Anda di halaman 1dari 8

UNTAIAN DO’A YANG TULUS

Karya: Gita Risma Rosanti

“ Kakak panitia yang itu manis banget ga sih?” tanya Rissa ke Gia yang baru saja
menyelesaikan lomba morse di lapangan Universitas Mataram.

“ Lumayan. Cieee… kamu suka ya?” goda Gia

“ Nggak, Cuma seneng liat aja” ucap Rissa terlihat salah tingkah

“Sama aja Riss”

“Hehehe.. tapi beneran manis loh”.

Mereka berdua adalah siswi SMA Garuda Bangsa yang kini tengah mengikuti lomba
pramuka yang diselenggarakan oleh Universitas Mataram. Sesaat sebelum lomba morse
selesai, Rissa menyerahkan hasilnya ke panitia laki-laki.

“Tinggal dikit baru bener” kata panitia itu sembari melihat lembar jawaban Rissa.

“Ooh iya kak? Tadi aku bimbang soalnya”

“Iya udah gapapa”

“Makasih ya kak” ucap Rissa beranjak pergi menemui Gia.

Itulah awal pertemuan dia dengan kakak panitia manis yang berujung mendapat godaan
dari Gia. Ketika mereka sampai di bumi perkemahan, Rissa terihat masih salah tingkah
karena kejadian tadi. Ia senyum-senyum sendiri dan hal tersebut disadari oleh Gia sahabat
karibnya.

“Ris, kamu masih mikirin kakak panitia itu ya?”

“Aku Cuma penasaran Gi, namanya siapa ya, rumahnya dimana, dia kuliah jurusan apa”
ucap Rissa sembari menatap langit-langit tenda

“Mending minum dulu Riss, kayaknya kamu kepanasan deh. Jangan berharap banyak,
mana mungkin panitia itu mau sama kamu”.
“Sebagai sahabat minimal dukung sih Gi, aku mau minta sama Allah biar di deketin
sama dia”.

“Terserah kamu deh Riss, tapi aku ga yakin”

“Kita harus yakin, mudah banget bagi Allah membolak-balikkan hati” sanggah Rissa
dengan penuh keyakinan.

“Iya, iya terserah. aku mau pergi beli minum, nitip ga?” tawar Gia

“Ga deh Gi, Makasih” ucap Rissa sambil memperbaiki posisi tidur dan memejamkan
mata

Entah mengapa rasa aneh tiba-tiba menyerang hatinya, dia memang sudah menginjak
usia 18 tahun saat ini. Jadi, sangat wajar jika ia merasakan jatuh cinta. Apakah cintanya akan
berbalas ataukah akan bertepuk sebelah tangan. Ia tidak tahu pasti, ia ingin mencari tahu lebih
detail tentang panitia itu. Panitia yang baru saja ditemuinya, namun dia sudah mampu
memenuhi pikiran Rissa.

Usai sholat Subuh di tenda, Rissa bersiap pergi ke kos Ririn salah satu kakak alumni
SMA nya, yang kebetulan kuliah di Universtas Mataram. Hari itu Rissa ditemani Feny, Novi
dan Wulan untuk membeli bahan di pasar karena pagi ini jadwal lomba memasak. Mereka
menyiapkan perlengkapan seperti kompor, mangkok, piring, sendok dan lain-lain di kos
Ririn. Setelah semua siap, mereka berempat bergegas ke aula dimana tempat lomba memasak
diselenggarakan.

Semua peserta terlihat antusias menghias makanan mereka secantik mungkin, berharap
masakannya terpilih menjadi juara. Begitu pula kelompok Rissa menyiapkan masakan sebaik
dan seenak mungkin agar juri memilih mereka menjadi pemenang. Lima belas menit tersisa,
kelompok Rissa masih sibuk menyiapkan hidangan. Sedangkan, tim lain terlihat sudah mulai
maju menuju panggung untuk menyerahkan masakan mereka.

“Kelompok ini kayaknya yang paling lama” sapa seorang laki-laki mengejutkan mereka
berempat. Betapa terkejutnya Rissa melihat sosok tersebut, dia adalah panitia manis yang
kemarin ditemuinya di lapangan Universitas Mataram ketika lomba morse.
“Iya nih kak, tadi soalnya telat datang” Jawab Novi tanpa beban

Mengapa lidah Rissa terasa kelu, ia kesulitan untuk berbicara. Sekedar menanyakan
nama begitu sulit keluar dari mulutnya. Rissa hanya bisa tersenyum berbahagia karena dapat
dipertemukan kembali dengan panitia itu.

“Ayoo cepet, keburu habis waktunya”

“Iya kak, ini udah selesai kok” Feny menimpali

Mereka segera berjalan menuju panggung, ditemani kakak panitia tadi.

“ohh iya namanya siapa kak?” tanya Novi

“Muhammad Khuzaini al-Huzaefi, panggil aja Zaefi”

Rissa yang mendengar itu lansung tertegun.

“Namanya bagus banget” desis Rissa dalam hati

“Kakak semester berapa?” Sambung Novi

“Oooh aku belum kuliah, masih kelas 3 SMA sekarang” jawabnya sambil tertawa

“ Sama dong” jawab Rissa memberanikan diri

“Iyaa, umur kita ga jauh beda lah ya wkwk, aku pamit ya mau ke tempat lomba LKKBB”
ucap Zaefi berlari pergi.

Hati Rissa dipenuhi bunga yang bermekaran, akhirnya ia mengetahui nama panitia itu
dan ternyata mereka satu angkatan dengan SMA yang berbeda. Betapa bahagianya dia
dipertemukan lagi dengan panitia manis. Rissa berharap dapat bertemu kembali dalam
ketidaksengajaan berikutnya.

Sayang sekali, pertemuan yang ditunggu-tunggu tiada bertuan. Hingga acara Lomba
Pramuka selesai, ia tidak pernah melihat panitia itu lagi. Mungkin sampai saat ini.


Tiga tahun berlalu, Rissa sekarang sudah kuliah semester akhir di salah satu universitas
di Yogyakarta jurusan Sastra Inggris. Malam itu ia mengerjakan tugas di kafe yang berada
tidak jauh dari kosnya. Setelah melalui kisah sendiri dalam penasaran tentang panitia manis si
“Zaefi”, ia belum sama sekali pulih. Sangat konyol memang menaruh harap kepada seseorang
selama tiga tahun lamanya. Tanpa komunikasi, tanpa balasan rasa yang sama. Tetapi
keyakinan yang kuat kepada Allah disertai do’a yang tulus dan tak pernah putus. Cinta
pertama Rissa dalam umur 18 tahun. Sulit dibayangkan bagaimana ia memendam rasa
kagum, menyimpan rasa suka, mengubur rasa rindu. Rissa sudah lama mengikuti instagram
Zaefi, namun Rissa sangat malu untuk menghubunginya. Melihat story IG nya saja sudah
cukup.

Malam itu ditengah keramaian terdapat suara tertawa yang cukup menganggu fokus
Rissa dalam mengerjakan tugas. Posisinya tepat berada di belakang Rissa, ia menolehkan
pandangan. Sembari berucap.

“Maaf mas-mas semua, boleh tenang dikit ga? Saya ga fokus mengerjakan tugas”

“Ohh iya maaf kak, terbawa suasana” ucap salah satu dari mereka

Rissa cukup terkejut dengan apa yang disaksikannya. Suara laki-laki tadi memecahkan
semuanya. Panitia manis itu berada di depannya saat ini. hatinya berdegup kencang,
jantungnya berdesir melihat laki-laki yang selalu disebut di setiap do’anya ada disana. Ia
terdiam. Ia mematung tidak bisa berkata-kata.

“Halo kak?, kok malah bengong?” tanya Zaefi membuyarkan lamunan Rissa

“Gapapa mas, lanjut aja” jawab Rissa singkat.

Dia bingung harus bagaimana. Ingin sekali mengatakan bahwa sudah lama aku
menunggumu, mengagumimu Zaefi. Tapi apa boleh buat Zaefi sepertinya tidak mengenali
Rissa. Salah satu peserta lomba pramuka yang jatuh hati padanya.

“Permisi kak, apa kita pernah bertemu sebelumnya?” ternyata Zaefi mendekati meja
Rissa yang membuat Rissa sangat kaget.

“Sepertinya wajah kakak ga asing, apa kita pernah saling kenal?”


“Mmm iya mas Zaefi, aku Rissa peserta lomba pramuka di Universitas Mataram tiga
tahun lalu dan mas panitianya”.

“Kamu yang lomba morse sama masak itu bukan?”

“Iyaa mas bener, waktu itu mas sempet negur kelompokku karena lama selesai masak”

“Ooh iya aku inget sekarang, boleh duduk ga nih? Aku cape berdiri”

“Iya mas silahkan, mas kuliah disini?” tanya Rissa sambil memperbaiki jilbab hitamnya
yang sedikit tidak teratur.

“Ngga, aku ada acara di Jogja kuliahnya di Universitas Mataram deket rumah. Kamu
sendiri kuliah disini?”

“Iya alhamdulillah mas, Mas kuliah jurusan apa?”

“Baguslah, aku jurusan Ilmu Komunikasi, kamu?”

“Jurusan sastra Inggris mas”

“Kita boleh tukeran nomor WA ngga?, siapa tau bisa saling membantu”

“Boleh banget mas” jawab Rissa sumringah.

“Aku balik dulu ya Riss, seneng ketemu temen lama” ucap Zaefi meninggalkan meja
Rissa

“Iya mas, aku juga seneng banget”

Malam itu adalah susunan do’a yang perlahan dikabulkan, Rissa memang sudah yakin
bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Malam yang gelap terasa terang
benderang menyinari hati Rissa yang telah lama redup. Bulan purnama dan bintang-bintang
turut menghiasi indahnya suasana.

Siapa sangka dengan bertemunya Rissa dan Zaefi malam itu, membuat hubungan
keduanya semakin akrab. Zaefi selalu menghubungi Rissa bahkan membantunya
mengerjakan skripsi di kafe terdekat. Rasa yang hampir punah, harapan yang dulu memudar
kini mulai tumbuh kembali bahkan semakin kuat. Rasa sayang Rissa semakin besar, ia tidak
mau melepas Zaefi, ia tidak akan rela membiarkan sosok yang dicintai bersama orang lain.

Hingga awal bulan Mei datang, urusan Zaefi di Jogja telah selesai. Hal itu membuat
Rissa sangat sedih. Meskipun ia satu daerah dengan Zaefi, namun tetap saja ia merasakan
kehilangan. Hari itu Rissa turut mengantar Zaefi ke bandara YIA. Ditemani teman-teman
Zaefi juga.

“Makasih ya Riss, besok kita ketemu lagi kalo kamu pulang ke Lombok”

“Aku sedih mas, tapi janji ya ga berubah”

“Iya janji, kamu semangat kuliahnya, biar cepet lulus”

“Oke siap komandan” jawab Rissa selagi memberi hormat layaknya seorang prajurit

Tak terasa air mata Rissa menetes membasahi jilbab ungu muda yang ia kenakan.
Dadanya sesak melihat kepergian Zaefi yang sudah menarik kopernya. Namun ia bertekad
akan segera menyelesaikan kuliah dan menyusul Zaefi ke Lombok menuntut janji laki-laki
itu.

Pertengahan bulan Juni Zaefi di wisuda terpampang tulisan M. Khuzaini Al-Huzaefi


S.I.Kom, Rissa sedih karena belum bisa datang ke wisuda laki-laki idamannya itu. Satu bulan
setelahnya Rissa menyelesaikan kuliahnya dengan meraih gelar S.S. Jika digabungkan,
namanya menjadi Rissa Chintya S.S. Zaefi datang ke acara Wisuda Rissa yang disambut
hangat oleh keluarganya. Setelah selesai foto bersama, Zaefi mengajaknya keluar sebentar.

“Ris, aku mau ngomong sesuatu”

“Iya mas, ngomong aja. Biasanya juga ngomong lansung”

“Ris, aku nyaman sama kamu. Aku pengen hubungan kita lebih serius”

“Maksudnya gimana ya mas?, aku belum paham”

“Aku pengen kita nikah”


“Hah? Nikah? baru juga S1 udah main nikah aja”

“Aku serius Ris, aku pengen kamu jadi pendamping hidupku, soal pekerjaan kamu
tenang aja, perusahaan Ayah aku yang jalankan, salah satu cabangnya ada di Jogja”

“Ya udah mas kalo gitu, izin ke bapak sana”

“Udah, bapakmu bilang terserah Rissa bair kamu yang menentukan, jadi gimana Ris?”

“Iya mas aku mau” jawab Rissa sambil tersenyum malu.

“Alhamdulillah, makasih Ris”

“Saya terima nikahnya Rissa Chintya binti Bapak Reza Hermansyah dengan mas kawin
uang senilai 30 juta dan seperangkat alat sholat dibayar tunai”

“SAHHHHHHHH” suara para hadirin menggema dalam ruangan pernikahan Rissa dan
Zaefi. Tak terlepas suara Gia yang masih tak percaya sahabatnya itu menikahi laki-laki yang
diidamkannya sejak lama.

Pernikahan tersebt diselenggarakan tepat di hari ulang tahun Rissa yang ke 22 tahun,
masih muda memang namun begitulah takdir. Lebih baik menikah segera agar tidak
terjerumus ke lembah zina. Rissa hanya tersipu malu. Banyak hal yang ia syukuri. Panitia
manis yang selalu ia do’akan akhirnya menjadi teman hidupnya. Penantian yang cukup lama
kini membuahkan sebuah hasil. Hasil yang begitu berharga, menjaga kesucian cinta dengan
melangitkan do’a. do’a yang menggantung di langit dunia telah sampai kepada keharibaanya
yang Maha Kuasa. Do’a yang selalu tahu kapan waktu yang tepat ia berlabuh, Do’a yang
selalu paham kepada siapa ia akan berteduh. Karena sejatinya do’a yang selalu diucapkan
tidak pernah lupa untuk kembali. Hanya menunggu masa yang tepat disaat kita semua siap
mendapat.

SELESAI
Biodata penulis

Perempuan yang akrab di sapa Gita ini lahir di sebuah desa kecil yang bernama Mertak Paok,
pada 13 agustus 2003 salah satu daerah di Lombok. Saat ini penulis sedang menempuh
pendidikan di Universitas Islam Indonesia, hobinya memang iseng menulis puisi dan cerpen.
Rumah ternyaman baginya adalah di perpustakaan, karena ia dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan. Menurutnya, buku adalah teman terbaiknya karena buku memberikan
banyak sekali manfaat baginya. Ketika kecil, ia memang sudah bercita-cita menjadi penulis
terkenal. Semoga tulisan cerpen ini menjadi Langkah awal untuk meraih cita-citanya dan
semoga cerita ini dapat menginspirasi bagi para pembaca sekalian

Anda mungkin juga menyukai