1. Pasal 1320 KUH Perdata yaitu terdapat 4 syarat sah perjanjian mencakup kesepakatan,
kecakapan, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal
Pasal 1
Para Pihak dengan ini setuju dan sepakat untuk melakukan kerja sama, yaitu
Pihak Kedua akan melakukan pengusahaan penambangan nikel pada
sebagian wilayah IUP-OP Pihak Pertama, sebagaimana Pihak Pertama
setuju dan sepakat untuk melakukan kerja sama tersebut dengan Pihak
Kedua.
(1) Lingkup pekerjaan penambangan nikel yang akan dilaksanakan oleh Pihak
Kedua meliputi:
• Perencanaan penambangan;
• Kontrol kualitas.
Pasal 12
(2) Besaran bagi hasil (royalti) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan angka/jumlah bersih (nett) tanpa dipotong biaya apapun
dan berlaku untuk seluruh kadar nikel hasil tambang yang dijual oleh
Pihak Kedua.
(3) Pembayaran bagi hasil (royalti) akan dibayarkan oleh Pihak Kedua
kepada Pihak Pertama pada saat hasil tambang dilakukan
penjualan, yaitu saat keluarnya dokumen pemuatan (bill of loading)
dan manifes kargo yang diterbitkan oleh perusahaan pelayaran, serta
draf survei yang diterbitkan oleh perusahaan survei independen.
d. Memberikan bagi hasil (royalti dari hasil) penjualan nikel kepada Pihak
Pertama.
e. Menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi
berdasarkan disiplin ilmu yang menunjang pekerjaan, termasuk dalam
hal ini Tenaga Ahli di bidang Geologi, Tambang dan Lingkungan
guna mengelola manajemen pertambangan bijih nikel sesuai kaidah
teknik pertambangan yang baik.
2. Pasal 5 ayat 2 huruf G atau pasal 9 ayat 3 perjanjian di atas sangat tepat sekali.
Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata tersebut dikandung suatu asas kebebasan dalam
membuat perjanjian (kebebasan berkontrak). Perkataan “semua” mengandung
pengertian tentang diperbolehkannya membuat suatu perjanjian apa saja (asalkan
dibuat secara sah) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya, seperti
undang-undang, sedangkan Pasal-Pasal lainnya dari hukum perjanjian hanya berlaku
bila atau sekadar tidak diatur atau tidak terdapat dalam perjanjian yang dibuat itu
Pasal 1320 ayat (1) jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
Pasal 1320 ayat (1) menyatakan sebagian salah satu syarat sahnya suatu
perjanjian diperlukan adanya “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”. Pasal
1338 ayat (1) menentukan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.
Berdasar dua pasal dalam KUH Perdata tersebut, dapatlah dikatakan berlakunya
asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian memantapkan adanya asas
kebebasan berkontrak. Tanpa “sepakat” dari salah satu pihak yang membuat
perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah, sehingga dapat dibatalkan.
Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang
diberikan dengan paksa disebut Contradictio interminis, adanya paksaan
menunjukkan tidak adanya sepakat.
Pihak Pertama dapat mengakhiri Perjanjian ini secara sepihak apabila Pihak Kedua
tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Perjanjian ini,
termasuk namun tidak terbatas pada target waktu pelaksanaan kegiatan penambangan
atau target produksi.
Keadaan memaksa (force majeure) adalah suatu kejadian luar biasa di luar
kemampuan masing-masing pihak yang disebabkan antara lain oleh bencana alam,
kebakaran, perang, huru-hara, pemogokan, sabotase, pandemi, perubahan peraturan
perundangan-undangan atau peristiwa luar biasa lainnya yang menyebabkan pihak
yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) tidak dapat melaksanakan
kewajibannya dengan baik.
Dalam hal keadaan force majeure terjadi selama 2 (dua) bulan terus menerus, Para
Pihak sepakat akan melakukan pembicaraan untuk mengupayakan solusi yang terbaik
bagi Para Pihak dan melakukan evaluasi dan kelanjutan atas Perjanjian ini.
Dalam hal Para Pihak melakukan pembatalan/ perubahan alamat yang dimaksud
pada ayat (1), berlaku jika pemberitahuan pembatalan/ perubahan secara tertulis
telah diterima oleh Pihak lainnya, sehingga segala akibat keterlambatan
pemberitahuan menjadi tanggung jawab Pihak yang melakukan perubahan tersebut
Apabila Pihak Kedua tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian
ini, Pihak Pertama dapat memberikan peringatan tertulis kepada Pihak Kedua. Jika
sampai waktu yang ditentukan dalam peringatan tertulis tersebut Pihak Kedua
tetap tidak melaksankan kewajibannya, maka Pihak Pertama dapat mengambil alih
dan menghentikan operasi penambangan yang dilakukan oleh Pihak Kedua serta
mengakhiri Perjanjian ini
4. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan Pihak Kedua menunjuk pihak lain untuk
membantu pekerjaan, maka pihak yang bersangkutan terikat dengan ketentuan yang
ada serta turut menjaga kerahasiaan dalam Perjanjian ini.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang (“UURD”),
Perjanjian Kerahasiaan bertujuan untuk menjaga rahasia atau informasi penting dari
usaha Anda agar tidak terjadi kebocoran informasi yang akan merugikan perusahaan.
Saat pihak terlibat sudah sepakat dan telah menandatangani perjanjian kerahasiaan maka
semua pihak sudah setuju untuk tidak mengungkapkan rahasia perusahaan. Apabila ada
salah satu pihak yang mengingkari perjanjian dan dengan sengaja mengungkapkan rahasia
tersebut maka hal tersebut sudah termasuk pelanggaran hukum.
Aturan yang berlaku terhadap para pelanggar hukum rahasia dagang telah diatur
dalam pasal 17 UURD yang pidana nya berupa penjara paling lama dua tahun dan
atau denda paling banyak hingga tiga ratus juta rupiah.