Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

“Public dan Private Mix Layanan Kesehatan”

Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ekonomi Pembiayaan Kesehatan

Dosen Pengampu:

Susilawati, MARS

Penyusun :

Laily Shinta Lubis (132012200

Nisa Arinda (132012200

Salma Nurhaliza (1320122008)

Wahyu Intan N. (1320122009)

PROGAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES RAFLESIA

2024

Jl. Mahkota Raya 32-B Komplek Pondok Duta 1, Cimanggis, Kota

Depok, Jawa Barat 16451


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ekonomi Pembiayaan Kesehatan dengan judul:
“Public dan Private Mix Layanan Kesehatan”. Terimakasih kepada Susilawati, MARS selaku
penanggung jawab dosen mata kuliah Ekonomi Pembiayaan Kesehatan yang telah bersedia
membimbing kami saat ini. Tak lupa kami ucapkan terimakasih juga kepada Bapak Andri Yan
Prima Zani, MM, MKM, selaku pimpinan Yayasan STIKes RAFLESIA

Akhir kata kami mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam
penyusunan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya
mahasiswa STIKes RAFLESIA dan semua pihak.

Depok, 01 Maret 2024

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Adisasmito(2007) sistem kesehatan diito(2007) sistem kesehatan di Indonesia


tidak terlepas dariIndonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya sistem
kesehatan merupakan seluruh aktifitas yangpembangunan kesehatan. Intinya sistem
kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk
mempromosikan, mengembalikan dan memeliharamempunyai tujuan utama untuk
mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. sistem kesehatan memberi
manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang adil.Sistem kesehatan tidak hanya menilai
dan berfokus pada yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu
didistribusikan.diberikan.

Menurut ototmodjo(2008) pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk


pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikanpelayanan
kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu pelayanan
lembaga sosial yang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki sifat yang tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan atau non profit organizationorganization.

Peran sektor swasta yang tinggi dalam penyediaan pelayanan kesehatan tidak beriringan
dengan peran penemuan kasus TB. Rendahnya peran swasta memerlukan penguatan jejaring
sektor publik dan swasta yang disebut Public Private Mix (PPM). Peningkatan pemahaman
akan peran sektor swasta dan publik dalam penemuan kasus diperlukan sehingga memperkuat
manajemen program di pelayanan kesehatan dalam penemuan kasus.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah Ekonomi Pembiayaan Kesehatan serta untuk wawasan dan ilmu kami tentang Public
Private Mix Pelayanan Kesehatan dalam bidang kesehatan yang nantinya akan menjawab
rumusan masalah yang ada.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Public Private Mix

PPM (Public-private mix) adalah salah satu strategi untuk meningkatkan penemuan
kasus dan kualitas di layanan dengan melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan baik tingkat
primer-sekunder dan pemerintah-swasta. PPM memerlukan pemikiran yang seksama dan
membutuhkan instrumen regulasi yang paling sesuai dengan tindakan dan tujuan tertentu,
juga dibutuhkan pemikiran yang seksama untuk mengembangkan strategi penerapan
instrument tersebut. Pemerintah yang terlalu sibuk memberikan pelayanan tidak akan sempat
melakukan “Pembinaan” (stewardship) yang baik. Namun peran swasta yang terlalu dominan
akan mengorbankan kepentingan masyarakat.. Oleh karena itu perlu keseimbangan peran
(public-private mix) yang tepat. (Julio Frenk, Dekan FKM Harvard University).

2.2 Konsep Public Private Mix

Public private mix merupakan sebuah upaya pemerintah dalam melibatkan sektor
swasta dan masyarakat untuk lebih jauh terlibat dalam pembiayaan kesehatan. Manajemen
public private mix dalam pelayanan kesehatan tidak bisa disangkal merupakan suatu tugas
yang sulit. PPM memerlukan pemikiran yang seksama dan membutuhkan instrumen regulasi
yang paling sesuai dengan tindakan dan tujuan tertentu, juga dibutuhkan pemikiran yang
seksama untuk mengembangkan strategi penerapan instrumen tersebut.

Penyakit tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan mas
masyarakat dan menjadi tantangan global. Berdasarkan laporan WHO (World Health
Organization) Tahun 2011 diperkirakan 8-9 juta kasus baru tuberkulosis, 1,1 juta kematian
akibat tuberkulosis dan 350.000 kematian pasien HIV (Human Immunodeficiency Virus)
dengan TB diseluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak kelima
di dunia dan diperkirakan setiap tahun ada 450.000 kasus baru dan 64.000 kematian akibat
TB.

Untuk mengatasi masalah ini dan mencapai target Millenium Development Goal
(MDGs) pada tahun 2015 yaitu 70% kasus TB terdeteksi dan 85% penderita TB sembuh
maka, WHO mengembangkan strategi Stop TB. Salah satu komponen dari strategi Stop TB
adalah melibatkan seluruh penyedia pelayanan, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dalam pelaksanaan DOTS (Directly Observed Treatment Short course) yang
berkualitas melalui pendekatan Public Private Mix (PPM). Pendekatan PPM telah
dilaksanakan di 14 negara dari 22 negara dengan beban TB tinggi termasuk Indonesia. Hasil
evaluasi PPM di berbagai negara menunjukkan pendekatan ini produktif dan cost efektif
untuk meningkatkan penemuan kasus 10-60%, meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih
dari 85%, meningkatkan akses pelayanan TB dan mengurangi beban keuangan bagi
masyarakat miskin. Laporan WHO tahun 2011, menyatakan pendekatan PPM
menyumbangkan 15% - 40% angka notifikasi TB dari total angka notifikasi TB tahun 2010.

2.3 Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi dengan penularan yang mudah di
lingkungan sekitar. Penyakit ini disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tb) yang
umumnya menyerang paru-paru. Penularan TB dari pasien ke orang lain melalui percik renik
(dahak pasien) yang terhisap orang lain ketika pasien bersin, meludah, ataupun batuk-batuk.
Seseorang yang terinfeksi bakteri Mtb dapat menghasilkan sekitar 3000 percik dahak dalam
sekali batuk (Kemenkes RI, 2014; Zubaidah et al., 2013). Setelah beberapa saat terinfeksi
akan timbul gejala-gejala umum seperti batuk 2-3 minggu berturut-turut hingga disertai
darah, nafsu makan menurun, malaise, dan demam (Kemenkes, 2014). Respon imun akan
bekerja setelah 2-12 minggu setelah terinfeksi. Sekitar seperempat populasi dunia memiliki
TB laten, yang merupakan orang dengan infeksi bakteri TB namun belum sakit dengan
penyakit ini dan tidak dapat menularkan penyakitnya. Orang yang terinfeksi TB memiliki
resiko 5-15% sakit, sedangkan orang dengan kekebalan tubuh terganggu (HIV, malnutrisi,
komsumsi tembakau) memiliki risiko sakit lebih tinggi (WHO, 2018).

2.4 Transmisi Tuberkulosis

Penularan penyakit TB dari manusia ke manusia melalui udara, yaitu lewar percikan
dahak atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar saat orang yang sakit TB batuk, bersin,
atau bicara, namun tidak menutup hidung atau mulut dengan benar. Penularan TB dapat
dikatakan penularan cepat dan mudah, karena percik renik merupakan partikel yang sangaat
kecil dengan diameter berukuran 1 sampai 5 μm dan dapat menampung 1-5 basilli, memiliki
sifat sangat infeksius, serta mampu bertahan di udara hingga 4 jam. Ukuran percik renik yang
sangat kecil ini memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam par, sehingga mampu
menjadikan tempat bakteri melakukan replikasi. Terdapat 3 faktor dalam penularan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M.tb) ke manusia, meliputi:

1. Banyaknya organisme yang keluar dari orang yang terinfeksi dan berada di udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi.
3. Lamanya orang sehat menghirup udara terkontaminasi dengan bakteri

Seseorang dalam sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percik renik,
sedangkan dalam sekali bersin mampu menghasilkan hingga 1 juta percik renik. Padahal,
suatu infeksi penyakit TB, hanya membutuhkan 1 hingga 10 basil untuk dapat menginfeksi
seseorang. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum positif, dengan hasil 3+, merupakan
kasus yang paling infeksius. Artinya bahwa seseorang dengan hasil pemeriksaan tersebut
akan sangat mudah menularkan ke orang lain di sekitar jika tidak menutup hidup dan mulut
saat batuk, bersin, dan berbicara. Namun, untuk pasien dengan hasil sputum negatif,
merupakan kasus yang tidak terlalu infeksius atau tidak terlalu menularkan. Pada kasus TB
ektra paru, atau TB yang menyerang organ tubuh selain paru-paru, umumnya tidak infeksius,
kecuali apabila seseorang dengan TB ekstra paru juga memiliki infeksi TB pada paru-
parunya. Seseorang dengan TB laten tidak bersifat infeksius, hal ini disebabkan bakteri M,Tb
di dalam tubuh tidak melakukan replikasi sehingga tidak dapat menularkan ke organisme
lainnya. Pasien TB BTA-negatif dapat pula menularkan penyakit TB. Tingkat penularan
pasien TB BTA-positif 65%, pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif 26%, sedangkan
pasien TB hasil kultur negatif dan foto toraks positif 17%. (Kemenkes, 2014).

Ruangan yang gelap dengan sedikit pencahayaan serta minim akan ventilasi udara
merupakan tempat yang paling mudah terjadinya penularan TB. Tuberkel basili akan cepat
terbunuh apabila terkena cahaya matahari secara langsung. Namun, apabila suatu ruangan
tidak cukup pencahayaan matahari dan kurangnya sirkulasi udara, makan bakteri tersebut
bertahan lebih lama di dalam ruangan. Penularn TB akan semakin berisiko apabila kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi TB dalam waktu yang lama. Namun, apabila terinfeksi,
perkembangan untuk menjadi sakit TB tergantung pada kondisi imun masing-masing
individu. Hanya 10% dari kasus yang berkembang menjadi TB aktif, sebanyak 90% kasus
tidak berkembang menjadi penyakit TB yang menularkan. Ditemukan, setengah kasus terjadi
setelah adanya infeksi sedangkan setengahnya terjadi dalam hitungan hari kemudian. Pada
dua tahun pertama pasca-terinfeksi meruakan risiko tertinggi penularan. Kelompok dengan
risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.
Sebaliknya, orang yang memiliki imuniitas yang buruk lebih berisiko untuk terjadi
penyakit TB aktif apabila terinfeksi oleh bakteri M.tb dibandingkan dengan orang imun
normal. Salah satu contoh, yaitu orang dengan HIV-positif. Adanya kasus sebanyak 50- 50%
orang dengan HIV-positif akan menderita penyakit TB setelah terinfeksi banteri M.Tb. Kasu-
kasus lainnya seperti pada kondisi medis lain dengan sistem imun yang buruk seperti diabetes
mellitus, silicosis, penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam
jangka panjang juga sering ditemukan (Kemenkes RI, 2019).

Percik renik juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui penularan parasit
Mycrobacterium tuberculosis dapat terjadi dari penderita ke orang lain melalui percik renik
(dahak penderita) yang terhisap. Percik renik sebagai sumber infeksi dikeluarkan oleh
penderita saat penderita berbicara ataupun saat batuk dan bersin yang kemudian apabila
terjadi kontak maka akan menularkan ke orang lain. Percik renik dapat bertahan hingga
beberapa hari di udara. Orang lain akan terinfeksi saat menghirup percik renik yang
dikeluarkan oleh penderita karena mengandung Mycrobacterium tuberculosis. Partikel ini
cukup kecil sehingga mampu mencapai saluran pernafasan bawah dan menginfeksi. Setelah
beberapa saat terinfeksi akan timbul gejala-gejala dan respon imun akan bekerja setelah 2-12
minggu setelah terinfeksi (Amir & Putro, 2012; Ban et al., 2015).

Anda mungkin juga menyukai