Anda di halaman 1dari 2

TOPIK 1#

Menurut Wikipedia, Kekerasan seksual adalah tindakan yang mengarah pada ajakan seksual tanpa
persetujuan. Ini juga termasuk tindakan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada anak atau
individu yang terlalu muda untuk menyatakan persetujuan, ini disebut dengan pelecehan seksual terhadap anak.

Sedangkan menurut KEMENDIKBUD, Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,
melecehkan, menyerang tubuh, dan fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa atau gender, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi
seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal

Berdasarkan SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sejak tanggal 1
Januari 2022, jenis kekerasan yang di alami sekitar 5,358 orang adalah kekerasan seksual. Menurut data dari Komnas
Perempuan dan data Lembaga Layanan, pada tahun 2021 presentase kekerasan seksual sebesar 30% (4660 kasus) di
laporkan oleh korban perempuan. Serta korban terbanyak di usia 25-40 tahun, disusul usia 14-17 tahun, kemudian usia
18-24 tahun. Perlu dicatat, banyaknya korban berusia di bawah 5 tahun (195 kasus) dan di atas 60 tahun (47 kasus),
menunjukkan bahwa kelompok balita dan lansia juga berpotensi menjadi korban kekerasan berbasis gender

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan


Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau
Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas
pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Tambahan:
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) resmi disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI
ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa, 12 April 2022. UU TPKS ini mengatur tentang tindak
pidana kekerasan seksual.
Merujuk naskah UU TPKS yang diterima Tempo, terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yang tertuang
dalam Pasal 4 Ayat 1. Jenis kekerasan seksual itu terdiri dari pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik,
pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi. Selanjutnya ada pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual,
eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan terakhir yaitu kekerasan seksual berbasis elektronik. Selain kesembilan
jenis kekerasan seksual tersebut, terdapat 10 bentuk kekerasan seksual yang dikategorikan tindak pidana.
Diatur dalam Pasal 4 Ayat 2, rinciannya yakni pemerkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak,
perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang
bertentangan dengan kehendak korban. Lalu pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit
memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan
untuk eksploitasi seksual, serta kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Ketua Panitia RUU TPKS, Willy Aditya, mengatakan secara keseluruhan UU TPKS terdiri atas 93 pasal dan 12 bab.
Menurut dia, adanya UU TPKS ini merupakan wujud dari kehadiran negara dalam melindungi korban kekerasan
seksual
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/ diakses pada 14 juli 2022
https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2022-bayang-bayang-stagnansi-daya-pencegahan-dan-
penanganan-berbanding-peningkatan-jumlah-ragam-dan-kompleksitas-kekerasan-berbasis-gender-terhadap-
perempuan diakses pada 14 juli 2022
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan diakses pada 14 juli 2022
https://nasional.tempo.co/read/1582524/inilah-9-jenis-kekerasan-seksual-menurut-uu-
tpks#:~:text=TEMPO.CO%2C%20Jakarta%20%2D%20Undang,tentang%20tindak%20pidana%20kekerasan%20seks
ual. Diakses pada 14 Juli 2022
TOPIK #2
Permasalahan minyak goreng di Indonesia masih juga belum tuntas. Kita memiliki kekayaan akan minyak
sejak dahulu, namun dengan berkali-kalinya perubahan pemerintahan dan perubahan peraturan, kenapa masih belum
terselesaikan? Mengapa di Indonesia yang kaya akan minyak ini, para penduduk Indonesia masih kesulitan
mendapatkan minyak goreng. Pasal 33 ayat 1945 sudah mengingatkan kita semua tentang kedaulatan pangan yang di
dalamnya juga termasuk minyak goreng, yang menyatakan bahwa bahan pokok harus dikuasai oleh negara dalam.
Artinya negara bisa leluasa mengolah dan menggunakan untuk kepentingan masyarakat luas.
Tapi dalam kasus yang kita temukan saat ini permasalahan yang mencakup bahan pangan (minyak goreng)
semakin tidak terkoordinasi, yang di mana minyak goreng semakin langka dikarenakan banyak para produsen yang
ingin mengambil keuntungan lebih dengan menjual hasil pangan tersebut ke luar dari pada ke dalam negeri dengan
alasan ‘berbedanya harga pasar yang ada’. Hal ini menyebabkan resahnya masyarakat luas akan kelangkaan tersebut.
Menurut diskusi yang telah kami lakukan sepertinya perlu ada perubahan atau penetapan aturan baru yang
bisa lebih menekankan ke efesienan untuk menghadapi masalah seperti ini. Karena secara yang sudah kami liat
sepertinya dengan adanya peraturan yang ditetapkan pada Pasal 33 UUD NRI 1945 belum sepenuhnya bisa menjamin
akan terselesaikannya masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai