Anda di halaman 1dari 4

Aliran Kalam Kontemporer

Pemikiran kalam kontemporer merupakan gabungan dari pemikiran pada masa klasik seperti
pemikiran yang dikemukakan berbagai golongan aliran seperti Khawarij, Jabariyah,
mu’tazilah dan sebagainya yang masih bisa dipakai sesuai perkembangan zaman yang
berlaku dengan pemikiran pada masa modern seperti pemikiran Syekh Muhammad Abduh,
Muhammad Iqbal, dsb.
Gabungan pemikiran ini terlahir pada saat umat Islam dalam masa kemunduran sehingga
ketika pemikiran Syekh Muhammad Abduh terpublikasi, banyak orang yang tersadar akan
monotonnya perkembangan pemikiran yang memotivasi dan menimbulkan berbagai
perubahan dalam cara pandang umat islam.
Hassan Hanafi lahir di Kairo, Mesir pada 13 Februari 1935, berdarah Maroko.

Hasan Hanafi

Abdul Nasser, presiden Mesir kedua. pada saat berusia 5 tahun, Hassan Hanafi sudah hafal
AlQur’an. Pendidikannya diawali di pendidikan dasar, tamat tahun 1948, kemudian di
Madrasah
Tsanawiyah Khalil Agha, Kairo, selesai tahun 1952.

Tsanawiyah Hanafi sudah aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok

Ikhwanul Muslimin, sehingga dia paham tentang pemikiran yang dikembangkan dan
aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Selain itu ia juga
mempelajari pemikiranpemikiran Sayyid Quthb tentang keadilan sosial dan keislaman.
Hanafi memperoleh gelar sarjana mudanya dari
Universitas Kairo, Jurusan Filsafat Fakultas Adab tahun 1956.
Kemudian ia melanjutkan ke Universitas Sorbonne Perancis dengan konsentrasi kajian
pemikiran Barat modern dan pra-modern.

Pemikiran Kalam Hasan Hanafi

Kritik terhadap teologi Tradisional, Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran
murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial
politik. Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan
karena sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik. Hal ini sesuai dengan
pendefenisian beliaun tentang definisi teologi itu sendiri. Menurutnya teologi bukanlah ilmu
tentang Tuhan, karena
Tuhan tidak tunduk pada ilmu.
Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Rekontruksi Teologi, Melihat sisi-sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafi lalu mengajukan
saran rekontruksi teologi. Menurutnya, adalah mungkin untuk memfungsikan teologi
menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekontruksi dan
revisi, serta menbangun kembali epistemologi lama yang rancu dan palsu menuju
epiatemologi baru yag sahih dan lebih signifikan.

Sesuai perkembangan zaman, dunia Islam membutuhkan teologi


Islam yang ber sifat tajriby , sebagai teologi yang lebih «membumi» dari pada «melangit»
seperti selama ini. Dialektikateologis terus berlanjut sepanjang sejarah manusia, sesuai
dengan kontek zaman yang melingkupinya. Bagaimana pun, teologi tidak berarti hanya
berbicara mengenai iman an-sich. Jika iman masih bersifat «para matter» atau substantif,
maka teologi lebih bersifat metodologik.
Hanafi berpandangan bahwa teologi adalah antropologi yang berarti ilmu-ilmu kemanusiaan
sebagai tujuan perkataan dan analisa percakapan. Teologi bukan Ilmu ketuhanan, seperti
halnya dalam pengertian literal kata teologi, tetapi ia adalah Ilmu tentang ajaran. Jadi, Obyek
Ilmu ini mestinya bukan Tuhan. Sebagai hermeunetik, teologi bukan Ilmu suci sebagaimana
yang banyak dipahami orang, melainkan Ilmu sosial yang tersusun secara kemanusiaan dan
merefleksikan konflik-konflik sosial politik.
1921.

Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari

Perancis. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University of Beirut. Ismail lalu
bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina.
Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea.

Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun

1949. Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of


Indiana dan University of Harvard. Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar
doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.
Al-Faruqi menegaskan bahwa esensi pengetahuan dan kebudayaan Islam ada pada agama
Islam itu sendiri. Sedangkan esensi Islam itu adalah tauhid. Ini artinya, tauhid sebagai prinsip
penentu pertama dalam Islam, kebudayaannya, dan sainsnya.
Tauhid inilah yang memberikan identitas pada peradaban Islam, yang mengikat semua
unsurnya bersama-sama dan menjadikan unsur-unsur tersebut sebagai suatu kesatuan
integral dan organis. Dalam mengikat unsur yang berbeda tersebut, tauhid membentuk sains
dan budaya dalam bingkainya tersendiri.
HM.
H.
1915 atau 4 Rajab 1333 H, dan wafat pada 30 Januari 2001.
Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.

Guru pada Islamitische Middelbaare School, Surakarta Guru Besar

Fakultas Hukum UI, Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.


PEMKIRAN HM.

Muhammad SAW.
Perbuatan Manusia, Menurut Rasyidi, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa manusia
keseluruhan punya hak dan kebebasan dalam kehidupan.

Konsep Iman, Konsep iman merupakan konsep dasar dalam kajian teologi
Islam dan iman kepada Allah wajib dan dasar utama dalam aqidah Islam.
Dalam aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal dapat sampai kepada kewajiban
mengetahui Tuhan, iman tidak bisa mempunyai arti pasif, iman tidak bisa mempunyai arti
tasdiq yaitu menerima apa yang disampaikan orang sebagai benar. Bagi aliran ini iman mesti
mempunyai pengertian aktif.
Kritik Pemikiran Kalam H.
Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi.
Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi.
Untuk itu Rasyidi berkata, ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi
adalah ilmu kalam Kristen.«Tema-tema ilmu kalam, salah satu tema ilmu kalam Harun
Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak
relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia.
Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah
dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para
mahasiswa.
Hakikat iman, Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia
dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan
manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan
Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari
sejuta orang.
Karya HM.

Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Islam.

Harun Nasution

Harun Nasution lahir pada hari selasa 23 september 1919 di Pematang Siantar, Sumatera
Utara. Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab
Jawi. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah HIS. Setelah tujuh tahun di HIS, ia meneruskan
ke MIK di Bukittinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan di Universitas AlAzhar,
Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar, ia kuliah pula di Universitas Amerika di
Mesir. Pendidikannya lalu di lanjutkan di Mc. Gill, Kanada, pada tahun 1962.
Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk
dikawasan IAIN Ciputat sejak paruh kedua dasarwasra 70-an.

2 periode sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam kapasitas akhir ini, ia memegang
beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah perkembangan pemikiran yang terbukti
menjadi salah satu sarana awal menuju pembentukan jaringan antara Harun Nasution dan
mahasiswamahasiswanya.

Pemikiran Harun Nasution

Peranan Akal »Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai
kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya.
Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya menghadapi
kekuatan-kekuatan lain tersebut.
Pembaharuan Teologi, Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution.

Pada dasarnya dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat

Islam Indonesia adalah disebabkan «ada yang salah» dalam teologi mereka. Pandangan ini
serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya yang memandang perlu untuk
kembali kepada teologi Islam yang sejati.
Hubungan akal dan wahyu, salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan
akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan
pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi
dalam Al-Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah
mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan
keagamaan.

Karya Harun Nasution

Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Buku ini terdiri dari dua jilid, diterbitkan pertama kali
oleh UI-Press pada tahun 1974.

Buku ini dicetak pertama kali pada tahun 1972 oleh UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai