Anda di halaman 1dari 3

ADINDA PUTRI

10400121143

ILMU HUKUM – B

Marbot Masjid di Cirebon mencabuli sembilan anak

Marbot sebuah masjid di Cirebon menjadi tersangka kasus pencabulan terhadap sembilan anak di
bawah umur.

Tersangka berinisial NF itu ternyata memiliki trauma masa kecil saat masih duduk di bangku
SMP karena pernah menjadi korban pelecehan seksual

Saya kesepian dan saya dulu pernah dicabuli sama mertua kakak ipar saya selama 3 tahun saat
masih SMP," kata NF di Polresta Cirebon, Rabu, 20 Januari 2021,

Pandagan regulasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat menimpa siapa saja. Bukan hanya anak dan
perempuan, KDRT juga terkadang dialami oleh para laki-laki.

Para korban KDRT dapat melaporkan kekerasan yang dialaminya ke kantor polisi.

Tindakan KDRT diatur dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga.

Terdapat beberapa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai KDRT oleh undang-undang ini,
yaitu:

 Kekerasan fisik,
 Kekerasan psikis,
 Kekerasan seksual, dan
 Penelantaran rumah tangga.

Mengacu pada undang-undang ini, tidak semua tindak KDRT termasuk delik aduan.
Beberapa tindak KDRT dapat dikategorikan sebagai delik biasa.

KDRT yang merupakan delik aduan diatur dalam Pasal 51 hinggal Pasal 53 UU Nomor 23
Tahun 2004.
Penjelasan dari sudut tindak pidana kekerasan seksual (TPKS)

Jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Bab II tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual. Berdasarkan ketentuan tersebut, jenis-jenis tindak pidana kekerasan
seksual adalah sebagai berikut:
a. Pelecehan seksual nonfisik;
b. Pelecehan seksual fisik;
c. Pemaksaan kontrasepsi;
d. Pemaksaan sterilisasi;
e. Pemaksaan perkawinan;
f. Penyiksaan seksual;
g. Eksploitasi seksual;
h. Perbudakan seksual; dan
i. Kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain itu, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang terdapat dalam Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, yaitu:
a. Perkosaan;
b. Perbuatan cabul;
c. Persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual
terhadap anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan
dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana
Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual di atas, di atur dengan tegas dan jelas
dengan tujuan:
a. untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual;
b. untuk menangani, melindungi dan memulihkan korban;
c. untuk melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku;
d. untuk mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan
e. untuk menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.

Penjelasan dalam kitab undang-undang pidana (KUHP)

pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan menggunakan pasal percabulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 289 s.d. 296 KUHP atau Pasal 414 s.d. 422 UU 1/2023 dengan tetap
memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Jika bukti-bukti
dirasa cukup, penuntut umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan
seksual di hadapan pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai