afektif siswa yang terbentuk pada sikap menerima yaitu
siswa masih bersikap pasif, hanya mendengar dan memperhatikan. Peneliti
menemukan 12 data yang membentuk sikap menerima. Pada sikap menanggapi,
siswa menunjukkannya dengan melakukan respon. Peneliti menemukan 33 data
yang membentuk sikap menanggapi. Sikap menghargai nilai terlihat dari siswa
yang dapat menilai sikap benar dan salah. Seperti pada data (2), siswa memilih
untuk memasukkan baju agar terlihat rapi, dibandingkan untuk tidak memasukkan
baju akibatnya ditegur guru.

Pada sikap mengorganisasikan nilai, siswa memadukkan sikap benar dan salah
hingga terbentuk nilai baru. Terlihat pada data (2) siswa memilih nilai baru yaitu
menyisipkan baju agar terlihat rapi karena tidak ingin dimarahi guru. Pada sikap

57
mengembangkan nilai siswa menunjukkan nilai tersebut dalam pola hidup yang
dilakukan secara konstan. Seperti pada data (2) karakterisasi yang terlihat yaitu
saat berangkat dari rumah ke sekolah, siswa selalu menyisipkan bajunya hingga ia
pulang sekolah.
Konstruksi bahasa guru yang berfungsi membentuk afektif umumnya telah
dilakukan oleh guru bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang, dan
kemampuan afektif siswa juga telah dilakukan dan dilaksanakan oleh siswa itu
sendiri, namun belum sepenuhnya dijalankan dengan baik dalam mencapai suatu
tujuan pembelajaran.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil temuan dan sebagai sumbangan pemikiran dari penulis
mengenai konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk
membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kupang, maka
penulis mencoba menuangkan saran-saran yang dapat dipertimbangkan:

1. Bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia, diharapkan mampu


mengurangi penggunaan konstruksi bahasa guru yang berhubungan
dengan karakterisasi, guru sebaiknya menyeimbangkan penggunaan
seluruh konstruksi bahasa guru dalam membentuk sikap siswa mulai dari
sikap menerima, sikap menanggapi, sikap berdasarkan nilai, dan sikap
mengorganisasikan nilai sehingga tidak ada konstruksi bahasa guru yang
terlalu dominan.
2. Bagi siswa, diharapkan dapat menangkap konstruksi bahasa guru sehingga
dapat membentuk kemampuan afektif dalam diri mereka selama kegiatan
belajar mengajar. Dengan adanya konstruksi bahasa guru, siswa harus
membentuk dan menunjukkan sikap sesuai dengan apa yang diminta oleh
guru selama pembelajaran berlangsung.
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan baru
dalam bidang ilmu pendidikan, khususnya konstruksi bahasa guru untuk
membentuk kemampuan afektif siswa yang muncul selama kegiatan
belajar mengajar.

58
4. Bagi penelitian selanjutnya, karena penelitian ini hanya menganalisis
tentang konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa Indonesia dalam
membentuk kemampuan afektif siswa kelas VIII. Oleh karena itu, peneliti
menyarankaan jika peneliti selanjutnya akan melakukan penelitian yang
sama ataupun berkaitan dengan penelitian ini, dapat lebih memperkaya
penelitian mengenai konstruksi bahasa guru mata pelajaran bahasa
Indonesia dan dijadikan sebagai studi perbandingan dalam meningkatkan
mutu dan kualitas pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi H, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

59
Amurwani, PP. (2020). Tindak Tutur Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam
Proses Bimbingan. Totobuang, Vol.8 No 2 hal. 103-114
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Chaer, A. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
3. Jakarta: Balai Pustaka.
Fishbein, M & Ajzen, I. (1991). Belief, Attitude,Intention and Behavior. An
Introduction to Theory and Research. California: Addison-Wesly
Publising Company Inc..
Ibrahimi, M.N. (2012). Logika Lengkap. Yogyakarta: IRCiSoD.
Keraf, G. (2007). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mardapi, D. (2007). Teknik Penyusunan Tes dan Non Tes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press.
Moleong, L. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyani. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Putrayasa, I.B. (2013). Buku Ajar Landasan Pembelajaran. Bali: Undiksha Press.
Smith, B.D. & Vetter, H.J. (1982). Theoretical Approaches to Personality.
Prentice Hall: Englewood Cliffs
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumarsono. (2009). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwandi, S. (2008). Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media
Perkasa
Suyitno, H. (2008). Hubungan Antara Bahasa dengan Logika dan Matematika
Menurut Pemikiran Wittgenstein. Humaniora, 20(1), 26-37.
Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Tyler, W.R. (1973). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: The
University of Chicago Press.

60
Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya.

61
LAMPIRAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Sekolah : SMP Negeri 12 Kupang


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

62
Kelas/Semester : VIII/II
Materi Pokok : Teks Persuasif
Alokasi waktu : 4 Pertemuan (12 x 40 Menit)

A. Kompetensi Inti
1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun dan percaya diri dalam interaksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya.
3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan procedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,
membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

3.13. Mengidentifikasi jenis saran, 1. Menentukan ciri umum teks


ajakan, arahan, dan pertimbangan persuasif
tentang berbagai hal positif atas 2. Menetukan jenis teks persuasif
permasalahan aktual dari teks
persuasif (lingkungan hidup,
kondisi sosial, dan/atau
keragaman budaya) yang
didengar dan dibaca
3.14. Menyimpulkan isi saran, ajakan, 1. Memetakan teks persuasif
arahan, pertimbangan tentang 2. Menyimpulkan isi teks
berbagai hal positif permasalahan persuasif
aktual dari teks persuasif
(lingkungan hidup, kondisi sosial,
dan/atau keragaman budaya) yang
didengar dan dibaca

63
C. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan I
1. Siswa dapat menentukan ciri umum teks persuasif
2. Siswa menentukan jenis teks persuasif
Pertemuan II
Siswa dapat memetakan isi teks persuasif
Pertemuan III
Siswa dapat memahami bahasa teks persuasif
Pertemuan IV
Siswa dapat membuat kesimpulan teks persuasif
D. Materi Pembelajaran
1. Pengertian teks persuasif
2. Ciri paragraf persuasif
3. Bentuk-bentuk teks persuasif
4. Jenis paragraph persuasif
E. Metode Pembelajaran
Saintifik Learning
F. Media Pembelajaran
Teks Persuasif
G. Sumber Belajar
Kosasih, E. (2017). Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP/MTs. Jakarta: Balitbang.
Hal 176-197.

H. Langkah- Langkah Pembelajaran


Pertemuan I (3 JP)
Kegiatan Pendahuluan (8 menit)
a. Guru memotivasi siswa untuk bertanya apa saja yang akan ditemukannya
dari teks persuasif.

64
b. Guru memfasilitasi siswa untuk bertanya tentang isi yang berkaitan
dengan bahasa yang ada dalam teks persuasif.
c. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, yaitu menelaah
struktur dan kebahasaan teks persuasif.
d. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang akan
dilakukan.
e. Guru menyampaikan lingkup penilaian, yaitu pengetahuan dan
keterampilan
Kegiatan Inti (100 menit)
a. Siswa berhitung satu sampai enam kemudian siswa berkelompok
berdasarkan nomor yang sama
b. Tiap-tiap kelompok mendapat 1 amplop yang berisi potongan teks
persuasif (bagian judul, alinea pembuka, alinea penjelas, dan alinea
penutup).
c. Setiap kelompok beradu cepat menyusun potongan bagian teks persuasif
menjadi teks yang utuh disertai alasan penyusunannya baik dari segi isi
maupun bahasa.
d. Kelompok siswa yang paling cepat dan benar dalam penyusunan potongan
teks persuasif mendapatkan penghargaan.
e. Siswa mencermati penguatan tentang bagian-bagian teks persuasif yang
disampaikan oleh guru.
f. Siswa memperbaiki kerangka teks persuasif sesuai dengan tanggapan dan
saran dari kelompok lain dan guru.

Kegiatan Penutup (12 menit)


a. Guru bersama dengan siswa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, serta menyampaikan tindk
lanjut/perbaikan untuk kegiatan belajar berikutnya.

65
b. Guru bertanya kepada siswa apakah kompetensi yang ingin dikuasai sudah
tercapai.
c. Guru memberi umpan balik kepada siswa dalam proses dan hasil
pembelajaran.
d. Guru memberi penugasan untuk mencari contoh teks persuasif.
e. Guru memberitahukan kegiatan yang akan dikerjakan pada pertemuan
berikutnya, yaitu menelaah teks persuasif.
Pertemuan II (3 JP)
Kegiatan Pendahuluan (8 menit)
a. Guru mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
b. Guru mengecek penguasaan kompetensi yang sudah dipelajari
sebelumnya.
c. Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran dan penilaian yang akan
dilakukan, yaitu menelaah teks persuasif.
Kegiatan Inti (100 menit)
a. Bersama kelompok, siswa menentukan objek yang akan dianalisis untuk
mendapatkan data.
b. Siswa mengamati objek untuk mendapatkan data sebagai bahan menulis
pesuasif dengan menggunakan tabel data yang disepakati.
c. Siswa mengklasifikasi data untuk membuat kerangka sesuai dengan
struktur teks persuasif.
d. Siswa menyajikan kerangka teks persuasif yang disertai data hasil
pengamatan.
e. Siswa mencermati penguatan berupa tanggapan dan saran dari kelompok
lain dan guru.
f. Siswa memperbaiki kerangka teks persuasif sesuai dengan tenggapan dan
saran dari kelompok lain dan guru.
Kegiatan Penutup (12 menit)
a. Guru bersama dengan siswa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, serta menyampaikan tindak
lanjut/perbaikan untuk kegiatan belajar berikutnya.

66
b. Guru bertanya kepada siswa apakah kompetensi yang ingin dikuasai sudah
tercapai.
c. Guru memberi umpan balik kepada siswa dalam proses dan hasil
pembelajaran.
d. Guru memberi penugasan untuk berlatih membuat kerangka teks persuasif
dari objek lain.
e. Guru memberitahukan kegaiatan yang akan dilakukan pada pertemuan
berikutnya, yaitu menyimpulkan teks persuasif.
Pertemuan III (3 JP)
Kegiatan Pendahuluan (8 menit)
a. Guru mengondisikan suasana belajar yang menyenangkan.
b. Guru mengecek penguasaan kompetensi yang sudah dipelajari
sebelumnya.
c. Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran dan penilaian yang akan
dilakukan.
Kegiatan Inti (100 menit)
a. Siswa secara individual berlatih menyimpulkan bagian-bagian kerangka
(persuasif) secara bertahap sesuai dengan struktur teks persuasif.
b. Siswa dalam kelompok saling menukarkan hasil menyimpulkan bagian-
bagian teks persuasif untuk menyimpulkan isi paragraf.
c. Siswa melaporkan hasil identifikasi simpulan paragraf teks persuasif.
d. Siswa mencermati penguatan tentang menyimpulkan isi teks persuasif
yang benar dari guru pada setiap bagian struktur teks persuasif.
e. Siswa merevisi hasil simpulan bagian-bagian teks persuasif sesuai dengan
saran/masukkan dari teman sekelompoknya.
f. Siswa menyunting teks persuasif.
g. Siswa memperbaiki simpulan teks persuasif yang ditulisnya sesuai dengan
hasil menyunting.
h. Siswa mencermati penguatan tentang penulisan simpulan teks persuasif
yang baik dari guru.
Kegiatan Penutup (12 menit)

67
a. Guru bersama siswa membuat butir-butir simpulan terkait bagian-bagian
teks persuasif.
b. Guru bersama siswa melakukan identifikasi kelebihan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, serta menentukan perbaikan
untuk kegiatan belajar berikutnya.
c. Guru melakukan penilaian.
d. Guru menugasi siswa untuk membuat teks kesimpulan dari teks persuasif
dengan objek yang berbeda.
e. Guru memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya,
yaitu menyajikan kesimpulan teks persuasif secara lisan.
Pertemuan IV (3 JP)
Kegiatan Pendahuluan (8 menit)
a. Guru mengajak siswa mencermati teks persuasif.
b. Guru mengecek penguasaan kompetensi yang sudah dipelajari
sebelumnya, yaitu pengembangan bagian-bagian teks persuasif.
c. Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran dan penilaian yang akan
dilakukan, yaitu menyajikan simpulan teks persuasif secara lisan.
Kegiatan Inti (100 menit)
a. Siswa mencermati model penyampaian teks persuasif secara lisan
(ekspresi, pelafalan, tempo, dan intonasi).
b. Siswa menuliskan pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan secara
lisan berdasarkan teks persuasif yang telah ditulisnya secara individu.
c. Siswa secara berkelompok berlatih menyajikan bagian-bagian teks
persuasif.
d. Secara bergantian siswa memberi komentar penampilan siswa lain.
e. Siswa mencermati konfirmasi guru tentang penampilan siswa dalam
menyajikan bagian teks persuasif secara lisan.
f. Siswa menyajikan teks persuasif di depan kelas.
g. Secara bergantian siswa memberi komentar penampilan siswa lain.
Kegiatan Penutup (12 menit)

68
a. Guru bersama siswa melakukan identifikasi kelebihan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran penyajian kesimpulan teks persuasif secara lisan.
b. Guru melakukan penilaian.
c. Guru memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
I. Penutup
a. Sikap : Pengamatan Langsung
b. Pengetahuan : Tes Tertulis
c. Keterampilan : Produk dan Praktik

Mengetahui, Kupang, 2022


Kepala Sekolah Guru Mapel

(Elisabeth Lensi, S.Pd) (Mincefina Karlau, S.Pd)


NIP. 19661231 199212 2 003 NIP. 19630717 198601 2 009

FOTO KEGIATAN KONSTRUKSI BAHASA GURU


UNTUK MEMBENTUK KEMAMPUAN AFEKTIF SISWA
SELAMA PELAJARAN BAHASA INDONESIA BERLANGSUNG

69
70
71
72
73
74

Anda mungkin juga menyukai