Anda di halaman 1dari 11

J u r n a l N a s i o n a l K e s e h a t a n Li n g ku n g a n G l o b a l Volume 2, Issue 3

Oktober, 2021

Hubungan Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti di Rumah dengan


Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Tegal Alur Kecamatan
Kalideres, Jakarta Barat, Tahun 2019

Alifia Daariy1 , R. Budi Haryanto 1 , * )


1,2
D e p a r t e m e n K e s e h a t a n Li n g ku n g a n , F a ku l t a s K e s e h a t a n M a s ya r a k a t U n i v e r s i t a s I n d o n e s i a , D e p o k, 1 6 4 2 4
*)
Corresponding Author: daariyalifia@gmail.com

Artikel dikirim: Abstrak


Agustus, 2020
Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama di Indonesia. Populasi nyamuk Aedes aegypti dewasa yang padat adalah
Artikel diterima:
faktor risiko dari kejadian DBD. Keadaan ini juga bisa dipengaruhi oleh karakteristik individu
September, 2020 dan diperparah dengan kondisi lingkungan, perilaku individu dalam memberantas sarang nya-
muk serta mencegah gigitan nyamuk. Metode. Penelitian kuantitatif dengan desain cross-
Artikel dipublikasi: sectional ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kepadatan nyamuk Ae. aegypti
Oktober, 2021 dewasa di rumah dengan kejadian DBD di Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, tahun 2019.
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara pada 152 responden dan menangkap nyamuk
di 55 rumah terpilih di 4 RW dengan kasus terbanyak. Pengukuran kepadatan dilakukan
dengan menghitung sampel nyamuk Ae. aegypti menggunakan rumus angka istirahat per ru-
mah (RR). Hasil. Hasil studi memperlihatkan bahwa ada hubungan bermakna antara
kepadatan nyamuk Ae. aegypti di rumah dengan kejadian DBD. Analisis juga menunjukan
faktor lingkungan yang berhubungan signifikan dengan kejadian DBD adalah penggunaan
AC, sedangkan karakteristik individu yang berhubungan termasuk usia, jenis kelamin, dan
keberadaan individu. Kesimpulan. Faktor perilaku yang memiliki hubungan dengan kejadian
DBD ialah penggunaan kawat anti nyamuk. Peningkatan keterampilan petugas kesehatan un-
tuk survei entomologi nyamuk dan melakukan pemetaan kepadatan nyamuk dewasa di wila-
yah lain sangat disarankan.

Kata Kunci: Aedes aegypti, Angka Istirahat per Rumah, Demam Berdarah Dengue, Kepadatan
Nyamuk Dewasa

Abstract
Background. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public health concerns in
Indonesia. Aedes aegypti mosquito abundance is a risk factor for DHF. This condition is also
influenced by individual characteristics and worsened by environmental factors, eradication of
mosquito nests and prevention of mosquito bites practice. Metode. This quantitative study with
a cross-sectional design aims to analyze the correlation of adult Ae. aegypti density in houses
with DHF in Tegal Alur, Kalideres, 2019. The data were obtained from interviewing 152 study
subjects and collecting adult mosquitoes in 55 selected houses in 4 high incidence RW. Adult
Ae. aegypti density were determined by resting rate (RR) formula which defined as the number
of resting mosquitoes per house. Results. The result showed that there is a significant
relationship between Ae. aegypti mosquito density with DHF incidence. Conclusions. There are
also significant correlation between environmental factor which is air-conditioner use;
individual characteristics including age, sex, and individual whereabouts; along with behavioral
factor which is the use of mosquito nets. Improving health workers’ ability to do entomological
survey and to map adult mosquito density in other areas are needed.

Keywords: Adult mosquito density, Aedes aegypti, dengue hemorrhagic fever, resting rate

141
J u r n a l Na si on a l Ke se h a t a n Li n g k u n ga n Gl ob a l Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

Pendahuluan Hasil kegiatan pemantauan jentik berkala di


wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres
Dikutip dari WHO, vektor didefinisikan se- menunjukan bahwa sejak tahun 2017 sampai 2018,
bagai organisme hidup yang dapat menularkan pato- angka kepadatan jentik per rumah di sejumlah RW
gen dan parasit dari manusia atau hewan yang terin- Kelurahan Tegal Alur, khususnya RW 3, 5, 7, 8, 9,
feksi kepada manusia sehat lainnya. [1][2] Vektor 10, dan 11 dikategorikan sebagai kepadatan sedang.
penyakit yang umum diketahui adalah nyamuk, khu- Namun pada bulan Januari 2019, house index (HI) di
susnya genus Aedes, Anopheles, dan Culex. [2] RW 10 meningkat menjadi 22% dan HI di RW 5
Nyamuk genus Aedes, terutama Ae. aegypti dan Ae. mencapai 38% yang termasuk kepadatan tinggi
albopictus, dapat mentransmisikan berbagai penya- (Puskesmas Kecamatan Kalideres, 2019).
kit dan merupakan vektor utama penular penyakit Kepadatan jentik yang tinggi tersebut diperkirakan
demam berdarah dengue (DBD). [3] Kedua spesies akan membuat populasi nyamuk dewasa Ae. aegypti
nyamuk ini dapat ditemukan di daerah tropis dan juga tinggi. Hal ini bisa berdampak pada peningkatan
subtropic. [4] DBD adalah salah satu penyakit menu- risiko penularan penyakit DBD di Kelurahan Tegal
lar berbasis lingkungan yang disebabkan oleh virus Alur, khususnya di RW 5, 6, 10, dan 11. Berdasar-
dengue melalui gigitan nyamuk tersebut. [4] kan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengidentif-
Saat ini, DBD dianggap sebagai masalah ikasi kepadatan nyamuk dewasa di rumah—yang
kesehatan masyarakat global penting karena penya- diukur menggunakan angka istirahat per rumah—
kit ini tidak lagi terbatas pada daerah tropis [5] dan dan hubungannya dengan kejadian DBD di Ke-
angka angka kesakitannya telah meningkat drastik. lurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, pada
[6] Indonesia merupakan salah satu negara berkepu- tahun 2019.
lauan tropis yang juga menjadi wilayah endemis bagi Metode
penularan DBD [1][7]. Sejumlah penelitian membuk-
tikan bahwa kepadatan nyamuk dewasa Ae. aegypti
merupakan salah satu faktor risiko penyakit DBD Penelitian ini menggunakan pendekatan
yang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kuantitatif dengan desain cross-sectional untuk
curah hujan, kelembaban, dan densitas jentik nya- mengetahui hubungan antara variabel independen,
muk tersebut (Carneiro dkk., 2017; Rodrigues dkk., yaitu kepadatan nyamuk Ae. aegypti di rumah
2015). Pengukuran kepadatan nyamuk ini biasa dil- dengan kejadian DBD di Kelurahan Tegal Alur, khu-
akukan dengan angka istirahat per rumah atau ang- susnya RW 5, 6, 10, dan 11. Peneliti juga akan
ka kepadatan per orang dan per jam. Namun, secara menganalisis hubungan antara variabel faktor ling-
umum pembagian interval kepadatan tersebut belum kungan (keberadaan jentik dan penggunaan AC);
ditemukan. karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan
Sejak tahun 2014 sampai 2018, kasus DBD keberadaan individu); serta perilaku (kebiasaan
di wilayah Kalideres, Jakarta Barat terbilang tinggi. menguras dan menutup TPA, menaburkan abate,
Pada tahun 2016, total kasus mencapai 1.234, penggunaan obat, losion, dan kawat anti nyamuk,
menurun menjadi 185 kasus pada tahun 2017, dan serta kelambu) dengan variabel dependen, yakni
kembali meningkat pada tahun 2018 menjadi 206 kejadian DBD.
kasus. Sejak bulan Januari sampai pertengahan Populasi studi adalah masyarakat RW 5, 6,
Maret 2019, Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Ka- 10, dan 11 dengan unit analisis berupa pemilik ru-
lideres, memiliki 4 RW dengan jumlah kasus DBD mah. Besar sampel yang didapatkan dengan rumus
terbanyak, diantaranya adalah RW 5, 6, 10, dan 11 uji estimasi proporsi absolut adalah 152 orang re-
dengan total masing-masing 7, 4, 8, dan 9 kasus sponden. Pada masing-masing RW, dipilih 4 RT
(Dinkes Prov DKI Jakarta, 2019). Diketahui dari hasil yang memiliki angka kasus tinggi selama tahun
wawancara dengan pemegang program DBD di 2019. Maka, didapatkan jumlah minimal sampel tiap
Sudinkes Jakarta Barat, jumlah kasus DBD di Tegal RW sebanyak 38 orang dan 9–10 orang per RT. Pa-
Alur sampai 23 April 2019 mencapai 148 penderita da RT yang terpilih, sampel responden ditentukan
dengan angka kesakitan sebesar 149,1 per 100.000 menggunakan teknik random walk. Selanjutnya,
penduduk. Pada bulan Januari, total kasus tercatat dipilih 55 rumah yang akan dijadikan lokasi survei
sebesar 35 dan meningkat menjadi 49 pada bulan nyamuk dari keseluruhan sampel studi. Maka tiap
Februari. Bulan selanjutnya kembali mengalami pen- RW akan diambil 13–14 rumah sebagai lokasi pen-
ingkatan menjadi 55 kasus dan menurun menjadi 9 gukuran kepadatan nyamuk.
kasus pada April 2019.
Jenis data yang dikumpulkan ialah data pri-
142
J u rn a l N a s io n a l K e s e h a ta n L in g ku n ga n G lo b al Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

mer yang didapat dari pengukuran kepadatan nya- memakai losion anti nyamuk dan 84,2% responden
muk di 55 rumah teracak, wawancara kepada 152 mengatakan tidak menggunakan kelambu di tempat
sampel responden terpilih menggunakan instrumen tidurnya. Sedangkan persentase responden yang
kuesioner, dan observasi lingkungan sekitar ru- memasang kawat nyamuk pada jalusi jendela atau
mahnya. Pengukuran keberadaan jentik dilakukan di pintu rumah mencapai 66,4% (Tabel 1).
semua rumah responden dengan observasi metode
visual pada setiap tempat penampungan air. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor
Pengumpulan data kepadatan dilakukan Lingkungan, Karakteristik dan Perilaku Individu di
Kelurahan Tegal Alur Tahun 2019
dengan menangkap nyamuk menggunakan alat as-
pirator dan raket nyamuk yang kemudian diidentifi- Frek- Persen-
kasi spesiesnya. Selanjutnya, menghitung angka Variabel
uensi tase
istirahat nyamuk dewasa Ae. aegypti per rumah
(RR). Data yang telah diperoleh kemudian diolah Faktor Lingkungan
agar menjadi sebuah informasi. Setelah itu, data di- Keberadaan jentik
analisis untuk melihat distribusi masing-masing vari- Tidak ada 99 65,1
abel dengan bantuan SPSS. Analisis juga dilakukan Ada 53 34,9
guna menguji hubungan statistik terhadap variabel Penggunaan AC
kepadatan nyamuk Ae. aegypti, faktor lingkungan, Ya 77 50,7
karakteristik dan faktor perilaku dengan variabel ke- Tidak 75 49,3
jadian DBD menggunakan uji Chi Square dan Mann Karakteristik Individu
Whitney. Usia
≥ 15 tahun 124 81,6
Hasil dan Pembahasan
< 15 tahun 28 18,4
Jenis kelamin
Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa
sebanyak 24,3% responden pernah menderita DBD Perempuan 113 74,3
dalam kurun waktu 3–4 bulan sebelumnya. Pe- Laki-laki 39 25,7
nangkapan nyamuk dilaksanakan di 37 rumah re- Keberadaan individu
sponden yang tidak menderita DBD dan 18 rumah Dalam rumah 84 55,3
responden yang pernah menderita DBD dalam 3–4 Luar rumah 68 44,7
bulan sebelum wawancara. Analisis menunjukan Faktor Perilaku
median data RR nyamuk Ae. aegypti di rumah re- Kebiasaan menguras TPA
sponden adalah 0,11 ekor per rumah dengan nilai
Ya 128 84,2
terkecil sebesar 0,04 dan nilai terbesar mencapai
0,15 ekor per rumah. Tidak 24 15,8
Kebiasaan menutup TPA
Sebanyak 65,1% rumah responden tidak ditemukan Ya 73 48,0
jentik di tempat penampungan airnya dan 50,7% re- Tidak 79 52,0
sponden menyatakan menggunakan AC di ru- Perilaku menaburkan bubuk abate pada TPA
mahnya. Mayoritas responden yang diwawancarai Ya 43 28,3
berusia ≥ 15 tahun (81,6%) dan berjenis kelamin Tidak 109 71,7
perempuan (74,3%). Secara umum, sebesar 55,3% Penggunaan obat nyamuk
responden menghabiskan sebagian besar waktunya Ya 76 50,0
di dalam rumah. Kebiasaan menguras dan menyikat Tidak 76 50,0
TPA minimal seminggu sekali dilakukan oleh 84,2% Penggunaan losion anti nyamuk
responden. Sebanyak 52% responden menyatakan Ya 49 32,2
menutup TPA miliknya jika selesai digunakan atau Tidak 103 67,8
tidak dipakai. Responden yang tercatat tidak mena- Penggunaan kelambu di tempat tidur
burkan bubuk abate lebih banyak (71,7%) daripada Ya 24 15,8
mereka yang melakukan abatisasi pada TPA dalam Tidak 128 84,2
3 bulan, yaitu mencapai 28,3%. Diantara 152 re- Penggunaan kawat anti nyamuk pada jendela
sponden, sebesar 50% menggunakan obat nyamuk atau pintu
dengan jenis terbanyak adalah semprot. Berdasar- Ya 101 66,4
kan hasil analisis, 67,8% responden menjawab tidak Tidak 51 33,6

143
J u rn a l N a s io n a l K e s e h a ta n L in g ku n ga n G lo b al Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

Hasil uji Mann Whitney menunjukan adanya but. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wijegun-
hubungan yang signifikan antara kepadatan nyamuk awardana dkk. [12] bahwa jumlah kasus DBD makin
Ae. aegypti di rumah dengan kejadian DBD (nilai-p = tinggi bersamaan dengan populasi nyamuk Ae. ae-
0,004). Rata-rata RR justru lebih besar di rumah re- gypti dewasa yang tiba-tiba bertambah. Pada April
sponden yang tidak menderita DBD. Sedangkan 2014, terjadi wabah DBD di Mozambik bagian utara
hasil uji Chi Square memperlihatkan hubungan ber- yang dibuktikan dikarenakan tingginya proporsi nya-
makna antara penggunaan AC, usia, jenis kelamin, muk Ae. aegypti.
keberadaan individu, dan penggunaan kawat anti
nyamuk dengan kejadian DBD. Variabel keberadaan Analisis dalam penelitian ini juga memperlihatkan
jentik, kebiasaan menguras dan menutup TPA, rata-rata RR nyamuk di rumah responden yang
menaburkan abate, penggunaan obat dan losion anti pernah menderita DBD lebih kecil daripada rata-rata
nyamuk, serta kelambu tidak berhubungan yang sig- RR nyamuk di rumah responden yang tidak men-
nifikan dengan kejadian DBD. derita DBD dalam 3–4 bulan sebelum diwawancarai.
Pada kelompok responden yang tidak Hal ini dapat dipengaruhi oleh bertambahnya
menggunakan AC di rumahnya, 36% diantaranya kesadaran individu yang pernah menderita DBD.
pernah menderita DBD. Responden yang tidak Berdasarkan observasi, kondisi lingkungan fisik di
menggunakan AC di rumahnya berisiko 3,77 kali rumah responden tersebut juga lebih bersih dan rapi.
lebih besar untuk menderita DBD daripada mereka Rendahnya RR nyamuk ini dapat pula dikarenakan
yang memakainya. Diantara responden yang berusia individu yang pernah menderita DBD melakukan
< 15 tahun, mayoritas tercatat menderita DBD dalam upaya yang mencegah nyamuk masuk ke dalam ru-
3–4 bulan sebelum wawancara dilakukan, yaitu mah untuk mengindari infeksi berulang.
mencapai 82,1%. Responden berusia < 15 tahun
berisiko 36,14 kali lebih tinggi terkena DBD Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Indi-
dibandingkan dengan responden usia ≥ 15 tahun. vidu dengan Kejadian DBD
Pada kelompok responden laki-laki, 48,7% dian-
Hasil uji statistik memperlihatkan adanya hub-
taranya pernah menderita DBD sebelum wawancara
ungan yang signifikan antara penggunaan AC di da-
dilakukan. Responden laki-laki berisiko 5,01 lebih
lam rumah dengan kejadian DBD. Penelitian ini se-
besar untuk menderita DBD daripada perempuan.
jalan dengan penelitian Grandadam dkk. [13] dan Liu
Sebesar 47,1% responden yang menghabiskan se-
dkk [14] yang menemukan hubungan bermakna an-
bagian besar waktunya di luar rumah, pernah men-
tara penggunaan AC dengan kejadian DBD. Liu
derita DBD. Responden yang berada di luar rumah
memperlihatkan bahwa AC adalah faktor pencegah
berisiko 14,04 kali lebih besar untuk menderita DBD
DBD melalui pendinginan lingkungan. Selain itu,
daripada mereka yang menghabiskan waktunya di
pemakaian AC dapat mencegah masuknya nyamuk
dalam rumah. Sebesar 37,3% responden yang tidak
ke dalam ruangan karena jendela dan pintu otomatis
memasang kawat anti nyamuk di rumahnya, pernah
akan ditutup yang mencegah nyamuk masuk. Hal ini
menderita DBD. Nilai OR yang didapatkan menun-
membuat risiko individu untuk tergigit nyamuk Ae.
jukan bahwa individu yang tidak memasang kawat
aegypti menjadi kecil dan terhindar dari DBD [6][13].
nyamuk pada jalusi pintu atau jendela berisiko 2,74
lebih tinggi untuk menderita DBD dibandingkan Berbeda dengan hasil penelitian ini, studi lain
dengan mereka yang tidak memasangnya (Tabel 2). justru menunjukkan bahwa penggunaan AC di dalam
ruangan dapat meningkatkan risiko DBD karena
Diskusi temperatur AC yang diatur pada 24° celcius akan
membantu nyamuk Ae. aegypti berkembang biak
Hubungan Kepadatan Nyamuk Ae. aegypti di Ru- dan bertahan hidup di lingkungan tersebut [15].
mah dengan Kejadian DBD Nightingale dkk., [16] juga memperoleh hasil yang
sama, yaitu sebuah rumah yang menggunakan AC
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan justru berpotensi dimasuki oleh nyamuk. Hal ini bisa
yang signifikan antara kepadatan nyamuk dengan terjadi karena faktor risiko lain seperti air buangan
kejadian DBD yang sejalan dengan penelitian di Rio AC tidak rutin dibuang dan menjadi tempat berkem-
de Janeiro pada tahun 2011 yang juga menunjukkan bang biaknya jentik nyamuk.
bahwa peningkatan gigitan nyamuk Ae. aegypti
mengakibatkan angka wabah DBD dan epidemi 2 Proporsi penderita DBD pada kelompok respond-
tahunan yang lebih parah. Peningkatan gigitan ini en yang ditemukan jentik di rumahnya lebih sedikit
adalah hasil dari tingginya kepadatan nyamuk terse- dibandingkan dengan proporsi penderita diantara

144
J u r n a l Na si on a l Ke se h a t a n Li n g k u n ga n Gl ob a l Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

Tabel 2 . Distribusi Kejadian DBD Menurut Faktor Lingkungan, Karakteristik dan Perilaku Individu di Kelurahan Tegal

Alur Tahun 2019


Kejadian DBD
Tidak Men- Total OR
Variabel Menderita Nilai-p
derita (95% CI)
n (%) n (%) n
Faktor Lingkungan
Keberadaan jentik
Tidak ada 77 (77,8%) 22 (22,2%) 99
0,526 1,38 (0,64–2,96)
Ada 38 (71,7%) 15 (28,3%) 53
Penggunaan AC
Ya 67 (87,0%) 10 (13,0%) 77
0,002 3,77 (1,67–8,51)
Tidak 48 (64,0%) 27 (36,0%) 75
Karakteristik Individu
Usia
≥ 15 tahun 110 (88,7%) 14 (11,3%) 124
0,000 36,14 (11,84–110,29)
< 15 tahun 5 (17,9%) 23 (82,1%) 28
Jenis kelamin
Perempuan 95 (84,1%) 18 (15,9%) 113
0,000 5,01 (2,24–11,22)
Laki-laki 20 (51,3%) 19 (48,7%) 39
Keberadaan individu
Dalam rumah 79 (44,4%) 5 (6,0%) 84
0,000 14,04 (5,06–39,01)
Luar rumah 36 (82,4%) 32 (47,1%) 68
Faktor Perilaku
Kebiasaan menguras TPA
Ya 97 (75,8%) 31 (24,2%) 128
1,000 1,04 (0,38–2,86)
Tidak 18 (75,0%) 6 (25,0%) 24
Kebiasaan menutup TPA
Ya 58 (79,5%) 15 (20,5%) 73
0,391 1,49 (0,70–3,16)
Tidak 57 (72,2%) 22 (27,8%) 79

Perilaku menaburkan bubuk abate pada TPA


Ya 32 (74,4%) 11 (25,6%) 43
0,989 0,91 (0,40–2,06)
Tidak 83 (76,1%) 26 (23,9%) 109
Penggunaan obat nyamuk
Ya 58 (76,3%) 18 (23,7%) 76
1,000 1,07 (0,51–2,25)
Tidak 57 (75,0%) 19 (25,0%) 76
Penggunaan losion anti nyamuk
Ya 35 (71,4%) 14 (28,6%) 49
0,525 0,72 (0,33–1,56)
Tidak 80 (77,7%) 23 (22,3%) 103
Penggunaan kelambu di tempat tidur
Ya 16 (66,7%) 8 (33,3%) 24
0,390 0,59 (0,23–1,51)
Tidak 99 (77,3%) 29 (22,7%) 128
Penggunaan kawat anti nyamuk pada jendela atau pintu
Ya 83 (82,2%) 18 (17,8%) 101
0,015 2,74 (1,28–5,87)
Tidak 32 (62,7%) 19 (37,3%) 51
145
J u r n a l Na si on a l Ke se h a t a n Li n g k u n ga n Gl ob a l Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

kelompok responden yang di rumahnya tidak ko signifikan ketersediaan tutup penampung air ter-
ditemukan jentik. Hal ini mungkin disebabkan indi- hadap penyakit DBD sebesar 2,452. Tempat penam-
vidu yang pernah menderita DBD lebih memper- pung air yang ditutup akan menurunkan risiko pen-
hatikan kebersihan lingkungan rumahnya agar tidak yakit DBD karena membatasi akses masuk dan
terjadi infeksi berulang. Analisis menunjukkan tidak berkembang biaknya nyamuk Ae. aegypti. Jika TPA
ada hubungan bermakna antara keberadaan jentik bebas dari jentik, kemungkinan jumlah nyamuk de-
dengan kejadian DBD. Hasil penelitian ini serupa wasa juga akan tertekan sehingga menurunkan
dengan penelitian Widodo [17] namun berlawanan probabilitas kepadatan vektor DBD. Kemungkinan
dengan studi milik [18]. keberadaan nyamuk dewasa akan meningkat apabi-
la individu tidak menutup tempat penampungan airn-
Hubungan yang tidak bermakna ini dapat terjadi ya [16].
karena tempat penampungan air, baik di dalam atau-
pun di luar rumah, yang dimiliki sebagian besar Berdasarkan hasil wawancara, tindakan
masyarakat dalam kondisi bersih. Berdasarkan hasil pencegahan gigitan nyamuk seperti penggunaan
wawancara, mereka rajin menguras ember-ember obat nyamuk dan losion anti nyamuk hanya dipakai
yang digunakannya sebagai tempat penampungan pada malam hari ketika jumlah nyamuk cendering
air sehari-hari. Selain itu, tingginya kepadatan jentik lebih banyak. Pemakaian kelambu pun hanya dil-
tidak selalu diikuti oleh tingginya kasus karena tidak akukan pada malam hari karena siang hari cender-
semua jentik tersebut akan berkembang menjadi ung panas, padahal nyamuk Ae. aegypti aktif pada
vektor primer DBD [19]. waktu terang, terutama dua jam setelah matahari
terbit dan beberapa jam menjelang senja [14]. Hal-
Melalui observasi juga diketahui tempat penam- hal ini mungkin dapat menerangkan tidak
pungan air yang mayoritas positif jentik adalah jenis ditemukannya hubungan antara variabel
bak mandi besar yang airnya tidak langsung habis penggunaan obat nyamuk, losion anti nyamuk, dan
sekali pakai dan TPA yang tidak dipakai untuk kelambu dengan kejadian DBD.
kegiatan sehari-hari. Sebagian besar responden
menggunakan TPA berupa ember yang airnya habis Penggunaan obat anti nyamuk adalah contoh
dalam sekali pakai dan dikuras setiap hari. Hal terse- lain dari metode pengendalian vektor secara kimiawi.
but terbukti saat pengamatan—air di dalam ember Obat anti nyamuk yang mayoritas dipakai oleh re-
itu dalam kondisi bersih dan baru terisi. Beberapa sponden adalah jenis semprot. Analisis statistik yang
responden bahkan mempunyai kolam yang jarang diperoleh dalam penelitian ini yang sejalan dengan
dikuras tetapi berisi ikan sebagai salah satu tindakan studi yang dilakukan oleh Hanifah [20] dan Wita [25].
pemberantasan jentik. Hal ini juga didukung dengan Berbeda dari penelitian ini, penelitian di Sumatera
pernyataan kader jumantik yang mendampingi Barat justru menemukan hubungan bermakna antara
pelaksanaan wawancara. Keadaan ini dapat men- penggunaan obat nyamuk dengan kejadian DBD.
jelaskan ketiadaan hubungan antara kebiasan men- Individu yang tidak menggunakan obat anti nyamuk
guras TPA dengan kejadian DBD yang sesuai berisiko 2 kali lebih besar untuk menderita DBD da-
dengan penelitian Hanifah [20] dan Hidayat [21]. ripada mereka yang memakai obat tersebut.
Hasil analisis pada penelitian ini juga memper- Hasil analisis bivariat memperlihatkan bahwa
lihatkan bahwa variabel abatisasi tidak berhubungan variabel penggunaan losion anti nyamuk bukan
secara statistik dengan kejadian DBD dan bukan merupakan faktor risiko dari penyakit DBD. Studi
merupakan faktor risiko dari penyakit tersebut dan yang dilakukan Liu dkk. [14] juga tidak menemukan
serupa dengan studi milik Sari, Sarumpaet, dan hubungan antara kedua variabel. Berlawanan
Hiswani [22]. Berlawanan dengan hasil studi ini, dengan penelitian ini, Ayun dan Pawenang [26]
Dewi [23] menemukan korelasi signifikan antara aba- menemukan hubungan signifikan secara statistik dan
tisasi dengan kejadian DBD dengan nilai OR sebe- mendapatkan nilai risiko sebesar 4,2 kali lebih besar
sar 3,429. pada kelompok responden yang tidak memakai lo-
sion untuk menderita DBD dibandingkan dengan ke-
Hasil analisis bivariat antara variabel kebiasaan me- lompok yang memakai losion. Menurut hasil wa-
nutup TPA dengan kejadian DBD tidak menunjukkan wancara, alasan responden tidak menggunakan lo-
risiko yang signifikan dengan kejadian DBD yang sion tersebut adalah rasanya yang tidak nyaman di
sejalan dengan studi Hidayat [21] serta Siregar, kulit.
Djadja, dan Arminsih [22]. Bertentangan dengan
studi Susmaneli [24] yang membuktikan adanya risi-
146
J u rn a l N a s io n a l K e s e h a ta n L in g ku n ga n G lo b al Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa varia- sore hari. Sama halnya dengan responden usia
bel kelambu hanya berperan sebagai faktor protektif produktif yang bekerja di luar rumah pada pagi hari
terhadap penyakit DBD. Sejalan dengan penelitian dan mayoritas responden tersebut adalah laki-laki.
ini, Liu dkk. [14] serta Ayun dan Pawenang (2017) Peran laki-laki yang bekerja di siang hari dan
pun tidak berhasil menemukan hubungan antara melakukan mobilisasi di luar rumah membuat risiko
kedua variabel tersebut. Bertolak belakang dengan pajanan yang lebih besar terhadap vektor DBD.
penelitian ini, Nightingale dkk. [16] memperoleh ko-
relasi positif antara pemakaian kelambu dengan Pajanan terhadap gigitan nyamuk Ae. aegypti
keberadaan nyamuk Ae. aegypti yang berujung pada terbukti paling tinggi terjadi ketika hari masih terang,
peningkatan risiko kejadian DBD. terutama pada sore hari, dan di luar rumah [3][30].
Penelitian yang dilakukan oleh Liu dkk. [14]
Kawat anti nyamuk bertujuan untuk mencegah menemukan hubungan yang signifikan antara aktivi-
masuknya nyamuk ke dalam rumah atau ruangan tas yang dilakukan di luar ruangan dengan kejadian
melalui celah-celah jendela atau pintu. Apabila ru- DBD [3]. Perilaku menggigit nyamuk ini membuat
mah seseorang bebas dari nyamuk Ae. aegypti, individu yang menghabiskan sebagian besar wak-
makin kecil risiko terjadinya penularan DBD. Hasil tunya di luar rumah berisiko 14 kali lebih besar untuk
analisis menunjukkan hubungan bermakna antara menderita DBD daripada mereka yang berada di da-
kawat nyamuk dan kejadian DBD yang sejalan lam rumah. Analisis pun menunjukkan bahwa
dengan studi Liu dkk. [14] dan Khoiriah [27]. Nightin- keberadaan individu berhubungan signifikan secara
gale dkk. [16] juga menyatakan bahwa rumah yang statistik dengan kejadian DBD.
tidak memiliki kawat anti nyamuk pada pintu atau
jendelanya berpotensi dimasuki oleh nyamuk Ae. Seperti yang ditemukan oleh Martin dkk. [31] da-
aegypti. Studi ini bertentangan dengan penelitian lam penelitiannya, kepadatan nyamuk Ae. aegypti di
Hanifah [21] yang memperlihatkan variabel kawat luar lebih tinggi daripada di dalam rumah dan mem-
nyamuk, sebagai pencegahan gigitan nyamuk, tidak iliki korelasi positif dengan suhu yang lebih hangat.
berhubungan secara statistik dan bukan merupakan Namun tak bisa dipungkiri bahwa nyamuk ini
faktor risiko dari penyakit DBD. berkembang biak di dalam rumah dan istirahat di
tempat teduh serta lembab seperti kamar tidur,
Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadi- dapur, dan kamar mandi yang dapat mengarah
an DBD kepada perilaku menggigit di dalam rumah tersebut
[3][32]. Bertentangan dengan hasil studi ini,
Analisis statistik menunjukkan hubungan ber- penelitian Liebman (dalam [33] dan Diallo dkk. [34]
makna antara usia terhadap kejadian DBD serupa justru menyatakan bahwa nyamuk Ae. aegypti meru-
dengan studi Grandadam dkk. [13] dan Wita [25], pakan hewan krepuskular dan bersifat sangat
namun studi ini bertolak belakang dengan penelitian endofilik.
Siregar dkk. [28] serta Widodo [17]. Perbedaan ini
dapat dipengaruhi oleh faktor karakteristik dan per- Hasil analisis ini menunjukkan proporsi penderita
ilaku individu yang tidak sama di wilayah penelitian. DBD lebih tinggi pada kelompok responden yang
Anak-anak berisiko menderita DBD berat 40 kali menghabiskan sebagian besar waktunya di luar ru-
lebih besar dibandingkan orang dewasa karena ting- mah padahal kepadatan nyamuk di rumah berhub-
kat imunitasnya yang belum optimal dan kesadaran ungan dengan kejadian DBD. Hal itu kemungkinan
serta kewaspadaan terhadap gigitan nyamuk yang disebabkan karena responden mendapat gigitan
belum terbentuk [25]. Di daerah endemis di Asia, nyamuk di tempat-tempat umum seperti tempat ker-
penyakit DBD terutama menyerang anak-anak usia < janya atau sekolah sehingga terjadi penularan pen-
15 tahun. Lain halnya dengan Negara Amerika, di yakit, seperti yang diungkapkan dalam penelitian
mana kasus DBD menyerang orang di segala usia, Grandadam dkk. [13].
meskipun angka mortalitas paling tinggi terjadi pada
anak-anak [29]. Penelitian Martin dkk. [31] juga memperlihatkan
bahwa secara umum, populasi nyamuk di dalam ru-
Usia merupakan faktor internal yang berkaitan mah lebih rendah dibandingkan dengan populasi di
dengan perilaku seseorang serta aktivitas sehari- luar rumah. Namun, pada masyarakat dengan
harinya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, penghasilan yang cenderung rendah, di rumahnya
anak-anak usia sekolah banyak melakukan kegiatan ditemukan Ae. aegypti dewasa lebih banyak da-
di lingkungan sekolah pada pagi hari dan aktivitas ripada di rumah masyarakat dengan penghasilan
seperti bermain atau mengaji di luar rumah pada sedang. Densitas di dalam rumah ini menunjukkan
147
J u r n a l Na si on a l Ke se h a t a n Li n g k u n ga n Gl ob a l Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

bahwa faktor sosial, seperti kondisi rumah, dapat a. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan
mempengaruhi kemampuan nyamuk untuk masuk petugas kesehatan wilayah setempat untuk
dan tinggal ke dalam rumah. Oleh karena itu, adanya melakukan survei entomologi nyamuk;
nyamuk Ae. aegypti di dalam rumah menjadi per-
hatian karena bisa meningkatkan risiko kontak anta- b. Melakukan pemetaan kepadatan nyamuk de-
ra nyamuk dan manusia yang kemudian akan wasa di wilayah lain yang menyesuaikan kondisi
berdampak pada kejadian DBD pada masyarakat lingkungan dan kapasitas wilayah tersebut;
tersebut.
c. Menggiatkan gerakan 1 rumah 1 jumantik;
Pada enam Negara Asia yang berbeda dari segi
budaya dan ekonomi, mayoritas penderita DBD ada- d. Merencanakan upaya pencegahan dan pengen-
lah laki-laki usia ≥ 15 tahun. Penemuan ini membuk- dalian yang sesuai dengan karakteristik
tikan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan masyarakat di wilayah setempat, termasuk di
insiden DBD. Studi oleh Anker dan Arima [35] serta lingkungan sekolah;
Siregar dkk. [28] tersebut sejalan dengan hasil uji
e. Melakukan penelitian lanjutan dengan menam-
statistik penelitian ini yang juga menunjukkan hub-
bahkan variabel lingkungan fisik di rumah; faktor
ungan bermakna jenis kelamin terhadap kejadian
iklim di wilayah penelitian; kepadatan jentik Ae.
DBD dan laki-laki berisiko 5 kali lebih besar untuk
aegypti dengan metode single larva; uji paritas
menderita DBD dibandingkan perempuan. Hal ini
nyamuk Ae. aegypti dewasa; dan pelaksanaan
dapat terjadi karena terlibatnya peran gender. Pern-
program pencegahan dan pengendalian penya-
yataan tersebut didukung oleh fakta bahwa buruh
kit, termasuk vektornya, di wilayah setempat.
pabrik di Singapura lebih banyak laki-laki daripada
perempuan [35] namun bertentangan dengan studi
Grandadam dkk. [13] yang tidak menemukan ko- Referensi
relasi antara gender dan kejadian DBD. Berbeda ju-
ga dengan teori WHO [36] yang menyebutkan bah- 1. WHO. (2017a). About vector-borne diseases.
wa perempuan memiliki risiko menderita DBD yang Diakses 19 Februari 2019, dari http://
lebih besar daripada laki-laki. Hal ini mungkin di- www.who.int/campaigns/world-health-day/2014/
pengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh perempuan vector-borne-diseases/en/.
yang dianggap tidak sekuat laki-laki dan peran per-
empuan kebanyakan berada di dalam rumah. 2. WHO. (2017c). Vector-borne disease. Diakses 5
Mei 2019, dari https://www.who.int/news-room/
Kesimpulan fact-sheets/detail/vector-borne-diseases.
3. WHO. (2017b). The mosquito. Diakses 5 Mei
Kepadatan nyamuk Ae. aegypti di rumah diukur 2019, dari https://www.who.int/ denguecontrol/
menggunakan rumus angka istirahat per rumah (RR) mosquito/en/.
dengan rata-rata sebesar 0,1 ekor per rumah; nilai
terkecil 0,04 ekor per rumah, dan nilai terbesar men- 4. Kemenkes RI. (2017a). Demam Berdarah Den-
capai 0,15. Kepadatan nyamuk ini terbukti memiliki gue (DBD). Diakses 23 Februari 2019, dari http://
hubungan bermakna dengan kejadian DBD. Rata- www.depkes.go.id/development/site/depkes/
rata RR Ae. aegypti lebih besar pada kelompok re- index.php?cid=1-17042500004&id=demam-
sponden yang tidak menderita DBD dalam berdarah-dengue-dbd-.html.
3–4 bulan sebelum wawancara. Faktor lingkungan
yang berhubungan secara signifikan dengan kejadi- 5. Sanyaolu, A. (2018). Global Epidemiology of
an DBD yaitu penggunaan AC, sedangkan untuk Dengue Hemorrhagic Fever: An Update. Journal
karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, dan of Human Virology & Retrovirology, 5(6).
keberadaan individu, serta faktor perilaku yang beru-
pa penggunaan kawat anti nyamuk pada jendela 6. WHO. (2018). Dengue and severe dengue. Di-
atau pintu. akses 10 Maret 2019, dari https://www.who.int/
news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe
Beberapa hal yang peneliti sarankan berdasarkan -dengue.
hasil penelitian yang telah didapatkan adalah:
7. Pusdatin Kemenkes RI. (2016). Situasi DBD di
Indonesia. Jakarta.

148
J u r n a l Na si on a l Ke se h a t a n Li n g k u n ga n Gl ob a l Volume 2, Issue 3
Oktober, 2021

8. Carneiro, M. A. F., dkk. (2017). Environmental (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara
factors can influence dengue reported cases. Barat tahun 2012. Universitas Indonesia, Depok.
Rev Assoc Med Bras, 63(11), 957–961.
18. Aji, R. (2016). Environmental factors and indices
9. Rodrigues, M. D. M., dkk. (2015). Density of Ae- related to dengue vector larva in Rejang Lebong
des aegypti and Aedes albopictus and its associ- District. International Research Journal of Public
ation with number of residents and meteorologi- and Environmental Health, 3(7), 162–166.
cal variables in the home environment of dengue
endemic area, São Paulo, Brazil. Parasites and 19. Wanti, & Darman, M. (2011). Tempat penampun-
Vectors, 8(1), 1–9. gan air dan kepadatan jentik Aedes sp. di daerah
endemis dan bebas demam berdarah dengue.
10. Dinkes Prov DKI Jakarta. (2019). Jumlah pen- Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(2),
derita DBD hasil penyelidikan epidemiologi di 171–178.
Provinsi DKI Jakarta Januari-Desember 2018.
Jakarta. 20. Hanifah, A. (2016). Faktor Lingkungan Fisik dan
Karakteristik Individu dengan Kejadian Demam
11. Puskesmas Kecamatan Kalideres. (2019). Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas
Laporan hasil kegiatan pemantauan jentik/ Kranggan dan Serpong 1 Tangerang Selatan Ta-
gerebek PSN Puskesmas Kecamatan Kalideres hun 2016. Universitas Indonesia, Depok.
Jakarta Barat. Jakarta.
21. Hidayat, L. (2014). Pengaruh Sosiodemografi
12. Wijegunawardana, N.D.A.D., dkk. (2019). Evalu- dan Kondisi Lingkungan terhadap Kejadian
ation of the effects of Aedes vector indices and Demam Berdarah Dengue (DBD) di Unit Wilayah
climatic factors on dengue incidence in gampaha Kerja Puskesmas Tegal Gundil, Kota Bogor Ta-
district, Sri Lanka. BioMed Research Internation- hun 2014. Universitas Indonesia, Depok.
al, 2019(2950216), 1–11.
22. Sari, D. M., dkk. (2018). Determinan kejadian
13. Grandadam, M., dkk. (2014). Evidence of Den- demam berdarah dengue (DBD) di kecamatan
gue Virus Transmission and Factors Associated medan tembung. Jurnal Kesehatan Pena Medi-
with the Presence of Anti-Dengue Virus Antibod- ka, 8(1), 9–25.
ies in Humans in Three Major Towns in Came-
roon. PLOS Neglected Tropical Disease, 8(7), 1– 23. Dewi, R. S. (2017). Hubungan pengendalian jen-
10. tik berkala dengan kejadian kasus DBD di pusk-
esmas Kebun Handil Kota Jambi. Riset Informasi
14. Liu, J., dkk. (2019). Risk Factors Associated with Kesehatan, 6(1), 90–94.
Dengue Virus Infection in Guangdong Province :
A Community-Based Case-Control Study. Inter- 24. Susmaneli, H. (2011). Faktor-faktor yang berhub-
national Journal of Environmental Research and ungan dengan kejadian DBD di RSUD Kabupat-
Public Health, 16(617), 1–12. en Rokan Hulu. Jurnal Kesehatan Komunitas, 1
(3), 149–154.
15. Dharwadkar, J. (2018). AC temp between 24°C
and 28°C can lead dengue mosquitoes breeding 25. Wita, R. (2014). Faktor Risiko Kejadian Demam
in your home, climate expert warns. Diakses 10 Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Pondok
Juni 2019, dari https://www.hindustantimes.com/ Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur
pune-news/ac-temp-between-24-c-and-28-c-can- Tahun 2014. Universitas Indonesia, Depok
lead-dengue-mosquitoes-breeding-in-your-home-
climate-expert-warns/story- 26. Ayun LL, Pawenang ET. Hubungan antara Faktor
Nx5BO7Ti1kC6EWYRdHhA1L.html. Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah
16. Nightingale, R., dkk. (2017). Dengue fever and Kerja Puskesmas Sekaran, Kecamatan
Aedes aegypti risk in the Galápagos Islands, Ec- Gunungpati, Kota Semarang. Public Heal Per-
uador. Environmental Research and Public spect J [Internet]. 2017;2(1):97–104. Available
Health. from: https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/
phpj/article/viewFile/11002/6680
17. Widodo, N. P. (2012). Faktor-faktor yang berhub-
ungan dengan kejadian demam berdarah dengue
149
27. Khoiriah, W. (2016). Hubungan Sosiodemografi 38. Chelvam, R., & Pinatih, I. G. N. I. (2017). Gam-
dan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Demam baran perilaku masyarakat dalam pemberanta-
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja san sarang nyamuk demam berdarah dengue
Puskesmas Kecamatan Parung, Kabupaten (PSN DBD) dan kemampuan mengamati jentik
Bogor Tahun 2016. Universitas Indonesia, di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II.
Depok. Intisari Sains Medis, 8(3), 164–170.
39. Ditjen P2 & PL Kemenkes RI. (2014). Modul
28. Siregar, D., Djadja, I. M., & Arminsih, R. (2017). pengendalian demam berdarah dengue. Ke-
Analysis of the Risk Factors of Dengue Hemor- menterian Kesehatan Republik Indonesia. jakar-
rhagic Fever (DHF) In Rural Populations in ta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Panongan Subdistrict, Tangerang 2016. The 40. Guo, C., dkk. (2017). Global Epidemiology of
1st International Conference on Global Health, Dengue Outbreaks in 1990–2015: A Systematic
KnE Life Sciences, 2017, 119–128. Review and Meta-Analysis. Frontiers, 7(July), 1
–11.
29. Tantawichien, T. (2012). Dengue fever and 41. Joharina, A. S. (2014). Kepadatan Larva Nya-
dengue haemorrhagic fever in adolescents and muk Vektor sebagai Indikator Penularan
adults. Paediatrics and International Child Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis
Health, 32(sup1), 22–27. di Jawa Timur. Jurnal Vektor Penyakit, 8(2), 33–
40.
30. Ndenga, B. A., dkk. (2017). Characteristics of
42. Kemenkes RI. (2015). Demam Berdarah Bi-
Aedes aegypti adult mosquitoes in rural and
asanya Mulai Meningkat Di Januari. Diakses 24
urban areas of western and coastal Kenya.
Februari 2019, dari http://www.depkes.go.id/
PLoS ONE, 12(12), 1–14.
article/print/15011700003/demam-berdarah-
31. Martin, E., dkk. (2019). Surveillance of Aedes biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html.
aegypti indoors and outdoors using Autocidal 43. Kemenkes RI. (2017b). Pedoman pencegahan
Gravid Ovitraps in South Texas during local dan pengendalian demam berdarah dengue di
transmission of Zika virus , 2016 to 2018. Acta Indonesia. Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Tropica, 192(January), 129–137. Pengendalian Penyakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
32. E. J., dkk. (2018). Ecology of Aedes Mosqui- 44. Khairunisa, U., dkk. (2018). Impact of Climate
toes, the Major Vectors of Arboviruses in Hu- on the incidence of Dengue Haemorrhagic fever
man Population. In Dengue Fever: a Resilient in Semarang City. J. Phys.: Conf. Ser, 1025
Threat in the Face of Innovation (Online, pp. 40 (012079), 1–8.
–56). London: Intechopen. 45. Rahayu, D. F., & Ustiawan, A. (2013). Identifi-
kasi Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
33. Koyoc-Cardeña, E., dkk. (2019). Estimating ab- BALABA, 9(1), 7–10.
solute indoor density of Aedes aegypti using 46. Samiadi, L. A. (2017). Apa itu Demam Berdarah
removal sampling. Parasites & Vectors, 12 Dengue (DBD)? Diakses 24 Februari 2019, dari
(250), 1–11. https://hellosehat.com/penyakit/demam-
berdarah-dengue-dbd/.
34. Diallo, M., dkk. (2016). Perspectives and Chal- 47. Smith, D. S., Mariano, D. J., & Trautwein, M. L.
lenges in Entomological Risk Assessment and (2019). Dengue. Diakses pada 4 April 2019,
Vector Control of Chikungunya. The Journal of dari https://emedicine.medscape.com/
Infectious Disease, 214(Suppl 5), S459–S465. article/215840-overview#a3.
48. Sucipto, P. T., Raharjo, M., & Nurjazuli. (2015).
35. Anker, M., & Arima, Y. (2011). Male–female Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pen-
differences in the number of reported incident yakit demam berdarah dengue (DBD) dan jenis
dengue fever cases in six Asian countries. serotipe virus dengue di kabupaten semarang.
WPSAR, 2(2), 1–7. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14(2),
51–56.
36. WHO. (2011). Comprehensive Guidelines for
49. Sunaryo, & Pramestuti, N. (2014). Surveilans
Prevention and Control of Dengue and Dengue
Aedes aegypti di daerah endemis demam
Haemorrhagic Fever. World Health Organiza-
berdarah dengue. Jurnal Kesehatan Masyara-
tion, Regional Office for South-East Asia. India:
kat Nasional, 8(8), 423–429.
WHO Regional Office for South-East Asia.
50. Wati, W. E. (2009). Beberapa faktor yang
37. Argana, G. (2018). Kebijakan dan Situasi berhubungan dengan kejadian demam
Terkini: Pencegahan dan Pengendalian Arbo- berdarah dengue (DBD) di kelurahan ploso
virus. Ditjen P2P. kecamatan pacitan tahun 2009. Vektora, III(1).

150
51. WHO. (1997). Vector surveillance and control.
Dalam Dengue haemorrhagic fever (pp. 48–59).
Geneva: WHO Press.
52. WHO. (2009). Dengue guidelines, for diagnosis,
treatment, prevention and control. World Health
Organization. Geneva: WHO Press.

151

Anda mungkin juga menyukai