Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Arthritis Gout

1. Definisi
Gout berasal dari kata “Gutta” yang berarti tetesan. Gout salah satu
penyakit arthritis (radang sendi). Gout adalah penyakit kelainan metabolisme
purin dimana terjadi produksi purin secara berlebihan sehingga terjadi
penumpukan purin di dalam darah secara berlebihan. Peningkatan produksi
Arthritis Gout menyebabkan peradangan pada sendi hingga pembengkakan
(Suiraoka, 2018). Gangguan metabolisme purin menyebabkan kadar Arthritis
Gout dalam darah tinggi yang selanjutnya akan mudah mengkristal akibat
metabolisme purin yang tak sempurna. Kurang lebih 20-30% penyakit
Arthritis Gout terjadi akibat sintesa purin dalam jumlah yang besar dan
sekitar 75% akibat kelebihan produksi Arthritis Gout tetapi pengeluarannya
tidak sempurna (Suiraoka, 2018).

Arthritis Gout merupakan hasil dari katabolisme purin. Purin


merupakan kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Arthritis Gout
adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir
dari metabolisme purin. Secara ilmiah purin terdapat didalam tubuh setiap
manusia dan pada semua makanan dari sel hidup baik berupa tanaman
contohnya sayur, buah, kacang-kacangan dan hewan contohnya daging,
jeroan, ikan sarden (Ode,2017). Arthritis Gout dimiliki setiap tubuh
manusia karena setiap proses metabolisme menghasilkan Arthritis Gout,
tetapi Arthritis Gout di dalam darah tidak boleh berlebihan. Arthritis Gout
yang berlebih disebabkan pemicu contohnya makanan tinggi purin. Bahaya
yang timbul dari Arthritis Gout berlebih : gangguan ginjal, jantung
koroner, diabetes mellitus dan radang sendi (Suriana, 2018).

Pada orang yang normal jumlah pool Arthritis Gout sekitar 1000 mg
dengan kecepatan metabolisme sekitar 600 mg/hari. Kandungan normal
natrium urat didalam serum <7 mg/dl. Berdasarkan hasil laboratorium
klinis, kadar Arthritis Gout normal pada wanita 2,4-5,7 mg/dl dan pada
pria 3,4-7,0 mg/dl. Pada anak-anak kadar Arthritis Gout berkisar 3,0-4,0
mg/dl namun setelah memasuki masa pubertas kadar Arthritis Gout pada
anak prian mencapai 5,2 mg/dl (Suiraoka, 2018).
2. Etiologi

Menurut Suiraoka (2018) berdasarkan patofisiologi, peningkatan kadar


Arthritis Gout terjadi akibat :

a. Produksi Arthritis Gout Berlebih

Peningkatan produksi Arthritis Gout terjadi akibat peningkatan kecepatan


biosintesa purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan RNA.
Peningkatan Arthritis Gout juga bisa disebabkan asupan makanan kaya
protein dan purin atau asam nukleat berlebihan pada jeroan, makanan
laut, kaldu kental, dan lain-lain serta hasil pemecahan sel yang rusak akibat
obat tertentu. Penguraian purin yang terlalu cepat pada olahraga berlebihan
dan kelainan darah juga akan menyebabkan peningkatan kadar Arthritis Gout
(Suiraoka, 2018).

b. Pembuangan Arthritis Gout Berkurang

Arthritis Gout akan meningkat dalam darah jika pembuangannya terganggu.


Sekitar 90% penderita Arthritis Gout mengalami gangguan ginjal dalam
pembuangan Arthritis Gout. Penderita Arthritis Gout akan mengeluarkan
Arthritis Gout 40% lebih sedikit dari orang normal. Secara normal
pengeluaran Arthritis Gout akan meningkat jika kadarnya meningkat dalam
darah akibat asupan purin dari luar atau pembentukan purin. Dalam tubuh
terdapat enzim urikinase untuk mengoksidasi Arthritis Gout menjadi alotinin
yang mudah dibuang. Kalau terjadi gangguan pada enzim urikinase akibat
proses penuaan atau strees maka terjadi hambatan pembuangan Arthritis Gout
sehingga kadar Arthritis Gout akan naik. Hambatan pembuangan Arthritis
Gout juga terjadi akibat gangguan fungsi ginjal (Suiraoka, 2018).

c. Kombinasi Arthritis Gout Berlebih dan Pembuangan Berkurang

Mekanisme kombinasi keduanya terjadi pada kelainan intoleransi fruktosa,


defisiensi enzim tertentu yaitu glukosa 6-fosfat. Pada kelainan tersebut akan
diproduksi asam laktat yang berlebihan sehingga pembuangan Arthritis Gout
akan menurun karena terjadi kompetisi antara asam laktat dengan Arthritis
Gout, keadaan seperti ini akan memperparah Arthritis Gout. Kekurangan
glukosa 6-fosfat menyebabkan mengalami Arthritis Gout sejak bayi atau
Arthritis Gout dini (Suiraoka, 2018). Konsumsi alkohol berlebih
menyebabkan Arthritis Gout kombinasi diatas. Alkohol yang berlebihan
mengandung purin tinggi sehingga meningkatkan produksi Arthritis Gout,
selain itu alkohol mengandung asam laktat tinggi sehingga menghambat
pembuangan kadar Arthritis Gout. Faktor penyebab lain yang dapat
menimbulkan kadar Arthritis Gout dalam darah meningkat, yaitu :

1. Faktor keturunan
2. Pola makan tinggi protein dan purin
3. Konsumsi alkohol berlebihan
4. Hambatan pembuangan Arthritis Gout karena penyakit
5. Penggunaan obat-obatan tertentu
6. Penggunaan antibiotik secara berlebihan
7. Obesitas
8. Faktor lain seperti stress, cedera sendi dan hipertensi

3. Cara Pemeriksaan Kadar Arthritis Gout

Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan baik untuk menegakan

diagnosis maupun penatalaksanaan bagi penderita Arthritis Gout. Menurut

Dalimartha (2018) beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

mengetahui kadar Arthritis Gout :

a. Kristal MSUM (Monosodium Urat Monohidrat)

Diagnosis pasti gout ditegakkan berdasarkan ditemukannya Kristal MSUM


(Monosodium Urat Monohidrat) pada cairan sendi

b. Kadar Arthritis Gout Darah

Pemeriksaan kadar Arthritis Gout darah nilainya sangat terbatas dalam


dalam mendiagnosis Arthritis Gout. Hal ini disebabkan pada Arthritis Gout
akut sering kali kadarnya ditemukan dalam batas normal.

c. Eksresi Arthritis Gout Urin Per 24 Jam

Penentuan jumalah kadar Arthritis Gout di urin selama 24 jam penting untuk

menentukan pengobatan. Selama 3-5 hari sebelum pemeriksaan dilakukan,

penderita tidak boleh makan makanan yang mengandung purin dan alkohol.

Alkohol dapat mempengaruhi pengeluaran Arthritis Gout melalui ginjal.

d. Pemeriksaan darah lengkap fungsi hati dan fungsi ginjal


4. Klasifikasi

Penyakit Arthritis Gout digolongkan dalam 2 macam yaitu :

a. Penyakit Gout Primer

Penyebab penyakit gout primer belum diketahui. Diduga berkaitan dengan faktor
genetik dan faktor hormonal yang mengganggu sistem metabolisme yang
mengakibatkan tubuh tidak mampu mengeluarkan Arthritis Gout dan terjadi
penumpukan Arthritis Gout di dalam tubuh (Ode,2018).

b. Penyakit Gout Sekunder

Penyebab gout sekunder antara lain karena meningkatnya produksi Arthritis Gout
karena nutrisi yaitu makanan tinggi purin. Penyebab lain adalah obesitas, obat-
obatan, penyakit kulit, diabetes mellitus (Ode,2018).

5. Gejala

Gejala yang timbul apabila kadar Arthritis Gout didalam darah berlebih, meliputi:
a. Kesemutan dan linu.
b. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
c. Sendi yang terkena Arthritis Gout terlihat bengkak, kemerahan, panas, dan
nyeri luar biasa pada malam maupun pagi hari.

6. Organ Tubuh yang Berpotensi Terserang

Arthritis Gout merupakan salah satu jenis reumatik atau radang sendi.
Terjadi karena penumpukan kristal-kristal Arthritis Gout pada persendiaan ,
sehingga bagian persendian yang akan mudah terserang Arthritis Gout. Menurut
Suriana (2019) organ-organ pesendian yang mudah terserang Arthritis Gout
antara lain : ujung jari, ibu jari, sendi lutut, pergelangan kaki, punggung kaki,
siku dan lutut.

7. Faktor Resiko

Faktor resiko Arthritis Gout akan meningkat setealah memasuki usia lebih
dari 40 tahun. Hormon esterogen pada wanita membantu pengeluaran kadar
Arthritis Gout, sehingga wanita menopause memiliki faktor resiko terjadi
peningkatan kadar Arthritis Gout sama dengan pria. Faktor resiko lain seperti
gaya hidup, obesitas, alkohol juga dapat meningkatkan kadar Arthritis Gout
dalam darah (IP.Suiraoka, 2018).

B. Konsep Daun Salam


1. Definisi
Tanaman salam memiliki nama latin Eugenia polyantha Wight dan nama
ilmiah Syzygium polyantha Wight (Tersono, 2016). Menurut falsafah jawa
tanaman salam mempunyai makna yang tersirat, filosofi yang dapat diambil dari
pohon salam berarti keselamatan. Ciri-ciri biologi pohon salam pohon salam
tumbuh tegak lurus setinggi >25 meter, daun salam berwarna hijau dengan ujung
tajam, memiliki bunga berwarna putih dan wangi yang tumbuh di dahan yang tidak
berdaun, buah pohon salam berukuran kecil dan berwarna kehitaman. Tanaman
salam mudah dibudidayakan di berbagai jenis tanah (Mardiana, 2015).
Pohon salam memiliki banyak manfaat bagi masyarakat mulai dari batang,
kulit batang, daun salam dan buah salam. Daun salam merupakan bagian yang
paling banyak dimanfaatkan masyarakat. Daun salam dikenal masyarakat untuk
penyedap masakan. Masyarakat menggunakan daun salam untuk memasak dengan
memasukan beberapa lembar daun salam segar maupun kering kedalam masakan
untuk membuat masakan lebih beraroma harum. Selain sebagai penyedap
masakan daun salam juga dapat digunakan sebagai terapi non farmakologi untuk
berbagai penyakit berbahaya contohnya stroke, kolesterol, radang lambung
kencing manis dan juga termasuk Arthritis Gout (Agoes, 2019).

2. Sifat Kimia dan Efek Farmakologis

Daun salam memiliki bau yang wangi sehingga banyak masyarakat yang
menggunakan sebagai bahan penyedap masakan. Selain untuk pengobatan daun
salam juga juga dapat digunakan sebagai tanaman herbal. Selain dari daun salam
bagian lain dari pohon salam yang bisa digunakan sebagai tanaman obat meliputi
akar, buah, dan kulit batang, namun yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat yaitu daun salam (Putra, 2016). Daun salam dapat digunakan sebagai
pengobatan herbal untuk kolesterol, gout artritis, diabetes mellitus, hipertensi,
gastritis, dan diare. Oleh badan POM, daun salam telah ditetapkan sebagai salah
satu dari sembilan tanaman yang digunakan sebagai tanaman herbal yang telah
diuji secara klinis untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu. Menurut Mardiana
(2015) beberapa sifat kimia dan efek farmakologis meliputi:

a. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang sesuai dengan struktur


kimianya terdiri dari flavonol, flavon, flavanon, isoflavon, katekin,
antosianidin dan kalkon. Manfaat flavonoid sebagai diuretik sehingga
memperbanyak produksi urin. Flavonoid juga sebagai anti inflamasi sehingga
dapat mencegah terjadinya peradangan pada tulang.
b. Kandungan vitamin pada daun salam bermanfaat untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dari penyakit dan peningkat imunitas pada tubuh.
c. Kandungan zat tanin pada daun salam menurunkan tekanan darah tinggi.
d. Minyak atsiri sebagai analgesik sehingga mampu menghilangkan rasa nyeri
ketika berjalan.

3. Manfaat Daun Salam Untuk Kesehatan

Tanaman salam dikenal sebagai salah satu tanaman yang sering dimanfaatkan
masyarakat untuk pengobatan alternatif. Menurut buku Profesor Hembing dalam
Handayani (2015) tentang tumbuhan berkhasiat pohon salam (Syzygium
Polyanthum) terutama daunnya bisa mengatasi gangguan Arthritis Gout,
kolesterol, radang, lambung, diare dan masih banyak lagi. Manfaat daun salam
untuk kesehatan meliputi:

a. Mengurangi dislipidemia, khususnya hipertrigliseridemia

Senyawa yang mampu menurunkan kadar nitrigliserida adalah niasin, serat,


tannin, dan vitamin C. Mekanisme kerja tannin yaitu bereaksi dengan
protein mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan lemak
(Dorlan, 2020). Berdasarkan hal tersebut maka daun salam dapat dipakai
sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar trigliserida pada manusia
(Harismah & Chusniatun,2016).

b. Menurunkan kadar LDL

Daun salam dapat menurunkan kadar LDL kolesterol sesuai dosis yang
diberikan karena daun salam mengandung senyaawa aktif quercetin yang
terkandung dalam flavonoid selain sbagai antioksidan dapat juga menghambat
sekresi dari Apo-B100 ke intestinum sehingga jumlah Apo-B akan mengalami
penurunan. Apo-B merupakan pembentuk LDL, sehingga menurunkan LDL
karena jumlah Apo-B mengalami penurunan (Harismah & Chusniatun, 2016).

c. Menurunkan Kadar Arthritis Gout

Flavonoid yang terdapat dalam daun salam dapat digunakan sebagai diuretik
(zat peluruh) dan penghilang rasa nyeri (analgetik). (Tersono, 2016).

4. Penggunaan Dalam Pengobatan Tradisional

Menurut Agoes (2019) daun salam dapat berkhasiat sebagai obat. Cara
mengolah daun salam untuk pengobatan beberapa penyakit :

a. Arthritis Gout

Sediakan 7-15 lembar daun salam, rebus menggunakan air sebanyak 700 cc ,
panaskan hingga mendidih dan air tersisa 200 cc. Rasa rebusan daun salam agak
manis dengan khas bau salam. Dapat diminum dalam keadaan hangat maupun
dingin. Minum selama 7 hari untuk hasil yang efektif.

b. Diare

Cuci 15 lembar daun salam segar. Rebus dengan air sebanyak 200 cc selam 15
menit. Tambahkan sedikit garam. Konsumsi dalam keadaan dingin.

c. Kencing Manis

Cuci 7-15 daun salam. Rebus dengan air sebanyak 3 gelas sisakan 1 gelas.
Konsumsi dalam keadaan dingin 1 gelas sekaligus sebelum makan. Lakukan 2
kali sehari.

d. Menurunkan Kolestrol

Cuci 10-15 daun salam. Rebus dengan air sebanyak 3 gelas sisakan 1 gelas.
Konsumsi dalam keadaan dingin 1 gelas sekaligus di malam hari. Lakukan setiap
hari.
e. Menurunkan Tekanan Darah Tinggi

Cuci 7-10 daun salam. Rebus dengan air sebanyak 3 gelas sisakan 1 gelas.
Konsumsi dalam keadaan dingin setengah gelas

f. Maag/Gastritis

Cuci bersih 15-20 lembar daun salam segar. Rebus dengan air sebanyak 500 ml
selama 15 menit. Tambahkan gula secukupnya setelah dingin minum airnya.
Lakukan setiap hari hingga rasa perih dan penuh di lambung hilang

5. Pengaruh pemberian air rebusan daun salam terhadap penurunan kadar Arthritis Gout
pada lansia

Arthritis Gout adalah hasil akhir dari metabolisme yang dimiliki oleh
semua orang. Arthritis Gout dalam tubuh kadarnya tidak boleh berlebihan (Ode, 2018).
Arthritis Gout yang berlebih akan menimbulkan penyakit. Penyembuhan Arthritis
Gout dapat menggunakan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Daun
salam adalah salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai terapi non
farmakologi dengan cara merebus 10-15 lembar daun salam dengan air 700 cc gelas
biarkan mendidih samapi tersisa 200 cc, setelah itu saring dan minum 1 kali 1 gelas
setiap hari. Daun salam mengandung flavonoid sehingga dapat digunakan sebagai
peluruh kencing (diuretik). Sebagai diuretik salam mampu memperbanyak produksi
urine pada tubuh sehingga dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah
melalui urine.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Yankusuma & putri (2016) tentang
pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan kadar Arthritis Gout di Desa
Malanggaten Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar tahun 2016 dengan
jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan penelitian pretest-posttest.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Arthritis Gout di Desa
Malanggaten sebanyak 20 orang. Sampel sebanyak 12 orang sesuai dengan kriteria
inklusi dengan teknik sampling dengan purposive sampling. Hasil dari penelitian
tersebut menyatakan ada pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan kadar
Arthritis Gout. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dinaria (2015) tentang
pengaruh pemberian air rebusan daun salam terhadap Arthritis Gout pada wanita
menopause. Jenis penelitian yang digunakan inferensia kuantitatif. Desain penelitian
yang digunakan menggunakan pre-eksperimen dengan rancangan one group prepost
and posttest design. Seluruh wanita menopause yang menderita Arthritis Gout
sebanyak 45 orang di kelurahan gundi sebagai populasi dalam penelitian . Sampel
yang digunakan dalam penelitian sebanyak 16 orang dengan menggunakan teknik
sampling menggunakan purposive sampling. Instrument yang digunakan dalam
penelitian dengan lembar observasional. Hasil dari penelitian tersebut ada pengaruh
pemberian air rebusan daun salam terhadap Arthritis Gout pada wanita menopause.
Menurut Tersono (2016) menjelaskan manfaat daun salam sebagai diuretik (peluruh
kencing) dan analgetik (penghilang nyeri), sebagai diuretik daun salam mampu
memperbanyak produksi urin sehingga menurunkan kadar Arthritis Gout darah yang
dikeluarkan melalui urin. Sebagai analgesik, daun salam mampu menghilangkan rasa
sakit saat berjalan.

C. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia
Menurut World Organization Health (WHO) lansia adalah sesorang yang
berusia lebih dari 60 tahun. Lansia bukan suatu penyakit tetapi merupakan tahap
akhir dari proses kehidupan yang di tandai dengan penurunan kemampuan tubuh
(Bandiyah, 2019).

2. Batasan Lanjut Usia


Usia dijadikan patokan untuk lanjut usia. Usia 60 – 65 tahun dianggap sebagai
lansia. Menurut World Organization Health (WHO) dalam (Bandiyah, 2019), ada 4
tahapan lanjut usia yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun.

3. Proses Menua

Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang


tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai dari mulai

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti bahwa

manusia sudah melalui berbagai tahap kehidupan mulai neonatus, toddler, pra

sekolah, sekolah, remaja, dewasa dan lansia. Menua merupakan tahap tubuh

dalam mencapi titik maksimal, setelah itu tubuh menyusut di karenakan

berkurangnya jumlah sel –sel dalam tubuh akibatnya tubuh akan mengalami

penurunan fungsi secara bertahap (Padila, 2015).

Daya tahan tubuh terhadap rangsangan dari luar juga akan mengalami

penurunan sehingga secara progresif akan kehilangan daya tahan tubuh

terhadap infeksi dan terjadi penumpukan distorsi metabolik dan struktural

yang disebut penyakit degeneratif (IP.Suiraoka, 2015). Beberapa jenis

penyakit degeneratif yang akan dialami lansia meliputi hipertensi, diabetes

mellitus, Arthritis Gout, stroke, asterosklerosis.

4. Teori-teori Proses Menua

Banyak definisi yang menjelakan tentang proses menua. Proses menua

bersifat individual : dimana proses menua pada setiap orang berbeda-beda, terjadi

pada usia yang beda, memiliki gaya hidup yang berbeda-beda pula dan tidak ada

faktor yang dapat mencegah proses menua (Padila, 2015). Teori-teori penuaan dapat

digolongkan sebagai berikut :

a. Teori Biologis

Menurut Bandiyah (Chapter, 2019) Teori biologis mencakup beberapa hal

meliputi:
1. Teori Genetik dan Mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik

untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan

setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi

2. Pemakaian dan rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel- sel

tubuh lelah.

3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori

akumulasi dari produk sisa.

4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan

5. Tidak ada perlindungan tubuh terhadapa radiasi, penyakit dan

kekurangan gizi.

6. Reaksi dari kekebalan sendiri

7. Immunology slow theory


Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
8. Teori stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel- sel yang
biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

9. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal


bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan- bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat melakukan regenerasi
10. Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.

11. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang akan


membelah setelah sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan social

Menurut Bandiyah (2019) teori kejiwaan social meliputi :

1) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah lansia yang aktif dan
banyak ikut dalam kegiatan sosial.

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada lanjut usia dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliki.

3) Teori pembebasan (Didengagement Theory)

Teori menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia, seseorang akan berangsur-


angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan social dan akan lebih menarik diri.

5. Perubahan-perubahan pada lansia

Menjadi tua atau menua membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh


baik fisik, sosial, mental dan moral spiritual, yang semuanya saling berkaitan
antara satu bagian dengan yang lainnya. Lansia perlu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi, padahal dalam kenyataannya semakin
tua maka akan semakin sulit beradaptasi (Padila,2015). Perubahan-
perubahan yang terjadi antara lain:

a. Perubahan Fisik
1. Sel

Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukuranya, berkurangnya jumlah


cairan tubuh dan berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot ginjal darah, dan
hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel,
otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 – 10% (Bandiyah, 2019).

2. Sistem Persyarafan

Berat otak menurun 10 – 20%. Gangguan yang terjadi karena


penurunan sistem persyarafan meliputi: hubungan persyarafan menurun,
lambat dalam bereaksi, terjadi stress, pengecilan syaraf panca indra
sehingga terjadi berkurangnya penglihatan, berkurangnya pendengaran,
saraf pencium dan perasa mengecil, kurang sensitif terhadapa sentuhan,
kulit lebih sensitif terhadap perubahan suhu yang terjadi (Bandiyah,
2019).

3. Sistem Pendengaran

Presbiakusis adalah hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga


dalam. Terutama terhadap bunyi suara atau nada–nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata–kata, terjadinya pengumpulan
serumen karena peningkatan keratin, pendengaran bertambah menurun
pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres (Bandiyah,
2019).

4. Sistem Penglihatan

Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar


kornea lebih terbentuk bola, katarak menyebabkan gangguan penglihatan,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, berkurangnyanya lapang pandang,
menurunya daya membedakan warna biru atau hijau (Padila, 2015).
5. Sistem Kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jatung menebal dan menjadi


kaku kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
seudah berumur 20 tahun, hal ini menyebkan merunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg (Bandiyah, 2019).

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu


menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Sebagai akibat sering ditemui temperatur tubuh
menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35°C ini akibat metabolisme
yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot (Bandiyah,
2019).

7. Sistem Respirasi

Otot–otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku


menurunya aktifitas dari sillia, paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas
residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, O² pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg, CO² pada arteri tidak terganti, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring
dengan pertambahan usia (Bandiyah, 2019).

8. Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal diase yang biasa


terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk, indera pengecap menurun adanya iritasi yang
kronis dari selaput lendir, atropi indra pengecap (±80%) hilangnya
sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin,
hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan
pahit, esophagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorpsi melemah, liver makin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, berkurangnya aliran darah (Bandiyah, 2019).

9. Sistem Reproduksi

Menciutnya ovari dan uterus, atrovi payudara, pada laki-laki testis


masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur–angsur, dorongan seksual menetap sampai usia diatas
70 tahun yaitu kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan perubahan
alami, selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
menjadi berkurang, terjadi perubahan–perubahan warna (Bandiyah,
2019).

10. Sistem Gastourinaria

Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,


melalui urine darah ke ginjal, disaring oleh satuan terkecil dari ginjal
yang disebut nefron, kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, vesika urinaria (kandung
kemih) ototnya menjadi lemah, kapasitasnya menurun menyebabkan
frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria sudah dikosongkan
pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatkan retensi urin,
atrovi vulva dan vagina, tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati
berjalan terus sampai tua (Bandiyah, 2019).

11. Sistem Endokrin

Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan


sekresinya tidak berubah, pertumbuhan hormon ada tetapi tidak rendah
dan hanya ada didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari
ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunya aktifitas tiroid, menurunnya
BMR (basal metabolic rate), dan menurunnya daya pertukaran zat,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin,
misalnya progesteron, estrogen, dan testeron (Bandiyah, 2019).

12. Sistem Integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,


permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses kratinasi
serta perubahan ukuran dan bentuk–bentuk sel epidermis), menurunya
respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun yaitu
produksi serum menurun, gangguan pegmentasi kulit, kulit kepala dan
rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telingga
menebal, bekurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi lebih
keras dan rapuh, kuku kaki bertumbuh secara berlebihan dan seperti
tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, kuku menjadi
pudar, kurang bercahaya (Bandiyah, 2019).

13. Sistem Muskuloskeletal

Dewasa lansia yang melakukan aktifitas secara teratur tidak


kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang tidak
aktif. Serat otot berkurang ukuranya. Dan kekuatan otot berkurang
sebanding penurunan massa otot. Penurunan massa dan kekuatan otot,
demeneralisasi tulang, pemendekan fosa akibat penyempitan rongga
intravertebral, penurunan mobilitas sendi, tonjolan tulang lebih meninggi
(terlihat). Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis
pinggang, pergerakan lutut dan jari–jari pergelangan terbatas, discus
intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang),
persendian membesar dan menjadi rapuh, tendon mengerut dan
mengalami sclerosis, atrofin serabut otot sehingga seseorang bergerak
menjadi lamban, otot–otot kram menjadi tremor, otot–otot polos tidak
begitu berpengaruh (Padila, 2015).
b. Perubahan Mental

Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik


khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan.

c. Kenangan

Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai


berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan kenangan jangka
pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.

d. IQ

IQ (Intellegentian Quantion ) tidak berubah dengan informasi matematika dan


perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan
psikomotor terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–
teanan dari faktor waktu (Bandiyah,2019). Semua organ pada proses menua
akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan
ini disebabkan karena fungsi neuron di otak secara progresif. Kehilangan fungsi
ini akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan
metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui tentang
pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia (Padila, 2015).
Perubahan kognitif yang di alami lanjut usia adalah demensia, dan delirium.

e. Perubahan Psikologis

Lanjut usia akan mengalami perubahan–perubahan psikososial seperti (Padila,


2013) :

1. Pensiun, nilai seseorang sering diukur produktifitasnya, identitas dikaitkan


dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami pensiun akan
mengalami rangkaian kehilangan yaitu finansial (income berkurang), status
(dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala
faselitasnya), teman/kenalan atau relasi, dan pekerjaan atau kegiatan
2. Merasakan atau sadar akan kematian (sence of awareness of mortality)
3. Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan, bergerak
lebih sempit.
4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic derivation)
meningkatkan biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan
5. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social.
7. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian.
8. Gangguan gizi akibat kehilangan penghasilan atau jabatan sehingga
mengalami kekurangan ekonomi.
9. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman
teman dan famili serta pasangan.
10. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri

Anda mungkin juga menyukai