Anda di halaman 1dari 24

PENYEGARAN PERENCANAAN CAMPURAN

ASPAL PANAS DAN ASBUTON

BAHAN ASPAL DAN ASBUTON UNTUK


PERKERASAN JALAN

Mei 2010

DIT. BINTEK – BBPJN IV DKI JAKARTA – PUSJATAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Maksud dan Tujuan ...................................................................................................... 1
1.2 Pengertian Bahan Pengikat, Aspal, dan Ter ................................................................. 1
1.2.1 Bahan pengikat ...................................................................................................... 1
1.2.2 Bitumen.................................................................................................................. 1
1.2.3 Aspal ...................................................................................................................... 1
1.2.4 Ter.......................................................................................................................... 1
1.3 Jenis-jenis Perkerasan Jalan Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat ................................ 2
1.4 Fungsi aspal pada perkerasan jalan beton aspal ......................................................... 3
BAB II JENIS-JENIS ASPAL ......................................................................................5
2.1 Bagan Alir Jenis-jenis Aspal .......................................................................................... 5
2.2 Aspal ............................................................................................................................. 6
2.3 Aspal Alam .................................................................................................................... 6
2.4 Asbuton (Aspal Batu Buton) ......................................................................................... 7
2.5 Jenis-jenis Asbuton untuk Perkerasan Jalan .............................................................. 10
2.5.1 Asbuton butir ....................................................................................................... 11
2.5.2 Bitumen Asbuton Murni ....................................................................................... 11
2.5.3 Mastik Asbuton .................................................................................................... 11
2.6 Aspal Buatan ............................................................................................................... 11
2.6.1 Aspal Keras .......................................................................................................... 13
2.6.2 Aspal Cair ............................................................................................................. 13
2.6.3 Aspal Emulsi ......................................................................................................... 14
2.6.3.1 Jenis-jenis Aspal Emulsi......................................................................... 15
BAB III SPESIFIKASI ASPAL UNTUK PERKERASAN JALAN....................................17

Gambar 1 - Skema Jenis-Jenis Perkerasan Jalan Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat ............2
Gambar 2 - Perkerasan Jalan Beton Semen.......................................................................3
Gambar 3 - Perkerasan Jalan Beton Aspal .........................................................................3
Gambar 4 - Bagan Alir Jenis-jenis Aspal .............................................................................5
Gambar 5 - Skema Aspal Tipe “SOL”..................................................................................6
Gambar 6 - Skema Aspal Tipe “GEL”..................................................................................6

i
Gambar 7 - Beberapa Deposit Asbuton di Pulau Buton ........................................................8
Gambar 8 – Deposit Asbuton di Kabungka .........................................................................8
Gambar 9 – Deposit Asbuton di Lawele..............................................................................8
Gambar 10 - Bagan Alir Produk Asbuton .......................................................................... 10
Gambar 11 - Skema Pembuatan Aspal Minyak................................................................. 12
Gambar 12 - Partikel Aspal dalam Aspal Emulsi ................................................................ 15
Gambar 13 - Berbagai Jenis Emulsifier............................................................................. 15
Gambar 14 - Bagan Alir Jenis-jenis Aspal Emulsi............................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

Modul “Bahan Aspal dan Asbuton untuk Perkerasan Jalan” ini disusun untuk keperluan
Penyegaran Perencanaan JMF Campuran Aspal Panas dan Asbuton yang diselenggarakan
oleh Dit. Bintek – BBPJN IV DKI Jakarta – Puslitbang Jalan dan Jembatan. Dengan modul
ini diharapkan para peserta Penyegaran dapat terbantu dalam mengenal serta memahami
fungsi dan karakteristik aspal dan asbuton untuk keperluan perkerasan jalan. Secara
singkat dalam modul ini akan disampaikan pendahuluan yang mencakup maksud dan
tujuan serta beberapa pengertian, fungsi aspal dalam perkerasan jalan, jenis-jenis aspal
secara umum, spesifikasi aspal termasuk asbuton, prinsip-prinsip pengujian aspal dan
peralatan yang diperlukan, serta diskusi mengenai evaluasi hasil pengujian aspal.

1.2 Pengertian Bahan Pengikat, Aspal, dan Ter

1.2.1 Bahan pengikat

Pada perkerasan jalan, yang dimaksud dengan bahan pengikat adalah suatu bahan yang
berfungsi mengikat agregat yang satu dengan agregat yang lainnya sehingga menjadi
satu kesatuan dan membentuk lapisan keras dan stabil. Pada beton semen bahan
pengikat yang digunakan adalah semen, sedangkan pada beton aspal bahan pengikat
yang digunakan adalah aspal. Bahan pengikat aspal ada tiga jenis yaitu aspal keras, aspal
cair dan aspal emulsi.

1.2.2 Bitumen

Bitumen adalah suatu bahan atau zat yang merupakan campuran senyawa hidrokarbon,
berbentuk semi padat, kenyal, elastis, berwarna coklat gelap sampai hitam, larut baik
dalam CS2 atau CCl4 atau C2 HCl 3. Bahan ini umunya diperoleh dari residu penyulingan
minyak bumi atau ada pula yang sudah tersedia di alam seperti yang terkandung dalam
TLA (Trinidad Lake Asphalt) dan Asbuton. TLA dan Asbuton selain mengadung bitumen
juga mengandung mineral.

1.2.3 Aspal

Aspal dapat diartikan sama dengan bitumen seperti dalam literatur-literatur Inggris, tetapi
dapat pula diartikan sebagai campuran mineral yang mengandung bitumen seperti dalam
literatur-literatur Amerika Serikat dan Australia. Di Indonesia, dan juga pada manual ini,
yang dimaksud dengan aspal adalah sama dengan bitumen.

1.2.4 Ter

Ter adalah bahan sejenis aspal yang diperoleh dari arang kayu atau batu bara,
memiliki sifat lekat, berwarna hitam, tidak larut dalam air, larut baik dalam CS2 atau CCl4,
mengandung zat-zat organik yang terdiri dari senyawa aromat.

1
1.3 Jenis-jenis Perkerasan Jalan Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat

Semen memiliki sifat keras dan kaku sehingga beton semen disebut juga sebagai
perkerasan kaku (rigid pavement), sedangkan aspal memiliki sifat lentur dan fleksibel
sehingga beton aspal disebut juga sebagai perkerasan lentur (flexible pavement).
Khusus mengenai beton aspal, dilihat dari cara pencampurannya beton aspal dapat
dibedakan menjadi beton aspal campuran panas dan beton aspal campuran dingin. Aspal
yang digunakan pada beton aspal campuran panas yaitu aspal keras. Pada temperatur
udara, aspal keras hampir mendekati sifat benda padat sehingga tidak dapat bercampur
baik dengan agregat. Pada beton aspal campuran panas, agar aspal keras dapat
bercampur baik dengan agregat, pencampuran dilakukan pada temperatur tinggi sesuai
temperatur pencampuran aspal. Temperatur pencampuran aspal yaitu temperatur pada
saat aspal memiliki kekentalan optimum (170 cSt) untuk dicampur. Sedangkan pada beton
aspal campuran dingin, pencampuran dilakukan dengan tanpa pemanasan melainkan
pada temperatur udara. Agar aspal dapat bercampur baik dengan agregat. Pada beton
aspal campuran dingin dapat digunakan bahan pengikat aspal cair (cutback asphalt) atau
aspal emulsi. Aspal cair yaitu aspal keras yang diberi pelarut premium, kerosin atau solar
sehingga pada temperatur udara berbentuk cair. Sedangkan aspal emulsi, yang juga pada
temperatur udara berbentuk cair, yaitu aspal keras sebagai phasa padat yang berbentuk
partikel-partikel kecil diemulsikan atau didispersikan dalam air sebagai phasa cair dengan
bahan tambahan zat pengemulsi (emulsifier) sehingga partikel aspal cukup stabil berada
dalam air.
Secara garis besar, jenis-jenis perkerasan jalan berdasarkan jenis bahan pengikat yang
digunakan dapat dilihat pada skema berikut:

Jenis-jenisPerkerasan
Jenis-jenis PerkerasanJalan
Jalan
(Dilihatdari
(Dilihat dariBahan
BahanPengikatnya)
Pengikatnya)

BetonSemen/Perkerasan
Beton Semen/PerkerasanKaku
Kaku BetonAspal/Perkerasan
Beton Aspal/PerkerasanLentur
Lentur
(Bahan Pengikat: Semen)
(Bahan Pengikat: Semen) (Bahan Pengikat: Aspal)
(Bahan Pengikat: Aspal)

CampuranPanas
Campuran Panas CampuranDingin
Campuran Dingin
(Bahan Pengikat: Aspal Keras)
(Bahan Pengikat: Aspal Keras) (Bahan Pengikat: Bukan AspalKeras)
(Bahan Pengikat: Bukan Aspal Keras)

CampuranAspal
Campuran AspalCair
Cair CampuranAspal
Campuran AspalEmulsi
Emulsi
(Bahan Pengikat: Aspal Cair)
(Bahan Pengikat: Aspal Cair) (Bahan Pengikat: Aspal Emulsi)
(Bahan Pengikat: Aspal Emulsi)

Gambar 1 - Skema Jenis-Jenis Perkerasan Jalan Berdasarkan Jenis Bahan Pengikat

2
Gambar 2 - Perkerasan Jalan Beton Semen

Gambar 3 - Perkerasan Jalan Beton Aspal

1.4 Fungsi aspal pada perkerasan jalan beton aspal

Fungsi aspal dalam perkerasan beraspal adalah sebagai bahan pengikat agar agregat
tidak lepas dan tidak mudah terabrasi akibat lalulintas. Selain itu aspal juga berfungsi
sebagai lapis kedap yang melindungi agregat dan material lain di bawahnya dari pengaruh
air. Agar aspal dapat berfungsi seperti yang diharapkan maka secara umum aspal pada
perkerasan jalan diantaranya harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Aspal homogen atau tidak terlalu bervariasi.
b. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan.

3
c. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis atau tidak getas sehingga perkerasan
tidak mudah retak.
d. Aspal aman saat pengerjaan terutama dari bahaya kebakaran.
e. Aspal tidak cepat rapuh atau lapuk akibat penuaan.
f. Aspal mempunyai adhesi yang baik terhadap agregat yang dilapisi.
g. Aspal mudah dikerjakan.
h. Aspal sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan.
i. Aspal harus dapat melapisi agregat dan mengisi rongga antar agregat sehingga
perkerasan cukup kedap terhadap air.
j. Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran beraspal.
Karakteristik aspal yang diinginkan tersebut melatarbelakangi adanya spesifikasi dan jenis
pengujian aspal yang diperlukan. Misalnya, agar diketahui kehomogenan aspal maka
harus dilakukan pengambilan contoh aspal dalam kemasan drum, tangki bersirkulasi,
tangki tanpa sirkulasi, atau zak, dengan jumlah dan tata cara sesuai SNI 03-6399-2000.
Untuk menjamin agar aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan maka perlu
dilakukan pengujian penetrasi dan titik lembek. Agar aspal dapat memberikan lapisan
yang elastis dan tidak getas sehingga perkerasan tidak mudah retak, maka perlu
dilakukan pengujian daktilitas. Pengujian titik nyala diperlukan untuk menjamin aspal
cukup aman dari bahaya kebakaran saat pengerjaan. Pengujian kehilangan berat dan PAV
(pressure aging vessel) serta sifat-sifat aspal sebelum dan sesudah pengujian tersebut
dimaksudkan agar diketahui bahwa aspal tidak cepat rapuh atau lapuk akibat penuaan.
Pengujian penyelimutan aspal, khususnya terhadap aspal cair dan aspal emulsi, akan
menjamin bahwa aspal mempunyai adhesi yang baik terhadap agregat. Pengujian
temperature pencampuran dan pemadatan dapat mengindikasikan mudah-tidaknya
dikerjakan. Spesifikasi aspal kelas kinerja (Performance Grade/PG) sudah mengakomodir
kondisi lingkungan dimana aspal akan digunakan.
Jadi dengan demikian maka untuk menjamin agar aspal yang digunakan memiliki
karakteristik yang sesuai dengan yang diinginkan maka sebelum digunakan, aspal
tersebut terlebih dahulu harus diuji dengan tata cara yang sesuai standar dan hasil
pengujian sifat-sifat aspal harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

4
BAB II
JENIS-JENIS ASPAL

2.1 Bagan Alir Jenis-jenis Aspal

Terdapat beberapa jenis aspal yang dalam perkerasan memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Jenis-jenis aspal tersebut secara garis besar dapat dilihat
pada bagan alir berikut:
Aspal

Aspal Alam Aspal Buatan


-Batuan (Rock Asphalt)
-Plastis (Trinidad)
-Cair (Bermuda Lake
Asphalt)

Aspal Keras Aspal Cair

Penetration Viscosity Performance Rapid Medium Slow


Graded Grade Grade Curring Curring Curring
(RC) (MC) (SC)
-Pen 40/50 -AC-2.5 -PG 46-34 -RC-70 -MC-30 -SC-70
-Pen 60/70 -AC-5 -PG 52-28 -RC-250 -MC-70 -SC-250
-Pen -AC-10 -PG 64-40 -RC-800 -MC-250 -SC-800
80/100 - ............ - .............. -RC-3000 -MC-800 -SC-3000
-................ -MC-3000

Aspal Emulsi

Anionik Nonionik Kationik

Cationic Rapid Medium Slow Cationic Cationik


Rapid Setting Setting Setting Medium SSlow
Setting (RS) (MS) (SS) Setting Setting
(CRS) (CMS) (CSS)
-CRS-1 -RS-1 -MS-1 -SS-1 CMS-2 CSS-1
-CRS-2 -RS-2 -MS-2 -SS-1h CMS-2h CSS-1h
-MS-2h
-HFMS-1
-HFMS-2
-HFMS-2h
-HFMS-2S

Gambar 4 - Bagan Alir Jenis-jenis Aspal

5
2.2 Aspal

Aspal yang digunakan untuk bahan pengikat pada perkerasan jalan dapat berupa aspal
alam atau aspal buatan. Secara kimia, baik aspal alam ataupun aspal buatan merupakan
campuran dari ribuan senyawa hidrokarbon dengan senyawa-senyawa utama yaitu
Aromat, Naphten dan Alkan. Asphaltene merupakan campuran dari senyawa-senyawa
Aromat, Naphten dan Alkan dengan berat molekul tinggi antara 1.800 sampai 140.000
dan berbentuk padat. Sedangkan Malthene merupakan campuran dari senyawa-senyawa
Aromat, Naphten dan Alkan dengan berat molekul yang lebih rendah yaitu antara 370
sampai 710 dan berbentuk cair.
Aspal merupakan campuran colloid dari partikel-partikel asphaltene sebagai fasa padat
yang berada dan terdistribusi dalam malthene sebagai fasa cair. Bila asphaltene sedikit
maka colloid bertipe “Sol” dan aspal baik untuk perkerasan. Bila asphaltene banyak maka
colloid bertipe “Gel” dan aspal baik untuk “ruffing” karena lebih keras.

Gambar 5 - Skema Aspal Tipe “SOL”

Gambar 6 - Skema Aspal Tipe “GEL”

2.3 Aspal Alam

Aspal alam yaitu aspal yang depositnya terdapat di alam antara lain ditemukan di Pulau
Buton (Indonesia), Perancis, Swiss dan Amerika. Berdasarkan sifat kekerasannya, jenis
aspal alam terdiri dari:
1) Batuan (Rock asphalt),

6
2) Plastis (Trinidad),
3) Cair (Bermuda lake asphalt).
Selain berdasarkan kekerasannya, aspal alam juga dibedakan berdasarkan kemurniannya.

2.4 Asbuton (Aspal Batu Buton)

Asbuton atau aspal alam batu buton dari pulau Buton Sulawesi Tenggara, sebagai salah
satu sumber daya alam Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar. Dibandingkan
dengan aspal alam di negara lain, Asbuton memiliki deposit terbesar di dunia
sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut (Dep. Kimpraswil, 1999).

Tabel 1 - Cadangan Aspal Alam Dunia

No. Negara Perkiraan Cadangan Aspal Alam (ton)


1. Indonesia (P. Buton) 300.000.000 (sebagian)
2. Asiatic 35.000.000
3. Trinidad 30.000.000
4. Swis 10.000.000
5. Perancis 7.000.000
6. Bosnia 7.000.000

Kebutuhan aspal nasional Indonesia sekitar 1,2 juta ton pertahun. Dari kebutuhan ini,
baru 0,6 juta ton saja yang dapat dipenuhi oleh PT. Pertamina sedangkan sisanya
dipenuhi melalui import (Dep. Kimpraswil, 1999). Dari data tersebut tampak masih
terdapat kekurangan aspal produk dalam negeri yang cukup besar untuk memenuhi
kebutuhan aspal dalam negeri. Untuk memenuhi kekurangan kebutuhan tersebut,
sehingga tidak harus mengimport aspal, penggunaan Asbuton sangat potensial. Selain itu,
penggunaan Asbuton juga akan berdampak positif bagi negara dan daerah yaitu
diantaranya:
ƒ Dapat menghemat devisa negara dari pengurangan import aspal minyak,
ƒ Dapat menambah pemasukan negara dari sektor pajak hasil tambang,
ƒ Dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Buton,
ƒ Dapat membuka lapangan kerja baru, khususnya bagi masyarakat di Pulau Buton,
ƒ Dapat mengantisipasi kemungkinan menurunnya produksi aspal minyak dalam negeri
di masa yang akan datang,
ƒ Dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk meningkatkan mutu aspal produk
dalam negeri.
Pulau Buton terletak di ujung tenggara pulau Sulawesi dan merupakan salah satu
Kabupaten di Propinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Kabupaten Buton dengan Ibu Kotanya
Bau-bau. Endapan aspal alam di Pulau Buton bagian selatan terletak pada satu jalur yang
membujur dari teluk Sampolawa di sebelah selatan sampai teluk Lawele di sebelah utara.
Di daerah tersebut ditemukan 19 daerah singkapan aspal (out crop), yang beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:

7
Enrege : Lawele :
170 jt ton 210 jt ton

Siantopina
& Ulala :
220 jt ton

Kabungka :
60 jt ton

Gambar 7 - Beberapa Deposit Asbuton di Pulau Buton

Gambar 8 – Deposit Asbuton di Kabungka

Gambar 9 – Deposit Asbuton di Lawele

8
Tabel 2 - Deposit Asbuton di Beberapa Daerah Singkapan di Pulau Buton

No. Daerah Singkapan Perkiraan Deposit Kadar Bitumen


Asbuton (ton) (%)
1. Waisiu 100.000 ± 35
2. Kabungka 60.000.000 15 - 35
3. Winto 3.200.000 25 - 35
4. Wariti 600.000 ± 30
5. Lawele 100.000.000 15 - 30

Kadar bitumen dalam asbuton bervariasi dari 10% sampai 40%. Pada beberapa lokasi ada
pula asbuton dengan kadar bitumen sampai 90%. Bitumen asbuton memiliki kekerasan
yang bervariasi. Asbuton dari Kabungka umumnya memiliki bitumen dengan nilai
penetrasi di bawah 10 dmm sedangkan Asbuton dari Lawele umumnya memiliki bitumen
dengan nilai penetrasi di atas 130 dmm dan mengandung minyak ringan sampai 7%.
Apabila minyak ringan pada asbuton Lawele diuapkan, nilai penetrasi bitumen turun
hingga di bawah 40 dmm. Dilihat dari komposisi senyawa kimia, bitumen asbuton relative
memiliki senyawa nitrogen yang lebih tinggi dan senyawa parafin yang lebih rendah
dibanding aspal minyak sehingga dibanding aspal minyak maka dimungkinkan daya lekat
bitumen asbuton relative lebih baik. Kecenderungan komposisi kimia bitumen asbuton
disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 - Tipikal Hasil Analisa Kimia Bitumen Asbuton dan Aspal Minyak

No. Jenis Pengujian Bitumen Asbuton Aspal Minyak


1. Asphaltene, % 51,32 21,71
2. Malthene, %:
- Nitrogen Bases (N) 5,61 1,29
- Acidaffins I (AI) 26,67 29,77
- Acidaffins II (AII) 11,77 31,12
- Paraffins (P) 4,61 16,10
3. N/P 1,25 0,08
4. Parameter komposisi Malthene
N + AI 1,97 0,66
AII + P

Asbuton terdiri dari mineral dan bitumen. Mineral Asbuton didominasi oleh “Globigerines
limestone” yaitu batu kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang
purba foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras, berkadar
kalsium karbonat tinggi dan baik sebagai filler pada beton aspal. Namun dalam Asbuton,
mineral dapat dianggap sebagai gumpalan-gumpalan filler yang membentuk butiran besar
dan poros yang tidak mudah dihaluskan menjadi filler tetapi juga tidak cukup keras untuk
dianggap sebagai butiran agregat. Kendala yang dapat ditimbulkan oleh keadaan seperti
ini, sebagaimana yang terjadi pada campuran Asbuton yang digunakan di era tahun 80-an
yang dikenal dengan campuran Lasbutag, yaitu mineral Asbuton yang pada awal
pencampuran berupa butiran besar berubah menjadi kantong-kantong butiran yang lebih
halus (filler) setelah mengalami masa pelayanan. Atau kasus lain, di lapangan sering kali
ditemui campuran lasbutag yang pada awal penghamparan tampak cukup baik namun

9
terjadi bleeding setelah masa pelayanan tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh mineral
Asbuton, yang pada awalnya berupa butiran besar/kasar dan poros, menyerap bahan
peremaja tetapi kemudian setelah masa pelayanan tersebut berubah menjadi butiran-
butiran halus dengan melepas bahan peremaja yang diserapnya dan campuran menjadi
lebih padat sehingga aspal terdesak keluar.
Dilihat dari komposisi kimianya, bitumen Asbuton memiliki senyawa Nitrogen base yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bitumen Asbuton memiliki pelekatan yang baik dan.
Namun dilihat dari karakteristik lainnya, bitumen Asbuton memiliki nilai penetrasi yang
rendah dan getas. Agar Asbuton dapat dimanfaatkan di bidang perkerasan jalan maka
pada prinsipnya bitumen harus diusahakan sedemikian rupa sehingga memiliki
karakteristik mendekati karakteristik aspal minyak (aspal keras) untuk perkerasan jalan.
Untuk maksud tersebut maka diperlukan bahan peremaja yang dapat membuat bitumen
Asbuton memiliki karakteristik seperti yang disyaratkan untuk aspal minyak secara
permanen.

2.5 Jenis-jenis Asbuton untuk Perkerasan Jalan

Sesuai dengan pemanfaatannya, dari asbuton dapat diproduksi berbagai jenis bahan
untuk perkerasan jalan yaitu sebagai berikut:

Mix Mix
Mix
Mix

Bit. Asbuton
Murni
Pen 60
Asbuton
Bit. Asbuton Modifikasi
Murni
Pen 40 (Preblend)

Gambar 10 - Bagan Alir Produk Asbuton

10
2.5.1 Asbuton butir

Asbuton butir dapat diproduksi dengan berbagai ukuran. Dilihat dari segi kemudahan
mobilisasi bitumen, makin kecil ukuran butir maka makin mudah bitumen Asbuton
termobilisasi dalam campuran beton aspal. Berdasarkan hasil kajian, apabila butiran
Asbuton dicampur dengan peremaja kemudian butiran Asbuton tersebut dipotong maka
tampak peremaja hanya mampu menyerap sampai kedalamam 2 mm. Dari kedalaman
penyerapan ini maka sebaiknya ukuran butiran maksimum Asbuton adalah sekitar 4 mm
agar seluruh bagian butir Asbuton dapat diresapi peremaja. Dilihat dari segi kekerasan
butiran Asbuton, karena butiran Asbuton tidak memiliki kekerasan yang setara dengan
kekerasan yang disyaratkan pada agregat kasar, maka ukuran butiran Asbuton tidak boleh
setara dengan agregat kasar melainkan harus setara dengan pasir/agregat halus (lolos
saringan ASTM No. 4 atau No. 8). Dilihat dari segi kandungan filler (bahan pengisi),
Asbuton sebaiknya tidak terlalu halus agar kandungan filler tidak terlalu banyak karena
akan mempengaruhi karakteristik campuran. Untuk mendapatkan karakteristik campuran
beton aspal yang baik, kandungan filler dalam campuran harus dibatasi sesuai dengan
batasan perbandingan antara kandungan filler dengan kandungan aspal dalam campuran.
Saat ini ada beberapa produk Asbuton butir yang sudah terakomodir dalam pedoman
campuran Asbuton untuk perkerasan jalan yaitu Asbuton tipe 5/20 (penetrasi bitumen 5
dmm dan kadar bitumen 20%), tipe 15/20 (penetrasi bitumen 15 dmm dan kadar bitumen
20%), tipe 15/25 (penetrasi bitumen 15 dmm dan kadar bitumen 25%), tipe 20/25
(penetrasi bitumen 20 dmm dan kadar bitumen 25%) dan tipe 30/25 (penetrasi bitumen
30 dmm dan kadar bitumen 25%).
Pada Asbuton campuran panas, pada prinsipnya Asbuton butir dengan jumlah tertentu
dimasukkan kedalam campuran beraspal panas aspal minyak. Fungsi Asbuton pada
campuran tersebut adalah sebagai bahan tambah (additive) dan sebagai bahan substitusi
aspal minyak. Sebagai bahan tambah, Asbuton diharapkan akan meningkatkan
karakteristik Aspal minyak dan dan karakteristik campuran beraspal terutama agar
memiliki ketahanan terhadap beban lalulintas dan kepekaan terhadap temperature panas
dilapangan yang lebih baik.

2.5.2 Bitumen Asbuton Murni

Sampai saat ini belum ada perusahaan yang memproduksi Asbuton murni (99% Aspal
atau sudah tidak mengandung mineral) namun ada beberapa perusahaan yang sudah
mengarahkan produksinya untuk menghasilkan Asbuton murni. Penggunaan Asbuton
murni yang karakteristiknya sudah standar seperti aspal minyak, adalah sebagai substitusi
aspal minyak sampai 100%.

2.5.3 Mastik Asbuton

Asbuton Mastik adalah produk Asbuton yang masih mengandung mineral namun dengan
kandungan bitumen yang tinggi (lebih besar atau sama dengan 50%). Asbuton Mastik
dapat diproduksi dengan cara ekstraksi sebagian. Fungsi mastic Asbuton pada campuran
beraspal panas adalah sebagai bahan tambah dan substitusi aspal minyak.

2.6 Aspal Buatan

Aspal buatan atau aspal minyak adalah aspal yang dibuat dari residu penyulingan minyak
bumi. Skema pembuatan aspal buatan adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada
Gambar 11.

11
Residu minyak bumi yang digunakan untuk pembuatan aspal buatan adalah yang bersifat
asphaltic atau banyak mengandung aspal serta bukan yang bersifat parafinic atau yang
banyak mengandung paraffin lilin (Wax). Parafin lilin dengan berat molekul yang tinggi
akan membentuk hablur-hablur yang dapat mempengaruhi atau menurunkan sifat
kelekatan aspal pada batuan. Oleh karena itu parafin lilin tidak dikehendaki dalam aspal
untuk perkerasan. Di Indonesia selama ini kandungan paraffin lilin dalam aspal hanya
diperbolehkan maksimum 2%.

Dari residu penyulingan minyak bumi kemudian diproses dan didapat berbagai
jenis aspal buatan yaitu aspal keras, aspal cair (Cutback asphalt) dan aspal emulsi.

Gambar 11 - Skema Pembuatan Aspal Minyak

12
2.6.1 Aspal Keras

Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras dapat berdasarkan nilai
penetrasi (Penetration Grade), nilai viskositas (Viscosity Grade) atau temperatur maksium
dan minimum perkerasan rencana (Performance Grade).
Berdasarkan nilai penetrasi, ASTM1 dan AASHTO2 membagi aspal keras untuk keperluan
perkerasan jalan menjadi Aspal Pen 40-50, Aspal Pen 60-70, Aspal Pen 85-100, Aspal Pen
120-150 dan Aspal Pen 200-300. Persyaratan mutu dari masing-masing kelas aspal keras
tersebut dapat dilihat pada standar spesifikasi ASTM D 946 atau AASHTO 20-70 (1986).
Berdasarkan nilai viskositas pada 60 oC dalam satuan poise, ASTM dan AASHTO membagi
aspal keras untuk keperluan perkerasan menjadi AC-2.5, AC-5, AC-10, AC-20, AC-40, AR-
1000, AR-2000, AR-4000, AR-8000 dan AR-16000. Persyaratan mutu masing-masing aspal
tersebut dapat dilihat pada ASTM D 3381 atau AASHTO M 226-80 (1986).
Dengan makin berkembangnya teknologi di bidang tarnsportasi, AASHTO
mengembangkan “Super Pave” yang menggunakan pendekatan mekanis. Berdasarka
“Super Pave” tersebut, aspal keras dibagi berdasarkan temperatur maksimum dan
minimum perkerasan rencana (Performance Grade) menjadi PG 46-34, PG 52-10, PG 58-
22 dan seterusnya. Persyaratan masing-masing aspal keras tersebut dapat dilihat pada
AASHTO MP1.
Di Indonesia, untuk keperluan perkerasan beraspal, telah dikeluarkan SNI3 Campuran
Aspal Beton yang memuat jenis dan persyaratan aspal keras berdasarkan nilai penetrasi.
Berdasarkan SNI tersebut aspal keras dibagi menjadi Aspal Pen 60/70 dan Aspal Pen
80/100. Persyaratan untuk aspal tersebut dapat dilihat pada SKBI (Standar Konstruksi
Bangunan Indonesia) dengan surat keputusan Mentri Pekerjaan Umum No.
378/KPTS/1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan
Raya.
Mengingat Super Pave dengan spesifikasi aspal berdasarkan Performance Grade memiliki
beberapa kelebihan, maka untuk keperluan evaluasi seringkali beberapa pengujian untuk
Performance Grade seperti PAV dan DSR juga disertakan dalam mengevaluasi mutu aspal
Penetration Grade.

2.6.2 Aspal Cair

Aspal Cair (Cutback Asphalt) adalah aspal keras yang dilarutkan dalam pelarut tertentu.
Sampai saat ini terdapat tiga jenis aspal cair berdasarkan jenis pelarutnya yaitu Rapid
Curring (Mengering Cepat) atau RC yang pelarutnya adalah premium, Medium Curring
(Mengering Sedang) atau MC yang pelarutnya adalah kerosin, dan Slow Curring
(Mengering Lambat) atau SC yang pelarutnya adalah solar. Masing-masing jenis aspal cair
ini dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelas berdasarkan viskositasnya yaitu misalnya RC-
70, RC-250, MC-30, C-70 dst. Nilai viskositas dan sifat-sifat lainnya yang disyaratkan
untuk masing-masing jenis dan kelas aspal cair dapat dilihat pada spesifikasi aspal cair
ASTM D 2026, ASTM D 2027, ASTM D 2028, AASHTO M 81-75 (1986), AASHTO M 82-75
(1986), Pd.S-03-1995-03, Pd.S-02-1995-03.

Untuk keperluan pembuatan aspal cutback di lapangan, dapat dibuat aspal cutback dari
aspal keras pen 60/70 dengan ditambah bahan pelarut premium, kerosin atau solar

1
American Society for Testing and Materials.
2
American Association of State Highway and Transportation Officials.
3
Standar Nasional Indonesia.

13
dengan komposisi seperti pada Tabel 4. Untuk pembuatan aspal cutback dari aspal keras
pen 80/100, komposisinya hampir sama dengan komposisi aspal cutback dari aspal keras
pen 60/70 pada Tabel 4 tetapi dengan mengurangi kadar bahan pelarut sekitar 2 sampai
3 %.

Tabel 4 - Komposisi Perkiraan Aspal Cutback (1)

Aspal Pen
Jenis Aspal Premium
Kelas 60/70
cutback (% berat)
(% berat)
30 64 36
70 76 24
RC 250 82 18
800 89 11
3000 91 9
Aspal Pen
Jenis Aspal Minyak Tanah
Kelas 60/70
cutback (% berat)
(% berat)
30 64 36
70 72 28
MC 250 80 20
800 85 15
3000 90 10
Aspal Pen
Jenis Aspal Minyak Tanah
Kelas 60/70
cutback (% berat)
(% berat)
70 60 40
SC 250 70 30
800 84 16
3000 88 12

2.6.3 Aspal Emulsi

Aspal emulsi adalah aspal keras yang didispersikan secara merata ke dalam air. Untuk
dapat mendispersikan aspal yang bersifat nonpolar ke dalam air yang bersifat polar
diperlukan bahan emulsifier yang molekulnya memiliki bagian nonpolar dan bagian polar.
Bagian nonpolar dari emulsifier akan larut atau masuk ke dalam aspal sedangkan bagian
polar akan larut atau berada dalam air. Dengan demikian maka pada aspal emulsi setiap
butiran kecil aspal akan berikatan dengan bagian nonpolar emulsifier sedang bagian polar
emulsifier berada pada perukaan dan melapisi permukaan aspal. Butiran aspal yang sudah
terlapisi bagian polar akan dapat terdispersi dalam air.

14
Bagian Polar

Emulsifier Bagian Nonpolar

Partikel ASPAL

Micelle

Gambar 12 - Partikel Aspal dalam Aspal Emulsi

2.6.3.1 Jenis-jenis Aspal Emulsi

Ada tiga jenis emulsifier berdasarkan muatan listriknya yaitu jenis kationik (bermuatan
listrik positif), jenis anionik (bermuatan listrik negatif) dan nonionik (tidak bermuatan
listrik). Jenis yang sudah biasa digunakan untuk aspal emulsi adalah jenis kationik untuk
apal emulsi jenis kationik dan jenis anionik untuk aspal emulsi jenis anionik. Contoh
senyawa masing-masing jenis emulsifier aspal emulsi tersebut sebagaimana tampak pada
Gambar berikut:

CH 2 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2 CH 2 O Sodium Palmitate


C
CH 3 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2 CH 2 CH 2 -
O Na + (Emulsifier Anionik)

Nonpolar Polar

CH 2 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2 CH3 Lauryltrimetihyl amoniu


N CH 3+ Cl-
CH 3 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2 CH 3
chloride
(Emulsifier Kationik)
Nonpolar Polar

CH 2 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2 Polyoxyethylene lauryl e


(O-CH 2-CH 2)OH
CH 3 CH2 CH 2 CH 2 CH2 CH 2
(Emulsifier Nonionik)

Nonpolar Polar

Gambar 13 - Berbagai Jenis Emulsifier

15
Jenis aspal emulsi selain berdasarkan muatan listriknya juga dibedakan berdasarkan
kecepatan mantap, viskositas, nilai penetrasi residu dan konsistensi apung. Berdasarkan
muatan listriknya, aspal emulsi terdiri dari aspal emulsi kationik (partikel aspal bermuatan
positif dan tata nama diawali huruf “C” contoh CSS-1) dan aspal emulsi anionik (partikel
aspal bermuatan negatif dan tata nama tidak diawali huruf “C” contoh SS). Berdasarkan
kecepatan mantapnya (setting) aspal emulsi dibedakan menjadi memantap cepat (Rapid
Setting, tata nama ditandai denga huruf “RS”), memantap sedang (Medium Setting, tata
nama ditandai dengan huruf “MS”) dan memantap lambat (Slow Settig, tata nama
ditandai dengan huruf “SS”). Berdasarkan viskositasnya, aspal emulsi dibedakan menjadi
yang meiliki viskositas rendah (tata nama ditandai dengan angka “1”) dan yang memiliki
viskositas tinggi (tata nama ditandai denga angka “2”). Berdasarkan nilai penetrasi aspal-
residunya, aspal emulsi dibedakan menjadi yang emiliki penetrasi rendah (tata nama
setelah angka ditandai dengan huruf “h”), penetrasi biasa (tata nama setekah angka
tanpa penandaan) dan penetrasi tinggi (tata nama setelah angka ditandai dengan huruf
“s”). Berdasarkan nilai konsistensi apung, aspal emulsi dibedakan menjadi yang memiliki
nilai konsistensi apung tinggi(tata nama ditandai dengan huru “HF”) dan yang memiliki
konsitensi apung biasa (tata nama dengan tidak ditandai dengan huruf “HF”). Pembagian
jenis aspal emulsi berdasarkan karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

Aspal Emulsi

Anionik Nonionik Kationik

Rapid Medium Slow Cationic Cationic CationikS


Setting Setting Setting Rapid Medium Slow
(RS) (MS) (SS) Setting Setting Setting
(CRS) (CMS) (CSS)
-RS-1 -MS-1 -SS-1 -CRS-1 CMS-2 CSS-1
-RS-2 -MS-2 -SS-1h -CRS-2 CMS-2h CSS-1h
-MS-2h
-HFMS-1
-HFMS-2
-HFMS-2h
-HFMS-2S
Keterangan gambar:
C : Cationic (Kationik) 1 : Menandakan viskositas rendah
RS : Rapid Setting (Memantap Cepat) 2 : Menandakan viskositas tinggi
MS : Medium Setting (Memantap Sedang) h : hard (keras), menandakan nilai penetrasi
SS : Slow Setting (Memantap Lambat) residu rendah
HF : High Float (Konsistensi Apung Tinggi) s : soft (lembek), menandakan nilai penetrasi
residu tinggi.

Gambar 14 - Bagan Alir Jenis-jenis Aspal Emulsi

16
BAB III
SPESIFIKASI ASPAL UNTUK PERKERASAN JALAN

Saat ini terdapat beberapa spesifikasi aspal namun yang disajikan hanya spesifikasi aspal
yang ada kaitannya dengan pemanfaatan Asbuton untuk perkerasan jalan. Spesifikasi
aspal tersebut meliputi spesifikasi Asbuton Butir, spesifikasi Asbuton Murni, spesifikasi
aspal yang dimodifikasi Asbuton, spesifikasi aspal pen 60, spesifikasi aspal cair, spesifikasi
aspal emulsi dan spesifikasi peremaja PH-1000.

Tabel 5 - Persyaratan Asbuton Butir

Metoda Satu Tipe Tipe Tipe Tipe Tipe


Sifat-sifat Asbuton
Pengujian -an 5/20 15/20 15/25 20/25 30/25

Kadar bitumen asbuton SNI 03-3640-94 % 18-22 18-22 23-27 23-27 23-27

Ukuran butir asbuton butir

- Lolos Saringan No. 4 (4,75 mm), SNI 03-1968-90 % 100 100

- Lolos Saringan No. 8 (2,36 mm), SNI 03-1968-90 % 100 100 100 Min. Min.
95 95

- Lolos Saringan No.16 (1,18 mm), SNI 03-1968-90 % Min. Min. Min. Min. Min.
95 95 95 75 75

Kadar air, % SNI 06-2490-91 % Maks. Maks. Maks. Maks. Maks.


2 2 2 2 2

Penetrasi bitumen pada 25 oC, SNI 06-2456-91 0,1 ≤ 10 10-18 10-18 19-22 28-32
mm
100 g, 5 detik.

Karakteristik asbuton setelah dicampur dengan peremaja, pada proporsi optimum, harus
memenuhi persyaratan yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 - Spesifikasi Bitumen Asbuton Murni

Tabel 6. Persyaratan Asbuton setelah dicampur peremaja*)

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


1. Penetrasi, 25 oC; 100 gr; 5 dctik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 - 60
2. Titik Lembek, oC SNI 06-2434-1991 Min. 55
o
3. Titik Nyala, C SNI 06-2433-1991 Min. 225
o
4. Daktilitas; 25 C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat RSNI M-04-2004 Min. 99
7. Penurunan Berat (dengan TFOT), %berat SNI 06-2440-1991 Max. 1
8 Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 Min. 65
9 Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50

17
Tabel 7 - Spesifikasi Asbuton Modifikasi

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


1. Penetrasi, 25 ‘C; 100 gr; 5 dctik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 - 60
2. Titik Lembek, ° C SNI 06-2434-1991 Min. 55
3. Titik Nyala, ° C SNI 06-2433-1991 Min. 225
4. Daktilitas; 25 ° C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat RSNI M-04-2004 Min. 90
7. Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 Max. 2
8. Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli SNI 06-2456-1991 Min. 55
9. Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
10 Mineral Lolos Saringan No. 100, % * SNI 03-1968-1990 Min. 90

Tabel 8 - Spesifikasi Aspal Minyak Pen 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan


o
1. Penetrasi, 25 C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 - 79
2. Titik Lembek, oC SNI 06-2434-1991 48 - 58
3. Titik Nyala, oC SNI 06-2433-1991 Min. 200
4. Daktilitas 25 oC, cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, %berat RSNI M -04-2004 Min. 99
7. Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8
8. Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54
9. Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
10. Uji noda aspal SNI 03-6885-2002 Negatif
- Standar Naptha
- Naptha Xylene
- Hephtane Xylene
11. Kadar paraffin, % SNI 03-3639-2002 Maks. 2

18
Tabel 9 - Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat

RC-70 RC-250 RC-800 RC-3000


NO. JENIS PENGUJIAN
Min Mak Min Mak MIn Mak Min Mak

1. Kekentalan Kinematik 60 0C (cSt) 70 140 250 500 800 1600 3000 6000
0
2. Titik Nyala (TOC) C - - 27 - 27 - 27 -

3. Kadar air (%) - 0,2 - 0,2 - 0,2 - 0,2

4. Penyulingan, sulingan pada temperatur:

¾ 190 0C (%) 10 - - - - - - -
0
¾ 225 C (%) 50 - 35 - 15 - - -

¾ 260 0C (%) 70 - 60 - 45 - 25 -
0
¾ 315 C (%) 85 - 80 - 75 - 70 -

¾ sisa penyulingan pada temperatur

360 0C (%) 55 - 65 - 75 - 80 -

5. Pengujian residu penyulingan

¾ Kekentalan absolut 60 0C (Poise) 600 2400 600 2400 600 2400 600 2400

Tabel 10 - Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang

MC-30 MC-70 MC-250 MC-800 MC-3000


No. JENIS PENGUJIAN
Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak
1. Kekentalan Kinematik 60 0C (cSt) 20 60 70 140 250 500 800 1600 3000 6000
2. Titik Nyala (TOC) 0C 38 - 38 - 66 - 66 - 66 -
3. Kadar air (%) - 0,2 - 0,2 - 0,2 - 0,2 - 0,2
4. Penyulingan, sulingan pada
temperatur:
¾ 225 0C - 25 0 20 0 10 - - - -
¾ 260 0C 40 70 20 60 15 55 0 35 0 15
¾ 315 0C 75 93 05 90 60 87 45 80 15 75
¾ sisa penyulingan pada temperatur
360 0C (%) 50 - 55 - 67 - 75 - 80 -
5. Pengujian residu penyulingan
¾ Kekentalan absolut 60 0C (Poise) 300 1200 300 1200 300 1200 300 1200 300 1200
¾ Penetrasi pada 25 0C (0,1 mm) 20 250 120 250 120 250 120 250 120 250

19
Tabel 11 - Spesifikasi Aspal Emulsi

Tipe Mantap Cepat Mantap Sedang


No. Kelas RS - 1 RS - 2 HFRS - 2 MS - 1 MS - 2 MS - 2h
Jenis Pengujian min mak min mak min mak min mak min mak min mak
A. Pengujian Aspal Emulsi
1. Viskositas SF pada 25 0C, detik 20 100 - - - - 20 100 100 - 100 -
2. Viskositas SF pada 50 0C, detik - - 75 400 75 400 - - - - - -
3. Stabilitas setelah penyimpanan - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 - 1
24 jam, %
4. Pemisahan, 35 ml, 0,02 N CaCl2, % 60 - 60 - 60 - - - - - - -
5. Daya tahan terhadap air : 60 - 60 - 60 - - - - - - -
a. Lapisan batuan kering (%) - - - - - - Baik baik Baik
b. lapisan batuan kering, Cukup Cukup Cukup
Setelah semprotan air (%)
c. Lapisan batuan basah (%) Cukup Cukup Cukup
d. Lapisan batuan basah, Cukup Cukup Cukup
Setelah semprotan air (%)
6. Uji campuran semen (%) - - - - - - - - - - - -
7. Analisa sringan (%) - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10
8. Sisa penyulingan (%) 55 - 63 - 63 - 55 - 65 - 65 -
9. Destilat minyak (%) volume emulsi - - - - - - - - - - - -
B. Pengujian Sisa Penyulingan
1. ¾ Penetrasi pada 25 0C (0,1 mm) 100 200 100 200 100 200 100 200 100 200 40 90
2. ¾ Daktilitas 5 cm/menit (cm) 40 - 40 - 40 - 40 - 40 - 40 -
3. ¾ Kelarutan dlm trechloroethilene,% 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 -
4. ¾ Uji apung 60 0C (detik) - - - - 1200 - - - - - - -

Tabel 11 - Spesifikasi Aspal Emulsi (lanjutan)

Tipe Mantap Sedang Mantap Lambat


No. Kelas HFMS-1 HFMS-2 HFMS-2h HFMS-2s SS-1 SS-1h
Jenis Pengujian min mak min mak min mak min mak min mak min mak
A. PENG. ASPAL EMULSI
1. Viskositas SF pada 25 0C, detik 20 100 100 - 100 - 50 - 20 100 20 100
2. Viskositas SF pada 50 0C, detik - - - - - - - - - - - -
3. Stabilitas setelah penyimpanan - 1a) - 1 a) - 1 a) - 1 a) - 1 a) - 1 a)
24 jam, %
4. Pemisahan, 35 ml, 0,02 N CaCl2,% - - - - - - - - - - - -
5. Daya tahan terhadap air : - - - - - - - - - - - -
a. Lapisan batuan kering (%) - - - - - - Baik baik Baik
b. lapisan batuan kering, Cukup Cukup Cukup
Setelah semprotan air (%)
c. Lapisan batuan basah (%) Cukup Cukup Cukup
d. Lapisan batuan basah, Cukup Cukup Cukup
Setelah semprotan air (%)
6. Uji campuran semen (%) - - - - - - - - 2,0 - 2,0 -
7. Analisa sringan (%) - 0,10 a) - 0,10 a) - 0,10 a) - 0,10 a) - 0,10 a) - 0,10 a)
8. Sisa penyulingan (%) 55 - 65 - 65 - 65 - 57 - 57 -
9. Destilat minyak (%) volume emulsi - - - - - - - - - - - -
B. PENG.SISA PENYULINGAN
1. Peng. Residu penyulingan
¾ Penetrasi pada 25 0C (0,1 mm) 100 200 100 200 40 90 100 200 200 - 40 90
¾ Daktilitas 5 cm/menit (cm) 40 - 40 - 40 - 40 - 40 - 40 -
¾ Kelarutan dalam trichloroethylene 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 -
(% berat)
¾ Uji apung 60 0C (detik) 1200 - 1200 - 1200 - 1200 - - - - -

a) Pengujian ini boleh tidak dilakukan jika pemakaian bahan ini dilapang telah terbukti baik.

TTabel 12 - Spesifikasi Aspal Emulsi Ktionik

20
PENGIKATAN PENGIKATAN PENGIKATAN
CEPAT SEDANG LAMBAT
NO. SIFAT-SIFAT (CRS-1) (CRS-2) (CMS-2) (CMS-2h) (CSS-1) (CSS-1h)
Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak
0
1. Kekentalan pada 25 C (detik) - - - - - - - - 20 100 20 100
0
Kekentalan pada 50 C (detik) 20 100 100 400 50 450 50 450 - - - -
2. Pengendapan 1 hari (%) - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 - 1
Pengendapan 5 hari (%) - 5 - 5 - 5 - 5 - 5 - 5
3. Pemisahan 35 ml 0,8 (%)
Sodium dioctylsufosuccinate 40 - 40 - - - - - - - - -
4. Daya tahan terhadap air :
a. Lapisan batuan kering (%) - - - - 80 100 80 100 - - - -
b. lapisan batuan kering, - - - - 60 80 60 80 - - - -
Setelah semprotan air (%)
c. Lapisan batuan basah (%) - - - - 60 80 60 80 - - - -
d. Lapisan batuan basah, - - - - 60 80 60 80 - - - -
Setelah semprotan air (%)
5. Muatan listrik positif positif positif positif positif Positif
6. Hasil uji camp. semen (%) - - - - - - - - - 20 - 20
7. Analisa saringan (%) - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10 - 0,10
8. Penyulingan :
a. sisa destilasi (%) 60 - 65 - 65 - 65 - 57 - 57 -
b. kadar minyak (%) - 3 - 3 - 12 - 12 - - - -
9. Residu penyulingan :
0
a. Penetrasi pada 25 C, 100 g, 100 250 100 250 100 250 40 90 100 250 40 90
5 detik
0
b. Daktilitas pd 25 C, 5cm/min 40 - 40 - 40 - 40 - 40 - 40 -
c. Kelarutan terhadap trichloro- 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 - 97,5 -
ethiyene (TCE) (% berat)

Tabel 13 - Spesifikasi Peremaja Hangan (PH-1000)

Metode Persyaratan
Jenis Pengujian Pengujian PH-1000

Viskositas:
- Pada 60 C, (cSt) atau AASHTO T-72 800 – 1600
- Pada 82,2 C (detik) AASHTO T-72 100 -200
Kelarutan dalam TCE, (%) SNI 06-2438-91 Min. 99
Titik nyala, (C) SNI 06-2433-91 Min. 180
Berat Jenis, SNI 06-2441-91 Min. 0,95
Penurunan Berat TFOT, (% thd awal) SNI 06-2440-91 Maks. 5
Kadar Parafin Lilin, (%) SNI 03-3639-94 Maks. 2

21

Anda mungkin juga menyukai