Sukidjo
Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia
sukidjo@uny.ac.id
33
Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012
34
Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia ‐‐ Sukidjo
35
Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012
miskin dikatakan miskin apabila minimal bahwa kemiskinan bukan merupakan takdir,
memenuhi sembilan dari empat belas dan nasib dapat diubah; (d) perumusan
kriteria tersebut. pembangunan dengan melibatkan
Menurut Loekman Soetrisno (1999:18‐ masyarakat miskin secara penuh; (e)
19) dalam memahami substansi kemiskinan pembangunan sosial dan budaya
di Indonesia terdapat dua jenis ’school of masyarakat miskin menuju perubahan nilai‐
thought’ yakni kelompok pertama adalah nilai positif misalnya optimisme, perubahan
kelompok agrarian populism dan kelompok kebiasaan hidup dan peningkatan
kedua yang biasanya terdiri dari para produktivitas; dan (f) redistritribusi
pejabat. Menurut kelompok agrarian infrastruktur yang lebih merata.
populism, kemiskinan timbul sebagai akibat
dari campur tangan yang terlalu luas dari Pendidikan Kewirausahaan
negara. Oleh sebab itu, kelompok agrarian Pendidikan merupakan usaha yang
populism berpendapat bahwa untuk dilakukan secara sadar untuk mengubah
memberantas kemiskinan dilakukan dengan tingkah laku seseorang. Kegiatan pendidikan
’empowerment’. Sedangkan kelompok dirancang, diatur, dimonitor dan dievaluasi
kedua yang terdiri dari para pejabat agar mampu mencapai tujuan yang telah
berpendapat bahwa inti dari masalah ditentukan. Manusia memiliki berbagai
kemiskinan adalah masalah budaya, orang potensi yang dapat dikembangkan melalui
miskin karena tidak memiliki etos kerja pendidikan. Dengan pendidikan, kekuatan
tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan intelektual, daya moral maupun daya sosial
pendidikan rendah. Pendapat kelompok dapat dikembangkan Dengan pendidikan,
kedua ini sejalan dengan pendapat Heru pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat
Nugroho (1999: 29) bahwa kemiskinan yang ditingkatkan. Apapun rumusannya, pada
dialami oleh sekelompok orang sebagai dasarnya pendidikan mempunyai tujuan
akibat nilai‐nilai sosial‐budaya yang menjadi untuk perbaikan manusia, untuk
orientasi tindakannya. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apa yang baik bagi manusia
mengatasi kemiskinan diperlukan (Hutchin, 1998: 113). Bahkan, Paulo Friere
perubahan nilai‐nilai sosial budaya. menyatakan pendidikan harus jauh dari
Sementara itu, Moeljarto Tjokrowinoto penindasan, melainkan pendidikan harus
(1993: 254) berpendapat bahwa untuk mampu membebaskan diri , pendidikan
mengatasi kemiskinan ditempuh strategi: yang memanusiakan (1998: 434‐445). Oleh
(a) pemberdayaan merupakan prasyarat sebab itu pelaksanaan pendidikan harus
mutlak untuk menumbuhkan kesadaran mengutamakan dialog dan bukan
kritis untuk mengubah sifat tidak berdaya dehumanisasi.
maupun menyerah diri pada nasib; (b) Kewirausahaan merupakan semangat,
pemutusan hubungan‐hubungan yang sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
bersifat eksploitatif terhadap orang miskin; dalam menangani kegiatan yang mengarah
(c) menanamkan rasa kesamaan pada upaya mencari, menciptakan dan
(egalitarian) dan memberikan pengertian menerapkan cara kerja, teknologi dan
36
Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia ‐‐ Sukidjo
produk baru secara efisiensi guna kewirausahaan dalam tulisan ini adalah
memberikan pelayanan yang lebih baik atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar. menumbuhkembangkan jiwa dan semangat
Kegiatan kewirausahaan merupakan kewirausahaan sehingga mereka memiliki
semangat dan sikap seseorang dalam nilai dan ciri kewirausahaan dalam rangka
menangani kegiatan usaha dengan meningkatkan usahanya untuk mengatasi
berlandaskan ciri dan watak wirausahawan kemiskinan.
yang handal. Menurut Suryana ( 2001: 15‐
19) ciri kewirausahaan yang merupakan nilai Pemberdayaan Masyarakat
hakiki yang penting meliputi (a) percaya diri; Secara ringkas, kemiskinan merupakan
(b) berorientasi tugas dan hasil; (c) suatu keadaan ketidakberdayaan seseorang
keberanian mengambil risiko; (d) yang berkaitan dengan aspek politik, sosial,
kepemimpinan; (e) berorientasi ke masa lingkungan, ekonomi dan aset produktif.
depan; dan (f) keorisinilan: kreativitas dan Oleh sebab itu, upaya pengentasan
keinovasian. Perlu disadari bahwa pada diri kemiskinan sebaiknya dilakukan melalui
setiap orang sebenarnya terdapat potensi kegiatan pemberdayaan. Menurut Mardi
kewirausahaan yang tingkatannya tidak Yatmo Nugroho (2000: 2), dalam
sama. Menurut McLelland, dalam diri pemberdayaan terdapat tiga paradigma
manusia terdapat tiga kebutuhan dasar, yakni magical paradigm, native paradigm
yakni need for achievement, need for and critical paradigm. Menurut magical
affiliation dan need for power (Wiratmo, paradigm, bahwa struktur sosial maupun
1998: 7). Need for achievement (N‐Ach) struktur ekonomi sudah given, sehingga
merupakan dorongan untuk mencapai hasil pemberdayaan dimaksudkan sebagai usaha
yang terbaik. N Ach ini melahirkan sifat bagaimana masyarakat miskin
kerja keras, ulet, pantang menyerah, berani menyesuaikan dengan yang sudah given,
mengambil risiko, mencari dan sehingga arah pemberdayaan adalah
memanfaatkan peluang guna memperoleh mengubah sikap mental masyarakat dan
prestasi yang terbaik. Seseorang yang memberikan santunan, misalnya pangan,
memiliki N Ach tinggi cenderung menjadi bantuan modal, maupun pembangunan
wirausaha yang sukses. Need for affiliation prasarana pendidikan. Menurut native
merupakan kebutuhan untuk membentuk paradigm bahwa tatanan social, ekonomi,
hubungan maupun komunikasi yang politik maupun budaya sudah tidak ada
harmonis, menjaga kedamaian, ketenangan, masalah, dan masalah yang ada terletak
persahabatan yang baik dan menjaga agar pada kebijakan operasional, sehingga aksi
tidak terjadi konflik. Need for power adalah pemberdayaan yang perlu dilakukan adalah
kebutuhan untuk berkuasa, merupakan mengubah top down menjadi bottom up,
dorongan untuk mempengaruhi, mengatur sambil mengembangkan sumber daya
dan meyakinkan orang lain, sehingga manusia, dan menguatkan
bersedia mengikutinya Sehubungan dengan kelembagaannya. Sedangkan menurut
itu,. maka yang dimaksud pendidikan critical paradigm ketidakberdayaan
37
Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012
masyarakat disebabkan oleh struktur politik, dengan pendapat Deepa Narayan yang
ekonomi, social dan budaya, yang tidak mengatakan bahwa: ”Empowerment is the
memberi ruang bagi masyarakat miskin expansion of assets and capabilities of poor
untuk berpartisipasi dalam bidang ekonomi, people to participate in, negotiate with,
politik, sosial dan budaya. Pemberdayaan influence, control, and hold accountable
diartikan sebagai upaya menata kembali institutions that affect their lives” (Nerayan,
tatanan yang sudah ada, semua tatanan 2002: 14)
dianggap salah caranya dengan Pemberdayaan masyarakat merupakan
memfasilitasi rakyat miskin untuk berani upaya meningkatkan kemampuan
melawan orang kaya, pengusaha dan masyarakat seiring dengan upaya
pemerintah. memperkuat kelembagaan masyarakat agar
Menurut Hutomo (2000: 3) mampu mewujudkan kemandirian untuk
pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah melepaskan diri dari perangkap kemiskinan
penguatan pemilikan faktor‐faktor produksi, dan keterbelakangan. Dengan kata lain,
penguatan penguasaan distribusi dan pemberdayaan adalah memampukan dan
pemasaran, penguatan untuk mendapatkan memandirikan masyarakat. Sehubungan
gaji/upah yang memadai, penguatan untuk dengan itu, Gunawan Sumodiningrat (1999:
memperoleh informasi, pengetahuan dan 133‐134) berpendapat bahwa
keterampilan, yang harus dilakukan secara pemberdayaan masyarakat harus dilakukan
multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya melalui tiga jalur, yakni: (1) menciptakan
sendiri maupun aspek kebijakannya. iklim yang memungkinkan potensi
Sementara itu, United States Department of masyarakat berkembang (enabling); (2)
Agriculture yang dikutip oleh Fiqih Santoso menguatkan potensi dan daya yang dimiliki
(2008) menyebutkan bahwa “community masyarakat (empowering); dan (3)
empowerment is a process of interaction memberikan perlindungan (protecting).
networks in order to improve the capacity of
community, to support sustainable Program Pendidikan Kewirausahaan dalam
development, and development of quality of Meningkatkan Usaha Warga Miskin
life of the community”. Berdasarkan uraian di atas, diketahui
Selanjutnya Fiqih Santoso (2008) bahwa salah satu penyebab kemiskinan
menyebutkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah masalah budaya. Kemiskinan
masyarakat bukan untuk mencari dan disebabkan karena tidak memiliki etos kerja
menetapkan solusi, atau struktur tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, dan
pemecahan masalah, melainkan bekerja pendidikan rendah. Di lain pihak upaya
bersama masyarakat sehingga masyarakat mengurangi kemiskinan tidak hanya
dapat mendefinisikan dan menangani dilakukan dengan memberikan santunan
masalah, dan terbuka untuk atau bantuan cuma‐cuma, melainkan
mengekspresikan kepentingan mereka dilakukan dengan pemberdayaan untuk
sendiri dalam proses pengambilan mengubah sikap mental ”pengemis
keputusan. Pengertian tersebut sejalan bantuan” menjadi sikap yang ekonomis
38
Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia ‐‐ Sukidjo
39
Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012
40
Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia ‐‐ Sukidjo
41