Anda di halaman 1dari 2

FAIQ ALWAN FAUZAN

PGSD (01)
7000181549

Argumentasi kritis (minimum 300 kata dan maksimum 500 kata) tentang gerakan transformasi Ki
Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan (Catatan
Reviewer – mohon dielaborasi maksud dari argumen kritis, misalnya untuk memberikan argumen
kritisi itu membutuhkan referensi, data, fakta untuk membimbing mahasiswa sehingga ketika
Dosen memeriksa hasil kerja mahasiswa dapat melihat acuan referensi yang disajikan)
Jawab:
Dari tulisan Ki Hajar Dewantara pada senat terbuka UGM (7 November 1956) beliau mengutip
Prof. Sardjito beliau menganggap perlu menyandera sifat pribadi kami dengan menunjukkan sifat
ketelitian beliau dalam menghadapi suatu persoalan, dan beliau menyatukan tiga lapangan
pekerjaan dengan sebuta Tritunggal. Pertama, perjuangan kemerdekaan Indonesia, Perjuangan
Pendidikan, Pejuang Kebudayaan. Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih
kebudayaan yang hidup dalam bermasyarakat dengan maksud agar segala unsur peradaban dan
kebudayaan yang tumbuh dan dapat diteruskan ke anak cucu kita nanti. Pada zaman colonial
bangsa Belanda masih menganggap tanah air sebagai objek perdagangan dan mencari
keuntungan sebesar-besarnya dan Pendidikan lebih diserahkan kepada para pendeta Kristen.
Pada zaman colonial pemerintah Belanda pada saat itu, tidak memerhatikan soal Pendidikan
karena pemerintah Belanda hanya mementingkan Pendidikan dan penagajran yang
intelektualitas dan materialistis dan tidak memerhatikan Pendidikan budaya. Tetapi kita tidak
boleh menganggap jelek tentang Pendidikan colonial barat. Oleh karena itu, maka kita harus
mendidik anak kita dengan cara yang sesuai dengan tuntunan zaman mereka. Karena menurut
saya Pendidikan yang berbudaya itu penting sebab pendidikan bertujuan untuk membentuk agar
manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu
bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Video Pendidikan Zaman Kolonial bertujuan untuk merefleksikan perjalanan Pendidikan
Indonesia dari zaman colonial sampai saat ini. Pada tahun 1854 beberapa Bupati menginisiasi
untuk mendirikan sekolah kabupaten, sekolah kabupaten pada saat itu diperuntukkan untuk
mendidik calon pegawai. Pada tahun yang sama berkembang dan lahir sekolah bumi Putera yang
terdiri dari tiga kelas yang hanya mengajarkan membaca, menulis, dan menghitung. Singkat cerita
pemerintah Belanda memebrikan kelonggaran untuk warga pribumi dapat bersekolah. Pada 1920
lahirlah perubahan paradigman dan cita-cita dalam Pendidikan dan pengajaran yaitu ditandai
dengan lahirnya taman siswa pada tahun 1922 dimana itu menajdi gerbang emas kemerdekaan
dan kebebasan kebudayaan bangsa.
Taman siswa hadir dan ada sebagai spirit jiwa rakyat untuk Merdeka dan bebas. Namun apakah
kita sudah merasa Merdeka saat ini? Berdasarkan survei terkait kebebasan berpendapat dan
berekspresi oleh Komnas HAM bersama dengan Litbang Kompas di 34 provinsi di Indonesia pada
2020, terlihat kekhawatiran masyarakat ketika berpartisipasi di ruang publik. Detilnya, sebanyak
36% responden merasa tidak bebas menyampaikan ekspresi di media sosial. Selanjutnya, 66%
responden khawatir akun atau data pribadi mereka diretas atau disalahgunakan. Sebanyak 29%
responden menilai bahwa mengkritik pemerintah adalah isu paling tidak bebas untuk dinyatakan
dan diekspresikan. Lalu 80% responden khawatir bahwa dalam keadaan darurat pemerintah
dapat atau akan menyalahgunakan kewenangan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan
berekspresi. Menurut saya Merdeka itu adalah kita diberikan kebebasan dalam berekspresi dan
berpendapat apapun di depan umum sesuai dengan Pasal 28 Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berpendapat di Indonesia sudah
merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai