Anda di halaman 1dari 22

Review Peluang Investasi Infrastruktur Hijau di Indonesia

Report prepared by Climate Bonds Initiative


Manajemen Infastruktur Hijau
Kelompok 1

1.Akhmad Rifa'i 3.M Arif M S


(2212231009) (2212231003)

4.M Gilang Ramadhan P


2.Anwar Sulaiman (2212231002)
(2212231006)

5.Rahman Mohammad Castrenanto (2212231018)


Manajemen Infastruktur Hijau
Kelompok 1
6.Rudi Rahayu 8. Wildan Nuruzzaman
(2212231017) (2212231001)

7.Wandi Yuswandi 9.Yohan Hadi Setiawan


(2212231025) (2212231007)
OUTLINE PRESENTASI

PENDAHULUAN
01

02 REVIEW TULISAN 1

REVIEW TULISAN 2
03

04 HAMBATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR &


PERAN PEMBANGUNAN LEMBAGA KEUANGAN
PENDAHULUAN
Kemajuan ekonomi di Asia dan Pasifik sangat luar biasa dalam
beberapa dekade terakhir, namun ada harga yang harus dibayar:
kawasan ini telah menjadi sumber emisi gas rumah kaca terbesar
di dunia. Faktanya, kawasan Asia Tenggara adalah salah satu
kawasan yang paling rentan di dunia terhadap dampak iklim,
karena perubahan iklim telah berdampak pada komunitas,
infrastruktur, ketahanan pangan, dan kesejahteraan
masyarakatnya. Skenario ini semakin memburuk akibat pandemi
penyakit virus corona (COVID-19).
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai potensi untuk mengupayakan pemulihan ramah
lingkungan; Laporan ini menunjukkan bahwa hanya 4% dari total dana
stimulus yang dialokasikan untuk sector hijau. Untuk meningkatkan persentase
ini, Indonesia harus memprioritaskan belanja ramah lingkungan dan
merealokasi belanja fiskal dari sektor padat bahan bakar fosil ke aset, proyek,
dan belanja ramah lingkungan dan berkelanjutan. Upaya mencapai tujuan
iklim tidak perlu membatasi pencapaian ekonomi, namun menawarkan
peluang pertumbuhan berkelanjutan. Misalnya, ADB telah menghitung bahwa
investasi senilai $172 miliar pada lima sektor rendah karbon dan ramah
lingkungan (transportasi perkotaan berkelanjutan, transisi energi ramah
lingkungan, ekonomi sirkular, pertanian, dan kelautan) dapat menciptakan
hingga 30 juta lapangan kerja langsung di Asia Tenggara pada tahun 2030
Secara khusus, ADB meluncurkan dua inisiatif paling inovatif
untuk Asia Tenggara selama Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim
PBB (COP26) pada bulan November 2021 di Glasgow, Inggris:

Kemitraan Mekanisme Transisi Energi (ETM) ADB


memanfaatkan pendekatan berbasis pasar untuk
01 mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi
ramah lingkungan

Platform Pemulihan Ramah Lingkungan ASEAN,

02 dengan total janji sebesar $665 juta yang dikelola oleh


ADB untuk memobilisasi tambahan $7 miliar untuk
proyek infrastruktur rendah karbon dan tahan iklim di
Asia Tenggara, dan mempercepat pemulihan ramah
lingkungan dari pandemi di wilayah tersebut
PENDAHULUAN
ADB telah menyetujui pinjaman sebesar $150 juta pada tahun
2022 untuk menyediakan dana bagi subproyek yang memenuhi
target ramah lingkungan, kelayakan bank finansial, dan leverage
dengan tujuan untuk mengkatalisasi dana dari sumber swasta,
institusi, dan komersial
ADB bekerja sama dengan pemerintah di seluruh Asia dan Pasifik
untuk mengatasi kekurangan pembiayaan dengan mendukung
strategi yang mengkatalisasi pembiayaan ramah lingkungan baik
dari sektor publik maupun swasta, dan telah mengintensifkan
upayanya sejak tahun 2020 untuk memperluas akses terhadap
pembiayaan ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui
pengembangan pasar modal di wilayah tersebut
Review Tulisan 1
“Infrastruktur ramah lingkungan memberikan
peluang pertumbuhan”

Infrastruktur ramah lingkungan menghadirkan peluang


investasi yang sangat besar di Indonesia, khususnya di bidang
energi dan transportasi. Diperkirakan Indonesia memerlukan
infrastruktur dan aset iklim yang sesuai dengan iklim senilai
USD322,8 miliar pada tahun 2030, dimana energi dan
transportasi menyumbang sekitar 75% dari kebutuhan
pendanaan iklim Indonesia sebesar USD245 miliar
“Infrastruktur ramah lingkungan memberikan peluang pertumbuhan”

Meningkatnya minat investor terhadap proyek ramah


lingkungan telah menghasilkan pengembangan dan
pertumbuhan produk keuangan yang inovatif. Pasar
obligasi ramah lingkungan global telah berkembang pesat,
dengan total penerbitan obligasi berlabel kumulatif
mencapai USD2,1 triliun pada akhir semester pertama
2021; penerbitan ramah lingkungan kumulatif sebesar
USD1,3tn
Laporan ini mempertimbangkan empat sektor utama yang dianggap sebagai infrastruktur
tradisional aset, rendah karbon, dan menghasilkan dampak positif iklim:

Energi
terbarukan 1 Transportasi
2 Rendah Karbon

Pengelolaan Air
berkelanjutan 3
Pengelolaan
4 Lombah
Berkelanjutan
“Infrastruktur ramah lingkungan
memberikan peluang pertumbuhan”

Laporan ini menampilkan dua studi kasus


per sector Daftar proyek ramah
lingkungan yang lebih lengkap dari
jaringan pipa publik tersedia di Lampiran
II: Contoh Pipa Hijau.
Review Tulisan 2
“Tren dan peluang pemulihan ramah lingkungan dan
keuangan berkelanjutan”

Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar


di Asia Tenggara dan merupakan salah satu negara
berkembang dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Meskipun pandemic penyakit virus corona (COVID-19)
mengurangi prospek perekonomian Indonesia pada tahun
2020, negara ini berhasil pulih dari resesi pada kuartal kedua
tahun 2021. Presiden menetapkan “hijau” sebagai salah satu
strategi utama pertumbuhan ekonomi
“Tren dan peluang pemulihan ramah lingkungan dan
keuangan berkelanjutan”

Pandemi memberikan tantangan yang unik Penyakit virus corona


Pandemi (COVID-19) membawa negara negara secara global ke dalam
resesi, dan Indonesia mengalami kontraksi PDB sebesar 2,1% pada tahun
2020.17 Meskipun kontraksi tersebut dianggap tidak terlalu besar
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, dampak sosial seperti
kemiskinan dan kehilangan pekerjaan cukup besar. Menteri Tenaga Kerja
memperkirakan bahwa sejak Februari 2020 hingga Februari 2021, sekitar
1,62 juta penduduk Indonesia kehilangan pekerjaan, dan 15,72 juta
pekerja kehilangan pekerjaan terpaksa mengurangi jam kerja.18 Mulai
Maret 2020 hingga Maret 2021, terdapat 1,12 juta orang yang jatuh ke
dalam kemiskinan, sehingga meningkatkan angka kemiskinan dari 9,78%
menjadi 10,14% pada periode yang sama.
“Tren dan peluang pemulihan ramah lingkungan dan
keuangan berkelanjutan”

Instrumen utang berlabel hijau merupakan cara yang


efektif untuk mengarahkan modal investasi ke arah
mitigasi perubahan iklim serta proyek ketahanan dan
adaptasi perubahan iklim, termasuk infrastruktur hijau.
Meningkatnya minat investor terhadap proyek ramah
lingkungan telah menghasilkan pengembangan dan
pertumbuhan produk keuangan inovatif termasuk
obligasi dan pinjaman ramah lingkungan, sosial, dan
keberlanjutan (GSS); dan produk indeks hijau.
Tinjauan Keuangan
Berkelanjutan di Indonesia
Indonesia sudah mengembangkan infrastruktur pasar obligasi ramah
lingkungan (green bond market) yang dibuktikan dengan melonjaknya obligasi
ramah lingkungan (green bond) dan keberlanjutan selama tahun 2018 – 2021
dan munculnya taksonomi ramah lingkungan (green taxonomy). Tahun 2021
juga ditandai dengan pengumuman obligasi ramah lingkungan dan
keberlanjutan dari BUMN besar, seperti PLN dan Pertamina. Obligasi hijau
negara telah mendorong perkembangan pasar. Pada tahun 2021, Kementerian
Keuangan Indonesia telah menerbitkan delapan obligasi ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Taksonomi hijau yang diharapkan akan
membantu menarik modal hijau
Untuk mewujudkan keuangan ramah lingkungan dan obligasi ramah
lingkungan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peta jalan keuangan
berkelanjutan pada tahun 2014, dan Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017
pada tahun 2017. Peta jalan tersebut menandai titik awal keuangan
berkelanjutan 10 tahun rencana Indonesia, yang mencakup rencana
penerapan taksonomi hijau. Peraturan ini merupakan peraturan umum untuk
seluruh peraturan mengenai keuangan berkelanjutan termasuk pengaturan
obligasi hijau (green bond) dan memberikan pedoman dasar bagi proses
penerbitan obligasi hijau (green bond).
Hambatan lain terhadap pembiayaan infrastruktur dan
penerbitan obligasi hijau

Bankabilitas proyek terbatasnya kapasitas pemilik


infrastruktur masih proyek dalam memenuhi
dianggap sebagai 01 02 standar persiapan proyek
tantangan utama

Beberapa proyek Kesiapan pemilik proyek pemerintah

infrastruktur ramah
lingkungan belum
04 03
kota dan daerah juga menjadi
hambatan bagi pertumbuhan pasar

memenuhi standar obligasi daerah yang ramah

investor lingkungan
Peran Pembangunan Lembaga Keuangan
Indonesia mendapat manfaat dari dukungan DFI domestik dan multilateral seperti ADB,
Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), KfW (Kreditanstalt für Wiederaufbau),
Agence Française de Développement (AFD), Islamic Development Bank, Bank Dunia, dan
PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI)

Pertama
DFI dapat memacu penciptaan pasar obligasi ramah lingkungan melalui
investasi jangkar, fasilitasi pasar, dan peningkatan kapasitas

Kedua
DFI dapat mengurangi risiko tinggi dan biaya awal yang tinggi dari
proyek infrastruktur ramah lingkungan milik negara
Apa itu yang Hijau ??
Apa itu yang Hijau ??
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai