TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Portofolio
dapat dipisahkan menjadi dua jenis risiko. Risiko ini berdasarkan apakah suatu
jenis risiko tertentu dapat dihilangkan dengan diversifikasi, atau tidak (Tandelilin,
2010:104). Kedua jenis risiko tersebut adalah risiko sistematis (systematic risk)
dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk). Risiko sistematis dikenal dengan
risiko pasar yang merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi
variabilitas return suatu investasi. Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak
risiko spesifik (risiko perusahaan) adalah risiko yang tidak terkait dengan
seperti yang telah diperkenalkan oleh Harry Makowitz (1952) tentang teori
portofolio yang berkaitan dengan estimasi investor terhadap ekspektasi risiko dan
10
11
Reksa dana (mutual fund) merupakan suatu jenis instrumen investasi yang
juga tesedia di pasar modal Indonesia yang berisi sekumpulan sekuritas yang
dikelola oleh perusahaan investasi dan dibeli oleh investor (Tandelilin, 2010:48).
Reksa dana di Amerika Serikat dikenal dengan istilah mutual fund, di Inggris
dikenal dengan sebutan unit trust, sedangkan di Jepang dikenal dengan istilah
investment trust. Produk Reksa Dana di Indonesia dimulai tepatnya pada tanggal 7
September 1995 yaitu ketika Bapepam memberikan pernyataan efektif atas reksa
dana perseroan bersifat tertutup PT BDNI reksa dana yang dikelola oleh Manajer
undang pasar modal No. 8 tahun 1995 adalah wadah yang dipergunakan untuk
kembali dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Terdapat beberapa jenis
reksa dana menurut Bapepam-LK yaitu reksa dana Saham, reksa dana Pendapatan
Tetap, reksa dana Pasar Uang, reksa dana campuran, reksa dana Terproteksi, dan
Reksa dana termasuk ke dalam jenis investasi tidak langsung yaitu investasi
dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh
(NAB) atau Net Asset Value (NAV) merupakan alat ukur kinerja reksa dana
(2006) mendefinisikan NAB per unit penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi
Saham beredar
risiko dan pengembalian merupakan hubungan searah atau linier yaitu “high risk
high return”, artinya semakin besar pengembalian harapan semakin besar pula
tingkat risiko yang harus dipertimbangkan. Oleh sebab itu untuk dapat
model estimasi yang dikenal dengan model penilaian harga aset (model asset
pricing), dengan asumsi bahwa investor tidak menyukai adanya risiko, sehingga
mengisyaratkan keuntungan yang lebih tinggi jika menghadapi risiko yang lebih
tinggi.
13
Model penilaian harga aset (model asset pricing) merupakan bagian penting
expected return dan risiko suatu aset. Model penilaian harga aset (model asset
terhadap model asset pricing yang pertama yaitu Capital Asset Pricing Model
(CAPM). Capital Asset Pricing Model (CAPM) yaitu single index model yang
dikembangkan oleh William Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin pada tahun
diharapkan dari suatu aset berisiko. Banyak kritik yang ditujukan kepada model
seperti Abritrage Pricing Theory (1976), Three Factor Model Fama and French
Single Index Model adalah sebuah teknik untuk mengukur return dan risiko
return saham hanya berhubungan dengan pergerakan pasar. Capital Asset Pricing
Model (CAPM) merupakan Single Index Model yang dikembangkan oleh William
Sharpe, John Lintner, dan Jan Mossin 12 tahun setelah Harry Markowitz
Menurut Capital Asset Pricing Model (CAPM), risiko yang dinilai oleh investor
yang rasional hanya systematic risk karena risiko tersebut tidak bisa dihilangkan
14
dengan diversifikasi. Capital Asset Pricing Model mempunyai dua fungsi utama
b. Membantu dalam menduga atau memprediksi expected return suatu aset yang
Formula yang digunakan dalam Single Index Model CAPM adalah sebagai
E(Ri) = αi + β (Rm) + ei
(2.1)
Keterangan:
a. Tidak ada biaya transaksi, yaitu biaya-biaya pembelian dan penjualan saham
return investasi tersebut dan akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam
c. Tidak ada pajak pendapatan pribadi, sehingga bagi investor tidak masalah
Kenyataannya, deviden dan capital gain dikenakan pajak, jika tarif pajak dan
capital gain berbeda, tentu akan memengaruhi investor dalam memilih saham
yang akan dimasukan ke dalam portofolio. Jika tarif pajak deviden lebih kecil
daripada tarif pajak capital gain, maka investor akan memilih saham yang
deviden kecil.
atau menjual saham yang dimiliki. Informasi tersedia untuk semua investor dan
dapat diperoleh dengan bebas tanpa biaya, sehingga harga saham sudah
pasar modal analog dengan bentuk pasar persaingan sempurna, dimana investor
secara perorangan tidak dapat memengaruhi harga saham. Harga saham hanya
sebagian kecil dari saham suatu perusahaan publik yang dijual kepada
sesuai dengan model Markowitz. Investor mempunyai input yang sama dalam
expected return dan deviasi standar portofolio pada periode tersebut akan sama
untuk setiap investor. Asumsi ini juga menyatakan bahwa investor bersifat
myopic atau melihat dalam jangka waktu dekat dan mengabaikan apa yang
preferensi terhadap return dan risiko akan berbeda pula. Selain itu, setiap
f. Short sale dibolehkan dan tidak terbatas. Berarti semua investor dapat menjual
saham yang tidak dimilikinya (short sale). Kenyataanya, short sale mempunyai
persyaratan dan mekanisme yang tidak mudah dipenuhi oleh semua orang,
g. Lending dan borrowing pada tingkat bunga bebas risiko dapat dilakukan pada
yang sama dengan tingkat bunga bebas risiko. Kenyataannya, lending dan
perusahaan, gedung pemerintah, lapangan terbang tidak dapat atau sangat sulit
dijual-belikan.
transaksi dan biaya pajak. Hal tersebut menimbulkan banyak kritikan yang
ditujukan kepada model tersebut, sehingga munculah Multi Index Model yang di
sebut dengan Abitrage Pricing Theory (APT). Ross (1976) merumuskan suatu
teori yang disebut sebagai Abitrage Pricing Theory (APT). Analisis Capital Asset
yang efisien. Abitrage Pricing Theory (APT) mendasarkan atas pemikiran yang
sama sekali berbeda. Abitrage Pricing Theory (APT) pada dasarnya menggunakan
karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda.
18
Perbedaan antara model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan model
Abitrage Pricing Theory (APT) terletak pada perlakuan Abitrage Pricing Theory
oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Satu kelemahan Abitrage
Pricing Theory (APT) adalah bahwa teori ini tidak memberikan panduan tentang
Formula yang digunakan dalam model indeks multi faktor adalah sebagai
(2.2)
Keterangan:
(independent).
memengaruhinya.
Model Asset Pricing lainnya yaitu model yang diperkenalkan oleh Eugene F.
19
Fama dan Kenneth R. French pada tahun 1992. Fama dan French memperluas
model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan menambahkan faktor firm
size dan book to market ratio (B/M) selain faktor risiko pasar dalam Capital Asset
Pricing Model (CAPM). Pada model Capital Asset Pricing Model (CAPM),
risiko pasar (beta pasar). Keterbatasan dari model Capital Asset Pricing Model
penelitian, Fama dan French memperkenalkan sebuah model multi indek yaitu
Three Factor Model Fama dan French dengan menambahkan dua faktor lain
selain risiko pasar ke dalam modelnya yaitu faktor firm size dan book to market
ratio. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut (Elton, Gruber, dan Blake:
2011):
(2.3)
Keterangan:
ISMBt : Return pada faktor “small minus big” (SMB) pada periode t
IHMLt : Return pada faktor “high minus low” (HML) book-to-market pada
periode t
20
Setelah Model Tiga Faktor dari Fama dan Freanch, beberapa penelitian
bahwa model Tiga faktor Fama dan French tidak dapat menangkap anomali
menunjukkan bahwa kinerja saham yang baik atau buruk selama tiga hingga
satu tahun cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan (tetap baik
faktor dengan menambahkan moment pada model Fama dan French untuk
Carhart multi faktor asset pricing model (1997) memperluas model Fama-
momentum (Jegadeesh dan Titman, 1993). Fama and French (1995) menunjukkan
bahwa model tiga faktor dapat menjelaskan sebagian besar anomali termasuk
pengaruh ukuran perusahaan dan rasio nilai buku terhadap nilai pasar (book to
(1995, 1997) memperkenalkan model empat faktor yang memasukkan model tiga
21
faktor Fama dan French ditambah faktor momentum. Carhart (1997) mencatat
berdasarkan return masa lalu dan konsisten dengan model pasar ekuilibrium
risiko pasar, firm size (SMB), book to market rasio (HML), dan menambahkan
faktor momentum WML (Winner Minus Loser) atau biasa disebut juga UMD (Up
Medium Down), PR1YR (prior one-year momentum). Model Carhart empat faktor
(2.4)
Keterangan:
SMBt : Return pada faktor “small minus big” (SMB) pada periode t
HMLt: : Return pada faktor “high minus low” (HML) book-to-market pada
periode t
regresi
22
a. Risiko Pasar
total dapat dipisahkan menjadi dua jenis risiko, atas dasar apakah suatu jenis
risiko dapat dihilangkan dengan diversifikasi, atau tidak. Kedua jenis risiko
tersebut adalah risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis atau
biasa disebut dengan risiko pasar atau beberapa penulis menyebutnya sebagai
risiko umum (general risk) merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan
sistematis atau risiko pasar merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasikan.
Sedangkan risiko tidak sistematis atau dikenal dengan risiko spesifik (risiko
perusahaan), adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara
atau ukuran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ukuran dari portofolio
untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Perusahaan besar dinilai kurang
memberikan laba yang besar tetapi memiliki kepastian dalam hal perolehan
risiko bisnis.
ditahan yang berdampak pada menurunnya jumlah dividen yang dibagikan bahkan
tidak sama sekali (Fama dan French, 1992). Ukuran dari suatu perusahaan
saham lebih tinggi daripada perusahaan yang lebih besar, maka dari itu investor
akan mengharapkan return yang lebih besar pada perusahan yang memiliki nilai
Book to market ratio merupakan rasio yang mencerminkan nilai pasar suatu
ekuitas. Rasio ini sangat popular dikalangan investor karena secara sederhana
kondisi yang kurang baik. Rasio ini pun menggambarkan nilai perusahaan di mata
investor, apabila book to market ratio yang tinggi atau pada kondisi undervalue
berarti adanya kewajiban perusahaan yang masih belum dibayarkan. Hal ini
24
Laba perusahaan yang meningkat akan meningkat pula dividen yang akan
dibagikan melalui kebijakan dividen yang disepakati dalam RUPS (Rapat Umum
d. Momentum
pembelian saham pemenang (winners) pada periode yang lalu dan menjual saham
pecundang (losers) pada periode yang lalu memperoleh abnormal return yang
sangat drastis. Oleh sebab itu Carhart pada tahun 1997 memperkenalkan suatu
model yaitu Four Factor Model yang menambahkan variabel momentum pada
B. Penelitian Terdahulu
Model terhadap excess return dan menghasilkan book to market ratio memiliki
pengaruh yang lebih kuat jika dibandingkan dengan ukuran perusahaan, dan beta
pasar memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Pada tahun 2000 Davis, Fama
dan French melakukan pengujian kembali Three Factor Model pada US stocks.
Faktor pada Shanghai Stock Exchange. Hasil penelitian tersebut risiko pasar (beta
pasar ) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Justru
firm size dan book to market ratio yang berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Pada tahun 2004 Eduardo Sandoval A dan Radrigo Saens N meneliti di
Amerika Latin yaitu Argentina, Brazil, Cili dan Mexico periode Januari 1995
sampai dengan Desember 2002, membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang
(2007), yang menguji Pengaruh Model Tiga Faktor terhadap return saham, yang
menunjukan bahwa firm size tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan
risiko pasar (beta pasar) dan book to market ratio berpengaruh signifikan.
Penelitian Damar Hardianto Suherman (2007) menguji market return, firm size,
dan book to market ratio di Bursa Efek Jakarta, yang menunjukkan bahwa tiga
variabel pada Three Factor Model Fama dan French mempunyai pengaruh yang
faktor memiliki hasil yang berbeda di antara beberapa negara, maka penulis
tertarik untuk meneliti kembali dengan menggunakan model Carhart Four Factor
Model yang menambahkan satu variabel lagi yaitu Momentum. Penelitian ini akan
Carhart Four Factor Model yaitu: Carhart (1997) mencatat bahwa model empat
faktor dapat menjelaskan variasi return portofolio berdasarkan return masa lalu
dan konsisten dengan model pasar ekuilibrium dengan empat faktor risiko.
mengurangi error pricing dari return portofolio. Anyssa Trimech and Hedi Kortas
(2009) menguji Carhart Four-Factor Pricing Model pada pasar Francis, yang
mengatakan bahwa dampak dari efek pasar, risiko ukuran perusahaan, faktor nilai
dan anomali momentum adalah skala-sensitif, tergantung pada waktu atau periode
yang ditargetkan.
penelitian 1953 sampai 2000 meneliti apakah model 3 faktor yang dikembangkan
apakah faktor risiko tersebut mampu untuk menjelaskan variansi time series pada
pasar, size, rasio book to market, dan momentum secara signifikan mampu menilai
dan merefleksikan tingkat keutungan saham. Trimech dan Kortas (2009) yang
return saham.
Lam et al(2010) meneliti pada Hong Kong stocks market periode 1981-2001, hasil
menemukan adanya signifikansi antara beta CAPM, size, book to market ratio,
C. Hipotesis
penelitian ini adalah Four Factor Model Carhart berpengaruh terhadap Return
pada Reksa Dana Top Five Star dan Top Four Star periode 2008-2012.