Anda di halaman 1dari 350

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang atas ridho-Nya, penulis diberi kemudahan
untuk menyelesaikan disertasi dengan judul “Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor untuk Meningkatkan Kinerja
Internasional UMKM di Jawa Tengah”. Disertasi ini
merupakan tugas akhir peneliti sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Manajemen pada
Program Studi Doktor Ilmu Manajemen Universitas Jenderal
Soedirman.

Penyelesaian penulisan disertasi ini tidak terlepas dari


peran berbagai pihak yang telah membantu penulis dari
awal proses pengajuan kebaruan ide, pengambilan data di
lapangan, proses analisis, dan sampai dengan penyusunan
naskah disertasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. Suwarto., M.S. selaku Rektor Universitas
Jenderal Soedirman yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menempuh studi pada Program Studi
Doktor Ilmu Manajemen Universitas Jenderal Soedirman.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.


Dr. Suliyanto, S.E, M.M selaku Dekan Fakultas Ekonomi

-- v --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman yang telah


memberikan arahan, bimbingan, dan bantuan pada penulis
dalam penyelesaian studi pada Program Studi Doktor Ilmu
Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Dr. Agus
Suroso, MS, selaku penguji dan Ketua Program Studi Doktor
Ilmu Manajemen Universitas Jenderal Soedirman beserta
jajarannya yang telah memberikan dukungan akademik bagi
penulis dalam menempuh studi pada Program Studi Doktor
Ilmu Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, Prof.
Wiwiek Rabiatul Adawiyah, M.Sc, Ph.D. selaku Promotor
yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan
disertasi serta memberikan dan mengajarkan banyak contoh
kebaikan kepada penulis, yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan bantuan pada penulis dalam penyelesaian
disertasi, Prof. Dr. Dra. Noermijati, S.E., M.TM., CPHR., Dr.
Rahab, M.Sc. dan Dr. Siti Zulaikha Wulandari, M.Si., Dr. Adi
Indra, M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan arahan
dan saran perbaikan pada penyusunan disertasi, dan Bapak
dan Ibu Dosen pada Program Studi Doktor Ilmu Manajemen
Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan
banyak ilmu pada penulis selama menempuh studi.

Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh


rekan dosen dan karyawan Universitas Sains Al-Qur’an Jawa
Tengah di Wonosobo atas dukungan dan do’a bagi penulis
untuk menyelesaikan studi, seluruh Staff Administrasi
Program Studi Doktor Ilmu Manajemen, Universitas Jenderal
Soedirman (mbak Ai dan mbak Entin) yang telah membantu
dan memberikan layanan administrasi yang menyenangkan
pada penulis, Seluruh enumerator (Wiji Yuwono, S.M., Candra
Wibisono, S.M., Mukhammad Rokhim, S.Ars.) dan responden
UMKM di Jawa Tengah, Kedua orang tua penulis M. Djufrie
(Alm) dan Hj. Mardliyah yang selalu mendoakan, memberi
dukungan, dan selalu ada di saat penulis membutuhkan,
Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan

-- vi --
Elfan Kaukab

dan doa, sahabat-sahabatku Drs. Agus Putranto, M.M., MFP.,


M. Trihudiyatmanto, S.E., M.M., CMA., Heri Purwanto, S.Pd.,
M.M., CMA., Romandhon, S.E., M.M., MFP., Bahtiar Efendi,
S.E., M.M., CMA., Atinia Hidayah, S.S., M.Hum., Christina,
S.S., M.Hum. untuk doa, dorongan, bantuan, dan nasehat,
Sahabat-sahabat terbaik Bu Ury, Bu Weni, dan Pak Gun untuk
kebersamaan, saling dukung, dan saling menyemangati
untuk menyelesaikan apa yang sudah kita mulai, serta teman
belajar statistik, Ali Akbar Anggara, S.Ak., teman-teman
DIM Angkatan I Bu Cici dan Pak Haris yang telah berbagi
suka dan duka selama belajar di Program Studi Doktor Ilmu
Manajemen Universitas Jenderal Soedirman dan rekan-rekan
serta semua pihak yang telah membantu penulis selama
penyelesaian studi yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Sebagai penutup, penulis menyadari sepenuhnya


bahwa masih terdapat keterbatasan dalam penulisan disertasi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan
masukan demi perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya di ranah ilmu manajemen strategi dan pemasaran.

Purwokerto, 2019

M. Elfan Kaukab

-- vii --
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Pengantar 1
1.2. Latar Belakang 2
1.3. Kesenjangan Penelitian 7
1.4. Fenomena Bisnis 18
1.5. Permasalahan Penelitian 21
1.6. Pertanyaan Penelitian 22
1.7. Tujuan Penelitian 23
1.7.1. Tujuan Umum 23
1.7.2. Tujuan Khusus 23
1.8. Manfaat Penelitian 24
1.8.1. Kegunaan Teoritis 24
1.8.2. Kegunaan Praktis 24
1.9. Orisinilitas Penelitian 25
1.10. Justikasi Penelitian 25
1.10.1 Keterbatasan Penelitian Terdahulu 26
1.10.2 Keterbatasan Kinerja Internasional UMKM di Jawa
Tengah 26

-- ix --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

1.11. Kontribusi Penelitian 26


1.11.1 Kontribusi Teoritis 26
1.11.2 Kontribusi Praktis 27

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN


MODEL 29
2.1 Pengantar 29
2.2 Sintesa Konsep Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor (Export Product Fit Development) 30
2.2.1 Export Product Strategic Fit 30
2.2.2 Foreign Customer Knowledge 35
2.2.3 Export Product Fit Development 39
2.2.4 Conceptual Mapping 65
2.3 Pengembangan Model Teoritikal Dasar 70
2.3.1 Kapabilitas Jaringan 70
2.3.2 Pengalaman Bisnis Internasional 78
2.3.3 Kinerja Internasional 82
2.3.4 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 86
2.4 Pengembangan Hipotesis dan Model Empirik 89
2.4.1 Pengaruh kapabilitas jaringan terhadap
kinerja internasional 89
2.4.2 Pengaruh pengalaman bisnis internasional
terhadap kinerja internasional 94
2.4.3 Pengaruh kapabilitas jaringan terhadap
pengembangan kesesuaian produk ekspor 96
2.4.4 Pengaruh pengalaman bisnis internasional
terhadap pengembangan kesesuaian produk ekspor 98
2.4.5 Pengaruh pengembangan kesesuaian produk
ekspor terhadap kinerja internasional UMKM 102
2.4.6 Pengaruh mediasi pengembangan kesesuaian
produk ekspor pada hubungan kausal antara
kapabilitas jaringan dengan kinerja internasional 104
2.4.7 Pengaruh mediasi pengembangan kesesuaian
produk ekspor pada hubungan kausal antara

-- x --
Elfan Kaukab

pengalaman bisnis internasional dengan kinerja


internasional 107
2.5 Ringkasan Hipotesis 109
2.6. Dimensionalisasi Variabel 110
2.6.1 Kapabilitas Jaringan 110
2.6.2 Pengalaman Bisnis Internasional 111
2.6.3 Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor 112
2.6.4 Kinerja Internasional 113

BAB III METODE PENELITIAN DAN TEKNIK


ANALISIS 115
3.1. Pengantar 115
3.2. Ketentuan Filosos dan Paradigma Penelitian Ilmiah 116
3.3. Justikasi Pendekatan Positivistik 118
3.4. Jenis Penelitian 120
3.5. Jenis dan Sumber Data 121
3.6. Teknik Pengumpulan Data 121
3.6.1 Observasi 121
3.6.2 Wawancara 121
3.6.3 Kuesioner 122
3.7. Populasi dan Sampel 122
3.7.1 Populasi 122
3.7.2 Sampel 125
3.7.3 Teknik Penarikan 126
3.8. Pengukuran Variabel Penelitian 126
3.9. Denisi Operasional dan Indikator Variabel
Penelitian 127
3.10. Uji Hubungan Logis antar Indikator Variabel 132
3.10.1. Pictorial Logic Kapabilitas Jaringan dan Kinerja
Internasional 132
3.10.2. Pictorial Logic Pengalaman Bisnis Internasional dan
Kinerja Internasional 137
3.10.3. Pictorial Logic Kapabilitas Jaringan dan
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor 152

-- xi --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2.10.4. Pictorial Logic Pengalaman Bisnis Internasional


dan Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspo 154
3.10.5. Pictorial Logic Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor dan Kinerja Internasional 160
3.11. Teknik Analisis Data 160
3.11.1 Uji Validitas 162
3.11.2 Uji Reliabilitas 162
3.11.3 Analisis Data 162
3.12. Proses Pengembangan Konstruk Baru 171
3.12.1 Tahap I Konseptualisasi Konstruk 171
3.12.2 Tahap II Pengembangan Instrumen 178
3.12.3 Tahap III Uji Validitas Konstruk 182

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 187


4.1. Pengantar 187
4.2. Analisis Deskriptif 188
4.2.1 Deskripsi Tingkat Pengembalian Kuesioner 188
4.2.2 Deskripsi Responden dan Perusahaan 188
4.2.3 Deskripsi Indikator Variabel 190
4.2.4 Deskripsi Jawaban Responden 196
Data Lapangan 205
4.3.1 Uji Reliabilitas 205
4.3.2 Uji Validitas dan Kelayakan Model Empat Faktor 206
4.3.3 Modikasi Model dan Uji Hipotesis 216

4.5.1 Hubungan Kapabilitas Jaringan dan Kinerja


Internasional 224
4.5.2. Hubungan Pengalaman Bisnis Internasional dan
Kinerja Internasional 227
4.5.3. Hubungan Kapabilitas Jaringan dan Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor 230

-- xii --
Elfan Kaukab

4.5.4. Hubungan Pengalaman Bisnis Internasional dan


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor 234
4.5.5. Hubungan Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
dan Kinerja Internasional 236
4.5.6. Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor sebagai
Mediator Hubungan Kapabilitas Jaringan dan
Kinerja Internasional 240
4.5.7. Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor sebagai
Mediator Hubungan Pengalaman Bisnis Internasional
dan Kinerja Internasional 246

BAB V SIMPULAN 249


5.1. Kesimpulan Masalah Penelitian 249
5.2. Implikasi Teoritis 254
5.3. Implikasi Manajerial 258
5.4. Keterbatasan Penelitian 261
5.5. Agenda Penelitian Mendatang 262

DAFTAR PUSTAKA 263


BIODATA PENULIS 335

-- xiii --
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pengantar
Bab I dalam disertasi ini diawali dengan pendahuluan yang
membahas latar belakang masalah, kesenjangan penelitian,
serta fenomena bisnis yang merupakan pokok bahasan utama
penelitian yang akan memunculkan rumusan masalah dan
pertanyaan penelitian. Bagian berikutnya dari Bab I meliputi
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
orisinalitas penelitian, dan bagian terakhir adalah justikasi
pemilihan topik riset dan kontribusi penelitian. Pada Bab I
akan dibagi menjadi beberapa tahapan seperti terlihat pada
gambar berikut:

-- 1 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

1.2. Latar Belakang


Beberapa dekade terakhir istilah “globalisasi”,
“internasionalisasi”, dan “liberalisasi” sangat populer dalam
lingkungan Ilmu Ekonomi. Berbagai isu terkait globalisasi,
internasionalisasi, dan liberalisasi menyita perhatian para
peneliti (Chelliah, Sulaiman, dan Mohd Yusoff, 2010).
Globalisasi terjadi karena beberapa faktor seperti majunya
sistem produksi, transportasi, dan teknologi komunikasi.
Sistem politik dunia seperti pembentukan blok dagang pada
beberapa negara Asia Pasik juga menjadi pemicu terjadinya
globalisasi (Peskova, 2006). Blok dagang yang terbentuk
didasarkan pada kedekatan wilayah, budaya, dan kesamaan
sumberdaya yang dihasilkan (Johanson dan Vahlne, 1990).
Sistem perekonomian antar negara yang saling terhubung
tidak hanya memberi peluang untuk memasuki pasar asing
tetapi juga mampu meminimalkan berbagai hambatan
perdagangan karena adanya perjanjian dagang yang telah
disepakati bersama (Etemad, 2005). Faktor-faktor tersebut
mengakibatkan terjadinya pasar yang homogen (market
homogeneity) dan berdampak pada persaingan bebas yang
menghilangkan batas-batas segmentasi pasar baik lingkup
nasional maupun internasional serta tidak ada lagi ruang
pembatas dalam bersaing antara perusahaan berskala kecil
dan perusahaan berskala besar (Etemad, 2005). Sebagai
konsekuensinya, semua perusahaan dihadapkan pada
persaingan pasar internasional yang semakin meningkat
dalam pasar yang saling terhubung (Havens, 2002).

Istilah internasionalisasi telah dirumuskan oleh


beberapa peneliti dalam berbagai konteks penelitian, namun
internasionalisasi secara mendasar dapat didenisikan
sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh perusahaan
dalam meningkatkan kegiatan operasi perusahaan di luar
negeri (Johanson dan Vahlne, 1977), atau sebagai sebuah
gerakan ke luar negeri dalam operasi internasional baik

-- 2 --
Elfan Kaukab

dilakukan sendiri maupun dilakukan secara bersama-sama


(Welch dan Luostarinen, 1988). Internasionalisasi sekarang
tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa
tetapi juga dilakukan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) (Zain dan Ng, 2006). Perubahan lingkungan bisnis
menciptakan peluang baru bagi UMKM untuk masuk ke
pasar internasional. Pasar yang semakin luas memaksa
UMKM untuk terus meningkatkan kinerjanya dari berbagai
aspek agar tetap mampu bersaing dan bertahan ditengah
persaingan yang sulit diprediksi (Onkelinx dan Sleuwaegen,
2008). Digitalisasi dan liberalisasi pasar mendorong UMKM
untuk beroperasi menembus batas negara dan saling
berkompetisi satu sama lain di negara asing (Barkema, Baum,
dan Mannix, 2002). Lebih-lebih di era Industri 4.0, meskipun
persaingan didominasi oleh perusahaan besar (Arnold et al.,
2016; Radziwon et al., 2014) dan hanya sedikit terjadi pada
UMKM (Schmidt et al., 2015), namun banyak perusahaan
besar menjadi pemasok bagi UMKM dan demikian sebaliknya
UMKM banyak yang menajadi pemasok bagi perusahaan
besar. Hal ini memengaruhi positioning UMKM terhadap
perkembangan teknologi yang diturunkan dari Industri 4.0
(Müller, Buliga, dan Voigt, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Organization


for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam
bidang globalisasi UMKM, menunjukkan bukti bahwa
saat ini UMKM memiliki kemampuan untuk melakukan
internasionalisasi dengan lebih cepat dibandingkan dekade
sebelumnya (Chelliah, Sulaiman dan Mohd Yusoff, 2010).
UMKM yang memiliki tujuan memasuki pasar asing perlu
untuk memilih bentuk strategi entri yang tepat agar berhasil
(Root, 1994). Berbagai bentuk internasionalisasi dapat
dilakukan diantaranya ekspor, lisensi, joint venture, franchise,
turnkey project, dan foreign direct investment (FDI) (Hill,
2013). Masing-masing bentuk internasionalisasi memiliki

-- 3 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

keunggulan yang berbeda seperti ekspor dapat meningkatkan


produktivitas dengan menaikkan volume produksi, lisensi
dapat membangun kekayaan intelektual, FDI akan dapat
menciptakan sebuah perusahaan dengan teknologi yang
mampu menyesuaiakan dengan kebutuhan negara setempat,
sedangkan kerjasama internasional dapat saling menyediakan
dan bertukar sumber daya baik bahan baku maupun tenaga
kerja (Onkelinx dan Sleuwaegen, 2008).

Internasionalisasi selain penting bagi pertumbuhan


dan keberlangsungan hidup UMKM, juga memiliki risiko
dan biaya yang tinggi dalam prosesnya (Onkelinx dan
Sleuwaegen, 2008). UMKM sering dihadapkan pada
keterbatasan keuangan dan pengalaman dalam menjalankan
bisnis pada taraf internasional. Namun demikian, kemajuan
komunikasi dan teknologi mampu mengurangi biaya dan
risiko yang dihadapi. Hal ini yang memungkinkan jumlah
UMKM semakin berani menjajaki kesempatan pasar asing
(Onkelinx dan Sleuwaegen, 2008).

Kesuksesan UMKM dalam proses internasionalisasi


tidak lepas dari persiapan internal dan eksternal yang harus
dilakukan untuk menghadapi kondisi pasar yang tidak pasti
(Wright, Westhead, dan Ucbasaran, 2007; Prefontaine dan
Bourgault, 2002). Faktor internal dalam internasionalisasi
UMKM lebih diutamakan karena faktor internal merupakan
faktor yang dominan dalam kesuksesan internasionalisasi
dimana faktor ini langsung berhubungan dengan internal
perusahaan seperti manajemen, pengalaman, karakteristik
target pasar, karakteristik perusahaan, dan karakteristik
produk (Peskova, 2006).

Penelitian mengenai faktor-faktor determinan internal


seperti faktor pengetahuan pasar dan jaringan dalam proses
internasionalisasi UMKM telah banyak dilakukan (diantaranya
oleh Chelliah, Sulaiman, dan Mohd Yusoff, 2010; Senik et al.,

-- 4 --
Elfan Kaukab

2010; Matlay et al., 2006; Vásquez dan Doloriert, 2011; Tan,


Plowman dan Hancock, 2008; Hashim, 2012; Oseh, 2013; Cui,
Walsh dan Gallion, 2011; Hsu, Chen dan Cheng, 2013; Bell,
Crick dan Young, 2004; He, 2011; Osei-Bonsu, 2014; Olejnik
dan Swoboda, 2012; Amal dan Filho, 2010). Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang pasar menjadi
faktor internal yang memengaruhi keberhasilan UMKM
dalam proses internasionalisasi (Chelliah, Sulaiman, dan
Mohd Yusoff, 2010; Vásquez dan Doloriert, 2011; Hashim,
2012; Cui, Walsh dan Gallion, 2011). Sedangkan menurut
Senik et al. (2010), Osei-Bonsu (2014), Amal dan Filho (2010),
jaringan menjadi faktor yang sangat penting dan paling
menentukan keberhasilan UMKM dalam membangun bisnis
yang menargetkan pasar asing.

Pengetahuan merupakan sumber daya yang penting


dalam internasionalisasi yang dapat diperoleh dari hubungan
jaringan dan modal sosial perusahaan (Prashantham, 2005).
Pengetahuan pasar asing dapat dipelajari dan dikembangkan
oleh perusahaan dengan cara berinteraksi dengan anggota
dalam jaringan negara baru (ekstensi internasional),
mengembangkan hubungan dalam jaringan (penetrasi), dan
hubungan jaringan di negara lain (integrasi internasional)
(Johanson dan Mattsson, 1988). Oleh karena itu, teori jaringan
berpendapat bahwa internasionalisasi perusahaan tidak
semata-mata dengan sendirinya, namun terdapat mitra,
distributor, atau agen pemasaran asing yang membantu
dalam internasionalisasi (Kumakura, 2012).

Kemampuan membangun jaringan dengan pihak


asing baik konsumen, produsen, maupun pihak pemerintah
merupakan salah satu faktor kritis dalam meningkatkan
kinerja internasional UMKM (Chelliah, Sulaiman dan
Mohd Yusoff, 2010). Denisi jaringan menurut Zain dan Ng
(2006) merupakan sebuah hubungan antara tim manajemen
perusahaan dan karyawannya dengan konsumen, pemasok,

-- 5 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

pesaing, pemerintah, distributor, perbankan, keluarga,


sahabat, atau anggota lain yang mampu terlibat dalam
aktivitas internasionalisasi bisnis. Jaringan bisnis juga dapat
dimaknai sebagai dua atau lebih organisasi yang terlibat
dalam hubungan jangka panjang (Thorelli, 1986). Jaringan
internasional dalam konteks UMKM merupakan aktivitas
yang sangat penting terutama pada masa-masa transisi
dimana UMKM sering mengalami kekurangan informasi dan
kemampuan yang dibutuhkan sehingga mengandalkan pihak
ketiga dalam memasuki pasar (Ellis dan Pecotich, 2001).

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait hubungan


jaringan terhadap internasionalisasi dengan hasil yang
cukup beragam. Beberapa peneliti terdahulu berhasil
mengidentikasi tentang adanya pengaruh langsung antara
jaringan dengan kinerja internasional UMKM (seperti Musteen,
Francis, dan Datta, 2010; Bai, Holmström Lind dan Johanson,
2016; Babakus, Yavas dan Haati, 2006). Perusahaan dengan
jaringan yang kuat memiliki kemampuan untuk mengakses
sumber daya dan pengetahuan sehingga sangat menentukan
kesuksesan kinerja internasional (Bai, Holmström Lind, dan
Johanson, 2016). Jaringan juga dapat memberikan manfaat
bagi perusahaan karena dengan jaringan akan meningkatkan
pembelajaran dan kemampuan dalam beradaptasi pada
lingkungan ekonomi yang berubah-ubah (O’Doherty, 1998).

Sementara itu Torkkeli et al., (2016), Tang (2011),


Mort dan Weerawardena (2006), Zacca, Dayan, dan Ahrens
(2015), dan Stoian, Rialp, dan Dimitratos (2017) menyatakan
bahwa jaringan tidak berpengaruh secara langsung terhadap
pertumbuhan kinerja internasional perusahaan sehingga
harus melalui mediasi yang dapat menjembatani hubungan
tersebut. Aktivitas seperti pengembangan inovasi, penciptaan
pengetahuan, dan keagresifan dalam berkompetisi mampu
memediasi hubungan kausal antara jaringan terhadap
kinerja perusahaan (Zacca, Dayan dan Ahrens, 2015).

-- 6 --
Elfan Kaukab

Pengetahuan tentang pasar asing juga memediasi hubungan


antara kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional
perusahaan (Musteen, Datta, dan Butts, 2014).

Pengetahuan tentang pasar asing merupakan hal


penting dalam proses internasionalisasi UMKM (Oviatt dan
McDougall, 1994). Kesiapan UMKM dalam memasuki pasar
dilakukan dengan melibatkan bisnis pada pasar asing sesuai
dengan target yang diinginkan, namun seringkali terkendala
dengan pengalaman dan pengetahuan internasional yang
dimiliki oleh pengusaha (Pollard dan Jemicz, 2006). Karena
hal inilah pengetahuan pasar asing menjadi dibutuhkan
dimana pengetahuan ini dapat diperoleh dengan memiliki
jaringan internasional untuk menanggulangi masalah yang
mungkin terjadi seperti persaingan di pasar baru dan persepsi
konsumen asing bahwa produk yang ditawarkan merupakan
produk yang masih belum berkualitas. Pengetahuan ini juga
dapat dimanfaatkan oleh UMKM dalam mencari pasar yang
masih tersedia sehingga pasar internasional dapat lebih cepat
dimasuki (Oviatt dan McDougall, 1994). Dengan informasi
yang cukup sebagai pengetahuan bagi perusahaan akan
memberikan kemudahaan dalam menciptakan produk yang
sesuai dengan permintaan konsumen (Musteen, Datta, dan
Butts, 2014).

1.3 Kesenjangan Penelitian


Salah satu faktor yang dapat menjadi penentu
keberhasilan kinerja internasional UMKM adalah kapabilitas
jaringan perusahaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa kapabilitas jaringan berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kinerja internasional namun
beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Penelitian yang dilakukan oleh Acosta, Crespo, dan Agudo
(2018), Bai, Lind, dan Johanson (2016), Torkkeli, et al. (2016),
Musteen, Datta, dan Butts (2014), Mort dan Weerawardena

-- 7 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

(2006), dan Babakus, Yavas, dan Haahti (2006) menunjukkan


bahwa kapabilitas jaringan berpengaruh positif terhadap
kinerja internasional UMKM. Sedangkan peneliti lain
menyatakan bahwa kapabilitas jaringan tidak berpengaruh
langsung terhadap kinerja internasional UMKM (Stoian,
Rialp, dan Dimitratos, 2017, Papastamatelou et al. 2016, Kenny
dan Fahy, 2015, Bengesi dan Roux, 2014).

No Penulis Judul Hasil Penelitian


1. Alexdanra Solano Effect of Market Orientation, Network Capability
Acosta, Ángel Network Capability berpengaruh positif
Herrero Crespo, and Entrepreneurial terhadap kinerja
Jesús Collado Orientation on International internasional UMKM.
Agudo Performance of Small and
(2018) Medium Enterprises (SMEs)
International Business
Review

2. Maria Cristina SME Networks and Interorganizational


Stoian, Josep International Performance: Network tidak
Rialp, dan Pavlos Unveiling the Signicance of berpengaruh langsung
Dimitratos Foreign Market Entry Mode terhadap International
(2017) Performance.
Journal of Small Business
Management 55(1), pp. Sampel pertama
128–148 dilakukan pada
perusahaan mikro
multinasional (mMNEs)
dimana Knowledge
memediasi pengaruh
Network terhadap
International Performance.

Sampel kedua
menggunakan eksporter
dimana Knowledge tidak
memediasi hubungan
antara Network dengan
kinerja internasional

-- 8 --
Elfan Kaukab

No Penulis Judul Hasil Penelitian


3. Wensong The performance of International Networking
Bai, Christine International Returnee Capability berpengaruh
Holmstrom Ventures: The Role of positif terhadap kinerja
Lind, dan Martin Networking Capability kuangan UMKM.
Johanson and The Usefulness of
(2016) International Business International Business
Knowledge Knowledge tidak
memediasi hubungan
Entrepreneurship dan antara International
Regional Development, Networking Capability
Vol. 28, Nos. 9–10, terhadap kinerja
657–680 keuangan UMKM

4 Lasse Torkkeli, Olli Network Competence in Kompetensi jaringan


Kuivalainen, Sami Finnish SMEs: Implications secara signikan
Saarenketo, Kaisu for Growth berpengaruh terhadap
Puumalainen pertumbuhan UKM
(2016) Baltic Journal of yang melakukan
Management, 11(2), pp. aktivitas internasional.
207–230.

5. Julie Effects of Network Initiation dan Learning


Papastamatelou, Capabilities tidak berpengaruh
Rainer Busch, on Firm Performance across terhadap kinerja
Begüm Ötken, Elif Cultures internasional UMKM
Y. Okan, Karim sedangkan
Gassemi, International Journal Coordination
(2016) of Management dan berpengaruh positif
Economics No. 49, terhadap kinerja
January–March 2016, internasional UMKM.
pp. 79–105

6. Breda Kenny, John Interrm Networks: Theory, Initiation dan Learning


Fahy (2015) Strategy, and Behavior: tidak berpengaruh
SMEs' Networking terhadap kinerja
Capability and International internasional UMKM
Performance sedangkan
Coordination
Advances in Business berpengaruh positif
Marketing dan terhadap kinerja
Purchasing, Volume 17, internasional UMKM.
199–376

-- 9 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

No Penulis Judul Hasil Penelitian


7. Robert Zacca, Impact of Network Knowledge Creation tidak
Mumin Dayan, dan Capability on Small memediasi hubungan
Thomas Ahrens Business Performance antara Network
(2015) Capability terhadap
Management Decision a kinerja UMKM
Business-friendly Vol. 53
No. 1, pp. 2-23

8. Kenneth M.K. The Inuence of Dimensions Dari ke empat dimensi


Bengesi, Ingrid Le of Networking Capability jaringan, terdapat
Roux in Small and Medium tiga dimensi Network
(2014) Enterprise Performance Competence yang
mempengaruhi kinerja
International Journal UMKM yaitu Relational
of Business dan Social Skill, Firm’s Partner’s
Science Vol. 5 No. 2 Knowledge, dan Firm’s
Internal Communication.
Sedangkan Coordination
tidak berpengaruh
terhadap kinerja
UMKM.
9. Martina Musteen, Do International Networks International
Deepak K. Datta, and Foreign Market Network Diversity
dan Marcus M. Knowledge Facilitate SME dan International
Butts Internationalization? Network Tie Strength
(2014) Evidence from the Czech berpengaruh positif
Republic terhadap International
Venture Performance
Entrepreneurship Theory dengan Foreign
dan Practice Market Knowledge
© Baylor University sebagai variabel yang
memediasi.
10. Gillian Sullivan Networking Capability Network Capability
Mort dan Jay and International berpengaruh positif
Weerawardena Entrepreneurship; How terhadap kinerja
(2006) Networks Function in pemasaran internasional
Australian Born Global dengan Knowledge
Firms Intensive Product
sebagai variabel yang
International Marketing memediasi
Review Vol. 23 No. 5, pp.
549-572
11. Emin Babakus, Perceived uncertainty, Jaringan asing
Ugur Yavas, Antti networking and export menunjukkan pengaruh
Haahti performance: A study of positif dan berdampak
(2006) Nordic SMEs pada kinerja ekspor
UKM
European Business
Review, 18(1), pp. 4–13

-- 10 --
Elfan Kaukab

Dari Tabel 1.1. menunjukkan adanya perbedaan


temuan riset yang berbeda-beda pada hubungan kapabilitas
jaringan dengan kinerja internasional. Beberapa peneliti
telah mencoba menggunakan variabel mediasi untuk
menjembatani hubungan kausal antara kapabilitas jaringan
terhadap kinerja internasional seperti Stoian, Rialp, dan
Dimitratos (2017) menggunakan pengetahuan dalam
penelitian dengan dua sampel yang berbeda, sampel pertama
adalah eksportir dengan hasil penelitian pengetahuan tidak
memediasi hubungan kapabilitas jaringan terhadap kinerja
internasional, namun sampel kedua yaitu perusahaan mikro
multinasional menyatakan bahwa pengetahuan memediasi
hubungan kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional.
Penelitian Stoian, Rialp, dan Dimitratos (2017) menggunakan
konstruk yang umum digunakan dalam internasionalisasi
yaitu perilaku inovatif dan pengetahuan pasar asing
sehingga disarankan untuk menggunakan konstruk baru
seperti keaktifan pengusaha dalam membangun jaringan
internasional, pembelajaran konsumen, dan orientasi
konsumen.

Bai, Lind, dan Johanson (2016) menggunakan


pengetahuan bisnis internasional untuk menguji hubungan
kausal antara kapabilitas jaringan terhadap kinerja
internasional dengan hasil penelitian pengetahuan bisnis
internasional memediasi hubungan kapabilitas jaringan
dengan kinerja internasional setelah melalui proses inovasi.
Penelitian ini memunculkan pertanyaan kritis mengenai
ambiguitas peran kapabilitas dan pengetahuan bisnis
internasional terhadap kinerja sehingga perlu dilakukan studi
lanjutan berkaitan dengan pengembangan variabel dalam satu
konteks yang disesuaikan dengan budaya dan institusi pasar
asing baik melalui proses struktural maupun keperilakuan
(Bai, Lind, dan Johanson, 2016). Penelitian Bai, Lind, dan
Johanson (2016) hanya menggunakan data yang dipublikasi

-- 11 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

oleh perusahaan sehingga perlu dilakukan metode lain


seperti studi kasus dengan melakukan wawancara sehingga
akan diperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

Penelitian yang dilakukan oleh Zacca, Dayan, dan


Ahrens (2015) menggunakan penciptaan pengetahuan
untuk menguji hubungan kausal antara kapabilitas jaringan
terhadap kinerja internasional dengan hasil penelitian
penciptaan pengetahuan memediasi hubungan kapabilitas
jaringan dengan kinerja internasional setelah melalui proses
inovasi atau dengan melakukan agresitas dalam persaingan.
Sedangkan Musteen, Datta, dan Butts (2014) menggunakan
pengetahuan pasar asing untuk menguji hubungan kausal
antara kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional
dengan hasil penelitian pengetahuan pasar asing memediasi
hubungan kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional.
Penelitian ini berfokus pada manfaat dari penggunaan
jaringan pada keberhasilan internasionalisasi UMKM di
negara yang sedang mengalami transisi ekonomi di negara
maju dan disarankan untuk menguji isu-isu terkait dengan
penggunaan jaringan internasional untuk mengakuisisi
jenis pengetahuan lain seperti pengetahuan tentang produk
dan teknologi sehingga dapat dieksplor mengenai peran
pengetahuan pasar asing dalam internasionalisasi. Penelitian
ini juga dilakukan pada negara yang sedang mengalami
transisi ekonomi dengan hasil yang tidak dapat digeneralisasi
pada kondisi lingkungan yang berbeda sehingga disarankan
dapat dilakukan penelitian lanjutan pada negara berkembang
(Musteen, Datta, dan Butts, 2014).

Mort dan Weerawardena (2006) menggunakan


knowledge intensive product untuk menguji hubungan kausal
antara kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional
dengan hasil temuan penelitian knowledge intensive product
memediasi hubungan antara kapabilitas jaringan terhadap
kinerja internasional, namun aktivitas jaringan yang diteliti

-- 12 --
Elfan Kaukab

hanya berlaku untuk perusahaan dengan teknologi tinggi


dan mungkin tidak sesuai untuk perusahaan kecil dengan
teknologi rendah sehingga penelitian mendatang diperlukan
rekongurasi kerangka kapabilitas dinamis dalam mencari
peluang pasar. Lado et al. (1992) memiliki pandangan
bahwa distinctive capability tidak lagi memberikan kontribusi
bagi perusahaan dalam penyesuaian internal organisasi
terhadap permintaan lingkungan eksternal, namun
kapabilitas dapat dikembangkan secara sistematis dengan
tindakan strategis perusahaan. Teori kapabilitas dalam RBV
mendeskripsikan bahwa faktor kunci yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan organisasi adalah
rutinitas organisasi (Grant, 1991), sehingga perusahaan
dengan kemampuan dinamis yang tinggi akan mempercepat
internasionalisasi dan membawa produk ke pasar global
(Mort dan Weerawardena, 2006).

Perbedaan hasil beberapa penelitian tersebut salah


satunya disebabkan adanya perbedaaan dimensi pengetahuan
pasar asing yang digunakan. Mort dan Weerawardena (2006)
dalam meneliti pengetahuan pasar asing menggunakan
dimensi pengetahuan teknologi dan pengetahuan trend
pasar. Musteen, Datta, dan Butts (2014) menggunakan
enam dimensi yaitu pengetahuan tentang kompetitor asing,
budaya asing, politik asing, konsumen asing, peluang pasar
asing, dan saluran distribusi pada pasar asing. Zacca, Dayan,
dan Ahrens (2015) menggunakan dimensi pengetahuan
produk baru, pengetahuan kebiasaan baru, pengetahuan
mengakses informasi, pengetahuan mengakses sumber
daya, dan pengetahuan tentang akuisisi pasar asing. Bai,
Holmström Lind, dan Johanson (2016) menggunakan dimensi
pengetahuan pasar asing, pengetahuan peluang bisnis asing,
dan pengetahuan tentang teknologi baru. Sedangkan Stoian,
Rialp dan Dimitratos (2017) menggunakan tiga dimensi
yaitu pengetahuan tentang pemasaran yang efektif pada

-- 13 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

pasar asing, pengetahuan tentang hukum dagang asing dan


peraturannya, dan pengetahuan tentang saluran distribusi.
Selain perbedaan dimensi pengetahuan pasar yang berbeda-
beda, jenis UMKM yang berbeda juga menjadi faktor hasil
penelitian yang berbeda pula seperti penelitian Stoian,
Rialp, dan Dimitratos (2017) yang melakukan penelitian
pada eksportir dan perusahaan mikro multinasional dengan
dimensi pengetahuan pasar asing yang sama menghasilkan
perbedaan temuan.

Dari hasil penelitian di atas mengenai peran pengetahuan


pasar asing dalam memediasi hubungan kapabilitas jaringan
terhadap kinerja internasional masih kontradiktif sehingga
diperlukan pengembangan konstruk baru yang didasarkan
pada perilaku inovatif dalam satu konteks (Bai, Lind
dan Johanson, 2016; Stoian, Rialp, dan Dimitratos, 2017;
Zacca, Dayan dan Ahrens, 2015). Pengembangan produk
yang didasarkan pada pengetahuan tentang konsumen
asing merupakan variabel potensial yang diduga mampu
memediasi hubungan kapabilitas jaringan dengan kinerja
internasional karena:

1. Kapabilitas jaringan akan memiliki peran bagi kinerja


internasional jika dilakukan dengan cara proaktif dan
produktif dengan meningkatkan pengetahuan pasar
asing dan perilaku inovatif (Colombo et al., 2012;
Gronum, Verreynne, dan Kastelle, 2012; Loane dan Bell,
2006; Zhou, Barnes, dan Lu, 2010).

2. Kinerja internasional tidak serta merta dapat bertumbuh


hanya dengan penciptaan pengetahuan baru, namun
harus diwujudkan dalam tindakan yang agresif,
kompetitif, proaktif, serta inovatif (Chaston dan Scott,
2012).

3. Pengetahuan merupakan sumber yang berguna jika


dituangkan dalam tindakan pengembangan sebuah

-- 14 --
Elfan Kaukab

produk baru atau terobosan prosedural terkait operasi


bisnis (Tolstoy, 2009; Li et al., 2009).

Memiliki pengetahuan pasar asing yang baik akan


meningkatkan posisi eksportir dalam menjalin hubungan
dengan importir yang akan berimbas pada kinerja internasional
UMKM (Dimitratos et al., 2014). Selain meningkatkan jaringan
bisnis, pengetahuan juga akan memberikan pengalaman
bisnis internasional bagi pelaku UMKM, dimana pengetahuan
internasional merupakan sumber vital sebagai dasar
aktivitas internasional (Chetty dan Wilson, 2003). Salah satu
pengetahuan pasar asing yang harus dimiliki UMKM adalah
pengetahuan terkait dengan konsumen asing (Musteen, Datta,
dan Butts, 2014). Pengetahuan ini meliputi segmentasi dan
demogra konsumen, preferensi dan kebutuhan konsumen,
kecenderungan preferensi dan kebutuhan konsumen, serta
adanya kebutuhan konsumen yang belum dapat dipenuhi
(Zhou, 2007). Bagi UMKM yang akan memasuki pasar
internasional, pengetahuan tersebut merupakan aspek
mendasar sehingga mampu merespon dengan cepat peluang
yang ada. Semakin cepat perusahaan merespon peluang
yang ada akan semakin mampu perusahaan menyesuaikan
diri dengan lingkungan pasar asing (Oktemgil dan Greenley,
1997).

Selain pengetahuan mengenai konsumen asing,


pengembangan produk juga memerlukan kapabilitas
beradaptasi dengan kebutuhan dan tren konsumen asing yang
merupakan salah satu kunci pencapaian kinerja perusahaan
(Musteen, Datta, dan Butts, 2014). Kapabilitas adaptif pada
intinya adalah kemampuan perusahaan untuk beradaptasi
dengan mengkoordinasikan dan merekongurasi sumber
daya yang merupakan respon perusahaan atas perubahan
yang terjadi di lingkungannya agar tetap mampu bertahan
dalam industri, yang diharapkan lebih baik dibandingkan
para pesaing (Preble dan Hoffman, 1994; Wang dan Ahmed,

-- 15 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2007; Adeniran dan Jonhston, 2012). Menurut Cavusgil,


Zou, dan Naidu (1993), adaptasi produk merupakan derajat
penyesuaian produk pada negara yang benar-benar berbeda
secara sik. Sehingga perlu menggunakan strategi beradaptasi
dengan mengkombinasikan lingkungan bisnis eksternal
dengan karakteristik perusahaan (Hultman, Robson, dan
Katsikeas, 2009).

Dari uraian di atas, dalam penelitian ini penulis


mengenalkan sebuah konsep baru yaitu Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor (Export Product Fit Development).
Konsep baru ini dibangun berdasarkan pada Contingency
Theory dimana kinerja perusahaan akan lebih esien jika
derajat perbedaan antara karakteristik internal perusahaan
dan lingkungan eksternal tidak terlalu lebar sehingga perlu
dilakukan standarisasi dan rutinisasi aktivitas (Ruekert,
Walker, dan Roering, 1984). Demikian juga untuk membangun
strategi dalam pemasaran internasional perusahaan harus
mampu menyesuaikan lingkungan eksternal dengan
karakteristik perusahaan sehingga kinerja internasional akan
lebih mudah dicapai (Katsikeas, Samiee, dan Marios, 2006).
Strategi yang dikonsep dengan menstandarkan program
pemasaran dengan lingkungannya akan berpengaruh
positif pada kinerja bisnis (Venkatraman dan Prescott, 1990).
Dalam penelitian Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009)
dihasilkan temuan bahwa dengan kemampuan beradaptasi
dan melakukan standarisasi produk akan menjadi strategi
yang memiliki kekuatan tinggi di era globalisasi, namun juga
penting untuk membangun strategi produk yang disesuaikan
dengan kondisi makro, mikro, dan lingkungan internal.

Konstruk baru Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor (Export Product Fit Development ) dibangun dari sintesa
Export Product Strategic Fit (Hultman, Robson, dan Katsikeas,
2009) dan Foreign Customer Knowledge dalam konsep Foreign
Market Knowledge (Musteen, Datta, dan Butts, 2014). Konsep

-- 16 --
Elfan Kaukab

Export Product Strategic Fit menggunakan konsep t dalam


International Marketing Strategic Fit (Katsikeas, Samiee, dan
Theodosiou, 2006) yang mengukur t dengan hanya melihat
dua kontinum yaitu produk yang sangat terstandarisasi
sampai dengan produk yang sangat teradaptasi pada
dimensi kualitas, desain, tur, merek, dan kemasan. Ukuran
t yang digunakan pada standarisasi produk industri bukan
kesesuaian produk terhadap konsumen secara langsung.
Menurut Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009) tidak ada
solusi yang paling tepat dalam membangun strategi produk
untuk keperluan ekspor, sehingga disarankan agar riset
mendatang perlu memperluas konsep mengenai produk yang
sesuai dengan pasar asing dengan meningkatkan pemahaman
tentang strategi bisnis internasional terkait adaptasi dan
standarisasi produk.

Foreign Customer Knowledge merupakan salah satu dari


enam dimensi pengetahaun yang digunakan dalam konsep
Foreign Market Knowledge (Musteen, Datta, dan Butts, 2014).
Dimensi ini paling relevan digunakan dalam mengukur
pengetahuan perusahaan yang secara langsung berhubungan
dengan produk yang dikehendaki pelanggan (Zhou, 2004).
Dimensi yang lain seperti pengetahuan tentang kompetitor
asing lebih menekankan strategi perusahaan dalam bersaing
di pasar asing (Blomstermo, Eriksson, dan Sharma, 2004),
dimensi pengetahuan mengenai budaya lebih menekankan
pada nilai dan norma negara tujuan ekspor (Chetty dan
Blankenburg Holm, 2000), dimensi pengetahuan politik
merupakan pengetahuan tentang regulasi dan aturan
(Hadjikhani dan Ghauri, 2001), dimensi pengetahuan peluang
bisnis menekankan pada pengetahuan berpartner dan potensi
konsumen baru (Burgel dan Murray, 2000), serta dimensi
pengetahuan tentang distribusi merupakan pengetahuan
mengenai jalur distribusi yang tepat dalam mengirim barang
(Burgel dan Murray, 2000).

-- 17 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Pengukuran yang digunakan dalam konsep Foreign


Customer Knowledge yaitu pengetahuan mengenai kebutuhan,
preferensi, tren, dan produk yang belum terpenuhi selama
ini bagi konsumen asing (Musteen, Datta, dan Butts, 2014).
Ukuran ini tidak dengan tegas menjelaskan dalam hal apa saja
produk yang dikehendaki konsumen asing sehingga perlu
untuk disentasakan dengan konsep Export Product Strategic
Fit yang mengukur dengan jelas produk dari sisi kualitas,
desain, tur, dan kemasan (Hultman, Robson, dan Katsikeas,
2009). Konsep baru Export Product Fit Development mengukur
t dengan menekankan pentingnya pengetahuan tentang
kosumen asing sebagai dasar untuk menciptakan produk
yang memiliki kualitas, desain, tur, dan kemasan yang sesuai
dengan kebutuhan, preferensi, dan tren konsumen asing.

1.4 Fenomena Bisnis


Tantangan berbisnis di tingkat internasional harus
mampu dihadapi oleh pengusaha UMKM dengan
meningkatkan kapasitas pengetahuan pasar asing yang
dilakukan melalui pembangunan jaringan sehingga lebih
mudah merebut peluang dengan cepat (Knight dan Liesch,
2002). Para peneliti berargumen bahwa pengetahuan
internasional merupakan elemen dasar untuk menumbuhkan
kinerja bisnis dengan cepat (Autio et al., 2000). Oleh karena
itu diperlukan kemampuan mengakses pengetahuan
internasional bagi pelaku UMKM termasuk pengetahuan
yang diperoleh dari jaringan yang dimiliki sehingga dapat
mengefektifkan biaya (Zhao dan Aram, 1995).

Pengetahuan mengenai pasar internasional masih


sangat minim bagi pelaku UMKM di Indonesia sehingga
para produsen masih lemah dalam menangkap peluang
pasar asing terutama dalam menciptakan produk yang
sesuai dengan harapan konsumen asing. Keterbatasan ini
berimbas pada kemampuan merespon kebutuhan pasar

-- 18 --
Elfan Kaukab

yang kurang agresif. Dengan pengetahuan pasar asing yang


cukup, UMKM sebenarnya akan mampu melewati masa
transisi dalam kesulitannya mengakses pasar internasional
termasuk masalah keterbatasan ketersediaan keuangan dan
sumber daya manusia (Bohatá dan Mládek, 1999). Selama
ini sebagian besar UMKM masih menjadi pemasok bagi
industri yang melakukan ekspor dimana industri ini telah
memiliki sumber daya yang cukup dalam menguasai aspek-
aspek yang berkaitan dengan pasar internasional. UMKM
yang berada di Jawa Tengah hanya sebagian kecil yang telah
melakukan ekspor langsung yaitu perusahaan yang masuk
dalam kategori menengah. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
jumlah UMKM di Jawa Tengah kuartal III 2018 sebanyak 4,8
juta dan yang telah melakukan kegiatan ekspor berjumlah
657 perusahaan skala menengah dan 368 perusahaan skala
kecil. Artinya kegiatan ekspor UMKM di Jawa Tengah masih
kurang dari 1 persen dan tergolong sangat rendah.

Jumlah eksportir di Jawa Tengah sebanyak 1.284


perusahaan dengan total nilai ekspor Jawa Tengah
bulan November 2018 mencapai US$ 540,09 juta
atau mengalami penurunan sebesar 6,85 persen dibanding
ekspor Oktober 2018 (US$ 579,78 juta). Apabila dibandingkan
dengan November 2017 (year on year) ekspor Jawa Tengah
naik sebesar US$ 13,80 juta (2,62 persen). Ekspor kumulatif
Januari-November 2018 mencapai US$ 6 043,24 juta atau naik
10,45 persen dari ekspor kumulatif Januari-November 2017
(US$ 5 471,42 juta). Namun demikian perusahaan berskala
besar masih mendominasi nilai ekspor yaitu dari industri
tekstil dan olahan kayu (BPS, 2018). Secara umum UMKM
masih belum mampu melayani pasar asing dengan maksimal
karena keterbatasan pengetahuan tentang standar produk
(kualitas), peraturan dagang internasional, pengurusan
dokumen, saluran distribusi, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan pasar asing.

-- 19 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Permasalahan yang dihadapi UMKM memang sangat


kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang
dapat mengurangi hambatan yang ada. Rendahnya ekspor
UMKM di Jawa Tengah merupakan salah satu permasalahan
yang perlu untuk dikaji lebih jauh karena dengan meningkatkan
kinerja internasional diharapkan UMKM mampu bersaing
dengan produk-produk asing yang semakin kompetitif
dalam menembus pasar lintas negara. Pendekatan yang
perlu dilakukan dalam mengurangi hambatan UMKM dalam
kegiatan ekspor dapat ditempuh melalui upaya meningkatkan
kemampuan manajerial UMKM, meningkatkan keterlibatan
dalam operasional pasar internasional, membangun jaringan
pemasaran produk ekspor UMKM, dan mengembangkan
produk yang sesuai permintaan konsumen sehingga lebih
kuat dalam promosi produk ekspor UMKM. Di samping itu,
diperlukan pemetaan demand dan supply pada negara-negara
tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UMKM dalam
menentukan jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.

Pelaku bisnis dituntut untuk dapat menghasilkan


produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan
pasar yang memiliki kecenderungan cepat berubah dan
menyebabkan peredaran suatu produk di pasar memiliki
siklus yang relatif pendek. Kondisi ini akan menjadi pemicu
kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya saing
produk. Namun demikian, hal ini menjadi kelemahan yang
dimiliki UMKM diantaranya kesulitan dalam menghasilkan
spesikasi produk yang sesuai dengan perkembangan
selera konsumen. Berdasarkan data Direktorat Jenderal
Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia tahun 2018 sebagian besar
UMKM mengalami hambatan dalam kualitas, desain, dan
kemasan, sedangkan sebagian kecil mengalami hambatan pada
warna dan bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
UMKM mengalami hambatan dalam menghasilkan produk

-- 20 --
Elfan Kaukab

dan kreativitas untuk menghasilkan inovasi produk sesuai


dengan selera konsumen. Karena itu, UMKM memerlukan
pelatihan dan magang untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam menghasilkan produk yang berdaya
saing. UMKM memerlukan fasilitasi yang berkaitan dengan
kebutuhan peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan
kualitas dan inovasi produk. Dengan demikian, UMKM
memiliki kemampuan untuk menghasilkan diversikasi
produk, sehingga tidak bertumpu pada produk-produk
tradisional yang memiliki keunggulan komparatif, seperti
pakaian jadi dan beberapa produk tekstil lainnya, barang
barang jadi dari kulit, seperti alas kaki, dan dari kayu,
termasuk meubel/furnitur (Sidabutar, 2014).

Selain permasalahan terkait produk, kemampuan


jaringan yang dibangun oleh UMKM ekspor di Jawa
Tengah juga masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. 81% UMKM
ekspor di Jawa Tengah masih mengandalkan pihak ke tiga
dalam berkomunikasi dengan pihak asing dalam menjalankan
bisnisnya. Selain masalah jaringan, pengalaman bisnis
internasional juga masih tergolong sedang. Pemahaman
seperti peraturan dagang negara tujuan ekspor masih sangat
terbatas sehingga pengurusan dokumen masih mengandalkan
pihak lain.

1.5 Permasalahan Penelitian


Berdasarkan latar belakang, kesenjangan penelitian,
dan fenomena bisnis yang telah diuraikan di atas, terdapat
masalah yang harus diselesaikan yaitu adanya perbedaan
hasil penelitian mengenai pengaruh kapabilitas jaringan
terhadap kinerja internasional dan masih rendahnya
kemampuan UMKM dalam menciptakan produk sesuai
dengan permintaan pasar asing sehingga nilai ekspor produk
UMKM masih sangat kecil. Hal ini juga dipicu oleh rendahnya

-- 21 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

pengalaman bisnis internasional UMKM yang sampai saat ini


masih mengandalkan pihak ketiga dalam melakukan ekspor.

1.6 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana konseptualisasi konstruk baru export product


t development dapat menghasilkan skala pengukuran
yang valid dan reliabel?

2. Apakah kapabilitas jaringan berpengaruh positif


terhadap kinerja internasional UMKM?

3. Apakah pengalaman bisnis internasional berpengaruh


positif terhadap kinerja internasional UMKM?

4. Apakah kapabilitas jaringan berpengaruh positif terhadap


pengembangan kesesuaian produk ekspor pada UMKM?

5. Apakah pengalaman bisnis internasional berpengaruh


positif terhadap pengembangan kesesuaian produk
ekspor pada UMKM?

6. Apakah pengembangan kesesuaian produk ekspor


berpengaruh positif terhadap kinerja internasional
UMKM?

7. Apakah pengembangan kesesuaian produk ekspor


memediasi hubungan kausal antara kapabilitas jaringan
dengan kinerja internasional UMKM?

8. Apakah pengembangan kesesuaian produk ekspor


memediasi hubungan kausal antara pengalaman bisnis
internasional dengan kinerja internasional UMKM?

-- 22 --
Elfan Kaukab

1.7 Tujuan Penelitian

1.7.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan
pendekatan teoritis baru pada pengembangan produk untuk
konsumen asing dalam hubungan antara kapabilitas jaringan
dengan kinerja internasional UMKM. Konsep yang dibangun
adalah pengembangan kesesuaian produk ekspor. Penelitian
ini juga bertujuan untuk mengisi kesenjangan hasil penelitian
mengenai peran pengetahuan tentang pasar asing sebagai
penyedia informasi dalam pengembangan produk yang akan
memediasi kapabilitas jaringan dengan kinerja internasional
UMKM.

1.7.2 Tujuan Khusus


1. Mengembangkan konstruk baru export product t
development dan menyajikan pengujian teoretis terhadap
variabel yang diproposisikan (Gerbing dan Danerson,
1988) menggunakan langkah-langkah pengembangan
konstruk baru dengan prosedur yang dipergunakan oleh
Churchill (1979) dan Devellis dan Dancer (1991)

2. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional
UMKM.

3. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


pengalaman bisnis internasional terhadap kinerja
internasional UMKM.

4. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


kapabilitas jaringan terhadap pengembangan kesesuaian
produk ekspor pada UMKM.

-- 23 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

5. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


pengalaman bisnis internasional terhadap pengembangan
kesesuaian produk ekspor pada UMKM.

6. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


pengembangan kesesuaian produk ekspor terhadap
kinerja internasional UMKM.

7. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


mediasi pengembangan kesesuaian produk ekspor pada
hubungan kausal antara kapabilitas jaringan dengan
kinerja internasional UMKM.

8. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh


mediasi pengembangan kesesuaian produk ekspor pada
hubungan kausal antara pengalaman bisnis internasional
dengan kinerja internasional UMKM.

1.8 Manfaat Penelitian

1.8.1 Kegunaan Teoritis


Konsep baru dalam penelitian ini diharapkan mampu
menjembatani perbedaan hasil dalam studi empiris tentang
pengaruh kapabilitas jaringan dengan kinerja internasional
UMKM.

1.8.2 Kegunaan Praktis


Konsep tentang pentingnya mengembangkan produk
yang sesuai dengan konsumen asing dapat memberikan
gambaran secara komprehensif mengenai bagaimana UMKM
mengumpulkan informasi tentang kebutuhan, preferensi,
dan trend konsumen asing sebanyak-banyaknya dengan
cara membangun jaringan yang luas sehingga produk
yang dibuat mampu memenuhi pasar asing karena adanya
kesesuaian antara supply dan demand dengan harapan kinerja
internasional akan meningkat.

-- 24 --
Elfan Kaukab

1.9 Orisinilitas Penelitian


Konsep Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
(Export Product Fit Development) dalam penelitian ini merupakan
konsep yang dibangun dari sintesa Export Product Strategic Fit
(Hultman, Robson, dan Katsikeas, 2009) dan Foreign Customer
Knowledge dalam konsep Foreign Market Knowledge (Musteen,
Datta, dan Butts, 2014). Strategi membangun produk yang
dikembangkan oleh Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009)
merupakan cara perusahaan dalam beradaptasi agar dapat
merespon produk yang dibutuhkan oleh pasar berkaitan
dengan kualitas, desain, tur, merek, dan kemasan.
Penyesuaian terhadap lingkungan pasar internasional dapat
dilakukan dengan menyelaraskan karakteristik internal
perusahaan dengan lingkungan eksternal (Katsikeas, Samiee,
dan Theodosiou, 2006).

Konsep Export Product Fit Development dibangun dari


pengetahuan tentang konsumen asing yang diperoleh dari
jaringan perusahaan. Semakin luas jaringan akan memberikan
informasi yang komprehensif tentang kebutuhan, preferensi,
dan tren konsumen asing. Konsep ini secara spesik
menjelaskan bagaimana UMKM membangun produk yang
sesuai dengan konsumen asing yang berhubungan dengan
kualitas, desain, tur, dan kemasan produk sehingga
mampu menangkap kebutuhan, preferensi, dan tren bagi
konsumen asing baik sekarang maupun di masa yang akan
datang. Diharapkan konsep ini dapat menjembatani adanya
perbedaan temuan dari berbagai penelitian mengenai
pengaruh kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional
UMKM.

1.10 Justikasi Penelitian


Terdapat dua alasan penting yang mendasari mengapa
penelitian ini perlu dilakukan dan akan dijelaskan sebagai
berikut:
-- 25 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

1.10.1 Keterbatasan Penelitian Terdahulu


Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh
kapabilitas jaringan terhadap kinerja internasional UMKM
masih kontradiktif sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini mendorong
peneliti untuk membangun sebuah konstruk baru tentang
pengembangan produk dengan melibatkan pengetahuan
yang diperoleh dari jaringan perusahaan sehingga akan
tercipta produk yang sesuai dengan konsumen asing.

1.10.2 Keterbatasan Kinerja Internasional


UMKM di Jawa Tengah
Jumlah UMKM yang melakukan kegiatan ekspor masih
sangat kecil sehingga kontribusi nilai ekspor UMKM juga
masih kurang optimal. Upaya untuk meningkatkan kinerja
internasional UMKM masih mengalami banyak kendala
seperti kesulitan dalam menghasilkan spesikasi produk.
Berdasarkan data DJPEN tahun 2018 sebagian besar UMKM
mengalami hambatan dalam desain dan kemasan, sedangkan
sebagian kecil mengalami hambatan pada warna dan bentuk.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan UMKM mengalami
hambatan dalam menghasilkan produk dan kreativitas untuk
menghasilkan produk sesuai dengan selera konsumen.

1.11. Kontribusi Penelitian

1.11.1 Kontribusi Teoritis


1. Penelitian ini mengintegrasikan teori pemasaran yaitu
Foreign Market Knowledge (Musteen, Datta dan Butts,
2014) dan teori manajemen stratejik yaitu Export Product
Strategic Fit (Hultman, Robson, dan Katsikeas, 2009)
untuk menghasilkan konstruk baru. Integrasi konstruk
yang dilakukan oleh peneliti didasarkan pada kritik

-- 26 --
Elfan Kaukab

yang diberikan oleh beberapa periset (Colombo et al.,


2012; Gronum, Verreynne dan Kastelle, 2012; Loane dan
Bell, 2006; Zhou, Barnes dan Lu, 2010; Chaston dan Scott,
2012) menyatakan bahwa kinerja internasional tidak
serta merta dapat bertumbuh hanya dengan penciptaan
pengetahuan baru, namun harus diwujudkan dalam
tindakan yang agresif, kompetitif, proaktif, serta inovatif.

2. Penelitian ini merupakan generator dari hipotesis-


hipotesis baru untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang terdapat di sebuah fenomena sosial.

3. Kontribusi lainnya dari penelitian ini memperluas riset


hubungan antara kapabilitas jaringan dengan kinerja
internasional yang mengalami inkonsistensi hasil
penelitian dengan memasukkan variabel Export Product
Fit Development sebagai variabel mediasi dengan harapan
mampu menjembatani kesenjangan riset-riset terdahulu
yang menguhubungkan kedua konstruk tersebut.

4. Riset ini memberikan kontribusi pengembangan model


dasar yang dapat dipergunakan untuk memahami
proses internasionalisasi pada UMKM. Penelitian ini
secara simultan melakukan pengujian terhadap konstruk
yang dididentikasikan dapat mendorong percepatan
proses perbaikan kinerja internasional seperti kapabilitas
jaringan dan pengalaman bisnis internasional, serta
konstruk baru Export Product Fit Development.

1.11.2 Kontribusi Praktis


1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh praktisi UMKM
ekspor untuk memahami faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja internasional.

2. Mengidentikasi perilaku inovatif dalam mengembangkan


produk yang sesuai dengan konsumen asing sehingga

-- 27 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

lebih cepat dalam memasuki pasar dan berimbas pada


meningkatnya kinerja internasional.

3. Hasil penelitian terkait pengetahuan konsumen asing


akan dapat membantu dalam membuat market brief
sehingga akan memudahkan para pelaku UMKM dalam
mengembangkan produk sesuai dengan pasar asing.

-- 28 --
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN MODEL

2.1 Pengantar
Riset yang dilakukan peneliti pertama akan menjelaskan
teori-teori terkait pembangunan state of the art konsep Export
Product Fit Development yaitu teori Export Product Strategic Fit,
Foreign Customer Knowledge, Export Product Fit Development.
Kemudian dalam pengembangan model teoritikal dasar
akan dijelaskan state of the art dari variabel Network Capability,
International Business Experience, dan International Performance.
Untuk memudahkan pemahaman dalam telaah pustaka ini,
disajikan alur penelitian yang menjelaskan tentang penelaahan
pustaka, proposisi, pengembangan model, hipotesis, dan
dimensional variabel seperti gambar berikut:

-- 29 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2.2 Sintesa Konsep Pengembangan Kesesuaian


Produk Ekspor (Export Product Fit Development)

2.2.1 Export Product Strategic Fit


Konsep strategic t memberikan landasan teoritis dalam
penelitian ini. Paradigma strategic t menegaskan perlunya
mempertahankan hubungan yang dekat dan konsisten antara
strategi perusahaan dan lingkungan di mana ia diterapkan
(Venkatraman, 1989). Proposisi inti adalah bahwa strategic t
(pemasaran) dengan lingkungan mengarah pada kinerja yang
unggul (Lukas et al., 2001). Konsep kecocokan telah memainkan
peran kunci dalam pengembangan manajemen strategis dan
bidang teori organisasi (Zajac, Kraatz, dan Bresser, 2000)
dan juga telah berfungsi sebagai landasan teoritis dalam
sejumlah studi pemasaran (misalnya, Hambrick, MacMillan,
dan Day, 1982; Olson, Walker, dan Ruekert, 1995; Vorhies dan
Morgan, 2003). Aplikasi pemasaran berpusat pada gagasan
bahwa perusahaan bereaksi terhadap lingkungan sebagai
variabel eksogen dan menyesuaikan strategi pemasaran dan/
atau bentuk organisasinya agar sesuai dengan lingkungan
(Walker dan Ruekert, 1987). Terdapat dukungan konseptual
yang solid untuk kesesuaian strategic t dalam konteks
pemasaran. Sebagai contoh, Day (1999) menyatakan bahwa
dalam membangun organisasi yang digerakkan oleh pasar
harus didesain strategi yang tepat dalam implementasinya
yaitu strategi pemasaran yang memiliki kesesuaian antara
organisasi dan kondisi pasar eksternal. Konsep strategic t
menawarkan dasar yang relevan untuk penilaian kinerja
dalam strategi pemasaran internasional (Katsikeas, Samiee,
dan Theodosiou, 2006)

Para ahli mengakui pentingnya mencocokkan strategi


pemasaran internasional dengan lingkungan di mana
perusahaan beroperasi. Jain (1989) menunjukkan pengaruh
faktor lingkungan terhadap kesesuaian program pemasaran

-- 30 --
Elfan Kaukab

internasional. Jadi dalam riset pemasaran internasional,


strategic t sebagai kerangka teoritis telah banyak digunakan
dalam literatur terkait. Konsep strategic t terkait erat dengan
kinerja (Ginsberg dan Venkatraman, 1985; Lukas et al., 2001).
Lemak dan Arunthanes (1997) menyatakan bahwa tingkat
kinerja yang tinggi di pasar global sangat bergantung pada
pemilihan strategi global perusahaan yang sesuai dengan
lingkungan eksternal.

Bidang ekspor telah memberi perhatian khusus pada


kekuatan yang mendorong adaptasi atau standarisasi strategi
pemasaran internasional (misalnya Grifth, Chandra, dan
Ryans, 2003). Dalam konteks ini, banyak penelitian telah
berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
adaptasi produk (Theodosiou dan Leonidou, 2003). Hal ini
dikarenakan adaptasi yang tepat terhadap elemen-elemen
produk sangat penting bagi keberhasilan penawaran produk
ekspor (Cavusgil dan Zou, 1994). Berbeda dengan kebanyakan
penelitian tentang pendorong adaptasi produk, penelitian
mengenai kinerja ekspor yang berasal dari adaptasi produk
masih sedikit (Leonidou, Katsikeas, dan Samiee, 2002).

Beberapa literatur membangun hubungan langsung


antara adaptasi atau standarisasi elemen strategi produk
dengan kinerja ekspor, namun tampaknya sulit untuk
digeneralisasi (Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou, 2006).
Dalam bidang manajemen strategis (Luo dan Park, 2001;
Venkatraman dan Prescott, 1990) dan bidang pemasaran
internasional (Grifth dan Myers, 2004; Pangarkar dan Klein,
2004) ditunjukkan bahwa kesesuaian strategi yang khusus
tergantung pada kecocokannya dengan lingkungan dimana
ia ditempatkan; good t secara positif memengaruhi kinerja.
Dengan demikian, dalam konteks ekspor dimungkinkan
untuk mengadopsi penalaran teori kontingensi bahwa
adaptasi produk, standardisasi, atau kombinasi apa pun
di antara keduanya dapat meningkatkan kinerja hanya jika

-- 31 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

ada keterkaitan kesesuaian antara strategi yang digunakan


dan lingkungan yang diterapkan (Hultman, Robson, dan
Katsikeas, 2009).

Berdasarkan gagasan tentang strategic t, Hultman,


Robson, dan Katsikeas (2009) dalam penelitiannya
berkontribusi pada pengetahuan dalam tiga hal. Pertama,
penelitian sebelumnya dalam pemasaran internasional
terfokus pada kesesuaian strategis dengan kinerja perusahaan
multinasional (MNC; Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou,
2006; Xu, Cavusgil, dan White, 2006), sedangkan penelitian
yang dilakukan meneliti hubungan strategic t dan kinerja
dalam konteks eksportir. Dari sudut pandang pragmatis,
penggerak strategi internasional cenderung berbeda antara
perusahaan multinasional dan perusahaan ekspor, yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi sifat t dan dampaknya
terhadap kinerja. Kedua, berbeda dengan penelitian t
sebelumnya yang mengambil pandangan holistik dari
strategi pemasaran internasional (misal, Katsikeas, Samiee,
dan Theodosiou 2006), penelitian yang dilakukan fokus
pada komponen produk dari strategi pemasaran ekspor.
Terlepas dari pentingnya mengadopsi pendekatan strategi
keseluruhan untuk studi tentang kesesuaian dan dampaknya
(Venkatraman dan Prescott, 1990). Ketiga, pandangan dalam
literatur bahwa strategi dirumuskan sebagai respons yang
disengaja perusahaan terhadap lingkungan pasar eksternal
(misal, Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou, 2006). Meskipun
formulasi strategi telah berkontribusi pada pemahaman
adaptasi strategi pemasaran, namun jika penelitian hanya
menguji faktor-faktor eksternal akan memberikan penjelasan
teori kontingensi yang tidak lengkap dari topik tersebut.
Penelitian yang dilakukan mengadopsi perspektif yang lebih
luas bahwa strategi produk harus dicocokkan dengan variabel
internal yang berpotensi sebagai pelengkap (Xu, Cavusgil,

-- 32 --
Elfan Kaukab

dan White, 2006), bersama dengan faktor lingkungan makro


dan mikro untuk memengaruhi kinerja.

Adaptasi produk didenisikan sebagai sejauh mana


produk secara sik berbeda antar negara (Cavusgil, Zou,
dan Naidu, 1993). Strategi adaptasi produk perusahaan
terutama ditentukan oleh kombinasi lingkungan bisnis
eksternal dan karakteristik internal perusahaan (Hultman,
Robson, dan Katsikeas, 2009). Secara umum, penelitian
sebelumnya (misalnya, Cavusgil dan Zou, 1994; Theodosiou
dan Leonidou, 2003) telah menunjukkan bahwa karakteristik
eksternal tingkat makro dan mikro (misalnya, lingkungan
sosial budaya, intensitas kompetitif) serta atribut dan
pengetahuan perusahaan (misalnya, komitmen ekspor, ruang
lingkup pengalaman ekspor) memengaruhi adaptasi produk.

Penelitian Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009)


mengidentikasi pola mediasi (penuh dan parsial) yang ada
di antara konstruksi penting seperti faktor lingkungan dan
organisasi yang akan membantu kinerja organisasi (Calantone
et al., 2006). Namun, teori kontingensi tidak bertujuan untuk
merespons inkonsistensi penelitian tentang hubungan
adaptasi dan kinerja (Shoham et al. 2008). Hultman, Robson,
dan Katsikeas (2009) berasumsi bahwa perusahaan ekspor
dapat meningkatkan protabilitas dengan menggeser strategi
produknya untuk meningkatkan kesesuaian kompleksitas
kontekstual (Vorhies dan Morgan, 2003). Pendekatan ini
untuk membangun teori kontingensi yang melibatkan tiga
jenis variabel yaitu 1) variabel kontingensi adalah aspek
situasional yang biasanya eksternal, tetapi kadang-kadang
internal; 2) variabel respon adalah tindakan strategis yang
diambil untuk menanggapi faktor kontingensi; dan 3) variabel
kinerja yang tergantung pada kesesuaian antara variabel
kontingensi dengan variabel respons dalam situasi tertentu
(Zeithaml, Varadarajan, dan Zeithaml, 1988).

-- 33 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Cara pemodelan kesesuaian antara lingkungan


dan strategi terhadap kinerja ada beberapa pendekatan
(Venkatraman, 1989). Pendekatan dominan dalam riset
pemasaran internasional adalah “t as moderation,” dengan
variabel lingkungan mengkondisikan hubungan adaptasi dan
kinerja. Namun, perspektif moderasi belum didukung oleh
data (Shoham 1999; Xu, Cavusgil, dan White, 2006), kemudian
Xu, Cavusgil, dan White (2006) melakukan justikasi
lebih teoritis dalam mengaplikasikan teori kontingensi
pada riset strategi pemasaran internasional. Konsisten
dengan pendekatan teori sistem dalam teori kontingensi,
Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009) menyatakan bahwa
pemahaman tentang strategi lingkungan-produk yang sesuai
dengan hubungan kinerja ekspor akan meningkat dengan
mengatasi secara bersama-sama berbagai kondisi lingkungan
yang kompleks. Dengan demikian, pendekatan sistem dapat
dipandang sebagai reaksi terhadap potensi reduksionisme
kecocokan sebagai moderasi (Drazin dan Van de Ven, 1985;
Tan dan Litschert, 1994). Hultman, Robson, dan Katsikeas
(2009) menambahkan bahwa bentuk logika kongruitas
yang diadopsi adalah konsep t yang dikemukakan oleh
Venkatraman (1989). Seperti halnya moderasi, pendekatan
ini mensyaratkan pengidentikasian bentuk fungsional yang
tepat antara variabel seperti tingkat adaptasi produk dan
masing-masing variabel lingkungan. Namun, tidak seperti
moderasi yang berfokus pada efek bersama variabel pada
kinerja, t adalah kecocokan yang didenisikan secara teoritis
atau kesamaan antar variabel (Powell, 1992). Hultman,
Robson, dan Katsikeas (2009) mengembangkan ukuran
kecocokan terlepas dari kinerja dan kemudian melakukan
regresi pada kinerja. Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou
(2006) menunjukkan bahwa strategi standarisasi dan
strategi pemasaran lingkungan berpengaruh positif dengan
kinerja. Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009) memperluas
penelitian dengan melihat apakah perusahaan dapat

-- 34 --
Elfan Kaukab

memperlakukan lingkungan sebagai variabel eksogen dan


menyesuaikan strategi produk mereka agar sesuai dengan
lingkungan makro, mikro, dan internal yang menguntungkan
kinerja perusahaan.

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1993 Cavusgil dan Zou Produk yang dipasarkan khusus untuk
konsumen asing yang mengkorelasikan
derajat adaptasi produk dimana produk
yang semakin tinggi adaptasinya akan
semakin rendah standarisasinya.
1995 Diamantopoulos, Produk yang secara eksklusif mendasarkan
Schlegelmilch, pada karakteristik pasar yang menjadi
dan Du Prezz target dengan memahami preferensi
konsumen. Produk didesain dengan
mengkombinasikan keunggulan standarisasi
dengan responsiveness pada kebutuhan
negara tujuan.
2004 Calantone et al. Produk yang memiliki derajat kesamaan
dalam karakteristik sik atau atribut dari
sebuah produk dengan kemasan yang
dimiliki berbeda antar negara.
2009 Hultman, Robson, Produk ekspor yang diadaptasi dengan
dan Katsikeas memilih strategi yang sesuai dengan melihat
kecocokan internal dan lingkungan eksternal
perusahaan. Fit diukur dengan melihat
dua kontinum yaitu produk yang sangat
terstandarisasi sampai dengan produk yang
sangat teradaptasi.

2.2.2 Foreign Customer Knowledge


Pengetahuan merupakan salah satu faktor utama di
balik proses ekspansi internasional perusahaan. Namun
lebih dari tiga dekade setelah konsep internasionalisasi
dan pengetahuan secara eksplisit terkait, terjadi banyak
kesenjangan dalam pengembangan teoritis di bidang ini.
Kesenjangan teoritis terjadi karena adanya perbedaan
perspektif dalam menganalisis, seperti perspektif sekuensial
(teori proses internasionalisasi) diwakili oleh J. Johanson, J.

-- 35 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Valne dan F. Wiedersheim-Paul dan perspektif kewirausahaan


internasional yang dicetuskan oleh B. Oviatt dan P. McDougall.
Kedua jenis pengetahuan yang ditekankan, peran yang
dimainkan pengetahuan dalam internasionalisasi, dan sumber
pengetahuan menjadi bidang pertentangan berikutnya di
antara para peneliti internasionalisasi (Babinska, 2013).

Konsep pengetahuan internasionalisasi (Eriksson et al.,


1997; Yu, 1990) terdapat tiga jenis pengetahuan internasional
yaitu pengetahuan internasionalisasi, pengetahuan bisnis,
dan pengetahuan kelembagaan. Jenis pertama digambarkan
sebagai pengetahuan umum, yang berkaitan dengan proses
internasionalisasi atau kemampuan perusahaan untuk
terlibat dalam operasi internasional. Jenis pengetahuan ini
mengintegrasikan dan mengoordinasikan semua kegiatan
yang berhubungan dengan internasionalisasi perusahaan.
Pengetahuan ini melibatkan pengetahuan tentang manajemen
jaringan anak perusahaan, termasuk masalah-masalah
seperti bentuk komunikasi atau kerja sama penelitian
dan pengembangan. Biasanya sumber daya dari jenis
pengetahuan ini dapat ditemukan pada perusahaan sejak
pertama didirikan karna adanya pengetahuan sebelumnya
dari pemilik perusahaan. Sebaliknya, pengetahuan bisnis
terkait dengan klien dan pelanggan, situasi kompetitif di pasar
tertentu, dan faktor lain dari lingkungan pasar asing tertentu.
Yang terakhir pengetahuan institusional adalah pengetahuan
yang berkaitan dengan tata kelola dan struktur kelembagaan,
aturan, peraturan, norma, dan nilai-nilai perusahaan.

Pengetahuan pasar asing merupakan bagian dari


pengetahuan bisnis yang sering diperoleh perusahaan
melalui kolaborasi dengan pihak lain yang memiliki
pengetahuan ini (Bell, 1995; Chetty dan Blankenburg
Holm, 2000). Dalam kolaborasi dengan perusahaan lain,
perusahaan akan mendapatkan akses ke berbagai sumber
informasi sehingga menawarkan lebih banyak kesempatan

-- 36 --
Elfan Kaukab

untuk belajar daripada mengandalkan pengetahuan dari


dalam perusahaan (Grabher, 1993). Informasi baru yang
diperoleh perusahaan memungkinkan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap mitra bisnis (konsumen/pemasok/
distributor) di pasar luar negeri dan untuk belajar bagaimana
bekerja sama dengan mereka. Semakin banyak pengalaman
yang harus dikolaborasikan oleh perusahaan akan semakin
besar kemampuan untuk mengidentikasi nilai informasi
baru dan mengetahui sejauh mana perusahaan tidak memiliki
pengetahuan pasar luar negeri (Eriksson dan Chetty, 2003).

Pengetahuan akan lebih mudah diperoleh saat


perusahaan menjadi bagian dari jaringan bisnis karena
perusahaan dihadapkan pada informasi dan peluang eksternal
di pasar baru (Axelsson dan Johanson, 1992; Blankenburg Holm
dan Eriksson, 2000; Coviello dan Munro, 1997). Perusahaan
menggabungkan pengetahuan yang ada dengan pengetahuan
dari mitra lain untuk menciptakan pengetahuan baru
(Grabher, 1993; Ha Hakansson dan Snehota, 1995). Penelitian
yang dilakukan oleh Oviatt dan McDougall (1994), McDougall,
Shane, dan Oviatt (1994), dan Bell (1995) menemukan bahwa
perusahaan bergantung pada hubungan jaringan untuk
pemilihan dan masuk pasar selama internasionalisasi. Melalui
hubungan inilah perusahaan belajar bagaimana melakukan
bisnis di pasar luar negeri, dan memperoleh informasi untuk
mengidentikasi jenis pengetahuan pasar luar negeri yang
belum dimiliki. Gray (1994) menunjukkan bahwa kurangnya
hubungan dalam jaringan bisnis sering menjadi hambatan
utama dalam memasuki pasar baru atau untuk berkembang
di pasar yang sudah ada. Perusahaan yang tidak memiliki
hubungan pasar akan kekurangan informasi inovatif untuk
menciptakan pengetahuan baru, sehingga pengetahuan pasar
asing yang diperoleh masih sedikit. Bell (1973) menyoroti
bahwa pengetahuan dan informasi menjadi aset utama yang
menciptakan kekayaan. Tanpa pengetahuan dan informasi,

-- 37 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

kinerja perusahaan akan sulit untuk meningkat (Li, 1995) dan


memiliki kesulitan mengatasi hambatan yang dihadapinya di
pasar luar negeri (Barkema et al., 1996). Selain itu, pengetahuan
dan informasi yang diperoleh melalui hubungan bisnis
memungkinkan perusahaan untuk mengidentikasi jenis
pengetahuan pasar asing yang kurang dan hambatan yang
akan mungkin timbul dalam aktivitas bisnis yang sedang
berlangsung (Eriksson dan Chetty, 2003). Struktur jaringan
yang dibangun akan mempengaruhi akses perusahaan pada
pengetahuan baru dan akan memiliki pengaruh langsung
pada motivasi anggota jaringan untuk berbagi pengetahuan
dan informasi yang relevan (Inkpen dan Tsang, 2005;
Nahapiet dan Ghoshal, 1998). Keterikatan struktural dan
relasional memainkan peran kunci dalam menentukan tingkat
pengetahuan yang diketahui oleh perusahan tentang pesaing
asing, pelanggan, distributor, lingkungan, peluang hukum,
dan budaya di pasar luar negeri. Pengetahuan ini akan
memotivasi dan memfasilitasi upaya internasionalisasi yang
secara positif memengaruhi hasil internasionalisasi (Musteen,
Datta dan Butts, 2014).

Foreign Customer Knowledge merupakan salah satu dari


enam dimensi pengetahaun yang digunakan dalam konsep
Foreign Market Knowledge (Musteen, Datta, dan Butts, 2014).
Dimensi ini paling relevan digunakan dalam mengukur
pengetahuan perusahaan yang secara langsung berhubungan
dengan produk yang dikehendaki pelanggan (Zhou, 2007).
Dimensi yang lain seperti pengetahuan tentang kompetitor
asing lebih menekankan strategi perusahaan dalam bersaing
di pasar asing (Blomstermo, Eriksson, dan Sharma, 2004),
dimensi pengetahuan mengenai budaya lebih menekankan
pada nilai dan norma negara tujuan ekspor (Chetty dan
Blankenburg Holm, 2000), dimensi pengetahuan politik
merupakan pengetahuan tentang regulasi dan aturan
(Hadjikhani dan Ghauri, 2001), dimensi pengetahuan peluang

-- 38 --
Elfan Kaukab

bisnis menekankan pada pengetahuan berpartner dan potensi


konsumen baru (Burgel dan Murray, 2000), serta dimensi
pengetahuan tentang distribusi merupakan pengetahuan
mengenai jalur distribusi yang tepat dalam mengirim barang
(Burgel dan Murray, 2000).

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1997 Eriksson et al. Pengetahuan konsumen asing merupakan
bagian dari pengetahuan bisnis mengenai
klien atau konsumen asing pada lingkungan
pasar asing (luar negeri).
2004 Joshi dan Pengetahuan mengenai preferensi tur
Sharma produk, kebutuhan, dan produk yang belum
pernah dibeli sebelumnya oleh konsumen
asing.
2007 Zhou Pengetahuan mengenai kebutuhan konsumen
asing yang diperoleh dari market scanning
pada pasar asing.
2014 Musteen, Datta, Pengetahuan konsumen asing didenisikan
dan Butts sebagai pengetahuan perusahaan mengenai
demogra, kebutuhan, preferensi, dan
kebutuhan yang belum terpenuhi bagi
konsumen asing.

2.2.3 Export Product Fit Development


Teori resources-based view of the rm (untuk selanjutnya
disingkat sebagai teori RBV) adalah teori yang mengemuka
menjelang tahun 1990-an dalam bidang manajemen strategis.
Teori RBV ini mencoba untuk menjelaskan mengapa dalam
industri yang sama terdapat perusahaan yang sukses
sementara banyak yang tidak sukses. Menurut Barney (1991)
sukses tidaknya sebuah perusahaan akan sangat ditentukan
oleh kekuatan dan kelemahan yang ada dalam internal
perusahaan, bukan lingkungan eksternalnya, dengan asumsi
pertama yaitu adanya heterogenitas sumber daya dalam
perusahaan dan asumsi kedua beberapa sumber daya yang
ada di dalam perusahaan bersifat sulit untuk ditiru atau tidak

-- 39 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

elastik dalam pasokannya (Ferreira et al., 2011). Heterogenitas


sumber daya perusahaan memiliki arti bahwa dalam sebuah
industri tidak mungkin semua perusahaan mampu memiliki
sumber daya yang persis sama. Heterogenitas sumber daya ini
disebabkan oleh adanya kemampuan perusahaan, termasuk
masalah nansial, dan masa lalu perusahaan yang saling
berbeda. Ada beberapa sumber daya perusahaan yang akan
sulit ditiru oleh pesaingnya, terutama dalam masalah sumber
daya manusia. Dengan kata lain keberhasilan perusahaan
sangat ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki dan
kapabilitas perusahaan yang mampu merubah sumber daya
menjadi bermanfaat secara ekonomi (Olalla, 1999; Ismail et al.,
2012; Ferreira et al., 2011).

Inti dari teori RBV adalah, ketika perusahaan memiliki


sumber daya yang unik dan sulit ditiru oleh para pesaingnya
(menurut Powers dan Hahn (2004) merupakan sumber daya
yang penting) yang kemudian diolah melalui kapabilitas
perusahaan yang baik, maka perusahaan akan mampu meraih
keunggulan kompetitif yang kemudian akan mengarah pada
kinerja yang unggul (Ferreira et al., 2011; Fahy, 2000; Foss,
2011; Olala, 1999; Carmeli dan Tishler, 2004). Sumber daya
diartikan Wernerfelt (1984) sebagai aset yang berwujud
dan tidak berwujud yang terikat semipermanen dengan
perusahaan (Lo, 2012). Pengertian sumber daya menurut
Wernerfelt (1984) di atas dapat dikategorikan menjadi dua hal,
pertama aset, baik yang berwujud seperti pabrik, kendaraan,
dan mesin maupun tidak berwujud seperti merk perusahaan,
reputasi perusahaan, dan keahlian yang dimiliki karyawan.
Kedua sumber daya merupakan sumber daya yang terikat
semi permanen kepada perusahaan yaitu sumber daya secara
umum dapat berpindah ke pihak lain, terutama sumber daya
yang akan diubah wujudnya menjadi produk perusahaan.

Pengertian sumber daya yang sedikit berbeda


dikemukakan oleh Amit dan Schoemaker (1993) yang

-- 40 --
Elfan Kaukab

menyatakan sumber daya sebagai persediaan faktor-faktor


yang dimiliki dan diawasi oleh perusahaan (Carmeli dan
Tishler, 2004, h.300). Pemilikan dan pengontrolan sumber
daya dalam denisi Amit dan Schoemaker bukan dalam arti
perusahaan mampu memiliki dan mengontrol seutuhnya
semua sumber daya yang dimilikinya, karena ada sumber
daya tertentu tidak mungkin dimiliki dan dikontrol
sepenuhnya oleh perusahaan seperti tenaga kerja yang
memiliki keahlian. Dalam kaitannya dengan UMKM, Wensley
et. al (2011) menyatakan bahwa sumber daya di UMKM masih
bersifat langka dan pengetahuan akan pelanggan masih
lebih merupakan akibat kontak anggota perusahaan dengan
pelanggannya. Keterbatasan pengetahuan tentang pelanggan
yang masih terbatas dalam UMKM adalah wajar dikarenakan
keterbatasan nansial yang belum memungkinkan melakukan
riset pasar guna mendalami pelanggannya.

Secara umum sumber daya perusahaan terdiri dari


dua kategori yaitu tangible resources, terdiri dari sumber daya
berwujud yang umumnya masuk ke dalam pembukuan
perusahaan, seperti pabrik, tanah, kendaraan, bahan baku,
dan mesin; dan intangible resources, terdiri dari sumber
daya yang tidak berwujud dan sulit untuk dimasukan ke
dalam pembukuan perusahaan, antara lain seperti keahlian
karyawan, budaya perusahaan, struktur organisasi, persepsi
seluruh anggota organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi (Carmeli dan Tishler, 2004; Eikelenboom, 2005;
Lo, 2012; Jardon dan Martos, 2012). Gabungan kedua jenis
sumber daya ini sangat berperan penting bagi kelangsungan
dan pertumbuhan perusahaan, karena tanpa salah satu
sumber daya, tidak mungkin ada perusahaan yang muncul,
perusahaan akan kesulitan dalam membuat produk yang
kemudian dipasarkan. Tetapi walaupun demikian, dalam
upaya memunculkan keunggulan bersaing yang akan
mengarah pada kinerja perusahaan yang tinggi, banyak ahli

-- 41 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

berpendapat bahwa hanya sumber daya tidak berwujud yang


mampu mewujudkannya karena sumber daya tidak berwujud
sulit untuk diimitasi atau dengan kata lain intangible resources
adalah sumber daya yang bersifat strategis terutama di era
intelektual saat ini (Marr, 2005; Lo, 2012; Aragn Snchez dan
Snchez-Marn, 2005; Thom, 2008 ; Durst, 2011).

Pendapat ini diperkuat oleh Suraj dan Bontis (2012) yang


menyatakan bahwa aset tidak berwujud ini lebih mampu
menciptakan nilai tambah bagi perusahaan yang memastikan
tercapainya keunggulan kompetitif. Penciptaan nilai tambah
ini dimungkinkan oleh beberapa sifat sumber daya tidak
berwujud yang sulit untuk diimitasi pesaing perusahaaan
dikarenakan kelangkaannya. Sementara di lain pihak sumber
daya berwujud biasanya gagal memenuhi kondisi yang
diperlukan menjadi sebuah faktor kritis bagi terciptanya
sebuah keunggulan kompetitif, yaitu bernilai, heterogenitas,
kelangkaan, durabilitas, mobilitas tidak sempurna, tidak
dapat digantikan, dan sulit untuk diimitasi (Cater dan Cater,
2009).

Dalam persaingan pasar yang sangat ketat, perusahaan


harus mampu untuk membangun produk yang memiliki
keunggulan kompetitif. Produk yang dihasilkan harus
memiliki karakteristik kunci dalam merebut konsumen
sehingga menjadi produk yang spesial. Keunggulan kompetitif
merupakan posisi unik yang dikembangkan perusahaan
dalam menghadapi para pesaing sehingga perusahaan dapat
mengungguli secara konsisten (Hofer dan Schendell, 1978).
Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan perusahaan
untuk mencapai kinerja yang superior berdasarkan pada
strategi penciptaan nilai (Aharoni, 1993; Hunt dan Morgan,
1995). Beberapa teori telah dikembangkan pada keunggulan
kompetitif perusahaan diantaranya adalah teori yang berbasis
sumber daya (RBV). Perspektif RBV memfasilitasi penjelasan
dari tingkat kemampuan perusahaan atau kompetensi dan telah

-- 42 --
Elfan Kaukab

ditandai sebagai strategi paradigma yang dominan (Priem,


2001). Morgan et al. (2003) mencoba untuk menghubungkan
strategi positioning perusahaan terhadap sumber daya dan
kemampuan. Pandangan yang berlaku dari strategi RBV
adalah sumber daya dan kemampuan organisasi merupakan
hal penting bagi perumusan strategi (Grant, 1998). Selznick
(1957) dan Ulrich (1977) menggunakan istilah kemampuan
organisasi untuk menggambarkan apa yang organisasi dapat
lakukan dan bagaimana untuk melakukannya.

Bagi perusahaan yang sudah mencapai tingkat


pertumbuhan dan kemakmuran, maka dituntut untuk dapat
mempertahankan kondisi tersebut dengan menciptakan
keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif yang
digambarkan oleh Porter (1994) sebagai intisari dari strategi
bersaing dibedakan menjadi tiga strategi. Pertama, strategi
inovasi, yaitu digunakan untuk mengembangkan produk
atau jasa yang berbeda dari para pesaing. Kedua, strategi
penurunan biaya, yaitu menekankan pada usaha perusahaan
untuk menjadi produsen dengan penawaran harga produk
yang rendah. Ketiga, strategi peningkatan mutu, yaitu lebih
mengutamakan pada penawaran produk atau jasa yang lebih
berkualitas, meskipun produknya sama dengan pesaing.
Keunggulan bersaing yang sudah dicapai suatu perusahaan
harus dipertahankan untuk menjadikan keunggulan bersaing
tersebut menjadi keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Menurut Barney (1991) ada empat kondisi yang harus
dipenuhi sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai
sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan yaitu
sumber daya perusahaan yang sangat berharga, relatif sulit
untuk dikembangkan, sulit untuk ditiru atau diimitasi, dan
tidak dapat dengan mudah digantikan oleh produk lainnya.

Ide Sustainable Competitive Advantage (SCA) muncul pada


tahun 1984, ketika Day dan Wensley (1988) menyarankan
jenis strategi yang dapat membantu untuk mempertahankan

-- 43 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

keunggulan kompetitif. Istilah sebenarnya "SCA" muncul


pada tahun 1985, ketika Porter membahas tipe dasar strategi
yang kompetitif suatu perusahaan yang dapat dimiliki (biaya
rendah atau diferensiasi) dalam rangka untuk mencapai SCA
jangka panjang. Menariknya, tidak ada denisi konseptual
formal disampaikan oleh Porter. Day dan Wensley (1988)
mengakui bahwa tidak ada arti yang umum untuk SCA dalam
praktik atau dalam literatur strategi pemasaran. Barney (1991)
mendenisikan SCA yaitu sebuah perusahaan dikatakan
memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bila
menerapkan strategi penciptaan nilai yang tidak secara
simultan dilakukan oleh setiap pesaing potensial dan pada
saat yang sama perusahaan lain tidak dapat menduplikasi
manfaat dari strategi ini.

Barney et al. (2001) menyatakan bahwa penelitian


RBV lebih banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan
besar, namun sekarang perusahaan kecil juga dihadapkan
pada kebutuhan akan critical resource untuk menciptakan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (SCA). Penelitian-
penelitian yang telah dilakukan pada UMKM menemukan
bahwa perusahaan kecil memiliki perbedaan dalam
karakteristik organisasional dan pendekatan pada masalah-
masalah bisnis. Perbedaan tersebut mencoba diselesaikan
dengan mengadopsi pada teori-teori yang ada pada
perusahaan besar yang kadang tidak sesuai jika diterapkan
pada perusahaan kecil karena proses manajemen yang dimiliki
unik serta perilaku yang dimiliki perusahaan kecil dalam
menyelesaikan masalah sangat berbeda dibdaning dengan
perusahaan besar (Kelliher dan Henderson, 2006; Whaley,
2003), sehingga keduanya harus dipelajari secara terpisah.
Generasi baru dalam penelitian tentang RBV pada UMKM,
penelitian mengeksplore aspek yang lebih spesik dari UMKM
termasuk topik-topik seperti resource poverty (Phillipson et al.,
2004; Raleydan Moxey, 2000), internal characteristics (Kelliher

-- 44 --
Elfan Kaukab

dan Henderson, 2006), the competitive environment (Dutta dan


Evrard, 1999; Wyer, 1997), dan environmental inuencers (Cook
dan Barry, 1995; Kuratko et al., 1999).

RBV yang dimaksud dalam UMKM adalah sumber


daya yang terdiri dari tangible assets dan intangible assets
yang menghubungkan perusahaan dengan kapabilitas yang
dimiliki guna menyelesaikan perbedaaan yang ada tergantung
dari ketersediaan sumber daya (Grant, 1991). Sedangkan
kompetensi merupakan kemampuan perusahaan dalam
menggunakan aset perusahaan agar dapat memiliki perbedaan
dengan perusahaan lain (Teece, 1991). RBV sebagian memiliki
relevansi dengan UMKM terkait dengan kemampuan UMKM
dalam mempertahankan kompetensi guna keberlangsungan
jangka panjang. Inti dari RBV adalah bahwa UMKM memiliki
sumber daya yang beragam sehingga harus digunakan
sebaik mungkin dalam pengambilan keputusan yang akan
berpengaruh pada kesuksesan perusahaan (Kelliher dan
Reinl, 2009).

Kapabilitas perusahaan dalam teori RBV merupakan


salah satu faktor internal yang penting dalam mengelola
sumber daya yang sudah dimiliki perusahaan agar meraih
keunggulan kompetitif. Kapabilitas perusahaan dipahami
beberapa peneliti sebagai kemampuan perusahaan dalam
melakukan tugas atau aktivitasnya dengan terkoordinir
demi pencapaian tujuan perusahaan (O’Regan et al., 2006;
Eikelenboom, 2005; Sihvonen et al., 2010), yang menurut
Grant (1991) terdiri dari kapabilitas individu dan tim atau
antar departemen (Shilan, 2005). Pendapat Grant (1991) ini
mirip dengan pendapat Barney (1991) yang menyatakan
bahwa kapabilitas manajerial akan menjadi superior ketika
kapabilitas itu ada dalam konteks tim daripada individu,
karena keahlian dari tim memiliki berbagai macam keahlian
teknis maupun manusia yang diperlukan untuk mencapai
superioritas (Lo, 2012).

-- 45 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Menurut Grant (1991) kapabilitas organisasi merupakan


sumber utama untuk mencapai kinerja perusahaan yang
baik dan penerapan baik tidaknya kapabilitas tergantung
pada sumber daya yang tersedia (Knight dan Cavusgil, 2004;
Aragon-Sanchez dan Snchez-Marn, 2005). Maksudnya adalah
bahwa ketika sumber daya yang dimiliki perusahaan kurang
baik (dalam arti tidak memenuhi karakteristik Valuable, Rare,
Inimitable resource, dan Organization/VRIO menurut Barney),
maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk mengelola
sumber daya karena kapabilitasnya akan tidak maksimal. Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Lo (2012) yang menyatakan
bahwa ketika perusahaan mampu mengidentikasi,
mengembangkan, dan menggunakan serta mempertahankan
sumber dayanya yang beda dari para pesaingnya, maka hal
ini akan membuat perusahaan mampu mempertahankan
kepemilikan keunggulan kompetitifnya.

Pentingnya kapabilitas perusahaan sebagai anteseden


keunggulan kompetitif yang merupakan pencipta kinerja
organisasi dimungkinkan karena kapabilitas memiliki
dua makna konotatif (Davis dan Sun, 2005) yaitu sebagai
intensionalitas, dimana kapabilitas diartikan sebagai
kemampuan manajer dalam menggunakan sarana-sarana
(seperti sumber daya, baik berwujud maupun tidak
berwujud dalam keterampilan yang dimiliki manajer) yang
ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Makna kapabilitas
intensionalitas adalah lebih sebagai kemampuan manajer
mengintegrasikan sumber yang dianggap terbaik bagi
perusahaan dan mengimplementasikan semua sumber daya
yang ada sebagai input yang diperlukan untuk menghasilkan
produk berkualitas. Makna yang kedua reliabilitas, dimana
kapabilitas diartikan sebagai kemampuan manajer dalam
menggunakan kapabilitasnya lebih dari sekali. Alasan yang
dikemukakan Amit dan Schoemaker (1993), Fiol (2001, Selnes
dan Saallis (2003), dan Spender dan Grant (1996) memperjelas

-- 46 --
Elfan Kaukab

pentingnya kapabilitas organisasi yaitu kapabilitas perusahaan


selain membantu manajer membuat keputusan yang tepat,
juga memfasilitasi pembentukan, pengintegrasian, jalinan,
dan rekongurasi sumber daya organisasi, baik internal
maupun eksternal (Majid dan Yasir, 2012) yang menurut
Dosi et al. (2000) memungkinkan perusahaan secara efektif
memecahkan masalah-masalah utamanya (Schienstock, 2009).

Day (1994) membagi kapabilitas perusahaan ke dalam


tiga jenis yaitu proses orientasi dalam (orientation-inside
processes), proses orientasi luar (orientation outside-processes),
dan proses (processes) yang menghubungkan orientasi internal
dan eksternal, sementara Grant menunjuk pada kompleksitas
kapabilitas yang menyatakan bahwa kapabilitas terdiri dari
kemampuan memenuhi satu tugas, kemampuan profesional,
kemampuan berbasis aktivitas, kemampuan dalam fungsi
dan kemampuan antar fungsional (Shilan, 2005). Denisi yang
berbeda dikemukakan oleh Weinstein dan Azoulay (1999)
yang menyatakan ada tiga tipe kapabilitas yaitu kapabilitas
dinamis, kapabilitas teknologi, dan kapabilitas manajerial.

Pemahaman kapabilitas dinamis menurut beberapa


peneliti dapat dinyatakan sebagai kemampuan perusahaan
dalam menggunakan sumber daya khususnya dalam proses
mengintegrasikan, mengkongurasikan, memperoleh dan
melepaskan sumber daya yang memungkinkan perusahaan
merespon dengan cepat peluang-peluang baru dan bahkan jika
memungkinkan mampu menciptakan perubahan pasar berkat
terjadinya inovasi sebagai salah satu sarana penyesuaian diri
dengan perubahan dalam lingkungan eksternal (Eisenhardt
dan Martin, 2000; Adeniran dan Johnston, 2012; Hess, 2008).
Wang dan Ahmed (2007) menyatakan tiga komponen
kapabilitas dinamis yaitu kapabilitas inovatif, kapabilitas
absorptif, dan kapabilitas adaptif.

-- 47 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Denisi kapabilitas inovasi dengan merujuk beberapa


pendapat peneliti merupakan kemampuan perusahaan
berinovasi dalam menciptakan produk baru melalui teknologi
yang diharapkan dapat menghasilkan kreasi perusahaan
dalam upaya memanfaatkan peluang-peluang lingkungan
eksternal (Wang dan Ahmed, 2007; Bullinger et al., 2007;
Abereijo et al., 2007). Kapabilitas inovatif bagi perusahaan
akan memicu peningkatan keunggulan kompetitif (Adeniran
dan Johnston, 2012), karena dengan memiliki karyawan yang
inovatif, maka perusahaan akan lebih mampu menciptakan
produk yang unik untuk dilemparkan ke pasar dan
menjadi produk baru bagi pasar tersebut. Dengan demikian
diharapkan konsumen akan menanggapi produk baru yang
unik tersebut dengan baik, walau tetap perlu diperhatikan
bahwa ketika respon konsumen atas produk baru itu bagus,
maka kompetitor tidak akan tinggal diam, sehingga dalam
kurun waktu tidak lama setelah produk baru itu diluncurkan
ke pasar, keunikannya akan menghilang. Konsekuensi agar
perusahaan terus mampu memiliki keunggulan kompetitif
yang besar diperlukan inovasi dalam waktu cepat. Hal ini
merujuk pada pernyataan Wang dan Ahmed (2004) bahwa
keberhasilan dan daya juang perusahaan sangat tergantung
pada kemampuannya berinovasi. Karena jika perusahaan
berkemampuan inovatif akan dapat mengungguli para
pesaingnya dan memiliki probabilitas yang tinggi, nilai pasar
yang lebih besar, dan peluang bertahan di pasar yang lebih
besar (Adeniran dan Johnston, 2012).

Rasionalisasi kaitan kapabilitas inovatif terhadap


keunggulan kompetitif dikemukakan Pieska (2012) dalam
pernyataannya bahwa dengan kemampuan ini perusahaan
mampu membuat modikasi lebih baik dari teknologi
yang ada sehingga menciptakan teknologi, keahlian dan
pengetahuan baru yang dapat dilakukan sebagai sarana
menghadapi perubahan dalam lingkungannya. Pentingnya

-- 48 --
Elfan Kaukab

kapabilitas inovatif dalam UMKM dikemukakan Abareijo


et al. (2007) yang menyatakan bahwa berdasarkan beberapa
penelitian diketahui terdapat hubungan yang positif antara
perilaku inovatif UMKM dan kinerja. Selain itu dikemukakan
Abereijo et al. (2007) juga bahwa di negara-negara industrialis
terdapat konsensus bahwa pertumbuhan ekonomi berasal
dari inovasi dan UMKM mampu memberikan sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

Sedangkan kapabilitas absorptif didenisikan sebagai


kemampuan perusahaan yang terkait dengan proses
mengolah informasi yang berasal dari lingkungan eksternal
untuk dipadukan dengan kemampuan mengintegrasikan
informasi tersebut dengan sumber daya yang dimiliki
guna menyediakan produk yang sesuai dengan apa yang
diinginkan pasar (Wang dan Ahmed, 2007; Adeniran dan
Johnston, 2012; Szogs et al., 2008). Saghali dan Allahverdi
(2011) menyatakan pentingnya kapabilitas absorptif dengan
menyatakan kemampuan menyerap dapat dilihat sebagai
kemampuan berbasis prosedur yang penting bagi organisasi.
Pendapat ini sepertinya merujuk pendapat Lall (1992) dalam
Szogs et al. (2008) yang menyatakan bahwa kapabilitas
absorptif merupakan fungsi dari keahlian perusahaan,
upaya teknologi internalnya, dan kaitannya dengan sumber
pengetahuan eksternal.

Menurut Cadiz et al. (2009) dan Zhou dan Li (2010)


kapabilitas absorptif ini penting dimiliki perusahaan
dikarenakan kemampuannya untuk mentransformasi
pengetahuan baru (yang dibutuhkan) menjadi pengetahuan
yang dapat digunakan (Adeniran dan Johnston, 2012) untuk
memenuhi apa yang dibutuhkan pasar. Zou dan Li (2010)
menyimpulkan bahwa perusahaan dengan kapabilitas
absorptif yang tinggi dapat dikategorikan sebagai perusahaan
yang inovatif karena kapabilitas ini melengkapi dan mendorong
sumber daya perusahaan untuk memprediksi perkembangan

-- 49 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

teknologi dengan akurat (Adeniran dan Johnston, 2012).


Alasan lain pentingnya kapabilitas ini dikemukakan oleh
Woicehsyn dan Daellebach (2005) yang menyimpulkan
hasil penelitiannya bahwa kapabilitas absorptif merupakan
faktor utama bagi keberhasilan menghadapi perubahan
teknologi eksternal (Wang dan Ahmed, 2007). Narula (2003)
juga menyatakan pentingnya kapasitas ini karena eksistensi
kapabilitas ini dalam perusahaan memungkinkan perusahaan
mampu menciptakan pengetahuan baru berdasarkan
teknologi yang sudah ada. Hal ini menurut Szogs et al. (2008)
akan mengarah pada penciptaan produk-produk baru sebagai
hasil inovasi.

Dalam kaitannya dengan UMKM, Kamal dan Flanagan


(2012) menyatakan bahwa penelitian tentang kapabilitas
absorptif ini termasuk langka. Beberapa penelitian tentang
kapabilitas absorptif Graay (2006) yang dikutip oleh Kamal dan
Flanagan menyimpulkan bahwa kemampuan UMKM dalam
menyerap dan mengelola pengetahuan merupakan faktor
penting untuk menunjang keberhasilan adopsi inovasi dan
pertumbuhan kewirausahaan. Barret et al. (2008) menyatakan
bahwa kemampuan kapabilitas absorptif di UMKM beda
dengan perusahaan berskala besar, karena UMKM memiliki
karakter yang unik. Penelitian lain tentang kapabilitas absorptif
dalam UMKM dikemukakan Wetter dan Delmar (2007) yang
menyatakan bahwa kapabilitas ini mampu mendorong bidang
teknologi UMKM dan mengungguli pesaing (Adeniran dan
Johnston, 2012). Pernyataan ini diperkuat oleh Szogs et al.
(2008) yang menyatakan bahwa kapasitas ini dalam UMKM
seringkali kurang memadai dikarenakan terbatasnya akses
UMKM akan keahliannya bermanajemen (yang dikarenakan
pada umumnya tingkat pendidikan pemilik UMKM memang
terbatas yang menjadikan pengetahuan mereka juga menjadi
terbatas), sehingga Szogs et al. (2008) menyarankan solusi
untuk meningkatkan kapasitas ini melalui pembentukan
human capital dan pelatihan.
-- 50 --
Elfan Kaukab

Selain kemampuan inovatif dan absorptif, perusahaan


juga dituntut untuk memiliki kemampuan adaptif yaitu
kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan
mengkoordinasikan dan merekongurasi sumber daya
yang merupakan respon perusahaan atas perubahan yang
terjadi di lingkungannya agar tetap mampu bertahan dalam
industri, yang diharapkan lebih baik dibandingkan para
pesaing (Preble dan Hoffman, 1994; Wang dan Ahmed,
2007; Adeniran dan Johnston, 2012). Pentingnya kapabilitas
adaptif dimiliki perusahaan dikemukakan oleh Oktemgil
dan Greenly (1997) yang mengutip beberapa peneliti seperti
Powell (1992) yang menyatakan bahwa kapabilitas ini
merupakan sumber bagi pencapaian keunggulan kompetitif.
Arndt (1979) menyatakan kapabilitas ini merupakan sumber
pengembangan hubungan jangka panjang dengan pemasok
dan pelanggan, kapabilitas adaptif meningkatkan kapabilitas
inovatif perusahaan (Adeniran dan Johnston, 2012). Adeniran
dan Johnston merujuk pada pendapat Wang dan Ahmed
(2004) yang menyatakan bahwa kesuksesan dan daya juang
perusahaan sangat tergantung pada kemampuannya untuk
menciptakan nilai, yaitu kemampuan berinovasi.

Konsep kapabilitas adaptif berfokus pada kemampuan


organisasi untuk beradaptasi dengan lingkup produk-pasar
tertentu (Ansoff, 1965; Milesdan Snow, 1978). Kemampuan
internal yang rendah menghasilkan ruang lingkup yang
sempit karena peluang pasar produk tidak akan tercapai,
dan risiko kegagalan yang lebih mudah terjadi sebagai
konsekuensi dari kurang fokus pada perubahan eksternal.
Tingkat kemampuan yang tinggi memiliki fokus eksternal
yang menghasilkan cakupan lebih luas sebagai konsekuensi
dari pemanfaatan peluang pasar produk, dan kemampuan
yang ada untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dimasa
depan (McKee et al., 1989). Sementara perusahaan yang telah
dirancang untuk menyesuaikan ceruk pasar tertentu mungkin

-- 51 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

tidak dapat beradaptasi dengan perubahan, perusahaan


yang dirancang untuk perubahan mungkin tidak dapat
menstabilkan ke ceruk tertentu (Weick, 1979).

Kemampuan adaptif juga dapat berada di tingkat


mikro, sebagai adaptasi terhadap pelanggan dan pemasok
individual, meskipun tingkat adaptasi ini mungkin lebih
penting di pasar industri (Ford, 1982; Hakansson, 1982; Hallen
et al., 1991; Turnbull dan Valla, 1986). Tingkat adaptasi ini
telah dipelajari secara empiris dalam Pemasaran Internasional
yang berfokus pada pasar industri di beberapa negara Eropa
(Hakansson, 1982). Kemampuan adaptif khusus diperlukan
untuk menyesuaikan produk dengan kebutuhan pelanggan
individu, atau untuk mengadopsi proses dan rutinitas
baru, seperti just-in-time, terutama jika ada tujuan untuk
membangun dan mempertahankan hubungan (Oktemgil dan
Greenly, 1996). Pencarian literatur yang berkaitan dengan
kemampuan adaptif telah mengungkapkan bahwa ada tiga
bidang aktivitas organisasi yang menjadi ciri adaptabilitas
(Oktemgil dan Greenly, 1996) yaitu marketing activities
capability (aktivitas pemasaran untuk merespon peluang),
speed of response capability (kecepatan respon dalam mengejar
peluang), dan product-market response capability (respon
perusahaan terhadap peluang pasar-produk),

Kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan


pasar yang berubah akan bergantung pada pemindaian
(scanning) pasar mereka, pemantauan pelanggan dan pesaing,
dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan
pemasaran (McKee et al., 1989; Walker dan Ruekert, 1987;
Walker et al., 1992 ). Chakravarthy (1982) dan Miles dan
Cameron (1977) berpendapat bahwa, dengan berinvestasi
dalam aktivitas pemasaran, perusahaan berinvestasi pada
“kemampuan adaptasi yang diperlukan”. Karena tipologi
“reactor-defender-analyzer-prospect” yang diperkenalkan oleh
Miles dan Snow secara inheren menyusun strategi ini sebagai

-- 52 --
Elfan Kaukab

tipe strategi yang semakin adaptif, tingkat aktivitas pemasaran


diharapkan meningkat dalam urutan ini. Argumen-argumen
ini didukung oleh sejumlah studi empiris seperti McDaniel
dan Kolari (1987) menemukan korelasi positif antara tingkat
kegiatan pemasaran dan tingkat kemampuan adaptif, dan
perbedaan dalam orientasi pemasaran di antara berbagai
tingkat kemampuan adaptif. Hambrick (1983) mencatat
bahwa prospektor, dengan kemampuan adaptif yang tinggi,
menunjukkan upaya pemasaran yang lebih tinggi secara
signikan, dan bahwa mereka mencurahkan lebih banyak
sumber daya untuk kegiatan pemasaran mereka. Demikian
pula, Walker dan Ruekert (1987) berpendapat bahwa
perusahaan dengan kemampuan adaptasi yang lebih tinggi
mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk pemasaran.
Hooley et al. (1992) menemukan bahwa perusahaan dengan
sikap positif terhadap pemasaran adalah adaptor yang lebih
baik, mengambil lebih banyak risiko, dan berkinerja lebih
baik.

Kecepatan dimana organisasi merespon perubahan


kondisi pasar adalah salah satu karakteristik utama dari
kemampuan beradaptasi (Chakravarthy, 1982; Daniel dan
Kolari, 1987). Kemampuan adaptasi yang tinggi dicirikan oleh
kecepatan dimana mereka menanggapi peluang pasar produk.
Inti dari respons ini adalah kecepatan perubahan bauran
pemasaran, dimana tujuannya untuk mempertahankan atau
meningkatkan keselarasan dengan pasar yang berubah.
Fokus yang diambil oleh Bonder (1976) dan oleh Evans
(1991) adalah bahwa kemampuan adaptif merupakan
kemampuan untuk mengidentikasi dan merespon dengan
cepat untuk berubah sebelum terjadi, atau untuk merespon
dengan cepat setelah perubahan telah terjadi. Studi empiris
oleh Bourgeois dan Eisenhardt (1988), Collis (1991), dan
Powell (1992) menunjukkan bahwa respon cepat terhadap
perubahan meningkatkan keselarasan antara perusahaan dan

-- 53 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

lingkungan mereka. Menurut Miles dan Snow (1978), para


prospector merespons perubahan pasar lebih cepat daripada
para defender dan reactor, dan mereka lebih responsif terhadap
perubahan bauran pemasaran. Pada tingkat mikro, kecepatan
dimana perusahaan menanggapi perubahan dalam memenuhi
persyaratan pelanggan tertentu juga merupakan karakteristik
utama dari kemampuan adaptif (Hakansson, 1982).

Beberapa peneliti telah menyimpulkan bahwa


cakupan pasar produk (product market scope) mencerminkan
kemampuan adaptif yang mampu merespon pasar dalam
menangkap peluang eksternal (Chakravarthy, 1982; Hambrick,
1982; McKee, 1989; Miles dan Snow, 1978). Tipologi strategi
Miles dan Snow (1978) telah digunakan untuk menjelaskan
karakteristik adaptabilitas ini. Reactor tidak memiliki
kemampuan adaptasi karena mereka tidak memiliki proses
internal untuk mengidentikasi dan merespon peluang
pasar produk. Analis menunjukkan beberapa kemampuan
beradaptasi, meskipun mereka cenderung tetap di pasar
produk yang relatif stabil, mereka memantau perubahan
pasar dengan tujuan mengidentikasi dan mengejar peluang
baru. Dalam literatur pemasaran internasional, karakteristik
adaptabilitas ini berkaitan dengan kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkup produk pasar tertentu, begitu
setelah mereka dipilih. Kemampuan beradaptasi ini telah
dioperasionalkan sebagai modikasi produk spesik, seperti
tingkat kustomisasi produk untuk pelanggan tertentu
(Hakansson, 1982; Hallen et al., 1991). Namun, kemampuan
beradaptasi pelanggan juga diperhitungkan karena sejauh
mana pelanggan menuntut modikasi produk dari pemasok
mereka, dan kesediaan mereka untuk mengadopsi standar
produk internasional (Oktemgil dan Greenly, 1996).

Kinerja perusahaan sering dihubungkan dengan


kesesuaian antara perusahaan dan lingkungannya (misalnya
Johnson dan Scholes, 1993; Powell, 1992a; lihat juga Hrebiniak

-- 54 --
Elfan Kaukab

dan Joyce, 1985; Thompson, 1999). Lingkungan membawa


kebutuhan dan harapan, yaitu peluang pasar, yang
berusaha dicoba oleh perusahaan dengan sumber daya dan
kemampuannya. Semakin baik dalam bertanding, semakin
baik keberhasilannya (Kay, 1995). Menurut teori kontingensi
(Donaldson, 1995; Burns dan Stalker, 1961), kinerja perusahaan
adalah hasil penyelarasan yang tepat dari desain perusahaan
dengan usaha yang dijalankannya. UMKM sebagai perusahaan
yang masih banyak kekurangan sumber daya harus mampu
menyelaraskan dan beradaptasi dengan pasar agar bisa
mencapai tujuannya. Lebih-lebih dalam memasuki pasar
internasional, karakteristik yang harus dimiliki oleh UMKM
adalah mampu beradaptasi dengan persaingan kustomisasi
produk bagi pelanggan (Hakansson, 1982; Hallen et al., 1991).
Beberapa penelitian dilakukan berkaitan dengan kapabilitas
adaptif UMKM yang berperan dalam meningkatkan kinerja
UMKM dalam pemasaran internasional seperti Vasquez dan
Doloriert (2011) yang menyatakan bahwa kapabilitas adaptif
bermanfaat untuk memenuhi permintaan pasar yang belum
tersentuh. Kiran, Majumdar, dan Kishore (2013) memasukkan
kemampuan diversikasi produk sebagai kapabilitas adaptif
yang menjadi determinan faktor dalam keberhasilan UMKM.

Globalisasi pasar yang sedang berlangsung dan


meningkatnya persaingan di seluruh dunia telah membuat
keputusan pemasaran internasional semakin penting bagi
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan protabilitas
perusahaan. Masalah program pemasaran terstandarisasi dan
program yang disesuaikan dengan permintaan khusus pasar
asing telah mendapat perhatian peneliti selama lebih dari
empat dekade (Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou, 2006).
Sebagian besar penelitian berfokus pada faktor-faktor yang
memengaruhi pilihan strategi tertentu seperti mengidentikasi
berbagai kekuatan yang mendorong standardisasi atau
adaptasi program pemasaran (Harvey, 1993; Jain, 1989;

-- 55 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Picard, Boddewyn, dan Grosse, 1998). Pentingnya strategi


pemasaran internasional terletak pada potensinya untuk
meningkatkan kinerja bisnis (Samiee dan Roth, 1992). Manfaat
ekonomi dan kemudahan mengelola program pemasaran
terstandarisasi menjadikan strategi ini menjadi pilihan yang
menarik bagi perusahaan multinasional (Douglas dan Wind,
1987), terutama yang mengejar strategi global (Johansson
dan Yip, 1994). Beberapa studi mengenai standardisasi
produk memberikan hasil yang beragam, sehingga sulit
untuk mengembangkan teori dan praktik manajemen di
lapangan. Sebagai contoh, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kinerja ditingkatkan dengan menstandarkan strategi
pemasaran di seluruh pasar (misalnya, O'Donnell dan
Jeong, 2000; Szymanski, Bharadwaj, dan Varadarajan, 1993),
sementara yang lain mengungkapkan tidak ada hubungan
antara standarisasi dan kinerja (misalnya, Albaum dan Tse,
2001). Peneliti sering berusaha untuk membangun hubungan
langsung antara standarisasi strategi (atau adaptasi) dan
kinerja, dengan asumsi bahwa standarisasi (atau adaptasi)
adalah strategi yang unggul (Johansson dan Yip, 1994; Zsomer
dan Simonin, 2004).

Venkatraman (1989) menegaskan dalam paradigma


strategic t perlu menjaga hubungan yang dekat dan konsisten
antara strategi perusahaan dan lingkungan di mana strategi
akan diterapkan. Konsep t telah memainkan peran kunci
dalam pengembangan manajemen strategis dan bidang
teori organisasi (Zajac, Kraatz, dan Bresser, 2000), dan juga
berfungsi sebagai landasan teoritis dalam beberapa penelitian
tentang pemasaran (misalnya, Hambrick, MacMillan, dan
Day, 1982; Olson, Walker, dan Ruekert, 1995; Vorhies dan
Morgan, 2003). Beberapa konsep berkaitan dengan strategic
t dalam pemasaran seperti pernyataan Day (1999) yaitu
dalam membangun organisasi yang berorientasi pasar
akan mengukur kinerja dengan melihat kesesuaian antara

-- 56 --
Elfan Kaukab

lingkungan perusahaan dengan internal perusahaan yang


didesain dan diimplementasikan strategi pemasaran yang
tepat didalamnya. Artinya, strategi pemasaran merupakan
mekanisme utama untuk mencapai kesesuaian antara
organisasi dan kondisi pasar eksternal. Strategic t menawarkan
dasar yang relevan untuk penilaian kinerja dari strategi
pemasaran internasional yang diberikan. Para ahli mengakui
pentingnya mencocokkan strategi pemasaran internasional
dengan kondisi internal di mana perusahaan beroperasi.
Sebagai contoh, karya konseptual Jain (1989) menunjukkan
pengaruh faktor lingkungan terhadap kesesuaian program
pemasaran internasional. Konsep t terkait erat dengan kinerja
(Ginsberg dan Venkatraman, 1985; Lukas et al., 2001). Lemak
dan Arunthanes (1997) mencatat bahwa tingkat kinerja yang
lebih tinggi di pasar global sangat bergantung pada pemilihan
strategi global perusahaan. Sebagian besar studi mengenai
standarisasi strategi pemasaran bersifat konseptual (Katsikeas
et al., 2006) di mana studi empiris berfokus pada hubungan
antara strategi pemasaran internasional dan kinerja. Masih
sedikit studi yang menitikberatkan pada produk atau merek
sebagai unit analisis.

Strategi penyesuaian lingkungan menggunakan teori


kontingensi dalam pemasaran internasional (Hultman,
Robson, dan Katsikeas, 2009). Meskipun demikian, penelitian
sebelumnya fokus pada penentuan hubungan antara
lingkungan pasar perusahaan yang aktif secara internasional,
strategi pemasaran internasional, dan kinerja, berdasarkan
kerangka kerja struktur-perilaku-kinerja ekonomi organisasi
industri (Cavusgil dan Zou, 1994; Özsomer dan Simonin, 2004;
Sousa dan Bradley, 2008). Hasil penelitian mengidentikasi
pola mediasi yang ada di antara konstruksi penting (misalnya
faktor lingkungan dan organisasi yang lebih dominan
mendukung adaptasi perusahaan) yang membantu kinerja
organisasi (Calantone et al. 2006). Melihat bidang manajemen

-- 57 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

strategis dan perilaku organisasi (misalnya, Drazin dan Van de


Ven 1985; Zajac, Kraatz, dan Bresser 2000), dapat diasumsikan
bahwa perusahaan ekspor dapat meningkatkan protabilitas
dengan mengganti strategi produk dengan peningkatan
kesesuaian eksternal dan internal perusahaan (Vorhies dan
Morgan, 2003).

Venkatraman (1989) membagi beberapa cara pemodelan


dampak kesesuaian antara lingkungan dan strategi terhadap
kinerja. Pendekatan dominan dalam riset pemasaran
internasional adalah “t as moderation,” dengan variabel
lingkungan mengkondisikan hubungan adaptasi dengan
kinerja. Namun, perspektif moderasi belum didukung oleh
data (Shoham, 1999; Xu, Cavusgil, dan White 2006). Bentuk
logika kongruitas yang diadopsi adalah pendekatan "t-
as-matching" Venkatraman (1989). Seperti halnya moderasi,
pendekatan ini mensyaratkan pengidentikasian bentuk
fungsional yang tepat antar variabel (misalnya tingkat
adaptasi produk dan masing-masing variabel lingkungan)
menggunakan penelitian yang masih ada. Namun, tidak
seperti moderasi yang berfokus pada efek variabel dengan
kinerja, t secara teoritis didenisikan sebagai kecocokan atau
kesamaan antar variabel (Powell, 1992). Hultman, Robson,
dan Katsikeas (2009) mengembangkan ukuran t terlepas
dari kinerja dan kemudian melakukan regresi pada kinerja.
Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou (2006) menunjukkan
bahwa kesesuaian lingkungan dengan strategi standarisasi
pemasaran secara positif terhubung dengan kinerja.

Dalam proses menyesuaian dengan lingkungan eksternal


sangat dibutuhkan peran pengetahuan sebagi sumber
informasi awal bagi perusahaan. Pengetahuan memainkan
peran yang jauh lebih kompleks daripada yang diasumsikan
dalam model internasionalisasi abad sebelumnya seperti
yang diilustrasikan dalam fenomena "Born Global" (Petersen,
Pedersen, dan Sharma, 2003). Teori internasionalisasi

-- 58 --
Elfan Kaukab

tahun 70-an dan 80-an (Model Uppsala dan Model Inovasi)


berpendapat bahwa jenis pengetahuan yang sangat penting
dalam proses internasionalisasi adalah pengalaman (Johanson
dan Vahlne, 1977). Menurut model tersebut, kurangnya
pengetahuan tentang pasar asing merupakan hambatan
bagi pengembangan operasi internasional dan pengetahuan
yang diperlukan dapat diperoleh terutama melalui operasi
di luar negeri (Babinska, 2013). Selanjutnya keputusan dan
implementasi terkait operasi asing dibuat secara bertahap
karena ketidakpastian pasar dan dilakukan sebagai proses
pembelajaran manajemen dengan cara "learning by doing"
(Forsgren, 2002). Semakin banyak perusahaan mengetahui
tentang pasar, semakin rendah risiko yang dirasakan dan
semakin tinggi tingkat keterlibatan dalam pasar tersebut
(Babinska, 2013).

Konsep Pengetahuan Internasionalisasi (Eriksson et


al., 1997; Yu, 1990) merupakan pengetahuan yang yang
dikategorikan menjadi tiga jenis didasarkan pada tingkat
kesulitan dalam mendapatkannya, yaitu pengetahuan
internasionalisasi, pengetahuan bisnis, dan pengetahuan
kelembagaan. Jenis pertama digambarkan sebagai pengetahuan
umum, yang berkaitan dengan proses internasionalisasi
atau kemampuan perusahaan untuk terlibat dalam operasi
internasional. Jenis pengetahuan ini mengintegrasikan dan
mengoordinasikan semua kegiatan yang berhubungan dengan
internasionalisasi perusahaan yang melibatkan pengetahuan
tentang manajemen jaringan perusahaan, termasuk masalah-
masalah seperti bentuk komunikasi atau kerjasama penelitian
dan pengembangan. Biasanya sumber daya tertentu dari
jenis pengetahuan ini dapat ditemukan di perusahaan sejak
saat didirikan, yaitu pengetahuan sebelumnya dari pemilik
perusahaan (Babinska, 2013). Jenis pengetahuan berikutnya
adalah pengetahuan bisnis yang menyangkut klien dan
pelanggan, situasi kompetitif di pasar tertentu, dan faktor

-- 59 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

lain dari lingkungan pasar asing tertentu. Yang terahir adalah


pengetahuan institusional yaitu pengetahuan yang berkaitan
dengan tata kelola dan struktur kelembagaan, aturan, regulasi,
norma dan nilai-nilai mereka. Sejauh ini pengetahuan bisnis
merupakan pengetahuan tentang lingkungan yang dekat dan
pengetahuan kelembagaan terkait dengan lingkungan yang
jauh dari pasar (Babinska, 2013).

Pengetahuan merupakan sumber daya strategis yang


sangat penting dalam menentukan keunggulan bersaing
perusahaan. Organisasi menyerap pengetahuan internal dan
eksternal, menggabungkan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya sehingga menghasilkan pengetahuan baru
(Cohen dan Lavinthal, 1990). Pengetahun tacit, spesik, dan
kompleks yang dimiliki dan dikembangkan organisasi akan
memberikan keuntungan jangka panjang karena pengetahuan
tersebut sulit ditiru (McEvily dan Chakravarthy, 2002).
Karakteristik pengetahuan yang sulit untuk ditiru dapat
menjadi dasar pembeda dalam membangun keunggulan
kompetitif berkelanjutan (Wiklund dan Shepherd, 2003).

Perusahaan-perusahaan kecil sering menghadapi


kendala terkait dengan kurangnya sumber daya (Jarillo, 1989),
sehingga sumber daya yang ada harus digunakan dengan
hati-hati, karena keputusan yang salah akan memiliki masalah
yang lebih kompleks dibandingkan dengan perusahaan
yang lebih besar (Amelingmeyer dan Amelingmeyer,
2005). Perusahaan kecil memiliki struktur yang datar dan
cenderung informal, non-birokratis dan sedikit aturan.
Kontrol cenderung didasarkan pada pengawasan pribadi
pemilik dan kebijakan formal cenderung tidak ada di UMKM
(Daft, 2007). Dalam lingkungan seperti ini tidak jarang proses
perencanaan bisnis dan pengambilan keputusan terbatas
hanya pada satu orang (Culkin dan Smith, 2000). Sentralitas
ini juga menandakan bahwa orang-orang tersebut mengakui
manfaat dari manajemen pengetahuan dalam mendukung

-- 60 --
Elfan Kaukab

operasi perusahaan. Namun, operasi bisnis sehari-hari UMKM


secara khusus memerlukan perhatian yang ketat (Hofer dan
Charan, 1984). Hal ini terkait dengan kurangnya sumber daya
keuangan dan keahlian (Bridge et al., 2003) karena sebagian
besar pengetahuan disimpan di benak pemilik dan beberapa
karyawan kunci dari pada dibagikan (Wong dan Aspinwall,
2004).

Identikasi pengetahuan berfokus pada kegiatan yang


membantu mengidentikasi pengetahuan yang diperlukan
untuk perusahaan, serta sumber-sumber untuk memperoleh
pengetahuan tersebut. Kegiatan ini juga terdiri dari identikasi
pengetahuan yang sudah ada (Egbu et al., 2005). Penciptaan
pengetahuan mengacu pada cara-cara yang berfokus pada
pembangunan pengetahuan baru. Penciptaan pengetahuan
di perusahaan dapat didukung dengan memberi waktu
kepada anggota organisasi untuk melakukan uji coba (Gupta
dan Govindarajan, 2000). Pengetahuan tidak hanya dibuat
secara internal, sumber pengetahuan eksternal juga perlu
dipertimbangkan mengingat banyaknya keterbatasan UMKM
(Egbu et al., 2005). Perbedaan antara pengetahuan tacit dan
eksplisit berguna dalam proses manajemen pengetahuan,
karena sifat dari kedua jenis pengetahuan ini kemungkinan
akan mempengaruhi kemudahan proses transfer pengetahuan
(Nonaka dan Takeuchi, 1995). Kurangnya kapabilitas
absorptif dan kualitas hubungan yang rendah antara individu
yang bersangkutan merupakan hambatan lain dari transfer
pengetahuan yang perlu dipertimbangkan (Szulanski, 1996).

Oviatt dan Mc Dougall (1994) dan Zahra (2005) dalam


penelitiannya menjelaskan bahwa pengetahuan pasar asing
sangat penting bagi UMKM untuk meraih sukses dalam
proses internasionalisasi. Seperti yang juga dikemukakan
oleh Liesch dan Knight (1999) bahwa kesiapan UMKM untuk
terlibat dalam pasar internasional dapat diartikan sebagai
fungsi dari informasi mengenai pasar asing yang ditargetkan.

-- 61 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hal ini terutama berlaku pada konteks UMKM dari negara


yang masih dalam proses transisi perekonomiannya
dimana manajer yang memimpin biasanya masih memiliki
pengalaman internasional yang terbatas (Pollard dan Jemicz,
2006) dan juga ketersediaan sumber daya keuangan dan
manusia masih sangat minim (Bohata dan Mladek, 1999).

Selain mengatasi tantangan dalam berbisnis di level


internasional, pengetahuan pasar asing yang diperoleh
melalui jaringan juga akan meningkatkan kemampuan
manajer UMKM untuk melihat peluang bisnis di pasar asing
dengan lebih cepat (Knight dan Liesch, 2002). Keberadaan
pengetahuan pasar asing meningkatkan kapabilitas absorptif
dari perusahaan sehingga akan memudahkan manajer UMKM
untuk mendapatkan pengetahuan tambahan. Pengetahuan
pasar asing juga akan memberikan rasa percaya diri bagi
manajer dalam menghadapi resiko yang mungkin muncul
terkait internasionalisasi (Liesch, Welch, dan buckley, 2011).
Selain itu, pengetahuan pasar asing akan mempermudah
UMKM dalam mengidentikasi dan mengembangkan
hubungan bisnis yang saling menguntungkan guna
menghindari kesalahan yang sering terjadi di awal proses
internasionalisasi.

Musteen (2013) menjelaskan mengenai enam dimensi


dari pengetahuan pasar asing. Pertama, pengetahuan pesaing
asing yaitu pengetahuan mengenai pesaing asing yang diukur
dengan melihat seberapa tinggi kompetitor, tingkat kompetisi,
dan strategi yang digunakan oleh perusahaan di pasar asing
(Blomstermo, Eriksson, dan Sharma, 2004; Eriksson et al.,
1997; Lindstrdan et al., 2011; Morgan, Zou, Vorhies, dan
Katsikeas, 2003; Zhou, 2007). Kedua, pengetahuan budaya
asing yaitu pengetahuan mengenai pengetahun budaya
asing juga menjadi hal penting bagi UMKM untuk memasuki
pasar internasional. Pengetahuan ini di ukur dengan melihat
pengetahuan tentang nilai dan norma, perbedaan cara

-- 62 --
Elfan Kaukab

berbisnis, dan dampak dari perbedaan budaya negara asing


(Chetty dan Blankenburg Holm, 2000; Lindstrdan et al., 2011;
Morgan et al., 2003; Petersen, Pedersen, dan Lyles, 2008; Zhou,
2007). Ketiga, pengetahuan politik asing yaitu pengetahuan
mengenai politik juga menjadi perhatian dalam kompetensi
pengetahuan bagi UMKM yang sedang berproses dalam
internasionalisasi. Pengetahuan ini mengenai perbedaan
sistem perundangan, resiko yang mungkin muncul dengan
bisnis yang akan dilakukan, dan peraturan pemerintah
yang diterapkan di negara asing tersebut (Hadjikhani dan
Ghauri, 2001; Lindstrdan et al., 2011; Lord dan Ranft, 2000;
Zhou, 2007). Keempat, pengetahuan konsumen asing yaitu
pengetahuan tentang konsumen adalah hal yang sangat
penting dalam pemasaran baik domestik maupun pasar
asing. UMKM yang memasuki pasar internasional diharuskan
untuk mengetahui banyak hal tentang pasar yang akan dituju
seperti demogra, kebutuhan dan preferensi konsumen,
kecenderungan kebutuhan dan preferensi konsumen, dan
kebutuhan konsumen yang selama ini belum terpenuhi
(Chetty dan Campbell-Hunt, 2004; Eriksson dan Chetty, 2003,
Eriksson et al., 1997; Lamb dan Liesch, 2002; Lindstrdan et
al., 2011; O’Gorman dan Evers, 2011; Zhou, 2007). Kelima,
peluang bisnis pada pengetahuan pasar asing yaitu melihat
peluang pasar merupakan strategi pemasaran yang harus
dilakukan sebelum benar-benar memulai memasarkan
produk. Pasar asing menawarkan lebih banyak kesempatan
bisnis bagi UMKM yang ingin meluaskan pasarnya. Sehingga
pengetahuan mengenai peluang bisnis di negara lain perlu
dilakukan agar tidak terjebak dalam pemasaran yang
beresiko tinggi. Peluang bisnis di pasar asing dapat dilakukan
dengan mengetahui peluang konsumen potensial yang baru
dan peluang untuk mendapatkan partner dari negara tujuan
(Burgel dan Murray, 2000; Chetty dan Blankenburg Holm,
2000; Chetty dan Campbell-Hunt, 2004; Hadjikhani dan
Ghauri, 2001; Harris dan Wheeler, 2005; Lamb dan Liesch,

-- 63 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2002; O’Gorman dan Evers, 2011). Keenam, pengetahuan


saluran distribusi asing yaitu saluran distribusi yang tepat
akan memudahkan pendistribusian barang dengan lebih
efektif. Pengetahuan mengenai saluran distribusi harus
dibangun bagi UMKM yang masih memiliki sumber daya
terbatas. UMKM dapat menggali pengetahuan mengenai
jenis distribusi yang sesuai, tepat, dan berkualitas di negara
yang akan menjadi tujuan ekspor (Burgel dan Murray, 2000;
Chetty dan Campbell-Hunt, 2004; Harris dan Wheeler, 2005;
Morgan et al., 2003).

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa konsumen


memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga produsen
harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konsumen
asing (Musteen, Datta dan Butts, 2014). Pengetahuan
mengenai konsumen asing merupakan pengetahuan yang
penting dibandingkan dengan pengetahuan lain dikarenakan
pengetahuan ini secara langsung terkait dengan konsumen
yang akan membeli produk sehingga perlu dipahami
lebih dalam mengenai perbedaan budaya, kebutuhan, dan
preferensi konsumen asing yang akan sangat menentukan
kesuksesan dalam memasuki pasar (Zhou, 2004). Musteen,
Datta, dan Butt (2014) mengukur pengetahuan konsumen asing
dengan empat indikator yang dikembangkan dari beberapa
sumber yaitu Chetty dan Campbell-Hunt (2004); Eriksson dan
Chetty (2003), Eriksson et al. (1997); Lamb dan Liesch (2002);
Lindstrand et al. (2011); O’Gorman dan Evers (2011); Zhou
(2007), yaitu segmentasi dan demogra konsumen, preferensi
dan kebutuhan konsumen, kecenderungan preferensi dan
kebutuhan konsumen, dan adanya kebutuhan konsumen
yang belum terpenuhi. Pengetahuan tentang kebutuhan,
preferensi, dan trend konsumen asing akan sangat bermanfaat
bagi perusahaan yang akan memasuki pasar internasional.
Pengetahuan ini akan menanggulangi beberapa hambatan
pemasaran seperti masalah-masalah terkait produk,
harga, distribusi, logistik, dan aktivitas promosi di luar
-- 64 --
Elfan Kaukab

negeri. Bagi UMKM yang fokus pada ekspor tidak cukup


memahami kondisi konsumen akan menimbulkan banyak
masalah. Perusahaan harus mengembangkan produk atau
beradaptasi dengan produk yang sudah ada kemudian
menyesuaikan preferensi konsumen di pasar asing. Kunci
dari penanggulangan masalah ini adalah dengan berinovasi
menyesuaikan perkembangan pasar. Pengetahuan yang
komprehensif juga akan memberikan kecermatan perusahaan
dalam mengatur harga terkait dengan persaingan di pasar
internasional. Tantangan lain yang dapat teratasi bagi UMKM
yang memiliki pengetahuan cukup adalah dapat membangun
dengan tepat saluran distribusi sebagai mitra perwakilan di
negara tujuan ekspor (Leonidou, 2004).

Dalam pengembangan produk yang berorientasi pasar


asing, hubungan jaringan menjadi sangat penting dan menjadi
penggerak perusahaan dalam menciptakan nilai (Mu, Peng,
dan Love, 2008). Struktur jaringan memiliki pengaruh terhadap
kinerja perusahaan karena dapat menghasilkan sumber daya,
pengetahuan, dan peluang (Stuart dan Sorenson, 1997; Burt,
2004; Uzzi, 1998; McEvily dan Zaheer, 1999). Dalam penelitian
ini, peneliti menganalisis peran jaringan terhadap banyaknya
informasi yang akan diperoleh perusahaan sehingga dapat
mengembangkan produk sesuai dengan konsumen asing.
Konsep yang dibangun adalah Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor (Export Product Fit Development) yang
merupakan sintesa dari export product strategic t (Hultman,
Robson, dan Katsikeas, 2009) dan foreign customer knowledge
dalam konsep foreign market knowledge (Musteen, Datta, dan
Butts, 2014).

2.2.4 Conceptual Mapping


Dari uraian di atas maka dapat didenisikan konsep
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor (Export Product Fit
Development) sebagai berikut:

-- 65 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Konsep Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pengembangan kualitas produk yang sesuai dengan


kebutuhan konsumen asing

2. Pengembangan kualitas produk yang sesuai dengan


preferensi konsumen asing

3. Pengembangan desain produk yang sesuai dengan


kebutuhan konsumen asing

4. Pengembangan desain produk yang sesuai dengan


preferensi konsumen asing

5. Pengembangan tur produk yang sesuai dengan


kebutuhan konsumen asing

6. Pengembangan tur produk yang sesuai dengan


preferensi konsumen asing

7. Pengembangan kemasan produk yang sesuai dengan


kebutuhan konsumen asing

8. Pengembangan kemasan produk yang sesuai dengan


preferensi konsumen asing

9. Pengembangan produk yang sesuai dengan trend


kebutuhan konsumen asing

10. Pengembangan produk yang sesuai trend preferensi


konsumen asing

11. Pengembangan produk yang dapat memenuhi kebutuhan


konsumen asing yang belum dapat dipenuhi saat ini.

-- 66 --
Elfan Kaukab

Kesebelas karakteristik di atas mereeksikan konsep


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor sehingga
akan digunakan sebagai indikator dari konsep yang akan
dikembangkan. Konsep ini merupakan upaya UMKM dalam
mengembangkan produk melalui peningkatan jaringan yang
luas sehingga akan mengetahui cara pengembangan produk
dengan kualitas, desain, tur, dan kemasan yang sesuai
dengan kebutuhan, preferensi, dan trend konsumen asing.

Indikator yang digunakan untuk membangun konstruk


Export Product Fit Development adalah sintesa dari pengukuran
konstruk berikut:

-- 67 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Export Product Strategic Fit


Foreign Customer Knowledge
(Hultman, Robson, dan Katsikeas,
(Musteen, Datta, dan Butts, 2014)
2009
1. Pengetahuan tentang kebutuhan 1. Adaptasi kualitas produk
konsumen asing 2. Adaptasi desain produk
2. Pengetahuan tentang preferensi 3. Adaptasi tur produk
konsumen asing 4. Adaptasi kemasan produk
3. Pengetahuan tentang tren
kebutuhan konsumen asing
4. Pengetahuan tentang tren
preferensi konsumen asing
5. Pengetahuan tentang kebutuhan
konsumen asing yang belum
dapat dipenuhi saat ini.

Berdasarkan justikasi integrasi konstruk foreign


customer knowledge dan export product strategic t, maka dapat
dirumuskan proposisi sebagai berikut:

Untuk memperjelas peran Pengembangan Kesesuaian


Produk Ekspor (Export Product Fit Development) terhadap
peningkatan kinerja internasional UMKM dapat digambarkan
model proposisi sebagai berikut:

-- 68 --
Elfan Kaukab

-- 69 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2.3. Pengembangan Model Teoritikal Dasar

2.3.1 Kapabilitas Jaringan


Jaringan di dalam konteks pemasaran dan kewirausahaan
memiliki denisi yang sangat luas. Axelsson dan Easton
(1992) mendenisikan jaringan sebagai seperangkat dua atau
lebih hubungan yang saling terkait. Berdasarkan pengertian
ini, maka pasar digambarkan sebagai sistem hubungan antara
sosial dan industri seperti pelanggan, pemasok, pesaing,
keluarga, dan teman. Sedangkan Sharma (1993) melihat
perspektif jaringan sebagai hubungan yang dibangun oleh
beberapa pihak yang mempengaruhi keputusan strategis yang
akan melibatkan pertukaran sumber daya di antara anggota
jaringan. Menurut Mitchell (1969) mendenisikan jaringan
sebagai hubungan khusus yang menghubungkan kumpulan
orang, objek, dan peristiwa tertentu (dikutip dalam Paassche et
al. 1993). Unsur-unsur dalam denisi ini adalah 1) merupakan
jenis hubungan yang khusus, seperti memiliki target bukan
kelompok peristiwa atau aktivitas yang umum; 2) perangkat
yang telah ditentukan dari awal, seperti anggota jaringan
sudah diketahui dari awal; 3) orang, objek, dan peristiwa,
seperti jaringan dapat terdiri dari berbagai jenis aktivitas dan
pelaku bukan hanya perusahaan tetapi juga bisa individu dan
lembaga yang bekerja sama dalam jaringan yang sama.

Secara umum, jaringan didenisikan sebagai hubungan


sekelompok perusahaan yang menggabungkan sumberdaya
mereka. Seperti yang didenisikan oleh Australian
Manufacturing Council (1990) bahwa jaringan merupakan
penyatuan sekelompok perusahaan dengan ukuran apapaun
yang menggunakan sumber daya mereka untuk mencapai
hasil maksimal yang tidak mungkin jika perusahaan beroperasi
secara individu. Sedangkan Nooteboom (1999) mendinisikan
jaringan sebagai pola hubungan antara perusahaan dengan
divisi dalam perusahaan (departemen atau anak perusahaan).

-- 70 --
Elfan Kaukab

Dalam denisi ini Nooteboom (1999) mengidentikasi tiga


jenis hubungan: 1) Vertikal, yaitu arus produk (barang dan
jasa) dari pemasok ke pengguna dalam rantai nilai internal
perusahaan atau sistem antar perusahaan (Porter, 1985). 2)
Horisontal, yaitu produk yang serupa dikumpulkan untuk
berbagi sumber produksi dan distribusi. 3) Diagonal, yaitu
diversikasi dimana produk yang berbeda tetapi dapat saling
melengkapi dalam hal penelitian, pemasaran, dan distribusi
akan dikumpulkan untuk berbagi sumber daya.

Ada beberapa aliran pemikiran yang berbeda tentang


proses pengembangan jaringan antar perusahaan. Terdapat
tiga kategori sebagai dasar pengklasikasian pengembangan
jaringan yaitu stage theory, states theory, joining theory. Stage
Theory berfokus pada perkembangan proses perubahan dalam
pengembangan jaringan antar perusahaan melalui tahapan.
Teori ini menganggap pengembangan jaringan sebagai
evolusi dan perkembangan berurutan melalui peningkatan
komitmen sumber daya dan interdependensi (Ford, 1980;
Dwyer et al. 1987). Sebaliknya, State Theory berfokus pada
pergerakan strategis pelaku pertukaran yang terjadi secara
tidak terstruktur dan tidak dapat diprediksi pada setiap titik
waktu (Ford dan Rosson, 1982; Ford et al., 1996). Sedangkan
Joinings Theory berfokus pada proses posisi masuk, pemosisian
ulang dan keluar dalam jaringan (Thorelli 1986).

Cooke et al. (1995) menggambarkan paradigma jaringan


memiliki elemen utama yaitu timbal balik (Reciprocity)
merupakan kesediaan untuk bertukar informasi dan
pengetahuan (Powell, 1990), kepercayaan (trust) yaitu
kesediaan untuk mengambil risiko menempatkan keyakinan
pada keandalan orang lain (Sabel, 1992), belajar (learning)
sebagai pengakuan bahwa pengetahuan berkembang dan
praktik terbaik harus dipelajari (Sako, 1992), dan desentralisasi
merupakan sebuah kesadaran bahwa informasi terpusat dan
pengambilan keputusan tidak esien (Aoki, 1986).

-- 71 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hyvarinen (1996) memberikan daftar tentang berbagai


faktor dan variabel dalam pembentukan dan pengembangan
jaringan: 1) Nilai-nilai bersama, bahasa, budaya, dan konsep
membentuk basis jaringan dan bergabung dengan individu
dan perusahaan dalam suatu jaringan. 2) Anggota jaringan
mungkin memiliki ikatan teknis, pengetahuan, sosial,
administratif, dan hukum. Ikatan ini bisa formal atau informal.
3) Koneksi bisnis dapat bersifat sosio-ekonomi berdasarkan
kepercayaan pribadi atau legal jika dasarnya adalah pada
perjanjian formal. 4) Hubungan teknis antara perusahaan
berasal dari pencocokan dan pemenuhan produk mereka dan
proses produksi. 5) Kerjasama dalam desain, perencanaan,
dan pembelajaran bersama dapat meningkatkan koordinasi
logistik bersama anggota. 6) Pengetahuan mengubah rantai
nilai menjadi jaringan. Ini juga memperkuat kerahasiaan
hubungan. Karena peran mitra berubah dalam jaringan,
mitra yang memiliki pengetahuan khusus dapat membentuk
jaringan mereka sendiri pada tahap lebih lanjut dari proses
pengembangan jaringan. 7) Pembelajaran organisasional terjadi
dalam suatu jaringan. Seiring berjalannya waktu, anggota
jaringan saling mengenal satu sama lain, menyesuaikan diri
satu sama lain dan meningkatkan kerja sama mereka. 8) Ini
membawa peningkatan esiensi dan hasil akan dicapai dari
adanya kerjasama. 9) Kadang-kadang perlu bahwa jaringan
dapat beroperasi dan menampilkan dirinya sebagai satu
unit kepada pihak luar. Dan 10) Ada tiga tingkatan dalam
model jaringan: jantung dari jaringan, jaringan itu sendiri dan
lingkungan hidup.

Dalam dua dekade terakhir laju pertumbuhan jaringan


di semua sektor sangat pesat (Doyle, 2000). Jumlah perusahaan
bisnis telah memasuki berbagai hubungan antar perusahaan
yang kooperatif untuk menjalankan bisnis. Jaringan ini
termasuk aliansi strategis, kemitraan, koalisi, usaha patungan,
waralaba dan berbagai bentuk organisasi jaringan, baik formal

-- 72 --
Elfan Kaukab

maupun informal, yang melibatkan kerja sama dalam bidang-


bidang seperti penelitian dan pengembangan, produksi,
pemasaran, pelatihan, ekspor, pembiayaan, dan transfer
pengetahuan (Murto-Koivisto dan Vesalainen, 1994). Jaringan
telah muncul sebagai respons baru terhadap persaingan dan
merupakan cara bagi perusahaan untuk mengembangkan
solusi bersama untuk masalah umum (Doyle, 2000).
O'Doherty (1998) menggambarkan kondisi persaingan baru
menuntut strategi baru. Pasar ceruk global menggantikan
pasar masal. Untuk bersaing secara efektif, perusahaan harus
mengkhususkan dan menggabungkan kemampuan mereka
dengan perusahaan dan organisasi lain. Pertumbuhan
jaringan memungkinkan perusahaan untuk menggabungkan
sumber daya untuk mendapatkan pengetahuan, mencapai
skala ekonomi, memperoleh teknologi, sumber daya, dan
memasuki pasar yang berada di luar jangkauan mereka.
Jaringan bertindak sebagai sumber keunggulan kompetitif
terutama untuk perusahaan kecil (Brown dan Butler, 1995),
dan membantu perusahaan kecil mengatasi kerugian dari
ukuran mereka.

Manfaat jaringan telah dirangkum oleh O'Doherty


(1998) sebagai berikut: 1) Manfaat material; perusahaan
dapat meningkatkan penjualan dan menurunkan biaya
produksi dengan bekerja sama. 2) Manfaat psikologis; ketika
perusahaan membuka diri, perusahaan akan belajar bahwa
masalah mereka bisa diselesaikan bersama. Dan 3) Manfaat
perkembangan; dengan berinteraksi dengan perusahaan lain,
jaringan meningkatkan pembelajaran dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan ekonomi yang berubah-
ubah. Jaringan yang terorganisir antara pengusaha dan
dunia luar sangat berharga bagi sektor usaha kecil (Doyle,
2000). Lemahnya UMKM dapat diimbangi oleh lingkungan
yang mendukung dari pembangunan jaringan yang tangguh
(Brown dan Butler, 1995). Pyke (1994) berpendapat bahwa

-- 73 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

melalui keterlibatan dalam aliansi dan kerjasama, UMKM


dapat memperoleh kekuatan baik secara individu maupun
kolektif. Alasan mengapa UMKM melakukan kerja sama
(Mitford, 1997) yaitu keuntungan untuk mencapai skala
ekonomi yang lebih besar, berbagi informasi tentang teknik
dan teknologi terbaru menjadi mekanisme yang menarik
untuk UMKM agar tetap mutakhir dan kompetitif, lebih
rasional dalam distribusi kegiatan yang esien, dan untuk
meningkatkan ukuran kapasitas produksi.

Laporan Forfás, Annual Competitiveness (1999)


menyatakan bahwa UMKM dapat bersaing jika mereka dapat
menyadari bahwa keunggulan ekonomi hanya dapat diperoleh
jika dilakukan bersama-sama. Jaringan memberikan sejumlah
opsi bagi UMKM untuk mengatasi berbagai kerugian yang
dialami saat mencoba bersaing di tingkat global (Doyle, 2000).
UMKM didorong ke arah yang semakin eksibel, mengasah
upaya mereka pada bidang produksi yang lebih khusus
dan memusatkan perhatian mereka pada keterampilan inti
mereka (Kenny, 2009). Untuk tetap kompetitif, Doyle (2000)
berpendapat bahwa UMKM memiliki dua opsi yaitu tumbuh
atau bekerja sama dalam jaringan. Pertumbuhan telah
menjadi rute tradisional. Jaringan adalah opsi yang lebih baru
dan bagi banyak UMKM sekarang adalah cara yang layak
untuk mendapatkan sumber daya yang tidak dapat mereka
peroleh dengan bertindak sendiri. UMKM sering bergantung
pada kerjasama dengan perusahaan lain, misalnya untuk
mendapatkan sumber daya eksternal, akses ke pelanggan, ide,
dan informasi produk (Malecki dan Veldhoen, 1993). Aliansi
bisnis dapat menjadi sarana yang efektif untuk menembus
pasar baru (Welch, 1992; Buckley dan Casson, 2002).

Sumber daya pribadi pemilik UMKM menjadi sangat


penting, karena proses internasionalisasi sering berpusat
pada satu orang baik mengenai pengetahuannya maupun
pengalamannya (Kenny, 2009). Menurut Beamish dan

-- 74 --
Elfan Kaukab

Munro (1985) sebagian besar eksportir kecil tidak memiliki


departemen ekspor tertentu. Aktor kunci dalam proses
internasionalisasi bisnis kecil adalah pengambil keputusan
perusahaan (Miesenbock, 1988; Imai dan Baba, 1991;
Christensen dan Lindmark, 1993). Jaringan bisnis lokal
sebagian besar merupakan hasil kerja yang dilakukan oleh
para pelaku utama yang juga bertindak sebagai gerbang dalam
mendapatkan informasi dari luar baik yang berorientasi pasar
nasional pasar internasional (Malecki dan Veldhoen, 1993).

Rutashobya dan Jaensson (2004) telah menunjukkan


bahwa jaringan memiliki nilai tambah dan manfaat
bagi usaha kecil. Selain itu jaringan akan memfasilitasi
UMKM memasuki pasar luar negeri. Evers dan O'Gorman
(2006) meneliti bagaimana hubungan sosial dan bisnis
mempengaruhi inisiasi dan internasionalisasi selanjutnya
dari usaha baru. Studi ini menemukan bahwa ikatan sosial
internasional memungkinkan masuknya pasar yang cepat dan
sukses, akibatnya kelangsungan hidup yang berkelanjutan
perusahaan akan tercapai. Perspektif jaringan dalam
internasionalisasi sangat relevan dari sudut pandang bisnis
kecil. Perspektif jaringan pada internasionalisasi memberikan
kesempatan menarik untuk mendapatkan pemahaman
tentang bagaimana memasuki pasar luar negeri bagi UMKM
dengan sumber daya yang terbatas (Rutashobya, 2003).

Perusahaan dalam memasuki pasar baru akan menghadapi


beberapa hambatan (Meyer, 2001) seperti kurangnya
informasi dan peraturan yang tidak jelas. Menurut penelitian,
pada proses internasionalisasi tradisional, masuk pasar
berlangsung melalui perantara seperti agen, distributor,
atau melalui perwakilan perusahaan sendiri di negara
pengekspor/pengimpor, biasanya anak perusahaan (Jansson
dan Sdanberg, 2008). Lu dan Beamish (2001) menemukan
bahwa pilihan moda masuk UMKM mempengaruhi kinerja
perusahaan. Pilihan moda masuk dipengaruhi oleh sumber

-- 75 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

daya perusahaan. Dibandingkan dengan perusahaan kecil,


perusahaan besar cenderung memiliki tingkat sumber daya
ekonomi dan manajerial yang lebih besar untuk investasi di
pasar asing.

Dari perspektif jaringan, inti dari pendirian jaringan


pasar luar negeri didenisikan sebagai moda masuk. Ada
berbagai rute dalam jaringan-jaringan ini, atau poin di mana
suatu perusahaan dapat memasuki suatu jaringan. Masuk
melalui perdagangan dilakukan langsung dengan pelanggan
atau secara tidak langsung melalui perantara. Hubungan
langsung dapat ditentukan antara pembeli dan penjual di
negara masing-masing. Hubungan tidak langsung melibatkan
pihak luar atau jenis lain dari moda masuk, biasanya perantara
seperti agen, dealer, atau distributor (Jansson dan Sdanberg,
2008). Proses masuk terjadi dengan membangun hubungan
untuk membentuk jaringan di pasar luar negeri. Terlepas dari
moda masuk, pengembangan hubungan pembeli/penjual
internasional cenderung mengikuti pola lima tahap (Ford,
2002; Ford et al., 1996).

Dampak jaringan pada kinerja internasional disajikan


dengan membangun literatur untuk melihat kemampuan
dinamis perusahaan (Teece et al. 1997; Helfat dan Peteraf
2003). Kapabilitas dinamis merupakan rutinitas dan strategi
organisasi yang digunakan manajer untuk mengubah basis
sumber daya perusahaan mereka melalui sumber daya yang
diperoleh, ditumpahkan, terintegrasi, dan digabungkan
kembali untuk menghasilkan strategi penciptaan nilai baru
(Eisenhardt dan Martin, 2000).

Isu sentral dalam literatur kemampuan dinamis adalah


hubungan antara kemampuan dan kinerja, fokus di sini
adalah kinerja internasional. Beberapa pendekatan telah
disarankan untuk melihat kemampuan jaringan perusahaan.
Kale et al (2002) mendenisikan kemampuan aliansi sebagai

-- 76 --
Elfan Kaukab

gabungan dari pengalaman aliansi dan keberadaan fungsi


khusus aliansi yang berfokus pada pengaturan perusahaan
yang lebih terstruktur (Walter et al., 2006). Demikian pula
kapabilitas jaringan telah diukur dengan jumlah aliansi
sebelumnya, meskipun perkembangan teoritis dari konstruk
itu sendiri lebih mencerminkan perspektif pembelajaran
(Andan dan Khanna, 2000). Loxton dan Weerawardena
(2006), Sullivan-Mort dan Weerawardena (2006), Walter et
al., (2006) mendenisikan kapabilitas jaringan dilihat dalam
terminologi pengembangan hubungan antar organisasi
dengan maksud untuk mengakses sumber daya. Overby
dan Min (2001) mengacu pada "orientasi jaringan" dalam hal
koordinasi dan sistem terintegrasi antar organisasi. Ritter dan
Gemünden (2003) berpendapat bahwa kompetensi jaringan
adalah kemampuan perusahaan untuk mengembangkan
dan menggunakan hubungan antar perusahaan yang dapat
diukur dengan pelaksanaan dan kualikasi tugas. Namun,
kandungan yang tepat dari kemampuan seperti itu masih
belum dipelajari secara rinci (Gulati, 1998; Kale et al., 2002;
Walter et al., 2006).

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1996 Tushman dan Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
Nadler untuk memfasilitasi adanya kerjasama dan
penyatuan perspektif, pengetahuan, dan
informasi yang berbeda.
1997 Foray Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
perusahaan untuk mengawasi lingkungan
eksternal perusahaan seperti patner, pesaing,
gagasan, dan lain-lain.
1998 Gulati Kapabilitas jaringan internasional merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
sumber daya dari lingkungan melalui
penciptaan jaringan dan hubungan sosial
untuk digunakan dalam aktivitas dalam pasar
internasional.

-- 77 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Tahun Pengarang Temuan Konsep


2000 Kale et al. Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
perusahaan dalam menangkap, membagi,
dan menyebarkan pengetahuan mengenai
manajemen jaringan yang berhubungan
dengan pengalaman sebelumnya.
2003 Ritter dan Kompetensi jaringan adalah tingkat eksekusi
Gemunden dari tugas manajemen jaringan dan tingkat
kualikasi manajemen jaringan.
2003 Marshall et al. Kapabilitas jaringan merupakan keterampilan
sosial seperti kemampuan dalam komunikasi,
keterampilan mengelola konik, empati,
stabilitas emosi, rasa adil, dan kerjasama.
2006 Sullivan Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
Mort dan perusahaan dalam menginisiasi, menjaga, dan
Weerawardena mengkoordinasi kegiatan antar organisasi
dalam sebuah hubungan untuk mendapatkan
akses sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud sesama antar
anggota jaringan.
2006 Walter, Auer, Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
dan Ritter perusahaan dalam membangun dan
memanfaatkan hubungan antar organisasi
untuk dapat mengakses berbagai sumber
daya dari para patner dari jaringan.

2.3.2 Pengalaman Bisnis Internasional


Konsep RBV adalah konsep yang memiliki asumsi
bahwa perusahaan akan menikmati keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan jika mereka memiliki sumber daya yang
berharga, langka, dan sulit untuk ditiru atau diganti (Barney,
1991; Dierickx dan Cool, 1989). Dalam konsep RBV, aset
tidak berwujud dan pengetahuan dipandang sebagai sumber
daya inti perusahaan (Barney, Wright, dan Ketchen, 2001),
namun konsep Knowledge Based View (KBV) memperluas
RBV dengan memberikan penekanan khusus pada peran
pengetahuan dalam meningkatkan daya saing perusahaan
(Kogut dan Zander, 1995, Zander dan Kogut, 1995). Penelitian
tentang perusahaan yang beroperasi secara internasional
telah memanfaatkan RBV atau KBV untuk mengidentikasi

-- 78 --
Elfan Kaukab

dan mengintegrasikan pengalaman dan pengetahuan


internasional perusahaan sebagai sumber daya inti yang tidak
berwujud dari perusahaan tersebut (Peng, 2001).

Sebagian besar studi berbasis RBV dalam penelitian


bisnis internasional fokus pada peran aset tidak berwujud
dalam kegiatan internasionalisasi perusahaan (López
Rodríguez dan García Rodríguez, 2005). Namun, penelitian
bisnis internasional terbaru tentang RBV, telah menekankan
bahwa pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman
internasional perusahaan harus dipandang sebagai sumber
daya tak berwujud yang penting untuk perusahaan yang
beroperasi secara internasional (Fang et al., 2007; Peng, 2001).

Dalam penelitian tentang internasionalisasi


perusahaan, pengalaman internasional umumnya
mengacu pada pengalaman yang diperoleh perusahaan
dari operasi internasional (Clarke, Tamaschke, dan Liesch,
2013). Pengalaman ini memungkinkan perusahaan untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
berguna untuk internasionalisasi perusahaan. Pengalaman
internasional akan meningkatkan kemampuan perusahaan
dalam melihat biaya-biaya yang mungkin timbul saat
melakukan bisnis internasional (Barkema, Bell, dan Pennings,
1996). Perusahaan-perusahaan yang berpengalaman secara
internasional dapat mentransfer pengalaman mereka ke
dalam konteks baru untuk mengatasi masalah dengan lebih
cepat. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat melakukan
internasionalisasi lebih cepat bila dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan tanpa pengalaman internasional
(Mohr dan Batsakis, 2014). Manajer perusahaan dengan
pengalaman internasional lebih cenderung memiliki pola
pikir internasional, dan dengan demikian cenderung melihat
pasar perusahaan mereka secara internasional. Pola pikir
internasional ini juga membuat para manajer cenderung
lebih mencari peluang pertumbuhan di luar negara asal

-- 79 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

perusahaan untuk meningkatkan kecepatan internasionalisasi


perusahaan.

Penelitian berbasis RBV telah menyoroti pengalaman


internasional manajer puncak sebagai sumber pengetahuan
khusus perusahaan yang tidak dapat ditiru dan mempengaruhi
internasionalisasi perusahaan (Barney, Wright, dan Ketchen,
2001). Pengalaman bisnis internasional para manajer di
perusahaan internasionalisasi membantu mengidentikasi
peluang untuk memperoleh pengetahuan dan sumber
daya eksternal (McDougall dan Oviatt, 1996). Pengetahuan
bisnis merupakan kapasitas absorptif perusahaan dalam
mengevaluasi dan memperoleh keterampilan dan
pengetahuan eksternal serta mengubahnya menjadi dasar
yang kuat untuk meningkatkan kinerja organisasi (Cohen dan
Levinthal, 1990; Zahra et al ., 2009; Zahra dan George, 2002).

Sejak diperkenalkan oleh Cohen dan Levinthal


(1990), kapasitas absorptif telah berkembang dengan baik
dalam literatur (Gao et al., 2008; Tsai, 2001; Zahra dan
George, 2002; Zahra dan Hayton, 2008). Absorptive capacity
didenisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk
mengenali nilai informasi eksternal baru, berasimilasi,
dan menerapkannya pada tujuan komersial (Cohen
dan Levinthal, 1990). Kapasitas absorptif merupakan
konsep tentang bagaimana suatu organisasi memperoleh
pengetahuan eksternal dan mengeksploitasinya untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif (Cohen dan Levinthal,
1990). Konsep ini telah banyak digunakan untuk menguji
bagaimana pembelajaran organisasi memainkan peran
sentral dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (Tsai, 2001; Zahra dan Hayton, 2008). Zahra
dan George (2002) memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang kapasitas absorptif dengan memperluas sumber asli.
Kapasitas absorptif adalah serangkaian rutinitas dan proses
organisasi di mana perusahaan memperoleh, mengasimilasi,

-- 80 --
Elfan Kaukab

mentransformasikan, dan mengeksploitasi pengetahuan


untuk menghasilkan kemampuan organisasi yang dinamis
(Zahra dan George, 2002). Berdasarkan denisi konseptual
tersebut, terdapat dua komponen kapasitas absorptif yang
berbeda tetapi saling terkait yaitu potensi kapasitas absorptif
(akuisisi pengetahuan dan asimilasi) dan realisasi kapasitas
absorptif (transformasi pengetahuan dan eksploitasi).

Johanson dan Vahlne (1977) mengemukakan bahwa


untuk mengembangkan proses internasionalisasi, sebuah
perusahaan dapat memperoleh pengetahuan yang diperlukan
tentang pasar dan operasi asing terutama dari pengalaman
dalam beroperasi di luar negeri dan keterlibatan dalam
moda entri. Edith Penrose (1980) mengaitkan pertumbuhan
perusahaan dengan dinamika manusia dan menggambarkan
perusahaan sebagai kumpulan sumber daya sik dan manusia
yang berkontribusi pada operasi produktif perusahaan.
Menurut perspektif ini, perubahan dan pertumbuhan
perusahaan adalah hasil dari peningkatan pengetahuan
yang diperoleh sumber daya manusia perusahaan dari
waktu ke waktu melalui pengalaman. Pengetahuan
menurut Penrose (1980) dapat dihasilkan dari input
eksternal, seperti pengetahuan pasar, teknologi, kebutuhan
dan sikap konsumen, yang dapat mengubah pentingnya
sumber daya manusia ini bagi perusahaan. Pengetahuan
yang diperoleh secara individual dapat ditransformasikan
menjadi pengetahuan tingkat kelompok dan organisasi yang
memengaruhi internasionalisasi (Winter, 1987).

-- 81 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1993 Cavusgil dan Pengalaman bisnis internasional dapat
Zou diukur dengan melihat tingkat pengalaman
bisnis internasional pemilik usaha, lama
keterlibatan perusahaan dalam bisnis
internasional, dan jumlah negara yang
pernah bekerjasama. Pengalaman bisnis
internasional dilakukan dengan melibatkan
perusahaan secara langsung pada transaksi
internasional, operasi pasar asing, interaksi
dengan distributor dan pemasok asing, dan
lain sebagainya.
1997 A. Rebecca Mengidentikasi dua perilaku pemimpin
Reuber dan perusahaan yang memiliki pengalaman
Eileen Fischer bisnis internasional yaitu pengalaman
dalam penggunaan strategi bermitra
dan pengalaman dalam mempengaruhi
perusahaan untuk terlibat dalam bisnis
internasional.
2012 Taekyung Park Pengalaman bisnis internasional merupakan
dan Jaehoon pengalaman manajer dalam keterlibatannya
Rhee internasional yang menggambarkan
pengalaman kerja internasional, pengalaman
dalam melakukan perjalanan ke luar negeri,
dan pengalaman dalam penguasaan bahasa.

2.3.3 Kinerja Internasional


Studi tentang kinerja internasional telah banyak
dilakukan dengan temuan yang sangat beragam yang
disebabkan oleh perbedaan konseptualisasi, operasionalisasi,
dan pengukuran konstruk kenerja internasional (Kenny,
2011). Carneiro, da Rocha, dan da Silva (2006) melakukan
tinjauan literatur tentang bagaimana teori dan praktik
mengkonseptualisasikan dan mengoperasionalkan konstruk
kinerja ekspor. Tinjauan Sousa (2004) dari literatur kinerja
internasional menunjukkan bahwa penelitian tentang
pengukuran kinerja internasional masih tetap terbelakang
karena tidak ada konsensus mengenai denisi konseptual dan
operasionalnya. Penelitian yang dilakukan sebelumnya (Aaby

-- 82 --
Elfan Kaukab

dan Slater, 1989; Madsen, 1987; Zou dan Stan, 1998), terdapat
kemajuan dalam mengembangkan teori dan pengetahuan
tentang ukuran kinerja internasional, dan mengkritik selama
ini literatur pemasaran ekspor hanya memberikan hasil yang
terfragmentasi karena tidak mampu mengembangkan model
kinerja internasional yang diterima secara luas. Dengan
demikian, kekurangan ini membatasi kemajuan teoritis di
bidang kinerja internasional (Diamantopoulos, 1998; Morgan,
Kaleka, dan Katsikeas, 2004; Zou dan Stan, 1998).

Dalam mengembangkan teori tentang kinerja


internasional, perlu dilakukan tinjauan mengenai faktor-faktor
yang relevan dalam memilih tindakan yang tepat. Grifn dan
Page (1993) berpendapat bahwa saat ini, multidimensionalitas
kinerja tidak sedang dalam pembahasan, melainkan kinerja
yang diukur untuk digunakan. Kinerja internasional adalah
fenomena yang sangat kompleks dimana pengukuran
kinerja tergantung dari pilihan yang didasarkan pada faktor-
faktor kontekstual yang spesik pada metode penelitian,
bisnis ekspor, dan target audien (Katsikeas, Leonidou, dan
Morgan, 2000). Misalnya, unit analisis memiliki pengaruh
yang signikan terhadap pemilihan pengukuran. Dalam hal
intensitas ekspor, ukuran kinerja ekspor yang paling banyak
digunakan dalam literatur (Matthyssens dan Pauwels, 1996).

Sebagian besar studi yang Sousa (2004) kaji menilai


kinerja internasional pada tingkat perusahaan karena
keinginan yang lebih besar dari responden untuk
mengungkapkan informasi yang lebih luas (Matthyssens
dan Pauwels, 1996). Pemilihan unit analisis penting untuk
operasionalisasi kinerja internasional yang benar, karena
studi di tingkat perusahaan mencari penentu keberhasilan
yang menggambarkan keseluruhan kegiatan ekspor suatu
perusahaan, tetapi studi di tingkat usaha berfokus pada
faktor penentu kinerja suatu perusahaan dan produk pasar
tertentu (Sousa, 2004). Misalnya, ketika mempelajari usaha

-- 83 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

ekspor individu, analisis kinerja ekspor tingkat perusahaan


tidak tepat karena heterogenitas operasi perusahaan
(Jacobson, 1987). Protabilitas dan perubahan penjualan
yang dicapai oleh pengaturan kolaboratif dapat mengukur
kinerja khususnya dalam model kewirausahaan internasional
berbasis jaringan (Lee dan Beamish, 1995). Dimensi kinerja
mengacu pada persepsi manajer mengenai kriteria hasil yang
spesik (Zeira, Newburry, dan Yeheskel, 1997), yang sering
digunakan oleh studi tentang kinerja perusahaan joint venture
internasional.

Mengukur kinerja internasional dalam UMKM


biasanya berkembang di lingkungan yang bergerak cepat,
dan memanfaatkan peluang yang mungkin tidak akan
terbuka dalam waktu lama (Crick dan Spence, 2005). Dalam
lingkungan seperti itu, strategi oportunistik membawa nilai
lebih dari yang sistematis (Teece, Pisano, dan Shuen, 1997).
Oleh karena itu, semangat kewirausahaan, yang mengarah
pada perebutan peluang memiliki pengaruh positif pada
internasionalisasi (Karagozoglu dan Lindell, 1998). Namun,
masalah tetap ada dalam mengevaluasi kinerja perusahaan
internasionalisasi. Studi sebelumnya biasanya mengambil
perspektif ekspor, mengukur kinerja dengan menggunakan
titik potong subyektif dalam data survei, seperti protabilitas,
pertumbuhan, atau bahkan rasio ekspor terhadap total bisnis
(Crick, Jones, dan Hart, 1994). Persepsi kinerja manajer
berbeda dengan tujuan yang ditetapkan, karena manajer dapat
mengontekstualisasikan perbedaan ini terhadap kondisi yang
dihadapi perusahaan selama periode waktu tertentu (Crick
dan Bradshaw, 1999; Katsikeas, Piercy , dan Ioannidis, 1996).
Faktor-faktor utama yang perlu dipertimbangkan ketika
memilih ukuran kinerja internasional (Kenny dan Fahy, 2011)
yaitu unit analisis, tingkat keterlibatan perusahaan dalam
operasi ekspor, ukuran perusahaan, sektor perusahaan, tahap
pengembangan ekspor dalam kolaborasi/jaringan/efek

-- 84 --
Elfan Kaukab

relasional, efek temporal, metode penelitian, persepsi manajer


tentang kinerja, dan elemen analitik.

Banyak faktor yang memengaruhi kinerja internasional


UMKM. Karena proses ini rumit, belum ada aliran penelitian
yang dapat menjelaskan semua aspeknya (Kenny dan Fahy,
2011). Munculnya teori internasionalisasi yang dapat diterima
umum sulit untuk diharapkan, karena logika dan asumsi
pendekatan yang berbeda-beda. Akibatnya, konvergensi
faktor-faktor kunci terbukti dalam beberapa literatur. Faktor-
faktor kunci bisa internal maupun eksternal perusahaan.
Namun, kecenderungan dalam literatur kinerja internasional
adalah untuk melihat ekspor terutama sebagai kegiatan yang
didorong secara internal, dan relatif sedikit yang menganalisis
pengaruh faktor-faktor eksternal pada kinerja ekspor. Salah
satu faktor eksternal utama adalah peran yang dimainkan
hubungan eksternal dalam proses internasionalisasi dan
hasilnya bagi UMKM seperti jaringan, pengalaman bisnis,
pengetahuan, dan faktor lain yang muncul dalam dinamika
kinerja internasional (Kenny dan Fahy, 2011).

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1978 Bilkey Kinerja internasional diukur dengan
memasukkan komponen pengembangan
keperilakuan dalam aktivitas ekspor.
1987 Madsen Mengidentikasi empat dimensi kinerja
internasional yaitu objektif/subjektif, orientasi
waktu, absolute vs. benchmark, market related vs.
purely economic.
1989 Aaby dan Mengidentikasi kinerja internasional dengan
Slater delapan dimensi dalam tiga kategori yaitu
behavioral/situational, export sales performance, dan
overall perceptions toward export.
1994 Cavusgil dan Mengidentikasi kinerja internasional dengan
Zou empat indikator yaitu strategic goal achievement,
perceived success, sales growth, dan protability

-- 85 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Tahun Pengarang Temuan Konsep


1996 Matthyssens Mengidentikasi kinerja internasional dengan
dan Pauwels lima dimensi yaitu level of analysis, corporate SBU
dan product–market venture, frame of reference,
objective/ subjective goals, time frame, dan data
collection method.
1998 Shoham Mengukur kinerja internasional dengan
mengunakan indikator penjualan, prot, dan
perubahan indikator dalam kinerja.
1998 Zou dan Stan Kinerja internasional merupakan kinerja yang
diukur dengan keuangan, non keuangan, dan
kombinasi keduanya.
1998 Zou et al. Mengukur kinerja internasional dengan
menggabungkan skala keuangan, strategi, dan
kepuasan pelanggan.
2000 Katsikeas Mengidentikasi ukuran kinerja internasional
et al. dengan tiga indicator yaitu economic,
noneconomic, dan generic.
2011 Kenny dan Faktor-faktor kunci dalam mengukur kinerja
Fahy internasional yaitu unit analisis, tingkat
keterlibatan perusahaan dalam operasi ekspor,
ukuran perusahaan, sektor perusahaan, tahap
pengembangan ekspor dalam kolaborasi/
jaringan/efek relasional, efek temporal, metode
penelitian, persepsi manajer tentang kinerja, dan
elemen analitik.

2.3.4 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)


Terdapat perbedaan mengenai kriteria pengusaha
kecil baik menurut perbankan, lembaga terkait, Biro Pusat
Statistik (BPS), maupun menurut Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN). Menurut Bank Indonesia dan Departemen
Perindustrian, suatu perusahaan atau perorangan yang
mempunyai total assets maksimal Rp 600 juta tidak termasuk
rumah dan tanah yang ditempati masuk dalam kategori usaha
kecil. BPS membuat kategori usaha rumah tangga mempunyai
1-5 tenaga kerja, usaha kecil mempunyai 6-19 tenaga kerja,
usaha menengah mempunyai 20-99 tenaga kerja. Sedangkan
KADIN melihat dari total aset yang dimiliki, dimana industri
yang mempunyai total assets maksimal Rp 600 juta termasuk
rumah dan tanah yang ditempati dengan jumlah tenaga

-- 86 --
Elfan Kaukab

kerja dibawah 250 orang masih dikategorikan sebagai usaha


kecil. Departemen Keuangan mengkategorikan usaha kecil
jika badan usaha atau perorangan tersebut mempunyai aset
setinggi-tingginya Rp 300 juta atau yang memiliki omset
penjualannya maksimal Rp 300 juta per tahun.

Sebagai perbandingan dikemukakan pula beberapa


kriteria usaha kecil beberapa negara berkembang seperti India,
Thailand, dan Philipina. Di India, industri yang memiliki
pabrik dan mesin-mesin beserta perlengkapannya dengan x
assets maksimal 2.500.000 rupe atau sekitar Rp 496,4 juta. Di
Thailand, industri yang memiliki x assets maksimal 2.000.000
bath atau sekitar Rp 438,1 juta. Sedangkan di Philipina usaha
rumah tangga industri adalah yang nilai x assets kurang
dari 100.000 peso atau sekitar Rp 16 juta dan usaha kecil
adalah yang nilai x assets-nya antara 100.000 s/d 1.000.000
peso atau sekitar Rp 160,8 juta. Usaha berskala mikro, kecil,
dan menengah dalam arti yang sempit seringkali dipahami
sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki jumlah tenaga
kerja dan atau aset yang relatif kecil. Bila hanya komponen ini
dijadikan sebagai patokan dalam menentukan besar kecilnya
skala usaha maka banyak bias yang terjadi, sebagai contoh
sebuah perusahaan yang mempekerjakan 50 orang karyawan
di Amerika Serikat di kategorikan sebagai perusahaan
kecil (relatif terhadap ukuran ekonomi Amerika Serikat).
Sementara itu untuk ukuran yang sama, sebuah perusahaan di
Bolivia tidak lagi masuk dalam kategori usaha kecil. Dengan
demikian, diperlukan komponen atau karakteristik lain dalam
melakukan penilaian ukuran usaha, misalnya dengan melihat
tingkat informalitas usaha dengan berdasarkan kepada
dokumen-dokumen usaha yang dimiliki, tingkat kerumitan
teknologi yang digunakan, padat karya, dan lain sebagainya.
Di bawah ini akan disajikan beberapa negara yang membuat
kriteria untuk mengelompokkan UMKM.

-- 87 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Negara Kategori Denisi


Perancis SME 10 - 499 karyawan
Jerman SME <500 karyawan
Itali Small Entreprise <200 karyawan
Irldania SME < 500 karyawan
Belanda Small Entreprise <10 karyawan
Medium Entreprise 10 – 100 karyawan
Swedia SME <200 karyawan
Amerika Micro <20 karyawan
Small 20 – 99 karyawan
Medium 100 – 499 karyawan
Jepang Manufaktur, Tambang, <300 karyawan atau kapitalisasi
dan Transportasi <30 juta yen
Perdagangan dan Jasa <50 karyawan atau kapitalisasi <10
juta yen
Hongkong Manufaktur <100 karyawan
Non Manufaktur <50 karyawan

Perbedaan beberapa kriteria tersebut dapat dimengerti


karena alasan kepentingan pembinaan yang spesik dari
masing-masing sektor/kegiatan yang bersangkutan. Namun
disadari pula bahwa dalam beberapa hal perbedaan tersebut
dapat menimbulkan kesulitan bagi suatu lembaga peneliti
terutama dalam pengambilan sampel penelitian, sehingga
hasilnya dapat menimbulkan persepsi berbeda. Sehubungan
dengan kesulitan dalam menentukan dasar pengkategorian
UMKM, maka ditetapkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam UU tersebut
dijelaskan mengenai kategorisasi UMKM yaitu kategori mikro
jika kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha dan penjualan tahunan
paling banyak Rp 300 juta. Kategori usaha kecil jika kekayaan
bersih berkisar antara Rp 50 juta – Rp 500 juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha dan penjualan tahunan

-- 88 --
Elfan Kaukab

antara Rp 300 juta – Rp 2,5 milyar. Sedangkan kategori usaha


menengah jika kekayaan bersih berkisar antara Rp 500 juta
– Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha dan penjualan tahunan antara Rp 2,5 milyar – Rp 50
milyar.

2.4 Pengembangan Hipotesis dan Model Empirik

2.4.1 Pengaruh Kapabilitas Jaringan terhadap


Kinerja Internasional
Dalam literatur tentang jaringan, terdapat beberapa
bukti empiris bahwa ikatan antar organisasi meningkatkan
kinerja pada seluruh anggota perusahaan (Van de Ven dan
Walker, 1984). Seperti beberapa peneliti berpendapat bahwa
hubungan jaringan sangat efektif untuk menggali dan
mentransfer pengetahuan yang mengarah pada keunggulan
kompetitif. Jaringan antar organisasi dianggap meningkatkan
kelangsungan hidup dan kemampuan organisasi dengan
menyediakan peluang untuk pembelajaran bersama, transfer
pengetahuan teknis, legitimasi, dan pertukaran sumber daya
(Powell, 1990; Nohria dan Garcia-Pont, 1991; Nohria dan
Eccles, 1992).

Teori jaringan menunjukkan bahwa kemampuan


pemilik untuk mendapatkan akses pada sumber daya yang
tidak berada di bawah kendali mereka dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha bisnis (Zhao dan Aram, 1995). Florin et al.
(2003) mengemukakan bahwa jaringan dapat memberikan
nilai kepada anggota dengan memungkinkan mereka
mengakses sumber daya sosial yang tertanam dalam suatu
jaringan, artinya jaringan dapat menyediakan sarana yang
memungkinkan pemilik UMKM dapat memanfaatkan
sumber daya yang diperlukan (Jarillo, 1989). Julien (1993)
mengamati bahwa bentuk kerja sama ini dapat memfasilitasi
pencapaian skala ekonomi di perusahaan-perusahaan kecil.

-- 89 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Menggunakan jaringan dapat berpotensi menurunkan


risiko kegagalan perusahaan dan meningkatkan peluang
kesuksesan (Watson, 2007). Dalam kegagalan bisnis sangat
ditentukan oleh faktor-faktor seperti keuangan, sumber daya
manusia, dan biaya sehingga banyak peneliti yang tertarik
untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan
kinerja perusahaan ((Duchesneau dan Gartner, 1990; Cooper,
1993; Cooper et al., 1994; Robson dan Bennett, 2000; Shepherd
et al., 2000; Larsson et al., 2003).

Untuk mendukung proposisi sebelumnya, sejumlah


studi telah mendokumentasikan hubungan positif antara
jaringan dan berbagai aspek kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, Duchesneau dan Gartner (1990) menemukan bahwa
perusahaan yang sukses lebih cenderung menggunakan
nasihat profesional. Potts (1977) mencatat bahwa perusahaan
yang sukses lebih mengandalkan informasi dan saran
akuntan daripada perusahaan yang tidak berhasil. Donckels
dan Lambrecht (1995) menemukan bahwa pengembangan
jaringan, khususnya di tingkat nasional dan internasional,
secara positif terkait dengan pertumbuhan perusahaan.
Lerner et al. (1997) menemukan bahwa aliasi jaringan
secara signikan terkait dengan protabilitas, dan bahwa
penggunaan penasihat luar berpengaruh pada pendapatan.
Larsson et al. (2003) menemukan bahwa kurangnya kontak
dengan penasihat ahli dari luar merupakan hambatan bagi
perluasan usaha kecil. Hustedde dan Pulver (1992) menemukan
bahwa pengusaha yang gagal mencari bantuan dari luar akan
kurang berhasil dalam memperoleh modal ekuitas. Carter et
al. (2003) menyatakan bahwa semakin bervariasi kelompok
penasihat bisnis yang berkonsultasi dengan pemilik bisnis,
terutama penasihat profesional, semakin besar kemungkinan
dia untuk berhasil dalam mengamankan pembiayaan ekuitas.

Gulati et al. (2000) memperkenalkan gagasan jaringan


strategis yang melihat dampak jaringan sosial pada strategi.

-- 90 --
Elfan Kaukab

Hung (2002) berpendapat bahwa strategi untuk mencapai


diferensiasi dapat didasarkan pada berbagai macam jaringan
sosial hubungan eksternal (termasuk hubungan politik,
keluarga, persahabatan, dan alumni, serta aliansi antar dewan,
serikat buruh, bank, dan organisasi lainnya). Implikasi bagi
para manajer adalah bahwa perusahaan perlu memperluas
jaringan hubungan eksternal mereka untuk mengamankan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan mereka. Terdapat
beberapa literatur yang menyoroti pengaruh potensial
dari hubungan jaringan pada kelangsungan hidup atau
pertumbuhan perusahaan (Tseng dan Kuo, 2006). Watson
(2007) misalnya, menemukan hubungan positif antara jaringan
(terutama dengan jaringan formal seperti akuntan eksternal)
dan kelangsungan hidup perusahaan dan pada tingkat lebih
rendah, pertumbuhan, tetapi bukan protabilitas. Temuannya
lebih lanjut menunjukkan bahwa intensitas jaringan dikaitkan
dengan kelangsungan hidup dan jangkauan jaringan
dikaitkan dengan pertumbuhan.

Meskipun banyak yang diketahui tentang peran jaringan


sebagai respon terhadap ketidakpastian yang dirasakan dan
dampaknya terhadap kinerja perusahaan pada umumnya
dan kinerja UMKM pada khususnya, hubungan antara
jaringan dan kinerja ekspor masih banyak diteliti (Babakus et
al. 2006). Diharapkan bahwa dalam lingkungan UMKM yang
bergejolak saat ini, yang mampu mengembangkan hubungan
jaringan domestik dan asing untuk mengatasi ketidakpastian
lingkungan (Kenny, 2009). Dalam studinya, Piercy et al. (1998)
menyoroti bahwa daya saing ekspor dapat berasal dari akses
ke sumber daya yang diperlukan dan dari keterampilan
manajerial dalam mengelola sumber daya tersebut. Jaringan
dapat bertindak sebagai saluran untuk mendapatkan sumber
daya dan jika dikelola secara efektif, sumber daya ini
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja di pasar
internasional. Dalam sebuah studi tentang UMKM Nordik,

-- 91 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Babakus et al. (2006) menemukan hubungan positif antara


kegiatan jaringan asing dan kinerja ekspor.

Beberapa tahun terahir, relasi dan jaringan telah


menjadi subjek analisis dalam literatur internasionalisasi,
dengan perhatian khusus pada UMKM, mengingat relevansi
mengatasi kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk
bersaing di lingkungan internasional (Moen dan Servais,
2002; Mort dan Weerawardena, 2006; Ripollés et al., 2012;
Weerawardena et al., 2007). Dalam konteks ini, Walter,
Auer, dan Ritter (2006) menganggap kapabilitas jaringan
sebagai kemampuan perusahaan untuk mengembangkan
dan memanfaatkan hubungan antar organisasi untuk
mendapatkan akses ke berbagai sumber daya yang dimiliki
oleh pelaku usaha lain. Dalam hal yang sama, Gulati (1998)
mendenisikan kapabilitas jaringan internasional sebagai
kemampuan perusahaan untuk memperoleh sumber daya
dari lingkungan melalui penciptaan aliansi dan ikatan
sosial untuk digunakan dalam kegiatan mereka di pasar
internasional. Dengan demikian, kapabilitas jaringan telah
dipahami sebagai kemampuan yang dinamis, karena
memungkinkan perusahaan untuk mengidentikasi peluang
dan merespons dengan cepat terhadap mereka (Knight dan
Liesch, 2016; Weerawardena et al., 2007).

Beberapa penulis telah menunjukkan bahwa kapabilitas


jaringan diintegrasikan oleh berbagai dimensi yang mewakili
kemampuan yang berbeda dalam pengelolaan hubungan
dengan organisasi dan mitra lain (Acosta, Crespo, dan
Agudo, 2018). Dalam bidang internasionalisasi, Ritter dan
Gemünden (2003) dan Walter et al. (2006) mengusulkan empat
fase atau dimensi dari kapabilitas jaringan, yaitu koordinasi,
keterampilan relasional, pengetahuan mitra, dan komunikasi
internal. Walter et al. (2006) mendenisikan koordinasi sebagai
struktur penggunaan umum (permanen atau sementara)
untuk menyatukan kelompok-kelompok yang bekerja pada

-- 92 --
Elfan Kaukab

hasil bersama. Keterampilan relasional mencakup aspek-


aspek tertentu seperti kemampuan untuk berkomunikasi,
ekstroversi, kapasitas untuk menangani konik, empati,
stabilitas emosi, reeksi diri, rasa keadilan, dan kooperatitas
(Marshall, Goebel, dan Moncrief, 2003). Pengetahuan mitra
mencerminkan terorganisir dan terstruktur informasi tentang
pemasok, pelanggan, dan pesaing (Walter et al., 2006), serta
memungkinkan pengurangan biaya transaksi dan manajemen
proaktif jika terjadi konik. Terakhir, komunikasi internal
mencakup asimilasi dan penyebaran informasi tentang mitra
ke semua departemen yang terlibat (Cohen dan Levinthal,
1990).

Keterkaitan antara kapabilitas jaringan dan kinerja


internasional telah dibangun dari beragam pendekatan
teoritis, dimana kemampuan perusahaan untuk membangun
dan mengelola hubungan dengan mitra memungkinkan
mereka untuk memperoleh keunggulan kompetitif yang
sangat penting di pasar internasional, terutama bagi UMKM
yang memiliki keterbatasan sumber daya (Acosta, Crespo,
dan Agudo, 2018). Dengan demikian, dalam teori jaringan
korporat, internasionalisasi dipandang sebagai proses
kewirausahaan yang terkandung dalam jaringan kelembagaan
dan sosial yang mendukung perusahaan dalam hal akses ke
informasi, modal manusia, keuangan, dan aspek-aspek lain
(Bell et al., 2003). Demikian pula, beberapa peneliti telah
mengamati bahwa jaringan berkontribusi pada keberhasilan
UMKM untuk melakukan ekspor dengan membantu
mengidentikasi peluang pasar baru dan berkontribusi
untuk membangun pengetahuan (Chetty dan Holm, 2000;
Coviello dan Munro, 1995). Dari perspektif teori kapabilitas
dinamis, Weerawardena et al. (2007) mengemukakan bahwa
kapabilitas jaringan adalah faktor penentu untuk percepatan
internasionalisasi UMKM. Berdasarkan kerangka teori
kewirausahaan, Walter et al. (2006) mengkonrmasi efek
positif dari kapabilitas jaringan pada kinerja internasional.
-- 93 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.2 Pengaruh Pengalaman Bisnis Internasional


terhadap Kinerja Internasional
Dalam literatur tentang kewirausahaan internasional,
pengalaman bisnis internasional para manajer sering
dibahas karena sebagai penentu utama bagi perusahaan-
perusahaan yang memulai internasionalisasi (McDougall et
al., 2003). Perusahaan yang mulai fokus untuk melakukan
internasionalisasi akan sangat membutuhkan pengalaman
bisnis internasional manajer agar bisa lebih agresif dalam
memasuki pasar global (Rennie, 1993). Sumber daya tidak
berwujud memainkan peran sentral dalam mengidentikasi
peluang baru (Bloodgood et al., 1996; McDougall et al., 1994;
Oviatt dan McDougall, 1994) dan mengurangi ketidakpastian
(risiko) di pasar luar negeri (Acedo dan Jones, 2007; Fischer dan
Reuber, 2003), yang semuanya terjadi pada saat perusahaan
mulai melakukan internasionalisasi. Kondisi ini menjadi
pemantik bahwa pengalaman bisnis internasional para
manajer adalah prasyarat penting untuk internasionalisasi
yang cepat (Madsen dan Servais, 1997; McDougall et al., 1994).

Oleh karena itu, terlepas dari sumber daya yang


terbatas dan pengalaman internasional, perusahaan kecil
yang didorong oleh pengalaman bisnis internasional para
manajer dapat mulai terlibat dalam kegiatan internasional
dengan cepat (McDougall et al., 1994; McDougall et al., 2003;
Preece et al., 1999; Zucchella et al., 2007). Literatur yang relevan
menunjukkan bahwa kendala utama pada internasionalisasi
perusahaan kecil adalah kurangnya pengetahuan yang
relevan dengan keterlibatan internasional (Loane dan Bell,

-- 94 --
Elfan Kaukab

2006). Ini mengarah pada asumsi bahwa pengetahuan adalah


sumber daya vital untuk kegiatan internasional perusahaan
kecil (Chetty dan Wilson, 2003), dan bahwa kemampuan
serta keberhasilan internasional bergantung pada sejauh
mana perusahaan mengambil keuntungan dari pengetahuan
internasionalnya.

Sangat mungkin bahwa akuisisi dan manajemen


pengetahuan merupakan prasyarat penting untuk
keberhasilan ekspansi internasional dari perusahaan,
terlepas dari minimnya sumber daya (Knight dan Cavusgil,
2005). Sebagai konsekuensinya, perlu adanya perhatian
mengenai pentingnya pengetahuan internasional untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif (Park, 2012), seperti
yang dilakukan oleh perusahaan born global yang dibangun
dengan mengakuisisi sumber daya berbasis pengetahuan dan
pembelajaran di pasar asing (Autio et al., 2000; Knight dan
Cavusgil, 2005; Zahra et al., 2000). Sumber daya kemampuan
tidak berwujud dapat mencakup inovasi teknologi, akuisisi
pengetahuan internasional, dan kepuasan pelanggan
internasional dalam lingkungan internasional.

Komunikasi yang efektif dengan pelanggan dapat


meningkatkan kompetensi perusahaan kecil mengenai
pengetahuan yang relevan dengan pelanggan (Yli-Renko et
al., 2001). Selain itu, dengan adanya produk yang unik dan
kemampuan teknologi yang dimiliki oleh suatu perusahaan
memungkinkan perusahaan menjadi lebih kompetitif
di pasar luar negeri dan mampu merespon dengan baik
permintaan global (Oviatt dan McDougall, 1995), kompetensi
perusahaan untuk kinerja internasional juga dijamin melalui
pengembangan dan inovasi teknologi khusus. Identikasi
peluang dan akuisisi sumber daya di pasar internasional dapat
meningkatkan kemampuan perusahaan dalam kinerjanya,
dan identikasi seperti ini sangat tergantung pada latar
belakang manajer dalam bisnis internasional (Bloodgood et

-- 95 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

al., 1996; McDougall et al., 2003). Sumber daya tidak berwujud


yang vital juga membantu awal internasionalisasi UMKM
dalam mengembangkan kemampuan dan rutinitas untuk
terlibat dalam kegiatan bisnis internasional (Loane dan Bell,
2006), dan membantu dalam perolehan sumber daya manusia
dan non-manusia yang diperlukan untuk berhasil di pasar
luar negeri (Acedo dan Jones, 2007).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.3 Pengaruh Kapabilitas Jaringan terhadap


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
perusahaan dalam memperkuat hubungan yang ada dan
mengeksplorasi ikatan baru dengan entitas eksternal
untuk mencapai kongurasi sumber daya dan keunggulan
kompetitif strategis ketika pasar mulai muncul, berbenturan,
terbelah, berevolusi, dan mati (Dhanaraj dan Parkhe, 2006;
Burt, 2004; Gulati, 1998). Ikatan yang kuat mengacu pada
tingkat kepercayaan, timbal balik, dan kedekatan interaksi
yang menjadi ciri portofolio ikatan di antara para peserta
dalam jejaring (Rindeisch dan Moorman, 2001). Membangun
kemampuan jaringan membutuhkan serangkaian kegiatan
seperti inovasi produk, hubungan pemasaran, manajemen,
dan jejaring sosial yang menekankan pada manajemen
jaringan seperti mencari dan menemukan mitra jaringan,
mengelola hubungan jaringan, dan meningkatkan hubungan
jaringan (Capolda, 2007; Gulati, 1998). Ketiga aspek ini
secara kritis mempengaruhi keberhasilan jaringan dan
kinerja inovasi. Dengan demikian, cara mengelola hubungan
jaringan dengan tepat menentukan apakah perusahaan dapat
-- 96 --
Elfan Kaukab

memperoleh manfaat yang memadai dari jaringan (Mu, 2012).


Capaldo (2007) menyatakan bahwa meningkatkan hubungan
jaringan mengarah pada inovasi yang unggul. Meningkatkan
hubungan jaringan juga dimaknai sebagai perubahan jaringan
yang telah dibangun menjadi jaringan yang berfungsi dalam
menciptakan produk bernilai tambah (Dhanaraj dan Parkhe,
2006; Capolda, 2007; Burt, 2004).

Berapa penelitian menunjukkan bahwa kapabilitas


jaringan dapat membantu mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan adaptasi strategis usaha baru
yang sebagian besar disebabkan oleh pemanfaatan informasi
yang disediakan oleh jaringan dalam menguji keputusan
bisnis (Kraatz, 1998). Dalam konteks bisnis internasional,
kapabilitas jaringan dari usaha baru akan meningkatkan
hubungan antara kemampuan beradaptasi dari usaha baru
dengan pertumbuhan internasional. Dengan adanya jaringan
akan memberikan informasi lebih lanjut untuk membuat
keputusan dalam memasuki pasar asing yang sehat dan
juga menyesuaikan dengan beberapa hal yang belum
terpenuhi (Ferenhaber dan McDougall, 2005). Sharma dan
Blomstermo (2003) mengamati bahwa usaha baru cenderung
tidak melakukan penelitian pasar secara formal mengenai
lingkungan internasional, tetapi sebaliknya mengandalkan
jaringan mereka untuk mengumpulkan informasi. Misalnya,
melalui komunikasi dan jaringan dengan calon pelanggan
di luar negeri, perusahaan dapat memperoleh pemahaman
yang lebih baik tentang preferensi dan permintaan produk
khusus negara tersebut. Informasi ini diperoleh dari jaringan
yang berkembang menjadi proses umpan balik berkelanjutan
di mana usaha baru dapat memperbaiki strateginya dengan
tepat (Ferenhaber dan McDougall, 2005).

Jaringan juga dimanfaatkan UMKM dalam upaya untuk


tampil baik di pasar luar negeri (Oviatt dan McDougall, 1994;
Sharma dan Blomstermo, 2003). Jaringan dapat membantu

-- 97 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

perusahaan memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan


rutinitas yang membantu mereka mengatasi keterbatasan
sumber daya mereka (Knight dan Cavusgil, 2005; Loane
dan Bell, 2006). Semakin banyak jaringan bisnis di berbagai
bidang yang memberi akses ke pengetahuan, sumber daya,
dan rutinitas yang bermanfaat dalam kaitannya dengan
masalah utama seperti pengembangan teknologi mutakhir
dan kebutuhan pelanggan, akan meningkatkan kompetensi
perusahaan tersebut dalam mencapai kinerja pasar luar negeri
yang unggul (Belso-Martinez, 2006; Chetty dan Campbell-
Hunt, 2003). Sebagai contoh, saat internasionalisasi UMKM
baru akan dimulai, jaringan akan secara langsung terlibat
dalam kegiatan R & D atau pengembangan teknologi (Autio et
al., 2000). Lebih banyak mitra jaringan juga diperlukan untuk
merespons secara efektif terhadap tantangan pengembangan
kompetensi untuk meningkatkan kinerja asing karena volume,
penyebaran, dan kompleksitas kegiatan bisnis internasional
meningkat (Belso-Martinez, 2006; Chetty dan Campbell-
Hunt, 2003). Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa ketika
keterlibatan internasional UMKM meningkat, sejumlah
jaringan akan memberikan pengaruh positif pada kompetensi
pengetahuan UMKM tersebut (Park dan Rhee, 2012).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.4 Pengaruh Pengalaman Bisnis Internasional


terhadap Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor
Perusahaan yang beroperasi di pasar asing dapat
mengakumulasi berbagai pengetahuan dengan kapabilitas

-- 98 --
Elfan Kaukab

absorptif yang dimiliki untuk mengenali peluang baru


yang akan dieksploitasi (Cohen dan Levinthal, 1990; Miller
dan Chen, 1996). Perusahaan harus mengetahui bagaimana
mengintegrasikan pengetahuannya dengan mengenali apa
yang telah dipelajari di pasar yang beragam dan bagaimana
dapat menggunakan pengetahuan ini dalam bisnis yang
sedang dijalankan (Zahra, Irldania, dan Hitt, 2000).
Keterlibatan perusahaan di berbagai pasar memberinya akses
ke dalam hubungan yang dapat meningkatkan pembelajaran
dan inovasi. Gagasan dan praktik baru ini mendorong inovasi
yang berimbas pada meningkatnya kemampuan perusahaan
(Abrahamson dan Fombrun, 1994; Miller dan Chen, 1994,
1996). Namun, ketika perusahaan terlibat dalam pasar yang
lebih beragam, perusahaan perlu meningkatkan investasi
untuk memperoleh kemampuan dalam melakukan bisnis
dan perlu memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan
pengetahuan pasar yang beragam karena hal ini dapat
menghambat kecepatan pembelajaran perusahaan (Zahra
et al., 2000). Semakin dalam pengetahuan yang diperoleh
perusahaan tentang mitra bisnis dan dan kondisi negara
tertentu, akan semakin tinggi komitmen perusahaan
dengan negara tersebut (Eriksson, 2003). Ketika hubungan
perusahaan dengan pelanggan semakin dalam, akan muncul
saling ketergantungan dalam hubungan yang ditindaklanjuti
dengan saling beradaptasi, misalnya beradaptasi terkait
produk dan sistem produksi (Halle´n, Johanson, dan Seyed-
Mohamed, 1991). Fokus komitmen yang dibangun oleh
kedua belah pihak terwujud dengan adanya hubungan
jaringan (Danerson et al., 1994; Blankenburg Holm, Eriksson,
dan Johanson, 1999). Semakin banyak mitra berinteraksi,
semakin banyak informasi yang mereka bawa dari hubungan
masing-masing sehingga tercipta hubungan yang lebih fokus
(Eriksson, 2003).

-- 99 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Kemampuan yang dikembangkan oleh suatu perusahaan


dalam hubungan antar organisasi akan memengaruhi jenis
pasar luar negeri yang dilibatkannya (Cohen dan Levinthal,
1990). Jika perusahaan memiliki pengalaman sebelumnya
dalam suatu negara, maka perusahaan tersebut memiliki
pengetahuan terkait pengalaman sebelumnya untuk
melakukan ekspansi di negara tersebut dari pada memasuki
negara-negara baru yang tidak dikenal (Eriksson, 2003).
Kedalaman dan keragaman pengalaman yang diperoleh
suatu perusahaan pada setiap pasar asing akan menentukan
tingkat keberhasilannya dalam menjalankan keberlangsungan
perusahaan. Pengalaman sebelumnya menentukan rutinitas
yang mendasar bagi tindakan perusahaan di masa depan,
dan rutinitas ini harus relevan dengan yang dibutuhkan pada
pasar yang dituju (Madhok, 1997). Penelitian Barkema et al.
(1996) menunjukkan bahwa ketika memulai mengoperasikan
perusahaan baru, perusahaan dengan pengalaman di negara
sebelumnya akan mendapatkan pelanggan di negara yang
sama. Kedalaman pengalaman yang diperoleh perusahaan di
suatu negara tertentu memiliki pengaruh keberhasilan yang
lebih besar pada negara tersebut dari pada pengalaman yang
diperolehnya digunakan untuk beroperasi di beberapa negara
baru (Barkema et al., 1996). Barkema et al. (1996) berpendapat
bahwa pengalaman bisnis sebelumnya di negara yang sama
dalam budaya akan menambah tingkat keberhasilan kinerja
(Johanson dan Vahlne, 1977; Penrose, 1959).

Perusahaan yang telah mengumpulkan lebih banyak


pengalaman dalam bisnis internasional memiliki apresiasi
yang lebih besar terhadap perbedaan pasar, dan lebih mampu
merespons keunikan masing-masing pasar dengan strategi
pemasaran yang paling efektif (Cateora, 1990; Terpstra, 1987).
Memenuhi kebutuhan dan persyaratan unik pelanggan
dapat dicapai dengan melalui adaptasi produk (Douglas dan
Craig, 1989; Hill dan Still, 1984). Adaptasi produk biasanya

-- 100 --
Elfan Kaukab

membutuhkan biaya pengembangan sesuai dengan variasi


produk yang diproduksi (Buzzell, 1968; Douglas dan Wind,
1987; Onkvisit dan Shaw, 1987).

Literatur menunjukkan bahwa keputusan untuk


beradaptasi dengan konsumen internasional sering kali
merupakan hasil dari pertimbangan yang cukup seorang
manajer. Manajer yang dapat memanfaatkan pengalaman
bisnis internasional masa lalu dan mereka yang memiliki
wawasan pemasaran dan teknis tentang perubahan produk
yang sesuai dapat diharapkan untuk membuat modikasi
produk yang lebih baik (Clantone et al., 2004). Sebaliknya,
kurangnya pengalaman internasional dan pengalaman
mendesain ulang produk bisa menjadi hambatan besar
dalam keputusan beradaptasi. Beberapa studi yang relevan
menunjukkan hubungan antara pengalaman dan adaptasi.
Cavusgil (1984) menemukan bahwa seiring kemajuan
perusahaan dari tahap eksperimental internasionalisasi ke
tahap yang lebih maju, mereka cenderung terlibat dalam
penyesuaian yang lebih besar. O'Cass dan Julian (2003)
menemukan korelasi positif antara pengalaman manajerial
dan tingkat adaptasi. Penelitian lain menyimpulkan bahwa
perusahaan lebih cenderung untuk membakukan produk
mereka ketika manajer mereka tidak memiliki pengalaman
internasional (Cavusgil et al., 1993). Cavusgil dan Zou (1994)
membangun hubungan yang kuat antara tingkat kompetensi
internasional perusahaan dan tingkat adaptasi produk. Ini
menunjukkan bahwa sumber daya, seperti pengetahuan
dan pengalaman, membantu dalam memperluas jumlah
penawaran produk organisasi.

Adaptasi produk didenisikan sebagai sejauh mana


produk sik berbeda di seluruh batas negara (Jain, 1989).
Dalam sebagian besar usaha ekspor, produk adalah unsur
program pemasaran yang mengalami modikasi terbesar.
Intensitas keseluruhan dari modikasi ini merupakan tingkat

-- 101 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

adaptasi produk yang cenderung bersifat evolusi (Douglas


dan Craig, 1989). Adaptasi produk pada saat masuk ke
pasar asing umumnya mencerminkan respons perusahaan
terhadap peraturan hukum dan teknis yang melekat pada
negara tersebut. Sebaliknya, adaptasi produk setelah masuk
cenderung bersifat diskresi, yang mencerminkan pemahaman
manajemen tentang keunikan pasar ekspor. Secara konseptual,
standardisasi/adaptasi dari setiap aspek program pemasaran
dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan, produk/
industri, dan pasar ekspor. Namun, dengan berfokus pada
aspek spesik dari adaptasi produk, dimungkinkan untuk
mendeteksi perbedaan tingkat korelasi berbagai aspek
adaptasi produk (Cavusgil, 1993). Perusahaan yang tidak
berpengalaman harus mencari kecocokan terdekat antara
penawaran saat ini dan kondisi pasar luar negeri sehingga
diperlukan adaptasi produk (Douglas dan Craig, 1989).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.5 Pengaruh Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor terhadap Kinerja Internasional UMKM
Adaptasi produk merupakan kegiatan perusahaan
yang konsisten dan terencana untuk memenuhi preferensi
dan nilai konsumen lokal (Cavusgil dan Zou, 1994). Strategi
ini terutama ditentukan oleh karakteristik lingkungan bisnis
perusahaan dan eksternal (Cavusgil et al., 1993; Johnson
dan Arunthanes, 1995; Leonidou et al., 2002; Menguc, 1997).
Beberapa peneliti menyatakan bahwa strategi adaptasi
produk internasional suatu perusahaan mengarah pada
pertumbuhan penjualan tetapi tidak pada pangsa pasar

-- 102 --
Elfan Kaukab

atau keuntungan (Johnson dan Arunthanes, 1995; Leonidou


et al., 2002). Namun demikian, sebagian besar perusahaan
multinasional percaya bahwa strategi yang digunakan tidak
hanya berimbas pada pertumbuhan penjualan tetapi juga
pengembalian investasi dan protabilitas (Zou dan Cavusgil,
2002). Strategi adaptasi produk perusahaan sebagai strategi
pemasaran yang mempengaruhi kinerja ekspor secara positif
(Cavusgil dan Zou, 1994; Johnson dan Arunthanes, 1995;
Leonidou et al., 2002; Zou dan Cavusgil, 2002). Teori RBV dan
Industrial Organization (IO) mendukung pandangan ini dengan
mengklaim bahwa strategi perusahaan yang didorong oleh
karakteristik internal dan eksternal perusahaan membantu
kinerja lebih baik di pasar (Bain, 1951; Barney, 1991).

Penelitian mengenai kinerja ekspor (internasional)


yang berasal dari adaptasi produk masih tergolong sedikit
(Leonidou, Katsikeas, dan Samiee, 2002). Selain itu, terdapat
ketidakkonsistenan dalam bukti empiris mengenai hubungan
adaptasi produk dengan kinerja ekspor. Beberapa hasil
penelitian menyatakan hubungan positif (Cavusgil dan
Kirpalani, 1993), yang lain tidak menemukan hubungan
(Kotabe, 1990; Shoham, 1999), dan yang lain mengungkap
hubungan negatif (Zou, Danrus, dan Norvell, 1997). Penelitian
Lages, Jap, dan Grifth (2008) memprediksi bahwa adaptasi
produk berhubungan positif dengan dimensi kinerja ekspor
tetapi tidak menemukan hubungan antara adaptasi produk
dengan kepuasan kinerja dan hubungan terbalik antara
adaptasi produk dengan pencapaian kinerja.

Menurut Barney (1991), sumber daya perusahaan baik


berwujud atau tidak berwujud merupakan atribut perusahaan.
Merujuk pada pandangan ini, Calanton dan Knight (2006)
berpendapat bahwa tingkat ketergantungan perusahaan pada
kegiatan ekspor akan mempengaruhi strategi adaptasi produk
secara positif. Artinya, sejauh perusahaan bergantung pada
kegiatan ekspor untuk keberhasilannya, perusahaan akan

-- 103 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

cenderung agresif dalam menyesuaikan produknya dengan


perbedaan yang diidentikasi di pasar luar negeri. Dalam
konteks adaptasi produk, Cavusgil et al. (1993) menemukan
bahwa tujuan penjualan ekspor mempengaruhi adaptasi
produk berorientasi jangka panjang. Leonidou et al. (2002)
juga membahas kemungkinan peran fasilitasi ketergantungan
ekspor untuk kinerja ekspor. Beberapa penelitian memperluas
temuan bahwa ketergantungan ekspor yang cenderung
berorientasi jangka panjang akan meningkatkan strategi
adaptasi produk perusahaan yang merupakan strategi ekspor
jangka panjang (Leonidou et al., 2002; Rose dan Shoham,
2002). Senada dengan hasil penelitian yang dilakukan
Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009) menyatakan bahwa
adaptasi produk adalah variabel penting yang berpengaruh
terhadap kinerja meskipun tidak terkait secara langsung,
namun dengan merangkai faktor-faktor secara menyeluruh
yang mencakup pengaruh makro, mikro, dan internal akan
membentuk kesesuaian antara tingkat adaptasi dan konteks
produk yang berdampak positif pada kinerja ekspor.

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.6 Pengaruh Mediasi Pengembangan Kesesuaian


Produk Ekspor pada Hubungan Kausal
antara Kapabilitas Jaringan dengan Kinerja
Internasional
Dalam membangun sebuah produk yang kompetitif,
perusahaan skala kecil harus mampu menciptakan
pengetahuan tentang konsumen (Gassmann dan Koupp, 2007;
Zhou, 2007). Sejalan dengan pandangan berbasis pengetahuan,

-- 104 --
Elfan Kaukab

pengetahuan merupakan sumber utama keunggulan


kompetitif berkelanjutan perusahaan (DeCarolis dan Deeds,
1999; Grant, 1996). Kurangnya pengetahuan tentang pasar
asing merupakan hambatan utama untuk internasionalisasi
UMKM (Loane dan Bell, 2006). UMKM mungkin tidak
dapat memastikan pengetahuan yang diperlukan untuk
internasionalisasi jika hanya mengandalkan sumber daya
internal. Namun, UMKM dapat memanfaatkan jaringan
interorganisasional mereka dan belajar dari pengalaman
bisnis internasional mitra jaringan mereka, sehingga mampu
mengatasi kendala pengetahuan dan sumber daya lainnya
(Chetty dan Blankenburg Holm 2000; Loane dan Bell, 2006;
Sharma dan Blomstermo, 2003). Hubungan jaringan antara
perusahaan dan mitranya memungkinkan peluang untuk
memperoleh informasi yang berharga dan dapat diketahui
dengan baik akan mengarah pada pengembangan produk baru
dan mengejar peluang pasar baru (Acquaah, 2007; Dayan et al.,
2013; Gronum et al., 2012). Kapabilitas jaringan yang dimiliki
UMKM akan memperkuat penciptaan pengetahuan, yang
pada gilirannya berdampak pada kemampuan perusahaan
dalam membangun produk baru (Zacca, Dayan, dan Ahrens,
2015). Lebih lanjut, jika UMKM memiliki pengetahuan yang
banyak akibatnya semakin tinggi potensi dalam penciptaan
produk yang akan berdampak pada kinerja.

Nahapiet dan Ghoshal (1998) mengemukakan bahwa


dengan mengembangkan kegiatan bersama dan membina
interaksi yang sering, mitra bisnis dapat berbagi informasi
dan menciptakan pengetahuan baru. Johanson dan Vahlne
(2009) mengakui bahwa interaksi dalam jaringan bisnis akan
mempromosikan akses pada pengetahuan baru mengenai
pasar asing. Memperoleh pengetahuan pasar luar negeri
yang relevan sangat penting bagi UMKM yang terlibat dalam
pemasaran asing dengan mempertimbangkan komunikasi dan
koordinasi yang sedang berlangsung yang diperlukan antar

-- 105 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

mitra bisnis internasional (Altinay dan Wang, 2006; Beamish


dan Lupton, 2009; Dimitratos et al., 2003) dibandingkan
dengan eksportir yang sering beroperasi melalui perantara
yang mungkin tidak memerlukan pengetahuan mendalam
tentang pasar asing.

Pengembangan produk untuk pasar asing merupakan


mekanisme penting dimana manfaat kinerja berasal dari
jaringan antar organisasi asing (Gronum, Verreynne, dan
Kastelle, 2012). Perilaku inovatif memungkinkan cara berpikir
baru, pengembangan strategi entri pasar geogras baru untuk
dimasukkan dengan produk baru, dan akan menjadi peran
utama untuk pertumbuhan dan keberhasilan UMKM di pasar
internasional (Colombo et al., 2012; Golovko dan Valentini,
2011; Knight dan Cavusgil, 2004; Zhou, Barnes, dan Lu, 2010).
Menurut Castellani dan Zenfei (2007), tingkat kemampuan
dalam membangun produk yang tinggi di pasar internasional
dikaitkan dengan peningkatan komitmen terhadap
operasi internasional. Demikian juga Basile, Giunta, dan
Nugent (2003) mengamati bahwa kegiatan pengembangan
produk baru mempengaruhi tingkat keterlibatan dalam
kegiatan internasional dengan tujuan meningkatnya kinerja
internasional.

Pertumbuhan kinerja internasional tidak dapat


diharapkan muncul secara langsung dari penciptaan
pengetahuan baru, namun akan muncul dari gerakan
kompetitif proaktif, agresif, atau inovatif yang memiliki
basis dalam pengetahuan baru (Chaston dan Scott, 2012).
Pengetahuan baru adalah sumber daya penting hanya jika
digunakan atau ditindaklanjuti. Penciptaan pengetahuan
yang menggeser kompetensi perusahaan dalam membangun
produk yang kompetitif atau agresif, akan lebih bermanfaat
dalam peningkatan kinerja internasional, terutama jika
pesaing tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merespons konsumen (Zacca, Dayan, dan Ahrens, 2015). Hal

-- 106 --
Elfan Kaukab

ini dapat dilakukan dengan pengembangan produk baru atau


terobosan prosedural mengenai operasi bisnis (Tolstoy, 2009).
Penciptaan pengetahuan di perusahaan kecil mendorong
perusahaan untuk bertindak dalam pengembangan produk
baru yang berorientasi pada bisnis. Tindakan praktis ini akan
mengubah pengetahuan baru menjadi aset berharga untuk
mendorong aktivitas pasar dan pengembangan produk baru
(Li et al., 2009).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.4.7 Pengaruh Mediasi Pengembangan Kesesuaian


Produk Ekspor pada Hubungan Kausal antara
Pengalaman Bisnis Internasional dengan
Kinerja Internasional
Sebagian besar studi berbasis RBV dalam penelitian
bisnis internasional terfokus pada peran aset tidak berwujud
seperti paten (López Rodríguez dan García Rodríguez, 2005).
Namun, penelitian bisnis internasional terbaru tentang RBV
telah menekankan bahwa pengetahuan yang dihasilkan dari
pengalaman bisnis internasional merupakan aset yang harus
dipandang sebagai sumber daya tak berwujud yang penting
untuk perusahaan internasional (misalnya, Fang et al., 2007;
Peng, 2001). Dalam penelitian tentang internasionalisasi
perusahaan, pengalaman bisnis internasional umumnya
mengacu pada pengalaman yang diperoleh perusahaan dari
operasi internasional (Clarke, Tamaschke, dan Liesch, 2013).
Perusahaan yang berpengalaman secara internasional dapat
mentransfer pengalaman belajar mereka ke dalam lingkungan
baru untuk mengatasi ketertinggalan perusahaan. Sebagai

-- 107 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

contoh, pengalaman membangun dan mengelola operasi di


negara lain memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan
diri dengan negara tertentu seperti permintaan konsumen
asing (Mohr dan Batsakis, 2014). Manajer perusahaan dengan
pengalaman internasional lebih cenderung memiliki pola
pikir internasional. Penelitian berbasis RBV menyoroti
pengalaman internasional manajer puncak sebagai sumber
pengetahuan khusus perusahaan yang tidak dapat ditiru dan
akan mempengaruhi internasionalisasi perusahaan (Barney,
Wright, dan Ketchen, 2001).

Seperti halnya jaringan, pengalaman bisnis internasional


tidak bisa serta merta dapat meningkatkan kinerja
internasional namun harus dituangkan ide dan gagasan
dari pengalaman yang dimiliki dalam perilaku inovatif
(Park dan Rhee, 2012). Pengalaman bisnis internasional
merupakan kompetensi pengetahuan yang dibangun melalui
pembelajaran di luar negeri (Autio et al., 2000; Knight dan
Cavusgil, 2005; Zahra et al., 2000). Sumber daya kemampuan
tidak berwujud dapat mencakup inovasi teknologi, akuisisi
pengetahuan internasional, dan kepuasan pelanggan
internasional dalam lingkungan internasional (Park dan
Rhee, 2012). Dalam hal ini, pemahaman tentang kebutuhan
pelanggan di pasar yang ditargetkan adalah sangat penting
(Jolly et al., 1992). Komunikasi yang efektif dengan pelanggan
ini dapat meningkatkan kompetensi perusahaan kecil
mengenai pengetahuan yang relevan kepada pelanggan (Yli-
Renko et al., 2001). Selain itu, karena adanya pengembangan
produk unik dan kemampuan teknologi yang dimiliki oleh
suatu perusahaan memungkinkan perusahaan menjadi
kompetitif di pasar luar negeri dan mampu merespon dengan
baik permintaan global dan kompetensi perusahaan juga akan
meningkatkan kinerja internasional melalui pengembangan
produk baru dan inovasi teknologi khusus (Oviatt dan
McDougall, 1995). Identikasi peluang dan akuisisi sumber

-- 108 --
Elfan Kaukab

daya di pasar internasional dapat meningkatkan kemampuan


perusahaan untuk berkinerja baik karena identikasi seperti
itu sangat tergantung pada latar belakang pengalaman
manajer dalam bisnis internasional (Bloodgood et al., 1996;
McDougall et al., 2003).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka diajukan


hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.5 Ringkasan Hipotesis


Mengacu pada variabel yang dijelaskan sebelumnya
dan model empiric yang ditunjukkan di atas, maka secara
ringkas hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

No. Hipotesis
Hipotesis 1 Kapabilitas jaringan yang baik akan berdampak pada
tingginya kinerja internasional UMKM ekspor
Hipotesis 2 Luasnya pengalaman bisnis internasional pemilik UMKM
ekspor akan berdampak pada peningkatan kinerja
internasional
Hipotesis 3 Tingginya kapabilitas jaringan UMKM ekspor akan mampu
meningkatkan pengembangan kesesuaian produk ekspor
Hipotesis 4 Luasnya pengalaman bisnis internasional UMKM ekspor
dapat meningkatkan pengembangan kesesuaian produk
ekspor
Hipotesis 5 Pengembangan kesesuaian produk ekspor yang baik akan
berdampak pada peningkatan kinerja internasional UMKM
ekspor
Hipotesis 6 Pengembangan kesesuaian produk ekspor memediasi
hubungan kausal antara kapabilitas jaringan dengan kinerja
internasional
Hipotesis 7 Pengembangan kesesuaian produk ekspor memediasi
hubungan kausal antara pengalaman bisnis internasional
dengan kinerja internasional

-- 109 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Gambar 2.4 menjelaskan bahwa variabel kapabilitas


jaringan dan pengelaman bisnis internasional sebagai variabel
eksogenus. Sedangkan variabel pengembangan kesesuaian
produk ekspor dan kinerja internasional sebagai variabel
endogenus.

2.6 Dimensionalisasi Variabel

2.6.1 Kapabilitas Jaringan


Kapabilitas jaringan merupakan kemampuan
menginisiasi, menjaga, dan mengkoordinasi kegiatan antar
organisasi untuk dapat mengakses sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud yang dimiliki anggota
jaringan (Loxton dan Weerawerdana, 2006; Mort dan
Weerawerdana, 2006; Zacca, Dayan, dan Ahrens, 2014).

-- 110 --
Elfan Kaukab

2.6.2 Pengalaman Bisnis Internasional


Suatu perusahaan dapat memperoleh pengalaman
bisnis internasional melalui keterlibatan langsung dalam
transaksi internasional, beroperasi di banyak pasar asing,
berinteraksi dengan pemasok atau distributor asing, dan
sebagainya. Pengalaman bisnis internasional diukur dengan
tiga dimensi baik dengan pendekatan persepsi maupun
objektif yaitu tingkat yang dirasakan dari pengalaman
internasional manajemen, jumlah tahun perusahaan telah
terlibat dalam bisnis internasional, dan jumlah negara asing di
mana perusahaan memiliki operasi yang sedang berlangsung
(jumlah aktual) (Cavusgil, Zou, dan Naidu, 1993).

-- 111 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

2.6.3 Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


Pengembangan produk dengan kualitas, desain, tur,
dan kemasan yang sesuai dengan kebutuhan, preferensi, dan
tren konsumen asing. Indikator dikembangkan dari Zacca,
Dayan, dan Ahrens (2014), Musteen, Datta, dan Butts (2014),
dan Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009).

-- 112 --
Elfan Kaukab

2.6.4 Kinerja Internasional


Kinerja internasional merupakan fenomena yang sangat
kompleks dimana pengukuran kinerja tergantung dari pilihan
yang didasarkan pada faktor-faktor kontekstual yang spesik
pada metode penelitian, bisnis ekspor, dan target audien
(Katsikeas et al., 2000). Indikator yang digunakan adalah

-- 113 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

ukuran umum dalam penelitian sebelumnya mengenai


kinerja internasional seperti penjualan ekspor (Cavusgil dan
Nevin, 1981), pangsa pasar, dan protabilitas.

-- 114 --
BAB III
METODE PENELITIAN DAN TEKNIK
ANALISIS

3.1 Pengantar
Bab III ini akan membahas hal–hal yang berkaitan dengan
metodologi penelitian untuk melakukan pengembangan
konstruk dan pengujian terhadap hipotesis. Sistematika
penulisan untuk Bab III tersaji seperti pada gambar berikut:

-- 115 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3.2 Ketentuan Filosos dan Paradigma Penelitian


Ilmiah
Sikap losos yang diambil akan memiliki pengaruh
penting terhadap metodologi karena tidak hanya sesuai
dengan gaya peneliti tetapi akan menggambarkan pilihan
dan pengembangan instrumen penelitian (Kenny, 2009).
Posisi ontologis penulis disertasi ini disebut sebagai
positivis, karena dipandang realitas (UMKM di Indonesia)
independen dari peneliti, berdasarkan konstruksi yang
stabil secara sosial (fakta kuasi), dan data kuantitatif (fakta).
Berdasarkan ontologi positivis ini, epistemologi menjadi
jelas ketika penelitian bertujuan untuk menjelaskan realitas,
yaitu membuat pernyataan tentang hubungan antara
kemampuan jaringan, pengalaman bisnis internasional, dan
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor dengan kinerja
internasional (Kenny, 2009).

Metodologi yang ditentukan berdasarkan ontologi


dan epistemologi yang sudah dipilih yaitu penelitian
kuantitatif dengan didasarkan pada paradigma positivis.
Tujuan penelitian ini dicapai dengan pengujian hipotesis
melalui penerapan teknik pemodelan persamaan struktural
(SEM). Kunci dari model positivis adalah bahwa sains dapat
menghasilkan pengetahuan objektif, dengan demikian tujuan
penelitian ini untuk mengungkap kebenaran objektif (Crotty,
1998). Agar mendapatkan keakurat kebenaran objektif atau
kenyataan, peneliti harus tetap objektif (Hammersley, 2000)
karena peneliti dipandang sebagai 'orang luar' atau seorang
pengamat independen yang secara ketat mengumpulkan
data dan melaporkan secara objektif tentang data tersebut.
Subyektivitas peneliti tidak dibiarkan mempengaruhi proses
penelitian karena diyakini akan mengarah pada gambaran
hasil yang terdistorsi dan tidak valid (Kenny, 2009).

-- 116 --
Elfan Kaukab

Metodologi hanyalah salah satu dari tiga elemen


paradigma yang secara eksplisit atau implisit peneliti
gunakan termasuk elemen ontologi dan epistemologi (Guba
dan Lincoln, 1994). Pada dasarnya, ontologi adalah realitas,
epistemologi adalah hubungan antara realitas dan peneliti,
dan metodologi adalah teknik yang digunakan oleh peneliti
untuk menemukan realitas itu. Singkatnya, paradigma adalah
kerangka kerja konseptual keseluruhan di mana seorang
peneliti dapat bekerja, paradigma dapat dianggap sebagai
"sistem kepercayaan dasar atau pandangan yang memandu
para penyelidik" (Guba dan Lincoln, 1994). Asumsi losos
yang mendukung empat paradigma ilmu yang berbeda
yaitu positivisme, realisme, konstruktivisme, dan teori kritis
dirangkum dalam Tabel 3.1 berikut:

Elemen Paradigma
Positivism Constructivism Critical Theory Realism
Ontology Realitas Realitas Realitas Realitas adalah
itu nyata merupakan "virtual" yang "nyata" tetapi
dan dapat sesuatu yang dibentuk hanya dapat
dipahami terkonstruksi oleh nilai- dipahami
nilai sosial, secara tidak
ekonomi, sempurna dan
etnis, politik, probabilistik
budaya, dan sehingga
gender akan triangulasi dari
mengkristal banyak sumber
seiring waktu diperlukan
untuk mencoba
mengetahuinya.
Epistemology Temuan Temuan Temuan Temuan dengan
benar; yang dibuat; dengan kemungkinan
peneliti peneliti adalah nilai yang benar; peneliti
objektif "peserta yang dimediasi; sadar nilai
dengan bersemangat" peneliti dan perlu
melihat di dunia yang adalah melakukan
kenyataan diselidiki "intelektual triangulasi
melalui transformatif" persepsi yang
"cermin satu yang dikumpulkan
arah" mengubah
dunia sosial
di mana
peserta
tinggal

-- 117 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Elemen Paradigma
Positivism Constructivism Critical Theory Realism
Metodologi Sebagian Wawancara Penelitian Terutama
yang Umum besar tidak tindakan dan metode
Digunakan berkaitan terstruktur observasi kualitatif seperti
dengan yang partisipan studi kasus dan
pengujian mendalam, wawancara
teori. observasi konvergen
Terutama partisipan,
metode riset tindakan,
kuantitatif dan riset teori
seperti dasar
survei,
eksperimen,
dan
verikasi
hipotesis

3.3. Justikasi Pendekatan Positivistik


Ilmuwan sosial mengadopsi pendekatan positivis ketika
ilmu-ilmu sosial muncul menjelang akhir abad kesembilan
belas karena pendekatan tersebut telah berhasil digunakan
sebelumnya dalam banyak ilmu alam (Hussey dan Hussey,
1997; Capra, 2002). Paradigma positivisme adalah paradigma
yang paling banyak digunakan untuk penelitian bisnis
(Orlikowski dan Baroudi, 1991) dan mengasumsikan secara
implisit atau eksplisit bahwa realitas dapat diukur dengan
melihatnya melalui cermin satu arah yang bebas nilai (Perry,
2002). Dapat dikatakan bahwa paradigma positivis adalah
pendekatan penelitian yang relevan untuk mendapatkan
gambaran umum dalam mempertimbangkan keputusan
yang luas (Mangan et al., 2004). Penelitian positivis memaksa
logika pada apa yang diukur tergantung teori yang digunakan
untuk menguji subjek penelitian melalui metode kuantitatif.
Untuk mencapai hal ini, penelitian positivis menggunakan
metode kuantitatif seperti survei dan kuesioner, yang
menjabarkan dan memperjelas prosedur penelitian yang
akan digunakan. Dengan menggunakan metode ini peneliti
tidak mempengaruhi atau dipengaruhi oleh penelitian yang

-- 118 --
Elfan Kaukab

dilakukan, sehingga menghasilkan hasil yang obyektif (Guba


dan Lincoln, 1994).

Carson dan Coviello (1996), Brown (1996) dan Eisner


(1985) mempresentasikan pandangan mereka tentang
pendekatan ilmiah versus artistik dalam penelitian yang
mempertimbangkan tur Easterby-Smith et al. (1991) dari
paradigma positivis. Tabel 3.2 menggunakan literatur
tersebut untuk memberikan ringkasan justikasi penggunaan
pendekatan positivis dalam penelitian ini.

Kriteria Relevansi dengan Penelitian Ini


Pertanyaan Paradigma positivis mengatasi masalah penelitian dengan
Penelitian pertanyaan ‘apa atau bagaimana seharusnya?’ (Perry,
2001) dan berhubungan langsung dengan pertanyaan
penelitian yang diuraikan pada Bab I poin 1.6.
Peran Teori Teori sebelumnya digunakan untuk memberikan arah
Sebelumnya pada pengujian teori yang telah dibangun sebelum
data dikumpulkan (Perry, 2001). Dalam hal ini, model
konseptual dan hipotesis didasarkan pada teori
sebelumnya yang diuraikan pada Bab II poin 2.4.
Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah UMKM dimana
pertanyaan penelitian berusaha untuk memastikan
tingkat kemampuan jaringan, tingkat pengalaman bisnis
internasional, tingkat Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor, dan tingkat kinerja internasional menggunakan
pengukuran yang obyektif yang diuraikan pada Bab III
poin 3.7.
Pengukuran Peneliti positivisme mempertimbangkan validitas
Kualitas internal, reliabilitas; membangun validitas dan validitas
eksternal menjadi penting untuk hasil yang berkualitas
(Chia, 1997; Neuman, 1997). Setiap elemen dapat diukur
menggunakan metode statistik dalam penelitian ini yang
diuraikan pada Bab III poin 3.11.
Model Pernyataan formal; bahasa literal.
Representasi
Penilaian Parameter validitas, metode pengumpulan data yang
Kriteria tidak bias, dan kesimpulan analisis yang didukung
dengan bukti.

-- 119 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Kriteria Relevansi dengan Penelitian Ini


Fokus Inti Berkonsentrasi pada perilaku terbuka atau tersurat (yang
dapat direkam, dihitung, dan dianalisis).
Generalisasi Mengekstrapolasi dari khusus ke umum; sampel yang
diambil secara acak dianggap mewakili populasi yang
diminati dan kesimpulan yang secara statistik signikan
diambil dari populasi sebelumnya, yaitu UMKM yang
melakukan ekspor.
Peran Bentuk Hasil dilaporkan dengan cara netral tanpa rekayasa dan
sesuai dengan format standar (masalah, sampel, tinjauan
pustaka, analisis, implikasi).
Tingkat Penekanan faktual; sedikit ruang untuk ekspresi fantasi
Lisensi imajinatif.
Prediksi dan Bertujuan untuk mengantisipasi masa depan secara akurat
Pengawasan sehingga memungkinkan adanya pengawasan. Misalnya
menguji apakah variabel-variabel dependen berpengaruh
terhadap variabel independen.
Sumber Data Mengoperasikan konsep sehingga data dapat diukur.
Instrumen standar seperti survei kuesioner yang
digunakan untuk mengumpulkan data.
Dasar Hipotesis dirumuskan dan kemudian diuji.
Pengetahuan
Tujuan Penemuan kebenaran dan proposisi dianggap benar ketika
Utama sudah sesuai dengan kenyataan yang ingin dijelaskan.

3.4. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini didasarkan pada tiga pendekatan,
yaitu 1) pendekatan perilaku terhadap subjek, penelitian ini
tergolong dalam jenis penelitian survey, dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengambilan data. 2) pendekatan
tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian
asosiatif, yaitu penelitian yang menguji hubungan antar
variabel. 3) berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian
ini merupakan jenis penelitian eksplanatori, yaitu penelitian
yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel

-- 120 --
Elfan Kaukab

yang diteliti serta menjelaskan hubungan kausal antara satu


variabel dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2012).

3.5. Jenis dan Sumber Data


Data primer merupakan data yang langsung diperoleh
di lapangan atau langsung dari sumbernya, yaitu para pelaku
UMKM sektor industri kreatif yang telah melakukan kegiatan
ekspor di Provinsi Jawa Tengah. Data primer yang digunakan
berupa persepsi dari pelaku UMKM mengenai variabel-
variabel penelitian yaitu kapabilitas jaringan, pengalaman
bisnis internasional, pengembangan kesesuaian produk
ekspor, dan kinerja internasional.

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa


literatur, sumber tertulis, atau dokumen yang memiliki
relevansi dengan penelitian ini diantaranya data mengenai
pelaku usaha, alamat, jenis usaha, serta prol produk UMKM
sektor industri kreatif yang diperoleh dari Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

3.6.1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengumpulkan data
dengan mengadakan pengamatan langsung ke obyek atau
lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti
mengamati tingkat kinerja internasional UMKM sektor
industry kreatif yang telah melakukan ekspor di Provinsi
Jawa Tengah.

3.6.2. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan adalah in depth
interview, yaitu melakukan wawancara secara mendalam

-- 121 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

pada pemilik UMKM untuk mengetahui kemampuan


jaringan yang dimiliki, seberapa banyak pengalaman bisnis
internasional pemilik usaha, bagaimana mengembangkan
produk yang sesuai dengan konsumen asing, dan seberapa
uktuatif tingkat kinerja internasional setelah terlibat dalam
bisnis internasional.

3.6.3.Kuesioner
Metode pengambilan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah
dirancang secara sistematis dengan pertanyaan tertutup
dan terbuka. Penggunaan kuesioner bertujuan untuk
mengetahui persepsi responden mengenai variabel penelitian
yang meliputi kapabilitas jaringan, pengalaman bisnis
internasional, pengembangan kesesuaian produk ekspor, dan
kinerja internasional.

3.7. Populasi dan Sampel

3.7.1. Populasi
Saunders, Lewis, dan Thornhill (2016) menyatakan
pentingnya mendinisikan populasi dengan jelas pada
sampel yang dipilih terkait dengan populasi yang disorot
dalam tujuan dan pertanyaan penelitian. Populasi merupakan
gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa,
hal, atau orang yang memiliki karakteristik serupa sebagai
semesta (Ferdinand, 2014). Populasi juga didenisikan
sebagai generalisasi obyek/subjek yang memiliki kualitas
dan karakteristik tertentu yang digunakan peneliti untuk
menarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2013). Populasi
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pemilik,
pengelola, pemilik dan pengelola UMKM sektor industri
kreatif subsektor kerajinan dan fashion yang telah melakukan
penjualan ke luar negeri (ekspor) di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2019.
-- 122 --
Elfan Kaukab

Dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif


Nasional (2008) terdapat 16 subsektor industri kreatif yaitu
1) Aplikasi dan pengembangan permainan, 2) Arsitektur,
3) Desain produk, 4) Fashion, 5) Desain interior, 6) Desain
komunikasi visual, 7) Seni pertunjukkan, 8) Film, animasi,
dan video, 9) Fotogra, 10) Kriya, 11) Kuliner, 12) Musik,
13) Penerbitan, 14) Periklanan, 15) Seni rupa, dan 16) Telivisi
dan Radio. Pemilihan subsektor kerajinan (kriya) dan fashion
dalam penelitian ini didasarkan pada kesesuaian indikator-
indikator konstruk baru yang dibangun dengan kegiatan
yang dilakukan oleh subsektor tersebut.

Subsektor kerajinan (kriya) memproduksi segala


kerajinan berbahan baku kayu, logam, kulit, kaca, keramik,
dan tekstil. Fashion merupakan subsektor industri kreatif yang
sangat dinamis dalam mengikuti tren, lebih-lebih Indonesia
memiliki ciri khas fashion yang dikombinasikan dengan
budaya lokal dalam desain batik yang banyak dihasilkan oleh
UMKM di Indonesia khususnya Provinsi Jawa Tengah. Terkait
dengan pengembangan kesesuaian produk ekspor, kedua
subsektor ini paling memungkinkan untuk dikembangkan
menjadi produk UMKM berorientasi ekspor. Proses adaptasi
produk dari sisi kualitas, desain, tur, kemasan, dan tren yang
dinamis lebih mudah ditemukan dalam produk subsektor ini.

Tabel 3.3. menyajikan populasi UMKM ekspor di


Provinsi Jawa Tengah tahun 2018 seluruh subsektor. Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah tidak
memisahkan data UMKM ekspor untuk setiap subsektor.

Jumlah UMKM
No Kabupaten dan Kota Trader Produsen
Ekspor

1 Kabupaten Banjarnegara 2 0 2
2 Kabupaten Banyumas 7 1 6

-- 123 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Jumlah UMKM
No Kabupaten dan Kota Trader Produsen
Ekspor

3 Kabupaten Batang 8 0 8
4 Kabupaten Blora 2 0 2
5 Kabupaten Boyolali 6 3 3
6 Kabupaten Brebes 1 0 1
7 Kabupaten Cilacap 2 0 2
8 Kabupaten Demak 37 6 31
9 Kabupaten Grobogan 2 0 2
10 Kabupaten Jepara 353 27 326
11 Kabupaten Karanganyar 2 0 2
12 Kabupaten Kebumen 2 0 2
13 Kabupaten Kendal 17 2 15
14 Kabupaten Klaten 11 2 9
15 Kabupaten Kudus 10 1 9
16 Kabupaten Magelang 14 1 13
17 Kabupaten Pati 15 5 10
18 Kabupaten Pekalongan 11 1 10
19 Kabupaten Pemalang 4 0 4
20 Kabupaten Purbalingga 9 0 9
21 Kabupaten Purworejo 3 0 3
22 Kabupaten Rembang 7 1 6
23 Kabupaten Semarang 85 19 66
24 Kabupaten Sragen 1 0 1
25 Kabupaten Sukoharjo 6 0 6
26 Kabupaten Tegal 4 0 4

27 Kabupaten Temanggung 19 2 17

28 Kabupaten Wonogiri 0 0 0
29 Kabupaten Wonosobo 10 2 8
30 Kota Magelang 8 0 8

-- 124 --
Elfan Kaukab

Jumlah UMKM
No Kabupaten dan Kota Trader Produsen
Ekspor

31 Kota Pekalongan 7 0 7
32 Kota Salatiga 7 0 7
33 Kota Semarang 292 99 193
34 Kota Surakarta 5 0 5

35 Kota Tegal 4 0 4

Jumlah 973 172 801

3.7.2. Sampel
Sampel merupakan subset dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi, subset diambil untuk tujuan
sasaran yang merupakan fokus aktual atau target dari
penyelidikan penelitian (Saunders, Lewis, dan Thornhill,
2016). Penentuan ukuran/jumlah sampel menggunakan
pendekatan statistik dengan rumus Slovin sebagai berikut
(Slovin, 1960):

n = N / 1 + N (e)2

n = jumlah sampel, N = jumlah populasi, e = margin of error

Sehingga jumlah sampel dapat dihitung sebagai berikut:

n = 973 / 1 + 973 (0,1)2

n = 90,680 (pembulatan menjadi 91 sampel)

Sedangkan menurut Hair, Ringle, dan Sarstedt (2011)


jumlah sampel dalam analisis SEM (Structural Equation
Modeling), yang merupakan metode analisis data dalam
penelitian ini, adalah sepuluh kali jumlah butir pertanyaan
pada variabel yang paling banyak memiliki butir pertanyaan.
Variabel yang paling banyak memiliki butir pertanyaan dalam

-- 125 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

penelitian ini adalah variabel pengembangan kesesuaian


produk ekspor, dengan jumlah butir pertanyaan 11 buah.
Karenanya, jumlah sampel minimum adalah 10 x 11 = 110.
Selanjutnya, berdasarkan data tersebut, seluruh responden
dihubungi untuk diminta mengisi kuesioner.

3.7.3. Teknik Penarikan Sampel


Hasil penelitian diharapkan tidak memiliki bias dan
dapat digeneralisasi lebih luas, maka penelitian menggunakan
metode penarikan sampel nonprobabilistik (nonprobability
sampling) dimana elemen populasi dipilih atas dasar
availabilitasnya atau karena pertimbangan pribadi peneliti
bahwa responden dapat mewakili populasi (Ferdinand,
2014). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling yaitu penentuan sampel bertujuan secara
subyektif karena peneliti memahami bahwa informasi
yang dibutuhkan dapat diperoleh dari satu kelompok
sasaran tertentu yang mampu memberikan informasi yang
dikehendaki dari responden yang memiliki kriteria tertentu
(Ferdinand, 2014). Kriteria yang ditentukan adalah manajer
atau pemilik UMKM sektor kerajinan dan fashion yang telah
melakukan ekspor di Provinsi Jawa Tengah. Seorang manajer
atau pemilik UMKM ekspor menurut peneliti mampu
memberi informasi tentang kondisi perusahaan terkait
kegiatan ekspor.

3.8. Pengukuran Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini adalah variabel yang
bersifat latent dan unobserved yaitu variabel yang tidak dapat
diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui indikator
yang diamati (Ghozali, 2013). Dalam mengukur tanggapan
atau respon responden terhadap indikator masing-masing
variabel, digunakan skala Likert. Jawaban dari setiap
instrument yang menggunakan skala Likert memiliki gradasi

-- 126 --
Elfan Kaukab

dari yang sangat positif sampai dengan sangat negatif. Skala


Likert selalu ganjil dan memiliki pilihan netral atau undecided.
Setiap item diberi pilihan respon yang bersifat tertutup
(Suliyanto, 2011). Gradasi skala Likert yang dikembangkan
dalam penelitian ini terdiri dari 7 skala, yaitu:

Skor Respon
1 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Sangat Sangat
ada mampu pernah tahu meningkat buruk kaku
sama sama sama sekali
sekali sekali
2 Sangat Hampir Sangat Hampir Hampir tidak Buruk Kaku
kecil Tidak jarang tidak ada penikatan
sekali mampu tahu sama sekali
3 Sangat Sedikit Jarang Tahu Sedikit sekali Tidak Tidak
kecil mampu sedikit peningkatan terlalu terlalu
buruk kaku
4 Kecil Ragu- Kadang- Ragu- Biasa saja Ragu- Ragu-
ragu kadang ragu ragu ragu
5 Tidak Tidak Cukup Cukup Cukup Tidak Tidak
terlalu terlalu sering tahu meningkat terlalu terlalu
besar mampu baik eksibel
6 Besar Mampu Sering Tahu Meningkat Baik Fleksibel
dengan pesat
7 Sangat Sangat Sangat Sangat Meningkat Sangat Sangat
besar mampu Sering tahu dengan sangat baik eksibel
pesat

3.9. Denisi Operasional dan Indikator Variabel


Penelitian
Penelitian ini menggunakan empat variabel yaitu 1)
Kapabilitas jaringan dengan indikator yang dikembangkan
dari (Loxton dan Weerawerdana, 2006; Mort dan
Weerawerdana, 2006; Zacca, Dayan, dan Ahrens, 2014), 2)
Pengalaman bisnis internasional dengan indikator yang
dikembangkan dari Cavusgil, Zou, dan Naidu (1993) 3)
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor dengan indikator
yang dikembangkan dari Zacca, Dayan, dan Ahrens (2014),
Musteen, Datta, dan Butts (2014), dan Hultman, Robson,
dan Katsikeas (2009), dan 4) Kinerja internasional dengan
indikator yang dikembangkan dari Cavusgil dan Nevin (1981)
dan Kellermanns dan Eddleston (2006).

-- 127 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Denisi
Variabel Indikator
Operasional
Kapabilitas Kemampuan yang X1= Menunjuk koordinator yang akan
Jaringan dimiliki oleh UMKM bertanggung jawab terhadap
dalam menginisiasi, hubungan yang dijalin dengan
menjaga, dan rekan bisnis
mengkoordinasi
kegiatan antar X2= Memiliki kemampuan menjalin
organisasi untuk hubungan baik dengan rekan
dapat mengakses bisnis
sumber daya baik
yang berwujud X3= Dapat bernegosiasi secara eksibel
maupun tidak dengan rekan bisnis
berwujud.
X4= Mengetahui produk-produk yang
dijual oleh rekan bisnis

X5= Karyawan mengembangkan


kontak informal dengan
karywan lain

X6= Saling tukar menukar informasi


secara spontan antar anggota
organisasi

Pengalaman Pengalaman pemilik X7= Tingkat pengalaman bisnis


Bisnis UMKM dalam bisnis internasional pemilik usaha
Internasional internasional
X8= Lama keterlibatan perusahaan
dalam bisnis internasional

X9= Jumlah negara yang pernah


bekerjasama

-- 128 --
Elfan Kaukab

Denisi
Variabel Indikator
Operasional
Pengembangan Pengembangan X10= Pengembangan kualitas produk
Kesesuaian produk UMKM yang sesuai dengan kebutuhan
Produk Ekspor yang sesuai dengan konsumen asing
konsumen asing
X11=Pengembangan kualitas produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing

X12=Pengembangan desain produk


yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing

X13=Pengembangan desain produk


yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing

X14=Pengembangan tur produk


yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing

X15=Pengembangan tur produk


yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing

X16=Pengembangan kemasan produk


yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing

X17=Pengembangan kemasan produk


yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing

X18=Pengembangan produk yang


sesuai dengan trend kebutuhan
konsumen asing

X19=Pengembangan produk yang


sesuai dengan trend preferensi
konsumen asing

X20=Pengembangan produk yang


dapat memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang belum
dapat dipenuhi saat ini.
Kinerja Mengidentikasi X21=Peningkatan prot yang diperoleh
Internasional kinerja internasional dari perdagangan internasional
UMKM dengan tiga tahun terahir
mengukur sales
growth, dan X22=Peningkatan volume penjualan
protability dalam tiga tahun terahir

X23=Peningkatan pangsa pasar dalam


tiga tahun terahir

-- 129 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Indikator yang telah dikembangkan di atas kemudian


disusun dalam bentuk pertanyaan. Setiap indikator dibuat
satu pertanyaan yang mewakili denisi masing-masing
indikator pada Tabel 3.6 berikut:

Item Indikator Pertanyaan Kuesioner


KJ1 Menunjuk koordinator Seberapa besar peran/
yang akan bertanggung tanggungjawab koordinator dalam
jawab terhadap jalinan bisnis Bapak/Ibu dengan
hubungan yang dijalin rekan bisnis?
dengan rekan bisnis
KJ2 Memiliki kemampuan Menurut Bapak/Ibu bagaimana
menjalin hubungan baik kemampuan Bapak/Ibu dalam
dengan rekan bisnis menjalin hubungan baik dengan
rekan bisnis?
KJ3 Dapat bernegosiasi Menurut Bapak/Ibu bagaimana
secara eksibel dengan kemampuan Bapak/Ibu dalam
rekan bisnis bernegosiasi dengan rekan bisnis?
KJ4 Mengetahui produk- Bagaimana pengetahuan Bapak/
produk yang dijual oleh Ibu mengenai produk-produk yang
rekan bisnis dijual oleh rekan bisnis?
KJ5 Karyawan Menurut Bapak/Ibu bagaimana
mengembangkan kemampuan karyawan dalam
kontak informal dengan mengembangkan kontak informal
karyawan lain dengan karyawan lain?
KJ6 Saling tukar menukar Menurut Bapak/Ibu bagaimana
informasi secara kemampuan karyawan dalam
spontan antar anggota pertukaran informasi secara
organisasi spontan?
PBI7 Tingkat pengalaman Seberapa sering Bapak/Ibu
bisnis internasional berkecimpung dalam bisnis
pemilik usaha internasional (melakukan ekspor)?
PBI8 Lama keterlibatan Seberapa sering perusahaan
perusahaan dalam terlibat dalam bisnis internasional
bisnis internasional (melakukan ekspor)?
PBI9 Jumlah negara yang Berapa banyak negara yang pernah
pernah bekerjasama melakukan kerjasama dengan
perusahaan?
PKPE1 Pengembangan kualitas Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan kebutuhan kualitas produk yang sesuai dengan
konsumen asing kebutuhan konsumen asing?
PKPE11 Pengembangan kualitas Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan preferensi kualitas produk yang sesuai dengan
konsumen asing preferensi konsumen asing?

-- 130 --
Elfan Kaukab

Item Indikator Pertanyaan Kuesioner


PKPE12 Pengembangan desain Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan kebutuhan desain produk yang sesuai dengan
konsumen asing kebutuhan konsumen asing?
PKPE13 Pengembangan desain Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan preferensi desain produk yang sesuai dengan
konsumen asing preferensi konsumen asing?
PKPE14 Pengembangan tur Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan kebutuhan tur produk yang sesuai dengan
konsumen asing kebutuhan konsumen asing?
PKPE15 Pengembangan tur Bagaimana kemampuan Bapak/
produk yang sesuai Ibu dalam mengembangkan
dengan preferensi tur produk yang sesuai dengan
konsumen asing preferensi konsumen asing?
PKPE16 Pengembangan Bagaimana kemampuan Bapak/Ibu
kemasan produk dalam mengembangkan kemasan
yang sesuai dengan produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen kebutuhan konsumen asing?
asing
PKPE17 Pengembangan Bagaimana kemampuan Bapak/Ibu
kemasan produk dalam mengembangkan kemasan
yang sesuai dengan produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen preferensi konsumen asing?
asing
PKPE18 Pengembangan produk Bagaimana kemampuan Bapak/
yang sesuai dengan Ibu dalam mengembangkan
trend kebutuhan produk yang sesuai dengan trend
konsumen asing kebutuhan konsumen asing?
PKPE19 Pengembangan produk Bagaimana kemampuan Bapak/
yang sesuai dengan Ibu dalam mengembangkan produk
trend preferensi yang sesuai dengan trend preferensi
konsumen asing konsumen asing?
PKPE20 Pengembangan produk Bagaimana kemampuan Bapak/
yang dapat memenuhi Ibu dalam mengembangkan produk
kebutuhan konsumen yang dapat memenuhi kebutuhan
asing yang belum dapat konsumen asing yang belum dapat
dipenuhi saat ini dipenuhi saat ini?
IP21 Peningkatan prot Bagaimana peningkatan prot
yang diperoleh yang Bapak/Ibu peroleh dari
dari perdagangan perdagangan internasional dalam
internasional tiga tahun tiga tahun terakhir?
terahir
IP22 Peningkatan volume Bagaimana peningkatan volume
penjualan dalam tiga penjualan yang Bapak/Ibu setelah
tahun terahir terlibat dalam perdagangan
internasional dalam tiga tahun
terakhir?

-- 131 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Item Indikator Pertanyaan Kuesioner


IP23 Peningkatan pangsa Bagaimana peningkatan pangsa
pasar dalam tiga tahun pasar yang Bapak/Ibu peroleh
terahir setelah terlibat dalam perdagangan
internasional dalam tiga tahun
terakhir?

3.10. Uji Hubungan Logis Antarindikator Variabel


Uji hubungan logis digunakan untuk memastikan
bahwa terdapat hubungan kausalitas yang logis antara
masing-masing indikator variabel bebas terhadap masing-
masing indikator variabel terikat (Ferdinand, 2014).

3.10.1. Pictorial Logic Kapabilitas Jaringan dan


Kinerja Internasional

-- 132 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Variabel Connection
Dependen
KJ1 => KI1 Semakin baik hubungan Logis
dengan rekan bisnis yang
dijalin melalui koordinator
yang ditunjuk, maka akan
semakin banyak informasi yang
diperoleh tentang kebutuhan
konsumen sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ1 => KI2 Semakin baik hubungan Logis
dengan rekan bisnis yang
dijalin melalui koordinator
yang ditunjuk, maka akan
semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang
kebutuhan konsumen sehingga
dapat membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
KJ1 => KI3 Semakin baik hubungan Logis
dengan rekan bisnis yang
dijalin melalui koordinator
yang ditunjuk, maka akan
semakin banyak informasi yang
diperoleh tentang kebutuhan
konsumen sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ2 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin
hubungan dengan rekan
bisnis, maka akan semakin
baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen
asing sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
-- 133 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Variabel Connection
Dependen
KJ2 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin
hubungan dengan rekan
bisnis, maka akan semakin
baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen
asing sehingga dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
KJ2 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin
hubungan dengan rekan
bisnis, maka akan semakin
baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen
asing sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ3 => KI1 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
dalam bernegosiasi, maka akan
dapat membantu perusahaan
dalam meningkatkan
prot yang diperoleh dari
perdagangan internasional.
KJ3 => KI2 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
dalam bernegosiasi, maka akan
dapat membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
KJ3=> KI3 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
dalam bernegosiasi, maka akan
dapat membantu perusahaan
dalam meningkatkan
prot yang diperoleh dari
perdagangan internasional.

-- 134 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Variabel Connection
Dependen
KJ4 => KI1 Semakin baik pengetahuan Logis
UMKM mengenai produk
yang dijual oleh rekan
bisnis, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ4 => KI2 Semakin baik pengetahuan Logis
UMKM mengenai produk
yang dijual oleh rekan
bisnis, maka akan dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
KJ4 => KI3 Semakin baik pengetahuan Logis
UMKM mengenai produk
yang dijual oleh rekan
bisnis, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ5 => KI1 Semakin baik hubungan Logis
anggota organisasi dalam
mengembangkan komunikasi
informal, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ5 => KI2 Semakin baik hubungan Logis
anggota organisasi dalam
mengembangkan komunikasi
informal, maka akan dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.

-- 135 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Variabel Connection
Dependen
KJ5 => KI3 Semakin baik hubungan Logis
anggota organisasi dalam
mengembangkan komunikasi
informal, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ6 => KI1 Semakin intensif tukar- Logis
menukar informasi secara
spontan antar anggota
organisasi, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
KJ6 => KI2 Semakin intensif tukar- Logis
menukar informasi secara
spontan antar anggota
organisasi, maka akan dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
KJ6 => KI3 Semakin intensif tukar- Logis
menukar informasi secara
spontan antar anggota
organisasi, maka akan dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.

-- 136 --
Elfan Kaukab

3.10.2. Pictorial Logic Pengalaman Bisnis


Internasional dan Kinerja Internasional

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PBI1 => KI1 Semakin tinggi tingkat Logis
pengalaman bisnis internasional
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
PBI1 => KI2 Semakin tinggi tingkat Logis
pengalaman bisnis internasional
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.

-- 137 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PBI1 => KI3 Semakin tinggi tingkat Logis
pengalaman bisnis internasional
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan pangsa pasar
internasional.
PBI2 => KI1 Semakin lama pemilik usaha Logis
terlibat dalam perdagangan
internasional, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.
PBI2 => KI2 Semakin lama pemilik usaha Logis
terlibat dalam perdagangan
internasional, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
PBI2 => KI3 Semakin lama pemilik usaha Logis
terlibat dalam perdagangan
internasional, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan pangsa pasar
internasional.
PBI3 => KI1 Semakin banyak negara yang Logis
pernah bekerja sama dengan
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan prot yang
diperoleh dari perdagangan
internasional.

-- 138 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PBI3 => KI2 Semakin banyak negara yang Logis
pernah bekerja sama dengan
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan
dalam meningkatkan volume
penjualan dari perdagangan
internasional.
PBI3 => KI3 Semakin banyak negara yang Logis
pernah bekerja sama dengan
pemilik usaha, maka akan
semakin luas pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat
membantu perusahaan dalam
meningkatkan pangsa pasar
internasional.

3.10.3 Pictorial Logic Kapabilitas Jaringan dan


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor

-- 139 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ1 => PK Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk,
maka akan semakin banyak
informasi yang diperoleh tentang
kebutuhan konsumen sehingga
akan meningkatkan kemampuan
dalam mengembangkan produk
yang berkualitas sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ1 => PKPE2 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk,
maka akan semakin banyak
informasi yang diperoleh tentang
preferensi konsumen sehingga
akan meningkatkan kemampuan
dalam mengembangkan produk
yang berkualitas sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ1 => PKPE3 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang kebutuhan
konsumen sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan desain produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ1 => PKPE4 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang kebutuhan
konsumen sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan desain produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing.

-- 140 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ1 => PKPE5 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang kebutuhan
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan tur produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ1 => PKPE6 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang preferensi
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan tur produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing.
KJ1 => PKPE7 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang kebutuhan
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ1 => PKPE8 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang preferensi
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.

-- 141 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ1 => PKPE9 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang kebutuhan
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan trend produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ1 => PKPE10 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh tentang preferensi
konsumen asing sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan trend produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing.
KJ1 => PKPE11 Semakin baik hubungan dengan Logis
rekan bisnis yang dijalin melalui
koordinator yang ditunjuk, maka
akan semakin banyak informasi
yang diperoleh sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan produk yang
selama ini belum dapat dipenuhi
untuk konsumen asing.
KJ2 => PKPE1 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
produk yang berkualitas sesuai
dengan kebutuhan konsumen
asing.

-- 142 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ2 => PKPE2 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
preferensi konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
produk yang berkualitas sesuai
dengan preferensi konsumen
asing.
KJ2 => PKPE3 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
desain produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ2 => PKPE4 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
preferensi konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
desain produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ2 => PKPE5 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
tur produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ2 => PKPE6 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
preferensi konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
tur produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.

-- 143 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ2 => PKPE7 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
produk dengan kemasan yang
sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ2 => PKPE8 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
preferensi konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
produk dengan kemasan
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing.
KJ2 => PKPE9 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
kebutuhan konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
trend produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ2 => PKPE10 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin baik pengetahuan tentang
preferensi konsumen asing
sehingga akan meningkatkan
kemampuan mengembangkan
trend produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ2 => PKPE11 Semakin baik kemampuan Logis
UMKM dalam menjalin hubungan
dengan rekan bisnis, maka akan
semakin banyak pengetahuan
yang diperoleh sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan produk yang
selama ini belum dapat dipenuhi
untuk konsumen asing.
-- 144 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ3 => PKPE1 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian kebutuhan terkait
dengan kualitas produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE2 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
(konsumen) dalam bernegosiasi,
maka akan semakin mudah dalam
menemukan kesesuaian preferensi
terkait dengan kualitas produk
yang diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE3 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian kebutuhan terkait
dengan desain produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE4 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian preferensi terkait
dengan desain produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE5 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian kebutuhan terkait
dengan tur produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE6 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
dalam bernegosiasi, maka
akan semakin mudah dalam
menemukan kesesuaian preferensi
terkait dengan tur produk yang
diinginkan konsumen asing.

-- 145 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ3 => PKPE7 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian kebutuhan terkait
dengan produk dengan kemasan
yang diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE8 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian preferensi terkait
dengan produk dengan kemasan
yang diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE9 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian kebutuhan terkait
dengan tren produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE10 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis dalam
bernegosiasi, maka akan semakin
mudah dalam menemukan
kesesuaian preferensi terkait
dengan trend produk yang
diinginkan konsumen asing.
KJ3 => PKPE11 Semakin eksibel hubungan Logis
UMKM dengan rekan bisnis
dalam bernegosiasi, maka akan
semakin banyak pengetahuan
yang diperoleh sehingga akan
meningkatkan kemampuan dalam
mengembangkan produk yang
selama ini belum dapat dipenuhi.
KJ4 => PKPE Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan kualitas yang
sesuai dengan kebutuhan
konsumen.

-- 146 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ4 => PKPE2 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan kualitas yang
sesuai dengan preferensi
konsumen.
KJ4 => PKPE3 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan desain yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen.
KJ4 => PKPE4 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan desain yang sesuai
dengan preferensi konsumen.
KJ4 => PKPE5 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan tur yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen.
KJ4 => PKPE6 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan tur yang sesuai
dengan preferensi konsumen.
KJ4 => PKPE7 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan kemasan yang
sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
KJ4 => PKPE8 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk dengan kemasan
yang sesuai dengan preferensi
konsumen.

-- 147 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ4 => PKPE9 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
tren produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
KJ4 => PKPE10 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
trend produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen.
KJ4 => PKPE11 Semakin baik pengetahuan UMKM Logis
mengenai produk yang dijual
oleh rekan bisnis, maka akan lebih
mudah dalam mengembangkan
produk sesuai dengan kebutuhan
konsumen yang selama ini belum
dapat dipenuhi.
KJ5 => PKPE Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
produk yang berkualitas sesuai
dengan kebutuhan konsumen
asing.
KJ5 => PKPE2 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
produk yang berkualitas sesuai
dengan preferensi konsumen
asing.
KJ5 => PKPE3 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
desain produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.

-- 148 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ5 => PKPE4 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
desain produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ5 => PKPE5 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
tur produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ5 => PKPE6 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
tur produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ5 => PKPE7 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
kemasan produk yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen
asing.
KJ5 => PKPE8 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
kemasan produk yang sesuai
dengan preferensi konsumen
asing.
KJ5 => PKPE9 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
trend produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.

-- 149 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ5 => PKPE10 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
trend produk yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing.
KJ5 => PKPE11 Semakin baik hubungan anggota Logis
organisasi dalam mengembangkan
komunikasi informal, maka akan
semakin baik kerjasama yang
dibangun dalam mengembangkan
produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing yang
selama ini belum terpenuhi.
KJ6 => PKPE1 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan produk yang
berkualitas sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing.
KJ6 => PKPE2 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan produk yang
berkualitas sesuai dengan
preferensi konsumen asing
KJ6 => PKPE3 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan desain produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ6 => PKPE4 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan desain produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing

-- 150 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ6 => PKPE5 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan tur produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ6 => PKPE6 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan tur produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing
KJ6 => PKPE7 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan kemasan produk
yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing.
KJ6 => PKPE8 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan kemasan produk
yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing
KJ5 => PKPE9 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan trend produk
yang sesuai kebutuhan konsumen
asing.
KJ5 => PKPE10 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan tren produk
yang sesuai preferensi konsumen
asing.

-- 151 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Depende
KJ5 => PKPE11 Semakin intensif tukar-menukar Logis
informasi secara spontan antar
anggota organisasi, maka akan
semakin besar potensi dalam
mengembangkan produk yang
selama ini belum terpenuhi untuk
kebutuhan konsumen asing.

3.10.4. Pictorial Logic Pengalaman Bisnis


Internasional dan Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor

-- 152 --
Elfan Kaukab

Hubungan
Indikator Variabel Logical
Independen dan Penjelasan
Indikator Variabel Connection
Dependen
PBI1 => PKPE1 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI1 => PKPE2 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI1 => PKPE3 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
desain yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI1 => PKPE4 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan tur
yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI1 => PKPE5 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan tur
yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI1 => PKPE6 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
desain yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI1 => PKPE7 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI1 => PKPE8 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI1 => PKPE9 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan trend produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI1 => PKPE10 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan semakin luas Logis
pengetahuan yang dimiliki sehingga memudahkan dalam pengembangan trend produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI1=> PKPE11 Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pemilik usaha, maka akan lebih mudah dalam Logis
mengembangkan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen yang selama ini belum dapat
dipenuhi.
PBI2 => PKPE1 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen asing sehingga pengembangan kualitas produk akan
lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI2 => PKPE2 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi preferensi konsumen asing sehingga pengembangan kualitas produk akan
lebih sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI2 => PKPE3 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen asing sehingga pengembangan desain produk akan
lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI2 => PKPE4 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi preferensi konsumen asing sehingga pengembangan desain produk akan
lebih sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI2 => PKPE5 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen asing sehingga pengembangan tur produk akan
lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI2 => PKPE6 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi preferensi konsumen asing sehingga pengembangan tur produk akan lebih
sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI2 => PKPE7 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen asing sehingga pengembangan kemasan produk akan
lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI2 => PKPE8 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi preferensi konsumen asing sehingga pengembangan kemasan produk akan
lebih sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI2 => PKPE9 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen asing sehingga pengembangan trend produk akan
lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI2 => PKPE10 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi preferensi konsumen asing sehingga pengembangan trend produk akan
lebih sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI2 => PKPE11 Semakin lama UMKM terlibat dalam operasi bisnis internasional, maka akan lebih mudah Logis
dalam mendeteksi kebutuhan konsumen yang selama ini belum dapat terpenuhi.
PBI3 => PKPE1 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan kualitas
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI3 => PKPE2 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai preferensi konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan kualitas
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI3 => PKPE3 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan desain
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI3 => PKPE4 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai preferensi konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan desain
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI3 => PKPE5 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan tur
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI3 => PKPE6 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai preferensi konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan tur
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI3 => PKPE7 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan kemasan
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI3 => PKPE8 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai preferensi konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan kemasan
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI3 => PKPE9 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan tren
produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing.
PBI3 => PKPE10 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai preferensi konsumen asing sehingga memudahkan dalam pengembangan tren
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing.
PBI3 => PKPE11 Semakin banyak bekerja sama dengan negara asing, maka akan semakin baik pengetahuan Logis
mengenai kebutuhan konsumen asing sehingga lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan
yang selama ini belum terpenuhi.

-- 153 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3.10.5. Pictorial Logic Pengembangan Kesesuaian


Produk Ekspor dan Kinerja Internasional

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE1 => K Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE1 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.

-- 154 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE1 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE2 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE2 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.
PKPE2 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kualitas yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE3 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
desain yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE3 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
desain yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.

-- 155 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE3 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
desain yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE4 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
desain yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE4 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
desain yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.
PKPE4 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan desain produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen
asing, maka akan lebih mudah
berkompetisi dan meningkatkan
pangsa pasar.
PKPE5 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing, maka akan
meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE5 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing, maka akan
meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.

-- 156 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE5 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing, maka akan
lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE6 => KI Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing, maka akan
meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE6 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing, maka akan
meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.
PKPE6 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
tur yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing, maka akan
lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE7 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE7 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.

-- 157 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE7 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, maka
akan lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE8 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan prot
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE8 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan meningkatkan daya jual yang
berimbas pada kenaikan volume
penjualan perusahaan dari kegiatan
bisnis intenasional.
PKPE8 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan produk dengan
kemasan yang sesuai dengan
preferensi konsumen asing, maka
akan lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.
PKPE9 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen
asing, maka akan meningkatkan daya
jual yang berimbas pada kenaikan
prot perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE9 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen
asing, maka akan meningkatkan daya
jual yang berimbas pada kenaikan
volume penjualan perusahaan dari
kegiatan bisnis intenasional.
PKPE9 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen
asing, maka akan lebih mudah
berkompetisi dan meningkatkan
pangsa pasar.

-- 158 --
Elfan Kaukab

Hubungan Indikator
Variabel Independen Logical
Penjelasan
dan Indikator Connection
Variabel Dependen
PKPE10 => KI1 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen
asing, maka akan meningkatkan daya
jual yang berimbas pada kenaikan
prot perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE10 => KI2 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen
asing, maka akan meningkatkan daya
jual yang berimbas pada kenaikan
volume penjualan perusahaan dari
kegiatan bisnis intenasional.
PKPE10 => KI3 Semakin baik kemampuan Logis
mengembangkan trend produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen
asing, maka akan lebih mudah
berkompetisi dan meningkatkan
pangsa pasar.
PKPE11 => KI1 Semakin baik kemampuan UMKM Logis
dalam memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang selama
ini belum terpenuhi, maka akan
meningkatkan prot perusahaan dari
kegiatan bisnis intenasional.
PKPE11 => KI2 Semakin baik kemampuan UMKM Logis
dalam memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang selama
ini belum terpenuhi, maka akan
meningkatkan volume penjualan
perusahaan dari kegiatan bisnis
intenasional.
PKPE11 => KI Semakin baik kemampuan UMKM Logis
dalam memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang selama
ini belum terpenuhi, maka akan
lebih mudah berkompetisi dan
meningkatkan pangsa pasar.

-- 159 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3.11. Teknik Analisis Data

3.11.1. Uji Validitas


Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya
item pertanyaan/indikator dalam kuesioner, dengan kata
lain, apakah item pertanyaan/indikator tersebut benar benar
dapat mengukur suatu konstruk atau variabel yang akan
diukur (Ghozali, 2013). Pengukuran validitas dalam penelitian
ini menggunakan dua cara, yaitu:

1. Melakukan Korelasi Bivariate antara masing-masing skor


indikator dengan total skor konstruk atau variabel

Uji korelasi bivariate yang digunakan dalam penelitian


ini adalah Pearson’s product moment coefcient of correlation
dengan rumus berikut (Suliyanto, 2011):

Keterangan:

r = koesien korelasi product moment

n = banyaknya sampel

X = nilai dari item

Y = nilai dari total item

Uji signikansi dilakukan dengan membandingkan nilai


r hitung dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2.

Kriteria pengujian:

Dengan level of signicance atau = 0,05 dengan derajat


kebebasan (n - 2) maka bila:

-- 160 --
Elfan Kaukab

r > r tabel dan bernilai positif, berarti butir atau varibel


kuisioner dikatakan valid.

r r tabel dan bernilai negatif, berati butir atau variabel


kuisioner dikatakan tidak valid.

2. Melakukan Uji Conrmatory Factor Analysis (CFA)

Analisis faktor konrmatori digunakan untuk menguji


apakah suatu konstruk mempunyai uni dimensionalitas
atau apakah indikator-indikator yang digunakan dapat
mengkonrmasikan sebuah konstruk atau variabel atau
tidak. Analisis faktor konrmatori akan mengelompokkan
masing-masing indikator ke dalam beberapa faktor. Jika
sekelompok indikator memang merupakan indikator suatu
konstruk atau variabel, maka dengan sendirinya indikator-
indikator tersebut akan mengelompok menjadi satu. Jika
masing-masing indikator merupakan indikator pengukur
konstruk atau variabel, maka indikator-indikator tersebut
akan mempunyai nilai loading factor yang tinggi.

Terdapat asumsi yang mendasari dapat tidaknya analisis


faktor digunakan untuk pengujian validitas, yaitu data matrik
harus mempunyai korelasi yang cukup (sufcient correlation)
yang dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu:

a. Uji Bartlett of Sphericity, adalah uji satatistik yang


digunakan untuk menentukan ada tidaknya korelasi
antar variabel. Semakin besar sampel, semakin sensitif
Uji Bartlett dalam mendeteksi adanya korelasi antar
variabel.

b. Kaiser-Meyer Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO


MSA), yaitu uji statistik yang digunakan untuk mengukur
tingkat interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya
digunakan analisis faktor. Nilai KMO berkisar dari 0
sampai dengan 1. Dan nilai yang dikehendaki adalah
harus > 0,50 (Ghozali, 2013).
-- 161 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3.11.2. Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas adalah alat analisis untuk mengukur
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Agar tercapai tingkat kepekaan dan reliabilitas
alat ukur dalam penelitian harus diperhatikan aspek
kemantapan, ketepatan, dan homoganitas pengukuran.
Kemantapan alat ukur dimaksud bahwa apabila alat ukur
itu dipakai untuk mengukur berulang kali, alat ukur tersebut
akan menghasilkan hasil pengukuran yang sama atau
konsisten dengan catatan bahwa tidak terjadi perubahan
kondisi disetiap pengukuran. Alat ukur dikatakan memiliki
ketepatan apabila alat ukur tersebut jelas, mudah di mengerti,
dan terperinci. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan cara one shot dengan uji statistik Cronbach Alpha
( ) dengan rumus (Suliyanto, 2011):

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

a = varians total
2
b = jumlah varians butir

Kriteria pengujian:

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel apabila


nilai Cronbach Alpha ( ) nya > 0,70.

3.11.3. Analisis Data


1. Angka Indeks

-- 162 --
Elfan Kaukab

Angka indeks adalah alat analisis statistik deskriptif


yang digunakan untuk memmberikan gambaran atau
deskripsi empiris dari data yang dikumpulkan dalam
penelitian. Dengan angka indeks ini akan dapat diketahui
persepsi umum dari responden mengenai sebuah variabel
yang diteliti. Perhitungan angka indeks dapat diperoleh
dengan rumus nilai indeks sebagai berikut (Ferdinand, 2014):

Nilai Indeks = ((% F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3) +...


(%F7x7))/7

Di mana:

F1 adalah frekuensi responden yang menjawab 1

F2 adalah frekuensi responden yang menjawab 2

F3 adalah frekuensi responden yang menjawab 3

Dan seterusnya sampai dengan F7 adalah frekuensi


adalah responden yang menjawab 7.

Selanjutnya sebagai dasar intepretasi nilai indeks yang


diperoleh akan digunakan kriteria tiga kotak (Three Box
Method). Nilai minimal indeks yang akan diperoleh adalah
10 dan nilai maksimal indeks yang akan diperoleh adalah 70
dengan rentang jawaban 60. Kernudian rentang jawaban akan
dibagi tiga. Ketentuan kriteria intepretasi sebagai berikut:

10 sampai dengan 30 = rendah

31 sampai dengan 50 = sedang

51 sampai dengan 70 = tinggi

2. Analisis Structural Equation Modelling (SEM)

Pengujian model yang diajukan dalam penelitian ini


menggunakan alat analisis SEM. Alat analisis ini dipilih karena
memungkinkan peneliti untuk menguji beberapa variabel

-- 163 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

dependent sekaligus dengan beberapa variabel independen


(Ferdinand, 2005). Langkah-langkah dalam pengujian model
menggunakan SEM terdiri dari tujuh langkah yaitu:

1) Pengembangan sebuah model berbasis teori

Pada dasarnya SEM adalah sebuah comrmatory


technique yang digunakan untuk menguji hubungan
kausalitas dimana perubahan satu variabel diasumsikan
menghasilkan perubahan pada variabel lain didasarkan
pada teori yang ada. Sehingga untuk mendapatkan
justikasi teoritis yang kuat pada model yang
dikembangkan, peneliti harus melakukan serangkaian
eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka.

2) Pengembangan path diagram

Model teoritis dibangun untuk tujuan estimasi akan


digambarkan pada sebuah path diagram berikut:

-- 164 --
Elfan Kaukab

3) Konversi path diagram ke dalam persamaan

Pada langkah ini model dinyatakan dalam path diagram


kemudian dikonversi ke dalam rangkaian persamaan.
Diagram path yang dikonversi terdiri dari:

a. Persamaan struktural (structural equation) yang


dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas
antar berbagai konstruk.

b. Persamaan spesikasi model pengukuran


(measurement model), di mana harus ditentukan
variabel yang mengukur konstruk dan menentukan
serangkaian matriks yang menunjukkan korekasi yang
dihipotesiskan antar konstruk atau variabel.

c. Pemilihan matriks input dan estimasi model.

d. Matriks input data yang digunakan adalah matriks


varian/kovarian atau matrik korelasi.

e. Ukuran sampel (Hair et al. 1996 dalam Ferdinand, 2014)


menemukan bahwa ukuran sampel yang sesuai untuk
SEM adalah 100-200. Sedangkan untuk ukuran sampel
minimum adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap
estimasi parameter.

f. Estimasi model yang tersedia dalam program AMOS


adalah teknik Maximum Likelihood Estimation Method,
Generalized Least Square Estimation Method, Unweighted
Least Square Estimation (ULS), Scale Free Least Square
Estimation (SLS) dan Asymtotically Distribution Free
Estimation (SLS). Penelitian ini akan menguji kausalitas
sehingga menggunakan matriks varian kovarian
(Hair et al. dalam Ghozali 2008). Teknik estimasi yang
dipergunakan adalah Maximum Likelihood Estimation.
Estimasi struktural equation model dilakukan dengan
analisis full model untuk melihat kesesuaian model

-- 165 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model


diuji.

4) Menilai problem identikasi

Problem identikasi pada prinsipnya adalah problem


mengenai ketidakmampuan model yang dikembangkan
untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem
identikasi muncul melalui munculnya standar error
untuk satu atau beberapa koesien adalah sangat
besar, munculnya varians error yang negatif, maupun
munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koesien
estimasi didapat. Solusi untuk problem identikasi ini
adalah dengan memberikan lebih banyak konstrain pada
model yang dianalisis.

5) Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

Pada langkah kelima ini kesesuaian model dievaluasi


dengan telaah berbagai kriteria goodness of t. Tindakan
pertama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi
asumsi-asumsi SEM sebagai berikut:

a. Evaluasi atas terpenuhinya asumsi normalitas data.


Normalitas univariate atau multivariate dievaluasi
dengan menggunakan AMOS 5 yang menggunakan
kriteria nilai kritis (critical ratio) sebesar ± 1,96 pada
signikansi 0,05 atau ± 2,583 pada tingkat signikansi
0,01. Jika nilai kritis (critical ratio) dari masing-masing
variabel lebih besar atau sama dengan ± 1,96 atau ±
2,58 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada bukti
kalau data yang digunakan mempunyai sebaran yang
tidak normal.

b. Evaluasi atas independen antar observasi dalam model


atau tidak saling ketergantungan antar variabel dapat
dilihat dari korelasi antar variabel. Jika korelasi lebih

-- 166 --
Elfan Kaukab

dari 0,90 maka dikatakan terjadi ketergantungan antar


pengamatan/observasi sekaligus mengidentikasi
adanya gejala multikolinieritas dan problem
identikasi.

c. Evaluasi atas multicollinearity dan singularity.


Determinan dari matriks kovarians sampel lebih
besar dari 2 nor (jauh dari nol) dapat disimpulkan
tidak terjadi multicollinearity dan singularity maka data
layak digunakan. Uji statistik yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesesuaian model dalam penelitian
ini adalah: 1). Chi Square Statistic (X2), alat analisis ini
digunakan untuk menguji adanya perbedaan antara
matriks populasi dan matriks kovarians. Karena dalam
hal ini X = 0 berarti benar-benar tidak ada perbedaan.
2). The Root Mean Square Error of Apprimation (RMSEA),
indeks ini diperlukan untuk mengompensasi nilai Chi
Square pada ukuran sampel besar. Nilai RMSEA yang
lebih kecil atau sama dengan 0,08 indeks yang dapat
diterima model.

d. Goodness of Fit Index (GFI). GFI berkisar antara 0 (poor


t) sampai dengan 1 (better t). Nilai yang mendekati 1
dalam indek menunjukkan tingkat kesesuaian.

e. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI). Tingkat


penerimaan yang baik adalah bila AGFI mempunyai
nilai sama atau lebih besar dari 0,95.

f. The Minimum Sampel Discrepancy Function Degree of


Freedom (CMIN/DF). The minimum sample discrepancy
function (CMIN) dibagi dengan degree of freedom akan
menghasilkan indek CMIN/DF. Indek ini disebut juga
X2 relatif karena merupakan nilai chi-square statistic
dibagi dengan degree of reedom-nya. Nilai X relatif yang
baik adalah kurang dari 2,0 atau bahkan kurang dari

-- 167 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3,0 merupakan indikasi dari acceptable t antara model


dan data.

g. Tucker Lewis Index (TLI). Membandingkan model


yang diuji dengan baseline model. Nilai yang
direkomendasikan sama atau > 0,95 dan nilai yang
mendekati l menunjukkan very good t.

h. Comparative Fit Index (CFI). Besaran nilai antara 0 – 1,


semakin mendekati l menunjukkan tingkat t yang
semakin tinggi pula. Nilai yang direkomendasikan
adalah CFI > 0,95.

6) Uji Reliability dan Variance Extract

Uji reliabilitas dalam SEM dapat diperoleh dengan


rumus:

Keterangan:

Standar loading diperoleh dari nilai standardized loading


untuk tiap tiap indikator yang diperoleh dari perhitungan
computer.

.j adalah measurement error dari tiap-tiap indikator


(1-std.1oading)2

Nilai construct reliability yang dapat diterima adalah


0,70

Variance extract diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

-- 168 --
Elfan Kaukab

Standar loading diperoleh dari nilai standardized loading


untuk tiap tiap indikator yang diperoleh dari perhitungan
komputer

.j adalah measurement error dari tiap-tiap indikator (1-


std.loading)2

Nilai variance extract yang dapat diterima adalah 0,50

7) Intepretasi dan Modikasi Model

Langkah terakhir adalah mengintepretasikan model


dan memodikasi model bagi model-model yang tidak
memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Cutt of value
sebesar 2,58 (Ferdinand, 2005) dapat digunakan untuk
menilai signikansi tidaknya residual yang dihasilkan
dalam model. Nilai residual yang lebih besar atau sama
dengan ±2,58 diintepretasikan sebagai signikan secara
statistik pada tingkat 5%.

3. Uji Pengaruh Mediasi

Uji pengaruh mediasi dari pengembangan kesesuaian


produk ekspor (export product t development) pada hubungan
kausal antara kapabilitas jaringan (network capability)
dengan kinerja internasional UMKM dan pengaruh mediasi
pengembangan kesesuaian produk ekspor (export product
t development) pada hubungan kausal antara pengalaman
bisnis internasional (international business experience) dengan
kinerja internasional UMKM dilakukan dengan Uji Sobel. Uji
Sobel dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh
tidak langsung dari variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y) melalui variabel yang dihipotesiskan sebagai
variabel mediasi atau menguji signikansi pengaruh tidak
langsung (perkalian pengaruh langsung variabel bebas
terhadap variabel mediator (a) dan pengaruh langsung
variabel mediator terhadap variabel terikat (b), menjadi (ab).

-- 169 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Uji signikansi pengaruh tidak langsung (ab) dilakukan


berdasarkan rasio antara koesien (ab) dengan standar error
yang akan menghasilkan nilai t statistik. Untuk menghitung
standar error (ab) digunakan rumus (Suliyanto,2011):

Sedangkan nilai z koesien ab adalah sebagai berikut:

Di mana:

a = nilai koesien regresi pengaruh dari variabel bebas


terhadap variabel yang dihipotesiskan sebagai variabel
mediasi

Sa = nilai standar error pengaruh dari variabel bebas


terhadap variabel yang dihipotesiskan sebagai variabel
mediasi

b = nilai koesien regresi dari variabel yang dihipotesiskan


sebagai variabel mediasi terhadap variabel bebas

Sb = nilai standar error pengaruh dari variabel bebas


terhadap variabel yang dihipotesiskan sebagai variabel
mediasi

Kriteria pengujian:

Jika nilai t statistik Sobel test > nilai t tabel atau nilai p
value < (0,05), maka variabel yang dihipotesiskan sebagai
variabel mediasi benar benar memediasi pengaruh dari
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

-- 170 --
Elfan Kaukab

3.12. Proses Pengembangan Konstruk Baru

3.12.1. Tahap I Konseptualisasi Konstruk


1. Denisi Konsep Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor

Langkah pertama dalam validasi adalah mengklarikasi


apa yang ingin ditangkap secara konseptual dari konstruk
yang diajukan, berusaha mendeskripsikan dengan jelas
dimensi dan stabilitasnya dalam konteks teoritis, serta
diskusi mengenai bagaimana sebuah konstruk tersebut
berbeda dengan variabel lain di sebuah penelitian (Nunnally
dan Bernstein,1994; MacKenzie, Podsakoff dan Podsakoff,
2011; Churchill, 1979). Bagian ini juga membahas langkah-
langkah pengembangan konstruk baru Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor dengan mensintesis temuan dari
literatur dan wawancara praktisi ke dalam denisi spesik
tentang pengembangan konstruk baru; menghubungkan
konseptualisasi dengan teori; dan mengusulkan model
penelitian yang memposisikan konstruk baru ini dalam
hubungan dengan variabel lain.

Hasil telaah literatur serta wawancara dengan


akademisi dan praktisi telah membuktikan secara teoritis dan
konseptual mengenai konstruk Export Product Fit Development
serta model-model yang membuktikan secara teoritis bahwa
integrasi teoritis antara foreign customer knowledge dengan
konsep export product strategic t dapat dilakukan sehingga
dirumuskan beberapa hal mengenai konseptualisasi Export
Product Fit Development:

1. Export Product Fit Development merupakan konstruk


baru yang berbeda dengan konstruk sebelumnya seperti
export product strategic t dan inovasi yang telah mapan
dan banyak dijadikan referensi oleh peneliti yang lain

-- 171 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

(seperti Stoian, Rialp, dan Dimitratos, 2017; Bai, Lind dan


Johanson, 2016; Zacca, Dayan and Ahrens, 2015)

2. Fokus dari konstruk Export Product Fit Development adalah


pada level individu, sehingga secara spesik konstruk
Export Product Fit Development akan mengajukan proposisi
mengenai persepsi pemilik terhadap perusahaan.

Export Product Fit Development sebagai konstruk yang


konsisten dengan teori pengembangan produk asing,
maka riset ini mendenisikan konstruk Export Product Fit
Development sebagai berikut:

Indikator yang dikembangkan dalam konstruk ini


adalah 1) Pengembangan kualitas produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing, 2) Pengembangan kualitas
produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing, 3)
Pengembangan desain produk yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen asing, 4) Pengembangan desain produk yang
sesuai dengan preferensi konsumen asing, 5) Pengembangan
tur produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen asing,
6) Pengembangan tur produk yang sesuai dengan preferensi
konsumen asing, 7) Pengembangan kemasan produk yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen asing, 8) Pengembangan
kemasan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen
asing, 9) Pengembangan produk yang sesuai dengan trend
kebutuhan konsumen asing, 10) Pengembangan produk yang
sesuai dengan trend preferensi konsumen asing, dan 11)
Pengembangan produk yang dapat memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang belum dapat dipenuhi saat ini.

-- 172 --
Elfan Kaukab

2. Posisi Konstruk Secara Teoritis

Konsep berkaitan dengan strategic t dalam pemasaran


seperti pernyataan Day (1999) yaitu dalam membangun
organisasi yang berorientasi pasar akan mengukur
kinerja dengan melihat kesesuaian antara lingkungan
perusahaan dengan internal perusahaan yang didesain dan
diimplementasikan strategi pemasaran yang tepat didalamnya.
Artinya, strategi pemasaran merupakan mekanisme utama
untuk mencapai kesesuaian antara organisasi dan kondisi
pasar eksternal. Strategic t menawarkan dasar yang
relevan untuk penilaian kinerja dari strategi pemasaran
internasional yang diberikan. Para ahli mengakui pentingnya
mencocokkan strategi pemasaran internasional dengan
kondisi internal dimana perusahaan beroperasi. Sebagai
contoh, karya konseptual Jain (1989) menunjukkan pengaruh
faktor lingkungan terhadap kesesuaian program pemasaran
internasional. Sebagian besar studi mengenai standarisasi
strategi pemasaran bersifat konseptual (Katsikeas et al.,
2006) dimana studi empiris berfokus pada hubungan antara
strategi pemasaran internasional dan kinerja. Venkatraman
(1989) menegaskan dalam paradigma strategic t perlu
menjaga hubungan yang dekat dan konsisten antara strategi
perusahaan dan lingkungan di mana strategi akan diterapkan.

Dalam teori kontingensi, kinerja perusahaan merupakan


hasil penyelarasan yang tepat dari desain perusahaan dengan
tempat usaha yang dijalankannya (Donaldson, 1995). Beberapa
penelitian dilakukan terkait dengan kapabilitas adaptif
UMKM yang berperan dalam meningkatkan kinerja UMKM di
pasar internasional seperti Vasquez dan Doloriert (2011) yang
menyatakan bahwa kapabilitas adaptif bermanfaat untuk
memenuhi permintaan pasar yang belum tersentuh. Kiran,
Majumdar dan Kishore (2013) memasukkan kemampuan
diversikasi produk sebagai kapabilitas adaptif yang menjadi
determinan faktor dalam keberhasilan UMKM. Strategi

-- 173 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

penyesuaian lingkungan menggunakan teori kontingensi


dalam pemasaran internasional (Hultman, Robson, dan
Katsikeas, 2009). Meskipun demikian, penelitian sebelumnya
fokus pada penentuan hubungan antara lingkungan
pasar perusahaan yang aktif secara internasional, strategi
pemasaran internasional, dan kinerja, berdasarkan kerangka
kerja struktur-perilaku-kinerja ekonomi organisasi industri
(Cavusgil dan Zou, 1994; Özsomer dan Simonin, 2004; Sousa
dan Bradley, 2008). Hasil penelitian mengidentikasi pola
mediasi yang ada di antara konstruksi penting (misalnya faktor
lingkungan dan organisasi yang lebih dominan mendukung
adaptasi perusahaan) yang membantu kinerja organisasi
(Calantone et al. 2006). Venkatraman (1989) membagi beberapa
cara pemodelan dampak kesesuaian antara lingkungan dan
strategi terhadap kinerja. Pendekatan dominan dalam riset
pemasaran internasional adalah “t as moderation,” dengan
variabel lingkungan mengkondisikan hubungan adaptasi
dengan kinerja. Namun, perspektif moderasi belum didukung
oleh data (Shoham, 1999; Xu, Cavusgil, dan White 2006).
Bentuk logika kongruitas yang diadopsi adalah pendekatan
"t-as-matching" Venkatraman (1989). Seperti halnya
moderasi, pendekatan ini mensyaratkan pengidentikasian
bentuk fungsional yang tepat antar variabel (misalnya tingkat
adaptasi produk dan masing-masing variabel lingkungan)
menggunakan penelitian yang masih ada. Tidak seperti
moderasi yang berfokus pada efek variabel dengan kinerja, t
secara teoritis didenisikan sebagai kecocokan atau kesamaan
antar variabel (Powell, 1992). Hultman, Robson, and Katsikeas
(2009) mengembangkan ukuran t terlepas dari kinerja dan
kemudian melakukan regresi pada kinerja. Katsikeas, Samiee,
dan Theodosiou (2006) menunjukkan bahwa kesesuaian
lingkungan dengan strategi standarisasi pemasaran secara
positif terhubung dengan kinerja.

-- 174 --
Elfan Kaukab

Konsep yang telah dikembangkan peneliti sebelumnya


adalah Export Product Strategic Fit menggunakan konsep
t dalam International Marketing Strategic Fit (Katsikeas,
Samiee, and Theodosiou, 2006). Konsep ini mengukur t
dengan hanya melihat dua kontinum yaitu produk yang
sangat terstandarisasi sampai dengan produk yang sangat
teradaptasi pada dimensi kualitas, desain, tur, merek, dan
kemasan. Ukuran t yang digunakan pada standarisasi
produk industri, bukan kesesuaian produk terhadap
konsumen secara langsung. Sedangkan konstruk baru yang
akan dibangun mengintegrasikan konsep Foreign Customer
Knowledge yang merupakan salah satu dimensi pengetahaun
yang digunakan dalam konsep Foreign Market Knowledge
(Musteen, Datta and Butts, 2014) dengan Export Product
Strategic Fit (Hultman, Robson, and Katsikeas, 2009). Dimensi
Foreign Customer Knowledge paling relevan digunakan dalam
mengukur pengetahuan perusahaan yang secara langsung
berhubungan dengan produk yang dikehendaki pelanggan
(Zhou, 2004). Dimensi yang lain seperti pengetahuan tentang
kompetitor asing lebih menekankan strategi perusahaan
dalam bersaing di pasar asing (Blomstermo, Eriksson, and
Sharma, 2004), dimensi pengetahuan mengenai budaya lebih
menekankan pada nilai dan norma negara tujuan ekspor
(Chetty and Blankenburg Holm, 2000), dimensi pengetahuan
politik merupakan pengetahuan tentang regulasi dan aturan
(Hadjikhani dan Ghauri, 2001), dimensi pengetahuan peluang
bisnis menekankan pada pengetahuan berpartner dan potensi
konsumen baru (Burgel dan Murray, 2000), serta dimensi
pengetahuan tentang distribusi merupakan pengetahuan
mengenai jalur distribusi yang tepat dalam mengirim barang
(Burgel dan Murray, 2000).

Pengukuran yang digunakan dalam konsep Foreign


Customer Knowledge yaitu pengetahuan mengenai kebutuhan,
preferensi, tren, dan produk yang belum terpenuhi selama

-- 175 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

ini bagi konsumen asing (Musteen, Datta and Butts, 2014).


Ukuran ini tidak dengan tegas menjelaskan dalam hal apa saja
produk yang dikehendaki konsumen asing sehingga perlu
untuk disintesakan dengan konsep Export Product Strategic
Fit yang mengukur dengan jelas produk dari sisi kualitas,
desain, tur, dan kemasan (Hultman, Robson, and Katsikeas,
2009). Konsep baru Export Product Fit Development mengukur
t dengan menekankan pentingnya pengetahuan tentang
kosumen asing sebagai dasar untuk menciptakan produk
yang memiliki kualitas, desain, tur, dan kemasan yang sesuai
dengan kebutuhan, preferensi, dan tren konsumen asing.

3. Model Penelitian

MacKenzie et al., (2011) berpendapat bahwa dalam sebuah


riset pengembangan konstruk baru diperlukan sebuah model
teoritis yang akan mendenisikan dan memvalidasi sebuah
konstruk, saran selanjutnya adalah menguji konstruk baru
tersebut dengan setidaknya satu variabel anteseden, variabel
konsekuen, pemosisian variabel mediasi atau moderasi dan
konstruk yang dimungkinkan memiliki kemiripan secara
konseptual sehingga diharapkan konstruk yang diciptakan
tersebut dapat menetapkan validitas nomologisnya. Straub,
Boudreau, dan Gefen (2004) mengemukakan bahwa validitas
nomologi adalah bentuk dari validitas konstruk yang muncul
sebagai salah satu cara untuk memperlihatkan kekuatan
hubungan yang bersifat konsisten antar konstruk dengan
menggunakan metode pengukuran yang berbeda. Validitas
nomologi dalam riset yang dikembangkan ini akan menguji
apakah Export Product Fit Development mempunyai hubungan
yang signikan dengan konstruk lain dalam jaringan
nomologinya, karena tidak ada riset sebelumya yang meneliti
hubungan antara Export Product Fit Development dengan
variabel lainnya. Selanjutnya pengembangan model empiris
yang berkaitan dengan validitas nomologinya diterangkan di
BAB II.

-- 176 --
Elfan Kaukab

4. Spesikasi Alat Ukur

Riset yang dilakukan untuk mengukur Export Product Fit


Development menggunakan alat ukur yang tergolong typical
performance test karena dalam mengukur tidak menggunakan
pernyataan benar dan salah (Messick, 1995), sedangkan
untuk respon jawaban dalam kuesioner menggunakan skala
likert karena partisipan diminta untuk memberikan derajat
persetujuan, partisipan juga akan diminta untuk memberikan
derajat kepastian dari pilihan yang diberikan oleh responden
(DeVellis, 2003). Item-item yang dipergunakan dalam
penskalaan menyediakan 7 pilihan. Skala yang dipergunakan
dalam penelitian ini dipilih dengan tujuan agar repsonden
memberikan respon yang bersifat lebih variatif.

5. Partisipasi Peneliti

Partisipan dalam fase validitas alat ukur ini mengambil


30 pemilik UMKM yang telah melakukan ekspor yang
berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.

6. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode


purposive sampling yaitu penentuan sampel bertujuan secara
subyektif karena peneliti memahami bahwa informasi
yang dibutuhkan dapat diperoleh dari satu kelompok
sasaran tertentu yang mampu memberikan informasi yang
dikehendaki dari responden yang memiliki kriteria tertentu
(Ferdinand, 2014). Kriteria yang ditentukan adalah manajer
atau pemilik UMKM sektor kerajinan dan fashion yang telah
melakukan ekspor di Provinsi Jawa Tengah. Seorang manajer
atau pemilik UMKM ekspor menurut peneliti mampu
memberi informasi tentang kondisi perusahaan terkait
kegiatan ekspor.

-- 177 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3.12.2. Tahap II Pengembangan Instrumen


1. Pengembangan Instrumen

Langkah selanjutnya dalam pengembangan sebuah


konstruk adalah validasi item konstruk. Tujuan dari tindakan
ini adalah untuk memastikan bahwa domain konseptual
dari sebuah konstruk dapat direpresentasikan dengan baik
dan terhindar dari kesamaan dan tumpang tindih dengan
konstruk lainnya (MacKenzie et al., 2011). Item-item spesik
yang merepresentasikan sebuah konstruk harus dikumpulkan
secara tepat dan dapat berasal dari berbagi sumber seperti
dari riset terdahulu, saran dari para ahli maupun praktisi,
atau berasal dari hasil wawancara dengan anggota populasi
yang diambil (Nunnally dan Bernstein, 1994; MacKenzie et al.,
2011; Churchill, 1997).

2. Item Generation

Item-item awal yang dipergunakan dalam riset ini


diambil dari literatur Export Product Strategic Fit (Hultman,
Robson, and Katsikeas, 2009) dan Foreign Customer Knowledge
dalam konsep Foreign Market Knowledge (Musteen, Datta, dan
Butts, 2014) serta saran dari beberapa akademisi dan praktisi.

3. Evaluasi Item Pertanyaan oleh Ahli

Setelah item-item tersebut dihasilkan, langkah


selanjutnya adalah menilai validitas kontennya. Straub et
al., (2004) berpendapat bahwa validitas konten memiliki arti
sejauh mana item-item yang terdapat dalam sebuah instrument
pengukuran mewakili instrument yang akan digeneralisasikan.
Proses review yang terstruktur akan dilakukan untuk
memastikan bahwa isi kuesioner yang dibuat sudah sesuai
dan relevan dengan tujuan riset yang dilakukan, proses
penilaian tersebut meliputi penilaian terhadap hubungan
antara item dan denisi teoritis dari konstruk tersebut yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis untuk menilai sejauh

-- 178 --
Elfan Kaukab

mana instrumen yang dihasilkan mampu merepresentasikan


konstruk tersebut. (Yao, Wu, dan Yang., 2008; MacKenzie et
al., 2011; Hinkin dan Tracey, 1999). Alat yang dipergunakan
untuk mengukur Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor kemudian didiskusikan dengan beberapa dosen
dan professor serta praktisi yang berkecimpung di bidang
manajemen pemasaran untuk mendapatkan expert judgement.
Selanjutnya, peneliti akan melakukan uji keterbacaan item-
item pertanyaan kuesioner kepada calon partisipan untuk
mendapatkan masukan-masukan yang berkaitan dengan tata
cara penulisan item, penggunaan tata bahasa serta pilihan
respon dari responden, serta tampilan sik kuesioner yang
hendak dibagikan. Uji keterbacaan kueisoner merupakan
salah satu cara analisis kualitatif yang hasilnya akan menjadi
landasan bagi seorang periset untuk memperbaiki teknik
penulisan. Setelah item-item yang dibuat direvisi maka alat
ukur konstruk Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
akan diuji lebih lanjut validitasnya serta analisis item secara
kuantitaif. Hasil uji coba yang dilakukan tersebut akan
memberikan informasi penting berupa seberapa valid dan
reliabel item-item yang dihasilkan dalam mengukur konstruk.

Pengujian validitas isi dalam penelitian ini menggunakan


rasio validitas isi atau CVR (content validity ratio) yang
dikembangkan oleh Lawshe (1975). Dalam pendekatan ini
para ahli diminta untuk menunjukkan apakah suatu item
pengukuran dalam satu skala adalah penting sebagai bentuk
operasionalisasi bangunan teori. Masukan dari ahli ini
digunakan untuk menghitung CVR untuk setiap item dalam
instrumen penelitian. Untuk menghitung CVR sejumlah ahli
diminta memeriksa setiap item pada instrumen pengukuran.
Penyekoran terdiri dari tiga alternatif yaitu relevan, kurang
relevan dan tidak relevan dengan domain yang diukur.

Skor CVR pada tiap item berkisar antara 1 hingga -1.


Skor yang tinggi menunjukkan validitas konten yang lebih

-- 179 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

tinggi untuk item tersebut. Sebuah item yang menunjukkan


skor 0 menunjukkan bahwa separuh ahli memberikan
penilaian item tersebut sebagai item yang relevan dengan
domain yang diukur. Setiap nilai positif menunjukkan bahwa
lebih dari setengah ahli memberikan penilaian sebagai item
yang relevan, yang baik untuk dilibatkan dalam instrumen
pengukuran. Item yang memiliki CVR sangat rendah tidak
akan diikutkan dalam pengujian instrumen (pilot test). Item
yang memiliki nilai CVR rendah menunjukkan bahwa item
yang bersangkutan tidak mewakili domain ukur.

Keakuratan validitas isi dapat dicapai jika domain ukur


didenisikan dengan baik dan item instrumen diukur dengan
benar. Para ahli menggunakan denisi domain ukur sebagai
dasar untuk menilai sejauh mana item merepresentasikan
domain ukur yang dimaksud. CVR dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut :

CVR = (Ne - N/2)/(N/2)

Di mana:

CVR = Rasio Validitas Isi

Ne = Jumlah ahli yang memberikan penilaian 3 (relevan/


penting)

N = Jumlah semua ahli

Berikut ini adalah tabel standar untuk mengukur skor


CVR minimal berdasar besarnya jumlah panelis atau ahli yang
digunakan dalam perhitungan. Berdasarkan skor tersebut
dapat disimpulkan apakah konstruk yang digunakan adalah
valid.

-- 180 --
Elfan Kaukab

Jumlah ahli Skor CVR minimal


5 0,99
6 0,99
7 0,99
8 0,75
9 0,78
10 0,62
11 0,59
12 0,56
13 0,54
14 0,51
15 0,49
20 0,42
25 0,37
30 0,33
35 0,31
40 0,29

Adapun indikator dari variabel Pengembangan


Kesesuaian Produk Ekspor berdasarkan telaah teori adalah
pengembangan kualitas produk yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen asing (PKPE1), pengembangan
kualitas produk yang sesuai dengan preferensi konsumen
asing (PKPE2), pengembangan desain produk yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen asing (PKPE3), pengembangan
desain produk yang sesuai dengan preferensi konsumen
asing (PKPE4), pengembangan tur produk yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen asing (PKPE5), pengembangan
tur produk yang sesuai dengan preferensi konsumen asing
(PKPE6), pengembangan kemasan produk yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen asing (PKPE7), pengembangan
kemasan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen
asing (PKPE8), pengembangan produk yang sesuai dengan
trend kebutuhan konsumen asing (PKPE9), pengembangan
produk yang sesuai dengan trend preferensi konsumen asing
(PKPE10), dan pengembangan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan konsumen asing yang belum dapat dipenuhi saat
ini (PKPE11).

-- 181 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Berdasarkan pengisian kuisioner oleh 15 responden


yang terdiri dari para ahli dibidang pemasaran, diperoleh
nilai CVR untuk variabel Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor sebagai berikut:

No. Indikator CVR Keterangan


1 PKPE1 0,866667 Valid
2 PKPE2 0,866667 Valid
3 PKPE3 0,866667 Valid
4 PKPE4 0,866667 Valid
5 PKPE5 0,866667 Valid
6 PKPE6 0,866667 Valid
7 PKPE7 0,866667 Valid
8 PKPE8 0,866667 Valid
9 PKPE9 0.600000 Valid
10 PKPE10 0,733333 Valid
11 PKPE11 0,866667 Valid

Dari hasil uji validitas isi di atas dapat disimpulkan


bahwa semua indikator yang digunakan untuk mengukur
variabel Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor adalah
valid dan dapat digunakan.

3.12.3. Tahap III Uji Validitas Konstruk


Validitas memiliki arti sebagai ketepatan dan kecermatan
sebuah alat ukur yang dipergunakan untuk melakukan fungsi
ukurnya, atau dengan kata lain sebuah alat ukur dikatakan
memiliki validitas tinggi jika instrument tersebut dapat
menjalankan fungsi ukurnya secara akurat dan memberikan
hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut (Gerbing dan Anderson, 1988).
Construct Validity adalah pengujian validitas berdasarkan
pola keterkaitan antar item pertanyaan yang mengukurnya.

-- 182 --
Elfan Kaukab

Item-item yang mengukur faktor yang sama semestinya


memiliki inter-korelasi yang kuat. Sedangkan item-item
yang mengukur faktor yang berbeda mestinya memiliki
inter-korelasi yang lemah. Korelasi (Pearson Correlation) yang
kuat akan membentuk kelompok (cluster) yang mengumpul
merepresentasikan faktor yang diukur (Suliyanto, 2011).

Dalam penelitian ini construct validity diuji menggunakan


Conrmatory Factor Analysis (CFA), yaitu menguji indikator
yang sudah dikelompokkan berdasarkan pada variabel
latennya (konstruknya) apakah benar-benar konsisten
digunakan untuk mengukur konstruknya. Dari pengisian
kuisioner oleh 30 calon responden, dan diolah menggunakan
program SPSS.

1. Uji Validitas Konstruk Kapabilitas Jaringan

Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings


Total % of Cumulative Total % of Cumulative %
Variance % Variance
1 3.935 65.580 65.580 3.935 65.580 65.580
2 .724 12.066 77.646
3 .655 10.915 88.562
4 .310 5.166 93.727
5 .275 4.588 98.315
6 .101 1.685 100.000

Pada output Total Variance Explained menunjukkan


bahwa dalam variabel kapabilitas jaringan hanya terdapat 1
faktor (variabel laten) yang memiliki eigen value lebih besar
dari 1, sehingga dapat dikatakan hanya ada satu variabel
yang terbentuk, artinya indikator-indikator yang digunakan
untuk mengukur kapabilitas jaringan dinyatakan valid
(unidimensional) (Hair et al., 1995).

-- 183 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

No. Indikator Loading Factor Keterangan


1 KJ1 0,882 Valid
2 KJ2 0,877 Valid
3 KJ3 0,875 Valid
4 KJ4 0,916 Valid
5 KJ5 0,631 Valid
6 KJ6 0,621 Valid

Penelusuran validitas indikator dapat dilihat pada


output Component Matrix di atas yang menunjukkan nilai
Loading Factor lebih besar dari 0.5, artinya indikator-indikator
yang digunakan untuk mengukur kapabilitas jaringan
dinyatakan valid.

2. Uji Validitas Konstruk Pengalaman Bisnis Internasional

Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared


Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Cumulative

Variance %
1 1.437 47.916 47.916 1.437 47.916 47.916
2 .812 27.051 74.967
3 .751 25.033 100.000

Pada output Total Variance Explained menunjukkan


bahwa dalam variabel pengalaman bisnis internasional hanya
terdapat 1 faktor (variabel laten) yang memiliki eigen value
lebih besar dari 1, sehingga dapat dikatakan hanya ada satu
variabel yang terbentuk, artinya indikator-indikator yang
digunakan untuk mengukur pengalaman bisnis internasional
dinyatakan valid (unidimensional) (Hair et al., 1995).

No. Indikator Loading Factor Keterangan


1 PBI1 0,669 Valid
2 PBI2 0,685 Valid
3 PBI3 0,721 Valid

Penelusuran validitas indikator dapat dilihat pada


output Component Matrix di atas yang menunjukkan nilai

-- 184 --
Elfan Kaukab

Loading Factor lebih besar dari 0.5, artinya indikator-indikator


yang digunakan untuk mengukur pengalaman bisnis
internsional dinyatakan valid.

3. Uji Validitas Konstruk Pengembanagn Produk yang


Sesuai dengan Konsumen Asing
Tabel 3.18. Hasil Output Total Variance Explained Pengalaman Bisnis
Internasional
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative Total % of Variance Cumulative %

%
9.210 83.724 83.724 9.210 83.724 83.724
.863 7.846 91.570
3 .443 4.023 95.593
4 .283 2.574 98.168
5 .183 1.663 99.830
6 .019 .170 100.000
7 1.387E-16 1.261E-15 100.000
8 9.849E-17 8.954E-16 100.000
9 8.865E-17 8.059E-16 100.000
10 -6.699E-18 -6.090E-17 100.000
11 -8.077E-17 -7.343E-16 100.000

Pada output Total Variance Explained menunjukkan


bahwa dalam variabel Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor hanya terdapat 1 faktor (variabel laten) yang memiliki
eigen value lebih besar dari 1, sehingga dapat dikatakan
hanya ada satu variabel yang terbentuk, artinya indikator-
indikator yang digunakan untuk mengukur Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor dinyatakan valid (unidimensional)
(Hair et al., 1995).

No. Indikator Loading Factor Keterangan


1 PKPE1 0,930 Valid
2 PKPE2 0,971 Valid
3 PKPE3 0,842 Valid
4 PKPE4 0,806 Valid
5 PKPE5 0,930 Valid
6 PKPE6 0,971 Valid
7 PKPE7 0,842 Valid
8 PKPE8 0,930 Valid
9 PKPE9 0,972 Valid
10 PKPE10 0,971 Valid
11 PKPE11 0,879 Valid

-- 185 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Penelusuran validitas indikator dapat dilihat pada


output Component Matrix di atas yang menunjukkan nilai
Loading Factor lebih besar dari 0.5, artinya indikator-indikator
yang digunakan untuk mengukur Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor dinyatakan valid.

4. Uji Validitas Konstruk Kinerja Internasional


Tabel 3.20. Hasil Output Total Variance Explained Kinerja Internasional
Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %
1 2.676 89.190 89.190 2.676 89.190 89.190
2 .225 7.505 96.695
3 .099 3.305 100.000

Pada output Total Variance Explained menunjukkan


bahwa dalam variabel kinerja internasional hanya terdapat 1
faktor (variabel laten) yang memiliki eigen value lebih besar
dari 1, sehingga dapat dikatakan hanya ada satu variabel
yang terbentuk, artinya indikator-indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja internasional dinyatakan valid
(unidimensional) (Hair et al., 1995).

No. Indikator Loading Factor Keterangan


1 KI1 0,956 Valid
2 KI2 0,920 Valid
3 KI3 0,957 Valid

Penelusuran validitas indikator dapat dilihat pada


output Component Matrix di atas yang menunjukkan nilai
Loading Factor lebih besar dari 0.5, artinya indikator-indikator
yang digunakan untuk mengukur kinerja internsional
dinyatakan valid.

-- 186 --
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengantar

gambaran umum responden, hasil pengolahan data secara


statistik deskriptif, dan statistik inferensial. Secara spesik
pokok bahasan dalam penelitian ini akan melakukan
identikasi terhadap responden, mendeskripsikan variabel,
menguji instrument dan kesesuaian model, pengujian
hipotesis, analisis dampak langsung dan tidak langsung
variabel dalam model, serta pembahasan hasil penelitian.
Gambaran secara skematis alur pembahasan Bab IV nampak
pada gambar berikut:

-- 187 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

4.2 Analisis Deskriptif

4.2.1. Deskripsi Tingkat Pengembalian Kuesioner


Penelitian ini mengumpulkan responden dari 35
kota/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa
metode pengambilan data responden dipergunakan untuk
mengumpulkan data. Salah satu metode yang digunakan
adalah self-administered questioner untuk daerah di sekitar
wilayah Wonosobo serta menggunakan enumerator untuk
wilayah yang jauh secara geogras. Tidak semua UMKM
yang melakukan ekspor akan dapat terwakili dalam riset
ini karena banyak pemilik UMKM tidak bersedia menjadi
responden dengan berbagai alasan internal perusahaan.

Penyebaran kuesioner dimulai dari bulan April sampai


dengan bulan Mei 2019. Dalam mengantisispasi response rate
rendah, peneliti menyebar 250 kuesioner ke masing-masing
UMKM yang telah melakukan ekspor dan rekapitulasi
kuesioner terkumpul 177 kuesioner. UMKM yang menjadi
penyumbang responden terbesar adalah Kabupaten Jepara.
Jumlah tersebut secara statistik merupakan data yang
memadai untuk diproses lebih lanjut. Ringkasan dari hasil
pengiriman dan pengembalian dari kuesioner penelitian
ditunjukkan pada tabel berikut:

Cara Pengambilan Data Jumlah Kuesioner

Kuesioner yang diantar langsung 250 kuesioner

Kuesioner yang diproses lebih lanjut 177 kuesioner

Tingkat pengembalian yang digunakan 177/250 x 100 % = 70,8%

4.2.2. Deskripsi Responden dan Perusahaan


Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data klasikasi
jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden serta data

-- 188 --
Elfan Kaukab

terkait perusahaan yaitu bidang usaha, lama usaha, jumlah


karyawan, omzet, dan jenis kepemilikan usaha seperti tabel
berikut:

No. Keterangan Jumlah Persentase

1 Jenis Kelamin
Laki-laki 124 70%
Perempuan 53 30%
2 Pendidikan
SD 12 7%
SMP 11 6%
SMA 63 36%
Diploma 33 19%
Strata 1 55 31%
Strata 2 2 1%
Strata 3 1 1%
3 Bidang Usaha
Kerajinan 137 77%
Fashion (Batik) 40 23%
4 Lama Usaha
2-5 tahun 43 24%
6-10 tahun 67 38%
Di atas 10 tahun 67 38%
5 Jumlah Karyawan
Di bawah 10 orang 24 14%
10-20 orang 27 15%
21-30 orang 31 18%
Di atas 30 orang 95 54%
6 Omzet
Di bawah 100 juta per
33 19%
bulan

-- 189 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

No. Keterangan Jumlah Persentase

100 Juta - 200 juta per


45 25%
bulan
201 juta - 300 juta per
12 7%
bulan
Di atas 300 juta per bulan 87 49%
7 Kepemilikan Usaha
Mandiri 171 97%
Kerjasama 6 3%

4.2.3. Deskripsi Indikator Variabel


Sebelum melakukan deskripsi data dengan melakukan
tabulasi dan nilai indeks maka dilakukan uji mikronumeritas
logical connection dengan melihat nilai kovarian yang
menunjukkan hubungan antar indikator dan variabel.
Mikronumeritas adalah situasi dimana ukuran sampel
tidak memenuhi kecukupan sampel yang disyaratkan oleh
model (Oyeyemi, Bolakale, Folorunsho, & Garba, 2015).
Uji mikronumeritas dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencegah situasi ketidakcukupan sampel dalam analisis.
Kecukupan sampel berkaitan dengan jumlah variabel dalam
model. Semakin sedikit variabel yang dianalisis, semakin
sedikit pula sampel yang diperlukan. Jika seandainya suatu
model memiliki jumlah variabel yang besar sementara jumlah
sampel tidak mencukupi, hubungan antar variabel masih
dapat disimpulkan dengan melihat hubungan logis antara
dua dari sekelompok variabel dalam model. Dalam situasi
ini, jumlah sampel minimum yang diperlukan tentunya
lebih sedikit. Lagi pula, hipotesis penelitian pada umumnya
hanya menghubungkan dua variabel. Untuk itulah, uji
mikronumeritas dimunculkan.

Uji mikronumeritas dilakukan dengan melihat pada


kovarian antara dua variabel pengamatan yang menyusun

-- 190 --
Elfan Kaukab

dua konstruk yang berhubungan. Kovarian adalah variasi


bersama antara dua variabel (Weisstein, 2019). Katakanlah
ada dua variabel, X dan Y, kovarian adalah positif jika variasi
variabel X meningkat sejalan dengan meningkatnya variasi
variabel Y. Sebaliknya, jika variasi variabel X meningkat
seiring dengan menurunnya variasi variabel Y, maka
kovarian bernilai negatif. Logikanya, jika hubungan antar
konstruk memiliki hubungan dengan suatu arah (positif atau
negatif), maka kovarian variabel pengamatan (item) yang
menyusun konstruk tersebut memiliki tanda yang sama
dengan hubungan antar konstruk. Sebagai contoh, katakanlah
konstruk X memiliki variabel pengamatan X1, X2, dan X3,
sementara konstruk Y memiliki variabel pengamatan Y1, Y2,
dan Y3, dan konstruk X dan Y dihipotesiskan berhubungan
positif, maka kovarian antara X1 dan Y1, X1 dan Y2, X1 dan
Y3, X2 dan Y1, dan seterusnya hingga sembilan kombinasi,
akan menunjukkan pula hubungan yang positif. Jika ada
kovarian yang negatif, maka hubungan ini tidak logis atau
bertentangan dengan hipotesis, dan secara kumulatif akan
mengurangi signikansi hubungan pada level konstruk.
Sebagai misal, katakanlah dari sembilan kombinasi tersebut,
ada lima yang positif dan empat yang negatif, maka secara
kumulatif, derajat signikansi pada level konstruk akan
menjadi tidak signikan akibat kovarian pada level variabel
pengamatan yang bertentangan. Hasil uji micronumeritas
antar konstruk tersaji dalam tabel berikut:

Variabel KI1 Logical KI2 Logical KI3 Logical

KJ1 ,017 Logis ,075 Logis ,042 Logis


KJ2 ,030 Logis ,050 Logis ,053 Logis
KJ3 -,008 Tidak Logis ,011 Logis ,035 Logis
KJ4 ,036 Logis ,042 Logis ,093 Logis
KJ5 -,045 Tidak Logis -,031 Tidak Logis -,001 Tidak Logis

-- 191 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Variabel KI1 Logical KI2 Logical KI3 Logical

KJ6 -,041 Tidak Logis -,016 Tidak Logis ,009 Logis

Data uji mikronumeritas pada variabel yang


menghubungkan variabel Kapabilitas Jaringan dengan
6 indikator yaitu KJ1, KJ2, KJ3, KJ4, KJ5, KJ6 dan Kinerja
Internasional dengan 3 indikator yaitu KI1, KI2, KI3
memperlihatkan dari 18 hubungan terdapat 12 nilai di
atas 0,00 yang artinya data uji numeritas logical connection
pada hubungan variabel tersebut dinilai logis. Namun uji
micronemeritas tersebut terdapat 6 nilai di bawah 0,00
yang artinya data uji numeritas logical connection pada
hubungan variabel tersebut dinilai tidak logis. Adanya
hubungan antarindikator yang tidak logis mengindikasikan
kemungkinan tidak ada hubungan signikan kedua variabel
tersebut.

Variabel KI1 Logical KI2 Logical KI3 Logical


PBI1 ,333 Logis ,314 Logis ,443 Logis
PBI2 ,244 Logis ,222 Logis ,308 Logis
PBI3 ,195 Logis ,155 Logis ,205 Logis

Data uji micronumeritas pada variabel yang


menghubungkan variabel Pengalaman Bisnis Internasional
dengan 3 indikator PBI1, PBI2, PBI3 dan Kinerja Internasional
dengan 3 indikator yaitu KI1, KI2, KI3 memperlihatkan nilai
di atas 0,00 yang artinya data uji numeritas logical connection
pada hubungan variabel tersebut dinilai logis.

-- 192 --
Elfan Kaukab

Variabel PKPE1 Logical PKPE2 Logical PKPE3 Logical


KJ1 ,068 Logis ,096 Logis ,135 Logis
KJ2 ,055 Logis ,060 Logis ,070 Logis
KJ3 ,054 Logis ,059 Logis ,086 Logis
KJ4 ,080 Logis ,069 Logis ,092 Logis
KJ5 ,064 Logis ,058 Logis ,097 Logis
KJ6 ,072 Logis ,062 Logis ,109 Logis

Variabel PKPE4 Logical PKPE5 Logical PKPE6 Logical


KJ1 ,067 Logis ,096 Logis ,109 Logis
KJ2 ,059 Logis ,078 Logis ,081 Logis
KJ3 ,064 Logis ,065 Logis ,095 Logis
KJ4 ,075 Logis ,069 Logis ,063 Logis
KJ5 ,052 Logis ,059 Logis ,089 Logis
KJ6 ,091 Logis ,078 Logis ,063 Logis

Variabel PKPE7 Logical PKPE8 Logical PKPE9 Logical


KJ1 ,083 Logis ,081 Logis ,096 Logis
KJ2 ,041 Logis ,059 Logis ,065 Logis
KJ3 ,083 Logis ,073 Logis ,058 Logis
KJ4 ,102 Logis ,108 Logis ,080 Logis
KJ5 ,077 Logis ,050 Logis ,046 Logis
KJ6 ,067 Logis ,034 Logis ,057 Logis

Variabel PKPE10 Logical PKPE11 Logical


KJ1 ,114 Logis ,067 Logis
KJ2 ,073 Logis ,031 Logis
KJ3 ,054 Logis ,032 Logis
KJ4 ,063 Logis ,046 Logis
KJ5 ,025 Logis ,032 Logis
KJ6 ,048 Logis ,083 Logis

-- 193 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Data uji mikronumeritas pada variabel yang


menghubungkan variabel Kapabilitas Jaringan dengan 6
indikator yaitu KJ1, KJ2, KJ3, KJ4, KJ5, KJ6 dan Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor dengan 11 indikator yaitu PKPE1,
PKPE2, PKPE3, PKPE4, PKPE5, PKPE6, PKPE7, PKPE8,
PKPE9, PKPE10, PKPE11 memperlihatkan nilai di atas
0,00 yang artinya data uji numeritas logical connection pada
hubungan variabel tersebut dinilai logis.

Variabel PKPE1 Logical PKPE2 Logical PKPE3 Logical


PBI1 -,047 Tidak logis -,039 Tidak logis ,031 Logis
PBI2 -,044 Tidak logis -,036 Tidak logis ,038 Logis
PBI3 -,003 Tidak logis -,022 Tidak logis ,056 Logis

Variabel PKPE4 Logical PKPE5 Logical PKPE6 Logical


PBI1 ,057 Logis ,015 Logis ,019 Logis
PBI2 ,053 Logis ,042 Logis ,060 Logis
PBI3 ,076 Logis ,002 Logis ,007 Logis

Variabel PKPE7 Logical PKPE8 Logical PKPE9 Logical


PBI1 -,050 Tidak logis -,003 Tidak logis ,040 Logis
PBI2 -,042 Tidak logis ,016 Logis ,048 Logis
PBI3 ,008 Logis ,057 Logis ,024 Logis

Variabel PKPE10 Logical PKPE11 Logical


PBI1 ,033 Logis -,015 Tidak logis
PBI2 ,043 Logis ,027 Logis
PBI3 ,001 Logis -,016 Tidak logis

Data uji mikronumeritas pada variabel yang


menghubungkan variabel Pengalaman Bisnis Internasional
dengan 3 indikator PBI1, PBI2, PBI3 dan Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor dengan 11 indikator yaitu PKPE1,

-- 194 --
Elfan Kaukab

PKPE2, PKPE3, PKPE4, PKPE5, PKPE6, PKPE7, PKPE8,


PKPE9, PKPE10, PKPE11 memperlihatkan dari 33 hubungan
terdapat 22 nilai di atas 0,00 yang artinya data uji numeritas
logical connection pada hubungan variabel tersebut dinilai
logis. Namun uji micronemeritas tersebut terdapat 11 nilai di
bawah 0,00 yang artinya data uji numeritas logical connection
pada hubungan variabel tersebut dinilai tidak logis. Adanya
hubungan antarindikator yang tidak logis mengindikasikan
kemungkinan tidak ada hubungan signikan kedua variabel
tersebut.

Variabel KI1 Logical KI2 Logical KI3 Logical


PKPE1 ,054 Logis ,063 Logis ,067 Logis
PKPE2 ,063 Logis ,084 Logis ,059 Logis
PKPE3 ,017 Logis ,032 Logis ,059 Logis
PKPE4 ,036 Logis ,051 Logis ,061 Logis
PKPE5 ,082 Logis ,097 Logis ,089 Logis
PKPE6 ,030 Logis ,061 Logis ,036 Logis
PKPE7 ,070 Logis ,083 Logis ,078 Logis
PKPE8 ,097 Logis ,116 Logis ,096 Logis
PKPE9 ,127 Logis ,148 Logis ,118 Logis
PKPE10 ,081 Logis ,107 Logis ,104 Logis
PKPE11 ,035 Logis ,053 Logis ,071 Logis

Data uji mikronemeritas pada variabel yang


menghubungkan variabel Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor dengan 11 indikator yaitu PKPE1, PKPE2, PKPE3,
PKPE4, PKPE5, PKPE6, PKPE7, PKPE8, PKPE9, PKPE10,
PKPE11 dan Kinerja Internasional dengan 3 indikator yaitu
KI1, KI2, KI3 memperlihatkan nilai di atas 0,00 yang artinya
data uji numeritas logical connection pada hubungan variabel
tersebut dinilai logis.

-- 195 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

4.2.4. Deskripsi Jawaban Responden


Analisis terhadap responden dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi yang berkaitan
dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. Riset yang
dilakukan saat ini menggunakan analisis angka indeks
untuk mengolah data deskriptif yang telah dikumpulkan.
Alat analisis yang dipergunakan untuk menggambarkan
persepsi responden atas indikator-indikator pertanyaan
menggunakan teknik analisis indeks (Ferdinand, 2013). Nilai
indeks yang ditampilkan akan memberikan sebuah gambaran
mengenai derajat persepsi setiap responden atas variabel
yang diteliti. Perhitungan nilai indeks variabel diperoleh
melalui perhitungan nilai indeks indikatornya. Selanjutnya,
untuk menghitung angka indeks variabel tersebut maka
sebelumnya harus dilakukan perhitungan angka indeks item-
item indikator pembentuk konstruk. Nilai indeks tersebut
diperoleh dengan cara menghitung jawaban pertanyaan
tertutup yang diperoleh dari kuesioner. Dengan memberikan
skor nilai 1 sebagai indikasi bahwa persepsi responden
terhadap pertanyaan yang diajukan adalah “sangat buruk,
sangat kaku, tidak ada, tidak tahu, tidak mampu, tidak
pernah, dan tidak meningkat” dan skor nilai 7 sebagai tanda
bahwa responden “sangat besar, sangat eksibel, sangat baik,
sangat tahu, sangat sering, sangat banyak, sangat mampu, dan
sangat pesat” dengan pernyataan yang diajukan oleh peneliti.
Perhitungan Nilai Indeks Variabel dijelaskan dengan rumus:
Nilai indeks variabel merupakan rata-rata dari nilai indeks
indikator yang dihitung dengan formula NI={(%F1x1) +
(%F2x2) + (%F3x3) + (%F4x4) + (%F5x5) + (%F6x6) (%F7x7)}/7
Keterangan:
F1 adalah frekuensi responden yang menjawab 1
F2 adalah frekuensi responden yang menjawab 2
Dan seterusnya F7 untuk yang menjawab 7 dari skor yang
digunakan dalam daftar pertanyaan

-- 196 --
Elfan Kaukab

Selanjutnya untuk nilai indeks indikator diperoleh dari


skor nilai yang didapatkan dari responden dari pertanyaan
tertutup yang diajukan dikalikan dengan persentase jumlah
responden yang memilih jawaban pada indikator–indikator
pertanyaan yang diajukan. Riset saat ini menggunakan rentang
1 sampai dengan 7, skor 1 dalam pertanyaan menunjukkan
sikap “sangat buruk, sangat kaku, tidak ada, tidak tahu, tidak
mampu, tidak pernah, dan tidak meningkat” dan skor nilai
10 mencerminkan sikap karyawan yang “sangat besar, sangat
eksibel, sangat baik, sangat tahu, sangat sering, sangat
banyak, sangat mampu, dan sangat pesat”dengan keadaan
yang dialaminya tersebut, maka perhitungan nilai indeks
indikator dapat dijelaskan dengan rumus sebagai berikut:

Nilai Indeks Indikator (NII) I1 = (%frekuensi I1.1. x skor 1)


+ %frekuensi I1.2. x skor 2) .......+ (%frekuensi I1.7. x skor 10)

Keterangan:
% frekuensi I1.1. = Persentase responden yang memilih
skor 1 pada
indikator 1.
%frekuensi I1.7. = Persentase responden yang memilih
skor 10 pada
indikator 1.
Skor jawaban = 1 sampai dengan 10.

Ferdinand (2013) menggunakan kriteria tiga kotak


(three boxes method) untuk menentukan kategori dari nilai
indeks yang akan dipergunakan. Selanjutnya, karena pilihan
jawaban dalam penelitian ini menggunakan rentang dari
1-7, maka angka indeks yang dihasilkan adalah angka dari
10 sampai dengan 70. Dari angka yang dihasilkan tersebut
diperoleh nilai perhitungan terendah yaitu 14,29 dan nilai
tertinggi 100. Hasil penghitungan indeks jawaban responden
akan dikategorikan dalam tiga kelompok, sebagai berikut:

-- 197 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Nilai Indeks 14,29- 42,86 = Rendah

Nilai Indeks 42,87-71,43 = Sedang

Nilai Indeks 71,44-100 = Tinggi

1. Nilai Indeks Variabel Kapabilitas Jaringan

Variabel kapabilitas jaringan terdiri dari 6 (enam)


indikator, output dari hasil pengolahan data statistik yang
telah dilakukan untuk menghitung persentase masing masing
indikator dengan menggunakan angka indeks adalah sebagai
berikut:

Persentase Frekuensi Jawaban


Responden Nilai
Pertanyaa
Indeks
1 2 3 4 5 6 7
(KJ1) Seberapa besar
peran/tanggungjawab
koordinator dalam jalinan 1 0 0 0 12 64 23 86,59
bisnis Bapak/Ibu dengan
rekan bisni
(KJ2) Menurut Bapak/Ibu
bagaimana kemampuan
Bapak/Ibu dalam 10 70 20 87,16
menjalin hubungan baik
dengan rekan bisnis?
(KJ3) Menurut Bapak/Ibu
bagaimana kemampuan
Bapak/Ibu dalam 1 12 68 20 87,45
bernegosiasi dengan
rekan bisnis?
(KJ4) Bagaimana
pengetahuan Bapak/Ibu
mengenai produk-produk 1 20 59 20 85,45
yang dijual oleh rekan
bisnis?
(KJ5) Menurut Bapak/
Ibu bagaimana
kemampuan karyawan
1 81 0 18 76,45
dalam mengembangkan
kontak informal dengan
karyawan lain

-- 198 --
Elfan Kaukab

Persentase Frekuensi Jawaban


Responden Nilai
Pertanyaa
Indeks
1 2 3 4 5 6 7
(KJ6) Menurut Bapak/Ibu
bagaimana kemampuan
karyawan dalam 1 0 0 19 71 10 84,74
pertukaran informasi
secara spontan?

Berdasarkan hasil analisis menggunakan angka indeks


diperoleh deskripsi jawaban yang diberikan oleh responden
dengan nilai indeks rata-rata 84,64 yang masuk dalam
kategori nilai tinggi. Indikator pertama yaitu tentang peran/
tanggungjawab koordinator dalam jalinan bisnis dengan
rekan bisnis dimana sebagian besar responden menjawab
dengan nilai skor 6 yang menandakan bahwa pemilik UMKM
yang berorientasi ekspor menganggap peran koordinator
cukup besar dalam menjembatani hubungan bisnis dengan
konsumen di luar negeri seperti memberikan market brief
negara tujuan ekspor, tren produk yang sedang disukai
dan dibutuhkan pasar, serta tentang regulasi bisnis. Pada
tabel di atas menunjukkan 5 (lima) dari 6 (enam) indikator
memberikan skor 6 yang artinya rata-rata responden
menganggap penting kapabilitas jaringan dalam bisnis
internasional. Namun persentase terbesar dari jawaban
diberikan oleh indikator ke 5 yang menyatakan kemampuan
karyawan dalam mengembangkan kontak informal dengan
karyawan lain masih belum terlalu mampu. Persentase
sebesar 81% menandakan perusahaan masih menggandalkan
pihak luar (koordinator) dalam berkomunikasi dengan pihak
asing untuk menjalankan bisnisnya (ekspor).

Analisis selanjutnya berkaitan dengan nilai indeks


indikator 1 sampai dengan 7 yang rata-rata memiliki nilai
indeks dengan kategori tinggi, hal ini memiliki arti bahwa
pemilik UMKM ekspor memiliki kapabilitas jaringan yang
baik dalam menjalankan bisnisnya. Sedangkan nilai indikator

-- 199 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

persepsi terendah pada penelitian ini terletak pada indikator


KJ5 yang menyatakan tidak terlalu mampu karyawan dalam
mengembangkan kontak informal dengan karyawan lain.
Pada UMKM posisi karyawan sangat kecil perannya dalam
memberi kontribusi pemikiran mengenai bagaimana ekspor
dijalankan, mereka cenderung mengikuti perintah atau aturan
kerja yang ada.

2. Nilai Indeks Variabel Pengalaman Bisnis Internasional

Variabel pengalaman bisnis internasional terdiri dari 3


(tiga) indikator, output dari hasil pengolahan data statistik
yang telah dilakukan untuk menghitung persentase masing
masing indikator dengan menggunakan angka indeks pada
tabel berikut:

Persentase Frekuensi Jawaban


Responden Nilai
Pertanyaa
1 2 3 4 5 6 7 Indeks

(PBI1) Seberapa
sering Bapak/Ibu
berkecimpung dalam 2 28 24 23 11 6 6 50,73
bisnis internasional
(melakukan ekspor)

(PBI2) Seberapa
sering perusahaan
terlibat dalam 1 23 29 23 13 3 7 51,16
bisnis internasional
(melakukan ekspor)?
(PBI3) Berapa banyak
negara yang pernah
33 26 22 10 6 3 48,45
melakukan kerjasama
dengan perusahaan?

Dari Tabel 4.9. menunjukkan hasil analisis deskriptif


yang hampir sama pada skor 2, 3, 4 untuk semua indikator
(PBI1, PBI2, PBI3). Hal ini mengindikasikan bahwa responden
dalam penelitian ini masih memiliki pengalaman bisnis

-- 200 --
Elfan Kaukab

internasional yang terbatas seperti banyak dari pemilik


UMKM kurang memahami aturan yang berlaku di negara
tujuan ekspor, jarang bahkan tidak pernah berkunjung ke
negara lain, serta cenderung menggunakan pihak ketiga
untuk mengurus dokumen-dokumen ekspor. Kegiatan
operasi UMKM dalam bidang ekspor masih jarang dilakukan
dan masih bersifat tentatif. Hal ini wajar melihat sumber daya
yang dimiliki UMKM masih sangat terbatas baik dari sisi
permodalan, pengetahuan, maupun jaringan negara-negara
tujuan ekspor.

Nilai indeks rata-rata 50,11 menunjukkan pengalaman


bisnis internasional pemilik UMKM ekspor dalam kategori
nilai sedang. Dalam penelitian ini bahkan beberapa UMKM
sangat jarang melakukan ekspor dan hanya melakukan ekspor
jika ada permintaan saja dan tidak secara agresif melakukan
upaya-upaya promosi untuk meluaskan bisnis ke negara lain.
Pemilik UMKM beranggapan terlalu rumit prosedur ekspor
dan banyak kendala yang harus dihadapi sehingga memilih
pasar domestik.

3. Nilai Indeks Variabel Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor

Variabel pengembangan kesesuaian produk ekspor


terdiri dari 11 (sebelas) indikator, output dari hasil pengolahan
data statistik yang telah dilakukan untuk menghitung
persentase masing masing indikator dengan menggunakan
angka indeks pada tabel berikut:

-- 201 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Persentase Frekuensi Jawaban


Nilai
Pertanyaan Responden
1 2 3 4 5 6 7 Indeks

(PKPE1) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
kualitas produk 1 5 76 19 88,31
yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen
asing?
(PKPE2) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
kualitas produk 6 74 20 87,73
yang sesuai dengan
preferensi konsumen
asing?
(PKPE3) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
desain produk 9 67 24 87,88
yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen
asing?
(PKPE4) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
desain produk 6 73 21 87,88
yang sesuai dengan
preferensi konsumen
asing?
(PKPE5) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
10 67 23 87,59
tur produk yang sesuai
dengan kebutuhan
konsumen asing?
(PKPE6) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
13 64 23 87,16
tur produk yang sesuai
dengan preferensi
konsumen asing?

-- 202 --
Elfan Kaukab

Persentase Frekuensi Jawaban


Nilai
Pertanyaan Responden
1 2 3 4 5 6 7 Indeks

(PKPE7) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
kemasan produk 16 63 20 85,45
yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen
asing?
(PKPE8) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
kemasan produk 12 67 21 87,02
yang sesuai dengan
preferensi konsumen
asing?
(PKPE9) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
produk yang sesuai 7 72 21 87,73
dengan trend
kebutuhan konsumen
asing?
(PKPE10) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
8 71 20 86,60
produk yang sesuai
dengan trend preferensi
konsumen asing?
(PKPE11) Bagaimana
kemampuan Bapak/Ibu
dalam mengembangkan
produk yang dapat
1 10 73 15 85,31
memenuhi kebutuhan
konsumen asing yang
belum dapat dipenuhi
saat ini?

Dari Tabel 4.10. menunjukkan hasil analisis deskriptif


yang didominasi pada skor 6 untuk semua indikator (PKPE1
sampai dengan PKPE11) dengan rentang nilai 63-73. Nilai
indeks rata-rata 87,15 menunjukkan responden dalam
penelitian ini memiliki kemampuan yang tinggi dalam

-- 203 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

mengembangkan kualitas, desain, tur, kemasan, tren


produk sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen
asing. UMKM ekspor dalam penelitian ini juga memiliki
kemampuan tinggi dalam melihat potensi pasar sehingga
dapat mengisi kekosongan produk yang selama ini belum
terpenuhi baik saat ini maupun yang akan datang.

4. Nilai Indeks Variabel Kinerja Internasional

Variabel kinerja internasional terdiri dari 3 (tiga)


indikator, output dari hasil pengolahan data statistik yang
telah dilakukan untuk menghitung persentase masing masing
indikator dengan menggunakan angka indeks pada tabel
berikut:

Persentase Frekuensi Jawaban Nilai


Pertanyaan
Responden Indeks
1 2 3 4 5 6 7
(KI1) Bagaimana
peningkatan prot
yang Bapak/
Ibu peroleh dari 6 2 6 27 54 5 1 63,30
perdagangan
internasional dalam
tiga tahun terakhir?
(KI2) Bagaimana
peningkatan
volume penjualan
yang Bapak/Ibu
6 2 5 30 56 0 1 61,73
setelah terlibat
dalam perdagangan
internasional dalam
tiga tahun terakhir?
(KI3) Bagaimana
peningkatan pangsa
pasar yang Bapak/Ibu
peroleh setelah terlibat 4 4 7 32 47 5 1 61,88
dalam perdagangan
internasional dalam
tiga tahun terakhir?

-- 204 --
Elfan Kaukab

Dari Tabel 4.11. menunjukkan hasil analisis deskriptif


yang didominasi pada skor 5 untuk semua indikator (KI1,
KI2, KI3) dengan rentang nilai 47-56. Angka ini menunjukkan
bahwa UMKM ekspor dalam penelitian ini mengalami
peningkatan prot setelah melakukan kegiatan ekspor.
Namun tidak sedikit UMKM yang tidak terlalu mengalami
perubahan meskipun melakukan kegiatan ekspor dilihat
dari nilai yang cukup tinggi pada skor 4. Dilihat dari nilai
indeks rata-rata 62,30, kinerja internasional UMKM ekspor
dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan masih
banyak UMKM yang memilih pasar dalam negeri dengan
perputaran modal yang lebih cepat dan lebih mudah dalam
operasionalnya.

4.3. Hasil Analisis Data Lapangan


Pengujian model pada penelitian ini diproses
menggunakan alat analisis Structural Equation Modeling
(SEM). Alat analisis ini dipilih karena memungkinkan peneliti
untuk menguji beberapa variabel dependen sekaligus dengan
beberapa variabel independen (Ferdinand, 2005). Hasil
analisis dengan menggunakan metode ini dibagi menjadi 3
bagian yakni uji reliabilitas, uji validitas dan kelayakan yang
kemudian dilanjutkan dengan modikasi model dan uji
hipotesis.

4.3.1. Uji Reliabilitas


Reliabilitas skala diuji menggunakan Alpha Cronbach
(Cronbach, 1951) dengan threshold minimal 0,70 (Kaplan
dan Sacuzzo, 2001). Hasil yang diperoleh untuk variabel
kapabilitas jaringan sebesar 0,774 yang menunjukkan
konsistensi internal, yaitu seberapa konsistennya responden
merespon pada pertanyaan-pertanyaan dalam satu
variabel yang sama (Vaske, Beaman, & Sponarski, 2017).
Alpha Cronbach yang diperoleh untuk pengalaman bisnis

-- 205 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

internasional sebesar 0,873 yang menunjukkan konsistensi


internal yang bagus pula karena lebih dari 0,70. Hasil
reliabilitas yang diperoleh untuk pengembangan kesesuaian
produk ekspor sebesar 0,917 yang menunjukkan konsistensi
internal yang bagus. Reliabilitas untuk kinerja internasional
sebesar 0,943 yang menunjukkan konsistensi internal yang
bagus. Secara keseluruhan, reliabilitas skala telah cukup baik
dengan variabel kinerja internasional memiliki reliabilitas
tertinggi (0,943) dan kapabilitas jaringan memiliki reliabilitas
terendah (0,774).

Alpha
Variabel Reliabilitas
Cronbach
Kapabilitas Jaringan 0.774 > 0.70 Reliabel
Pengalaman Bisnis
0.873 > 0.70 Reliabel
Internasional
Pengembangan
0.917 > 0.70 Reliabel
Kesesuaian Produk Ekspor
Kinerja Internasional 0.943 > 0.70 Reliabel

4.3.2. Uji Validitas dan Kelayakan Model Empat


Faktor
Validitas konvergen dan diskriminan dari keseluruhan
model diperiksa menggunakan uji perbandingan struktur
faktor. Hal ini didasarkan pada teori dari Anderson dan
Gerbing (1988). Menurut Anderson dan Gerbing (1988) langkah
awal untuk memulai SEM adalah dengan memastikan apakah
model yang dirumuskan secara teoritis memang lebih layak
dari pada model-model alternatif. Jika peneliti merumuskan
model teoritis Mt, maka model ini harus dibandingkan dengan
model jenuh Ms, atau disebut juga model satu faktor serta
model-model alternatif lain yang masuk akal secara teoritis.
Dalam penelitian ini, model yang dirumuskan terdiri dari

-- 206 --
Elfan Kaukab

empat variabel yaitu KJ, PBI, PKPE, dan KI dengan KJ dan PBI
sebagai variabel bebas, PKPE sebagai variabel mediator, dan
KI sebagai variabel terikat. Model ini harus diujikan dengan
model jenuh dan model alternatif. Model alternatif yang
masuk akal secara teoritis adalah dengan model dua faktor,
dimana satu faktor adalah gabungan variabel bebas dan
variabel mediator dan satu faktor adalah variabel terikat, dan
model tiga faktor dimana variabel bebas, variabel mediator,
dan variabel terikat dipisahkan. Model dikatakan layak jika
parameter kecocokan model pada model empat faktor lebih
baik dari pada model jenuh dan model tandingan (dua faktor
dan tiga faktor)

-- 207 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

-- 208 --
Elfan Kaukab

Model satu faktor memiliki parameter 2 = 1816,33, df


= 230, 2/df = 7,90, CFI = 0,397, GFI = 0,571, NFI = 0,370, dan
RMSEA = 0,198. Perbandingan juga dilakukan dengan model
dua faktor dan model tiga faktor.

Model dua faktor mengasumsikan semua variabel non


dependen (variabel bebas dan mediator) sebagai satu variabel

-- 209 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

sementara variabel kinerja internasional sebagai variabel


kedua. Model dua faktor memiliki parameter 2 = 1207,78, df
= 229, 2/df = 5,27, CFI = 0,628, GFI = 0,644, NFI = 0,581, dan
RMSEA = 0,156.

Model tiga faktor mengasumsikan variabel independen


(kapabilitas jaringan dan pengalaman bisnis internasional)
sebagai satu variabel. Dua variabel lainnya adalah adaptasi

-- 210 --
Elfan Kaukab

produk dan kinerja internasional. Model tiga faktor memiliki


parameter 2 = 1029,81, df = 227, 2/df = 4,54, CFI = 0,695,
GFI = 0,698, NFI = 0,643, dan RMSEA = 0,142.

Dapat dilihat bahwa model empat faktor memiliki


parameter kecocokan model yang jauh lebih baik daripada
model satu faktor, dua faktor, maupun tiga faktor, pada

-- 211 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

semua jenis parameter. Karenanya, model empat faktor


memiliki validitas konvergen dan validitas diskriminan yang
lebih tinggi dibandingkan model satu, dua, dan tiga faktor.

Parameter Model 1 Model 2 Model 3 Model 4


Faktor Faktor Faktor Faktor

2 1816,33 1207,78 1029,81 675,60

Df 230 229 227 224

2/df 7,90 5,27 4,54 3,02

CFI 0,397 0,628 0,695 0,828

GFI 0,571 0,644 0,698 0,774

NFI 0,370 0,581 0,643 0,766

RMSEA 0,198 0,156 0,142 0,107

1. Validitas Konvergen Model

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, analisis CFA


telah dijalankan dan menghasilkan parameter kecocokan
model sebesar parameter 2 = 675,60, df = 224, 2/df = 3.02,
CFI = 0,828, GFI = 0,774, NFI = 0,766, dan RMSEA = 0,107.
Semua muatan faktor item signikan sehingga menunjukkan
validitas konvergen (Gerbing & Anderson, 1988). Tabel 4.14
menunjukkan muatan faktor dari semua item penelitian
beserta AVE dan CR yang bersesuaian.

Cronbach CR &
Items Item Loading z-Score
Alpha AVE
Kapabilitas Jaringan (Loxton & Weerawardena, 2006; Mort & Weerawardena, 2006;
Zacca, Dayan, & Ahrens, 2015)
KJ1: Menunjuk koordinator
yang akan bertanggung jawab CR:
0,555 6,18 0,774
terhadap hubungan yang dijalin 0,789
dengan rekan bisnis

-- 212 --
Elfan Kaukab

Cronbach CR &
Items Item Loading z-Score
Alpha AVE
KJ2: Memiliki kemampuan
AVE:
menjalin hubungan baik dengan 0,665 7.16
0.431
rekan bisnis
KJ3: Dapat bernegosiasi secara
0.756 7,81
eksibel dengan rekan bisnis
KJ4: Mengetahui produk-produk
0.630 6,86
yang dijual oleh rekan bisnis
KJ5: Karyawan mengembangkan
kontak informal dengan 0.659
karyawan lain
KJ6: Saling tukar menukar
informasi secara spontan antar 0.447 5,10
anggota organisasi

Pengalaman bisnis internasional (Cavusgil, Zou, & Naidu, 1993)

PBI1: Tingkat pengalaman bisnis CR:


0,937 0,873
internasional pemilik usaha 0,884
PBI2: Lama keterlibatan
AVE:
perusahaan dalam bisnis 0,942 16,58
0,724
internasional
PBI3: Jumlah negara yang pernah
0,637 9,88
bekerjasama

Pengembangan kesesuaian produk ekspor (Hultman, Robson, & Katsikeas, 2009;


Musteen, Datta, & Butts, 2014; Zacca et al., 2015)

PKPE1: Pengembangan kualitas


CR:
produk yang sesuai dengan 0,735 10,56 0.917
0.918
kebutuhan konsumen asing

PKPE2: Pengembangan kualitas


AVE:
produk yang sesuai dengan 0,797
0,557
preferensi konsumen asing
PKPE3: Pengembangan desain
produk yang sesuai dengan 0,792 11,64
kebutuhan konsumen asing
PKPE4: Pengembangan desain
produk yang sesuai dengan 0,715 10,20
preferensi konsumen asing

PKPE5: Pengembangan tur


produk yang sesuai dengan 0,732 10,50
kebutuhan konsumen asing
PKPE6: Pengembangan tur
produk yang sesuai dengan 0,723 10,35
preferensi konsumen asing

-- 213 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Cronbach CR &
Items Item Loading z-Score
Alpha AVE
PKPE7: Pengembangan kemasan
produk yang sesuai dengan 0,742 10,70
kebutuhan konsumen asing
PKPE8: Pengembangan kemasan
produk yang sesuai dengan 0,682 9,62
preferensi konsumen asing
PKPE9: Pengembangan produk
yang sesuai dengan trend 0,660 9,24
kebutuhan konsumen asing
PKPE10: Pengembangan produk
yang sesuai dengan trend 0.665 9.16
preferensi konsumen asing
PKPE11: Pengembangan
produk yang dapat memenuhi
0,565 7,70
kebutuhan konsumen asing yang
belum dapat dipenuhi saat ini

Kinerja Internasional (Cavusgil & Nevin, 1981; Kellermanns & Eddleston, 2006)

KI1: Peningkatan prot yang


CR:
diperoleh dari perdagangan 0,957 0.943
0.893
internasional tiga tahun terahir
KI2: Peningkatan volume
AVE:
penjualan dalam tiga tahun 0,998 35,19
0,692
terahir
KI3: Peningkatan pangsa pasar
0.810 16,90
dalam tiga tahun terahir

Adapun nilai AVE dan CR untuk variabel Kapabilitas


Jaringan adalah 0,431 dan 0,789. Dalam kasus ini, AVE lebih
rendah dari batasan minimal 0,50. Walau begitu, menurut
Fornell and Larcker (1981), AVE pada jangkauan 0,40 masih
dapat diterima sejauh CR menunjukkan nilai lebih dari 0,60.
Karena CR menunjukkan nilai 0,79 maka AVE 0,431 masih
dapat diterima.

Sementara itu, nilai AVE dan CR untuk variabel


Pengalaman Bisnis Internasional adalah 0,724 dan 0,884.
Keduanya menunjukkan nilai yang mencerminkan validitas
konvergen. Untuk variabel Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor, AVE dan CR adalah sebesar 0,557 dan 0,918.
Keduanya juga menunjukkan nilai yang mencerminkan

-- 214 --
Elfan Kaukab

validitas konvergen. Untuk variabel Kinerja Internasional,


AVE dan CR adalah 0,692 dan 0,893. Keduanya juga
menunjukkan validitas konvergen.

2. Validitas Diskriminan Model

Table 4.15. menunjukkan matrik antar korelasi. Validitas


diskriminan ditunjukkan dengan nilai akar kuadrat AVE yang
lebih besar dari korelasi antar konstruk (Fornell and Larcker,
1981). Dari Tabel 4.15 dapat diamati bahwa bagian diagonal,
yang mencerminkan akar kuadrat AVE, selalu lebih besar
dari nilai korelasi antar konstruk. Hasil ini menunjukkan
bahwa terdapat validitas diskriminan dalam model empat
faktor yang diteliti. Perhatikan pula bahwa dalam Tabel
4.15, korelasi antar item tidak ada yang lebih besar dari 0,6;
menandakan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas
pada variabel-variabel penelitian.

Konstruk 1 2 3 4
1. Kapabilitas Jaringan (0.657)
2.Pengalaman Bisnis
-0,012 (0.851)
Internasional
3. Pengembangan Kesesuaian
0,411** 0,026 (0.746)
Produk Ekspor
4. Kinerja Internasional 0,042 0,195** 0,169* (0,832)

3. Bias Metode Umum

Varian metode umum (common method variance) dapat


muncul pada data yang dikumpulkan hanya dari satu
sumber dalam satu waktu (Podsakoff & Organ, 1986). Bias
metode umum muncul karena responden menjawab secara
asal-asalan akibat terburu-buru atau malas membaca, atau
karena jawaban yang dibuat responden tanpa sadar sangat
mirip pada semua pertanyaan dalam kuesioner.

-- 215 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Keberadaan varian metode umum mengancam hasil


penelitian. Bias metode umum diuji menggunakan Harman’s
single factor test. Harman’s single factor test merupakan sebuah
analisis faktor eksploratoris (EFA – Exploratory Factor Analysis).
EFA metode Harman dijalankan dengan menggunakan
pendekatan principal axis factoring. Jika faktor pertama ini
menjelaskan lebih dari separuh (50%) varian dari data, maka
dapat dikatakan telah terjadi bias metode umum, karena hal
ini menunjukkan kalau semua data hanya memuat pada satu
variabel daripada empat variabel yang digunakan dalam
penelitian ini.

Hasil dari EFA pada semua item yang dianalisis


menunjukkan total sebanyak lima (5) faktor dengan nilai
eigen lebih besar dari 1 (total jumlah varian terjelaskan =
66,87%). Faktor 1 menyumbang 30,14% varian, diikuti dengan
empat faktor tambahan yang menyumbang 13,35%, 9,81%,
8,74%, dan 4,82%. Karena faktor pertama tidak menjelaskan
mayoritas varian (30,14% < 50%), maka bias metode umum
tidak menjadi masalah dalam penelitian ini.

4.3.3. Modikasi Model dan Uji Hipotesis


Model CFA di atas kemudian diubah menjadi model
struktural dengan menyusun kembali model. Selain itu,
ditambahkan dua variabel kontrol yaitu jumlah karyawan
perusahaan dan umur perusahaan pada variabel terikat,
Kinerja Internasional. Hasil pengolahan menggunakan SEM
terlihat pada Gambar 4.6 berikut:

-- 216 --
Elfan Kaukab

Berdasarkan gambar model SEM di atas menunjukkan


nilai parameter kecocokan model sebagai berikut:

a. 2-chi square statistics = 729,31, nilai tersebut dikatakan


baik apabila nilai 2 memiliki nilai yang kecil (Joreskog
dan Sorbom, 1993).

b. 2/df (CMIN/DF) = 2,76, nilai X2 relatif kurang dari 2,0


atau 3,0 adalah indikasi acceptable t antara model dan
data (Joreskog dan Sorbom, 1993).

-- 217 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

c. CFI = 0,826, rentang nilai sebesar 0 -1, dimana semakin


mendekati 1, mengindikasikan tingkat t yang paling
tinggi (Hooper, Coughlan, & Mullen, 2008).

d. GFI = 0,774, merupakan ukuran non statistical yang


mempunyai rentang nilai antara 0 sampai dengan 1.
Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan nilai
kecocokan yang tinggi (Joreskog dan Sorbom, 1993).

e. AGFI = 0,722, merupakan kriteria yang memperhitungkan


proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matrik
kovarian sampel. Tingkat yang direkomendasikan adalah
bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar
dari 0,90 (Schumacker dan Lomax, 2010).

f. NFI = 0,754, merupakan perbandingan proposed model


dengan null model. Nilai NFI yang diharapkan adalah
0,95 (Schumacker dan Lomax, 2010).

g. TLI = 0,802, merupakan incremental index yang


membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah
baseline model, dimana nilai yang direkomendasikan
sebagai acuan diterimanya sebuah model adalah 0,95
dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good t
(Browne dan Cudeck, 1993).

h. RMSEA = 0,100. indeks yang digunakan untuk


mengkompensasi chi-square dalam sampel yang
besar. Nilai RMSEA yang kecil atau sama dengan 0,08
merupakan indeks untuk dapat diterimanya model
tersebut berdasarkan degree of freedom (Browne dan
Cudeck, 1993).

Model struktural yang diperoleh memiliki parameter


kecocokan model sebesar parameter 2 = 729,31, df = 264,
2/df (CMIN/DF) = 2,76, CFI = 0,826, GFI = 0,774, AGFI =
0,722, NFI = 0,754, TLI = 0,802, dan RMSEA = 0,100. Nilai

-- 218 --
Elfan Kaukab

ini menunjukkan parameter kecocokan model yang buruk


dimana nilai RMSEA > 0,08, AGFI < 0,95, TLI < 0,95; CFI <
0,95. Hanya CMIN/DF yang berada pada nilai yang diterima
yaitu 2,76 < 3,0.

Untuk memperbaiki parameter kecocokan model,


dilakukan prosedur parselisasi (Little, Cunningham, Shahar,
& Widaman, 2002). Item-item pada variabel penelitian
diparselisasi dengan menggabungkan item tersebut dengan
sesama item sehingga diperoleh nilai rata-rata. Prosedur ini
dimulai dengan variabel yang memiliki item terbanyak yaitu
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor. Kesebelas item
pengembangan produk diparsel ke dalam empat item yang
dinamakan PD1, PD2, PD3, dan PD4. Tiga item memiliki
tiga anggota sementara satu item dengan dua anggota.
Pasangan-pasangan ditentukan secara acak. Dalam hal
ini, PD1 mengandung PKPE 4, PKPE11, dan PKPE2. Item
PD2 mengandung PKPE5, PKPE6, dan PKPE3. Item PD3
mengandung PKPE10, PKPE9, dan PKPE7. PD4 mengandung
PKPE8 dan PKPE1.

-- 219 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Dengan item-item baru ini, analisis struktural kembali


diulang. Parameter kecocokan model seluruhnya menjadi
lebih baik. Perolehan parameter 2 = 161,37, df = 124, 2/
df (CMIN/DF) = 1,30, CFI = 0,979, GFI = 0,910, AGFI =
0,875, NFI = 0,917, TLI = 0,974, dan RMSEA = 0,041. Hasil
ini menunjukkan kalau nilai RMSEA < 0,08, TLI > 0,95; CFI
> 0,95. Hanya satu indikator, yaitu AGFI yang kurang dari
0,95. Namun demikian, karena sudah tercapai threshold pada
mayoritas (4 dari 5) parameter kecocokan model utama, maka
model ini dapat dikatakan telah memiliki kecocokan yang
baik.

-- 220 --
Elfan Kaukab

Adapun R square untuk model adalah 0,196 untuk


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor dan 0,115
untuk Kinerja Internasional. Hasil ini mengindikasikan
bahwa 20% varian dari Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor terjelaskan oleh variabel bebas Kapabilitas Jaringan
dan Pengalaman Bisnis Internasional. Sementara itu, 12%
varian Kinerja Internasional dijelaskan oleh Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor, Kapabilitas Jaringan, dan
Pengalaman Bisnis Internasional.

No. Variabel p Hipotesis


Kapabilitas Jaringan Kinerja Tidak
1. -0,049 0,590
Internasional didukung
Pengalaman Bisnis Internasional
2. 0,169* 0,032 Didukung
Kinerja Internasional
Kapabilitas Jaringan
3. Pengembangan Kesesuaian 0,443** 0,001 Didukung
Produk Ekspor
Pengalaman Bisnis Internasional
Tidak
4. Pengembangan Kesesuaian 0,011 0,887
didukung
Produk Ekspor
Pengembangan Kesesuaian
5. Produk Ekspor Kinerja 0,207* 0,017 Didukung
Internasional

Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat


pengaruh positif dari Kapabilitas Jaringan terhadap Kinerja
Internasional (lihat Tabel 4.16). Nilai jalur dari Kapabilitas
Jaringan ke Kinerja Internasional adalah tidak signikan (
= -0,049, p = 0,590 > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa
hipotesis pertama ditolak karena Kapabilitas Jaringan tidak
memiliki pengaruh yang signikan pada Kinerja Internasional.

Walau demikian, Pengalaman Bisnis Internasional


memiliki efek yang positif pada Kinerja Internasional (
= 0,169, p = 0,032 < 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa

-- 221 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Pengalaman Bisnis Internasional berpengaruh positif pada


Kinerja Internasional, sesuai dengan Hipotesis 2.

Hipotesis selanjutnya adalah Kapabilitas Jaringan


berpengaruh positif terhadap Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor. Jalur dari Kapabilitas Jaringan ke
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor sangat signikan
( = 0,443, p = 0,001 < 0,01). Hasil ini mengindikasikan bahwa
Kapabilitas Jaringan berpengaruh positif pada Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor, sesuai dengan Hipotesis 3.

Hipotesis 4 adalah Pengalaman Bisnis Internasional


berpengaruh positif terhadap Pengembangan Kesesuaian
Produk Ekspor. Jalur dari Pengalaman Bisnis Internasional ke
Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor tidak signikan
( = 0,011, p = 0,887 > 0,05). Hasil ini mengindikasikan
bahwa Pengalaman Bisnis Internasional tidak berpengaruh
positif pada Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor,
bertentangan dengan Hipotesis 4.

Efek langsung Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor terhadap Kinerja Internasional signikan ( = 0,207,
p = 0,017 < 0,05). Hasil ini mengkonrmasi Hipotesis 5 yang
menyatakan bahwa ada pengaruh positif Pengembangan
Kesesuaian Produk Ekspor terhadap Kinerja Internasional.

Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


dihipotesiskan memiliki efek mediasi terhadap Hubungan
Kapabilitas Jaringan dengan Kinerja Internasionalisasi. Untuk
mengetahui signikansi hubungan ini, dilakukan uji Sobel,
uji Aroian, dan uji Goodman (Preacher & Leonardelli, 2019).
Hasil pengujian menunjukkan nilai sebagai berikut:

No. Uji Mediasi p Hasil


1. Uji Sobel 2,13 0,033 Signikan
2. Uji Aroian 2,09 0,037 Signikan
3. Uji Goodman 2,17 0,030 Signikan

-- 222 --
Elfan Kaukab

Pada semua uji, hasil yang diperoleh adalah signikan,


menandakan bahwa hubungan mediasi yang ada adalah
signikan. Hasil ini mengkonrmasi Hipotesis 6 yang
menyatakan bahwa Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor memediasi hubungan kausal antara Kapabilitas
Jaringan dengan Kinerja Internasional. Karena hubungan
langsung antara Kapabilitas Jaringan dengan Kinerja
Internasional tidak signikan, maka hubungan yang terjadi
adalah mediasi penuh.

Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


dihipotesiskan memiliki efek mediasi terhadap hubungan
Pengalaman Bisnis Internasional dengan Kinerja
Internasional. Hubungan mediasi mensyaratkan agar
variabel bebas dan variabel mediasi berhubungan signikan.
Namun Pengalaman Bisnis Internasional tidak berhubungan
signikan dengan Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor. Hal ini menandakan bahwa hubungan mediasi tidak
mungkin terjadi. Karenanya, Hipotesis 7 ditolak.

Lebih lanjut, pada variabel kontrol diketahui bahwa


Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh pada Kinerja
Internasional ( = -0,019, p = 0,806 > 0,05). Sedangkan variabel
kontrol Lama Usaha berpengaruh pada Kinerja Internasional
( = -0,234, p = 0,001 < 0,01). Hubungan yang terjadi adalah
negatif sehingga semakin lama usia usaha, semakin rendah
Kinerja Internasional dari usaha tersebut.

4.4. Ringkasan Hasil Hipotesis


Penjelasan di atas

No. Hipotesis Hasil


Kapabilitas jaringan berpengaruh positif Tidak
Hipotesis 1
terhadap kinerja internasional. didukung

-- 223 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

No. Hipotesis Hasil


Pengalaman bisnis internasional
Hipotesis 2 berpengaruh positif terhadap kinerja Didukung
internasional.
Kapabilitas jaringan berpengaruh positif
Hipotesis 3 terhadap pengembangan kesesuaian Didukung
produk ekspor.
Pengalaman bisnis internasional
berpengaruh positif terhadap Tidak
Hipotesis 4
pengembangan kesesuaian produk didukung
ekspor
Pengembangan kesesuaian produk
Hipotesis 5 ekspor berpengaruh positif terhadap Didukung
kinerja internasional.
Pengembangan kesesuaian produk
ekspor memediasi hubungan kausal
Hipotesis 6 Didukung
antara kapabilitas jaringan dengan
kinerja internasional.
Pengembangan kesesuaian produk
ekspor memediasi hubungan kausal Tidak
Hipotesis 7
antara pengalaman bisnis internasional didukung
dengan kinerja internasional.

4.5. Pembahasan

4.5.1. Hubungan Kapabilitas Jaringan dan


Kinerja Internasional
Penelitian ini menemukan bahwa kapabilitas
jaringan tidak memberikan efek secara langsung pada
kinerja internasional UMKM. Torkkeli, Kuivalainen,
Saarenketo, & Puumalainen (2019) mengklaim bahwa
pengembangan kapabilitas jaringan dapat mendorong
lingkungan multinasional yang menguntungkan bagi
kinerja internasional. Hal ini karena kemampuan UMKM
dalam meningkatkan kemampuan mengembangkan dan
mengelola hubungan dalam jaringan memediasi hubungan
faktor-faktor institusional yang mendukung dengan kinerja
internasional (Battistella, de Toni, de Zan, & Pessot, 2017).
Selain itu, kapabilitas jaringan membantu dalam memperoleh

-- 224 --
Elfan Kaukab

akses pada berbagai sumber, mengidentikasi kesempatan,


dan merespon kebutuhan pasar yang cepat berubah (Acosta,
Crespo, & Agudo, 2018).

Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa


kapabilitas jaringan membantu kinerja dengan memediasi
hubungan antara platform digital dengan kinerja keuangan
UMKM (Cenamor, Parida, & Wincent, 2019; Wang & Hu,
2017). Alasannya karena kapabilitas jaringan membangun
keterlekatan jaringan yang mengurangi biaya transaksi.
Hasil penelitian Khan & Lew (2018) menunjukkan bahwa
kapabilitas jaringan membantu dalam kelangsungan hidup
bisnis yang baru masuk ke pasar internasional. Hasil ini juga
sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa kapabilitas
jaringan meningkatkan kinerja bisnis (Huggins & Thompson,
2015; Parida, Pesämaa, Wincent, & Westerberg, 2017; Yoon,
Kim, & Dedahanov, 2018).

Penjelasan yang mungkin atas tidak signikannya


kapabilitas jaringan dalam penelitian ini adalah terkait strategi
yang digunakan UMKM dalam meraih kinerja internasional.
Teori berbasis sumber daya, khususnya versi Grant (1991),
menegaskan bahwa kapabilitas semata tidak cukup untuk
mencapai kinerja bisnis. Sumber daya dan kapabilitas
hanya sebagai bahan untuk merumuskan strategi bisnis
yang tepat. Memang suatu perusahaan kemungkinan dapat
menghasilkan strategi yang mampu meningkatkan kinerja
dengan kapabilitas yang baik. Tetapi, bisnis juga dapat jatuh
pada strategi yang salah sehingga menyia-nyiakan sumber
daya dan kapabilitas yang dimiliki.

Penjelasan ini juga sejalan dengan teori kompleksitas


dari Fuller & Moran (2001). Dalam teori kompleksitas, sebuah
UMKM dikonsepsikan sebagai sebuah lapisan-lapisan
ontologi. Kapabilitas hanyalah merupakan satu lapisan
ontologi, yaitu level konseptual (Fuller dan Moran, 2001),

-- 225 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

dari UMKM. Kapabilitas perlu membawa pada aktivitas dan


hubungan internal fungsional, kemudian pada model bisnis,
dan barulah mencapai kinerja. Tanpa model bisnis yang tepat,
kapabilitas menjadi tersia-siakan dan tidak memberikan efek
pada kinerja.

Penjelasan teoretis di atas sejalan dengan temuan


penelitian Cenamor et al. (2019). Dalam penelitian ini,
Cenamor et al. (2019) menemukan bahwa faktor logika
eksploitatif dan ekploratoris memoderasi hubungan
kapabilitas jaringan dan kinerja. Logika eksploitatif dan
eksploratoris bukanlah kapabilitas, tetapi strategi. Cenamor
et al. (2019) mendenisikan logika eksploitatif sebagai
seperangkat tindakan untuk memperhalus dan memperluas
kecakapan dan sumber daya yang telah ada. Sementara itu,
logika eksplorasi adalah tindakan yang mengembangkan
kompetensi rantai pasok baru melalui eksperimentasi dan
akuisisi pengetahuan dan sumber daya baru (Cenamor et
al., 2019). Ketika logika eksploitasi digunakan, hubungan
kapabilitas jaringan dengan kinerja justru negatif karena
strategi yang digunakan adalah strategi esiensi, bukannya
inovasi. Perusahaan terus menerus mengasah kemampuan
tetapi lupa menggunakan kemampuan yang telah ada secara
maksimal untuk mendorong keuntungan. Hal ini sejalan
dengan Hong & Jeong (2006) yang menegaskan bahwa strategi
esiensi adalah strategi terburuk dan harus ditinggalkan oleh
UMKM yang ingin mencapai pertumbuhan yang pesat.

Orientasi pada strategi inovasi juga didukung oleh


UMKM global baru. UMKM global baru adalah UMKM yang
sejak awalnya sudah berbisnis secara internasional tanpa
didahului oleh bisnis lokal. Pada UMKM global baru, jaringan
dapat membantu dalam mengidentikasi kesempatan pasar
guna mengembangkan produk yang intensif pengetahuan
untuk mendukung kinerja internasional (Perera, 2016). Strategi
ini merupakan strategi inovatif yang membuat mereka maju

-- 226 --
Elfan Kaukab

mengalahkan perusahaan-perusahaan besar multinasional


yang menggunakan strategi esiensi, ditopang dengan logika
monopoli atau oligopoli dan kekuasaan (Knight & Liesch,
2016).

Menurut teori modal sosial, kapabilitas jaringan


merupakan suatu modal sosial. Teori modal sosial
mengemukakan bahwa modal sosial memberikan akses
pada pengetahuan pasar, pengetahuan praktik bisnis, saran
produk dan distribusi, dan kerjasama antar perusahaan
(Perera, 2016). UMKM dalam melakukan bisnis internasional
perlu mengembangkan modal sosial dengan membangun
hubungan-hubungan dan mengeksploitasi kesempatan bisnis
menggunakan modal sosial yang diperolehnya. Tentu saja,
sekedar melihat adanya kesempatan atau mendapatkan saran
produk dan distribusi tidak akan mewujud menjadi kinerja
tanpa adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terarah pada
eksploitasi kesempatan dan penerapan saran pada produk
dan distribusi.

Singkatnya, kapabilitas jaringan tidak dapat membawa


pada kinerja internasional secara langsung karena masih
bersifat potensial. Kapabilitas hanyalah sebuah potensi untuk
menghasilkan strategi yang tepat dalam berbisnis. Penelitian
ini menunjukkan bahwa kapabilitas tidak membawa pada
kinerja internasional karena banyak UMKM yang diteliti
tidak mengambil strategi yang tepat untuk memanfaatkan
kapabilitas yang dimiliki untuk mendorong kinerja.

4.5.2. Hubungan Pengalaman Bisnis Internasional


dan Kinerja Internasional
Penelitian ini mengkonrmasi bahwa pengalaman
bisnis internasional memiliki pengaruh signikan pada
kinerja internasional. Penelitian ini sejalan dengan berbagai
penelitian sebelumnya dengan berbagai mekanisme,

-- 227 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

seperti meningkatkan efektivitas keputusan strategis yang


membawa pada kinerja (Azam, Boari, & Bertolotti, 2018).
Hal ini dimungkinkan karena keputusan strategis bersifat
rasional dan rasionalitas bertopang pada pengetahuan dan
pengalaman. Mekanisme lain adalah melalui kapasitas
absorptif dimana perusahaan menggunakan pengalaman
untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat dalam
menjalankan bisnis (Lengler, Sousa, Perin, Sampaio, &
Martinez-Lopez, 2016).

Jika konsisten dengan penjelasan sebelumnya mengenai


tidak berhubungannya kapabilitas jaringan dengan kinerja
secara langsung, hubungan langsung pengalaman bisnis
internasional dengan kinerja tampaknya bertentangan.
Teori pertumbuhan perusahaan (Penrose, 1959) menyatakan
bahwa pengalaman bisnis adalah salah satu bentuk sumber
daya. Jika pengetahuan hanyalah sumber daya maka sumber
daya ini perlu diolah menjadi strategi. Walau begitu, ada dua
penjelasan mengapa pengalaman bisnis internasional dapat
membawa pada kinerja internasional, berbeda dari kapabilitas
jaringan.

Pertama, pengetahuan bisnis internasional dapat menjadi


output dari kapabilitas jaringan. Hughes, Cesinger, Cheng,
Schuessler, & Kraus (2017) menjelaskan bagaimana perusahaan
born global yang secara denitif, sejak awalnya merupakan
perusahaan UMKM yang terjun ke dunia internasional,
tidak memiliki pengalaman dalam internasionalisasi. Walau
demikian, born global dapat sukses dengan mempelajari
pengalaman orang lain, yaitu pengalaman dari orang-orang
yang telah sukses dalam internasionalisasi, dan dengan bekal
pengalaman ini, mereka mampu meraih keunggulan pada
level internasional. Hal ini sejalan dengan teori belajar sosial
(Bandura, 1977) yang menyatakan bahwa manusia belajar
dan mendapatkan pengalaman bukan saja secara individual
tetapi juga secara kolektif, dengan mempelajari hal-hal

-- 228 --
Elfan Kaukab

yang dialami oleh orang lain. Dalam hal ini, pengalaman


adalah sebuah hasil dari strategi yang memanfaatkan, salah
satunya, kapabilitas jaringan. Perusahaan-perusahaan born
global sangat intensif menggunakan teknologi informasi yang
merupakan wadah penting dalam menggunakan kapabilitas
global (Khan dan Lew, 2018; Cenamor et al., 2019). Karenanya,
pengalaman merupakan output dari sebuah strategi dan
sejalan dengan teori berbasis sumber daya (Grant, 1991) dan
teori kompleksitas UMKM (Fuller dan Moran, 2001), mampu
berpengaruh langsung pada kinerja.

Penjelasan kedua adalah bahwa pengetahuan


merupakan sumber daya yang sangat sederhana dan pasti
dalam membawa pada strategi. Hal ini sejalan dengan
teori berbasis pengetahuan (knowledge-based view) yang
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan sumber utama
bagi keunggulan bersaing dan kinerja yang superior (Bontis
& Serenko, 2009). Dalam hal ini, pengetahuan dibedakan
dari sumber daya dan kapabilitas lainnya karena memiliki
peran mendasar bagi inovasi (Al-Dhaafri, Bin Yusoff, & Al-
Swidi, 2013). Dalam teori pertumbuhan bisnis Hong dan
Jeong (2006) yang memandang bahwa kondisi inovasi adalah
kondisi puncak pertumbuhan bisnis. Pengetahuan akan
membawa strategi yang bersifat eksploratif, sejalan dengan
temuan Cenamor et al. (2019) bahwa strategi ini membawa
pada kinerja bisnis internasional.

Walau demikian, penelitian ini bertentangan dengan


penelitian Bello et al. (2015) yang tidak menemukan hubungan
signikan antara pengalaman bisnis internasional dengan
kinerja. Sayangnya, Bello et al. (2015) tidak memberikan
penjelasan sedikitpun mengapa dalam analisis mereka,
pengalaman bisnis internasional tidak berpengaruh signikan
pada kinerja. Hal ini disebabkan karena mereka menjadikan
pengalaman bisnis internasional sebagai variabel kontrol
dan diproksi secara objektif, menggunakan jumlah tahun

-- 229 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

perusahaan terlibat dalam bisnis internasional, sama seperti


yang dilakukan Zahra, Ireland, & Hitt (2000) dan Yeoh (2004)
yang justru menemukan hubungan positif dengan kinerja.
Hal ini terlalu menyederhanakan konsep pengalaman karena
walau bagaimanapun, masing-masing perusahaan dapat
memiliki kemampuan mempelajari pasar secara berbeda-
beda. Beberapa dapat belajar dengan cepat dalam waktu
singkat, sementara yang lain mempelajarinya dalam waktu
yang lama. Zahra et al. (2000) misalnya, menemukan bahwa
pengalaman internasional yang diproksi menggunakan
jumlah tahun semenjak internasionalisasi, tidak berpengaruh
signikan pada seberapa luas sebuah perusahaan mempelajari
teknologi baru.

4.5.3. Hubungan Kapabilitas Jaringan dan


Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
Berbeda dengan hubungan kinerja internasional,
hubungan kapabilitas jaringan dengan pengembangan
kesesuaian produk ekspor adalah signikan. Hasil ini sejalan
dengan teori berbasis sumber daya (Grant, 1991) dimana
pengembangan produk merupakan sebuah strategi dan
strategi ini berpijak salah satunya pada kapabilitas jaringan.
Ghezal (2015) mengidentikasi bahwa strategi pengembangan
produk adalah salah satu dari sembilan jenis strategi. Ghezal
(2015) mengidentikasi strategi internasionalisasi bisnis kecil,
mencakup kepemimpinan harga, pengembangan produk
berkualitas, diferensiasi, inovasi, diversikasi, esiensi,
pengembangan pelayanan konsumen berkualitas, pemasaran
intensif, dan ekspansi pasar.

Penelitian mengkonrmasi bahwa pada UMKM yang


melakukan internasionalisasi, pengembangan produk
dilakukan secara kolaboratif guna mengatasi keterbatasan
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Kolaborasi ini
memerlukan adanya jaringan dan kapabilitasnya. Dengan

-- 230 --
Elfan Kaukab

kata lain, pengembangan produk bersama dipengaruhi oleh


jaringan sosial dan interaksi inovasi yang bersifat terbuka
(McAdam, McAdam, Dunn, & Mccall, 2016).

Jaringan sosial adalah jaring-jaring hubungan


interpersonal atau antar organisasi yang memberikan efek
pada tindakan manusia dalam sistem sosial (Nimmon, Artino
Jr, & Varpio, 2019). Jaringan sosial dapat bersifat vertikal
atau horizontal atau campuran. Jaringan sosial vertikal
adalah jaringan sosial dimana anggota-anggotanya memiliki
keanekaragaman status sosial atau ekonomi, seperti antara
UMKM dengan pemerintah, sementara jaringan sosial
horizontal adalah jaringan sosial dimana anggota-anggotanya
memiliki kesamaan status sosial atau ekonomi, seperti antara
sesama UMKM (Wahyuningsih, Arhim, & Purwanto, 2017).

Jaringan sosial UMKM yang bersifat horizontal


membangun kerjasama dengan sesama UMKM. Kerjasama
ini berkaitan dengan saling tukar pengetahuan guna
meningkatkan pengembangan produk kolaboratif dan
inovasi (McAdam et al., 2016). Penelitian menunjukkan
bahwa jaringan sosial memberikan efek pada kecenderungan
UMKM terlibat dalam pengembangan produk bersama dan
inovasi kolaboratif (McAdam et al., 2016). Jika jaringan ini
dapat terjaga dengan cukup lama dan terdapat komitmen
anggota yang tetap, akan terbentuk jaringan bisnis dengan
keselarasan yang ketat dan jaringan yang dinamis dengan
aliran-aliran pengetahuan yang lancar (McAdam et al., 2016).
Aliran pengetahuan keluar dan masuk dari jaringan ini
sebagian berasal dari pemerintah, yang memberikan sumber
daya serta bantuan pemasaran bagi UMKM. Keberadaan
dari dukungan pemerintah diketahui telah pula membantu
bagi jaringan untuk dapat lebih cepat berkembang dalam
menghasilkan pengembangan produk (McAdam et al., 2016).
Hubungan ke luar jaringan ini pun dapat dipandang sebagai
komponen jaringan, hanya saja dengan ikatan yanglebih

-- 231 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

lemah. Keseimbangan antara ikatan kuat dan ikatan lemah ini


memerlukan kapabilitas jaringan yang kuat.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori


pertumbuhan bisnis UMKM (Hong dan Jeong, 2006) yang
menegaskan bahwa ada dua jalur yang dapat ditempuh
oleh UMKM dari bisnis yang bersifat esiensi menjadi bisnis
yang bersifat inovatif, yaitu melalui kolaborasi atau melalui
koordinasi. Pada kedua jalur, kapabilitas jaringan sangat
diperlukan agar UMKM dapat meraup sumber daya yang
diperlukan untuk pengembangan produk.

Peran kapabilitas jaringan dalam pengembangan


produk juga dapat dilihat dari fenomena pengembangan
produk kompleks pada UMKM teknologi tinggi. Pada
perusahaan teknologi tinggi, kapabilitas jaringan menjadi vital
karena memungkinkan perusahaan untuk mengendalikan
ketidakpastian dan risiko yang pasti muncul pada
pengembangan produk kompleks. Ketidakpastian dan risiko
ini dimitigasi dengan membangun hubungan-hubungan baru
dalam jaringan bisnis. Tanpa upaya membangun hubungan-
hubungan baru, hubungan yang telah ada dapat menjadi
kadaluarsa dan membawa pada situasi oportunistik yang
pada gilirannya menimbulkan kerugian jangka panjang
pada sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan
produk (Parida et al., 2017).

Industri kreatif juga kurang lebih sama dengan UMKM


teknologi tinggi dalam hal mengunggulkan inovasi dan
kreativitas sebagai nilai utama dalam bisnis. Sejalan dengan
ini, UMKM kreatif pun harus mengatasi kendala sik maupun
psikologis yang mereka miliki pada sumber daya, modal,
maupun kesempatan untuk menghasilkan pengembangan
produk dengan membangun jaringan bisnis (Brekke, 2015;
Coduras, Saiz-alvarez, & Ruiz, 2016). Dengan jaringan
hubungan antar organisasi yang bermakna sebagai hasil

-- 232 --
Elfan Kaukab

dari kapabilitas jaringan yang baik, UMKM mendapatkan


akses pada sumber daya eksternal yang diperlukan untuk
mengembangkan produk (Bouncken, Pesch, & Reuschl, 2016).

Walau begitu, mungkin ada perbedaan kapabilitas


jaringan antara UMKM yang baru dengan UMKM yang
telah berpengalaman panjang (Brekke, 2015). UMKM baru
cenderung tidak selektif dalam mendapatkan hubungan baru
dalam jaringan karena sumber daya internal yang masih
sangat minim dan guna mendapatkan legitimasi dini sebagai
salah seorang pemain dalam pasar (Rauch, Rosenbusch,
Unger, & Frese, 2016). Sementara itu, UMKM lama telah
memiliki banyak sumber daya internal dan reputasi sehingga
lebih selektif dalam memilih anggota jaringan. Tujuan UMKM
lama lebih pada upaya untuk menyediakan sumber daya
komplementer untuk melengkapi produk yang sedang mereka
kembangkan (Barth, Barraket, Luke, & McLaughlin, 2015).
Walau begitu, setidaknya pada kasus UMKM sektor kreatif,
hal ini tidak terbukti karena hasil analisis menunjukkan kalau
usia perusahaan tidak berkorelasi pada kapabilitas jaringan
(r = 0,004; p = 0,961), padahal sampel dalam penelitian ini
memiliki pengalaman bisnis dari hanya dua tahun hingga
mencapai 38 tahun.

Tidak adanya perbedaan lama usaha dengan kapabilitas


jaringan dalam penelitian ini mengimplikasikan kalau
kebutuhan untuk bermitra dan mengembangkan inovasi
produk berdasarkan jaringan yang dimiliki berlaku pada
seluruh tahapan siklus hidup bisnis (Ozkan-Canbolat &
Beraha, 2016). Hal ini dapat pula dijelaskan dengan kesamaan
lokasi. Lokasi spesik menawarkan jaringan yang berbeda
dan begitu juga, jaringan yang berbeda, menawarkan
akses pada lokasi yang berbeda pula (Brekke, 2015). Hal ini
ditunjukkan dalam penelitian ini dengan hasil ANOVA yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan kapabilitas jaringan
berdasarkan lokasi secara signikan (F = 3,75; p = 0,000).

-- 233 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

UMKM dari kawasan Demak, Banjarnegara, dan Sukoharjo


memiliki kapabilitas jaringan yang lebih tinggi dari UMKM
dari kawasan Temanggung, Magelang, dan Kendal.

Kemampuan kapabilitas jaringan dalam memberikan


efek pada pengembangan produk sejalan dengan temuan
penelitian terdahulu bahwa kapabilitas jaringan berpengaruh
signikan pada daya inovasi organisasi (Parida & Ortqvist,
2015; Parida et al., 2017). Penelitian Parida et al. (2017) dan
Brekke (2015) menemukan bahwa perusahaan dengan
kapabilitas jaringan yang tinggi mampu mengeksploitasi
domain-domain produk baru, sejalan dengan penelitian
sekarang yang mengungkapkan kalau UMKM dengan
kapabilitas jaringan yang tinggi mampu menghasilkan
pengembangan kecocokan produk ekspor yang baik.

4.5.4. Hubungan Pengalaman Bisnis Internasional


dan Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor
Menariknya, penelitian ini tidak menemukan hubungan
yang signikan antara pengalaman bisnis internasional dan
pengembangan kesesuaian produk ekspor. Pengetahuan,
dalam artian pengalaman bisnis internasional, tampaknya
tidak memberikan pengaruh pada pengembangan produk.
Hasil ini dapat dijelaskan jika kita memandang bahwa
pengembangan produk mengandung faktor yang tidak
semata memerlukan pengalaman, tetapi lebih utama lagi
adalah modal keuangan (Hsieh et al., 2019). UMKM di
negara berkembang terkendala lebih pada faktor nansial
dalam pengembangan produk (Child et al., 2017). Akibatnya,
pengalaman bisnis internasional tidak selalu menghasilkan
pengembangan produk. Sebagai contoh, pengetahuan
mengenai kebutuhan konsumen di negara lain mungkin tidak
dapat dicapai oleh UMKM karena pengembangan produk
tersebut memerlukan biaya yang besar.

-- 234 --
Elfan Kaukab

UMKM di negara berkembang lebih bertopang


pada jaringan bisnis (Narooz & Child, 2017), daripada
pengembangan produk untuk mencapai internasionalisasi.
Walau penelitian ini tidak menemukan hubungan langsung
antara kapabilitas jaringan dengan internasionalisasi,
penelitian sekarang menemukan bahwa pengaruh jaringan
bisnis pada internasonalisasi dimediasi oleh pengembangan
kesesuaian produk ekspor (lihat pembahasan Hipotesis 6).
Hal ini berbeda dari UMKM di negara maju yang bertopang
pada pengembangan produk karena sumber daya nansial
dan teknologi yang baik (Nasiri, Sultan, & Alleyne, 2018) dan
kurang mengandalkan jaringan bisnis (Hsieh et al., 2019).

Pengembangan produk memang dilakukan, tetapi


dengan pengembangan yang bersifat biaya rendah.
Pengalaman pasar internasional bukan digunakan sebagai
bahan untuk mengembangkan strategi produk, tetapi pada
berbagai strategi lainnya seperti misalnya strategi diversikasi
(Ganzarain & Errasti, 2016), strategi harga (Lapersonne,
Sanghavi, & de Mattos, 2015), atau strategi diferensiasi (Cao,
Xu, & Hu, 2018). Walau demikian, strategi-strategi ini tampak
efektif karena membawa pada dampak signikan pengalaman
bisnis internasional pada kinerja internasional.

Child et al. (2017) mengidentikasi bahwa pengalaman


bisnis internasional menentukan bagaimana perusahaan
memasuki pasar internasional. Hal ini karena pengalaman
memungkinkan UMKM untuk merumuskan model bisnis
yang lebih sesuai dengan kondisi persaingan yang dihadapi
di pasar asing sekaligus untuk mendapatkan sumber-sumber
dukungan eksternal (Child et al., 2017). Kondisi persaingan
di pasar asing belum tentu menuntut adaptasi produk.
Bahkan jika kondisi persaingan memang menuntut adaptasi
produk, tidak serta merta diambil jika hal tersebut menguras
biaya sementara masalah sumber dukungan eksternal belum
terselesaikan. Daripada fokus pada strategi produk, UMKM

-- 235 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

dapat lebih fokus pada pencarian dukungan eksternal


menggunakan pengalaman bisnis yang mereka miliki.
Lagi-lagi, dukungan eksternal mungkin tidak memandang
bahwa adaptasi produk merupakan solusi yang tepat.
Pada negara-negara tujuan dengan foreignness yang tinggi,
dimana masyarakatnya lebih senang dengan produk luar
negeri ketimbang dalam negeri (Batra, Ramaswamy, Alden,
Steenkamp, & Ramachander, 2000), strategi adaptasi produk
bukan pilihan yang tepat. Sebagai contoh, di beberapa negara
dengan aksara berbeda, produk yang bertulisan latin dapat
lebih disukai daripada produk bertulisan lokal, sehingga
produk bertulisan latin lebih laku di pasar.

Selain itu, UMKM dengan pengalaman rendah di pasar


internasional sebenarnya menyadari pentingnya pengalaman.
Justru karena ini, strategi bisnis lebih diarahkan pada upaya
mendapatkan pengalaman bisnis internasional sebanyak
mungkin melalui penciptaan dan eksploitasi pengetahuan.
Sementara proses ini berjalan, produk standar dijual di pasar.
Jika produk ini laku sesuai ekspektasi, tidak ada alasan bagi
perusahaan untuk mengadaptasinya sesuai karakteristik
lokal. Jikapun ada gagasan semacam ini, ia merupakan hasil
dari pertimbangan matang menggunakan pengalaman serta
sumber daya lain maupun kapabilitas yang dimiliki.

4.5.5. Hubungan Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor dan Kinerja Internasional
Pengembangan produk merupakan elemen dari strategi
bisnis UMKM dengan pendekatan eksploratif (Cenamor et al.,
2019). Pendekatan eksploratif memiliki pengaruh yang kuat
pada kinerja karena menjadikan UMKM lebih inovatif pada
pasar internasional (Hong dan Jeong, 2006). Penelitian ini
mengkonrmasi bahwa pengembangan kesesuaian produk
ekspor berpengaruh signikan pada kinerja internasional
UMKM.

-- 236 --
Elfan Kaukab

Dalam penelitian Hollender, Zapkau, & Schwens (2017),


pengembangan kesesuaian produk ekspor diistilahkan sebagai
adaptasi produk. Penelitian tersebut mengkonsepsikan
adaptasi produk sebagai sebuah kapabilitas untuk mengatasi
beban kekecilan (liabilities of smallness). Dengan menggunakan
adaptasi produk, UMKM dapat mengatasi pengetahuan
pasar yang rendah dan tantangan dari pasar tujuan tanpa
harus kehabisan sumber daya. Adaptasi produk diketahui
berpengaruh signikan pada kinerja internasional dalam
penelitian tersebut.

Tidaklah salah memandang bahwa adaptasi produk


sebagai kapabilitas, karena memang adaptasi produk
mengandung kombinasi pengetahuan dan kompetensi dari
berbagai fungsi (Hollender et al., 2017). Tidak juga salah kalau
memandang adaptasi produk sebagai strategi karena ia dapat
menjadi langkah yang diambil berdasarkan perhitungan yang
matang menggunakan faktor eksternal (pasar asing) dan
faktor internal. Faktor internal ini adalah sumber daya dan
kapabilitas yang ada, seperti misalnya kapabilitas jaringan
atau kapabilitas penginderaan (Uzhegova, Torkkeli, Salojärvi,
& Saarenketo, 2018). Keduanya membawa pada keunggulan
bersaing UMKM di pasar internasional.

Jika dilihat dari teori kapabilitas dinamik (Teece, Pisano,


& Shuen, 1997), pengembangan produk dapat dipandang
sebagai sebuah penghancuran kreatif atas sumber daya yang
telah ada untuk menghasilkan sumber daya dan kapabilitas
baru. Teori kapabilitas dinamik berpendapat bahwa
peremajaan dan rekongurasi sumber daya merupakan kunci
dari keunggulan bersaing berkelanjutan. Untuk mendapatkan
kinerja yang superior, perusahaan harus memiliki kapasitas
untuk mengakumulasi, menggunakan, menyegarkan,
dan merekongurasi sumber daya dan kompetensi yang
dimilikinya (Pereira, Mellahi, Temouri, Patnaik, & Roohanifar,
2018). Hal ini harus dilakukan karena lingkungan eksternal

-- 237 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

berubah. Perusahaan harus turut pula berubah dengan


perubahan yang sejalan dengan perubahan lingkungan
eksternal (Rice, Liao, Galvin, & Martin, 2015). Berdasarkan
teori kapabilitas dinamik, perubahan pada bisnis lokal
menjadi bisnis internasional menuntut UMKM untuk turut
melakukan rekongurasi aset berwujud dan tidak berwujud,
seperti dengan menyesuaikan produk dengan kebutuhan
pasar asing (Maranzato & Salerno, 2018).

Dari pendekatan lainpun, seperti pendekatan teori


pranata/institusional (Hollender et al., 2017), adaptasi
produk berpengaruh pada kinerja internasionalisasi. Teori
institusional berpendapat bahwa perilaku sosial berulang
hanya mungkin terjadi jika terdapat dukungan dari sistem
normatif dan pengetahuan kognitif yang memberikan makna
pada perubahan dan menyusun keteraturan sosial (Roque,
Alves, & Raposo, 2019). Sistem normatif dalam konteks
internasionalisasi adalah norma-norma yang berlaku di negara
asal dan negara tujuan ekspor. Jika UMKM tidak mematuhi
norma ini, UMKM tidak dapat memperoleh dukungan dan
perilaku berulang, dalam hal ini perilaku ekspor, tidak dapat
berlangsung. Karenanya, teori institusional menekankan
pentingnya perusahaan untuk menyesuaikan produknya
dengan norma-norma yang berlaku di negara tujuan ekspor
agar mendapatkan legitimasi dan karenanya, disukai oleh
negara tujuan (Hollender et al., 2017).

Sementara itu, perspektif IO (Industrial Organization)


atau teori kontingensi, berpendapat bahwa struktur organisasi
yang optimal tercapai ketika ada kesesuaian antara konteks
organisasi dan lingkungan bisnisnya (Roque et al., 2019).
Dalam konteks internasionalisasi, struktur yang menghasilkan
perilaku bisnis yang optimal untuk memungkinkan terjadinya
internasionalisasi merupakan struktur yang disesuaikan
dengan karakteristik eksternal di negara tujuan maupun
negara asal dan peraturan yang mengatur tentangnya

-- 238 --
Elfan Kaukab

secara internasional. Karenanya, perspektif IO mamandang


bahwa pengaruh signikan adaptasi produk pada kinerja
internasional dapat diartikan sebagai kesesuaian respon yang
dimunculkan oleh perusahaan dengan lingkungan eksternal
(Bain, 1951).

Banyak pula penelitian yang menemukan hubungan


positif adaptasi produk dengan kinerja internasional
(Hollender et al., 2017). Tetapi perlu pula ditunjukkan
bahwa ada penelitian yang menemukan hubungan yang
negatif dan hubungan yang tidak signikan (Hultman et al.,
2009; Zou, Andrus, & Norvell, 1997). Berhadapan dengan
ketidaksesuaian hasil ini, diargumenkan bahwa harus ada
kecocokan antara adaptasi produk dengan strategi bisnis
(Schmid & Kotulla, 2011). Sebagai contoh, strategi adaptasi
harga ditemukan berhubungan signikan dengan strategi
adaptasi produk (King, 2015). Sementara itu, strategi
diferensiasi juga mencakup di dalamnya strategi adaptasi
produk (King, 2015). Strategi adaptasi produk merupakan
strategi yang mampu mendorong kinerja pada bisnis yang
memproduksi produk konsumsi seperti industri kreatif yang
menjadi fokus penelitian ini (King, 2015).

Namun demikian, penelitian ini mengkonrmasi


pengaruh signikan adaptasi produk pada kinerja
internasional, menandakan bahwa strategi bisnis yang
dikombinasikan dengan strategi pengembangan produk
pada sampel, memberikan pengaruh positif pada kinerja
internasional. Hal ini dapat bermakna bahwa ada sebuah
orientasi jangka panjang dari UMKM sampel untuk konsisten
di pasar internasional dengan mendorong strategi adaptasi
produk (Leonidou, Katsikeas, & Saimee, 2002). UMKM berani
menggabungkan konteks produk dengan tingkat adaptasi
sehingga terbentuk kesesuaian antara faktor-faktor makro,
mikro, dan internal satu sama lain untuk membentuk produk
yang mampu memengaruhi kinerja (Hultman et al., 2009).

-- 239 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Karakteristik adaptasi produk yang dilakukan UMKM


dapat pula bertanggungjawab atas hubungan positif yang
muncul. UMKM cenderung melakukan adaptasi produk
yang berfokus pada strategi pengembangan inkremental,
ketimbang pengembangan radikal. Pengembangan
inkremental merupakan pengembangan rendah risiko
yang hanya memberikan kinerja rata-rata (Healy, Dwyer,
& Ledwith, 2018). Hal ini membuat adanya hubungan
linier yang signikan dalam penelitian ini. Seandainya ada
beberapa UMKM yang berani melakukan adaptasi produk
secara radikal, akan ada kinerja yang superior (sangat tinggi)
atau sebaliknya, kinerja yang sangat rendah karena kegagalan
produk. Hal ini tidak akan menjadikan hubungan yang linier
antara pengembangan produk dengan kinerja. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa ada beberapa penelitian yang tidak
menemukan hubungan signikan antara adaptasi produk
dengan kinerja (Kotabe, 1990; Lages, Jap, & Grifth, 2008;
Shoham, 1999) atau bahkan menemukan hubungan yang
negatif (Zou et al., 1997).

Lebih lanjut, temuan ini menegaskan bahwa perusahaan


tidak terlalu tergantung pada kegiatan ekspor sehingga
mengembangkan strategi adaptasi produk yang tidak terlalu
agresif (Calantone & Knight, 2000). Walau begitu, hasil
adanya hubungan linier signikan pengembangan kesesuaian
produk ekspor dengan kinerja internasional juga bermakna
bahwa UMKM mungkin dihadapkan pada kendala tertentu,
seperti misalnya kendala nansial, untuk menghasilkan
inovasi yang radikal, dan memilih inovasi yang inkremental
untuk menunjang kineja internasionalnya.

4.5.6. Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


sebagai Mediator Hubungan Kapabilitas Jaringan
dan Kinerja Internasional
Penelitian ini mengkonrmasi bahwa pengembangan

-- 240 --
Elfan Kaukab

kesesuaian produk ekspor merupakan variabel mediasi secara


penuh dalam membangun hubungan kapabilitas jaringan
dengan kinerja internasional secara tidak langsung. Hal ini
menunjukkan kalau kapasitas jaringan dieksploitasi untuk
menghasilkan strategi adaptasi produk yang membawa pada
keunggulan bersaing UMKM di pasar internasional. Kondisi
ini dapat dipahami karena pada perusahaan besar, strategi
adaptasi produk dipakai dengan mengeluarkan sumber
daya waktu dan keuangan yang besar guna mendapatkan
pengetahuan pasar bermutu tinggi dari riset pasar dan
pengalaman bisnis internasional serta interaksi dengan mitra
dagang (Pronina, 2015). UMKM tidak dapat melakukan
adaptasi produk dengan sumber daya tersebut karena
terbatas oleh beban kekecilan (liability of smallness). Beban
kekecilan adalah halangan-halangan yang dihadapi oleh
UMKM akibat dari ukurannya yang kecil (Ko & Liu, 2017).
Contoh beban kekecilan adalah kurangnya sumber daya,
seperti sumber daya manusia dan sumber daya nansial.
Beban kekecilan atau beban sebagai perusahaan kecil adalah
salah satu dari lima jenis patologi beban yang dapat dihadapi
perusahaan selain beban sebagai perusahaan asing (liability
of foreignness), beban sebagai perusahaan baru (liability of
newness), beban sebagai anak perusahaan (liability of closeness),
dan beban sebagai perusahaan dari daerah tertentu (liability of
origin) (Amankwah-Amoah & Debrah, 2016). Beban kekecilan
memiliki dampak pada banyak hal seperti tingkat dan
jumlah pilihan maneuver strategis yang dapat dilakukan (Ko
dan Liu, 2017) ataupun kemampuan untuk berinovasi dan
mengadaptasi produk (Lind, Karlsson, & Ronnback, 2017).
Untuk mengatasi beban kekecilan, UMKM menggunakan
kapabilitas jaringan untuk melakukan adaptasi produk,
termasuk pula salah satunya interaksi dengan mitra dagang
menggunakan teknologi rendah biaya seperti teknologi
informasi atau sumber data sekunder, ketimbang data primer
dari riset pasar.

-- 241 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Dengan cara ini, penelitian sekarang mengedepankan


sebuah variabel mediasi (pengembangan kesesuaian produk
ekspor, dimana adaptasi produk memegang peran penting)
yang dipengaruhi oleh kapabilitas jaringan (sebagai variabel
bebas). Di saat bersamaan, variabel mediasi ini memiliki efek
yang jelas pada variabel dependen yaitu kinerja internasional.
Mediasi ini bersifat penuh dalam artian tidak dapat dilewatkan
sedikitpun jika kapabilitas jaringan ingin memberikan efek
pada kinerja internasional.

Lebih lanjut, hasil ini sejalan dengan penemuan dalam


penelitian sebelumnya bahwa UMKM dengan kapabilitas
jaringan dapat meningkatkan kesempatan-kesempatan untuk
mengeksplorasi pengembangan produk ekpor yang pada
gilirannya membawa pada kinerja (Parida dan Ortqvist, 2015).
Hal ini khususnya terjadi pada UMKM dengan kelonggaran
keuangan (nancial slack) yaitu sumber daya keuangan
surplus yang sebagian dapat muncul dari jaringan bisnis yang
dikembangkan lewat kapabilitas bisnis yang dimiliki.

Kapabilitas jaringan mendorong pada peningkatan


hubungan eksternal. Peningkatan hubungan eksternal ini
memudahkan UMKM untuk mendapatkan fasilitas keuangan
misalnya dari lembaga keuangan mikro. Alternatifnya,
jaringan menyediakan mitra untuk bersama-sama
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan pengembangan
produk lewat informasi-informasi bernilai yang diperoleh
bersama dari pasar mengenai konsumen asing. Informasi-
informasi bernilai ini pada gilirannya memungkinkan UMKM
memposisikan diri lebih baik dalam memberikan produk
yang memenuhi kebutuhan konsumen.

Lebih dari itu, UMKM dengan kapabilitas jaringan yang


baik memiliki kemampuan lebih baik dalam mengelola dan
mengambil risiko guna menghasilkan inovasi pengembangan
produk. Risiko-risiko ini direduksi dengan pengetahuan

-- 242 --
Elfan Kaukab

yang diperoleh dari mitra, pengembangan dan pemeliharaan


jaringan bisnis, serta kemampuan untuk mengkoordinasikan
hubungan melalui komunikasi yang efektif (Parida dan
Orqvist, 2015). Pengetahuan mendorong pengembangan
produk yang kemudian dipasarkan melalui jaringan bisnis
tersebut yang akan membawa pada kinerja internasional.

Penemuan peran mediasi penuh pengembangan produk


adalah menarik dalam hal kapabilitas jaringan, karena hal ini
menunjukkan bahwa kapabilitas jaringan tidak dapat secara
langsung membawa pada kinerja internasional. Penelitian
sebelumnya berargumen bahwa kapabilitas jaringan adalah
variabel moderator dalam hubungan pengembangan produk
dengan kinerja (Pham, Monkhouse, & Barnes, 2017). Alasannya
adalah karena kapabilitas jaringan memfasilitasi perusahaan
dalam mengimplementasikan tanggungjawab pengembangan
produk ekspor secara lebih esien. Walau begitu, peran
moderator mengimplikasikan jika tidak ada hubungan kausal
antara kapabilitas jaringan dan pengembangan produk.
Padahal, kapabilitas jaringan itu sendiri berperan penting
dalam proses pengembangan produk. Pham et al. (2017)
sendiri menyatakan bahwa kapabilitas jaringan menjadi
proksi penting bagi keterlibatan pemasok yang efektif dalam
proses pengembangan produk sekaligus memungkinkan
pembelajaran terhadap perubahan teknologi yang cepat
yang berguna untuk mempercepat pengembangan produk.
Hal ini tentunya mengimplikasikan hubungan kausal.
Kapabilitas jaringan mendorong keterlibatan mitra yang
akan meningkatkan pengembangan produk. Kapabilitas
jaringan juga mendorong pembelajaran yang cepat yang
pada gilirannya juga meningkatkan pengembangan produk.
Karenanya, hubungan yang lebih tepat adalah hubungan
mediasi, dimana pengembangan produk menjadi mediator,
kapabilitas jaringan menjadi anteseden, dan kinerja
internasional menjadi konsekuen.

-- 243 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Di sisi lain, terdapat pula penelitian yang mengajukan


hubungan sebaliknya. Daripada menjadikan kapabilitas
sebagai moderator hubungan pengembangan produk dan
kinerja, kombinasi dari penelitian Cenamor et al. (2019)
dan Dai, Du, Byun, & Zhu (2017) mengimplikasikan bahwa
pengembangan produklah yang memoderasi hubungan
kapabilitas jaringan dengan kinerja. Cenamor et al. (2019)
menunjukkan bahwa hubungan kapabilitas jaringan dengan
kinerja dimoderasi oleh orientasi eksplorasi dan orientasi
eksploitasi. Kedua jenis orientasi ini sesuai dengan penelitian
Dai et al. (2017) yang dimunculkan oleh jaringan kerjasama
pengembangan produk. Akibatnya, konsekuen dari
pengembangan produk memoderasi hubungan kapabilitas
jaringan dengan kinerja. Walau begitu, jaringan kerjasama
pengembangan produk itu sendiri merupakan konsekuensi
dari kapabilitas jaringan. Akibatnya, kapabilitas jaringan
membawa pada situasi yang memoderasi hubungannya
sendiri dengan kinerja. Lebih menarik lagi, dalam studi
Cenamor et al. (2019), orientasi eksplorasi dan eksploitasi
bersifat berlawanan (antagonis). Orientasi eksplorasi
membuat hubungan kapabilitas jaringan dengan kinerja lebih
kuat, sementara orientasi eksploitasi membuat hubungan
kapabilitas jaringan dengan kinerja melemah. Dai et al. (2017)
menunjukkan bahwa dua hal ini terjadi simultan sebagai
akibat dari jaringan pengembangan produk. Akibatnya, dapat
disimpulkan bahwa kapabilitas jaringan menciptakan dua
moderator yang meniadakan pengaruhnya satu sama lain
dalam hubungannya dengan jalur antara kapabilitas jaringan
dan kinerja.

Implikasi dari temuan Dai et al. (2017) dan Cenamor et al.


(2019) adalah bahwa pengembangan produk tidak memiliki
peran dalam kinerja karena menghasilkan dua moderator
yang bertentangan bagi pengaruh signikan kapabilitas
jaringan pada kinerja. Penelitian sekarang menolak implikasi

-- 244 --
Elfan Kaukab

ini karena pengembangan produk telah cukup luas dipahami


memberikan efek pada kinerja (Dayan et al., 2016) dan
bahwa kapabilitas jaringan merupakan anteseden bagi
pengembangan produk (Dai et al., 2017).

Penelitian sebelumnya juga berargumen bahwa


kapabilitas jaringan mampu secara langsung meningkatkan
kinerja internasional (Pham et al., 2017). Walau begitu,
Pham et al. (2017) gagal menjelaskan rasionalitas atas alasan
mengapa hubungan secara langsung dapat terjadi. Penelitian
sekarang menunjukkan bahwa hubungan langsung ini tidak
dapat terjadi dengan alasan bahwa kapabilitas jaringan masih
merupakan potensi. Sebagai potensi, kemampuan untuk
berbagi informasi dan membangun hubungan jangka panjang
dengan mitra, yang menjadi makna dari kapabilitas jaringan,
harus diterjemahkan ke dalam tindakan yang berhubungan
langsung dengan kinerja internasional. Tindakan tersebut,
dalam hal ini adalah pengembangan produk.

Dalam hal ini, Mathews, Bianchi, Perks, Healy, &


Wickramasekera (2016) merasionalkan hubungan langsung
tersebut dengan peran jaringan yang memberikan akses
informasi yang tidak tersedia di dalam perusahaan. Walau
begitu, disebutkan pula bahwa jaringan bisnis membawa
pada tindakan-tindakan pasar yang lebih baik, menandakan
bahwa kapabilitas jaringan perlu diwujudkan menjadi
tindakan, sebelum menghasilkan kinerja internasional.

Cenamor et al. (2019) juga mempelajari hubungan


langsung kapabilitas jaringan dengan kinerja. Hasil analisis
memang menunjukkan hasil yang signikan, tetapi nilai
p hanya sebesar 0,049; berjarak hanya 0,001 poin dari titik
dimana hubungan disepakati sebagai hubungan yang tidak
signikan (0,050).

-- 245 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

4.5.7. Pengembangan Kesesuaian Produk Ekspor


sebagai Mediator Hubungan Pengalaman Bisnis
Internasional dan Kinerja Internasional
Berbeda dengan efek mediasi penuh kesesuaian
produk ekspor pada hubungan kapabilitas jaringan dengan
kinerja internasional, hubungan antara pengalaman bisnis
internasional dengan kinerja internasional tidak dimediasi
sama sekali oleh pengembangan kesesuaian produk ekspor.
Hal ini disebabkan karena tanpa adanya pengalaman
langsung dalam bisnis internasional, UMKM terdorong
untuk mengambil pengalaman secara tidak langsung lewat
proses belajar sosial (Bandura, 1977). Dari pengalaman tidak
langsung ini, UMKM dapat menyadari bahwa adaptasi
produk bukanlah satu-satunya jalan untuk mencapai kinerja
internasional. Bagi industri kreatif, pengalaman langsung
masih dapat dicapai lewat kunjungan wisatawan ke dalam
negeri. Produk batik misalnya, dapat menjadi pilihan dari
wisatawan dan dari wisatawan ini, pengrajin batik menyadari
bahwa upaya mempertahankan otentisitas, ketimbang
melakukan adaptasi, dapat saja menjadi sumber bagi
keunggulan bersaing produk batik. Wisatawan menghargai
batik sebagai ciri khas Indonesia dan hanya mencari produk
batik yang orisinil tanpa ada adaptasi pada produk tersebut.
Karenanya, perusahaan mengadopsi strategi standarisasi
ketimbang strategi adaptasi (King, 2015). Strategi ini hanya
satu dari sekian strategi yang dapat diambil selain adaptasi
produk agar UMKM dapat meraih kinerja internasional.

Strategi lainnya misalnya adalah strategi promosi


(King, 2015). Menurut King (2015), UMKM yang memiliki
pengalaman bisnis internasional cenderung memilih strategi
promosi terstandar. Alasannya adalah karena adaptasi
memiliki biaya yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh
UMKM. Selain itu, adaptasi tidak dapat meningkatkan kinerja
pada produk-produk tertentu yang menekankan orisinalitas.

-- 246 --
Elfan Kaukab

Bahkan jika UMKM memiliki pengalaman bisnis


internasional yang tinggi, pengalaman ini merupakan
sumber daya untuk mendapatkan pengetahuan berupa
proses mengidentikasi dan melayani konsumen luar negeri
(Lengler et al., 2016). Hal ini dikonsepsikan sebagai orientasi
konsumen. Orientasi konsumen merupakan pemahaman yang
mencukupi mengenai pembeli agar mampu menciptakan nilai
yang superior bagi konsumen secara berkelanjutan (Lengler
et al., 2016). Nilai ini dapat beraneka ragam dan tidak selalu
berimplikasi pada pengembangan produk. Tynan, Mckechnie,
& Chhuon (2010) mengidentikasi adanya banyak jenis nilai
yang dipegang konsumen dalam mengkonsumsi produk.
Nilai-nilai ini dikelompokkan ke dalam lima kelompok
besar yaitu nilai utilitarian, nilai simbolik/ekspresif, nilai
eksperiensial/hedonik, nilai relasional, dan nilai biaya/
pengorbanan. Masing-masing kelompok nilai ini memiliki
nilai-nilai tersendiri. Sebagian besar nilai memang dapat
direspon dengan pengembangan produk. Sebagai contoh,
pada kategori utilitarian terdapat dua nilai, yaitu nilai
ekselensi dan nilai craftmanship. Keduanya berorientasi pada
mutu yang tinggi sehingga produk perlu dikembangkan ke
arah yang lebih detail dan menunjukkan keahlian yang tinggi.
Di sisi lain, terdapat pula nilai-nilai seperti otentisitas dan
nostalgia yang justru tidak menuntut pengembangan produk.
Produk dianggap bernilai karena keasliannya (otentisitas)
atau karena ketuaannya (nostalgia). Pengembangan apapun
pada produk dengan nilai semacam ini justru akan merusak
nilai produk tersebut di mata konsumen. Intinya adalah,
bahwa pengembangan produk tidak harus menjadi pilihan
bagi UMKM yang berpengalaman dalam perdagangan
internasional untuk dapat memperoleh kinerja internasional
yang tinggi dan ini menjelaskan kenapa pengembangan
produk tidak memediasi hubungan pengalaman bisnis
internasional dengan kinerja internasional.

-- 247 --
BAB V
SIMPULAN

5.1 Kesimpulan Masalah Penelitian


Berdasarkan pada perumusan masalah yaitu mengenai
peran kapabilitas jaringan terhadap peningkatan kinerja
internasional dengan mengembangkan kesesuaian produk
ekspor diperoleh beberapa hasil temuan riset. Pertama hasil
pengembangan konstruk baru export product t development
dapat menghasilkan alat ukur yang yang valid dan reliabel.
Pengembangan konstruk dimulai dari membangun proposisi
dan memberikan denisi yang jelas mengenai konstruk
export product t development, selanjutnya di tahap pertama
yang dilakukan secara eksploratoris, peneliti menghasilkan
butir-butir item yang akan dipergunakan untuk mengukur
konstruk export product t development. Langkah kedua dari
proses yang bersifat eksploratori ini adalah melakukan uji
validitas kualitatif yaitu face validity dan content validity dari
variabel export product t development kemudian peneliti
mengumpulkan data awal sebanyak 30 pemilik UMKM
ekspor untuk pengujian instrumen. Hasil pengujian
instrument dibersihkan (purify the measure) menggunakan
conrmatory factor analysis dan koesien alpha cronbach. Hasil
yang memuaskan terlihat dari item-item pengukuran yang
dihasilkan. Setelah selesai dengan data awal maka dilanjutkan
dengan menggunakan data 177 pemilik UMKM ekspor untuk
dilakukan pengujian reliabilitas serta validitas diskriminan,
validitas konvergen, dan validitas prediktif. Sebagai simpulan,

-- 249 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

peneliti mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel untuk


mengukur export product t development.

Kedua dalam penelitian ini menemukan bahwa


kapabilitas jaringan tidak memberikan efek secara langsung
pada kinerja internasional UMKM ekspor di Jawa Tengah.
Kapabilitas jaringan yang dimiliki belum mampu menciptakan
strategi bisnis internasional yang optimal sehingga kinerja
ekspor belum berkembang dengan baik. UMKM ekspor
di Jawa Tengah kurang memiliki daya negosiasi dengan
mitra bisnis dan masih minimnya informasi yang diperoleh
baik mengenai persaingan pasar maupun informasi terkait
konsumen asing. Kesimpulannya, kapabilitas jaringan yang
dimiliki UMKM ekspor di Jawa Tengah tidak dapat secara
langsung mempengaruhi kinerja internasional karena masih
bersifat potensial. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa
UMKM masih belum mampu mengembangkan strategi
yang tepat dalam memaksimalkan kapabilitas jaringan yang
dimiliki guna menciptakan kinerja internasional yang lebih
baik.

Ketiga, penelitian ini mengkonrmasi bahwa


pengalaman bisnis internasional memiliki pengaruh
signikan pada kinerja internasional. Pengalaman yang
dimiliki oleh UMKM ekspor di Jawa Tengah terkait dengan
keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan ekspor antara
lain terlibat dalam pameran internasional, kunjungan ke
negara tujuan ekspor, peningkatan kerja sama, dan kegiatan
lain penunjang bisnis antar negara. Dalam hal ini, kegiatan
tersebut merupakan pengalaman yang tercipta dari sebuah
hasil strategi yang memanfaatkan kapabilitas. Pengalaman
juga akan membawa strategi yang bersifat eksploratif yang
akan membawa perusahaan pada kinerja bisnis internasional.

Hasil penelitian yang ke empat yaitu menyatakan


hubungan kapabilitas jaringan dengan pengembangan

-- 250 --
Elfan Kaukab

kesesuaian produk ekspor adalah signikan. Pengembangan


produk merupakan sebuah strategi dan strategi ini berpijak
salah satunya pada kapabilitas jaringan. Pengembangan
produk ekspor yang dilakukan oleh UMKM ekspor di Jawa
Tengah sangat bergantung dari permintaan konsumen.
Terdapat peran koordinator yang menjembatani hubungan
perusahaan dengan konsumen. Penelitian mengkonrmasi
bahwa UMKM ekspor di Jawa Tengah yang melakukan
internasionalisasi, pengembangan produk dilakukan secara
kolaboratif guna mengatasi keterbatasan sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan. Kerjasama ini berkaitan
dengan saling tukar pengetahuan guna meningkatkan
pengembangan produk kolaboratif dan inovasi. Selama ini
UMKM mendapatkan akses sumber daya eksternal yang
diperlukan untuk mengembangkan produk dari hubungan
jaringan yang dibangun antar organisasi.

Hasil penelitian yang kelima yaitu tidak menemukan


hubungan yang signikan antara pengalaman bisnis
internasional dan pengembangan kesesuaian produk
ekspor. UMKM ekspor di Jawa Tengah masih cenderung
lemah dibidang keuangan daripada minimnya pengalaman
dalam pengembangan produk. Beberapa UMKM ekspor
di Jawa Tengah memiliki pengalaman internasional yang
cukup seperti bidang kerjasama dengan konsumen asing,
keterlibatan dalam pameran internasional, dan beberapa
pemiliki UMKM seringkali berkunjung ke negara lain untuk
kepentingan bisnis. Namun, pengalaman bisnis internasional
tidak selalu menghasilkan pengembangan produk. Sebagai
contoh, pengetahuan mengenai kebutuhan konsumen
di negara lain mungkin tidak dapat dicapai oleh UMKM
karena pengembangan produk tersebut memerlukan biaya
yang besar. Pengembangan produk memang dilakukan,
tetapi dengan pengembangan yang bersifat biaya rendah.
Pengalaman pasar internasional bukan digunakan sebagai

-- 251 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

bahan untuk mengembangkan strategi produk, tetapi pada


berbagai strategi lainnya seperti misalnya strategi diversikasi,
strategi harga, atau strategi diferensiasi. Walau demikian,
strategi-strategi ini tampak efektif karena membawa pada
dampak signikan pengalaman bisnis internasional pada
kinerja internasional.

Keenam, Penelitian ini mengkonrmasi bahwa


pengembangan kesesuaian produk ekspor berpengaruh
signikan pada kinerja internasional UMKM. Penelitian
ini juga menemukan bahwa hubungan pengembangan
kesesuaian produk ekspor terhadap kinerja internasional
memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan
kapabilitas jaringan dan pengalaman bisnis internasional.
Hal ini mengindikasikan bahwa variabel ini harus selalu ada
dalam menilai kinerja internasional pada UMKM. Dengan
melakukan pengembangan adaptasi produk ekspor, UMKM
ekspor di Jawa Tengah mampu mengatasi pengetahuan pasar
yang masih rendah dan tantangan dari pasar tujuan tanpa
harus kehabisan sumber daya. UMKM berani menggabungkan
konteks produk dengan tingkat adaptasi sehingga terbentuk
kesesuaian antara faktor-faktor makro, mikro, dan internal
satu sama lain untuk membentuk produk yang mampu
memengaruhi kinerja. UMKM cenderung melakukan
adaptasi produk yang berfokus pada strategi pengembangan
incremental yaitu pengembangan rendah risiko yang hanya
memberikan kinerja rata-rata. Hal ini kemungkinan UMKM
dihadapkan pada kendala tertentu, seperti misalnya kendala
nansial, untuk menghasilkan inovasi yang radikal, dan
memilih inovasi yang inkremental untuk menunjang kineja
internasionalnya.

Hasil penelitian yang ketujuh yaitu penelitian ini


mengkonrmasi bahwa pengembangan kesesuaian produk
ekspor merupakan variabel mediasi secara penuh dalam
membangun hubungan kapabilitas jaringan dengan kinerja

-- 252 --
Elfan Kaukab

internasional secara tidak langsung. Hal ini menunjukkan


bahwa UMKM ekspor di Jawa Tengah memiliki kapasitas
jaringan yang dieksploitasi untuk menghasilkan strategi
adaptasi produk yang membawa pada keunggulan bersaing
di pasar internasional. Selama ini UMKM menggunakan
kapabilitas jaringan untuk melakukan adaptasi produk,
termasuk dalam berinteraksi dengan mitra dagang
menggunakan teknologi rendah biaya seperti menggunakan
sumber data sekunder, ketimbang data primer dalam
melakukan riset pasar. UMKM dengan kapabilitas jaringan
yang baik dapat meningkatkan kesempatan-kesempatan
untuk mengeksplorasi pengembangan produk ekpor yang
pada gilirannya membawa pada kinerja internasional. Peran
mediasi penuh pengembangan produk menunjukkan bahwa
kapabilitas jaringan tidak dapat secara langsung membawa
pada kinerja internasional. Jaringan yang dimiliki UMKM
ekspor di Jawa Tengah ikut andil dalam menyediakan
mitra untuk bersama-sama mengeksplorasi kemungkinan-
kemungkinan pengembangan produk melalui informasi-
informasi bernilai yang diperoleh bersama dari pasar
mengenai konsumen asing. Informasi-informasi bernilai ini
memungkinkan UMKM memposisikan diri lebih baik dalam
memberikan produk yang memenuhi kebutuhan konsumen.

Hasil penelitian yang kedelapan yaitu hubungan antara


pengalaman bisnis internasional dengan kinerja internasional
tidak dimediasi oleh pengembangan kesesuaian produk
ekspor. Bagi industri kreatif di Jawa Tengah, pengalaman
langsung masih dapat dicapai melalui kunjungan wisatawan
ke dalam negeri. Produk batik misalnya, dapat menjadi
pilihan dari wisatawan dan dari wisatawan ini, pengrajin
batik menyadari bahwa upaya mempertahankan otentisitas,
ketimbang melakukan adaptasi, dapat saja menjadi sumber
bagi keunggulan bersaing produk batik. Wisatawan
menghargai batik sebagai ciri khas Indonesia dan hanya

-- 253 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

mencari produk batik yang orisinil tanpa ada adaptasi pada


produk tersebut. Pengembangan produk tidak harus menjadi
pilihan bagi UMKM yang berpengalaman dalam perdagangan
internasional untuk dapat memperoleh kinerja internasional
yang tinggi dan ini menjelaskan kenapa pengembangan
produk tidak memediasi hubungan pengalaman bisnis
internasional dengan kinerja internasional.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan mengenai


model empiris baru dimana pengalaman bisnis internasional
tidak mendukung adanya pengembangan kesesuaian produk
ekspor.

Network
Capability

Export Product International


Fit Development Performance

International
Business
Experience

5.2. Implikasi Teoritis


Riset yang saat ini dilakukan didasarkan pada teori-
teori manajemen pemasaran dan manajemen strategik
terkait adaptasi produk terhadap lingkungan eksternal.

-- 254 --
Elfan Kaukab

Konsep strategic t dalam bidang pemasaran memberikan


landasan teoritis dalam penelitian ini. Paradigma strategic
t menegaskan perlunya mempertahankan hubungan
yang dekat dan konsisten antara strategi perusahaan dan
lingkungan di mana ia diterapkan (Venkatraman, 1989).
Proposisi inti adalah bahwa strategic t (pemasaran) dengan
lingkungan mengarah pada kinerja yang unggul (Lukas et
al., 2001). Konsep kecocokan telah memainkan peran kunci
dalam pengembangan manajemen strategis dan bidang teori
organisasi (Zajac, Kraatz, dan Bresser, 2000) dan juga telah
berfungsi sebagai landasan teoritis dalam sejumlah studi
pemasaran (misalnya, Hambrick, MacMillan, dan Day, 1982;
Olson, Walker, dan Ruekert, 1995; Vorhies dan Morgan,
2003). Aplikasi pemasaran berpusat pada gagasan bahwa
perusahaan bereaksi terhadap lingkungan sebagai variabel
eksogen dan menyesuaikan strategi pemasaran dan/atau
bentuk organisasinya agar sesuai dengan lingkungan (Walker
dan Ruekert, 1987). Terdapat dukungan konseptual yang
solid untuk kesesuaian strategic t dalam konteks pemasaran.
Day (1999) menyatakan bahwa dalam membangun organisasi
yang digerakkan oleh pasar harus didesain strategi yang
tepat dalam implementasinya yaitu strategi pemasaran
yang memiliki kesesuaian antara organisasi dan kondisi
pasar eksternal. Konsep strategic t menawarkan dasar yang
relevan untuk penilaian kinerja dalam strategi pemasaran
internasional (Katsikeas, Samiee, dan Theodosiou, 2006).

Dalam proses penyesuaian dengan lingkungan


eksternal sangat dibutuhkan peran pengetahuan sebagi
sumber informasi awal bagi perusahaan. Pengetahuan
memainkan peran yang jauh lebih kompleks daripada yang
diasumsikan dalam model internasionalisasi. Konsep baru
dalam penelitian ini yaitu Pengembangan Kesesuaian Produk
Ekspor dibangun berdasarkan pada Contingency Theory dimana
kinerja perusahaan akan lebih esien jika derajat perbedaan

-- 255 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

antara karakteristik internal perusahaan dan lingkungan


eksternal tidak terlalu lebar sehingga perlu dilakukan
standarisasi dan rutinisasi aktivitas (Ruekert, Walker, dan
Roering, 1984). Demikian juga untuk membangun strategi
dalam pemasaran internasional perusahaan harus mampu
menyesuaikan lingkungan eksternal dengan karakteristik
perusahaan sehingga kinerja internasional akan lebih mudah
dicapai (Katsikeas, Samiee, dan Marios, 2006). Strategi yang
dikonsep dengan menstandarkan program pemasaran dengan
lingkungannya akan berpengaruh positif pada kinerja bisnis
(Venkatraman dan Prescott, 1990). Kemampuan beradaptasi
dan melakukan standarisasi produk akan menjadi strategi
yang memiliki kekuatan tinggi di era globalisasi, namun juga
penting untuk membangun strategi produk yang disesuaikan
dengan kondisi makro, mikro, dan lingkungan internal
(Hultman, Robson, dan Katsikeas, 2009).

Konstruk baru Pengembangan Kesesuaian Produk


Ekspor (Export Product Fit Development ) dibangun dari sintesa
Export Product Strategic Fit (Hultman, Robson, dan Katsikeas,
2009) dan Foreign Customer Knowledge dalam konsep Foreign
Market Knowledge (Musteen, Datta, dan Butts, 2014). Konsep
Export Product Strategic Fit menggunakan konsep t dalam
International Marketing Strategic Fit (Katsikeas, Samiee, dan
Theodosiou, 2006) yang mengukur t dengan hanya melihat
dua kontinum yaitu produk yang sangat terstandarisasi
sampai dengan produk yang sangat teradaptasi pada
dimensi kualitas, desain, tur, merek, dan kemasan. Ukuran
t yang digunakan pada standarisasi produk industri bukan
kesesuaian produk terhadap konsumen secara langsung.
Menurut Hultman, Robson, dan Katsikeas (2009) tidak ada
solusi yang paling tepat dalam membangun strategi produk
untuk keperluan ekspor, sehingga disarankan agar riset
mendatang perlu memperluas konsep mengenai produk yang
sesuai dengan pasar asing dengan meningkatkan pemahaman

-- 256 --
Elfan Kaukab

tentang strategi bisnis internasional terkait adaptasi dan


standarisasi produk.

Pengukuran yang digunakan dalam konsep Foreign


Customer Knowledge yaitu pengetahuan mengenai kebutuhan,
preferensi, tren, dan produk yang belum terpenuhi selama
ini bagi konsumen asing (Musteen, Datta, dan Butts, 2014).
Ukuran ini tidak dengan tegas menjelaskan dalam hal apa saja
produk yang dikehendaki konsumen asing sehingga perlu
untuk disintesakan dengan konsep Export Product Strategic
Fit yang mengukur dengan jelas produk dari sisi kualitas,
desain, tur, dan kemasan (Hultman, Robson, dan Katsikeas,
2009). Konsep baru Export Product Fit Development mengukur
t dengan menekankan pentingnya pengetahuan tentang
kosumen asing sebagai dasar untuk menciptakan produk
yang memiliki kualitas, desain, tur, dan kemasan yang sesuai
dengan kebutuhan, preferensi, dan tren konsumen asing.

Implikasi teoritis kedua yaitu model empiris yang diuji


adalah konrmasi terhadap riset-riset terdahulu yang telah
menemukan hubungan antara kapabilitas jaringan terhadap
kinerja internasional (Acosta, Crespo, dan Agudo, 2018, Bai,
Lind, dan Johanson, 2016, Torkkeli, Kuivalainen, Saarenketo,
Puumalainen, 2016, Bengesi, Le Roux, 2014, Musteen, Datta,
dan Butts, 2014, Mort dan Weerawardena, 2006, Babakus,
Yavas, Haahti, 2006), pengalaman bisnis internasional
terhadap kinerja internasional (Azam, Boari, & Bertolotti,
2018, Bontis & Serenko, 2009, Al-Dhaafri, Bin Yusoff, & Al-
Swidi, 2013) dan adaptasi pengembangan produk terhadap
kinerja internasional (Hong dan Jeong, 2006, Hollender,
Zapkau, & Schwens, 2017). Hasil riset juga mempertegas peran
pengembangan kesesuaian produk ekspor dalam memediasi
hubungan yang terjadi antara kapabilitas jaringan dan kinerja
internasional (Stoian, Rialp, dan Dimitratos, 2017, Parida dan
Ortqvist, 2015) terutama dalam konteks UMKM di Indonesia.

-- 257 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

5.3. Implikasi Manajerial


Beberapa implikasi praktis yang dapat disimpulkan
dari penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Konsep tentang pentingnya mengembangkan produk


yang sesuai dengan konsumen asing dapat memberikan
gambaran secara komprehensif mengenai bagaimana
UMKM mengumpulkan informasi tentang kebutuhan,
preferensi, dan tren konsumen asing sebanyak-
banyaknya dengan cara membangun jaringan yang luas
sehingga produk yang dibuat mampu memenuhi pasar
asing karena adanya kesesuaian antara supply dan demand
dengan harapan kinerja internasional akan meningkat.

2. Pengetahuan yang dinilai sangat penting dari konsumen,


temuan penelitian ini dapat membantu dalam membuat
market brief sehingga para pelaku UMKM ekspor
memperoleh informasi yang lengkap terkait pasar luar
negeri.

3. Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor


Nasional (DJPEN) Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia sebagian besar UMKM ekspor mengalami
hambatan dalam kualitas, desain, dan kemasan,
sedangkan sebagian mengalami hambatan pada warna
dan bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
UMKM mengalami hambatan dalam menghasilkan
produk dan kreativitas untuk menghasilkan inovasi
produk sesuai dengan selera konsumen asing.
Pengembangan produk dengan menyesuaikan keinginan
konsumen asing akan menjadi solusi bagi UMKM dalam
merebut pasar internasional.

4. Bagi praktisi UMKM, penelitian ini mengarahkan


bagaimana mengidentikasi perilaku inovatif dalam
mengembangkan produk yang sesuai dengan konsumen

-- 258 --
Elfan Kaukab

asing sehingga lebih cepat memasuki pasar dan berimbas


pada meningkatnya kinerja internasional.

Implikasi manajerial juga dapat disimpulkan dari hasil


perhitungan nilai indeks jawaban responden setiap variabel.
Penilaian implikasi manajerial berdasarkan pada urutan
penilaian nilai indeks sebagai berikut:

Nilai
Variabel Temuan Implikasi Manajerial
Indeks
Pengembangan 87,15 Hasil penelitian menunjukkan Pertama, dengan
Kesesuaian bahwa UMKM di Jawa melakukan pengembangan
Produk Ekspor Tengah yang sudah produk UMKM yang
melakukan ekspor memiliki telah memasuki pasar
kemampuan yang tinggi internasional dapat
dalam mengembangkan memperluas informasi dan
kualitas, desain, tur, pengetahuan sebanyak-
kemasan, tren produk banyaknya mengenai
sesuai dengan kebutuhan produk yang dibutuhkan
dan preferensi konsumen konsumen asing sehingga
asing. UMKM ekspor dalam akan lebih mudah
penelitian ini juga memiliki dalam memasuki pasar
kemampuan tinggi dalam internasional.
melihat potensi pasar
sehingga dapat mengisi Kedua, pemilik UMKM
kekosongan produk yang diharapkan mampu
selama ini belum terpenuhi mengembangkan produk
baik saat ini maupun yang sesuai dengan pengamatan
akan datang. tren kerajinan dan fashion
yang sedang popular
sesuai dengan era terkini
sehingga mampu mengikuti
perkembangan pasar
internasional.

Ketiga, pengembangan
produk penting untuk
diperhatikan dengan detail
kualitas, desain, tur,
kemasan produk yang
benar-benar diinginkan
konsumen sebagai strategi
pemasaran.

-- 259 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Nilai
Variabel Temuan Implikasi Manajerial
Indeks
Kapabilitas 84,64 Dalam penelitian ini, pemilik Pertama, penting bagi
Jaringan UMKM yang berorientasi UMKM dalam menjalin
ekspor menganggap peran hubungan baik dengan
jaringan cukup besar dalam rekan bisnis sebagai partner
menjembatani hubungan untuk memperluas jaringan.
bisnis dengan konsumen
di luar negeri seperti Kedua, kemampuan
memberikan market brief negosiasi bagi UMKM akan
negara tujuan ekspor, tren memberikan solusi yang
produk yang sedang disukai saling menguntungkan
dan dibutuhkan pasar, serta kedua belah pihak.
tentang regulasi bisnis.
Ketiga, saling mengenal
produk yang dipasarkan
oleh rekan bisnis menjadi
hal yang penting agar bisa
mendapatkan peluang
seperti memproduksi
barang-barang
komplementer, atau
barang-barang yang sifatnya
substitusi.

Keempat, pertukaran
informasi dalam bisnis perlu
dilakukan guna menambah
pengetahuan tentang
operasi bisnis internasional
baik yang bersifat teknis
bidang produksi maupun
dalam hal regulasi negara
tujuan.

Kinerja 62,30 Kinerja internasional Pertama, peningkatan


Internasional UMKM ekspor dalam kinerja internasional dalam
kategori sedang. Hal ini hal ini ekspor akan memberi
mengindikasikan masih ruang yang lebih luas
banyak UMKM yang memilih bagi pemasaran produk
pasar dalam negeri dengan dan diharapkan akan
perputaran modal yang lebih meningkatkan pendapatan
cepat dan lebih mudah dalam perusahaan.
operasionalnya.
Kedua, semakin banyak
negara yang dituju
untuk memasarkan
produk diharapkan akan
meningkatkan volume
produk yang dijual.

Ketiga, pangsa pasar yang


luas dapat tercipta manakala
UMKM terus melakukan
ekspansi ke luar negeri
dengan melakukan promosi
secara terus menerus ke
berbagai negara.

-- 260 --
Elfan Kaukab

Nilai
Variabel Temuan Implikasi Manajerial
Indeks
Pengalaman 50,11 Hasil penelitian Pertama, UMKM yang
Bisnis mengindikasikan bahwa memulai memasuki pasar
Internasional responden dalam penelitian ekspor diharapkan sering
ini masih memiliki menggali informasi tentang
pengalaman bisnis bisnis internasional baik
internasional yang terbatas secara langsung berkunjung
seperti banyak dari pemilik ke negara tujuan ekspor
UMKM kurang memahami maupun dari media.
aturan yang berlaku di negara
tujuan ekspor, jarang bahkan Kedua, mengikuti pameran-
tidak pernah berkunjung ke pameran luar negeri sering
negara lain, serta cenderung dilakukan oleh kementrian
menggunakan pihak ketiga terkait promosi produk
untuk mengurus dokumen- penting untuk diikuti
dokumen ekspor. sehingga lebih cepat dalam
mengenalkan produk
kepada konsumen asing.

Ketiga, kerjasama dengan


banyak negara akan
memberikan peluang yang
lebih baik dalam pemasaran
internasional.

5.4. Keterbatasan Penelitian


Beberapa keterbatasan penelitian berkaitan dengan
hasil dan proses penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Keterbatasan dalam riset ini salah satunya adalah data


penelitian terkait UMKM ekspor kurang menyebar di
seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah.
Hal ini dikarenakan jumlah UMKM ekspor untuk produk
kerajinan dan fashion tidak terdata dengan lengkap baik di
dinas kabupaten/kota maupun dinas provinsi sehingga
data tidak proporsional berdasarkan wilayah.

2. Keterbatasan pada uji kesesuaian model dimana


hubungan antar variabel yang dibangun dalam model
empiris masih terdapat hasil yang menunjukkan marginal
sehingga perlu diuji kembali indikator-indikator yang
tidak valid atau dengan menambah sampel penelitian.

-- 261 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

3. Indikator yang dibangun dalam penelitian ini belum


dapat digeneralisasi untuk UMKM selain industri
kerajinan dan fashion.

5.5. Agenda Penelitian Mendatang


1. Menguji hasil yang marginal untuk mendapatkan
kesesuaian model yang lebih baik. Penelitian yang akan
datang sebaiknya menguji kembali dengan menambahkan
jumlah sampel sehingga hubungan antar variabel yang
dibangun dalam model empiris mampu menghasilkan
model yang t. Selain itu, menguji kembali indikator-
indikator yang ditemukan tidak valid pada objek yang
berbedauntuk memperoleh hasil penelitian yang lebih
baik.

2. Menggali lebih dalam peran pihak luar perusahaan


yang menjadi koordinator penghubung jaringan dengan
konsumen asing sehingga dapat diperoleh secara
komprehensif hubungan jaringan terhadap kinerja
internasional dengan atau tanpa perantara.

3. Selain itu, penelitian selanjutnya juga perlu memperluas


konsep pengembangan kesesuaian produk ekspor yang
dapat digunakan untuk semua jenis industri kreatif
UMKM dengan memperluas indikator-indikator terkait
pengembangan produk.

-- 262 --
DAFTAR PUSTAKA

Aaby, N. E., & Slater, S. F. (1989). Managerial inuences on


export performance: A review of the empirical literature
1978–1988. International Marketing Review, 6(4), 53–68.

Abereijo, I.O., M.O. Ilori, K.A. Taiwo, & S.A. Adegbite. 2007.
Assessment of the Capabilities for Innovation by Small
and Medium Industry in Nigeria. African Journal of
Business Management, Vol. 1, No. 8, pp. 209-217.

Abernathy, W.J. and Utterback, J.M. (1978), ‘Patterns of


innovation in technology’, Technology Review, 80 (7), 40-
47.

Abrahamson, E., & Fombrun, C. J. (1994). Macrocultures:


determinants and consequences. Academy of Management
Review, 19(4), 728–755.

Acedo, F. and Jones, M.V. (2007), “Speed of internationalization


and entrepreneurial cognition: insights and a comparison
between international new ventures, exporters and
domestic rms”, Journal of World Business, Vol. 42 No. 2,
pp. 236-52.

Acosta, A. S., Crespo, A. H., & Agudo, J. C. (2018).


Effect of market orientation , network capability
and entrepreneurial orientation on international
performance of small and medium enterprises (SMEs).
International Business Review. https://doi.org/10.1016/j.
ibusrev.2018.04.004

-- 263 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Acquaah, M. (2007) ‘Managerial social capital, strategic


orientation, and organizational performance in an
emerging economy’, Strategic Management Journal. doi:
10.1002/smj.632.

Adeniran, T.V., & K.A. Johnston. 2012. Investigating the


Dynamic Capabilities and Competitive Advantage
of South African SMEs. African Journal of Business
Management, Vol. 6, No. 11, pp. 4088-4099.

Aharoni, Y. 1993. The Internalization Process in Professional


Business Service Firms: Some Tentative Conclusions.
London: Routledge.

Albaum, Gerald and David K. Tse (2001), “Adaptation


of International Marketing Strategy Components,
Competitive Advantage, and Firm Performance: A
Study of Hong Kong Exporters,” Journal of International
Marketing, 9 (4), 59–81.

Altinay, L., and C. L. Wang (2006). “The Role of Prior


Knowledge in International Franchise Partner
Recruitment,” International Journal of Service Industry
Management 17(5), 430–443.

Amal, M. and Filho, A. R. F. (2010) ‘Internationalization of


small- and medium-sized enterprises: a multi case
study’, European Business Review, 22(6), pp. 608–623. doi:
10.1108/09555341011082916.

Al-Dhaafri, H. S., Bin Yusoff, R. Z., & Al-Swidi, A. K. (2013).


The Effect of Total Quality Management, Enterprise
Resource Planning and the Entrepreneurial Orientation
on the Organizational Performance: The Mediating
Role of the Organizational Excellence --- A Proposed
Research Framework. International Journal of Business
Administration, 4(1), 66–85. https://doi.org/10.5430/
ijba.v4n1p66
-- 264 --
Elfan Kaukab

Amankwah-Amoah, J., & Debrah, Y. A. (2016). Toward a


construct of liability of origin. Industrial and Corporate
Change, 26(2), 211–231.

Amburgey, T.L.and Rao, H., (1996) ‘Organizational ecology:


past, present, and future directions’ Academy of
Management Journal, 39 (5), 1265–1286.

Amelingmeyer, J. and Amelingmeyer, G. (2005),


‘‘Wissensmanagement beim Fu¨hrungswechsel in
KMU’’, in Meyer, J.-A. (Ed.), Wissensund Information
management in kleinen und mittleren Unternehmen,
Josef Eul Verlag, Lohmar, Cologne, pp. 479-88.

Amit, R., & P. Schoemaker. 1993. Strategic Assets and


Organizational Rent. Strategic Management Journal, pp.
33-46.

Anand, B. N. and Khanna, T. (2000) ‘Do rms learn to create


value? The case of alliances’, Strategic Management
Journal, 21,295 – 315.

Andersen, O. (1993) ‘On the internationalization process of


rms: a critical analysis’, Journal of International Business
Studies, 24(2), 209–231.

Andersen, O. (1996) ‘The international market selection: A


relationship marketing approach’, Paper presented at
the Academy of International Business Conference, Banff,
September 26-29.

Andersen, O. (1997) ‘Internationalization and market entry


mode: A review of theories and conceptual frameworks’
Management International Review, 37, 27–42.

Anderson, J.C., Hakansson, H. and Johanson, J. (1994) ‘Dyadic


Business Relationships within a Business Network
Context’ Journal of Marketing, 58, 1-15.

-- 265 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Ansoff, I. (1965), Corporate Strategy, McGraw-Hill, New York,


NY.

Aoki, M. (1998) Information, Incentive, and Bargaining in the


Japanese Economy, UK: Cambridge University Press.

Aragon-Sanchez, Antonio & Sanchez-Marin, Gregorio (2005),


Strategic Orientation, Management Characteristics, and
Performance: A Study of Spanish SMEs. Journal of Small
Business Management 43(3), pp. 287-308

Arndt, H. W. (1979). The Modus Operandi of Protection. Economic


Record, 55(2), 149–155.doi:10.1111/j.1475-4932.1979.
tb02214.x

Arnold, C., Kiel, D., Voigt, K.-I., 2016. How the industrial
internet of things changes business models in different
manufacturing industries. Int. J. Innov. Manag. 20 (8),
1640015-1–1640015-25.

Australian Manufacturing Council [AMC]. (1990)


‘Networking and Industry Development’, Discussion
Paper, November

Autio, E. et al. (2000) ‘Effects of Age At Entry , Knowledge


Intensity , and Imitability on International Growth’,
43(5), pp. 909–924.

Axelsson, B. and Easton, G. eds. (1992) Industrial Networks: A


View to Reality, London: Routledge.

Axelsson, B., & Johanson, J. (1992). Foreign market entry—


the textbook vs. the network view. In B. Axelsson, &
E. Geo rey (Eds.), Industrial networks. A new view of
reality (pp. 18–234). London: Routledge

Azam, A., Boari, C., & Bertolotti, F. (2018). Top management


team international experience and strategic decision-
making. Multinational Business Review, 26(1), 50–70.

-- 266 --
Elfan Kaukab

Babakus, E., Yavas, U. and Haati, A. (2006) ‘Perceived


uncertainty, networking and export performance: A
study of Nordic SMEs’, European Business Review, 18(1),
pp. 4–13. doi: .

Babinska, Danuta. (2013). The Role of Knowledge in The


Internationalization Process of Firms – A Review
of Selected Research Literature. Journal of Economics
and Management. Vol. 14 University of Economics in
Katowice.

Bai, W., Holmström Lind, C. and Johanson, M. (2016) ‘The


performance of international returnee ventures: the
role of networking capability and the usefulness of
international business knowledge’, Entrepreneurship
and Regional Development, 28(9–10), pp. 657–680. doi:
10.1080/08985626.2016.1234003.

Bain, J. (1951). Relation of Prot Rate to Industry Concentration:


American Manufacturing 1936 – 1940. Quarterly Journal
of Economics, 293–324.

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs,


NJ: Prentice Hall.

Barkema, H. G., Baum, J. A. and Mannix, E. (2002) ‘Management


Challenges in a New Time’, Academy of Management
Journal, 45(5), pp. 916–930. doi: 10.2307/3069322.

Barkema, H. G., Bell, J. H. J., & Pennings, J. M. 1996.


Foreign entry, cultural barriers, and learning. Strategic
Management Journal, 17(2): 151-166.

Barney, J. (1991) ‘Firm Resources and Sustained


Competitive Advantage’, pp. 99–120. doi:
10.1177/014920639101700108.

-- 267 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Barney, J., Wright, M. and Ketchen, D.J. (2001), “The resource-


based view of the rm: ten years after 1991”, Journal of
Management, Vol. 27, pp. 625-41.

Barret, P., M. Sexton, & A. Lee. 2008. Innovation in Small


Construction Firms. London: Taylor & Francis.

Basile, R., A. Giunta, and J. B. Nugent (2003). “Foreign


Expansion by Italian Manufacturing Firms in the
Nineties: An Ordered Probit Analysis,” Review of
Industrial Organization 23(1), 1–24.

Barth, S., Barraket, J., Luke, B. G., & McLaughlin, J. M. (2015).


Acquaintance or partner? Social economy organisations,
institutional logics and regional development in
Australia. Entrepreneurship & Regional Development,
27(3–4), 219–254.

Batra, R., Ramaswamy, V., Alden, D. L., Steenkamp, J.-B. E.


M., & Ramachander, S. (2000). Effects of Brand Local and
Nonlocal Origin on Consumer Attitudes in Developing
Countries. Journal of Consumer Psychology, 9(2), 83–95.

Battistella, C., de Toni, A. F., de Zan, G., & Pessot, E. (2017).


Cultivating business model agility through focused
capabilities : A multiple case study. Journal of Business
Research, 73, 65–82. https://doi.org/10.1016/j.
jbusres.2016.12.007

Beamish, P. and Munro, H. (1985) ‘Export characteristics of


small Canadian manufacturers, Journal of Small Business
and Entrepreneurship, 3 (1), 30 – 36.

Beamish, P. W., and N. C. Lupton (2009). “Managing Joint


Ventures,” Academy of Management Perspective 23(2), 75–
94.

-- 268 --
Elfan Kaukab

Bell, D. (1973). The Coming of Post-industrial Society. New York:


Basic Books Inc.

Bell, J. (1995) ‘The internationalisation of small computer


software rms: a further challenge to stage theory’.
European Journal of Marketing, 29(8), 60–75.

Bell, J., Crick, D. and Young, S. (2004) ‘Small rm


internationalization and business strategy: An
exploratory study of “knowledge intensive” and
“traditional” manufacturing rms in the UK’,
International Small Business Journal, 22(1), pp. 23–56. doi:
10.1177/0266242604039479.

Bell, J., McNaughton, R., Young, S., & Crick, D. (2003). Towards
an integrative model of small rm internationalization.
Journal of International Entrepreneurship, 1(4), 339–362.

Bello, D. C., Radulovich, L. P., Raj, R., Javalgi, G., Scherer,


R. F., & Taylor, J. (2015). Performance of professional
service rms from emerging markets : Role of innovative
services and rm capabilities. Journal of World Business.
https://doi.org/10.1016/j.jwb.2015.11.004

Belso-Martinez, J. (2006), “Why are some Spanish


manufacturing rms internationalizing rapidly? The
role of business and institutional international network”,
Entrepreneurship and Regional Development, Vol. 18 No. 2,
pp. 207-26.

Bengesi, Kenneth M.K. & Ingrid Le Roux. (2014). The Inuence


of Dimensions of Networking Capability in Small and
Medium Enterprise Performance. International Journal of
Business and Social Science Vol. 5 No. 2

Bernard, A.B., Jensen, J.B. (1999), Exceptional exporter


performance: cause, effect, or both? Journal of International
Economics, 47, 1–25.

-- 269 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Bilkey, W. J. (1978). An attempted integration of the literature


on the export behaviour of rms. Journal of International
Business Studies, 9(1), 33–46.

Blankenburg Holm, D., & Eriksson, K. (2000). The character


of bridgehead relationships. The International Business
Review, 9, 191–210.

Blankenburg Holm, D., Eriksson, K., & Johanson, J. (1999).


Value creation through mutual commitment to business
network relationships. Strategic Management Journal,
20(5), 467–486.

Blomstermo, A., Eriksson, K., & Sharma, D.D. (2004).


Domestic activity and knowledge development in
the internationalization process of rms. Journal of
International Entrepreneurship, 2, 239–258.

Bloodgood, J.M., Sapienza, H.J. and Almeida, J.G. (1996), “The


internationalization of new high-potential US ventures:
antecedent and outcomes”, Entrepreneurship Theory and
Practice, Vol. 20 No. 4, pp. 61-76.

Bohata, M. & Mladek, J. (1999). The development of the Czech


SME sector. Journal of Business Venturing, 14(5/6), 461–
474.

Bonder, S. (1976), “Versatility: an objective for military


planning”, Keynote address presented at the 37th
Operations Research Symposium, Texas.

Bontis, N., & Serenko, A. (2009). A causal model of human


capital antecedents and consequents in the nancial
services industry. Journal of Intellectual Capital, 10(1), 53–
69.

Bouncken, R. B., Pesch, R., & Reuschl, A. (2016). Copoiesis :


Mutual knowledge creation in alliances. Journal

-- 270 --
Elfan Kaukab

of Innovation and Knowledge, 1, 44–50. https://doi.


org/10.1016/j.jik.2016.01.008

Bourgeois, L.J. and Eisenhardt, K.M. (1988), “Strategic decision


processes in high velocity environments: four cases in
the computer industry”, Management Science, Vol. 34,
pp. 816-35.

Brekke, T. (2015). Entrepreneurship and path dependency


in regional development. Entrepreneurship & Regional
Development, 27(3–4), 202–218. https://doi.org/10.1080
/08985626.2015.1030457

Bridge, S., O’Neill, K. and Cromie, S. (2003), Understanding


Enterprise, Entrepreneurship and Small Business, 2nd ed.,
Palgrave Macmillan, Basingstoke and New York, NY.

Brown, B. and Butler, J. E. (1995) ‘A study of the entrepreneurial


networks in the US wine industry’, Journal of Small
Business Management, 33(3) July.

Browne, S. (1996)’ Art or science? Fifty years of marketing


debate’, Journal of Marketing Management, 12 (4) 243-268.

Buckley, P. J. and Casson, M. (2002) The Future of The


Multinational Enterprise, 25th anniversary ed. Palgrave
Macmillan: New York, [originally published in 1976].

Bullinger, H., M. Bannert, & S. Brunswicker. 2007. Managing


Innovation Capability in SMEs: The Fraunhofer Three-
Stage Approach. Technology Monitor, pp. 17-27.

Burgel, O. & Murray, G.C. (2000). The international market


entry choices of start-up companies in hightechnology
industries. Journal of International Marketing, 8(2), 33–62.

Burns, T. & G. Stalker (1961). The management of innovation.


London: Tavistock.

-- 271 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Burt, R. S. (2004). Structural holes and good ideas. Amer. J.


Soc., vol. 110, pp. 349–399.

Buzzell, Robert. 1968. Can you standardize multinational


marketing? Harvard Business Review, 49(November-
December): 102-13.

Cadiz, D., Sawyer, J. E., & Grifth, T. L. (2009). Developing and


Validating Field Measurement Scales for Absorptive Capacity
and Experienced Community of Practice. Educational
and Psychological Measurement, 69(6), 1035–1058.
doi:10.1177/0013164409344494

Calantone, Roger J. S., Tamer Cavusgil, Jeffrey B. Schmidt,


and Geon-Cheol Shin. (2004). Internationalization and
the Dynamics of Product Adaptation— An Empirical
Investigation. J Prod Innov Manag 21:185–198

Calantone, Roger J., Daekwan Kim, Jeffrey B. Schmidt, and


S. Tamer Cavusgil (2006), “The Inuence of Internal
and External Firm Factors on International Product
Adaptation Strategy and Export Performance: A Three-
Country Comparison,” Journal of Business Research, 59
(2), 176–85.

Calantone, R., & Knight, G. (2000). The critical role of product


quality in the international performance of industrial
rms. Industrial Marketing Management, 29(6), 493–506.

Calof, J. and Beamish, P.W. (1995) ‘Adapting to foreign


markets: explaining internationalisation’, International
Business Review, 4 (2), 115-31.

Cao, Z., Xu, J., & Hu, J. (2018). The Inuence of Niche Strategy
on the Internationalization of Chinese SMEs. Advances
in Social Science, Education and Humanities Research, 250,
737–741.

-- 272 --
Elfan Kaukab

Capaldo, A. (2007). Network structure and innovation: The


leveraging of a dual network as a distinctive relational
capability. Strat. Mgmt. J, vol. 28, pp. 585–608.

Capra, F. (2002) The Hidden Connections, Doubleday: New


York.

Carmeli, Abraham & Tishler, Ashler (2004), Resources,


Capabilities, and the Performance of Industrial Firms:
A Multivariate Analysis”. Managerial and Decision
Economics, 25 (6-7), 299-315.

Carmines, E. G., & Zeller, R. A. (1979). Reliability and validity


assessment (Vol. 17). Sage publications.

Carneiro, J., da Rocha, A., & da Silva, J. F. (2006, June). The


export performance construct: Development of a new
measurement model and guidelines for validation.
Academy of International Business Annual Conference,
Beijing, China

Carson, D. and Coviello, N. (1996) ‘Qualitative research


issues at the marketing or entrepreneurship interface’,
Marketing Intelligence & Planning, 14 (6), 51-8.

Carter, N.M., Brush, C.G., Gatewood, E.J., Greene, P.G. and


Hart, M.M. (2003) ‘Financing high-growth enterprise:
Is gender an issue? In critical junctures in women's
economic lives’a collection of symposium papers. Ed.
The Centre for Economic Progress, Minneapolis, MN,
45–51.

Castellani, D., and A. Zanfei (2007). “Internationalization,


Innovation and Productivity: How Do Firms Differ in
Italy?,” The World Economy 30(1), 156–176.

Cateora, Philip R. 1990. International marketing. Homewood,


Ill.: Richard D. Irwin, Inc.

-- 273 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Cater, Tomaz & Cater, Barbara (2009), (In)tangible resources


as antecedents of a company’s competitive advantage
and performance. Journal for East European Management
Studies, Vol. 14, Issue. 2, pp. 186-209.

Cavusgil, S. T. and Zou, S. (1994) ‘Marketing strategy-


performance relationship: an investigation of the
empirical link in export market ventures’, Journal of
Marketing, 58, 121.

Cavusgil, S. T., & Nevin, J. (1981). Internal determinants of


export marketing behaviour: An empirical analysis.
Journal of Marketing Research, 18(1), 114–119.

Cavusgil, S. Tamer and Shaoming Zou, and G.M. Naidu


(1993), “Product and Promotion Adaptation in Export
Ventures: An Empirical Investigation,” Journal of
International Business Studies, 34 (3), 479–506.

Cavusgil, S. Tamer and V.H. Kirpalani (1993), “Introducing


Products into Export Markets: Success Factors,” Journal
of Business Research, 27 (1), 1–15.

Cavusgil, S. Tamer and Zou, Shaoming (1994). Marketing


StrategyPerformance Relationship: An Investigation of
the Empirical Link in Export Market Ventures. Journal of
Marketing 58(January): 1–21.

Cavusgil, S. Tamer. 1984. Organizational characteristics


associated with export activity. Journal of Management
Studies, 21(1): 3-22.

Cenamor, J., Parida, V., & Wincent, J. (2019). How entrepreneurial


SMEs compete through digital platforms : The roles
of digital platform capability, network capability and
ambidexterity. Journal of Business Research, 100, 196–206.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.03.035

-- 274 --
Elfan Kaukab

Chakravarthy, B.J. (1982), “Adaptation: a promising metaphor


for strategic management”, Academy of Management
Review, Vol. 7, pp. 35-44.

Chaston, I. and Scott, G. (2012), “Entrepreneurship and open


innovation in an emerging economy”, Management
Decision, Vol. 50 No. 7, pp. 1161-1177.

Chelliah, S., Sulaiman, M. and Mohd Yusoff, Y. (2010)


‘Internationalization and Performance: Small and
Medium Enterprises (SMEs) in Malaysia’, International
Journal of Business and Management, 5(6), pp. 27–37. doi:
10.5539/ijbm.v5n6p27.

Chetty, S. & Blankenburg Holm, D. (2000). Internationalization


of small to medium-sized manufacturing rms: A
network approach. International Business Review, 9, 77–
93.

Chetty, S. & Campbell-Hunt, C. (2004). A strategic approach


to internationalization: A traditional versus a “born-
global” approach. Journal of International Marketing, 12,
57–81.

Chetty, S. K. and Wilson, H. (2003), “Collaborating with


competitors to acquire resources”, International Business
Review, Vol. 12 No. 1, pp. 61-81.

Chew, D.A.S., C. Yan, & Y.J. Charles. 2008. Core Capability


and Competitive Strategy for Construction SMEs in
China. Chinese Management Studies, Vol. 2, No. 3, pp.
203-214.

Child, J., Hsieh, L., Elbanna, S., Karmowska, J., Marinova, S.,
Puthusserry, P., Zhang, Y. (2017). SME International
Business Models: The Role of Context and Experience.
Journal of World Business, 52(3), 664–679.

-- 275 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Christensen, P. R. and Linkmark, L. (1993) ‘Location and


Internationalisation of Small Firms’in Lundqvist, L. and
Persson, L. O.,eds., Visions and Strategies in European
Integration, Berlin: Springer-Verlag, 131- 151.

Churchill Jr, G. A. (1979). A paradigm for developing better


measures of marketing constructs. Journal of marketing
research, 64-73.

Clarke, J. E., Tamaschke, R., & Liesch, P. W. 2013. International


Experience in International Business Research: A
Conceptualization and Exploration of Key Themes.
International Journal of Management Reviews, 15: 265–279.

Clarke-Hill, C.M., Robinson, T.M. and Bailey, J. (1998) ‘Skills


and competence transfers in European retail alliances:
a comparison between alliances and joint ventures’,
European Business Review, 98 (6), 300-10.

Coduras, A., Saiz-alvarez, J. M., & Ruiz, J. (2016). Measuring


readiness for entrepreneurship : An information tool
proposal. Journal of Innovation and Knowledge, 1, 99–108.
https://doi.org/10.1016/j.jik.2016.02.003

Cohen, W. and Levinthal, D. (1990), “Absorptive capacity:


a new perspective on learning and innovation”,
Administrative Science Quarterly, Vol. 35 No. 1, pp. 128-
52.

Collis, D.J. (1991), “A resource based analysis of global


competition: the case of the bearings industry”, Strategic
Management Journal, Vol. 12, pp. 49-68.

Colombo, M. G. et al. (2012) ‘Introduction: Small Business and


Networked Innovation: Organizational and Managerial
Challenges’, Journal of Small Business Management, 50(2),
pp. 181–190. doi: 10.1111/j.1540-627X.2012.00349.x.

-- 276 --
Elfan Kaukab

Conant, J.S., Mokwa, M.P. and Varadarajan, P.R. (1990),


“Strategic types, distinctive competencies and
organizational performance: a multiple measures-based
study”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 365-83.

Cook, R.G. and Barry, D. (1995), “Shaping the external


environment: a study of small rms’ attempts to
inuence public policy”, Business and Society, Vol. 34 No.
3, pp. 317-45.

Cooke, P. and Wills, D. (1999) ‘Small rms, social capital and


the enhancement of business performance through
innovation programmes’, Small Business Economics 13,
219 – 234.

Cooke, P., Morgan, K. and Price, P. (1995) ‘The Future of


the Mittlestand: Collaboration V Competition’, in O
Doherty D., eds., Globalisation, Networking and Small Firm
Innovation, London; Graham and Trotman.

Cooper, A.C. (1993) ‘Challenges in predicting new rm


performance’, Journal of Business Venturing 8 (3), 241–253.

Cooper, A.C., Gimeno-Gascon, F. J. and Woo, C. Y. (1994)


‘Initial Human and Financial Capital Predictors of New
Venture Performance’, Journal of Business Venturing, 9
(5), 371-395.

Coviello, N., & Munro, H. (1997). Network relationships and


the internationalization process of small software rms.
International Business Review, 6(4), 361–386.

Coviello, N. E. and Martin, K.A.M. (1999) ‘Internationalisation


of service SMEs: an integrated perspective from the
engineering consulting sector’, Journal of International
Marketing, 7 (4), 42-66.

-- 277 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Crick, D., & Bradshaw, R. (1999). The standardisation versus


adaptation decision of ‘successful’ SMEs: Findings from
a survey of winners of the Queen’s Award for export.
Journal of Small Business and Enterprise Development, 6(2),
191–199.

Crick, D., & Spence, M. (2005). The internationalization of


‘high performing’ UK high tech SMEs: A study of
planned and unplanned strategies. International Business
Review, 14, 167–185.

Crick, D., Jones, M., & Hart, S. (1994). Export marketing


research: An empirical investigation into the behaviour
of UK rms. Journal of European Marketing, 3(2), 7–26.

Cromie, S. and Birley, S. (1992) ‘Networking by female


business owners in Northern Ireland’, Journal of
Business Venturing 7 (3), 237–251.

Cronbach, L. . (1951). Coefcient Alpha and the Internal


Structure of Tests. Pyshometrika, 16(3), 297–333.

Crotty, M. (1998) The Foundations of Social Research, London:


Sage Publications.

Cui, A. P., Walsh, M. F. and Gallion, D. (2011)


‘Internationalization Challenges For SMEs and Global
Marketing Manager: A Case Study’, International Journal
of Business and Social Research, 1(1), pp. 57–69.

Culkin, N. and Smith, D. (2000), ‘‘An emotional business:


a guide to understanding the motivations of small
business decision takers’’, Qualitative Market Research:
An International Journal, Vol. 3 No. 3, pp. 145-57.

Cunningham, L. X., & Rowley, C. (2008). The development


of Chinese small and medium enterprises and human
resource management: A review. Asia Pacic Journal of
Human Resources, 46(3), 353-379.
-- 278 --
Elfan Kaukab

Daft, R.F. (2007), Understanding the Theory and Design of


Organizations, Thomson South-Western, Mason, OH.

Dai, Y., Du, K., Byun, G., & Zhu, X. (2017). Ambidextrous in
new ventures : The impact of new product development
alliances and transactive memory systems. Journal of
Business Research, 75, 77–85. https://doi.org/10.1016/j.
jbusres.2017.02.009

Dana, L.P., Etemad, H., and Wright, R. (1999) ‘The impact of


globalisation on SMEs’, Global Focus, 11(4), 93–105.

Daniel, S. W. dan Kolari, J. W. 1987. Marketing Strategy


Implications of the Miles and Snow Strategic Typology.
Journal of Marketing 51: pp 19-30.

Davis, C.H., & E. Sun. 2005.Business Development Capabilities


in Information Technology SMEs in a Regional Economy.
Journal of Technology Transfer, Vol. 4, No. 1, pp. 1-45.

Day GS. 1999. The Market Driven Organization: Understanding,


Attracting, and Keeping Valuable Customer. Free Press:
New York.

Day, Ellen, Richard J. Fox, and Sandra M. Huszagh (1988),


“Segmenting the Global Market for Industrial Goods:
Issues and Implications,” International Marketing Review,
5 (3), 14–27.

Day, G.S. 1994. The Capabilities of Market-Driven


Organization. Journal of Marketing, Vol. 58, No. 4, pp. 37-
52.

Dayan, M., Zacca, R. and Benedetto, A. (2013), “An explorative


study of entrepreneurial creativity: its antecedents and
mediators in the context of UAE rms”, Creativity and
Innovation Management Journal, Vol. 22 No. 3, pp. 223-
240.

-- 279 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

De Carolis, D. (2002). The Role of Social Capital and


Organizational Knowledge in Enhancing Entrepreneurial
Opportunities in High-Technology Environments.
In Choo and Bontis (Eds.) The Strategic Management of
Intellectual Capital and Organizational Knowledge, New
York: Oxford University Press, 699-709.

DeCarolis, D. M., and D. L. Deeds (1999). “The Impact of


Stocks and Flows of Organizational Knowledge on
Firm Performance: An Empirical Investigation of the
Biotechnology Industry,” Strategic Management Journal
20(10), 953–968.

Denis, J., & Depelteau, D. (1985). Market knowledge,


diversication and export expansion. Journal of
International Business Studies, 16(3), 77– 89.

DeVellis, R. F. (2003). Scale development: Theory and applications.


Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

DeVellis, R. F., & Dancer, L. S. (1991). Scale development: theory


and applications. Journal of Educational Measurement,
31(1), 79-82.

Dhanaraj, C. and A. Parkhe. (2006). Orchestrating innovation


networks. Acad. Mgmt. Rev., vol. 31, no. 3, pp. 659–669

Diamantopoulos, A. (1998). From the guest editor. Journal of


International Marketing, 6(3), 3–6.

Diamantopoulos, A., B.B. Schlegelmilch, J.P. Du Preez. (1995).


Lessons for pan-European marketing? The role of
consumer preferences in ne-tuning the product-market
t. International Marketing Review, Vol. 12 No. 2, pp. 38-
52.

Dierickx, I. & Cool, K. 1989. Asset stock accumulation and


sustainability of competitive advantage. Management
Science, 35(12): 1504-1511.
-- 280 --
Elfan Kaukab

Dimitratos, P. et al. (2014) ‘Micro-multinational or not?


International entrepreneurship, networking and learning
effects’, Journal of Business Research. Elsevier Inc., 67(5),
pp. 908–915. doi: 10.1016/j.jbusres.2013.07.010.

Dimitratos, P., J. Johnson, J. Slow, and S. Young (2003).


“Micromultinationals: New Types of Firms for the
Global Competitive Landscape,” European Management
Journal 21(2), 164–174.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah.


(2018). Data Eksportir

Donaldson, L. (1995). Contingency theory. Aldershot:


Dartmounth.

Donckels, R. and Lambrecht, J. (1995) ‘Networks and small


business growth: an explanatory model’, Small Business
Economics, 7 (4), 273–289.

Dosi, G., S.G. Winter, & Y.M. Kaniovski. 2000. Modeling


Industrial Dynamics with Innovative Entrants. Structural
Change and Economic Dynamics, Vol. 11, pp. 255-293.

Douglas, Susan & C. Samuel Craig. 1989. Evolution of global


marketing strategy: Scale, scope and synergy. Columbia
Journal of World Business Fall: 47-58.

Douglas, Susan P. and Yoram Wind (1987), “The Myth of


Globalization,” Colombia Journal of World Business, 22 (4),
19–29.

Doyle, G.M. (2000) Making Networks Work: A Review of Networks


in Ireland and Abroad with Particular Reference to Training
and Human Resource Development, Dublin: Skillnets Ltd,

Doz, Y.L. and Hamel, G. (1997) ‘The Use of Alliances in


Implementing Technology Strategy’ in Tishman, M. and
Anderson, P.,eds., Managing Strategic Innovation and

-- 281 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Change, New York and Oxford: Oxford University


Press.

Drazin, Robert and Andrew H. Van de Ven (1985), “Alternative


Forms of Fit in Contingency Theory,” Administrative
Science Quarterly, 30 (4), 514–39.

Duchesneau, D.A., and Gartner, W.B. (1990) ‘A prole of new


venture success and failure in an emerging industry’,
Journal of Business Venturing 5 (5), 297–312.

Dunning J.H. (1980) ‘Toward an eclectic theory of international


production: some empirical tests’, Journal of International
Business Studies, 11, 9 - 31.

Dunning, J. H. (1988) ‘The eclectic paradigm of international


production: a restatement and some possible extensions’,
Journal of International Business Studies, 19 (Spring), 1- 31.

Durst, Susanne & Ingi Runar Edvardsson, (2012) "Knowledge


management in SMEs: a literature review", Journal of
Knowledge Management, Vol. 16 Issue: 6, pp.879-903,

Durst, Susanne (2011), Small and medium-sized enterprises’


succession process: Do intangible assets matter& A
study conducted in Germany. The European Chair on
Intellectual Capital Management, Working Paper Series No.
2011-1B, pp. 1-23

Dutta, S. and Evrard, P. (1999), “Information technology


and organisation within European small enterprises”,
European Management Journal, Vol. 17 No. 3, pp. 239-51.

Dwyer, F. R., Schurr, P. H., and Oh, S. (1987) ‘Developing


buyer-seller relationships’, Journal of Marketing,
51(April), 11–27.

-- 282 --
Elfan Kaukab

Easterby-Smith, M., Thorpe, R. and Lowe, A. (1991),


Management Research: An Introduction, London: Sage
Publications.

Easton, G., Burrell, G., Rothschild, R. and Shearman, C. (1993)


Managers and Competition, Oxford: Blackwell.

Egbu, C.O., Hari, S. and Renukappa, S.H. (2005), ‘‘Knowledge


management for sustainable competitiveness in small
and medium surveying practices’’, Structural Survey,
Vol. 23 No. 1, pp. 7-21.

Eikelenboom, B.L (2005), Organizational capabilities and bottom


line performance. Eburon, Delft

Eisenhardt, K.M., & J.A. Martin. 2000. Dynamic Capabilities:


What Are They? Strategic Management Journal, Vol. 21,
pp. 1105-1121.

Eisner, E. (1985) The Art of Educational Evaluation: A Personal


View, London: Flamer Press.

Ellis, P. and Pecotich, A. (2001) ‘Finding international exchange


partners: The role of social ties’, Global Focus, 13(2), pp.
121–133.

Eriksson, K. & Chetty, S. (2003). The effect of experience


and absorptive capacity on foreign market knowledge.
International Business Review, 12(6), 673–696.

Eriksson, K., Johanson, J., Majkgard, A., & Sharma, D.D.


(1997). Experiential knowledge and cost in the
internationalization process. Journal of International
Business Studies, 28, 337–360.

Etemad, H. (2005) ‘SMEs Internationalization Strategies Based


on a Typical Subsidiarys Evolutionary Life Cycle in
Three Distinct Stages’, MIR: Management International
Review, 45(3), pp. 145–186. doi: 10.2307/40836146.

-- 283 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Evans, S. (1991), “Strategic exibility for high technology


manoeuvres: a conceptual framework”, Journal of
Management Studies, Vol. 28, pp. 69-89.

Evers, N. and O Gorman, C. (2006) ‘The role of social and


business ties in the internationalisation of new ventures’,
paper presented at the Academy of International Business
Annual Conference, Bejing, China, June 23-26

Fahy, John (2000), The Resource-based view of the Firm:


some stumbling-blocks on the road to understanding
sustainable competitive advantage. Journal of European
Industrial Training, 24/2/3/4, pp. 94-104.

Fang, Y., Wade, M., Delios, A., & Beamish, P. W. 2007.


International diversication, subsidiary performance,
and the mobility of knowledge resources. Strategic
Management Journal, 28(10): 1053-1064.

Ferdinan, Augusty. (2014). Metode Penelitian Manajemen:


Pedoman Penelitian untuk Skripsi, Thesis, dan Disertasi
Ilmu Manajemen. Semarang: UNDIP

Ferreira, J.J. & Azevedo, G.S. & Fernandez, R. (2011),


Contribution of Resource-Based View and Entrepreneurial
Orientation on Small Firm Growth. Cuadernos de Gestin,
Vol 11, no 1, pp.95-116.

Fiol, C.M. 2001. Revisiting an Identity-Based View of


Sustainable Competitive Advantage.Journal of
Management, Vol. 27, pp. 691-699.

Fischer, E. and Reuber, A.R. (2003), “Targeting export


support to SMEs: owners’ international experience as a
segmentation basis”, Small Business Economics, Vol. 20
No. 1, pp. 69-82.

-- 284 --
Elfan Kaukab

Florin, J., Lubatkin, M. and Schulze, W. (2003) ‘A social


capital model of high-growth ventures’, Academy of
Management Journal, 46 (3), 374–384.

Foray, D. (1997) ‘Generation and Distribution of Technological


Knowledge: Incentives,Norms and Institutions’ in Edquist,
C.,ed., Systems of Innovation. Technologies, Institutions and
Organisations, London and Washington: Pinter.

Ford, D (2002) ‘Distribution, internationalisation and


network: solving old problems, learning new things and
forgetting most of them’, International Marketing Review,
19 (3), 225 – 235.

Ford, D. (1980) ‘The development of buyer-seller relationships


in industrial markets’, European Journal of Marketing, 5
(6), 339-354.

Ford, D. (1982), “The development of buyer-seller


relationships in industrial markets”, in Hakansson, H.
(Ed.), International Marketing and Purchasing of Goods,
Wiley, New York, NY.

Ford, D. and Rosson, P.J. (1982) ‘The relationships between


export manufacturers and their overseas distributors’
in Czinkota, M. and Tesar, G.,eds., Export Management,
New York:Praeger, 257-75.

Ford, D., et al., (1998) Managing Business Relationships.


Chichester: John Wiley.

Ford, D., McDowell, R. and Turnbull, P. (1996), “Businesses-to-


business marketing: strategic decisions about portfolios
of relationships”, Research Conference Proceedings, Centre
for Relationship Marketing, Roberto C. Goizueta School,
Emory University, Atlanta, 59-67.

Forfas, (2008), Annual Report 2008, Dublin, Forfas.

-- 285 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Forsgren, M. (2002) ‘The concept of learning in the Uppsala


internationalisation process model: a critical review’
International Business Review, 11, 257 – 277.

Foss, Nicolai J. (January 2011). Entrepreneurship in the Context


of the Resource-based View of the Firm. Paper No. 8/2011,
pp. 1-26.

Fuller, T., & Moran, P. (2001). Small enterprises as complex


adaptive systems : a methodological question?
Entrepreneurship & Regional Development, 13(1), 47–63.
https://doi.org/10.1080/089856201750046801

Gao, S., Xu, K. and Yang, J. (2008), “Managerial ties,


absorptive capacity, and innovation”, Asia Pacic Journal
of Management, Vol. 25 No. 3, pp. 395-412.

Ganzarain, J., & Errasti, N. (2016). Three Stage Maturity Model


in SME’s towards Industry 4.0. Journal of Industrial
Engineering and Management, 9(5), 1119–1128.

Gassmann, O. and Keupp, M. (2007), “The competitive


advantage of early and rapidly international SMEs in
the biotechnology industry: a knowledge-based view”,
Journal of World Business, Vol. 42 No. 3, pp. 350-366.

Gerbing, D. W., & Anderson, J. C. (1988). An updated paradigm


for scale development incorporating unidimensionality
and its assessment. Journal of marketing research, 186-192

Ghezal, S. (2015). Assessing the Validity of a Small Business


Strategy Instrument Using Conrmatory Factor
Analysis. International Journal of the Academic Business
World, 9(1), 41–50.

Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan


Program IBM SPSS21. Update PLS Regresi. Edisi 7.
Semarang: UNDIP

-- 286 --
Elfan Kaukab

Ginsberg AN, Venkatraman N. 1985. Contingency


perspectives of organizational strategy: a critical review
of the empirical research. Academy of Management Review
10: 421–434.

Golovko, E., and G. Valentini (2011). “Exploring the


Complementarity Between Innovation and Export for
SMEs’ Growth,” Journal of International Business Studies
42(3), 362–380.

Grabher, G. (1993). Rediscovering the social in the economics of


interrm relations. In G. Grabher (Ed.), The embedded
rm: On the socioeconomics of industrial networks (pp.
1–31). London, New York: Routledge.

Grant, R. M. (1996) ‘Toward A Knowledge-Based Theory of


The Firm’, Strategic Management Journal, 17, pp. 109–122.

Grant, R.M. 1991. The Resource-Based Theory of Competitive


Advantage: Implications for Strategy Formulation.
California Management Review, Vol. 33, No. 3, pp. 114-135.

Grant, R.M. 1998. The Resource Based Theory of Competitive


Advantage: Implications for Strategy. Oxford: The Strategy
Reader.

Gray, B. (1994). Survey Results: International Business Skills.


Export News, New Zealand, 7 September.

Gray, C. 2006. Absorptive Capacity, Knowledge Management


and Innovation in Entrepreneurial Small Firms.
International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research,
Vol. 12, No. 6, pp. 345-360.

Grifn, A., & Page, A. L. (1993). An interim report on


measuring product development success and failure.
Journal of Product Innovation Management, 10(4), 291–308.

-- 287 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Grifth, David A., and Matthew B. Myers (2004), “The


Performance Implications of Strategic Fit of Relational
Norm Governance Strategies in Global Supply Chain
Relationships,” Journal of International Business Studies,
36 (3), 254–69.

Grifth, David A., Aruna Chandra, and John K. Ryans


(2003), “Examining the Intricacies of Promotion
Standardization: Factors Inuencing Advertising
Message and Packaging,” Journal of International
Marketing, 11 (3), 30–47.

Gronum, S., Verreynne, M. L. and Kastelle, T. (2012)


‘The Role of Networks in Small and Medium-Sized
Enterprise Innovation and Firm Performance’, Journal
of Small Business Management, 50(2), pp. 257–282. doi:
10.1111/j.1540-627X.2012.00353.x.

Guba, E.G. and Lincoln, Y.S. (1994) ‘Competing paradigms


in qualitative research’ in Denzin, N.K. and Lincoln,
Y.S.,eds., Handbook of Qualitative Research , Thousand
Oaks, CA: Sage, 105-17.

Gulati, R. (1998) ‘Alliances and networks’, Strategic


Management Journal, 19(4), 293 – 317.

Gulati, R., Nohria, N. and Zaheer, A. (2000) ‘Strategic


networks,’ Strategic Management Journal, 21, 201 – 215.

Gupta, A.K. and Govindarajan, V. (2000), ‘‘Knowledge


management’s social dimension: lessons from Nucor
Steel’’, Sloan Management Review, Vol. 42 Nos 1, Fall, pp.
71-80.

Hadjikhani, A. & Ghauri, P.N. (2001). The behaviour of


international rms in socio-political environments in
the European Union. Journal of Business Research, 52(3),
263–275.

-- 288 --
Elfan Kaukab

Hair Jr, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E., &
Tatham, R. L. (2006). Multivariate data analysis (Vol. 6):
Pearson Prentice Hall Upper Saddle River. NJ.

Hakansson, H. (1982), International Marketing and Purchasing


of Industrial Goods: An Interaction Approach, Wiley, New
York, NY.

Hakansson, H. and Snehota, I. (1995) Developing Relationship


in Business Networks,London: Routledge.

Halle ´n, L., Johanson, J., & Seyed-Mohamed, N. (1991).


Interrm adaptation in business relationships. Journal of
Marketing, 55(April), 29–37.

Hallen, L. (1992) ‘Infrasctructural Networks in International


Business’, in Forsgren, M. and Johanson, J.eds. Managing
Networks in International Business, Philadelphia PA:
Gordon and Breach, 77 – 92.

Hallen, L., Johanson, J., & Seyed-Mohamed, N. (1991).


Interrm Adaptation in Business Relationships. Journal
of Marketing, 55(2), 29. doi:10.2307/1252235

Hambrick DC, MacMillan I, Day DL. 1982. Strategic attributes


and performance in the BCG matrix: a PIMS-based
analysis of industrial product businesses. Academy of
Management Journal 25: 510–531.

Hambrick, D.C. (1982), “Environmental scanning and


organizational strategy”, Strategic Management Journal,
Vol. 3, pp. 159-75.

Hambrick, D.C. (1983), “High prot strategies in mature


capital goods industries: a contingency approach”,
Academy of Management Journal, Vol. 26, pp. 697-707.

Hamel, G. and Valikangas, L. (2003) ‘The quest for resilience’,


Harvard Business Review, September, 52 – 63.

-- 289 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hammersley, M. (2000) Taking Sides in Social Research. Essays


on Partisanship and Bias, London: Routledge.

Harris, S. & Wheeler, C. (2005). Entrepreneurs’ relationships for


internationalization: Functions, origins and strategies.
International Business Review, 14(2), 187–207.

Harvey M. 1993. A model to determine standardization of the


advertising process in international markets. Journal of
Advertising Research 13(4): 57–64.

Hashim, F. (2012) ‘Challenges for the Internationalization of


Smes and the Role of Government: the Case of Malaysia’,
Journal of International Business and Economy, 13(1), pp.
97–122.

Havens, P. (2002) ‘The Dynamic of the Internationalization


Process Interpretation of Empiric’, pp. 295–309.

He, S. (2011) ‘The Inuential Factors on Internationalization


of the SMEs in China: on Wenzhou’s Shoe Industry and
Policy Implications’, Research in World Economy, 2(1), pp.
48–57. doi: 10.5430/rwe.v2n1p48.

Healy, B., Dwyer, M. O., & Ledwith, A. (2018). An exploration


of product advantage and its antecedents in SMEs
advantage. Journal of Small Business and Enterprise
Development, 25(1), 129–146. https://doi.org/10.1108/
JSBED-06-2017-0206

Heide, J.B. (1994) ‘Inter-organisational governance in


marketing channels’, Journal of Marketing, 58, 71-85.

Helfat, C. E. and Peteraf, M. (2003) ‘The dynamic resource-


based view: capability lifecycles’ Strategic Management
Journal, 24, 997-1010.

-- 290 --
Elfan Kaukab

Hess, A.M. 2008. Essays on Dynamic Capabilities: The Role of


Intellectual Human Capital in Firm Innovation. Georgia
Institute of Technology.

Hill, C. W. L. (2013) International Business: Competing in The


Global Marketplace. 9th edn. Edited by P. Ducham.
New York: McGraw-Hill/Irwin, a business unit of The
McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the
Americas, New York, NY 10020. doi: 2007.

Hill, J. S. & R. R. Still. 1984. Adapting products to LDC taste.


Harvard Business Review, 62(March- April): 92-101.

Hinkin, T. R. & Tracey, J. B. (1999). An analysis of variance


approach to content validation. Organizational Research
Methods, 2(2), 175-186.

Hofer, C. and Charan, R. (1984), ‘‘The transition to professional


management: mission impossible?’’, American Journal of
Small Business, Vol. 9 No. 1, pp. 1-11.

Hofer, C.W., & D. Schendel. 1978. Strategy Formulation:


Analytical Concepts. Minesota: West Publishing.

Hollender, L., Zapkau, F. B., & Schwens, C. (2017). SME


foreign market entry mode choice and foreign venture
performance : The moderating effect of international
experience and product adaptation. International
Business Review, 26(2), 250–263.

Hong, P., & Jeong, J. (2006). Supply chain management


practices of SMEs: from a business growth perspective.
Journal of Enterprise Information Management, 19(3), 292–
302. https://doi.org/10.1108/17410390610658478

Hooley, G.J.,Lynch, J.E. and Jobber, D. (1992), “Generic


marketing strategies”, International Journal of Research in
Marketing, Vol. 9, pp. 75-89.
-- 291 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Hoskisson, Robert E., Michael A. Hitt, William P. Wan,


Daphne Yiu . (1999) Theory and research in strategic
management: Swings of a pendulum. Journal of
Management, Vol. 25, No. 3, 417–456

Hrebiniak, L. & W. Joyce (1985). Organizational adaptation:


strategic choice and environmental determinism.
Administrative Science Quarterly 30 (3), 336-349.

Hsieh, L., Child, J., Narooz, R., Elbanna, S., Karmowska, J.,
Marinova, S., Zhang, Y. (2019). A multidimensional
perspective of SME internationalization speed : The
inuence of entrepreneurial characteristics. International
Business Review, 28(2), 268–283.

Hsu, W. T., Chen, H. L. and Cheng, C. Y. (2013)


‘Internationalization and rm performance of SMEs: The
moderating effects of CEO attributes’, Journal of World
Business. Elsevier Inc., 48(1), pp. 1–12. doi: 10.1016/j.
jwb.2012.06.001.

Huggins, R., & Thompson, P. (2015). Entrepreneurship ,


Innovation and Regional Growth : A Network Theory.
Small Business Economics, 41(5), 103–128.

Hughes, M., Cesinger, B., Cheng, C.-F., Schuessler, F., & Kraus,
S. (2017). A Congurational Analysis of Network and
Knowledge Variables Explaining Born Globals’ and Late
Internationalizing SMEs’ International Performance.
Industrial Marketing Management, 1–55

Hultman, M., Robson, M. J., & Katsikeas, C. S. (2009). Export


Product Strategy Fit and Performance: An Empirical
Investigation. Journal of International Marketing, 17(4),
1–23.

-- 292 --
Elfan Kaukab

Hung, S. C. (2002) ‘Mobilising networks to achieve strategic


difference’, Long Range Planning, 35 (6), 591-613.

Hunt, S.D., & R. Morgan. 1995. The Comparative Advantage


Theory of Competition. Journal of Marketing, Vol. 59,
No.2, pp. 1-15.

Hussey, L. and Hussey, R. (1997) Business research: a practical


guide for undergraduate and postgraduate students, London:
Macmillan Press.

Hustedde, R.J. and Pulver, G.C. (1992) ‘Factors affecting


equity capital acquisition: the demand side’, Journal of
Business Venturing 7 (5), 363–374.

Hyvarinen, L. (1996) ‘ Networking as a Factor of Excellence -


Experiences of Finnish Small Enterprises in Wood and
Clothing Industries’ Paper presented at the 26th European
Small Business Seminar, Vassa, Finland

Imai, K. and Baba, Y. (1991) ‘Systematic innovation and cross-


border networks: transcending markets and hierarchies
to create a new techno-economic system’, Technology and
Productivity OECD, 389 - 405.

Inkpen, A.C. & Tsang, E.W.K. (2005). Social capital, networks,


and knowledge transfer. Academy of Management
Review, 30, 146–165.

Ismail, Alimin Ismadi & Rosez, Raduan Che & Uli, Jegak &
Abdullah, Haslinda. (January 2012), The Relationship
Between Organizational Resources, Capabilities,
Systems and Competitive Advantage. Asian Academy of
Management Journal, Vol. 17, No. 1, 151-17.

Jacobson, R. (1987). The validity of ROI as a measure of


business performance. The American Economic Review,
77(3), 470–478.

-- 293 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Jain, Subhash C. (1989), “Standardization of International


Marketing Strategy: Some Research Hypotheses,”
Journal of Marketing, 53 (January), 70–79.

Jansson, H. and Sandberg, S. (2008) ‘Internationalisation of


small and medium sized enterprises in the Baltic Sea
Region’, Journal of International Management, 14(1), 65-77.

Jardon, Carlos M. & Martos, Maria Susana (2012), Intellectual


capital as competitive advantage in emerging clusters in
Latin America. Journal of Intellectual Capital, Vol. 13 Iss:
4 pp. 462 – 481

Jarillo, J.C. (1989), ‘‘Entrepreneurship and growth: the strategic


use of external resources’’, Journal of Business Venturing,
Vol. 4 No. 2, pp. 133-47.

Johanson, J. & Vahlne, J.-E. 1977. The internationalization


process of the rm. A model of knowledge development
and increasing foreign market commitments. Journal of
International Business Studies, 8(1): 23.

Johanson, J. and Mattsson, L. G. (1987) ‘Internationalisation


in industrial systems – a network approach, strategies
in global competition’ Prince Bertil Symposium. Selected
Papers: Croom Helm, 287 – 314.

Johanson, J. and Mattsson, L. G. (1992) ‘Network positions and


strategic action – an analytical framework’ in Axelsson,
and Easton, G.,eds., Industrial Networks - A New View of
Reality, London: Routledge, 203-217.

Johanson, J. and Vahlne, J. E. (1977) ‘The internationalisation


process of the rm - a model of knowledge development
and increasing foreign commitments’, Journal of
International Business Studies, 8 (1), 23 - 32.

-- 294 --
Elfan Kaukab

Johanson, J. and Vahlne, J. E. (1990) ‘The mechanism of


internationalisation’, International Marketing Review 7(4),
11-24.

Johanson, J. and Vahlne, J.E. (2003) ‘Business relationship


learning and commitment in the internationalisation
process’, Journal of International Entrepreneurship 1, 83–
101.

Johanson, J. and Wiedersheim-Paul, F. (1975) ‘The


internationalisation of the rm – four Swedish cases’,
Journal of Management Studies, October, 305-322.

Johanson, J., and J.-E. Vahlne. (2009). “The Uppsala


Internationalization Process Model Revisited: From
Liability of Foreignness to Liability of Outsidership,”
Journal of International Business Studies 40(9), 1411–1431.

Johansson JK, Yip GS. 1994. Exploiting globalization potential:


U.S. and Japanese strategies. Strategic Management
Journal 15(8): 579–601.

Johnson, G. & K. Scholes (1993). Exploring corporate strategy.


3rd ed. New York: Prentice Hall.

Johnson, Jean L. and Wiboon Arunthanes (1995), “Ideal


and Actual Product Adaptation in U.S. Exporting
Firms: MarketRelated Determinants and Impact on
Performance,” International Marketing Review, 12 (3),
31–46.

Jolly, V.K., Alahutha, M. and Jeannet, J.-P. (1992), “Challenging


the incumbents: how high technology start-ups compete
globally”, Journal of Strategic Change,Vol. 1No. 1, pp. 71-
82.

Jones, M. V. (1999) ‘The internationalisation of small high


technology rms’, Journal of International Marketing, 7(4),
15–41
-- 295 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Joshi, Ashwin W. & Sanjay Sharma. (2004). Customer


Knowledge Development: Antecedents and Impact on
New Product Performance. Journal of Marketing Vol. 68.
Pp. 47–59

Julien, P. (1993) ‘Small business as a research subject: some


reections on knowledge of small business and its effect
on economic theory’, Small Business Economics, 5(2), 157
–166.

Kale, P., Singh, H. and Perlmutter, H. (2000) ‘Learning and


protection of proprietary assets in strategic alliances:
building relational capital’, Strategic Management Journal,
21, 217–237.

Kamal, E.M., & R. Flanagan. 2012. Understanding Absorptive


Capacity in Malaysian Small and Medium Size (SME)
Construction Companies. Journal of Engineering, Design,
and Technology, Vol. 10, No. 2, pp.180-198.

Kanter, R. (1994) ‘Collaborative advantage: the art of alliances’,


Harvard Business Review, July-August, 96-108.

Karagozoglu, N., & Lindell, M. (1998). Internationalization of


small and medium-sized technology-based rms: An
exploratory study. Journal of Small Business Management,
36(1), 44–59.

Katsikeas, C. S. (1996). Ongoing export motivation: Differences


between regular and sporadic exporters. International
Marketing Review, 13(2), 4–19.

Katsikeas, C. S., Leonidou, L., & Morgan, N. (2000). Firm level


export performance assessment: Review, evaluation and
development. Academy of Marketing Science, 28(4), 493–
511.

-- 296 --
Elfan Kaukab

Katsikeas, C. S., Leonidou, L., & Morgan, N. (2000). Firm level


export performance assessment: Review, evaluation and
development. Academy of Marketing Science, 28(4), 493–
511.

Katsikeas, Constantine S., Saeed Samiee and Marios Theodosiou.


(2006). Strategy Fit and Performance Consequences
of International Marketing Standardization. Strategic
Management Journal Strat. Mgmt. J., 27: 867–890

Kay, J. (1995). Why rms succeed: choosing markets and challenging


competitors to add value. Oxford University Press.

Kedia, B. L., & Chhokar, J. (1985). The impact of managerial


attitudes on export behavior. American Journal of Small
Business, 21, 7 –17.

Kellermanns, F. W., & Eddleston, K. A. (2006). Corporate


Entrepreneurship in Family Firms: A Family Perspective.
Entrepreneurship Theory and Practice, 30(6), 809–
830. doi:10.1111/j.1540-6520.2006.00153.x

Kelliher, F. (2007), “Small rm cooperative constructs:


addressing industry power relationships”, Journal of
Small Business and Enterprise Development, Vol. 14 No. 3,
pp. 501-13.

Kelliher, F. and Henderson, J.B. (2006), “A learning framework


for the small business environment”, Journal of European
Industrial Training, Vol. 30 No. 7, pp. 512-28.

Kelliher, Felicity and Leana Reinl. (2009). Points of View: A


resource-based view of micro-rm management practice.
Journal of Small Business and Enterprise Development Vol.
16 No. 3, pp. 521-532

Kenny, Breda & John Fahy. (2011). SMEs' Networking Capability


and International Performance: In Interrm Networks:

-- 297 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Theory, Strategy, and Behavior. Published online: 09 Mar


2015; 199-376.

Kenny, Bridget C. (2009). A Network Perspective on


International Business: Evidence from SMEs in the
Telecommunications Sector in Ireland. Thesis

Khan, Z., & Lew, Y. K. (2018). Post-Entry Survival of


Developing Economy International New Ventures: A
Dynamic Capability Perspective. International Business
Review, 27(1), 149–160. https://doi.org/10.1016/j.
ibusrev.2017.06.001

King, A. J. (2015). The impact of hybrid strategies on organisational


performance within the New Zealand food export sector.
Southern Cross University.

Kiran, Vasanth, Mousumi Majumdar, and Krishna Kishore.


(2013). nternationalization of SMEs: Finding A Way
Ahead. American International Journal of Research in
Humanities, Arts and Social Sciences.

Knight, G. A., & Liesch, P. W. (2016). Internationalization:


From incremental to born global. Journal of World
Business, 51, 93 –102.

Knight, G.A. & Liesch, P.W. (2002). Information internalisation


in internationalising the rm. Journal of Business Research,
55, 981–995.

Knight, G.A. and Cavusgil, S.T. (2005), “A taxonomy of born-


global rms”, Management International Review, Vol. 45
No. 3, pp. 15-35.

Knight, G.A., & S.T. Cavusgil. 2004. Innovation, Organizational


Capabilities, and the Born-Global Firm. Journal of
International Business Studies, Vol. 35, No. 2, pp. 124-141.

-- 298 --
Elfan Kaukab

Knight, G. A., & Liesch, P. W. (2016). Internationalization :


From incremental to born global. Journal of World Business,
51, 93–102. https://doi.org/10.1016/j.jwb.2015.08.011

Ko, W. W., & Liu, G. (2017). Overcoming the Liability of


Smallness by Recruiting through Networks in China:
A Guanxi-Based Social Capital Perspective. The
International Journal of Human Resource Management,
28(11), 1499–1526.

Kogut, B. & Zander, U. 1995. Knowledge, market failure


and the multinational enterprise: A reply. Journal of
International Business Studies, 26(2): 417.

Kotabe, Masaaki (1990), “Corporate Product Policy and


Innovative Behavior of European and Japanese
Multinationals: An Empirical Investigation,” Journal of
Marketing, 54 (April), 19–33.

Kotler, P. (1993) Manajemen Pemasaran. 6th edn. Jakarta:


Erlangga.

Kraatz, M. S. (1998). Learning by association? Interorganizational


networks and adaptation to environmental change.
Academy of Management Journal, 41, 621–643.

Kumakura, Taeko. (2012). Roles of Knowledge and Networks


in SME Internationalisation. Thesis. Department of
Marketing Birmingham Business School. The University
of Birmingham.

Kuratko, D.F., Hornsby, J.S. and Naffziger, D.W. (1999), “The


adverse impact of public policy on micro-enterprises:
an exploratory study of owners’ perceptions”, Journal of
Developmental Entrepreneurship, Vol. 4 No. 1, pp. 81-92.

Lado, A.A., Boyd, N. and Wright, P. (1992) ‘A competency-


based model of sustainable competitive advantage:

-- 299 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

toward a conceptual integration’, Journal of Management,


18, 77– 91.

Lages, Luis F., Sandy D. Jap, and David A. Grifth (2008),


“The Role of Past Performance in Export Ventures: A
Short-Term Reactive Approach,” Journal of International
Business Studies, 39 (2), 304–325.

Lall, S. (1992). Technological capabilities and industrialization.


World Development, 20(2), 165–186.doi:10.1016/0305-
750x(92)90097-

Lamb, P.W. & Liesch, P.W. (2002). The internationalization


process of the smaller rm: Re-framing the relationships
between market commitment, knowledge and
involvement. Management International Review, 42, 7–26.
Business Research, 55, 981–995.

Lapersonne, A., Sanghavi, N., & de Mattos, C. (2015).


Hybrid Strategy, Ambidexterity and Environment :
toward an Integrated Typology. Universal Journal of
Management, 3(12), 497–508. https://doi.org/10.13189/
ujm.2015.031204

Larsson, E., Hedelin, L., Garling, T. (2003) ‘Inuence of expert


advice on expansion goals of small businesses in rural
Sweden’, Journal of Small Business Management, 41 (2),
205– 212.

Lawshe, C.H. (1975). A Quantitative Approach to Content


Validity. Personnel Psychology. 28, 563-575

Lee, C., & Beamish, P. W. (1995). The characteristics and


performance of Korean joint ventures in LDCs. Journal of
International Business Studies, 26(3), 637–654.

Lemak DJ, Arunthanes W. 1997. Global business strategy: a


contingency approach. Multinational Business Review

-- 300 --
Elfan Kaukab

1: 26–38. Lukas BA, Tan JJ, Hult JTM. 2001. Strategic t


in transitional economies: the case of China’s electronics
industry. Journal of Management 27: 409–429.

Lengler, J., Sousa, C., Perin, M., Sampaio, C. H., & Martinez-
Lopez, F. (2016). The antecedents of export performance
of Brazilian small and medium-sized enterprises
(SMEs): the non-linear effects of customer orientation.
International Small Business Journal, 34(5), 701–727.

Leonidou, L.C. (2004), An Analysis of the Barriers Hindering


Small Business Export Development, Journal of
Small Business Management, 42 (3), 279–302.

Leonidou, Leonidas C., Constantine S. Katsikeas, and Saeed


Saimee (2002), “Marketing Strategy Determinants
of Export Performance: A Meta-Analysis,” Journal of
Business Research, 55 (1), 51–67.

Lerner, M., Brush, C.and Hisrich, R. (1997) ‘Israeli women


entrepreneurs: an examination of factors affecting
performance’, Journal of Business Venturing 12 (4), 315–
339.

Li, J. T. (1995). Foreign entry and survival: e ects of strategic


choices on performance in international markets.
Strategic Management Journal, 16, 333–351.

Li, Y., Huang, J. and Tsai, M. (2009), “Entrepreneurial


orientation and rm performance: the role of knowledge
creation process”, Industrial Marketing Management, Vol.
38 No. 4, pp. 440-449.

Liesch, P., Welch, L., & Buckley, P. (2011). Risk and


uncertainty in internationalisation and international
entrepreneurship studies. Management International
Review, 51(6), 851–873.

-- 301 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Liesch, P.W. & Knight, G.A. (1999). Information internalization


and hurdle rates in small and medium enterprise
internationalization. Journal of International Business
Studies, 31, 383–394.

Lind, E., Karlsson, A., & Ronnback, A. O. (2017). Constraints


and Capacities in Small Established Firms : The Role
of Managerial Levers in the Innovation Process. In The
XXVIII ISPIM Innovation Conference – Composing the
Innovation Symphony. Vienna.

Lindqvist, M. (1997) ‘Infant multinationals: internationalisation


of small technology-based rms’ in Jones, D. and
Klofsten, M.,eds., Technology, innovation and enterprise:
The European experience.

Lindstrand, A., Melén, S., & Nordman, E. (2011). Turning social


capital into business: A study of the internationalization
of biotech SMEs. International Business Review, 20(2),
194–212.

Lo, Y. 2012. Managerial Capabilities, Organizational Culture


and Organizational Performance: The Resource-Based
Perspective in Chinese Lodging Industry. The Journal of
International Management Studies, Vol. 7, No. 1, pp. 151-
157.

Loane, S. and Bell, J. (2006) ‘Rapid internationalisation among


entrepreneurial rms in Australia, Canada, Ireland and
New Zealand: An extension to the network approach’,
International Marketing Review, 23(5), pp. 467–485. doi:
10.1108/02651330610703409.

López Rodríguez, J. & García Rodríguez, R. M. 2005.


Technology and export behaviour: A resourcebased
view approach. International Business Review, 14(5): 539-
557.

-- 302 --
Elfan Kaukab

Lord, M.D. & Ranft, A.L. (2000). Organizational learning


about new international markets: Exploring the
internal transfer of local market knowledge. Journal of
International Business Studies, 31, 573–589

Loxton, R. and Weerawardena, J. (2006) ‘Examining the role


of networking capability in small and medium size rm
internationalisation’ paper presented at the Academy of
International Business Annual Conference, Bejing, China.
June 23-26.

Lu, J.W. and Beamish, P. (2001) ‘The internationalisation and


performance of SMEs’, Strategic Management Journal 22,
565–586.

Lu, J.W., Beamish, P.W. (2006), SME internationalization


and performance: Growth vs. protability, Journal of
International Enterprise, 4, 27-48.

Luo, Yadong and Seung Ho Park (2001), “Strategic Alignment


and Performance of Market Seeking MNCs in China,”
Strategic Management Journal, 22 (2), 141–55.

MacKenzie, S. B., Podsakoff, P. M., & Podsakoff, N. P. (2011).


Construct measurement and validation procedures
in MIS and behavioral research: Integrating new and
existing techniques. MIS quarterly, 35(2), 293-334.

Madhok, A. (1997). Cost, value and foreign market entry


mode: the transaction and the rm. Strategic Management
Journal, 18, 39–61.

Madsen, T. K. (1987). Empirical export performance studies:


A review of conceptualizations and ndings. In: S.
Cavusgil (Ed.), Advances in International Marketing (Vol.
2). Greenwich, CT: JAI Press.

-- 303 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Madsen, T.K. and Servais, P. (1997), “The internationalization


of born globals: an evolutionary process?”, International
Business Review, Vol. 6 No. 6, pp. 561-83.

Majid, A., & M. Yasir. 2012. Enhancing Managerial


Capabilities of Environmental Analysis: Framework
for Entrepreneurial Development in Pakistan.
Interdisciplinary Journal of ContemporaryResearch in
Business, Vol. 4, No.6, pp. 238-243.

Malecki, E. J. and Veldhoen, M. E. (1993) ‘Network activities,


information and competitiveness in small rms’,
Geograska Annaler, 75 (B 3), 131-148.

Mangan, J., Lalwani, C. and Gardner, B (2004) ‘Combining


quantitative and qualitative methodologies in logistics
research’, International Journal of Physical Distribution &
Logistics Management, 34(7), 565-578.

Marr, Bernard (2005), Strategic Management of Intangible


Value Drivers, Handbook of Business Strategy. Emerald
Publisihing Limited, pp. 147-154.

Marshall, G. W., Goebel, D. J and Moncrief, W. C. (2003)


‘Hiring for success at the buyer seller interface’, Journal
of Business Research, 56(4), 247 – 255.

Mathews, S., Bianchi, C., Perks, K. J., Healy, M., &


Wickramasekera, R. (2016). Internet marketing
capabilities and international market growth.
International Business Review, 25(4), 820–830.

Matlay, H. et al. (2006) ‘SME internationalization research:


Past, present, and future’, Journal of Small Business
and Enterprise Development, 13(4), pp. 476–497. doi:
10.1108/14626000610705705.

Matthyssens, P., & Pauwels, P. (1996). Assessing export


performance measurement. In: S. T. Cavusgil & T. K.
-- 304 --
Elfan Kaukab

Madsen (Eds.), Advances in International Marketing (pp.


85–114). New York, NY: JAI Press.

McAdam, M., McAdam, R., Dunn, A., & Mccall, C. (2016).


Regional Horizontal Networks within the SME Agri-
Food Sector : An Innovation and Social Network
Perspective. Regional Studies, 50(8), 1316–1329. https://
doi.org/10.1080/00343404.2015.1007935

Mc Evily, B. and Zaheer, A. (1999) ‘Bridging ties: a source


of heterogeneity in competitive capabilities’, Strategic
Management Journal, 20, 1133-1156.

McDaniel, S.W. and Kolari, J.W. (1987), “Marketing strategy


implications of the Miles & Snow typology”, Vol. 4,
October, pp. 19-30.

McDougall, P.P., Oviatt, B.M. and Shrader, R.C. (2003),


“A comparison of international and domestic new
ventures”, Journal of International Entrepreneurship, Vol.
1 No. 1, pp. 59-82.

McDougall, P.P. and Oviatt, B.M. (1996), “New venture


internationalization, strategic change, and performance:
a follow-up study”, Journal of Business Venturing, Vol. 11
No. 1, pp. 23-40.

McDougall, Patricia P., Scott Shane, and Benjamin M. Oviatt


(1994), “Explaining the Formation of International New
Ventures: The Limits of Theories from International
Business Research,” Journal of Business Venturing, 9 (6),
469–87.

McEvily, S. K., & Chakravarthy, B. (2002). The persistence


of knowledge-based advantage: an empirical test for
product performance and technological knowledge.
Strategic Management Journal, 23(4), 285–305. doi:10.1002/
smj.223

-- 305 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

McKee, D.O., Varadarajan, P.R. and Pride, W.M. (1989),


“Strategic adaptability and rm performance: a market-
contingent perspective”, Journal of Marketing, Vol. 53,
pp. 21-35.

Menguc, B. (1997). Product Adaptation Practices in The


Context of Export Activity: An Empirical Study of
Turkish Manufaturing Firms. J. Euromark. 6(2) pp 25-56

Messick, S. (1995). Validity of psychological assessment:


Validation of inferences from persons' responses and
performances as scientic inquiry into score meaning.
American psychologist, 50(9), 741.

Meyer, K. (2001) ‘Institutions, transaction costs, and entry


mode choice in Eastern Europe’, Journal of International
Business Studies 32, 357–367.

Miesenbock, K. J. (1988) ‘Small business and exporting: a


literature review’, International Small Business Journal
6(2), 42-61.

Miles, R. and Snow, C. (1978), Organizational Strategy, Structure


and Process, McGraw-Hill, New York, NY.

Miles, Robert & Kim Cameron. (1977). Cofn Nails and


Corporate Strategies: A Quarter Century View of
Organization Adaptation to Environment in The US
Tobacco Industry. Working Paper No. 3, Business
Government Relations Series. New Haven, CT Yale
University

Miller, D. (1990), “Assessing paths to decline with strategic


audits”, in Shrivastava, P. and Lamb, R. (Eds), Advances
in Strategic Management, pp. 99-115.

Miller, D., & Chen, M. J. (1994). Sources and consequences of


competitive inertia: a study of the U.S. airline industry.
Administrative Science Quarterly, 39, 1–23.
-- 306 --
Elfan Kaukab

Miller, D., & Chen, M.-J. (1996). The simplicity of competitive


repertoires: an empirical analysis. Strategic Management
Journal, 17, 419–439.

Mitchell, W. and Singh, K. (1996) ‘Survival of businesses using


collaborative relationships to commercialize complex
goods’, Strategic Management Journal, 17(3), 169-196.

Mitford, J. (1997) ‘A Strategic response to post-Fordism for the


SME service sector’Tyneside Training and Enterprise
Council (Online) Synthesis Web Journal.

Moen, O., & Servais, P. (2002). Born global or gradual global?


Examining the export behavior of small and medium-
sized enterprises. Journal of International Marketing, 10,
49–72.

Mohr, Alex & Georgios Batsakis. (2014). Firm resources,


international experience and internationalisation speed
of retailers.

Moini, A. H. (1997). Barrier inhibiting export performance of


small and medium-sized manufacturing rms. Journal of
Global Marketing, 10, 67–93.

Morgan, N. A., Kaleka, A., & Katsikeas, C. S. (2004). Antecedents


of export venture performance: A theoretical model and
empirical assessment. Journal of Marketing, 68(January),
90–108.

Morgan, N.A., S. Zou, D.W. Vorhies, & C.S. Katsikeas.


(2003). Experimental and Informational Knowledge,
Architectural Marketing Capabilities, and Adaptive
Performance of Export Ventures. Decision Sciences, Vol.
34, No. 2, pp. 287-321.

Mort, G. S. and Weerawardena, J. (2006) ‘Networking


capability and international entrepreneurship: How

-- 307 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

networks function in Australian born global rms’,


International Marketing Review, 23(5), pp. 549–572. doi:
.

Mu, J., G. Peng, and E. Love. (2008). Interrm networks, social


capital, and knowledge ow. J. Knowledge Mgmt., vol.
12, no. 4, pp. 86–100

Mu, Jifeng and Anthony Di Benedetto. (2012). Networking


Capability and New Product Development. IEEE
Transactions on Engineering Management, Vol. 59, No. 1

Müller, Marius, Oana Buliga, Kai-Ingo Voigt. (2018). Fortune


favors the prepared: How SMEs approach business
model innovations in Industry 4.0 Julian. Technological
Forecasting & Social Change, 132, 2-17

Murray, J.B. and Evers, D.J., 1989, “Theory Borrowing and


Reectivity Interdisciplinary Fields,” Advances in
Consumer Research, 16, 647-652.

Murto-Kovisto, E. and Vesalainen, J. (1994) ‘Network


management and inter-rm cooperation’ Discussion
Paper no. 172, University of Vassa, Finland.

Musteen, M., Datta, D. K. and Butts, M. M. (2014) ‘Do


International Networks and Foreign Market Knowledge
Facilitate SME Internationalization? Evidence From the
Czech Republic’, Entrepreneurship: Theory and Practice,
38(4), pp. 749–774. doi: 10.1111/etap.12025.

Musteen, M., Francis, J. and Datta, D. K. (2010) ‘The inuence


of international networks on internationalization speed
and performance: A study of Czech SMEs’, Journal of
World Business. Elsevier Inc., 45(3), pp. 197–205. doi:
10.1016/j.jwb.2009.12.003.

-- 308 --
Elfan Kaukab

Nahapiet, J., and S. Ghoshal (1998). “Social Capital, Intellectual


Capital, and the Organizational Advantage,” Academy of
Management Review 23(2), 242–266.

Nakos, G.and Brouthers, K.D. (2002) ‘Entry mode choice of


SMEs in Central and Eastern Europe’, Entrepreneurship
Theory and Practice 27 (1), 47–63.

Narooz, R., & Child, J. (2017). Networking responses to


different levels of institutional void: A comparison
of internationalizing SMEs in Egypt and the UK.
International Business Review, 26(4), 683–696. https://
doi.org/10.1016/j.ibusrev.2016.12.008

Narula, R. 2003. Globalization and Technology. Cambridge:


Polity Press.

Nasiri, A., Sultan, B., & Alleyne, A. (2018). Analysis of


French SMEs’ International Competitiveness. Journal of
Economics and Management Sciences, 1(1), 1–12.

Nimmon, L., Artino Jr, A. R., & Varpio, L. (2019). Social


Network Theory in Interprofessional Education:
Revealing Hidden Power. Journal of Graduate Medical
Education, 247–250.

Nohria, N. and Eccles, R. G. (1992) Networks and Organisations:


Structure, Form, and Action, MA: Harvard Business
School Press.

Nohria, N. and Garcia-Pont, C. (1991) ‘Global strategic


linkages and industry structure’, Strategic Management
Journal, Summer Special Issue 12, 105-124

Nonaka, I. and Takeuchi, H. (1995), The Knowledge-Creating


Company, Oxford University Press, Oxford.

-- 309 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Nooteboom, B. (1999) ‘The dynamic efciency of networks’,


in Grandori, A.,ed., Interrm Network: Organisation and
Industrial Competiveness, London: Routledge.

Nunnally, J. C. & Bernstein, I. H. (1994). Psychometric Theory


(McGraw-Hill Series in Psychology) (Vol. 3). New York:
McGraw-Hill.

O Doherty, D. (1998) ‘Networking in Ireland – policy response,


in sustaining competitive advantage’ Proceedings from
the NESC Seminar, Research Series, NESC, Dublin.

O Reilly, C. A. and Tushman, M. L. (2004) ‘The ambidextrous


organisation’, Harvard Business Review, April, 74 – 81.

O’Cass, Aron and Julian, Craig (2003). Examining Firm


and Environmental Inuences on Export Marketing
Mix Strategy and Export Performance of Australian
Exporters. European Journal of Marketing 37(3–4):366–
384.

O’Donnell S, Jeong I. 2000. Marketing standardization within


global industries: an empirical study of performance
implications. International Marketing Review 17(1): 19–33.

O’Gorman, C. & Evers, N. (2011). Network intermediaries


in the internationalisation of new rms in peripheral
regions. International Marketing Review, 28(4), 340–364

O’Regan, N., A. Ghobadian., & D. Gallear. 2006. In Search of


the Drivers of High Growth in Manufacturing SMEs.
Technovation, Vol. 26, No. 1, pp. 30-41.

Oktemgil, M. and Greenley, G. (1997) ‘Consequences of


high and low adaptive capability in UK companies’,
European Journal of Marketing, 31(7), pp. 445–466. doi:
10.1108/03090569710176619.

-- 310 --
Elfan Kaukab

Olalla, Marta Fossas (February 1999), The Resource-Based


Theory and Human Resources. IAER, VOL. 5, NO. 1, pp.
84-92.

Olejnik, E. and Swoboda, B. (2012) ‘SMEs’ internationalisation


patterns: Descriptives, dynamics and determinants’,
International Marketing Review, 29(5), pp. 466–495. doi:
10.1108/02651331211260340.

Olson EM, Walker OC, Ruekert R. 1995. Organizing for


effective new product development: the moderating
role of product innovativeness. Journal of Marketing, 59:
48–62.

Olson, Eric M., Stanley F. Slater, and G. Tomas M. Hult


(2005), “The Performance Implications of Fit Among
Business Strategy, Marketing Organization Structure,
and Strategic Behavior,” Journal of Marketing, 69 (July),
49–65.

Onkelinx, J. and Sleuwaegen, L. (2008) Internationalization


of SMEs, Journal of International Business Studies. doi:
10.1111/j.1460-9568.2010.07143.x.

Onkvisit, Sak & John J. Shaw. 1987. Standardized international


advertising: A review and critical evaluation of the
theoretical and empirical evidence. Columbia Journal of
World Business, 22(Fall): 43-55.

Orlikowski, W.J. and Baroudi, J.J. (1991) ‘Studying information


technology in organisation: research approaches and
assumptions’, Information Systems Research, 2 (1), 1-14.

Oseh, cherotich K. (2013) ‘Factors Associated with


Internationalization of Small and Medium Enterprises
Thika Town-Kenya’, European Journal of Management
Sciences and Economics, 1(3), pp. 128–136.

-- 311 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Osei-Bonsu, N. (2014) ‘Understanding the internationalization


process of small-to medium-sized manufacturing
enterprises (SMEs): evidence from developing
countries’, European Journal of Business and Management,
6(2), pp. 167–186.

Overby, J. W. and Min, S. (2001) ‘International supply chain


management in an Internet environment: a network-
oriented approach to internationalisation’, International
Marketing Review, 18(4), 392 – 420.

Oviatt, B. M. and Mc Dougall, P.P. (1994) ‘Toward a theory


of international new ventures’, Journal of International
Business Studies 25, 145 – 64

Oviatt, B.M. and McDougall, P.P. (1995), “Global start-ups:


entrepreneurs on a worldwide stage”, Academy of
Management Executive, Vol. 9 No. 2, pp. 30-43.

Oyeyemi, G. M., Bolakale, A., Folorunsho, A. I., & Garba, M.


K. (2015). Micronumerosity in classical linear regression.
Scientia Africana, 14(1), 1–10.

Ozkan-Canbolat, E., & Beraha, A. (2016). Conguration


and innovation related network topology. Journal
of Innovation and Knowledge, 1, 91–98. https://doi.
org/10.1016/j.jik.2016.01.013

Özsomer, Aysegul and Bernard L. Simonin (2004),


“Marketing Program Standardization: A Cross-Country
Exploration,” International Journal of Research in
Marketing, 21 (4), 397–419.

Paasche, T., Pettersen, A. and Solem, O. (1993) ‘Network theory


– a critical review’ in Virtanen, M.,ed.,The Development
and the Strategies of SMEs, Mikkeli, Finland: Helsinki
School of Economics and Business Administration, 175-
87.

-- 312 --
Elfan Kaukab

Pangarkar, Nitin and Saul Klein (2004), “The Impact of


Control on International Joint Venture Performance:
A Contingency Approach,” Journal of International
Marketing, 12 (3), 86–107.

Papastamatelou, Julie, Rainer Busch, Begüm Ötken, Elif


Y. Okan, Karim Gassemi. (2016). Effects of Network
Capabilities on Firm Performance across Cultures.
International Journal of Management and Economics No. 49
pp. 79–105

Parida, V., & Ortqvist, D. (2015). Interactive Effects ofNetwork


Capability, ICT Capability, and Financial Slack on
Technology-Based Small Firm Innovation Performance.
Journal of Small Business Management, 53(S1), 278–298.
https://doi.org/10.1111/jsbm.12191

Parida, V., Pesämaa, O., Wincent, J., & Westerberg, M. (2017).


Network capability , innovativeness , and performance :
a multidimensional extension for entrepreneurship.
Entrepreneurship & Regional Development, 29(1–2), 94–115.
https://doi.org/10.1080/08985626.2016.1255434

Park, Taekyung & Jaehoon Rhee, (2012),"Antecedents of


knowledge competency and performance in born
globals", Management Decision, Vol. 50 Iss 8 pp. 1361 –
1381

Peng, M. W. (2006) ‘What Determines The Scope of The Firm


Over Time and Around The World? An Asia Pacic
Perspective’, Asia Pasic Journal of Management, 23(Ses
0552089), pp. 1–34.

Peng, M. W. (2001). The resource-based view and international


business. Journal of Management, 27(6): 803-829.

-- 313 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Penrose, E. T. (1980). The Theory of The Growth of The Firm, 2nd


ed. (Originally Published in 1959), White Plains, NY:
M.E. Sharpe, Inc.

Pereira, V., Mellahi, K., Temouri, Y., Patnaik, S., & Roohanifar,
M. (2018). Investigating Dynamic Capabilities,
Agility and Knowledge Management within EMNEs-
Longitudinal Evidence from Europe. Journal of Knowledge
Management.

Perera, P. (2016). Inuence of International Trade Agreements on


Entry Strategy. University of Otago.

Perry, C. (2002). Case research in marketing. The Marketing


Review, No. 1.

Peskova, M. B. (2006) Internationalization of Swiss SMEs:


State, Performance & Inuencing Factors Thesis, Faculty
of Economics and Social Sciences University of Fribourg
Switzerland.

Petersen, B., Pedersen, t. & Sharma, D. D. (2003) The role


of knowledge in rms internationalization process:
wherefrom and where to? In Blomstermo, A. & Sharma,
D. (eds) Learning in the internationalization process of
rms. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited.

Petersen, B., Pedersen, T., & Lyles, M.A. (2008). Closing


knowledge gaps in foreign markets. Journal of
International Business Studies, 39(7), 1097–1113.

Pham, T. S. H., Monkhouse, L. Le, & Barnes, B. R. (2017).


The inuence of relational capability and marketing
capabilities on the export performance of emerging
market rms. International Marketing Review, 34(5), 606–
628.

-- 314 --
Elfan Kaukab

Phillipson, J., Bennett, K., Lowe, P. and Raley, M. (2004),


“Adaptive responses and asset strategies: the experience
of rural micro-rms and foot and mouth disease”, Journal
of Rural Studies, Vol. 20, pp. 227-43.

Picard J, Boddewyn J, Grosse R. 1998. Centralization and


autonomy in international marketing decision making:
a longitudinal study (1973–1993) of US MNEs in the
European Union. Journal of Global Marketing 12(2): 5–24.

Piercy, N., Kaleka, A. and Kasikeas, C. S. (1998) ‘Sources of


competitive advantage in high performing exporting
companies’, Journal of World Business, 33(4), 378-393.

Pieska, S. 2012. Enhancing Innovation Capability and Business


Opportunities: Case of SME-Oriented Applied Research.
University of Jyvaskyla.

Pollard, D. & Jemicz, M. (2006). The internationalization


of Czech SMEs: Some issues relating to marketing
knowledge deciencies. International Journal of
Entrepreneurship and Small Business, 3, 400–416.

Porter, M. E. (1985) Competitive Advantage, New York: Free


Press

Porter, M.E. (1980) CompetitivesStrategy: techniques for analysing


industries and competitors, USA: The Free Press.

Porter, M.E. 1994. Keunggulan Bersaing: Menciptakandan


Mempertahankan KinerjaUnggul. Edisi Terjemahan.
Jakarta: Binarupa Aksara.

Potts, A.J. (1977) ‘A study of the success and failure rates of


small businesses and the use or non-use of accounting
information’ PhD Thesis, The George Washington
University.

-- 315 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Powell, Thomas C. (1992), “Organizational Alignment as


Competitive Advantage,” Strategic Management Journal,
13 (2), 119–34.

Powell, W. W. (1990) ‘Neither market nor hierarchy: network


forms of organisation’, Research in Organisational
Behaviour, 12, 295 – 336.

Powers, Thomas L. & Hahn, William (2004), ”Critical


competitive methods, generic strategies, and rm
performance”, The International Journal of Bank Marketing
Vol. 22 No. 1, pp. 43-64.

Prashantham, Shameen. (2005). Toward a Knowledge-Based


Conceptualization of Internationalization. Journal of
International Entrepreneurship 3, 37–52,

Preble, John F. & Richard C. Hoffman. (1994). Competitive


Advantage through Specialty Franchising. Journal of
Services Marketing. Vol. 8 Iss 2 pp. 5 – 18

Preece, S.B., Miles, G. and Baetz, M.C. (1999), “Explaining the


international intensity and global diversity of early-state
technology-based rms”, Journal of Business Venturing,
Vol. 14 No. 3, pp. 259-81.

Prefontaine, L. and Bourgault, M. (2002) ‘Strategic Analysis


and Export Behaviour of SMEs’, International Small
Busieness Journal, 20(2), pp. 123–138.

Priem, R.L. 2001. Business-Level RBV: Great Wall or Berlin


Wall?.The Academy of Management Review, Vol. 26, No. 4,
pp. 499-501.

Pronina, M. (2015). The Role of Network Competence and


International Business Competence in Multinational
Corporations: Subsidiary Perspective. LUT School of
Business and Management.

-- 316 --
Elfan Kaukab

Pyke, F. (1994) ‘Small rms, technical services, and inter-rm


cooperation’, Research Series (99): Geneva, International
Institute for Labour Studies.

Quinn, R.E. and Cameron, K. (1983) ‘Organisational life cycles


and shifting criteria of effectiveness: some preliminary
evidence’, Management Science, 29 (1), 33-51

Radziwon, A., Bilberg, A., Bogers, M., Madsen, E.S., 2014.


The smart factory: exploring adaptive and exible
manufacturing solutions. Procedia Engineering 69, 1184–
1190.

Raley, M. and Moxey, A. (2000), Rural Micro-Businesses in the


North East of England: Final Survey Results Research Report,
Centre for Rural Economy, University of Newcastle,
Newcastle upon Tyne.

Rasheed, H.S. (2005), Foreign Entry Mode and Performance:


The Moderating Effects of Environment, Journal of Small
Business Management, 43(1), 41–54.

Rauch, A., Rosenbusch, N., Unger, J., & Frese, M. (2016). The
effectiveness of cohesive and diversied networks: A
meta-analysis. Journal of Business Research, 69(2), 554–568.

Rennie, M.W. (1993) ‘Born globals’, McKinsey Quarterly, 4,


45–52.

Reuber, A. and Fischer, E. (1997), “The role of management’s


international experience in the internationalization of
smaller rms”, Journal of International Business Studies,
Vol. 28 No. 4, pp. 807-25.

Rice, J., Liao, T.-S., Galvin, P., & Martin, N. (2015). A


conguration-based approach to integrating dynamic
capabilities and market transformation in small and
medium-sized enterprises to achieve rm performance.

-- 317 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Small Business Journal, 33(3), 231–253. https://doi.


org/10.1177/0266242613495035

Rindeisch, A. and C. Moorman. (2001). The acquisition and


utilization of information in new product alliances: A
strength-of-ties perspective. J. Marketing, vol. 65, no. 2,
pp. 1–18

Ripollés, M., Blesa, A., & Monferrer, D. (2012). Factors


enhancing the choice of higher resource commitment
entry modes in international new ventures. International
Business Review, 21(4), 648–666.

Ripolles-Melia, M., A. Blesa-Perez, and S. Roig Dobon


(2010). “The Inuence of Innovation Orientation on the
Internationalization of SMEs in the Service Sector,” The
Service Industry Journal, 30(5), 777–791.

Ritter, T and Gemunden, H. G. (2003) ‘Network competence:


it’s impact on innovation success and its antecedents’,
Journal of Business Research, 56(9), 545 – 755.

Robson, P.J.A. and Bennett, R.J. (2000) ‘SME growth:


the relationship with business advice and external
collaboration’, Small Business Economics, 15 (3), 193–208.

Root, F. R. (1994) Entry Strategies for International Markets.


Washington, D.C.: Lexington Books.

Roque, A. F. M., Alves, M. G., & Raposo, M. L. (2019).


Internationalization Strategies Revisited : Main Models
and Approaches. IBIMA Business Review, 2019(681383),
1–10. https://doi.org/10.5171/2019.681383

Ruekert, Robert W, Orville C. Walker, Jr. and Kenneth


J. Roering. (1985). The Organization of Marketing
Activities: A Contingency Theory of Structure and
Performance. Journal of Marketing, Vol. 49, No. 1, pp. 13-
25
-- 318 --
Elfan Kaukab

Rutashobya, L. (2003) ‘Exploring the network phenomenon


among small exporting rms’paper presented at The
Sixth Mc Gill Conference on International Entrepreneurship:
Crossing Boundaries and Research New Frontiers, University
of Ulster, Magee Campus,Ireland, September, 19 – 22

Rutashobya, L. and Jaensson, J. E. (2004) ‘Small rms’


internationalisation for development in Tanzania:
exploring the network phenomenon’, International
Journal of Social Economics, 31 (1/2), 159-172.

Sabel, C. (1992) ‘Studied trust: building new forms of co-


operation in a volatile economy’ in Pyke, F. and
Sengenberger, W.,eds., Industrial districts and local
economic regeneration Geneva: International Institute for
Labour Studies, 215-250.

Saghali, Abbas & Shahryar Allahverdi. (2011). The intervening


role of organizational dynamic routines: Absorptive
capacity and knowledge management perspective.
International Conference on Economics and Finance Research
IPEDR vol.4 (2011) IACSIT Press, Singapore

Saimee, Saeed and Kendall Roth (1992), “The Inuence of


Global Marketing Standardization on Performance,”
Journal of Marketing, 56 (April), 1–17.

Sako, M. (1992) Prices, quality and trust: inter-rm relations in


Britain and Japan,Cambridge: Cambridge University
Press.

Sapienza, H.J., Autio, E., George, G., Zahra, S.A. (2006),


A capabilities Perspective on the Effects of Early
Internationalization on Firm Survival and Growth,
Academy of Management Review,31 (4), 914-933.

Saunders, Mark N.K., Philip Lewis, and Adrian Thornhill.


(2016). Research Methods for Business Students. Eight

-- 319 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Edition. Pearson Education Limited. Park Harlow.


United Kingdom

Schienstock, Gerd. (2009). Organizational Capabilities: Some


reections on the concept. Working Paper 1.2.c. Research
Unit for Technology, Science and Innovation Studies
(TaSTI) University of Tampere IAREG

Schmidt, R., Möhring, M., Härting, R.-C., Reichstein, C.,


Neumaier, P., Jozinovi , P., 2015. Industry4.0 - potentials
forcreating smartproducts: empiricalresearch results.
Lecture Notes in Business Information Processing 208,
16–27.

Schmid, S., & Kotulla, T. (2011). 50 years of research on


international standardization and adaptation — From a
systematic literature analysis to a theoretical framework.
International Business Review, 20, 491–507. https://doi.
org/10.1016/j.ibusrev.2010.09.003

Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi


4. Buku 1. Jakrta: Salemba Empat

Selnes, F., & J. Sallis. 2003. Promoting Relationship Learning.


Journal of Marketing, Vol. 67, No, 3, pp. 80-95.

Selznick, P. 1957. Leadership in Administration.New York:


Harper & Row.

Senik, Z. C. et al. (2010) ‘Inuential factors for SME


internationalization: Evidence from Malaysia’,
International Journal of Economics and Management, 4(2),
pp. 285–304. doi: 10.1016/j.fsi.2010.12.032.

Seyed-Mohamed, N. and Bolte, M. (1992) ‘Taking a position


in a structured business network’ in Forsgren, N. and
Johanson, M.,eds., Managing Networks in International
Business, Philadelphia: Gordon & Breach, 215-31

-- 320 --
Elfan Kaukab

Sharma, D. D., & Blomstermo, A. (2003). The internationalization


process of born globals: A network view. International
Business Review, 12, 739–753.

Sharma, D.D. (1992) ‘International business research: issues


and trends,’ Scandinavian International Business Review
1(3), 3 – 8.

Sharma, D.D. (1993) ‘Introduction: industrial networks


in marketing’ in Cavusgil, S.T. and Sharma, D.,eds.,
Advances in International Marketing, Greenwich: JAI
Press, 5, 1 – 9.

Shepherd, D.A., Douglas, E.J. and Shanley, M. (2000) ‘New


venture survival: ignorance, external shocks, and risk
reduction strategies’, Journal of Business Venturing 15
(5–6), 393– 410.

Shilan, L. (2010). A Research on the Matching of Firm


Capability with Customer Value. Proceedings of the 7th
International on Innovation & Management, pp. 751-757.

Shoham, A. (1998). Export performance: A conceptualization


and empirical assessment. Journal of International
Marketing, 6(3), 53–73.

Shoham, Aviv (1999), “Bounded Rationality, Planning,


Standardization of International Strategy, and Export
Performance: A Structural Model Examination,” Journal
of International Marketing, 7 (2), 24–50.

Shoham, Aviv, Maja M. Brencic, Vesna Virant, and Ayalla


Ruvio. (2008), “International Standardization of Channel
Management and Its Behavioral and Performance
Outcomes,” Journal of International Marketing, 16 (2),
120–51.

-- 321 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Sidabutar, Victor T. P. (2014). Peluang dan Permasalahan


yang Dihadapi UMKM Berorientasi Ekspor. Balai Besar
Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia Direktorat
Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia Jakarta

Sihoven, A., J. Hietanen, J. Salo, & E. Koivisto. 2010. Dynamic


Managerial Capabilities and Strategic Marketing: The
Hierarchy of Capabilities. ANZMAC Annual Conference.
Christchurch, New Zealand.

Snow, C.C. and Hrebiniak, L.G. (1980), “Strategy, distinctive


competence and organizational performance”,
Administrative Science Quarterly, June 1980, pp. 317-36.

Sousa, C. (2004). Export performance measurement: An


evaluation of the empirical research literature. Academy
of Marketing Science Review, 9, 156–185.

Sousa, Carlos M.P. and Frank Bradley (2008), “Antecedents


of International Pricing Adaptation and Export
Performance,” Journal of World Business, 43 (3), 307–320.

Spender, J.C., & R.M. Grant. 1996. Knowledge and the Firm
Overview. Strategic Management Journal, Vol. 17, pp. 5-9.

Stoian, M. C., Rialp, J. and Dimitratos, P. (2017) ‘SME


Networks and International Performance: Unveiling
the Signicance of Foreign Market Entry Mode’, Journal
of Small Business Management, 55(1), pp. 128–148. doi:
10.1111/jsbm.12241.

Straub, D., Boudreau, M. C., & Gefen, D. (2004). Validation


guidelines for IS positivist research. Communications of
the Association for Information systems, 13(1), 24.

Stuart, T. and O. Sorenson. (2007). Strategic networks and


entrepreneurial ventures. Strat. Entrepreneurship J., vol.
1, pp. 211–227.
-- 322 --
Elfan Kaukab

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Alfabeta. Bandung

Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi


dengan SPSS. Andi. Yogyakarta

Sullivan –Mort, G. and Weerawardena, J. (2006) ‘Networking


capability and international entrepreneurship: how
networks function in Australian born global rms’,
International Marketing Review, 23(5)549-572.

Sullivan, D., & Bauerschmidt, A. (1989). Common factors


underlying barriers to export: A comparative study
in the European and U.S. paper industry. Management
International Review, 29, 17–32.

Suraj, Olunifesi Adekunle & Bontis, Nick (2012), Managing


intellectual capital in Nigerian telecommunications
companies. Journal of Intellectual Capital Vol. 13 No. 2,
pp. 262-282.

Szogs, A., C. Chaminade, & R. Azatyan. 2008. Building


Absorptive Capacity in Less Development Countries:
The Case of Tanzania. Research and Competence in the
Learning Economy, pp. 1-43.

Szulanski, G. (1996), ‘‘Exploring internal stickiness:


impediments to the transfer of best practice within the
rm’’, Strategic Management Journal, Vol. 17, pp. 27-44.

Szymanski DM, Bharadwaj SG, Varadarajan PR.


1993. Standardizationversus adaptationof
internationalmarketing strategy: an empirical
investigation. Journal of Marketing 57(October): 1–17.

Tan, H. P., Plowman, D. and Hancock, P. (2008) ‘The


evolving research on intellectual capital’, Journal
of Intellectual Capital, 9(4), pp. 585–608. doi:
10.1108/14691930810913177.
-- 323 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Tan, J. Justin and Robert J. Litschert (1994), “Environment–


Strategy Relationship and Its Performance Implications:
An Empirical Study of the Chinese Electronics Industry,”
Strategic Management Journal, 15 (1), 1–20.

Tan, Q. and Sousa, C. M. P. (2013) ‘International Marketing


Standardization: A Meta-Analytic Estimation of
Its Antecedents and Consequences’, Management
International Review, 53(5), pp. 711–739. doi: 10.1007/
s11575-013-0172-5.

Tang, Y. K. (2011) ‘The inuence of networking on


the internationalization of SMEs: Evidence from
internationalized Chinese rms’, International
Small Business Journal, 29(4), pp. 374–398. doi:
10.1177/0266242610369748.

Teece, D. J. (1992) ‘Competition, cooperation and innovation:


organisational arrangements for regime of rapid
technological progress’, Journal of Economic Behaviour
and Organisation, 18 (1) 1 - 25.

Teece, D. J., Pisano, G. and Shuen, A. (1997) ‘Dynamic capabilities


and strategic management’, Strategic Management
Journal, 18(7), pp. 509–533. doi: Doi 10.1002/(Sici)1097-
0266(199708)18:7<509::Aid-Smj882>3.0.Co;2-Z.

Terpstra, Vern. 1987. International marketing. Chicago: Dryden


Press.

Theodosiou, Marios and Leonidas C. Leonidou (2003),


“Standardization Versus Adaptation of International
Marketing Strategy: An Integrative Assessment of the
Empirical Research,” International Business Review, 12
(2), 141–71.

-- 324 --
Elfan Kaukab

Thom, Randall Robert (April 2008). Beyond the Numbers :


a Phenomenological Study of Intangible Assets for Small
Manufacturing Business Valuation. University of Phoenix

Thompson, J. (1999). A strategic perspective of


entrepreneurship. International Journal of Entrepreneurial
Behaviour & Research 5 (6), 279-296.

Thompson, J. (2001). Strategic management. 4th ed. London:


Thomson Learning.

Thorelli, H. B. (1986) ‘Networks : Between Markets and


Hierarchies’, Strategic Management Journal, 7(1), pp. 37–
51.

Tolstoy, D. (2009) ‘Knowledge Combination and Knowledge


Creation in A Foreign-Market Network’, Journal of Small
Business Management, 47(2), pp. 202–220.

Torkkeli, L. et al. (2016) ‘Network competence in Finnish SMEs:


implications for growth’, Baltic Journal of Management,
11(2), pp. 207–230. doi:
.

Torkkeli, L., Kuivalainen, O., Saarenketo, S., & Puumalainen,


K. (2019). Institutional environment and network
competence in successful SME internationalisation.
International Marketing Review, 36(1), 31–55. https://doi.
org/10.1108/IMR-03-2017-0057

Tsai, W. 2001. Knowledge Transfer in Intraorganizational


Networks: Effects of Network Position and Absorptive
Capacity on Business Unit Innovation and Performance.
Academy of Management Journal, Vol. 44, No. 5, pp. 996-
1004

Tseng, C. H and Kuo, H. C. (2006) ‘Social network relationships


and performance: foreign direct investment by

-- 325 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Taiwanese rms in China and the United States’ paper


presented at the Annual Academy of International Business
Conference, Beijing, China, June 23-26,

Turnbull, P. and Valla, J. (1986), Strategies for International


Industrial Marketing, Croom Helm, London.

Tushman, M. and Nader, N. (1996) ‘Organizing for innovation’


in Starkey K.,ed., How Organisations Learn? , London:
International Thomson Business Press, 135 – 155.

Tushman, M. and O Reilly, C. A. (1997) Winning through


innovation: a practical guide to leading organisational change
and renewal, Boston MA: Harvard Business School Press.
Tyre, M. J., and von Hippel, E. (1997) ‘The situated nature
of adaptive learning in organisations’, Organisation
Science, 8(1), 71-83.

Tynan, C., Mckechnie, S., & Chhuon, C. (2010). Co-


creating value for luxury brands. Journal of Business
Research, 63, 1156–1163. https://doi.org/10.1016/j.
jbusres.2009.10.012

Ulrich, P. 1977. The Big Enterprise as Quasi-Public Institution, A


Political Theory of Enterprise. Stuttgart

Utterbach, J. M. and Abernathy, W. J. (1975) ‘A dynamic model


of process and product innovation’ Omega 3, 639-656.

Utterback, J. M. (1996) Mastering the dynamics of innovation,


Boston MS: Harvard Business School Press.

Uzhegova, M., Torkkeli, L., Salojärvi, H., & Saarenketo, S.


(2018). CSR-driven Entrepreneurial Internationalization :
Evidence of Firm-Specic Advantages in International
Performance of SMEs. In Emerging Issues in Global
Marketing (pp. 257–289). Cham, Switzerland: Springer.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-74129-1

-- 326 --
Elfan Kaukab

Uzzi, B. (1997) ‘Social structure and competition in inter-rm


networks: the paradox of embeddedness’, Administrative
Science Quarterly, 42 (1), 35–67.

Van de Ven, A. H. (1992) ‘Suggestions for studying strategy


processes: a research note’, Strategic Management Journal,
13, 1 – 22.

Van de Ven, A.H. and Walker, G. (1984) ‘The dynamics of


inter-organisational coordination’ Administrative Science
Quarterly, 29 (4), 598-621.

Vaske, J. J., Beaman, J., & Sponarski, C. C. (2017). Rethinking


Internal Consistency in Cronbach ’ s Alpha. Leisure
Sciences, 39(2), 163–173. https://doi.org/10.1080/01490
400.2015.1127189

Vásquez, Fernando & Clair Doloriert, C. (2011) ‘Case-Study


of Internationalization in Peruvian SMEs’, Journal of
CENTRUM Cathedra: The Business and Economics Research
Journal, 4(1), pp. 77–99. doi: 10.7835/jcc-berj-2011-0052.

Venkatraman, N. (1989), “The Concept of Fit in


Strategy Research: Toward Verbal and Statistical
Correspondence,” Academy of Management Review, 14 (3),
423–44.

Venkatraman, N., and John C. Camillus. (1988). Exploring the


Concept of “Fit”' in Strategic Management. Academy of
Management Review, Vol. 9, No. 3, SI3-S25.

Venkrataman, N., and John E. Prescott (1990), “Environment–


Strategy Coalignment: An Empirical Test of its
Performance Implications,” Strategic Management
Journal, 11 (1), 1–23.

Vernon, R. (1966) ‘International investment and international


trade in the product cycle’, Quarterly Journal of Economics,
80, 190-207.
-- 327 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Vorhies, Douglas W. and Neil A. Morgan (2003), “A


Conguration Theory Assessment of Marketing
Organization Fit with Business Strategy and Its
Relationship with Marketing Performance,” Journal of
Marketing, 67 (January), 100–115.

Wahyuningsih, Arhim, M., & Purwanto, A. (2017). Fisherman


Social Network in Tanakeke Island Takalar Regency
South Sulawesi Province. In ICONSS 2017 Proceedings
(pp. 228–239). Makassar.

Walker, O.C, Boyd, H.W. and Larreche, J.-C. (1992), Marketing


Strategy: Planning and Implementation, Irwin, Homewood,
IL.

Walker, O.C. and Ruekert, R.W. (1987), “Marketing’s role


in the implementation of business strategies: a critical
review and conceptual framework”, Journal of Marketing,
Vol. 51, July, pp. 15-33.

Walter, A., Auer, M. and Ritter, T. (2006) ‘The impact of


network capabilities and entrepreneurial orientation
on university spin off performance, Journal of Business
Venturing, 21,541 – 567.

Wang, C.L., & P.K. Ahmed. 2007. Dynamic Capabilities: A


Review and Research Agenda. The International Journal
of Management Reviews, Vol. 9, No. 1, pp.31-51.

Wang, C., & Hu, Q. (2017). Knowledge sharing in supply chain


networks : Effects of collaborative innovation activities
and capability on innovation performance. Technovation.
https://doi.org/10.1016/j.technovation.2017.12.002

Watson, J, (2007) ‘Modeling the relationship between


networking and rm performance’, Journal of Business
Venturing, 22, 852-874.

-- 328 --
Elfan Kaukab

Weerawardena, J., Mort, G., Liesch, P., & Knight, G. (2007).


Conceptualizing accelerated internationalization in the
born global rm: A dynamic capabilities perspective.
Journal of World Business, 42, 294–306.

Weick, K.E. (1979), The Social Psychology of Organizing (2nd


ed.), Addison-Wesley, Reading, MA.

Weinstein, O., & N. Azoulay. 1999. Firms Capabilities and


Organizational Learning: A Critical Survey of Some
Literature. CREI Université de Paris, Vol. 13, pp. 1-69.

Weisstein, E. W. (2019). Covariance. Retrieved September


30, 2019, from http://mathworld.wolfram.com/
Covariance.html

Welch, L. S. and Loustarinen, R. (1988) ‘Internationalisation:


evolution of a concept’, Journal of General Management,
14(2), 34-35.

Welch, L.S. (1992) ‘The use of alliances by small rms in


achieving internationalisation’, Scandinavian International
Business Review 1(2), 21-37.

Wensley, Anthony K.P. & Cegarra-Navarro, Juan Gabriel


& Cepeda-Carrin, Gabriel & Milln, Antonio Genaro
Leal (2011), How entrepreneurial actions transform
customer capital through time: Exploring and exploiting
knowledge in an openmindedness context. International
Journal of Manpower, Vol. 32 Iss: 1 pp. 132 - 150.

Wernerfelt, B. (1984) ‘A resource-based view of the rm’


Strategic Management Journal, 5, 171 - 180.

Westhead, P., Wright, M., Ucbasaran, D. (2004),


Internationalization of private rms: environmental
turbulence and organizational strategies and resources,
Entrepreneurship & Regional Development, 50-522.

-- 329 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Wetter, E., & F. Delmar. 2007. Patterns of Performance in New


Firms: The Relative Effects of Potential and Realized
Absorptive Capacity. Frontiers of Entrepreneurship
Research, Vol. 27, No. 13.

Whaley, A.M. (2003), “Study of information systems


integration into micro-enterprises”, Proceedings of the
Fourth Conference in the Department of Computing,
University of Central Lancashire, Preston.

Wiklund, J., & Shepherd, D. (2003). Knowledge-based resources,


entrepreneurial orientation, and the performance of small and
medium-sized businesses. Strategic Management Journal,
24(13), 1307–1314. doi:10.1002/smj.360

Wilson, D. and Mummalaneni, V. (1990) ‘Bonding and


commitment in buyer–seller relationships: a preliminary
conceptualisation’ in Ford D.,ed., Understanding business
markets: Interaction, relationships, networks London:
Academic Press, 408–420.

Wilson, D.T. (1995) ‘An integrated model of buyer-seller


relationships’, Journal of the Academy of Marketing Science,
23 (4), 335-45.

Winter, S.G. (1987). Knoledge and Competence as Strategic Assets.


in the Competitive Challenge: Strategies for Industrial
Innovation and Renewal, Teece, D.J. (eds), Cambrige, MA:
Ballinger pp 159-185

Woicehsyn, J., & U.S. Daellebach. 2005. Integrative Capability


and Technology Adoption: Evidence from Oil Firms.
Industrial and Corporate Change, Vol. 14, No. 2, pp. 307-
342.

Wong, K.Y. and Aspinwall, E. (2004), ‘‘Characterizing


knowledge management in the small business

-- 330 --
Elfan Kaukab

environment’’, Journal of Knowledge Management, Vol. 8


No. 3, pp. 44-61.

Wright, M., Westhead, P. and Ucbasaran, D. (2007)


‘Internationalization of small and medium-sized
enterprises (SMEs) and international entrepreneurship:
A critique and policy implications’, Regional Studies,
41(7), pp. 1013–1030. doi: 10.1080/00343400601120288.

Wyer, P. (1997), “Small business interaction with the


external operating environment – the role of strategic
management and planning in the small business”, paper
presented at Small Business and Enterprise Development
Conference, Shefeld.

Xu, Shichun, S. Tamer Cavusgil, and J. Chris White (2006), “The


Impact of Strategic Fit Among Strategy, Structure, and
Processes on Multinational Corporation Performance:
A Multimethod Assessment,” Journal of International
Marketing, 14 (2), 1–31.

Yao, G., Wu, C. H., & Yang, C. T. (2008). Examining the content
validity of the WHOQOL-BREF from respondents’
perspective by quantitative methods. Social Indicators
Research, 85(3), 483-498.

Yeoh, P. (2004). International learning : antecedents


and performance implications among newly
internationalizing companies in an exporting context.
International Marketing Review, 21(4/5), 511–535. https://
doi.org/10.1108/02651330410547171

Yli-Renko, H., Autio, E. and Sapienza, H.J. (2001), “Social


capital, knowledge acquisition, and knowledge
exploitation in young technology-based rms”, Strategic
Management Journal, Vol. 22 Nos 6/7, pp. 587-613.

-- 331 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Yoon, J., Kim, K. K., & Dedahanov, A. T. (2018). The Role of


International Entrepreneurial Orientation in Successful
Internationalization from the Network Capability
Perspective. Sustainability, 10(1709). https://doi.
org/10.3390/su10061709

Yu, C.-M. J. (1990). The Experience Effect and Foreign Direct


Investment. Weltwirtschaftliches Archiv, vol. 126, pp. 561-
79.

Zacca, R., Dayan, M. and Ahrens, T. (2015) ‘Impact of


network capability on small business performance’,
Management Decision, Vol. 53(1), pp. 2–23. doi:
.

Zahra, S.A. (2005). Toward a theory of international new


ventures: Reections on a decade of research. Journal of
International Business Studies, 36, 29–41.

Zahra, S.A. and George, G. (2002), “Absorptive capacity: a


review, reconceptualization, and extension”, Academy of
Management Review, Vol. 27 No. 2, pp. 185-203.

Zahra, S.A. and Hayton, J. (2008), “The effect of international


venturing on rm performance: the moderating
inuence of absorptive capacity”, Journal of Business
Venturing, Vol. 23 No. 2, pp. 195-220.

Zahra, S.A., Filatotchev, I. and Wright, M. (2009), “How do


threshold rms sustain corporate entrepreneurship?
The role of boards and absorptive capacity”, Journal of
Business Venturing, Vol. 24 No. 3, pp. 248-60.

Zahra, S.A., Ireland, R. and Hitt, M. (2000), “International


expansion by new venture rms: international diversity,
mode of market entry, technological learning, and
performance”, Academy of Management Journal, Vol. 43
No. 5, pp. 925-50.

-- 332 --
Elfan Kaukab

Zain, M. and Ng, S. I. (2006) ‘The Impacts of Network


Relationships on SMEs’ Internatiopnalization Process’,
Thunderbird International Business Review, 48(2), pp. 183–
205. doi: 10.1002/tie.

Zajac, Edward J., Matthew S. Kraatz, and Rudi K.F. Bresser


(2000), “Modeling the Dynamics of Strategic Fit: A
Normative Approach to Strategic Change,” Strategic
Management Journal, 21 (4), 429–53.

Zander, U. & Kogut, B. 1995. Knowledge and the speed of the


transfer and imitation of organizational capabilities: An
empirical test. Organization Science, 6(1): 76.

Zeira, Y., Newburry, W., & Yeheskel, O. (1997). Factors


affecting the effectiveness of equity international joint
ventures in Hungary. Management International Review,
37(3), 259–279.

Zeithaml, Valarie A., P. Rajan Varadarajan, and Carl P.


Zeithaml (1988), “The Contingency Approach: Its
Foundations and Relevance to Theory Building and
Research in Marketing,” European Journal of Marketing,
22 (7), 37–64.

Zhao, L. and Aram, J. D. (1995) ‘Networking and Growth of


Young Technology-Intensive Ventures in China’, Journal
of Business Venturing, 9026(95), pp. 349–370.

Zhou, K.Z., & J.J. Li. 2010. How Foreign Firms Achieve
Competitive Advantage in the Chinese Emerging
Economy: Managerial Ties and Market Orientation.
Journal of Business Research, Vol. 63, No. 8, pp.856-862.

Zhou, L., B. R. Barnes, and Y. Lu (2010). “Entrepreneurial


Proclivity, Capability Upgrading and Performance
Advantage of Newness Among International New

-- 333 --
Strategi Pengembangan Produk UMKM

Ventures,” Journal of International Business Studies


41(5),882–905.

Zhou, Lianxi (2007) The effects of entrepreneurial proclivity and


foreign market knowledge on early internationalization.
Journal of World Business 42 (2007) 281–293

Zou, S. & Cavusgil S.T. (2002). The GMS: A Broad


Conceptualization of Global Marketing Strategy and Its
Effect on Firm Performance. J Mark. 66(4) PP. 40-56

Zou, S., & Stan, S. (1998). The determinants of export


performance: A review of the empirical literature
between 1987 and 1997. International Marketing Review,
15(5), 333.

Zou, S., Taylor, C. R., & Osland, G. E. (1998). The EXPERF


scale: A cross national generalized export performance
measure. Journal of International Marketing, 6(3), 35–58.

Zou, Shaoming, David M. Andrus, and D. Wayne Norvell


(1997), “Standardization of International Marketing
Strategy by Firms from a Developing Country,”
International Marketing Review, 14 (2), 107–123.

Zsomera, A., & Simonin, B L. (2004). Marketing program


standardization: A cross-country exploration.
International Journal of Research in Marketing, 21, 397-419.

Zucchella, A., Danicolia, S. and Palamara, G. (2007), “The


drivers of the early internationalization of the rm”,
Journal of World Business, Vol. 42 No. 3, pp. 268-80.
www.bekraf.go.id
www.bps.go.id
www.jatengprov.go.id
www.kadin.or.id

-- 334 --

Anda mungkin juga menyukai