MANAJEMEN KEUANGAN
Dosen Pengampu :
Dr. Ida Bagus Panji Sedana, S.E., M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 5
a. Character: melihat bagaimana karakter dan latar belakang calon peminjam atau
nasabah yang mengajukan kredit. Kriteria character ini akan dilihat dari
wawancara yang dilakukan oleh pihak bank, biasanya bagian customer
service. Dari karakter ini akan dapat dilihat juga bagaimana reputasi calon
peminjam tersebut, apakah pernah memiliki catatan tindak kriminal atau
kebiasan buruk dalam keuangan seperti tidak melunasi pinjaman.
b. Capacity: kerap disebut juga dengan capability, yaitu bagaimana kemampuan
calon peminjam dalam membayar kreditnya. Kriteria ini dilihat dari bagaimana
nasabah tersebut menjalankan usahanya atau seberapa besar penghasilan yang
diterima tiap bulannya. Jika pihak bank menilai bahwa nasabah tersebut tidak
memiliki kemampuan cukup untuk membayar kredit, maka besar kemungkinan
ajuan kreditnya akan ditolak.
c. Capital: modal yang dimiliki calon peminjam, yang khususnya diberlakukan
pada nasabah yang meminjam untuk usaha atau bisnisnya. Dengan mengetahui
modal atau aset yang dimiliki usaha nasabah tersebut, pihak bank dapat sumber
pembiayaan yang dimiliki. Selain itu, pihak bank juga dapat melihat bagaimana
laporan keuangan dari usaha yang dijalankan nasabah untuk kemudian
dijadikan acuan apakah memang layak diberikan kredit atau tidak.
d. Collateral: jaminan yang diberikan pada calon peminjam saat mengajukan
kredit kepada bank. Sesuai dengan namanya, jaminan ini akan menjadi
penjamin atau pelindung bagi pihak bank jika nantinya nasabah tidak dapat
membayar pinjaman yang diambil. Oleh karena itu, idealnya besaran jaminan
yang bersifat fisik ataupun nonfisik lebih besar jumlahnya lebih besar dari kredit
yang diberikan.
e. Condition: kondisi perekonomian baik yang bersifat general atau khusus pada
bidang usaha yang dijalankan nasabah. Jika memang kondisi perekonomian
sedang tidak baik atau sektor usaha nasabah tidak menjanjikan, biasanya bank
akan mempertimbangkan kembali dalam memberikan kredit. Hal ini terkait
kembali dengan bagaimana kemampuan nasabah dalam membayar
pinjamannya nanti yang tentu terpengaruhi atas kondisi ekonomi.
2. Persyaratan Kredit
Kebijakan kredit juga berkaitan erat dengan persyaratan kredit yang diberikan.
Persyaratan kredit ini berguna untuk meningkatkan penjualan kredit dan
merangsang pelanggan untuk segera membayar tagihannya. Di samping itu, jangka
waktu kredit yang diberikan juga memberikan ruang gerak pelanggan untuk
membayar kredit yang diterimanya.
Sebagai contoh, perusahaan memberikan persyaratan kredit 2/10, net 30 yang
artinya pelanggan akan diberikan potongan pembayaran 2% dari total penjualan
apabila perusahaan membayar dalam waktu 10 hari. Sedangkan jangka waktu kredit
adalah 30 hari yang artinya kredit harus dibayarkan dalam jangka waktu 30 hari.
Bila perusahaan memberikan persyaratan kredit 2/10, net 60 yang artinya
pelanggan akan diberikan potongan pembayaran 2% dari penjualan apabila
perusahaan membayar dalam waktu 10 hari. Sedangkan jangka waktu kredit adalah
60 hari yang artinya kredit harus dibayar dalam jangka waktu 60 hari.
Tambahan keuntungan
Pengorbanan
Kesimpulan
Ternyata dengan perubahan persyaratan kredit tersebut perusahaan memperoleh
tambahan keuntungan yang lebih besar sehingga kebijakan kredit tersebut dapat
dibenarkan
2.4 Konsep dan Pentingnya Manajemen Persediaan
Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, karena jumlahnya cukup
besar dalam suatu perusahaan. Jenis persediaan yang ada dalam perusahaan akan
tergantung dari jenis perusahaannya. Sebagai contoh perusahaan jasa persediaan yang
biasanya timbul seperti persediaan bahan pembantu atau persediaan habis pakai (kertas,
karbon, stempel, dan lainnya). Sedangkan untuk perusahaan manufaktur jenis
persediaannya meliputi persediaan bahan pembantu, persediaan barang jadi, persediaan
barang dalam proses, dan persediaan bahan baku. Dan untuk perusahaan dagang, jenis
persediaannya mencangkup persediaan bahan dagangan, dan persediaan bahan
penolong.
Bagi perusahaan manufaktur, persediaan ini menjadi begitu penting karena
kesalahan dalam investasi persediaan akan mengganggu kelancaran operasi
perusahaan. Apabila persediaan terlalu kecil, maka kegiatan operasi besar
kemungkinan akan mengalami penundaan atau perusahaan beroprasi dengan kapasitas
rendah. Dan begitupun sebaliknya
Persediaan yang cukup bagi perusahaan dapat memenuhi pesanan dengan cepat.
Namun persediaan yang besar itu juga membawa konsekuensi berupa biaya yang timbul
untuk mempertahankan persediaan itu. Biaya yang berkaitan dengan persediaan itu
mencangkup biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dan required rate of return atas
kelebihan investasi pada persediaan. Selain itu biaya yang mungkin timbul adalah
keusangan atas persediaan. Selain itu bahaya yang mungkin timbul adalah keusangan
atas persediaan. Jadi besarnya peserdiaan dapat ditingkatkan sepanjang ada
penghematan bersih dengan tambahan persediaan. Keseimbangan antara penghematan
dan biaya yang timbul sangat tergantung atas tambahan biaya simpan dan pengendalian
persediaan yang efisien.
Terdapat empat metode dalam menentukan persediaan, yaitu identifikasi secara
spesifik, first-in first-out, last in first-out, dan rata-rata tertimbang atau weight average.
Metode pertama dengan cara mengidentifikasi biaya-biaya yang secara fisik melekat
pada persediaan. Ini hanya memungkinkan kalau jenis usahanya mudah diidentifikasi
secara jelas. Seperti agen penjualan mobil, real estate, dan produk yang nilai harganya
tinggi sementara perputarannya rendah. Metode kedua firsti-in first-out
mengasumsikan bahwa persediaan yang pertama masuk diganti dengan persediaan
yang baru. Dengan ini, HPP ditentukan oleh persediaan lama dan sebagian persediaan
baru. Dimana hal ini hanya dalam proses akuntansinya saja, meskipun dalam
kenyataannya persediaan yang dijual sama saja antara persediaan yang masuk terakhir
dan pertama. Last-in first-out merupakan kebalikan dari first-in first-out. HPP
ditentukan oleh persediaan yang terakhir masuk, sementara persediaan akhir terdiri atas
persediaan yang masuk lebih awal. Dan metode terakhir adalah rata-rata tertimbang,
dimana metode ini dalam menentukan besarnya persediaan dengan cara mengalikan
rata-rata tertimbang dengan setiap jenis persediaan. Berikut illustrasi penilaian investasi
antara keempat metode tersebut:
Satu dealer mobil Toyota memiliki persediaan mobil yang dibuat pada tahun
yang sama hanya beda karoserinya. Harga beli masing-masing mobil dalam jutaan
rupiah adalah:
A B C D E
160 180 130 190 210
Misalkan dalam satu bulan dealer tsb menjual mobil kijang karoseri B, D, dan
F. Jika perusahaan dalam menentukan persediaan menggunakan metode identifikasi
spesifik, maka harga pokok barang yang dijual aalah sebesar 550 juta dan persediaan
akhir adalah 500 juta. Sementara itu jika perusahaan menggunakan metode first-in
first out, maka harga barang pokok barang yang dijual adalah 580 juta dan persediaan
akhir adalah 470 juta. Apabila metode rata-rata tertimbang, maka HPP barang yang
dijual adalah sebesar [3 x (1.050.000/6)] = 525 juta dan persediaan akhir adalah
sebesar 525 juta
Persediaan akhir per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.050.000 berasal dari biaya
perolehan paling awal. HPP (harga pokok penjualan) sebesar Rp 2.830.000 berasal
dari biaya persediaan paling akhir. Hubungan harga pokok penjualan untuk bulan
Januari 2018 dan persediaan akhir per 31 Januari 2018 bisa dilihat pada gambar
ilustrasi berikut ini.
D. Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Method)
Ketika metode ini digunakan, biaya dipadankan terhadap pendapatan sesuai
dengan rata-rata biaya unit yang terjual. Biaya unit rata-rata tertimbang yang sama
digunakan dalam menghitung biaya persediaan pada akhir periode. Untuk
perusahaan yang memiliki barang penjualan yang terdiri dari berbagai pembelian
unit yang identik, penerapan metode biaya rata-rata hampir menyerupai arus fisik
barang. Biaya unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya unit
setiap barang yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu dengan jumlah unit
barang terkait.
Dengan menggunakan data biaya yang sama dengan contoh metode FIFO
dan LIFO, biaya rata-rata 280 unit adalah sebesar Rp 21.000, dan biaya 150 unit
dalam persediaan akhir, dihitung sebagai berikut.
Biaya unit rata-rata : Rp 5. 880.000/280 unit = Rp 21.000
Persediaan 31 Januari 2018, 150 unit dengan biaya Rp 21.000 per unit = Rp
3.150.000
Mengurangi biaya persediaan per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.150.000
dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan menghasilkan
harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp 2.730.000, seperti ditunjukkan berikut ini.
Dimana :
R = Kebutuhan bahan selama satu periode
S = Biaya pemesanan
C = Biaya simpan dalam Rp/unit
P = harga persediaan perunit
I = Biaya simpan dalam prosentase
Contoh:
Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang adalah 40% dari nilai
rata-rata persediaan. Biaya pemesanan adalah Rp 15.000 setiap kali pesan. Jumlah
material yang dibutuhkan selama setahun sebanyak 1.200 unit dengan harga Rp
1.000 per unitnya.
2𝑅𝑆
EOQ = √ 𝑃𝐼
2(1200)(15000)
=√ 0,40(1000)
= 300 unit
Total Biaya yang dikeluarkan adalah:
Biaya Pemesanan (S) ( 1200/300 x Rp 15.000) = Rp 60.000
Biaya Simpan (C) (300/2xRp 1.000x0,40) = Rp 60.000
Total Biaya = Rp 120.000
Hubungan antara biaya pesanan, biaya penyimpanan barang digudang dan
jumlah biaya selama suatu periode dapat digambarkan sebagai berikutnya.
Berdasarkan gambar diatas tampak bahwa biaya pesan akan semakin
menurun apabila jumlah pemesanan semakin besar untuk setiap kali pesan.
Sebaliknya biaya simpan akan semakin besar apabila jumlah pemesanan
semakin besar setiap kali pesan. Dengan demikian total biaya persedian mula-
mula akan menurun dengan samakin besarnya jumlah pemesanan, tetapi sampai
pada satu titik total biaya akan meningkat. Titik pada saat total biaya terendah
menunjukkan besarnya jumlah persedian yang optimal.
Kebutuhan akan bahan baku diketahui secara pasti, tetapi untuk melakukan pesanan
diperlukan waktu 8 hari. Dalam satu tahun perusahaan beroperasi selama 320 hari,
selama setahun perusahaan harus melakukan pemesanan sebanyak 10 kali pesanan
atau perusahaan harus memesan setiap 32 hari. Itu berarti bahwa persediaan sebesar
2.000 unit akan habis untuk diproses selama 32 hari.
Dengan demikian perusahaan harus melakukan pemesanan saat persediaan
yang ada hanya cukup untuk beroperasi selama waktu menunggu hingga pesanan
yang baru tiba atau lead time.
2000
Reorder Point (ROP) = 32
× 8 = 500 𝑢𝑛𝑖𝑡
Berarti pesanan harus dilakukan pada saat persediaan mencapai 500 unit.
besar dari yang seharusnya. Keadaan lain misalnya pemakaian yang jauh lebih besar
sehingga persediaan yang ada akan habis dalam waktu yang lebih cepat, sementara
pesanan yang baru belum tiba. Oleh karena itu, untuk menghindari masalah
ketidakpastian itu perusahaan perlu mempertahankan persediaan pengaman (safety
stock). Dan safety stock menjadi begitu penting untuk mempertahankan agar
kontinuitas operasi dapat terjamin.
Wiagustini, Ni Luh Putu. 2014. Manajemen Keuangan. Denpasar: Udayana University Pers.
http://duniaakuntan10.blogspot.com/2014/10/persediaan-dengan-metode-identifikasi.html
https://manajemenkeuangan.net/perbandingan-metode-fifo-lifo-dan-biaya-rata-rata/