Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha dan persaingan bisnis yang semakin kompetitif


seiring pertumbuhan perekonomian dan teknologi yang semakin pesat dalam era
globalisasi menuntut perusahaan bekerja lebih keras untuk meningkatkan kinerja,
mengembangkan inovasi dan melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan
bersaing untuk mencapai tujuan yang dikehendaki perusahaan. Perusahaan yang mampu
menghadapi persaingan akan dapat terus bertahan, sebaliknya perusahaan yang tidak
mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan. Salah satunya kegiatan penjualan baik
tunai maupun kredit merupakan aktivitas yang penting bagi perusahaan dalam mencapai
tujuan utama yaitu memperoleh laba yang optimal Widiasmara (n.d.)
(Penyambung ke paragraph terakhir)Manajemen kredit menjadi salah satu aspek
kunci dalam menjaga kesehatan keuangan dan keberlanjutan perusahaan. Manajemen
kredit yang efektif memainkan peran penting dalam mengelola risiko kredit, termasuk
risiko piutang tak tertagih, serta berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan (Rahman,Norwani,2012).
(Penyambung ke paragraph terakhir)Pemberian kredit proses yang melibatkan
dua pihak yaitu pihak pihak yang menerima kredit dan pemberi kredit, hutang bagi pihak
debitur dan dimana akan timbul piutang bagi pihak kreditur. Akibat dari pemberian kredit
akan menimbulkan hak penagihan piutang.
Menurut PSAK No.1 revisi 2013 (IAI, 2013:PSAK No.1) piutang merupakan
aset lancar yang dijual, dikonsumsi dan realisasi sebagai bagian siklus operasi normal
meskipun asset tersebut tidak diperkirakan untuk direalisaikan dalam jangka waktu dua
belas bulan setelah periode pelaporan.

Proses penagihan atas piutang sering diperhadapkan dengan resiko


ketidaktertagihan dan kadang ketidaktertagihan tersebut tidak dapat terhindarkan, yang
membuat perusahaan dapat menanggung beban ketidaktertagihan atau disebut beban
kerugian piutang (bad debt expense/ uncollectible account expense/ doubtful accounts
expense). Beban kerugian piutang ini sangat mempengaruhi laba perusahaan karena tidak
mengurangi jumlah laba perusahaan. Piutang yang tidak tertagih ini memerlukan
perhatian khusus dari perusahaan agar dapat dikelola dengan baik
Racel Rompas et al. (2018).

Dan piutang tak tertagih adalah hutang pihak lain kepada Anda atau perusahaan
atas transaksi suatu bisnis, tetapi piutang tersebut tidak bisa dikembalikan kreditur
meskipun telah diupayakan tindakan penagihan (Redaksi OCBC NISP 2023).

Piutang yang menjadi tidak tertagih adalah hal yang wajar dan biasa dalam bisnis.
Piutang menjadi tidak tertagih bisa karena pelanggan (debitur) mengalami bangkrut,
meninggal atau penyebab lain yang menyebabkan piutang menjadi tidak mungkin lagi
untuk tertagih. Untuk mencatat piutang yang tidak tertagih, terdapat dua metode
perlakuan akuntansi yang dapat digunakan yaitu (1) Metode Penghapusan dengan
Penyisihan (Allowance Method) dan (2) Metode Penghapusan Piutang Langsung (Direct
write off method). Metode Penghapusan dengan Penyisihan (Allowance Method)
dianggap lebih sesuai dengan konsep penandingan (matching cost againts revenue)
karena pendapatan berupa penjualan dan beban terkait penjualan yaitu beban piutang
yang tidak tertagih diakui pada periode yang sama (Kemenkeu Learning Center, Hadayat
2022).

Estimasi Piutang Tak Tertagih Persentase dari Jumlah Penjualan, Menurut Hery
(2015:215) “cara ini dinamakan sebagai metode laba rugi (income statement method).
Berdasarkan pada data historis, sebuah prosentase tertentu dari total penjualan atau total
penjualan kredit ditentukan dan digunakan untuk menghitung besarnya estimasi beban
kredit macet. Metode ini focus pada penandingan yang layak atas beban piutang tak
tertagih terhadap besarnya pendapatan penjualan terkait”.

Persentase dari Jumlah Piutang Usaha, Menurut Hery (2015:215) “cara ini
menekankan penilaian piutang usaha pada nilai bersihnya yang dapat direalisasi, yang
nantinya akan dilaporkan dalam neraca atau dengan kata lain cara ini fokus pada
penentuan figure piutang usaha yang secara nyata dapat ditagih”. “Cara ini dapa dibagi
menjadi 2 metode, yaitu berdasarkan pada prosentase dari jumlah saldo akhir piutang
usaha dan berdasarkan pada pengelompokkan umur piutang”.

Metode Saldo Akhir Piutang, Pada metode ini, prosentase dari jumlah saldo akhir
piutang usaha yang di estimasikan tidak dapat ditagih ditentukan. Saldo awal akun
cadangan piutang tak tertagih akan disesuaikan jumlahnya agar supaya menghasilkan
saldo akhir yang nilainya sama dengan hasil prosentase ini.

Metode Umur Piutang. Metode umur piutang pertama kali, piutang usaha akan
dikelompokkan berdasarkan pada masing-masing karakteristik umurnya, yang artinya
adanya pengelompokan piutang usaha ke dalam kategori berdasarkan atas tanggal jatuh
tempo piutang.

Lamanya umur piutang yang sudah jatuh tempo ini adalah “lamanya hari mulai
saat piutang tersebut jatuh tempo hingga laporan umur piutang (aging schedule) dibuat.
Berdasarkan umur piutang, piutang yang sudah lama beredar (jatuh tempo) sangat kecil
kemunginan untuk bisa ditagih” Kiay Demak et al. (2018).

Berikut ini table yang menunjukan kondisi penjualanan dan pembayaran piutang
PT. Packaging House periode tahun 2019 - 2021

Sumber : PT. ABC


Table 1.1 Penjualan dan pembayaran piutang
Dari tabel di atas, terlihat bahwa penjualan kredit setiap tahunnya mengalami
penurunan. Kondisi ini dapat diakibatkan oleh faktor wabah COVID-19 yang terjadi dari
tahun 2019 hingga 2021. Penurunan penjualan juga memengaruhi nilai pembayaran
setiap tahunnya. Akibatnya, risiko piutang tak tertagih meningkat, Risiko ini dapat
memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan keuangan perusahaan, termasuk
mengganggu likuiditas, mengurangi profitabilitas, dan mengancam kelangsungan
operasional.
Likuiditas juga merupakan salah satu aspek kunci dalam manajemen keuangan
perusahaan yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka pendek. Likuiditas yang baik menandakan bahwa perusahaan
memiliki cukup aset yang dapat dengan cepat diubah menjadi uang tunai untuk
memenuhi kebutuhan pembayaran yang mendesak atau mendadak. Keberadaan likuiditas
yang memadai sangat penting karena dapat membantu perusahaan mengatasi tantangan
finansial yang tidak terduga, seperti biaya operasional yang meningkat tiba-tiba,
penurunan pendapatan, atau krisis ekonomi Wulandari et al. (2020).

Likuiditas yang cukup juga memberikan fleksibilitas bagi perusahaan dalam


mengambil keputusan investasi dan ekspansi. Dengan likuiditas yang baik, perusahaan
dapat memanfaatkan peluang investasi yang muncul atau mengambil langkah-langkah
strategis untuk memperluas operasi bisnisnya tanpa harus khawatir tentang kesulitan
keuangan. Selain itu, likuiditas yang memadai juga dapat meningkatkan kepercayaan para
kreditur, investor, dan pemegang saham terhadap kesehatan finansial perusahaan
Wulandari et al. (2020)

Namun, kekurangan likuiditas dapat menjadi masalah serius bagi perusahaan.


Tanpa likuiditas yang cukup, perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajibannya
tepat waktu, yang dapat menyebabkan keterlambatan pembayaran kepada kreditur, denda
atau bunga tambahan, serta kerugian reputasi. Selain itu, kekurangan likuiditas juga dapat
menghambat kemampuan perusahaan untuk mengambil peluang-peluang bisnis yang
muncul atau melakukan ekspansi, yang dapat menghambat pertumbuhan jangka Panjang
Wulandari et al. (2020)

Oleh karena itu, likuiditas yang memadai merupakan salah satu pilar utama
dalam manajemen keuangan perusahaan yang sehat. Perusahaan perlu memantau
likuiditas mereka secara teratur dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan bahwa mereka memiliki aset yang cukup untuk mengatasi tantangan
finansial dan mendukung pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan Wulandari et al. (2020)

Keterlambatan pembayaran dari pelanggan juga dapat menjadi masalah serius


dalam manajemen arus kas perusahaan. Keterlambatan tersebut dapat menyebabkan
ketidakseimbangan antara arus kas masuk dan keluar, yang pada gilirannya dapat
mengganggu kestabilan keuangan perusahaan. Perusahaan yang mengalami
keterlambatan pembayaran dari pelanggan cenderung memiliki arus kas yang lebih tidak
stabil, terutama jika keterlambatan tersebut terjadi secara teratur atau dalam jumlah besar
Nurhayati, A., & Timur, B. (2021).

Dampaknya bisa sangat merugikan, mengganggu pengelolaan pembayaran


hutang, mengurangi likuiditas, dan bahkan menyebabkan peningkatan risiko piutang tak
tertagih. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memantau dan mengelola
hubungan dengan pelanggan secara cermat, serta mengambil langkah-langkah proaktif
untuk mencegah atau mengurangi keterlambatan pembayaran. Dengan demikian,
perusahaan dapat menjaga arus kas mereka tetap stabil dan mendukung kelangsungan
operasional serta pertumbuhan bisnis Nurhayati, A., & Timur, B. (2021).

Anda mungkin juga menyukai