IV
POKOK-POKOK AJARAN ISLAM
C. Akhlak
1. Etika, Moral dan Akhlak
• Etika adalah ajaran yang tentang prilaku baik dan
buruk yang tolok ukurnya adalah akal, Seperti;
Undang-undang, peraturan, kode etik, disiplin dsb.
• Moral adalah ajaran yang tentang prilaku baik dan
buruk yang tolok ukurnya adalah budaya, Seperti;
adat-istiadat, tradisi dan mitos.
• Akhlak adalah ajaran yang tentang prilaku baik dan
buruk yang tolok ukurnya adalah agama, yakni;
akhlak terhadap Allah dan terhadap sesama
makhluk.
a. Definisi Akhlak
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang
merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa
Arab yang artinya perangai, budi, tabiat,
prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan
santun. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak
yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-
Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang
Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul
Mazmumah).
b. Kedudukan Akhlak
Kedudukan akhlak begitu penting dalam Islam, sehingga
Al-Quran bukan hanya memuat ayat-ayat yang secara spesifik
berbicara masalah akhlak, malah setiap ayat yang berbicara
tentang ibadah atau hukum sekalipun, dapat dipastikan bahwa
ujung ayat tersebut selalu dikaitkan dengan akhlak. Seperti
sholat untuk mencegah perbuatan keji dan munkar (Al-Ankabut
: 45), puasa supaya bertakwa (Al-Baqarah : 183) demikian juga
zakat, haji dan ayat-ayat mu’amalah, selalu dikaitkan dengan
pesan-pesan perbaikan akhlak.
Bahkan misi diutusnya nabi Muhammad sebagai Rasul adalah
untuk menyempurnakan Akhlak yang mulia.
Akhlak mulia (akhlaq al-karimah) merupakan salah satu
tanda kesempurnaan keimanan dan ketakwaan seorang
Muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Mukmin yang
paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya,”
(HR.Bukhari dan Muslim).
Karena itu, tidak aneh jika Rasulullah SAW pun menyebut
Muslim yang berakhlak mulia sebagai manusia terbaik.
Sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya orang yang terbaik
di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Kemudian ketika Rasulullah SAW ditanya tentang kebajikan
(al-birr), beliau lansung menjawab,
“Al-Birr husn al-khulq (Kebajikan itu adalah akhlak mulia.”
(HR Muslim).
• Beliau bahkan bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih
berat dalam timbangan seorang Mukmin pada Hari Kiamat
nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang
yang berbuat keji dan berkata-keta keji.” (HR. at-Tirmidzi).
• Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk surga.
Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR.
at-Tirmidzi).
• Akhlak mulia tentu saja bagian dari ketakwaan itu sendiri.
Namun demikian, akhlak mulia disebut secara khusus dalam
hadits di atas. Ini menunjukkan betapa istimewanya akhlak
mulia. Ibn al-Qayyim berkata, “Penggabungan takwa dengan
akhlak mulia karena takwa menunjukkan baiknya hubungan
seseorang dengan Tuhannya, sementara akhlak mulia
menunjukkan baiknya hubungan dirinya dengan orang lain.”
• Orang yang berakhlak mulia juga disejajarkan dengan
kedudukan orang yang biasa memperbanyak ibadah puasa
dan sering menunaikan shalat malam. Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya seorang Mukmin-karena kebaikan
akhlaknya-menyamai derajat orang yang biasa melakukan
shaum dan menunaikan shalat malam.” (HR. Abu Dawud).
• Bahkan kedudukan orang yang berakhlak mulia pada Hari
Kiamat nanti sangat dekat dengan kedudukan Rasulullah
saw., sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya orang yang
paling aku cintai dan paling dekat kedudukannya dengan
majelisku pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang paling
baik akhlaknya. Sebaliknya, orang yang aku benci dan paling
jauh dari diriku adalah orang yang terlalu banyak bicara (yang
tidak bermanfaat) dan sombong.” HR at-Tirmidzi).
c. Penanaman Akhlak
Akhlak menurut Mahmud Yunus tidak bisa ditanamkan
melalui Talqin (pembelajaran, nasehat, taushiyah, ceramah
dsb) semata. Karena kalau memang demikian, maka
semua manusia akan jadi malaikat (makhluk yang selalu
taat dan tidak pernah maksiat pada Allah)
Penanaman Akhlak pada anak butuh proses;
pembelajaran, keteladanan, lingkungan yang baik,
pembiasaan, pengawasan, evaluasi (reward &
punishment), dan butuh waktu yang cukup.
Upaya lain dalam penanaman Akhlak adalah melalui
amalan tasawuf
Sikap (akhlak) Ketika seseorang dizhalimi
• Qishas, membalas
• Marah, Kadang disertai dendam
• Sabar, tidak marah, dendam apalagi
membalas
• Ihsan, membalas dengan kebaikan
2. Tasawuf
Tassawuf adalah Proses pendekatan diri kepada
Allah dengan cara mensucikan hati.
Pendekatan diri dilakukan dengan beribadah,
meninggalkan sifat tercela dan menghiasi jiwa
dengan sifat terpuji, sehingga mendapatkan
kedudukan yang mulia disisi ALLAH.
Jadi, pengertian tasawuf merujuk pada dua hal:
(1) Pensucian hati (tashfiatul qalbi) dan,
(2) Pendekatan diri (muraqabah) kepada Allah.
a. Riyadhah dalam Tasawuf
Metode mensucikan hati (“tashfiat al-qalb”) adalah dengan :
• ijtinab al-manhiyyat (menjauhi larangan Allah),
• ‘adaa al-wajibat (melaksanakan kewajiban dari Allah),
• ‘adaa al-naafilat (melakukan hal-hal yang disunatkan),
• “al-riyaadhah” artinya latihan spiritual sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah secara baik, benar, dan
berkesinambungan, yakni:
1). Taubat. Menyesali dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul
tidak berbuat dosa lagi.
“...sesungguhnys Allah menyukai orang-orang yang tobat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (A l- Baqarah:222)
2). Zuhud. Lebih mencintai Ukhrawi ketimbang duniawi.
kecintaannya pada sesuatu yang bersifat materi tidak berlebihan
dan melampaui batas. Gemar mengasingkan diri guna beribadah
spt; puasa, shalat, membaca al-Qur’an dan dzikir, sedikit tidur
dan banyak beribadat serta yang dicari hanya kebahagiaan
rohani dan kedekatan dengan Allah.
Ada tiga ciri sifat zuhud ;
• Pertama zuhud dalam harta, tidak bangga ketika punya sesuatu
dan tidak bersedih ketika kekehilangan sesuatu, Allah berfirman.
“.... supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu ... (Al-Hadid;23)
• Kedua zuhud dalam kedudukan, nmenganggap sama antara
pujian dan celaan
• Ketiga hati yang dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah.
3). Wara’. Menjauhkan dari perbuatan-perbuatan
syubuhat (antara halal dan haram). Juga tidak
memakan makanan atau minuman yang tidak
jelas kedudukan halal-haramnya. Hadis nabi:
“Tidaklah seseorang sampai kepada derajat
muttaqin hingga ia meninggalkan apa yang
dibolehkan bagi-Nya karena takut mengerjakan
apa yang tidak diperbolehkan untuknya.”
(Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim)
4). Faqr. Menjalani hidup kefakiran(sederhana).
Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak
meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan
kewajiban-kewajiban agamanya.
5). Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan
perintah-perintah Allah yang berat dan
menjauhi larangan-larangan-Nya, tapi juga sabar
dalam menerima cobaan yang ditimpakan Allah
kepadanya.
Firman Allah: “....dan telah sempurnalah perkataan
Tuhanmu yang baik (sebagai janji untuk Bani Israel)
disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan
apa yang telah dilakukan Fir’aun dan kaumnya dan apa
yang telah di bangun mereka.” (Al-A’raaf; 137)
6). Tawakkal. Setelah berikhtiar, lalu berserah
diri sepenuhnya kepada Allah.