Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATEMATIKA TERAPAN

“PRINSIP EKSTENSI DAN OPERASI ARITMETIK BILANGAN


KABUR”

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Matematika Terapan
pada semester 2 yang diampu oleh :
Dr. Awi Dassa M.Si

KELOMPOK 4
Rezki Awalia Ainun (220007301053)
Sri Lucyana Rahma (220007301061)
Sumiati (220007301066)
Wa Irma Al-Ihsan (220007301072)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
A. Pengantar
Aritmetika kabur merupakan pengembangan dari himpunan kabur. Untuk memahami
konsep aritmetika kabur, terlebih dahulu akan dibahas secara singkat mengenai konsep
himpunan kabur dan terminologinya. Himpunan kabur adalah himpunan dengan batasan
halus (tidak tajam). Terminologi pertama dari himpunan kabur adalah “derajat keanggotaan”
yang dikembangkan dari “anggota” dan “bukan anggota” dari himpunan klasik. “Anggota”
dan “bukan anggota” dalam himpunan klasik masing-masing ekuivalen dengan “derajat
keanggotaan 1” dan “derajat keanggotaan 0” dalam himpunan kabur. Ide keanggotaan dalam
himpunan klasik dinyatakan dalam bilangan 1 atau 0, sedangkan derajat keanggotaan dari
himpunan kabur berkisar pada interval [0,1].
Derajat keanggotaan dalam himpunan kabur biasanya dinyatakan dalam fungsi yang
memetakan setiap anggota dengan derajat keanggotaannya dan dinotasikan dengan huruf
~
Yunani . Misalkan X adalah semesta pembicaraan, maka himpunan kabur A didefinisikan
~
sebagai himpunan pasangan terurut (x, A(x)) untuk setiap x anggota X atau A  x,μ
Ax/x  X dengan A(x)  [0,1]
Contoh 4.1
Misalkan X = {Makassar, Surabaya, Semarang, Jakarta) menyatakan himpunan kota-
~
kota di Indonesia yang dipilih untuk tempat tinggal dan A menyatakan kota yang ideal untuk
~
tempat tinggal, maka A mungkin dapat ditulis seperti:
~ = {(Makassar, 0.9), (Surabaya, 0.7), (Semarang, 0,5), (Jakarta, 0.3)
A
Himpunan kabur dapat disajikan dengan dua cara, yaitu (a) secara ekstensional, yaitu
dengan menyebut satu per satu derjat keanggotaan dari masing masing anggota dan (b) secara
intensional, yaitu dengan mendefinisikan fungsi keanggotaan secara matematis. Cara pertama
hanya mungkin dilakukan jika anggota himpunannya diskrit, seperti contoh 4.1 di atas. Wang
~
mengemukakan cara lain penyajian himpunan kabur dengan anggota diskrit, yaitu: A 
∑ μ A (x i ¿ )/x i .¿
xiϵS

Contoh 4.2
Misalkan semesta pembicaraan X = {1, 2, 3, …, 20}, maka salah satu himpunan kabur
~
pada semesta X adalah A = 0,1/2 + 0,3/3 + 0,7/4 + 1/5 + 1/6 + 0,7/7 + 0,5/8 + 0,2/9. Atau
~
ditulis dengan pasangan terurut A = {(2, 0.1), (3, 0.3), (4, 0.7), (5,1), (6,1), (7,0.7), (8,0.5),
(9,0.2).
Penyajian himpunan kabur secara intensional adalah dengan mendefinikan fungsi
keanggotan. Yen dan Langari memperkenalkan tipe-tipe dari fungsi keanggotaan berdimensi
satu yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain: fungsi keanggotaan segitiga, trapisium,
kurva lonceng (bell), Gaussian, Signoidal, dan sebagainya. Namun pada penerapannya dalam
aritmetika kabur, fungsi keanggotaan segitiga dan trapisium lebih sering digunakan.
Penjelasan lebih lanjut dari kedua fungsi keanggotaan ini dibahas pada sub judul bilangan
kabur.
Dari contoh-contoh yang dikemukakan di atas terlihat bahwa semesta dari suatu
himpunan kabur adalah sembarang objek, sedangkan bilangan kabur dan operasi
aritmetikanya yang dibahas dalam bab ini hanya terbatas pada himpunan kabur dengan
semesta bilangan.

B. Bilangan Kabur
Sebuah bilangan kabur adalah suatu himpunan bagian kabur dari semesta suatu
bilangan. Misalnya, sebuah bilangan real kabur adalah suatu himpunan bagian kabur yang
domainnya adalah bilangan real. Sebuah bilangan bulat kabur adalah suatu himpunan bagian
kabur yang domainnya adalah bilangan bulat.
Contoh 4.3
Bilangan real kabur, “sekitar 10” (about-10) dapat ditunjukkan seperti gambar 4.1
berikut.

Definisi 4.1
~ ~ ~
Misalkan A adalah himpunan kabur di R. A disebut bilangan kabur jika: (i) A normal, (ii)
~ ~ ~
A konveks, (iii) A memiliki support yang terbatas, dan (iv) semua -cut dari A adalah interval
tertutup di R.”
Wang mengemukakan dua kelas khusus dari bilangan kabur yang sering digunakan dalam
praktik, yaitu bilangan kabur segitiga dan bilangan kabur trapisium. Bilangan kabur segitiga
adalah himpunan kabur di R dengan fungsi keanggotaan:
Bilangan kabur trapisium adalah himpunan kabur di R dengan fungsi keanggotaan:

Contoh 4.4

Merupakan fungsi keanggotaan segitiga dari bilangan real kabur “sekitar 4”.
Contoh 4.5
~ = 0.3/2 + 0.6/3 + 1/4 + 0.6/5 + 0.3/6 merupakan bilangan bulat kabur “sekitar 4”.
A

C. Prinsip Ekstensi

D. Operasi Aritmetik Bilangan Kabur


Operasi aritmetik pada bilangan kabur merupakan salah satu aplikasi dari
prinsip perluasan (extension principle). Walaupun ada cara lain untuk melakukan
opreasi aritmetik bilangan kabur, yaitu metode α-cut, namun pada tulisan ini hanya
dibahas operasi aritmetik sebagai aplikasi prinsip perluasan. Operasi aritmetika
bilangan kabur meliputi: penjumlahan kabur, pengurangan kabur, perkalian kabur,
dan pembagian kabur.
1. Penjumlahan bilangan kabur
Penjumlahan kabur () dari dua buah bilangan kabur diperoleh dari
prinsip perluasan dengan mengambil f: R x R R dengan f(x,y) = x + y = z; x,y,
z R. Adapun fungsi keanggotaan dari hasil penjumlahan dua buah bilangan
~ ~
kabur A dan B adalah:
μ A ⊕ B ( z ) =⊕ μ A (x)⊗ μ B ( y )
x,y
x + y=z
atau,
μ A ⊕ B ( z ) =s {t [ μ ¿ ¿ A ( x ) , μ B ( y )]}¿
x,y
x + y=z
Contoh 4.9 :
~ ~
Misalkan A dan B dua bilangan bulat kabur yang didefinisikan sebagai :
~= 0.3/1 + 0.6/2 + 1/3 + 0.7/4 + 0.2/5 = ~
A 3
~ = 0.5/10 + 1/11 + 0.5/12 = ~
B 11
Dengan menggunakan operasi penjumlahan bilangan kabur, maka diperoleh hasil:
~ ~
A ⊕ B=¿ 0.3/11 + 0.5/12 + 0.5/13 + 0.5/14 + 0.2/15 + 0.3/12 + 0.6/13 + 1/14 +
0.7/15 + 0.2/16 + 0.3/13 + 0.5/14 + 0.5/15 + 0.5/16 + 0.2/17
Dengan mengambil max dari duplikasi, diperoleh:
~ ~
A ⊕ B=¿ (0.3/11) + (0.5/12) + (0.6/13) + (1/14) + (0.7/15) + (0.5/16) + (0.2/17) =
~
14
~ ~ ~
Jadi, dapat disimpulkan bahwa 3 ⊕ 11=14
Zimmermann mengemukakan bahwa penjumlahan bilangan kabur
memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
~ ~
1. ⊝ ( A ⊕ ~ ~
B )= ( ⊝ A ) ⊕ ( ⊝ B )
~ ~ ~ ~
2. Komutatif: A ⊕ B= B⊕ A
~ ~
3. Asosiatif: (~
A ⊕~ B ) ⊕ C=~ A ⊕ (~
B ⊕C )
~ ~ ~ ~ ~
4. 0 ∈ R ⊆ R merupakan elemen netral, sedemikian sehingga A ⊕ 0= A , ∀ A ∈ R
~ ~ ~
5. Tidak ada invers ⊕ yaitu ∀ A ∈~ R ¿ : A ⊕ (⊝ A) ≠ 0 ∈ R
2. Pengurangan bilangan kabur
Pengurangan kabur (⊝) dari dua buah bilangan kabur diperoleh dari
prinsip perluasan dengan mengambil f: R x R R dengan f(x,y) = x – y = z; x,y,
z R. Adapun fungsi keanggotaan dari hasil pengurangan dua buah bilangan
~ ~
kabur A dan B adalah:
μ A ⊝ B ( z ) =⊕ μ A (x)⊗ μ B ( y )
x,y
x− y =z
atau,
μ A ⊝ B ( z ) =s {t [ μ ¿ ¿ A ( x ) , μ B ( y )]}¿
x,y
x− y =z
Zimmermann (1991, 60) mengemukakan rumus pengurangan dengan
memodifikasi rumus penjumlahan dua buah bilangan kabur, yaitu:
μ A ⊕ B ( z ) =s {t [ μ ¿ ¿ A ( x ) , μ B ( y )]}¿
x,y
x +(− y)=z
Contoh 4.10:
~ ~
Misalkan A dan B dua bilangan bulat kabur yang didefinisikan sebagai :
~= 0.1/1 + 0.5/2 + 1/3 + 0.7/4 + 0.3/5 = ~
A 3
~ = 0.2/10 + 1/2 + 0.5/3 = ~
B 2
Dengan menggunakan operasi pengurangan bilangan kabur diperoleh hasil :
~ ~
A ⊝ B=¿ 0.1/0 + 0.2/1 + 0.1/3 + 0.2/4 + 0.1/(-1) + 0.5/0 + 1/1 + 0.7/2 + 0.3/3 +
0.1/(-2) + 0.5/(-1) + 0.5/0 + 0.5/1 + 0.3/2
Dengan mengambil max dari duplikasi, diperoleh :
~ ~ ~
A ⊝ B=¿ 0.1/(-2) + 0.5/(-1) + 0.5/0 + 1/1 + 0.7/2 + 0.3/3 + 0.2/4 = 1
~ ~ ~
Jadi dapat disimpulkan bahwa 3 ⊝ 2=1

3. Perkalian bilangan kabur


Perkalian kabur (⊗) dari dua buah bilangan kabur diperoleh dari prinsip
perluasan dengan mengambil f: R x R R dengan f(x,y) = x . y = z; x,y, z R.
~ ~
Adapun fungsi keanggotaan dari hasil perkalian dua buah bilangan kabur A dan B
adalah:
μ A ⊗ B ( z ) =⊕ μA ( x ) ⋀ μB( y )
x,y
x . y =z
atau,
μ A ⊗ B ( z ) =s {t [ μ ¿ ¿ A ( x ) , μ B ( y )]}¿
x,y
x . y =z
Contoh 4.11
~ ~
Misalkan M dan N dua buah bilangan kabur yang didefinisikan sebagai:
~ 0.3/1 + 1/2 + 0.4/3 = ~
M =¿ 2
~ ~
N=¿ 0.7/2 + 1/3 + 0.2/4 = 3
Dengan menggunakan poerasi perkalian bilangan kabur diperoleh hasil :
~ ~ ~
f ( M ⊗ N ) = 0.3/2 +0.3/3 + 0.2/4 +0.7/4 + 1/6 + 0.2/8 + 0.4/6 + 0.4/9 + 0.2/12 = 6
Dengan mengambil max dari duplikasi, diperoleh :
~ ~
f ( M ⊗ N ) = 0.3/2 +0.3/3 +0.7/4 + 1/6 + 0.2/8 + 0.4/9 + 0.2/12
~ ~ ~
Jadi, dapat disimpulkan bahwa 2 ⊗ 3=6
Zimmermann mengemukakan bahwa penjumlahan bilangan kabur
memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
~ ~
1. ⊝ ( A ⊗ ~ ~
B )= ( ⊝ A ) ⊗ ( ⊝ B )
~ ~ ~ ~
2. Komutatif: A ⊗ B= B⊗ A
3. Asosiatif: (~ ~ ~ ~ ~ ~
A ⊗ B ) ⊗ C= A ⊗ ( B ⊗ C )
~
4. 1 ∈ R ⊆ R merupakan elemen netral, sedemikian sehingga
~ ~ ~ ~
A ⊗ 1= A , ∀ A ∈ R
5. Tidak ada invers ⊗ yaitu ∀ ~ ~ ~ ~−1
A ∈ R ¿ : A ⊗ A ≠1 ∈ R
6. Distributif terhadap ⊕: ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
A ⊗ ( B ⊕ C )= ( A ⊗ B ) ⊕ ( A ⊗ C )

4. Pembagian bilangan kabur

Anda mungkin juga menyukai