Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nur Amalia

Nim : 50200121042
Mata Kuliah : Konseling Berbasis Budaya Lokal

TRADISI MAPPALETTE BOLA ADAT BUGIS GOWA SULAWESI-SELATAN


Saat seseorang akan pindah rumah, biasaya mereka akan disibukkan dengan
mengemasi barang mereka untuk memindahkannya ke rumah yang baru dari rumah
lama. Tapi kegiatan itu tidak berlaku bagi masyarakat suku Bugis di Provinsi. Bagi
mereka pindah rumah memiliki artian yang sesungguhnya yakni memindahkan rumah
dengan benar-benar memindahkan rumah yang sebenarnya. Tradisi memidahkan
rumah ini mereka sebut ‘Mappalette Bola’.
Biasanya tradisi mappalette bola dilakukan jika ada salah satu masyarakat
yang ingin pindah dan menjual rumahnya tapi tidak dengan tanahnya. Rumah yang
dipindahkan pun buka rumah sembaragan, yakni rumah adat panggung yang terbuat
dari kayu ciri khas masyarakat Sulawesi. Kerangka rumah biasanya menggunakan
tiang dan balok yang dirangkai tanpa menggunakan paku. Serta dengan bentuk
bagunan persegi empat yang dibuat memanjang ke arah belakang. Sementara tiang-
tiang rumah ada yang ditancapkan ke dalam tanah dan yang lainnya diletakkan di atas
batu dengan keseimbangan.
Sebelum rumah tersebut dipindahkan perabot rumah tangga, seperti lemari,
barang pecah belah yang ada di dalam rumah tersebut harus dikeluarkan dari dalam
rumah untuk menghindari kerusakan. Kemudian tiang-tiang yang ada di bawah rumah
panggung tersebut dipasangi bambu yang berguna untuk mengangkat rumah.
Melibatkan hampir puluhan bahkan ratusan warga kampung ternyata ada tekih
pemindahan rumah. Pertama jika lokasi yang baru tidak jauh dari tempat semula,
rumah hanya akan didorong setelah bagian bawah rumah dipasangi roda/ban.
Namun jika lokasi yang baru ternyata jauh mereka akan bergotong royong
mengangkat rumah bersama. Dan berutungnya saya dapat menyaksikan serta ikut
terlibat langsug dalam tradisi ‘Mappalette Bola’ ini. Sebelum prosesi dimulai doa
juga dipanjatkan bersama agar berjalan lancar dan sesuai harapan. Prosesi ini hanya
dilakukan kaum laki-laki, sedangkan para ibu-ibu bertugas menyiapkan makanan.
Ada dua jenis makanan yang disajikan untuk para laki-laki yang melakukan
pemindahan rumah tersebut, yakni sebelum dan sesudah pindaha. Makanan yang
disajikan sebelum proses pindahan adalah kue-kue tradisional khas Suku Bugis
seperti bandang, baronggo, suwella bersama dengan teh atau kopi. Dan makanan
kedua disajikan setelah proses pemindahan rumah selesai berupa masakan sup
‘saudara’ yang merupakan salah satu makanan khas Sulawesi Selatan. Selain itu,
disajikan juga berbagai masakan dari ikan bandeng yang dibumbui saus kacang.
Proses pengangkatan dan pemindahan rumah umumnya dipimpin oleh
seorang ketua adat untuk memberi aba-aba dan mengarahkan warga. Sang ketua adat
akan meneriakan semacam “mantra” agar para warga kuat memidahka rumah hingga
sampai ke lokasi yang baru. Ketua adat pula yang akan memberikan aba-aba kapan
harus mengangkat, berjalan, kecepatan langkah dan sebagainya. Setelah setahun
menempati lokasi rumah baru, suku Bugis akan melakukan upacara Maccera Bola
yakni kegiatan untuk menolak bala dengan cara menyapukan darah ayam pada tiang-
tiang rumah.

A. Proses konseling untuk meningkatkan jiwa sosial dalam budaya Mappalette


Bola suku Bugis dapat melibatkan beberapa langkah, termasuk:

1. Pengumpulan Informasi:
Konselor memahami konteks budaya Mappalette Bola Bugis, termasuk norma-
norma sosial, nilai, dan tradisi yang dapat memengaruhi jiwa sosial.
2. Pembentukan Hubungan Konseling:
Membangun hubungan yang kuat dan saling percaya antara konselor dan klien
Mappalette Bola untuk menciptakan lingkungan yang mendukung.
3. Penilaian Kebutuhan:
Menilai kebutuhan klien secara spesifik dalam konteks budaya mereka, fokus
pada pengembangan keterampilan sosial dan peningkatan interaksi sosial.
4. Pengembangan Rencana Tindakan:
Bersama-sama dengan klien, mengembangkan rencana tindakan yang spesifik
untuk meningkatkan keterampilan sosial dan interaksi dalam budaya Mappalette
Bola.
5. Intervensi Konseling:
Menggunakan berbagai teknik konseling untuk membantu klien mengatasi
hambatan sosial, meningkatkan pemahaman diri, dan memperbaiki hubungan
interpersonal.
6. Penguatan Budaya Positif:
Mendorong penghargaan terhadap nilai-nilai budaya positif dalam Mappalette
Bola, sehingga klien dapat memanfaatkannya dalam meningkatkan jiwa sosial.
7. Evaluasi dan Pemantauan:
Melakukan evaluasi berkala untuk mengukur kemajuan klien dan melakukan
penyesuaian rencana tindakan jika diperlukan.
Perlu diingat bahwa pendekatan konseling harus disesuaikan dengan konteks
budaya Mappalette Bola suku Bugis, menghormati nilai-nilai mereka, dan
memastikan bahwa setiap intervensi sesuai dengan realitas budaya lokal.
B. Assesmen Pemahaman Budaya
Asesmen pemahaman budaya Mappalette Bola melibatkan beberapa prinsip
penting untuk memahami dan menghormati konteks budaya suku Bugis. Berikut
adalah aspek-aspek kunci asesmen pemahaman budaya Mappalette Bola:
1. Pemahaman Nilai Budaya:
Identifikasi dan pahami nilai-nilai utama dalam budaya Mappalette Bola,
seperti norma-norma sosial, sistem nilai, dan tradisi yang memengaruhi
kehidupan sehari-hari.
2. Ketertelusuran Sejarah dan Konteks Budaya:
Telusuri sejarah dan konteks budaya Mappalette Bola untuk memahami
peran dan evolusi nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Bugis.
3. Kesensitifan terhadap Kecenderungan Lokal:
Pertimbangkan variasi dalam budaya Mappalette Bola antar kelompok
dan individu, serta perubahan budaya yang mungkin terjadi seiring waktu.
4. Integrasi Nilai-Nilai Budaya dalam Konseling:
Pastikan bahwa proses konseling mempertimbangkan dan
mengintegrasikan nilai-nilai budaya Mappalette Bola untuk mencapai
pemahaman yang lebih mendalam.
5. Bekerja dengan Keluarga dan Komunitas:
Pahami peran keluarga dan komunitas dalam mendukung atau
mempengaruhi klien, dan pertimbangkan kolaborasi dengan keluarga atau tokoh
masyarakat dalam proses konseling.
6. Bahasa dan Komunikasi:
Kesadaran terhadap bahasa dan komunikasi yang digunakan dalam
budaya Mappalette Bola untuk memastikan pesan dan interaksi konseling dapat
diterima dengan baik.
7. Pertimbangan Gender dan Peran Sosial:
Pertimbangkan peran gender dan norma-norma peran sosial dalam
budaya Mappalette Bola untuk memahami dinamika hubungan dan interaksi
sosial.
8. Aspek Spiritual dan Keagamaan:
Pemahaman terhadap aspek spiritual dan keagamaan dalam budaya
Mappalette Bola yang dapat memengaruhi pandangan hidup dan keputusan klien.
9. Respek terhadap Privasi dan Etika Lokal:
Beroperasi sesuai dengan norma-norma etika dan privasi yang dihormati
dalam budaya Mappalette Bola, memastikan bahwa konseling dilakukan dengan
rasa hormat dan kehati-hatian. Melibatkan konselor dengan kesadaran budaya
yang tinggi dan kompetensi budaya yang baik adalah kunci dalam melakukan
asesmen pemahaman budaya Mappalette Bola dengan efektif dan bermakna.
C. Skema Konseling untuk Meningkatkan Jiwa Sosial dalam Budaya
Mappalette Bola Suku Bugis:
 Sesi 1
Pengenalan Budaya: Konselor memahami nilai-nilai, norma-norma, dan
tradisi budaya Mappalette Bola suku Bugis.
 Sesi 2
Pembentukan Hubungan Konseling: Membangun hubungan saling percaya
dengan klien, menghormati keunikan budaya mereka.
 Sesi 3
Eksplorasi Kebutuhan Klien: Identifikasi kebutuhan klien dalam konteks
budaya, khususnya terkait keterampilan sosial dan interaksi interpersonal.
 Sesi 4
Penentuan Tujuan: Bersama klien, tetapkan tujuan yang spesifik dan realistis
untuk meningkatkan jiwa sosial, yang sesuai dengan nilai budaya Mappalette
Bola.
 Sesi 5
Pengembangan Rencana Tindakan: Rencanakan serangkaian langkah
konkret untuk mencapai tujuan, dengan mempertimbangkan norma-norma
sosial dan nilai budaya.
 Sesi 6
Intervensi Konseling: Gunakan teknik konseling yang sensitif terhadap
budaya Mappalette Bola untuk membantu klien mengatasi hambatan sosial
dan meningkatkan keterampilan interpersonal.
 Sesi 7
Penguatan Nilai Positif: Dorong penghargaan terhadap nilai-nilai positif
budaya Mappalette Bola dan integrasikan mereka ke dalam strategi
konseling.
 Sesi 8
Pelibatan Komunitas: Libatkan keluarga dan komunitas dalam proses
konseling untuk mendukung perubahan positif dan memperkuat dampaknya.
 Sesi 9
Evaluasi Berkala: Lakukan evaluasi rutin untuk mengukur kemajuan klien
dan menyesuaikan rencana tindakan sesuai kebutuhan budaya dan
perkembangan individu.
 Sesi 10
Pendekatan Holistik: Pertimbangkan aspek spiritual dan nilai-nilai
kehidupan sehari-hari dalam pendekatan konseling untuk memastikan
holisme dalam perubahan sosial.
 Sesi 11
Pemberdayaan Klien: Dorong klien untuk mengambil peran aktif dalam
proses konseling dan mengimplementasikan perubahan dalam kehidupan
sehari-hari mereka.

Anda mungkin juga menyukai