Anda di halaman 1dari 3

Nama: Amanda Ayu Parasati

NIM: 20220610354
Kelas: MPHI/ G

a. 1. Syariah: Merujuk pada hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran, hadis, ijtihad
(penalaran), dan prinsip-prinsip umum agama Islam. Ini mencakup aspek hukum, moral, dan etika
dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.
2. Fikih: Merupakan cabang ilmu dalam Islam yang mempelajari dan menafsirkan hukum-hukum
Syariah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini melibatkan interpretasi terhadap teks-
teks suci Islam dan prinsip-prinsip hukum Islam.
3. Urf: Adalah istilah yang merujuk pada kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam masyarakat
pada suatu waktu dan tempat tertentu. Dalam konteks hukum Islam, Urf bisa dijadikan sebagai
pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan hukum jika tidak ada ketentuan yang
spesifik dalam Syariah atau Fikih.
4. Qanun: Merupakan istilah dalam hukum Islam yang mengacu pada peraturan atau undang-
undang yang dikeluarkan oleh penguasa atau pemerintah berdasarkan hukum Islam. Ini sering
digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan masalah administratif dan pidana dalam
sebuah negara dengan sistem hukum Islam.

b. 1. Syariah: Merujuk pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan
Sunnah (tradisi Nabi Muhammad), serta pendapat para ulama yang diakui dalam mazhab-
mazhab hukum Islam.
2. Fikih: Ini adalah interpretasi dan aplikasi dari Syariah oleh para ulama atau ahli fikih. Sumber-
sumber fikih meliputi Al-Quran, Sunnah, Ijma' (konsensus para ulama), dan Qiyas (analogi
hukum).
3. Urf: Merujuk pada kebiasaan atau adat yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Urf bisa
menjadi sumber hukum apabila tidak bertentangan dengan Syariah.
4. Qanun: Ini adalah hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah atau otoritas setempat. Qanun
dapat mencakup hukum-hukum yang tidak secara langsung berdasarkan pada Syariah, tetapi bisa
sesuai dengan nilai-nilai Islam atau mengatur hal-hal yang tidak diatur oleh hukum Islam secara
langsung.

2. a. • “Penemuan Hukum Islam”merujuk pada proses di mana para cendekiawan hukum Islam
menggunakan prinsip-prinsip agama Islam dan metodologi hukum Islam untuk menemukan atau
mengembangkan hukum baru yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip dalam Islam, Sedangkan
“Penemuan Hukum Positif" adalah proses di mana hukum ditemukan, dikembangkan, atau
diinterpretasikan berdasarkan sistem hukum positif atau hukum yang berlaku dalam suatu negara
atau masyarakat tertentu, tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip agama atau keyakinan
keagamaan.
• Perbedaan utama antara keduanya adalah dasar atau sumber dari mana hukum tersebut
diturunkan atau dikembangkan: hukum Islam berlandaskan prinsip-prinsip agama Islam,
sementara hukum positif biasanya berlandaskan pada keputusan-keputusan lembaga-lembaga
pemerintahan atau badan hukum yang sah

b. 1. Metode Ijtihad: metode penemuan hukum Islam yang melibatkan upaya interpretasi dan
penalaran oleh para cendekiawan hukum Islam (mujtahid) untuk menghasilkan hukum baru atau
memecahkan masalah hukum yang belum diatur secara tegas dalam sumber-sumber hukum
Islam yang utama seperti Al-Quran dan Hadis. Para mujtahid menggunakan pengetahuan mereka
tentang hukum Islam dan metodologi hukum untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip
Islam dalam konteks zaman mereka.
2. Metode Qiyas: adalah metode analogi di mana hukum baru ditemukan dengan menerapkan
prinsip-prinsip yang terdapat dalam sumber-sumber hukum Islam (Al-Quran, Hadis, dan praktek-
praktek Rasulullah) terhadap situasi atau permasalahan baru yang tidak secara langsung diatur
dalam teks-teks tersebut. Para cendekiawan menggunakan analogi untuk menemukan solusi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum Islam.
3. Metode Istislah: Metode ini melibatkan kepentingan umum atau kemaslahatan masyarakat
dalam menentukan hukum baru. Para cendekiawan menggunakan penalaran mereka untuk
memahami tujuan-tujuan hukum Islam (maqasid al-shariah) dan mengidentifikasi solusi yang
paling sesuai untuk mencapai kemaslahatan umum. Istislah memungkinkan adanya penemuan
hukum baru yang relevan dengan konteks sosial dan kebutuhan masyarakat.

3. a. Dalam menetapkan hukum dari Al-Quran, diperlukan metode interpretasi yang cermat dan
ilmiah yang disebut "ilmu tafsir" atau "ilmu ushul al-fiqh". Metode ini melibatkan pemahaman
mendalam tentang konteks sejarah, linguistik, budaya, dan prinsip-prinsip hukum Islam, Bahasa
Al-Quran dalam menetapkan hukum dapat dikatakan sebagai bahasa yang kaya dan multi-tafsir.
Beberapa karakteristik bahasa Al-Quran dalam konteks menetapkan hukum meliputi:

1. Keterbukaan untuk Berbagai Tafsir: Al-Quran sering kali menggunakan bahasa yang luas dan
kiasan, yang memungkinkan berbagai interpretasi dan penafsiran. Ini memungkinkan
cendekiawan untuk menggali makna-makna yang mendalam sesuai dengan konteks dan
kebutuhan masyarakat.
2. Prinsip Keterperincian dan Keanekaragaman: Al-Quran memberikan prinsip-prinsip umum yang
kemudian dapat diterapkan dalam berbagai situasi yang berbeda. Ini memungkinkan fleksibilitas
dalam menetapkan hukum yang sesuai dengan kondisi dan perubahan zaman.
3. Pentingnya Konteks dan Makna Asal: Penting untuk memahami konteks historis dan linguistik
dari ayat-ayat Al-Quran untuk menetapkan hukum dengan tepat. Ini melibatkan kajian tentang
kehidupan Rasulullah, kebiasaan masyarakat pada masa itu, serta makna-makna asal kata dalam
bahasa Arab.
4. Prinsip-prinsip Hukum Islam: Al-Quran tidak hanya berfungsi sebagai teks yang memberikan
hukum-hukum secara langsung, tetapi juga memberikan prinsip-prinsip hukum Islam yang
mendasari hukum-hukum tersebut. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukum dari Al-Quran,
perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan cermat.
Dengan memahami bahasa Al-Quran dan menggunakan metode interpretasi yang tepat, para
cendekiawan dapat menetapkan hukum-hukum Islam yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Quran.

b. Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Quran beserta penjelasannya:


1. Penjelasan dan Pelaksanaan: As-Sunnah berperan dalam menjelaskan dan melaksanakan
ajaran-ajaran Al-Quran. Rasulullah dan para sahabatnya memberikan contoh konkret tentang
bagaimana ajaran Al-Quran harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah
dalam masalah ibadah seperti shalat, puasa, dan haji, di mana kita mengikuti contoh Rasulullah
dan para sahabat dalam melaksanakan ajaran-ajaran Al-Quran.
2. Pengklarifikasi dan Interpretasi: As-Sunnah membantu dalam mengklarifikasi dan
menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran yang mungkin memerlukan penjelasan tambahan atau
konteks. Rasulullah sering kali memberikan penjelasan tentang makna atau aplikasi ayat-ayat Al-
Quran kepada para sahabatnya. Sebagai contoh, dalam hadis-hadis yang menjelaskan ayat-ayat
tentang hukum-hukum pernikahan atau warisan.
3. Menegaskan Keharusan Mengikuti Al-Quran: As-Sunnah menegaskan pentingnya mengikuti
ajaran-ajaran Al-Quran sebagai sumber utama hukum dalam Islam. Meskipun hadis dan sunnah
bukan sumber hukum yang sama dengan Al-Quran, mereka menegaskan bahwa Al-Quran adalah
pedoman utama dalam kehidupan umat Islam. Contohnya adalah dalam banyak hadis yang
menekankan pentingnya membaca, memahami, dan mengikuti ajaran-ajaran Al-Quran dalam
kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai