Anda di halaman 1dari 2

Tuhan dalam perpektif filsafat moral Immanuel Kant

Menurut Kant ada aturan kesusilaan umum yang berlaku diantara manusia. Moral
bukanlah monopoli agama atau bangsa tertentu karena bagian dari kejayaan batin
manusia yang universal, tidak dipengaruhi oleh apa saja di luar manusiajuga tidak dari
agama. Moral demikian datang dari manusia. Ada perasaan wajib unutk bertindak,
sehingga ada kehendak baik yang timbul seolah memerintah, tetapi tidak memaksa.
Perintah wajib dari kehendak baik manusia. Hal ini lah yang dinamakan imperatif
kategoris. Imperatif katehoris ini lah yang menjadi dasar dari filsafat moral Immanuel
Kant karena menurut nya semua perhatian akal budinya tersimpul dalam tiga
pertanyaan yaitu, Apa yang dapat saya ketahui?, Apa yang dapat saya kerjakan?, Apa
yang boleh saya harapkan?. Pertanyaan pertama bersifat spekulatif, pertanyaan kedua
bersifat praktis dan pertanyaan ketiga bersifat praktis sekaligus spekulatif. 1 Hukum
moral merupakan suatu tindakan permohonan dari diri sendiri bersifat perintah atau
imperatif. Kesusilaan yang berlaku umum harus didasari oleh unsur-unsur yang apriori,
yaitu kehendak baik, karena tak ada yang baik lainnya kecuali kehendak baik. Kehendak
baik tidak tergantung dari hasil yang akan dicapai, tetapi bertindak baik, karena baik
dan demi kewajiban. Melakukan sesuatu demi kewajiban merupakan maxim yang
memiliki nilai moral. Maxim merupakan prinsip yang mendasari tindakan .2

Kant dalam etikanya memiliki dimensi religius dan karenanya teleologis. Eksintensi dari
Tuhan itu dibuktikan dengan argumentasi eticotheologi. Argumentasi pertama, adanya
fakta tindakan moral memerlukan keberadaan zat yang luar biasa yang di sebut sebagai
Tuhan. Moralitas membawa kita ke pengertian lain dari akal praktis, akal praktis tidak
berhubungan dengan indera, tetapi dengan tindakan moral yang rasional. Manusia
sebagai makhluk rasional dalam aspeknya yang noumenal bertindak sesuai konsep
universal. Kant berpendapat bahwa manusia sebagai pelaksana dari moral.
Argumentasi kedua, memandang manusia sebagai bagian dari alam yang mempunyai
insting alami yaitu keinginan kea rah kebahagiaan yang merupakan harmoni dalam
alam yang di tentukan. Kebahagiaan ini merupakan tujuan akhir dalam hukum moral.
Maka dari itu Tuhan yang di bicarakan adalah Tuhan yang di proyeksikan dari moral
sehingga seolah-olah ada sesuatu yang kurang, yaitu adanya kekuatan pada Tuhan.
Tetapi Knat mengatakan bahwa apabila kita membutuhkan Tuhan dan bila ide itu
merupakan sumber dari hubungan antara kewajiban dan kebahagiaan, maka Tuhan
mempunyai kekuatan dan kebajikan. Dari sini lah Kant akhirnya sampai pada perbuatan
Tuhan. Pemikiran Kant tentang Tuhan pada lain pihak mengakui adanya bentuk-bentuk
ideal dari pemikiran. Kant mengatakan bahwa Tuhan ada dalam dirinya, di
sekelilingnya dan di atasnya, dan merupakan pemikiran di dalam dirinya.

Bibliography

1
Kant, 1951, Kritik der Reinen Vernunft:728
2
Kant, 1995, Grundlegung zur Metaphysik der Sitten: 10
Amin, H. (2013). Aktualisasi Humanisme Religius Menuju Humanisme Spiritual dalam
Bingkai Filsafat Agama. Jurnal Substantia .

Yusuf, H. (2016). Urgensi Filsafat dalam Kehidupan Masyarakat Kontemporer: Tinjauan


Filsafat Islam Terhadap Fungsi Moral dan Agama. Jurnal Theologia .

Kant, (1951), Kritik der Reinen Vernunft:728


Kant, (1995), Grundlegung zur Metaphysik der Sitten: 10

Anda mungkin juga menyukai