Anda di halaman 1dari 23

CIMOSA: Fulfill Order

(Bagian 1)
Materi Ajar Pengantar Teknik Sistem dan Industri 2020/2021

Disusun oleh Andreas Carmananda P. dan Tim Penulis

Departemen Teknik Sistem dan Industri


Institut Teknologi Sepuluh Nopember
1
Kata Pengantar

Bahan bacaan ini adalah hasil tulisan dari asisten-asisten Pengantar Teknik Sistem dan Industri (PTSI)
tahun ajaran 2020/2021 yang berusaha untuk menghimpun informasi dan pengetahuan dari materi
pembelajaran yang pernah digunakan dan informasi eksternal lainnya. Bahan bacaan ini ditulis
dengan tujuan untuk menjadi media tambahan dalam membantu proses pembelajaran dan pemahaman
mahasiswa yang lebih dalam terkait mata kuliah Pengantar Teknik Sistem dan Industri.

Bahan bacaan ini tidak untuk diperbanyak maupun disebarluaskan. Bahan bacaan ini sangat tidak
disarankan untuk dijadikan satu-satunya sumber pembelajaran mahasiswa. Mahasiswa tetap
diharapkan agar juga dapat memanfaatkan sumber pembelajaran lain termasuk materi dari dosen dan
sumber informasi eksternal lainnya.

Dengan segala kekurangannya, kami berharap bahan bacaan ini tetap dapat digunakan dengan baik
oleh mahasiswa dalam membantu proses pembelajaran.

Salam,
Tim Penulis
Andreas Carmananda Pamungkas
Brigitta Mayori Puteri
Dinis Triandra Prihandito
Sangki Purabaya
Yolla Eka Rahmanda
1.

2
Fulfill Order (Bagian 1)
(Introduction to Manufacturing Process, Manufacturing System, Time and Motion Study, and
Facility Layout)

1. Pengantar
Proses Fulfill Order merupakan salah satu bagian paling krusial dalam kerangka proses
bisnis CIMOSA. Seperti yang sudah dijelaskan pada beberapa bab sebelumnya, Fulfill Order
merupakan upaya suatu perusahaan untuk memenuhi pesanan pelanggan. Hal ini mencakup aspek
yang sangat luas, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, dan proses distribusi sampai
produk diterima oleh pelanggan. Kebutuhan untuk memenuhi pesanan atau order dari pelanggan
dapat dilakukan melalui banyak tahapan. Hal ini juga membutuhkan waktu yang sangat variatif.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai fulfill order sebagai seorang insinyur teknik industri
merupakan pengetahuan yang sangat penting.

Gambar 1 Kerangka Proses Bisnis CIMOSA


Toyota Motor Corporation adalah salah satu perusahaan multinasional otomotif dari
Jepang yang sepak terjangnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Semenjak didirikannya pada
tahun 1937, Toyota terus berkembang dan saat ini sudah menjadi merek mobil yang sangat umum
didengar di pasar, khususnya di Indonesia. Salah satu jenis mobil Toyota yang umum ditemui di
Indonesia adalah Toyota Innova. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi 1
mobil Toyota Innova? 1 bulan? 1 minggu? 1 hari? Menurut Nandi Julianto, direktur produksi dari
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, 1 mobil Toyota Innova hanya membutuhkan waktu
1,6 menit (96 detik) untuk diproduksi (Sethi, 2015). Waktu ini merupakan waktu yang sangat
singkat. Namun, Nandi mengatakan bahwa waktu ini masih dapat ditekan hingga 1,5 menit (90
detik) ketika seluruh departemen produksi mengerahkan seluruh kemampuannya. Hal ini sangat

3
menarik bagaimana Toyota berusaha memenuhi pesanan pelanggan dengan seefektif mungkin.
Dalam proses bisnis nya, Toyota juga melakukan fungsi fulfill order yang sangat berfokus pada
reduksi waste dan saat ini terkenal dengan sebutan Toyota Production System (TPS).
Berkaca dari Toyota, proses pemenuhan pesanan pelanggan merupakan salah satu bagian
paling penting dalam proses bisnis. Banyak perusahaan berlomba-lomba untuk membuat proses
produksinya dalam rangka pemenuhan pesanan pelanggan menjadi seefektif dan seefisien
mungkin. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Pada bab ini akan dijelaskan materi terkait fulfill order, mengenai bagaimana perusahaan
memenuhi pesanan pelanggan. Namun, dikarenakan pembahasan mengenai fulfill order akan
sangat luas dan komprehensif, pembahasan mengenai fulfill order akan dipisah menajdi 2 bagian.
Pada bab ini, fulfill order yang dibahas akan lebih berfokus pada bagian proses produksi. Proses
produksi mencakup proses manufaktur, studi waktu dan gerak (time and motion study) sistem
manufaktur, serta tata letak fasilitas.

2. Proses Manufaktur
Pada bagian ini, akan dijelaskan tentang proses manufaktur mulai dari sejarah,
material, dan jenis-jenis proses manufakur
2.1 Sejarah dan Pengertian Manufaktur
Membuat sesuatu telah menjadi suatu aktivitas yang penting bagi peradaban manusia,
bahkan jauh sebelum sejarah tercatat. Saat ini, istilah “manufaktur” digunakan untuk
mendeskripsikan aktivitas tersebut. Sejarah manufaktur dapat dipisahkan menjadi dua subjek: (1)
penemuan manusia dan penemuan bahan-bahan serta proses untuk membuat sesuatu, dan (2)
pengembangan sistem produksi. Beberapa bahan material dan proses untuk membuat sesuatu
sudah ditemukan sejak beberapa millennium yang lalu. Contohnya adalah beberapa proses seperti
mengecor (casting), memalu dan menempa (hammering dan forging), dan menggiling
(grinding), sudah ditemukan sejak sekitar 6000 tahun yang lalu.
Kata “manufaktur” itu sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa latin manus (tangan)
dan factus (membuat); kombinasi dari kedua tangan itu menghasilkan arti “dibuat oleh tangan”
(Groover, 2010). Pembuatan kata “manufaktur” itu sendiri sudah berabad- abad yang lalu dan
istilah “dibuat oleh tangan” secara akurat menggambarkan metode manual yang digunakan saat
kata itu pertama kali diciptakan, meskipun seiring berkembangnya zaman, kebanyakan
manufaktur modern dilakukan secara otomatis oleh mesin yang dikendalikan komputer.

4
Sebagai bidang studi dalam konteks modern, manufaktur dapat didefinisikan secara 2
cara, yaitu dari sisi teknologi dan dari sisi ekonomi. Secara teknologi, manufaktur adalah
penerapan proses fisika dan kimia untuk mengubah geometri, sifat, dan / atau tampilan dari bahan
awal tertentu untuk membuat bagian atau produk. Manufaktur juga mencakup perakitan beberapa
bagian untuk membuat produk. Proses manufaktur melibatkan kombinasi mesin, perkakas, energi,
dan tenaga kerja, seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini. Manufaktur hampir selalu
dilakukan sebagai urutan operasi. Setiap operasi membawa material mendekati keadaan akhir
yang diinginkan (Groover, 2010).

Gambar 2 Manufaktur dari Perspektif Teknologi (Groover, 2010)

Secara ekonomis, manufaktur adalah transformasi bahan menjadi barang-barang dengan


nilai lebih besar melalui satu atau lebih operasi pemrosesan dan / atau perakitan. Poin utamanya
adalah bahwa manufaktur menambah nilai pada material dengan mengubah bentuk atau
propertinya, atau dengan menggabungkannya dengan material lain yang telah diubah serupa.
Bahan telah dibuat lebih bernilai melalui proses manufaktur yang dilakukan pada bahan tersebut.
Ketika bijih besi diubah menjadi baja, nilainya bertambah. Saat pasir diubah menjadi kaca,
nilainya bertambah. Saat minyak bumi disuling menjadi plastik, nilainya bertambah. Dan ketika
plastik dicetak menjadi geometri kompleks contohnya kursi teras, itu menjadi lebih lebih bernilai
(Groover, 2010)

Gambar 3 Manufaktur dari Perspektif Ekonomi (Groover, 2010)

5
2.2 Material dalam Manufaktur
Secara garis besar, material dalam manufaktur dapat dibedakan menjadi 4 kelompok
utama: logam, keramik, polimer, dan komposit. Logam, keramik, dan polimer mempunyai
sifat kimia, mekanik, dan fisik yang berbeda-beda. Perbedaan ini mempengaruhi proses
manufaktur yang akan digunakan nantinya dalam pengolahan material-material tersebut.
Komposit lebih merujuk pada campuran nonhomogen dari ketiga material dasar yang sudah
dijelaskan di atas.
Logam yang digunakan dalam proses manfaktur biasanya adalah logam campuran atau
biasa disebut logam paduan. Keramik didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung unsur
logam dan nonlogam. Contoh unsur nonlogam yang khas adalah oksigen, nitrogen, dan karbon.
Untuk keperluan pengolahan, keramik dibedakan menjadi keramik kristal (crystalline ceramics)
dan gelas (glass ceramics). Metode pembuatan yang berbeda diperlukan untuk kedua jenis
tersebut. Polimer adalah kelas material yang memiliki sifat mekanik, fisik, kimia, dan optik yang
sangat beragam. Dibandingkan dengan logam, polimer umumnya dicirikan oleh kerapatan,
kekuatan, dan modulus elastisitas yang lebih rendah, rasio kekuatan-terhadap-berat yang lebih
tinggi, ketahanan yang lebih tinggi terhadap korosi, ekspansi termal yang lebih tinggi, dan pilihan
warna dan transparansi yang lebih luas. Selain itu, polimer juga memiliki properti kemudahan
pembuatan yang lebih besar menjadi bentuk yang kompleks. (Kalpakjian & Schmid, 2009).

Gambar 4 Klasifikasi Material dalam Manufaktur (Groover, 2010)

6
2.3 Jenis-Jenis Proses Manufaktur secara General (Manufacturing Process Tree
Proses manufaktur adalah prosedur yang dirancang untuk menghasilkan perubahan fisik
dan / atau kimiawi pada bahan awal pekerjaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai bahan
tersebut. Proses manufaktur biasanya dilakukan sebagai operasi unit, yang berarti ini adalah satu
dari beberapa urutan langkahy yang diperlukan untuk mentransformasi suatu bahan awal menjadi
produk akhir.
Proses manufaktur dapat dibagi menjadi dua tipe dasar operasi : (1) operasi
pemrosesan (processing operations) dan (2) operasi perakitan (assembly operations).
Operasi pemrosesan mengubah bahan kerja dari satu keadaan ke keadaan yang lebih mendekati
produk akhir yang diinginkan. Operasi ini menambah nilai dengan mengubah geometri, properti,
atau tampilan bahan awal. Secara umum, operasi pemrosesan dilakukan pada bagian kerja yang
terpisah, tetapi operasi pemrosesan tertentu juga berlaku untuk item yang dirakit (misalnya,
mengecat bodi mobil yang dilas titik). Operasi perakitan menggabungkan dua atau lebih
komponen untuk membuat entitas baru, yang disebut perakitan, sub-perakitan, atau istilah lain
yang mengacu pada proses penggabungan (misalnya, perakitan yang dilas disebut pengelasan).

Gambar 5 Klasifikasi Proses Manufaktur (Groover, 2010)


Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat mengenai proses pembentukan (shaping
processes). Penjelasan lebih detil mengenai setiap kelompok jenis pada pohon klasifikasi proses
manufaktur di atas akan dijelaskan lebih mendalam pada mata kuliah proses manufaktur.
Proses atau operasi pembentukan mengubah geometri bahan kerja awal dengan berbagai
metode. Proses pembentukan yang umum termasuk pengecoran (casting),

7
penempaan (forging), dan pemesinan (machining). Sebagian besar proses pembentukan
menerapkan panas, gaya mekanis, atau kombinasi keduanya dalam dan mempengaruhi mengubah
bentuk bahan kerja awal. Menurut Groover dalam bukunya Fundamentals of Modern
Manufacturing, ada beberapa klasifikasi proses pembentukan, yaitu proses pemadatan
(solidification processes), pemrosesan partikulat (particulate processing), proses
deformasi (deformation processes) yang umum dipakai pada logam, dan proses
pengurangan material (material removing process).
Pada proses pemadatan, bahan awal dipanaskan sampai pada titik tertentu untuk
mengubahnya menjadi bentuk cair atau bentuk yang sangat plastis (semifluida). Hampir semua
bahan dapat diproses dengan cara ini. Logam, gelas keramik, dan plastik semuanya dapat
dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi untuk mengubahnya menjadi cairan. Dengan bahan
dalam bentuk cair atau setengah cair, maka bahan awal tersebut dapat dituang atau sebaliknya
dipaksa mengalir ke rongga cetakan dan dibiarkan mengeras, sehingga mengambil bentuk padat
yang sama dengan rongga cetakan. Kebanyakan proses yang beroperasi dengan cara ini disebut
pengecoran (casting) atau pencetakan (molding).
Pemrosesan partikulat menggunakan bahan awal berupa bubuk logam atau keramik.
Meskipun kedua bahan ini sangat berbeda, proses untuk membentuknya dalam pemrosesan
partikulat sangat mirip. Teknik umum melibatkan pengepresan dan sintering, di mana serbuk
pertama-tama ditekan ke dalam rongga cetakan di bawah tekanan tinggi, sehingga serbuk
membentuk sesuai dengan rongga cetakan. Kemudian, serbuk yang sudah membentuk tersebut
dipanaskan untuk mengikat partikel individu bersama-sama sehingga bentuk akhir dari benda
kerja berhasil didapatkan.
Dalam proses deformasi, bagian kerja awal dibentuk oleh penerapan gaya yang
melebihi kekuatan luluh (yield strength) dari material. Agar bahan dapat dibentuk dengan cara
ini, bahan tersebut harus mencapai titik elastis tertentu untuk menghindari fraktur atau patah
selama deformasi. Untuk meningkatkan keuletan / keelastisan (dan karena alasan lain), bahan
kerja sering kali dipanaskan sebelum dibentuk hingga suhu di bawah titik leleh. Proses deformasi
paling erat kaitannya dengan pengerjaan logam dan mencakup operasi seperti penempaan
(forging) dan ekstrusi,
Proses pengurangan material adalah operasi yang menghilangkan material berlebih
dari benda kerja awal sehingga bentuk yang dihasilkan sesuai geometri yang diinginkan. Proses
terpenting dalam kategori ini adalah operasi pemesinan seperti pembubutan, pengeboran, dan
milling.

8
3. Sistem Manufaktur
Dalam rangkaian fulfill order salah satu bagian yang penting sebagai pondasi adalah
sistem manufaktur. Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai manufaktur sebagai suatu sistem.
Pembahasan mengenai detil sistem manufaktur akan dijelaskan pada mata kuliah Sistem
Manufaktur.
3.1. Pengertian Sistem Manufaktur
Menurut CIRP (International Conference on Production Engineering) pada tahun
1983, sistem manufaktur adalah serangkaian kegiatan dan operasi saling terkait yang
melibatkan desain, pemilihan bahan, perencanaan, produksi manufaktur, jaminan kualitas,
manajemen, dan pemasaran produk industri manufaktur. Suatu sistem digambarkan dengan
adanya input, proses, dan output. Pada sistem manufaktur, input yang ada dapat berupa bahan
baku / material yang akan digunakan, energi yang dibutuhkan, permintaan atau demand dari
pasar, beserta dengan informasi yang diperlukan dalam sistem. Lalu, input ini diproses dengan
susunan kompleks elemen- elemen fisik yang dapat diukur oleh parameter tertentu. Pada akhirnya
sistem ini menghasilkan output berupa produk, layanan, informasi, dan ada juga output berupa
defect (cacat) yang harus dibuang / dilakukan pemrosesan ulang.

Gambar 6 Gambaran SIstem Manufaktur


Dilihat dari kacamata perusahaan, sistem manufaktur mencakup proses pendesainan
produk, sistem produksi, penjaminan mutu dan kualitas, hingga analisa pasar. Sistem produksi
yang dimaksud di sini merupakan suatu sub-sistem di dalam sistem maufaktur yan mencakup
perencanaan produksi, pengendalian produksi, dan aktivitas produksi. Hal ini ditunjang oleh
sistem Human Resource System, sistem informasi teknologi, sistem manajemen, dan sistem
keuangan yang baik. Hal ini merupakan perspektif dari kacamata perusahaan secara makro.

9
Gambar 7 Sistem Manufaktur dari Perspektif Perusahaan
3.2 Klasifikasi Industri
Industri terdiri dari perusahaan dan organisasi yang memproduksi atau memasok barang
dan jasa. Industri dapat diklasifikasikan sebagai primer, sekunder, atau tersier. Industri
primer merupakan industri yang mengeksploitasi sumber daya alam secara langsung, seperti
pertanian dan pertambangan. Industri sekunder mengambil output dari industri primer dan
mengubahnya menjadi barang konsumsi dan modal. Manufaktur adalah aktivitas utama dalam
kategori ini, tetapi konstruksi dan utilitas listrik juga termasuk dalam industri sekunder. Industri
tersier merupakan sektor jasa perekonomian.

Tabel 1 Klasifikasi Industri

Industri manufaktur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diskrit dan kontinu. Pada
manufaktur diskrit, produk yang dihasilkan adalah barang-barang yang dapat dihitung, diperinci,
dan sering kali memerlukan perakitan. Manufaktur diskrit menghasilkan produk terpisah seperti
komponen, produk tunggal seperti roda gigi, mobil, truk, pesawat terbang, komputer, dan lain-
lain. Yang dimaksud dengan diskrit di sini adalah banyak atau jumlah produk yang dihasilkan
dapat dihitung dengan angka bulat. Contohnya, 1 buah baterai, 2 buah mobil, 5 komponen roda
gigi, dan seterusnya. Produk dari manufaktur diskrit biasanya dapat dipecah suku cadangnya
supaya dapat dibuang atau didaur ulang setelah produksi. Contoh industri manufaktur diskrit:
Dirgantara Indonesia, Toyota, Honda, Hyundai Motor, Toshiba, Asus, Apple, Samsung, Boeing,
Krisbow.

10
Pada manufaktur atau industri yang kontinu, produk yang dihasilkan merupakan hasil
campuran dari suatu formula atau resep tertentu. Manufaktur kontinu seperti ini sering ditemukan
pada industri kimia, minyak, air mineral, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan kontinu di sini
adalah jumlah produk yang dihasilkan tidak bisa dihitung, namun dapat diukur. Contoh, ketika
membeli 1 botol air mineral, 1 yang dimaksud di sini bukan produk “air mineral” itu sendiri,
namun itu adalah kemasannya. Di sini, produk dari manufaktur kontinu dapat diukur, yaitu
sebagai contoh 600 ml, 1 liter, dan seterusnya. Produk dari industri kontinu tidak dapat dipecah
kembali menjadi bahan mentah. Contoh industri manufaktur kontinu: Indofood, Bogasari, Yakult,
Petrokimia Gresik, Danone, Nippon Paint, Semen Indonesia, Pertamina.
Dalam mengatur suatu sistem manufaktur, ada 4 aspek penting yang harus diketahui dan
diperhatikan. 4 aspek ini sering disebut sebagai 4 V’s of Operation Management. 4 V tersebut
adalah: Volume (kuantitas), Variety (varietas), Variation (variasi), dan Visibility
(transparansi).
Kuantitas produk yang dibuat oleh perusahaan memiliki pengaruh penting terhadap cara
mengatur pekerja, fasilitas, dan prosedur di dalam perusahaan tersebut. Jumlah produksi tahunan
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga rentang: (1) produksi rendah, kuantitas dalam kisaran 1
hingga 100 unit per tahun; (2) produksi sedang, dari 100 hingga 10.000 unit per tahun; dan (3)
produksi tinggi, 10.000 hingga jutaan unit. Kuantitas produk yang diproduksi mempengaruhi
pula repetisi proses yang dibutuhkan. Semakin tinggi kuantitas akan semakin tinggi repetisi,
begitu pula sebaliknya. Kuantitas produksi mengacu pada jumlah unit yang diproduksi setiap
tahun dari jenis produk tertentu. Beberapa perusahaan menghasilkan berbagai jenis produk yang
berbeda, setiap jenis dibuat dalam jumlah rendah atau sedang. Pabrik lain mengkhususkan diri
dalam produksi tinggi hanya satu jenis produk. Mengidentifikasi variasi produk sebagai parameter
yang berbeda dari kuantitas produksi merupakan hal yang instruktif. Varietas produk mengacu
pada desain atau tipe produk berbeda yang diproduksi di perusahaan. Produk yang berbeda
memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda; mereka menjalankan fungsi yang berbeda; mereka
ditujukan untuk pasar yang berbeda; beberapa memiliki lebih banyak komponen daripada yang
lain; dan seterusnya. Jumlah jenis produk berbeda yang dibuat setiap tahun dapat dihitung. Ketika
jumlah jenis produk yang dibuat di pabrik tinggi, ini menunjukkan keragaman produk atau
varietas produk yang tinggi. Ada korelasi terbalik antara variasi produk dan kuantitas produksi
dalam kaitannya dengan operasi pabrik. Jika variasi produk pabrik tinggi, maka kuantitas
produksinya cenderung rendah; tetapi jika kuantitas produksi tinggi, maka variasi produk akan
rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah.

11
Gambar 8 Grafik Hubungan antar Kuantitas dan Varietas Produk
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, varietas produk mengacu pada jumlah jenis
produk atau komponen yang berbeda yang diproduksi dalam perusahaan. Berdasarkan jenisnya,
ada 2 tipe perusahaan berdasarkan varietas produknya, yaitu hard product variety dan soft
product variety.

Tabel 2 Perbedaan Hard Product Variety dan Soft Product Variety


Hard Product Variety Soft Product Variety
Jenis produk sangat berbeda dan jumlah jenis Hanya ada sedikit perbedaan jenis di antara
yang berbeda banyak produk
Sedikit komponen sejenis dan umum dalam Banyak komponen sejenis dan umum dalam
suatu lini perakitan suatu lini perakitan
Proses transformasi dapat menjadi sangat kompleks, Proses transformasi didefinisikan dengan baik, dan
dan dengan tujuan memenuhi membutuhkan proses standar.
kebutuhan khusus pelanggan
Variasi operasi yang tinggi menyebabkan biaya Variasi yang rendah dalam proses transformasi
unit yang tinggi mengarah pada biaya unit yang lebih rendah.

Variation (variasi) mengacu pada seberapa banyak tingkat permintaan berubah selama
jangka waktu tertentu karena faktor eksternal. Hal ini terkait dengan bagaimana mengelola
kapasitas proses. Dari tipenya, ada 2 jenis variasi tingkat permintaan, yaitu low variation
operations dan high variation operations. Pada low variation oeprations, proses
transformasi nya stabil dan rutin. Selain itu, tingkat permintaan dan output produksi nya mudah
untuk diprediksi, hal ini disebabkan karena rendahnya variasi tingkat permintaan. Terakhir, level
utilisasi input cenderung besar dan rendahnya variasi permintaan akan berpengaruh pada harga
unit yang lebih murah.
Pada High variation operations, operasi produksi perlu mempertimbangkan perubahan
pada pola permintaan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya produksi yang berlebih atau justru
kekurangan produksi. Pengoperasian harus sangat fleksibel untuk menyesuaikan proses
operasional, dalam waktu yang sangat singkat, dengan tuntutan

12
permintaan yang berubah. Selain itu, mengamati dan mengantisipasi perilaku konsumen juga
sangat penting di sini. Perusahaan atau organisasi harus mampu mengubah kapasitas dengan
fleksibel.
Visibility (transparansi) mengacu pada seberapa banyak proses perusahaan yang
benar-benar dialami pelanggan. Pada perusahaan yang mempunyai low visibility operations,
ada jeda waktu antara produksi dan konsumsi oleh pelanggan dan proses transformasi outputnya
sangat terstandarisasi. Di sini, karyawan yang menangani proses transformasi tidak memerlukan
ketrampilan personal yang tinggi karena produksi sudah terstandardisasi dan hanya sedikit
interferensi pelanggan dalam produksi. Tingkat utilisasi karyawan juga tinggi dikarenakan hanya
berkonsentrasi pada sejumlah tugas yang terbatas. Transparansi yang rendah akan mempunyai
efek pada harga unit yang rendah. Pada perusahaan dengan high visibility operations, hanya
ada toleransi waktu menunggu yang sempit. Persepsi layanan akan berperan dan berdampak
pada kualitas layanan. Di sini, pelanggan terlibat erat dalam proses transformasi, yang
menyebabkan diperlukannya ketrampilan kontak pelanggan yang tinggi. Selain itu, variasi
produk akan menjadi tinggi karena perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan dan
dibutuhkan pelanggan yang berarti perusahaan harus mampu beradaptasi dengan cepat.
Terakhir, biaya per unit akan menjadi sangat tinggi karena karyawan berdedikasi kepada
pelanggan
untuk berbagai rangkaian layanan (tidak standar).

3.3 Tantangan di Manufaktur Saat Ini


Ada beberapa tantangan terkait dengan tantangan manufaktur di era ini. Tantangan yang
pertama dan utama adalah menghadapi globalisasi. Globalisasi terjadi dengan sangat cepat dan
tanpa disadari telah membawa banyak dampak bagi industri manufaktur. Globalisasi
menyebabkan teknologi dan informasi berkembang serta menyebar dengan sangat cepat, di mana
industri manufaktur modern harus beradaptasi dengan kondisi ini agar dapat tetap bertahan.
Globalisasi juga memicu terjadinya eksposur internasional, yang menyebabkan adanya kebijakan
international outsourcing dan hal ini berdampak pada local outsourcing pula. Selain itu,
globalisasi menyebabkan tren pada pelanggan juga bervariasi sehingga keputusan untuk produksi
harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang.
Memasuki era manufaktur modern ini, kepuasan pelanggan menjadi salah satu parameter
utama agar tetap dapat kompetitif. Oleh karena itu industri manufaktur modern menghadapi
ekspektasi kualitas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Untuk mencapai ekspektasi kualitas ini,
efisiensi dalam proses produksi menjadi salah satu kunci utama bagi industri manufaktur. Banyak
industri berlomba-lomba untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka melalui berbagai
cara. Hal ini tak lain dengan tujuan utama untuk

13
memaksimalkan kepuasan pelanggan dan mendapat margin keuntungan yang lebih tinggi.

4. Studi Waktu dan Gerak


4.1 Pengertian Produktivitas
Banyak perusahaan saat ini berlomba-lomba untuk meningkatkan produktivitas mereka.
Produktivitas penting untuk meningkatkan profit yang merupakan tujuan utama sebagian besar
perusahaan. Produktivitas tinggi mengacu pada melakukan pekerjaan dalam waktu sesingkat
mungkin dengan pengeluaran paling sedikit untuk input tanpa mengorbankan kualitas dan dengan
pemborosan sumber daya yang minimum. Produktivitas adalah hubungan kuantitatif antara apa
yang kita produksi dan yang kita gunakan sebagai sumber daya untuk memproduksinya, yaitu
rasio aritmatika dari jumlah yang dihasilkan (keluaran) dengan jumlah sumber daya (masukan).
Produktivitas dapat dinyatakan sebagai:

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
4.2 Faktor yang mempengaruhi produktivitas:
Faktor yang mempengaruhi produktivitas secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2
kategori, yaitu faktor internal (faktor yang dapat dikontrol) dan faktor eksternal (faktor
yang tidak dapat dikontrol).
Faktor internal terdiri dari beberapa komponen, di antaranya faktor produk; faktor
pabrik, peralatan, dan teknologi; faktor material dan energi; faktor manusia; metode kerja; dan
gaya manajemen. Faktor produk mempunyai pengertian sejauh mana produk memenuhi
persyaratan output produk dinilai dari kegunaannya. Hal ini dapat diukur dari cost benefit
factor (faktor manfaat biaya) yang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan manfaat produk
dengan biaya yang sama atau dengan mengurangi biaya dengan manfat yang sama. Faktor
pabrik, peralatan, dan teknologi mempunyai peran yang cukup besar untuk akselerasi
produktivitas. Meningkatnya availabilitas dari peralatan dan fasilitas pabrik melalui
pemeliharaan yang tepat dan pengurangan waktu idle dapat meningkatkan produktivitas. Selain
itu, teknologi yang inovatif dan mutakhir juga meningkatkan produktivitas lebih tinggi. Faktor
teknologi mencakup: (1)ukuran dan kapasitas pabrik, (2)Pasokan input yang tepat waktu dan
kualitas yang baik, (3)perencanaan dan pengendalian produksi, (4)perbaikan dan pemeliharaan,
(5)penguruangan limbah, dan (6)sistem pemindahan barang (material hadling) yang efisien.
Faktor material dan energi merupakan upaya untuk mengurangi bahan dan konsumsi energi
membawa peningkatan produktivitas yang cukup besar. Faktor manusia merupakan salah satu
yang krusial karena produktivitas juga bergantung pada

14
kompetensi dan ketrampilan manusia. Kemampuan untuk bekerja secara efektif dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, pelatihan, bakat pengalaman, motivasi, dan
lain-lain. Faktor metode kerja meliputi bagaimana cara pekerjaan dilakukan (metode) akan
meningkat produktivitas. Studi gerak dan waktu adalah bidang- bidang yang akan meningkatkan
metode kerja, yang berarti meningkatkan produktivitas. Faktor ini akan dijelaskan secara umum
di sub-bab ini. Gaya manajemen dipengaruhi oleh desain organisasi, komunikasi dalam
organisasi, kebijakan dan prosedur. Gaya manajemen yang fleksibel dan dinamis adalah
pendekatan yang lebih baik untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi.
Faktor eksternal terdiri dari 3 komponen, yaitu penyesuaian struktural; sumber daya
alam; pemerintahan dan infrastuktur. Penyesuaian struktural mencakup perubahan ekonomi
dan sosial. Perubahan ekonomi yang berpengaruh signifikan adalah: (1)pergeseran pekerjaan dari
pertanian ke industri manufaktur, (2)impor teknologi, dan (3)daya saing industri. Perubahan
social seperti pemberdayaan tenaga kerja perempuan, nilai budaya, nilai pendidikan dan sifat
merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas pula. Sumber daya alam
seperti bahan baku, area tanah, dan tenaga kerja merupakan faktor sumber daya alam yang
mempengaruhi produktivitas. Pemerintahan dan infrastruktur berpengaruh Kebijakan dan
program pemerintah penting bagi praktik produktivitas lembaga pemerintah, kekuatan
transportasi dan komunikasi, kebijakan fiskal (tingkat bunga, pajak) memengaruhi produktivitas
secara lebih luas.
Tabel 3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Faktor yang dapat Dikontrol Faktor yang tidak dapat Dikontrol
Faktor produk Penyesuaian struktural
Teknologi yang digunakan di dalam pabrik dan
Sumber daya alam
peralatannya
Material dan Energi Pemerintah dan Infrastruktur
Faktor manusia dan metode kerja
Gaya manajemen

4.3 Studi Waktu dan Gerak


Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, studi gerak dan waktu merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas. Tujuan utama dari studi gerak dan waktu adalah
untuk mengurangi dan mengontrol biaya (cost), meningkatkan kondisi kerja yang sekarang,
meningkatkan produktivitas dan mengeliminasi limbah (waste), dan meningkatkan lingkungan
kerja supaya lebih kondusif. Studi gerak dan waktu menghasilkan beberapa output, di antaranya
desain stasiun kerja (workstation design),

15
waktu standar, tata letak fasilitas, dan kerja yang efektif dan efisien. Pada subbab ini, penjelasan
akan lebih berfokus pada studi waktu. Penjelasan lebih dalam mengenai studi gerak dan waktu
akan diberikan pada mata kuliah Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja.
Studi waktu juga dapat disebut pengukuran kerja. Hal ini penting untuk perencanaan dan
pengendalian operasi. Menurut British Standard Institute studi waktu telah didefinisikan sebagai
"Penerapan teknik yang dirancang untuk menetapkan waktu bagi pekerja yang
berkompeten untuk melaksanakan pekerjaan tertentu pada tingkat kepuasan kinerja
yang ditentukan." Dalam prakteknya, studi waktu mempunyai beberapa teknik yang dapat
digunakan:
 Historical Time: diambil dari data historis studi waktu perusahaan
 Stopwatch Time Study: menentukan waktu standar berdasarkan pengamatan seorang
pekerja yang menyelesaikan tugasnya dalam 1 siklus pekerjaan di bawah kondisi tertentu.
 Predetermined Time Standard: melibatkan penggunaan data yang dipublikasikan pada
waktu elemen standar
 Work Sampling: suatu teknik untuk memperkirakan proporsi waktu yang dihabiskan oleh
pekerja atau mesin untuk berbagai aktivitas dan waktu idle
Stopwatch Time Study (STS) adalah teknik dasar untuk menentukan waktu standar
yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Teknik ini cocok digunakan untuk
mengukur pekerjaan yang bersifat repetitif. Langkah-langkah dari studi waktu adalah:
 Pilih satu pekerjaan atau operasi tugas yang akan diamati
 Dapatkan dan catat semua informasi yang tersedia tentang pekerjaan, operator dan kondisi
kerja yang mungkin mempengaruhi studi waktu
 Pecah operasi menjadi beberapa elemen. Elemen adalah bagian dari aktivitas tertentu yang
terdiri dari satu atau lebih gerakan dasar yang dipilih untuk memudahkan pengamatan dan
pengaturan waktu.
 Ukur waku yang dihabiskan operator untuk melakukan setiap elemen operasi menggunakan
stopwatch
 Pada saat yang sama, nilai kecepatan kerja efektif operator relatif terhadap konsep pengamat
tentang kecepatan 'normal'. Ini disebut sebagai pemeringkatan kinerja
 Sesuaikan waktu pengamatan dengan faktor peringkat untuk mendapatkan waktu normal
untuk setiap elemen.
 Tambahkan toleransi waktu yang sesuai untuk mengimbangi kelelahan, kebutuhan pribadi,
dan lain-lain untuk memberikan waktu standar untuk setiap elemen.

16
 Hitung waktu yang diizinkan untuk seluruh pekerjaan dengan menambahkan waktu standar
elemen dengan mempertimbangkan frekuensi kemunculan setiap elemen.
 Buatlah uraian pekerjaan terperinci yang menjelaskan metode untuk menetapkan waktu
standar.
 Menguji dan meninjau standar jika diperlukan.

Gambar 9 Tahapan Perhitungan Waktu Standar


Detail dari langkah-langkah bagaimana melakukan Stopwatch Time Study (STS) dapat
dilihat pada gambar (). Pada bagan tersebut, langka-langkah STS dibedakan menjadi select –
define – obtain and record – extend – measure –compute – determine.

4.4 Perhitungan Waktu Standar


Waktu standar dapat didefinisikan sebagai, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu unit pekerjaan: (a) dalam kondisi kerja yang ada, (b) menggunakan

17
metode dan mesin yang ditentukan, (c) oleh operator, mampu bekerja dengan cara yang tepat, dan (d)
dengan kecepatan standar. Komponen dasar dari waktu standar adakah:
 Elemental (waktu pengamatan / observed time)
 Performance rating untuk mengkompensasi perbedaan kecepatan kerja
 Toleransi relaksasi
 Toleransi terjadinya gangguan
 Toleransi kebijakan

Observed Time
Observed Time adalah waktu berdasarkan hasil pengamamatan.
∑𝑥𝑖
𝑂𝑇 =
𝑛
OT = Observed time
∑𝑥𝑖 = Jumlah dari waktu yang tercatat (sum of recorded times)
𝑛 = Jumlah observasi

Normal Time

𝑁𝑇 = 𝑂𝑇 𝑥 𝑃𝑅
NT = Normal time
PR = Performance Rating

Standard Time
∑𝑥𝑖
𝑆𝑇 = 𝑥 𝑃𝑅 𝑥 𝐴𝐹
𝑛
ST = Standard time
AF = Allowance Factor
and
AFjob =1+A (Persentase allowance berdasarkan job time)
1
AFday =
1−𝐴 (Persentase allowance berdasarkan workday)

CONTOH:
Data berikut adalah data yang sudah dilakukan dari pengamatan terhadap suatu pekerjaan tertentu
dengan performance rating 1,10. Dengan menggunakan factor allowance 15% dari job time,
tentukan waktu standar untuk pekerjaan tersebut!

18
Observed Time (menit)
4,2
4,15
4,08
4,12
4,15
4,18
4,14
4,14
4,19
Diketahui:
∑𝑥𝑖 = 4,2 + 4,15 + 4,08 + 4,12 + … + 4,19 = 37,35
n=9
PR = 1,10
A = 1,15

Jawab:
∑ Xi
 OT = = 37,35 = 4,15 menit
n 9

 NT = OT x PR = 4,15 x 1,10 = 4,565 menit


 ST = NT x (1 + A) = 4,565 x 1,15 = 5,25 menit.

5. Perencanaan Fasilitas
Perencanaan fasilitas berusaha untuk menyelesaikan dua keputusan logistik yang besar:
(1)lokasi fasilitas dan (2)tata letak fasilitas. Permasalahan lokasi fasilitas berkaitan dengan
pemilihan lokasi terbaik untuk membangun fasilitas berdasarkan biaya atau kriteria lain. Fasilitas
di tingkat makro dapat mencakup gudang, pabrik, toko, fasilitas cross-docking, terminal, dan
lokasi pelanggan. Fasilitas tingkat mikro adalah komponen yang lebih kecil dari fasilitas yang
lebih besar. Misalnya, sebuah pabrik bisa terdiri dari bengkel mesin, bengkel cat, dan bengkel las.
Sebuah bengkel mesin mungkin terdiri dari mesin milling, mesin gerinda dan mesin bor.
Permasalahan tata letak fasilitas berkaitan dengan pengaturan dan tata letak yang optimal
dari fasilitas yang lebih kecil dalam fasilitas utama untuk meminimalkan penanganan material dan
biaya terkait.
5.1 Framework Perencanaan Fasilitas
Kerangka area perencanaan fasilitas terdiri dari 5 level. Level 1 adalah global sites
location. Pada level ini, perusahaan akan memutuskan di mana mereka akan menempatkan
fasilitas berdasarkan misi mereka. Konsiderasi utama saat menentukan

19
20
lokasi di level ini adalah tingkat tenaga kerja dan ketrampilannya, pajak, layanan pendukung,
politik, pengoptimalan pasar, dan lokasi yang dekat dengan sumber daya alam yang terpenting.
Keputusan pada level ini mempunya dampak yang panjang bagi perusahaan. Contohnya adalah
Toyota Global. Mereka menempatkan base untuk produksi dan base untuk riset dan desain di
seluruh penjuru dunia dengan mempertimbangkan berbagai factor.
Level 2 adalah supra-space plan. Level ini mencakup perencanaan lokasi yang
meliputi jumlah, ukuran, lokasi bangunan, serta minyak, air, dan gas. Level ini juga mempunyai
dampak jangka panjang. Selain itu, pada level ini melibatkan serangkaian gambar untuk
konfigurasi sekarang dan masa depan. Contoh nyata nya adalah gambar denah kampus ITS
Surabaya, dan denah konfigurasi untuk pembangkit listrik.
Level 3 adalah macro-space plan. Tata letak makro merencanakan setiap bangunan,
struktur, atau sub-unit situs. Desainer mendefinisikan dan menempatkan departemen operasi dan
aliran material secara keseluruhan. Desain yang buruk akan menyebabkan biaya penanganan yang
lebih tinggi, kebingungan, dan tidak fleksibel. Contohnya adalah ATC dan fasilitas Volkswagen.
Level 4 adalah micro-space plan. Pada level ini perencanaan fasilitas pada level
departemen atau tata letak sel. Di sini, lokasi dan penempatan dari peralatan secara spesifik
digambarkan. Level 4 di sini lebih menekankan pada aliran material secara kasar ke tempat yang
lebih personal dan lebih menekankan pula pada alur komunikasi.
Level 5 adalah sub-micro space plan. Pada level ini, desain dari setiap unit stasiun
kerja digambarkan. Pembuatan desain stasiun kerja (workstation) dibuat agar seefektif dan
seefisien mungkin, serta dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pekerja. Sub-micro
space plan juga menentukan peralatan kantor dan perkakas yang sesuai, beserta dengan strategi
perbaikannya.

5.2 Hirarki Perencanaan Fasilitas


Perencanaan fasilitas adalah subjek yang kompleks dan luas yang melintasi beberapa
disiplin ilmu khusus. Perencanaan fasilitas mempunyai beberapa hirarki. Seperti yang sudah
dijelaskan di awal sub-bab ini, penempatan fasilitas (lokasi fasilitas) berhubungan dengan
penempatan yang cocok sesuai pelanggan, pemasok, dan fasilitas lain yang berhubungan
dengannya. Desain fasilitas terdiri dari sistem fasilitas, tata letak, dan sistem penanganan
material. Sistem fasilitas mencakup sistem struktural, seperti sistem penerangan, kelistrikan,
atau komunikasi, sistem keselamatan kerja, dan lain-lain. Desain tata letak merupakan
peletakan dan pemosisian semua peralatan, mesin, dan perabot lainnya di dalam area fasilitas.
Sistem penanganan material berkaitan dengan

21
pemindahan material atau mekanisme yang diperlukan untuk memenuhi interaksi antar fasilitas yang
diperlukan.

Gambar 10 Hirarki Perencanaan Fasilitas

5.3 Motivasi dan Tujuan Perencanaan Fasilitas


Ada beberapa motivasi dalam melakukan perencanaan fasilitas. Perencanaan fasilitas
merupakan salah satu cara paling efektif untuk meningkatkan produktivitas pabrik, mengurangi
biaya, dan mengurangi limbah. Selain itu, perencanaan fasilitas juga dapat mendukung kesehatan
dan keselamatan pekerja serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Perencanaan fasilitas juga
dilaksanakan dilatarbelakangi oleh motivasi untuk konversi energi dan factor sekuritas.
Tujuan dari perencanaan fasilitas dapat dilihat dari 4 sisi. Sisi pelanggan, sisi partner
supplier atau partnership lainnya, sisi perusahaan secara keseluruhan, dan sisi pekerja. Dari sisi
pelanggan, perencanaan fasilitas bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan
memaksimalkan customer response yang cepat. Dilihat dari sisi partnership, tujuan
perencanaan fasilitas adalah untuk mengintegrasikan supply chain. Apabila dari sisi
perusahaan secara keseluruhan, perencanaan fasilitas bertujuan untuk meningkatkan RoA
(Return on Assets) dan mengurangi biaya secara keseluruhan. Terakhir, apabila dari sisi
pekerja, tujuan perencanaan fasilitas adalah untuk menyediakan keamanan dan menjaga
keselamatan pekerja, beserta dengan pemuasan pekerjaan.

22
Referensi
Groover, M. P., 2010. Fundamentals of Modern Manufacturing. 4th penyunt. Hoboken: John Wiley &
Sons.

Kalpakjian, S. & Schmid, S. R., 2009. Manufacturing Engineering and Technology. 6th penyunt.
London: Prentice Hall.

Schenk, M., Wirth, S. & Muller, E., 2010. Factory Planning Manual: Situation-Driven Production
Facility Planning. 1st penyunt. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Sethi, K., 2015. One Unit of Toyota Innova Produced Every 1.6 Minutes in Indonesia. [Online]
Available at: https://www.carandbike.com/news/one-unit-of-toyota-innova-produced-every-1-6-
minutes-in-indonesia-1247299
[Diakses 7 September 2020].

Wignjosoebroto, S., 1995. ERGONOMI Studi Gerak dan Waktu. 1st penyunt. Surabaya: Guna Widya.

23

Anda mungkin juga menyukai