Anda di halaman 1dari 189

TUGAS BESAR

STUDIO PERENCANAAN JEMBATAN KONTRUKSI

“PERENCANAAN JEMBATAN SAMOTA TYPE MELENGKUNG DI


KABUPATEN SUMBAWA BENTANG 40 M”

Dosen Pembimbing :
Nawir Rasidi, S.St.,Mt

Disusun Oleh :
Ryo Rizky Nuari 2141350033/ 18 3TRKJJ2

D-IV TEKNOLOGI REKAYASA KONSTRUKSI JALAN DAN


JEMBATAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI

1
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia kesehatan,
kesempatan, dan semangat yang tinggi sehingga Tugas Besar Struktur Jembatan yang
berjudul “Perencanann ulang Jembatan Samota Type Pelengkung” ini dapat penulis
selesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan selalu kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW. Tak lupa secara khusus penulis sampaikan terimakasih tak
terhingga kepada:
1. Bapak Nawir Rasidi, S.St., Mt selaku dosen mata kuliah Struktur Jembatan Beton yang
telah mencurahkan waktunya dan dengan penuh kesabaran dalam membimbing.
2. Teman-teman kelas 3 TRKJJ 2 Program Studi D-IV Teknologi Rekayasa Konstruksi
Jalan dan Jembatan, Politeknik Negeri Malang, yang telah memotivasi untuk
menyelesaikan laporan tugas besar ini, dan
3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan tugas besar ini.

Penulis berharap semoga laporan tugas besar ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya mengenai mata kuliah Struktrur Jembatan Beton. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan laporan ini.

Malang, 10 DESEMBER
2023

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan yang berjudul“PERENCANAAN JEMBATAN SAMOTA TYPE PELENGKUNG


BENTANG 40 M” disusun sebagai tugas mata kuliah Studio Perencanann Jembatan sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah ini.

Malang, 10 Deesember 2023

Mengetahui, Menyetujui,
Penyusun, Dosen Penanggung Jawab

Ryo Rizky Nuari Nawir Raharjo, S.St.,Mt


NIM. 2141350033 NIP. 19930426019031011

ii
ABSTRAK

Jembatan Samota dibangun dengan struktur pelengkung sebagai


penopang utama dari struktur jembatan. Jembatan dibangun pada tahun
2015 dan mulai beroperasi pada awal 2018, jembatan Samota menjadi salah
satu ikon kabupaten dan menjadi tempat baru wisata di Sumbawa. Jembatan
ini memiliki panjang 80 m dan lebar jalan 7 m tidak termasuk trotoar dan
dirancang tanpa pilar. Pada skripsi ini direncanakan ulang struktur jembatan
dengan menggunakan penampang box girder prategang sebagai bentang
utama jembatan. Desain rencana jembatan box girder akan dibagi menjadi 2
bentang yang masing-masing bentang terdiri dari 40 m dengan adanya pilar
di tengah bentang, dengan total panjang jembatan yaitu 80 m dan lebar
jembatan 8 m.
Perencanaan jembatan dimulai dengan penjelasan mengenai latar
belakang, pemilihan tipe box girder, perumusan, tujuan perencanaan, dan
pembahasan. Peraturan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah
pembebanan untuk jembatan SNI 1725:2016, perencanaan terhadap beban
gempa SNI 2833-2016, dan SNI 7833:2012, untuk analisa struktur
menggunakan program Microsoft Excel dan penggambaran permodelan
jembatan menggunakan aplikasi Autocad 2013. Materi pembahasan meliputi
kontrol kehilangan gaya prategang, kontrol tegangan yang terjadi, dan kontrol
lendutan.
Hasil dari perencanaan jembatan dengan menggunakan box girder
ialah, digunakan box girder dengan tinggi box 2,4 m dan lebar 10,3 m, terdiri
slab atas dengan tebal slab atas bagian tengah 25 cm, slab atas bagian tepi
25 cm, tebal dinding tengah 30 cm dan slab bawah dengan tebal 25 cm.
Digunakan 7 tendon dibagi 3 bagian atas penampang dan 4 bagian bawah
penampang, setiap tendon terdiri dari 25 strands.

Kata kunci : Jembatan Arch Brigade, RSAP2022, Stadpro

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ketentuan Tebal Sayap Atas Minimum Profil Box...............................16

Tabel 2.2 Berat Isi Untuk Beban Mati...................................................................17

Tabel 2.3 Faktor Beban Berat Sendiri...................................................................18

Tabel 2.4 Faktor Untuk Beban Mati Tambahan....................................................19

Tabel 2.5 Faktor Beban Untuk Beban Lajur “D”.................................................19

Tabel 2.6 Faktor Beban untuk Beban “T”............................................................20

Tabel 2.7 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah (TA)...........................................22

Tabel 2.8 Nilai Vu Dan Zo Untuk Berbagai Varian Kondisi Permukaan hulu.......23

Tabel 2.9 Faktor Beban Akibat Pengaruh Temperatur..........................................24

Tabel 2.10 Faktor Beban Akibat Pengaruh Susut Dan Rangkak.............................25

Tabel 2.11 Faktor Beban Akibat Pengaruh Prategang............................................25

Tabel 2.12 Zona Gempa..........................................................................................27

Tabel 2.13 Faktor Modifikasi Respon (R)...............................................................28

Tabel 4.1 Berat Sendiri Dan Momen Pada Trotoar................................................54

Tabel 4.2 Gaya Dan Momen Trotoar Akibat Beban Hidup..................................55

Tabel 4.3 Hasil Analisis Pena,Pang Gelagar Prategang........................................61

Tabel 4.4 Perhitungan Momen Dan Gaya Akibat Berat Sendiri Balok................63

Tabel 4.5 Perhitungan Momen Dan Gaya geser Akibat Beban Mati Sendiri........65

Tabel 4.6 Perhitungan Beban Tambahan...............................................................66

4
Tabel 4.7 Perhitungan Momen Dan Gaya Geser Akibat Beban Mati Tambahan.67

5
Tabel 4.8 perhitungan momen dan gaya geser akibat beban lajur “D”................69

Tabel 4.9 Perhitungan Momen Dan Gaya Geser Akibat Gaya Rem.....................71

Tabel 4.10 Perhitungan Momen Dan Gaya Geser Akibat Beban Angin.................73

Tabel 4.11 Perhitungan Momen Dan Gaya Akibat Beban Gempa..........................76

Tabel 4.12 Rekapitulasi Momen Dan Gaya Geser Maksimum...............................77

Tabel 4.13 Kombinasi Momen Maksimum.............................................................77

Tabel 4.14 Kombinasi Gaya Geser Maksimum.......................................................78

Tabel 4.15 Eksentrisitas Masing-Masing Tendon..................................................83

Tabel 4.16 Lintasan Inti Tendon.............................................................................84

Tabel 4.17 Susut Angkur........................................................................................86

Tabel 4.18 Tata Letak Dan Trace Kabel Tendon...................................................87

Tabel 4.19 Momen Akibat Temperatur..................................................................106

Tabel 4.20 Rekapitulasi Tegangan Yang Terjadi Akibat Beban............................107

Tabel 4.21 Rekapitulasi Kombinasi Tegangan.......................................................111

Tabel 4.22 Rekapitulasi Lendutan Yang Terjadi Akibat Beban.............................116

Tabel 4.23 Rekapitulasi Kombinasi Lendutan........................................................118

Tabel 4.24 Data Angkur.........................................................................................121

Tabel 4.25 Momen Statis Luasan Bagian Atas (Sxa)..............................................121

Tabel 4.26 Momen Statis Luasan Bagian Bawah (Sxb)..........................................121

Tabel 4.27 Perhitungan Sengkang Arah Vertikal....................................................123

Tabel 4.28 Perhitungan Sengkang Arah Horizontal................................................123

Tabel 4.29 Jumlah Sengkang Yang Digunakan Untuk Bursting Force..................123


6
Tabel 4.30 Momen Dan Gaya Geser Maksimum Kombinasi 6 (Ekstrem I)..........126

Tabel 4.31 Tinjauan Geser Diatas Garis Netral......................................................127

Tabel 4.32 Tinjauan Geser Dibawah Garis Netral..................................................128

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk Penampang Melintang Single-Cel Box Girder................14

Gambar 2.2 Bentuk Penampang Single-Cell Box Girder.................................14

Gambar 2.3 Tipe Segmen Box Girder..............................................................

Gambar 2.4 Beban Lajur “D”..........................................................................20

Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T”.................................................................21

Gambar 2.6 Zona Angkur Ujung Beton Terletak.............................................31

Gambar 2.7 Angkur Tipe SA (Annex 1)...........................................................32

Gambar 2.8 Angkur Tipe FA (Annex 1)...........................................................32

Gambar 2.9 Kepala Angkur..............................................................................33

Gambar 2.10 Pelat Angkur.................................................................................33

Gambar 2.11 Trumpet Tipe A............................................................................34

Gambar 3.1 Lokasi Jembatan...........................................................................36

Gambar 3.2 Potongan Exisiting Jembatan ............................37

Gambar 3.3 Bagan Air Penelitian.....................................................................39

Gambar 4.1 Desain Tiang Sandaran.................................................................41

Gambar 4.2 Beban Merata Pada Pipa Sandaran...............................................43

Gambar 4.3 Beban Hidu Ada Railing..............................................................44

Gambar 4.4 Detail Tulangan Tiang Sandaran..................................................48

7
Gambar 4.5 Pembebanan Pada Kerb................................................................49

Gambar 4.6 Detail Tulangan Kerb...................................................................52

Gambar 4.7 Pembebanan Berat Sendiri Trotoar...............................................53

8
Gambar 4.8 Pembebanan Berat Beban Hidup..................................................55

Gambar 4.9 Detail Tulangan Slab Lantai Trotoar............................................59

Gambar 4.10 Bentuk Dan Dimensi Box Girder.................................................60

Gambar 4.11 Pendimensian Pada Box Girder....................................................61

Gambar 4.12 Beban Merata Akibat Beban Sendiri............................................62

Gambar 4.13 Beban Merata Akibat Beban Mati................................................64

Gambar 4.14 Beban Merata Akibat Beban Mati Tambahan..............................66

Gambar 4.15 Beban Merata Akibat Beban Gempa............................................75

Gambar 4.16 Rencana Layout Tendon...............................................................82

Gambar 4.17 Posisi Tendon Di Tengah Bentang...............................................82

Gambar 4.18 Posisi Tendon Di Tumpuan..........................................................83

Gambar 4.19 Angkur Tipe SA (Annex 1)...........................................................86

Gambar 4.20 Angkur Tipe FA (Annex 1)...........................................................86

Gambar 4.21 Daerah Lintasan Tendon...............................................................89

Gambar 4.22 Posisi End Balok.........................................................................120

Gambar 4.23 sengkang bursing force...............................................................120

Gambar 4.24 Pelat Angkur...............................................................................122

Gambar 4.25 sengkang bursing force yang digunakan....................................124

Gambar 4.26 Gaya-Gaya Yang Terjdi Pada Tendon.......................................124

Gambar 4.27 Bantalan Elastomer.....................................................................130

Gambar 4.28 Desain Elastomer Rencana.........................................................134

9
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

A = Luas penampang.
AC = Luas penampang.
C = Kohesi tanah (kN/m3).
Csm = Adalah koefisien respon gempa elastis.
EQ = Adalah gaya gempa horizontal statis (kN).
es = Eksentrisitas.
h = Tinggi total balok penampang
Ht = Tinggi total balok penampang.
L = Panjang total jembatan yang terbebani (m).
n = Jumlah tendon atau jumlah pasangan tendon yang ditarik.
P = Beban vertikal (kN).
Pt = Prategang awal.
Peff = Prategang aktif sesudah kehilangan.
q = Adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanang jembatan
kPa.
Rd = Adalah modifikasi respons.
T = Beban horizontal (kN).
VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 km/jam hingga 126 km/jam.
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam).
V0 = Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik meteorologi.
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau permukaan air rencana (km/jam).
Wa = Tahanan momen sisi atas.
Wb = Tahanan momen sisi bawah.
Wt = Berat total struktur dari beban mati dan beban hidup (kN).
Y = Titik berat penampang.
ya = Jarak titik berat penampang terhadap sera tatas.

10
yb = Jarak titik berat penampang terhadap serat bawah.
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z  10000 mm).
fpA = Kehilangan prategang akibat slip angkur.

11
DAFTAR SINGKATAN

A = Slip angkur
BGT = Beban Garis Terpusat
BTR = Beban Terbagi Rata
CR = Rangkak Beton
ES = Perpendekan Elastis Beton
EW = Beban Angin
F = Friksi
MA = Beban Mati Tambahan
MS = Berat Sendiri
PR = Pengaruh Prategang
R = Relaksasi Baja
SH = Susut Beton
TB = Gaya Rem
TD = Beban Lajur
TT = Beban Truck

12
DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel kombinasi momen akibat beban

2. Tabel kombinasi gaya geser akibat beban

3. Gambar lintasan tendon

4. Gambar penulangan dan detail girder

5. Data Standar Perencanaan PC Box Girder Produk WIKA BETON

6. Tabel profil baja

vii
BAB I
KONSEP DASAR PERENCANAAN STRUKTUR

1.1 Deskripsi Struktur


Dalam konsep dasar perencanaan struktur, struktur mengacu pada elemen-elemen
fisik yang membentuk kerangka atau rangkaian untuk mendukung dan menahan beban-
beban yang bekerja pada sebuah bangunan. Struktur dirancang untuk memberikan
kekuatan, kekakuan, dan stabilitas terhadap beban-beban eksternal seperti beban gravitasi,
beban angin, dan beban gempa.
Jembatan beton bertulang adalah jenis jembatan yang menggunakan beton sebagai
bahan utama struktur dan mengandalkan tulangan baja untuk meningkatkan kekuatan dan
kekakuan struktur. Jalan raya, rel kereta api, dan jembatan penyeberangan merupakan
proyek infrastruktur yang secara teratur menggunakan jembatan beton bertulang. Rentang
khas jembatan beton bertulang adalah 15 sampai 25 meter. Superstruktur, pondasi,
substruktur, pondasi, tanggul, dan struktur pengaman jembatan membentuk struktur
jembatan bertulang itu sendiri. Biasanya, konstruksi pondasi beton memiliki tulangan
hingga 25 cm.

Gambar
1– Existing

Perencanaan Ulang Jembatan Samota

1
Jembatan Samota dibangun dengan struktur pelengkung sebagai penopang utama dari struktur
jembatan. Jembatan dibangun pada tahun 2015 dan mulai beroperasi pada awal 2018, jembatan
Samota menjadi salah satu ikon kabupaten dan menjadi tempat baru wisata di Sumbawa. Jembatan
ini memiliki panjang 80 m dan lebar jalan 7 m tidak termasuk trotoar dan dirancang tanpa pilar. Pada
skripsi ini direncanakan ulang struktur jembatan dengan menggunakan penampang box girder
prategang sebagai bentang utama jembatan. Desain rencana jembatan box girder akan dibagi menjadi
2 bentang yang masing-masing bentang terdiri dari 40 m dengan adanya pilar di tengah bentang,
dengan total panjang jembatan yaitu 80 m dan lebar jembatan 8 m. Perencanaan jembatan dimulai
dengan penjelasan mengenai latar belakang, pemilihan tipe box girder, perumusan, tujuan
perencanaan, dan pembahasan. Peraturan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah pembebanan
untuk jembatan SNI 1725:2016, perencanaan terhadap beban gempa SNI 2833-2016, dan SNI
7833:2012, untuk analisa struktur menggunakan program Microsoft Excel dan penggambaran
permodelan jembatan menggunakan aplikasi Autocad 2013. Materi pembahasan meliputi kontrol
kehilangan gaya prategang, kontrol tegangan yang terjadi, dan kontrol lendutan. Hasil dari
perencanaan jembatan dengan menggunakan box girder ialah, digunakan box girder dengan tinggi
box 2,4 m dan lebar 10,3 m, terdiri slab atas dengan tebal slab atas bagian tengah 25 cm, slab atas
bagian tepi 25 cm, tebal dinding tengah 30 cm dan slab bawah dengan tebal 25 cm. Digunakan 7
tendon dibagi 3 bagian atas penampang dan 4 bagian bawah penampang, setiap tendon terdiri dari 25
strands. Kata kunci: Perencanaan jembatan, Box girder, Beton prategang, Samota
Gambar 3–
Jembatan Jembatan
Samota
1.1.1 Beton bertulang
Beton
bertulang adalah
kombinasi dari
beton dan tulangan
baja yang
digunakan dalam
konstruksi untuk
memberikan kekuatan, kekakuan, dan daya tahan yang lebih baik terhadap beban yang
bekerja pada struktur.
1.1.2 Jembatan Tipe Balok T
Jembatan tipe balok T (T-beam bridge) adalah salah satu jenis jembatan yang
menggunakan balok balok berbentuk melintang T sebagai elemen struktural utamanya.
Balok gelagar pada jembatan tipe balok T memiliki penampang melintang yang
menyerupai huruf T saat dilihat dari samping. Bentuk ini memberikan kekuatan dan
kekakuan yang baik pada balok gelagar. Pembangunan jembatan ini akan lebih

2
ekonomis pada bentang 50-1000 ft (15-25 m) pada kondisi normal (tanpa kesalahan
pengerjaan)
1.1.3 Bagian Bagian Struktur Jembatan
Secara umum struktur jembatan terbagi atas beberapa bagian
 Struktur atas jembatan (superstructure)
Sesuai dengan istilahnya berada pada baglan atas suatu Jembatan, berfungsi menampung
beban-beban yang ditlmbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan dll dan kemudian
menyalurkan kepada bangunan bawah. Adapun kompoen bagian struktur atas seperti
permukaan atas jembatan (wearing surface), pelat lantai jembatan, member primer (balok
girder). member sekunder (balok diafragma).
 Struktur bawah Jembatan(Substructure)
Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya
menerima / memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan
kepondasi. Beban-beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah. Elemen
struktur bawah biasanya dapat berupa kolom pier, dinding ataupun berupa pangkal
Jembatan (abutment)
 Pondasi
Pondasi adalah bagian dari struktur bangunan atau jembatan yang terletak di bawah
permukaan tanah dan berfungsi untuk menyalurkan beban bangunan ke tanah yang
lebih kuat. Pondasi bertugas untuk mendukung dan menjaga stabilitas struktur di
atasnya.
 Landasan Jembatan
Landasan jembatan (bridge abutment) adalah bagian struktur jembatan yang berfungsi
sebagai penyangga di kedua ujung jembatan. Landasan jembatan berada di tepi atau
sisi jembatan dan berfungsi untuk menopang balok gelagar atau struktur atas jembatan
serta mentransfer beban ke tanah di sekitarnya.
1.2 Dasar Dasar Peraturan Perencanaan
Dalam perencauaau struktur jembatan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku
dengan staudar spesifikasi teknis. Peraturan yang digunakan didasarkan pada pedoman
perencanaan sebagai berikut :
Peraturan PUPR No. 41 PRT M 2015 Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan
Terowongan Jalan
• Permen PU No 19 PRT M 20 1 1 Persyaratan Teknis Jalau dau Kriteria Perencanaan
3
Telmis Jalan
• SE Menteri PUPR No 07-SE-M-20 15 Pedoman Persyaratan Umu m Perencanaan
Jembatan
• SN! 1725 -2016 Pembebanan Untuk Jembatan
• SNI 2833 -2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Behan Gempa
• SNI 03-2850-1992 Tata Cara Pemasaugau Utilitas di Jalan
• SNI 8460 -2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik
• RSNI T-03-2005 Standar pereucanaau strnktur baja untuk jembatan
• RSNI T-12-2004 Standar perencanaau strnktw·betou uutuk jembatan
• BMS 92 Bridge Design Code vol I dan 2
• BMS 92 Bridge Manual Design vol I dan 2
• AASHTO LRFD Bridge Design Specifications 2017
Dalam perencanaan kontrnksi harus memenuhi syarat dan ketentuan pokok-pokok
perencanaan jembatan yaitu:
 Kontrnksi jembatan harus memiliki kekuatan dan stabilitas struktur
 Bangunan hams benar -beuar mempunya i keawetan dan kelayakan jaugka panjang
 Bangunan jemba tau juga diperhitungkan pada kemudahan pemeriksaan dan
pemeliharaan
 Kontruksi hams berfungsi pada kenyamanan bagi pengguna jemba tan
 Kontrnksi yang ekonomis dan mudah pada waktu pelaksanaannya (dapat menyingkat
pekerjaan
 Bangunan memiliki estetika keindahan kontruksi
 Bangunan kontruksi memiliki resiko burnk lingkungan yang seminim mungkin
1.3 Mutu Bahan
Mutu atau kualitas adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik produk atau jasa yang
mencerminkan tingkat penerimaan kebutuhan pelanggan atau pemakai (costumers).
Definisi lain untuk mutu yang sering diasosikan dengan proyek adalah fitness for use. Istilah
ini sering disamping memiliki arti seperti yang diuraikan diatas, juga memperhatikan masalah
tersediannya produk, keandalan, dan masakah pemeliharaan. Data data mutu bahan yang
digunakan :

a) Mutu beton
 Berdasarkan kuat tekan karakteristik beton pada umur 28 hari, kuat tekan telah
mencapai Fc’ = 35 Mpa,
 Density (kepadatan) beton sebesar 24000 kg/m³
 Tinggi slump diijinkan : 5-7 cm
4
b) Mutu Baja Tulangan
 Kuat leleh tulangan fsy untuk baja polos dan ulir dari kelas BJ-32, fsy = 320
Mpa,
 Modulus elastisitas Es = 2 x 10⁵ Mpa
c) Perletakan
 Jenis perletakan : Elastometer Laminasi
 Bahan : karet alam dan pelat baja yang diikat bersatu selama vulkanisasi,
dengan kekerasan IHRD 53 ± 5
 Selimut minimum untuk elastometer untuk melindungi pelat baja bagian atas
dan bawah sebesar 4mm, bagian sisi sebesar 6mm
1.4 Sistem Pembebanan
Kesalahan dalam perencanaan beban atau penerapan beban pada perhitungan akan
mengakibatkan kesalahan yang fatal juga pada hasil desain bangunan tersebut. Oleh
karena itu sangat penting untuk merencanakan pembebanan pada struktur jembatan
dengan sangat teliti agar struktur jembatan yang didesain tersebut nantinya akan aman.
Jembatan harus diperhitungkan beban-beban yang bekerja terhadapnya agar memenuhi
standart kekuatannya. Beban pada jembatan diatur berdasarkan SNI 1725- 2016.

1.4.1 Aksi Beban Tetap (Permanen)


Massa setiap bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar
dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian bagian bangunan tersebut
adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). percepatan gravitasi yang
digunakan dalam standar ini adalah 9,81 m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat
isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 1
No Bahan Berat isi Kecepatan massa
(kN/m³) (kg/m³)
1 Lapisan permukaan beraspal 22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
3 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1755
(compacted sand, silt or clay)
4 Kerikil dipadatkan (rolled 18,8 – 22,7 1920 – 2315
glaved, macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

5
6 Beton ringan (low density) 12,25 – 19,6 1250 – 2000
7 Beton 𝑓c’ < 35 Mpa 22,0 – 25,0 2320
35 < 𝑓c’< 105 MPa 22 + 0,22 𝑓c’ 2240 + 2,29 𝑓c’
8 Baju (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Tabel 1 - Berat isi untuk beban mati

 Berat sendiri (MS)


Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen elemen structural lain yang
dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktur, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap
tetap. Adapun faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapt dilihat pada tabel 2

Tabel 2 – Faktor Beban Untuk Berat Sendiri

 Beban mati tambahan/utilitas (MA)


Beban mati tambahan adalah seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan
yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan. Dalam hal tertentu, nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan
ketentuan pada tabel 3 boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang.
Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban
mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan

Tabel 3 – Faktor Beban Untuk Beban Mati Tambahan

1.4.2 Beban Transien


Beban transien merupakan beban yang bersifat tidak tetap, terdiri atas : gaya
susut/rangkak, gaya rem, gaya sentrifugal, gaya tumbukan kendaraan atau kapal, gaya
gempa, gaya friksi, beban lanjur “D”, beban truk “T”, beban pejalan kaki, beban akibat

6
penurunan, gaya akibat tempratur, gaya apung, beban angin, dan beban arus
Dalam Perencanaan kali ini pembebanan yang direncanakan beban trafik, yaitu
beban vertikal primer akibat berat kendaraan dan beban sekunder horizontal akibat
perubahan kecepatan kendaraan.
1. Beban vertikal primer akibat berat kendaraan
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan atas beban lajur “D” dan beban
truk “T”. Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan
kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung
pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang
ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana.Secara umum,
beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang
mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan
untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
a. Lajur lalu lintas rencana
Jumlah lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan mengambil bagian integer
dari hasil pembagian lebar bersih jembatan (w) dalam mm dengan lebar lajur
rencana sebesar 2750 mm. Perencana harus memperhitungkan kemungkinan
berubahnya lebar bersih jembatan dimasa depan sehubungan dengan perubahan
fungsi dari bagian jembatan.

7
Tabel 4 Jumlah lajur lalu lintas rencana

8
Berdasarkan Tabel diatas, bila lebar bersih jembatan berkisar antara 3000 mm
sampai 5000 mm, maka jumlah jalur rencana harus diambil satu lajur lalu lintas
rencana dan lebar jalur rencana harus diambil sebagai lebar jalur lalu lintas. Jika
jembatan mempunyai lebar bersih antara 5250 mm dan 7500 mm, maka jembatan
harus direncanakan memiliki dua lajur rencana, masing-masing selebar lebar bersih
jembatan dibagi dua. Jika jembatan mempunyai lebar bersih antara 7750 mm dan
10000 mm, maka jembatan harus direncanakan memiliki tiga lajur rencana,
masing-masing selebar lebar bersih jembatan dibagi tiga.

 Beban lajur “D” (UDL dan KEL)


Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis
(BGT) seperti terlihat dalam gambar 24. Adapun faktor beban yang digunakan untuk
beban lajur “D” seperti pada Tabel 4

Tabel 5 – faktor beban untuk beban lanjut “D”

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada
panjang total yang dibeban L yaitu seperti berikut :
 Beban merata (UDL)
L < 30m q = 9 kPa
L > 30m q = 9 x ( 0,5+15/L) kPa
 Beban garis (KEL) P = 49 kN/m
 DLA (KEL) = 0,4 untuk L < 50 meter
Keterangan
Q = adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan kPa
L = adalah panjang total jembatan yang dibebani

9
Gambar 4 – Beban lanjut “D”

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua
yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang pada jembatan pada
bentang lainnya.
 Beban Beban Truk “T” (TT)
Selain beban “D” terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”. Beban truk “T”
tidak dapat dipergunakan untuk perhitungan struktural lantai. Adapun faktor beban untuk
beban “T” seperti terlihat pada tabel 5

Tabel 6 – Faktor beban untuk beban “T”

Gambar 5 Pembebanan truk “T”


Keterangan :
 T = 500 kN
 DLA (T) = 0.3
Pembentukkan truk “T” terdiri atas kendaraan untuk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar seperti terlihat pada gambar 1.2. Berat dari setiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara
roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah ubah dari 4,0
m sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh tersebut pada arah memanjang
jembatan.
2. Beban sekunder horizontal akibat perubahan kecepatan kendaraan Beban
a. Gaya rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari : 25% dari berat gandar truk
desain atau, 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.
10
Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm
diatas permukaan jalan pada masingmasing arah longitudinal dan dipilih yang
paling menentukan.

b. Gaya sentrifugal (TR)


Gaya sentrifugal untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari
beban roda, pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai
hasil kali dari berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut :

Keterangan :
- v adalah kecepatan rencana jalan raya (m/detik)
- f adalah faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas
fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik
- g adalah percepatan gravitasi: 9.8 (m/detik2)
- Rl adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

Gaya sentrifugal harus diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian


1800 mm diatas permukaan jalan. Dalam hal ini, perencana harus menyediakan
mekanisme untuk meneruskan gaya sentrifugal dari permukaan jembatan menuju
struktur bawah jembatan.

c. Pembebanan untuk pejalan kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan.
Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur
kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari
tepi dalam parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini,
faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan

1.4.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban

11
Faktor beban untuk setiap kombinasi pembebanan harus diambil seperti Tabel.
Dalam kombinasi pembebanan harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
Faktor beban harus dipilih untuk menghasilkan kondisi ekstrem akibat beban yang
bekerja. Setiap kombinasi pembebanan harus diselidiki kondisi ekstrem maksimun
dan minimal.
Untuk beban permanen, harus dipilih faktor beban yang menghasilkan
kombinasi pembebanan kritis. Jika pengaruh beban permanen meningkatkan
stabilitas komponen jembatan, maka faktor beban terkurangi (minimum) harus
diperhitungkan. Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus
dihitung dengan menggunakan Persamaan.

𝒬 = ∑ 𝜂𝑖 𝛾𝑖𝒬𝑖

Keterangan :
ηi = faktor pengubah respons,
𝛾𝑖 = faktor beban, dan
𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan.

12
1.4.4 Kombinasi Beban
Kombinasi beban untuk SNI 1725 2016 bebeda dengan RSNI T-02 2005 . Berikut
kombinasi beban yang harus ditinjau menurut SNI 1725 2016 :
 Kuat 1 : kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul pada
jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin. Pada
kombinasi ini semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang
sesuai.
 Kuat II : kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan untuk
memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa memperhitungkan
beban angin.
 Kuat III : kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan
90 km/jam hingga 126 km/jam.
 Kuat IV : kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya rasio
beban mati dengan beban hidup yang besar.
 Kuat V : kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan
dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
 Ekstrem I : kombinasi pembebanan gempa, faktor beban hidup yang
mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung harus
ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
 Ekstrem II : kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup
terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan kendaraan,
banjir atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus pembebanan akibat
tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh
dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.
 Layan I : kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan
dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan adanya beban
angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam. Kombinasi digunakan untuk
mengontrol lendutan serta lebar retak
 Layan II : kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.
 Layan III : kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah
memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak
dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.
 Layan IV : kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom
beton pratekan dengan tujuan mengontrol besarnya retak.
 Fatik : kombinasi beban fatik dan fraktur sehubugan dengan umur fatik akibat induksi
beban yang waktunya tak terbatas.

13
Gambar 6 Kombinasi beban dan faktor beban

Gambar 7 Desain Jembatan

14
 Kelompok pembebanan dan simbol untuk beban
Beban permanen dan transien harus diperhitung akan dalam perencanaan jembatan:
a. Beban Permanen
MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan.
MA = beban mati perkerasan dan utilitas
TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah
PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh proses
pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat perubahan statika
yang terjadi pada konstruksi segmental
PR = prategang

b. Beban Transien
SH = gaya akibat susut/rangkak
TB = gaya akibat rem
TR = gaya sentrifugal
TC = gaya akibat tumbukan kendaraan
TV = gaya akibat tumbukan kapal
EQ = gaya gempa
BF = gaya friksi
TD = beban lajur “D”
TT = beban truk “T”
TP = beban pejalan kaki
SE = beban akibat penurunan
ET = gaya akibat temperatur gradien
EUn = gaya akibat temperatur
seragam EF = gaya apung
EWs = beban angin pada struktur
EWL = beban angin pada
kendaraan EU = beban arus
dan hanyutan

15
1.5 Prosedur Analisis
Pada perencanaan Jembatan Beton Balok T di Kabupaten Sidoarjo, berikut merupakan
prosedur analisis yang dilakukan oleh penulis:
1.5.1 Menetapkan spesifikasi jembatan yang hendak dibangun yang melingkupi jenis
jembatan, kelas jembatan, panjang total jembatan, lebar jembatan, lebar badan jalan,
dan lebar trotoar yang ada pada jembatan.
1.5.2 Melakukan preliminary design untuk mengetahui ukuran sementara dari gelagar atau
girder, diafragma, dan pelat yang ada pada jembatan.
1.5.3 Memodelkan rencana jembatan pada software Autodesk AutoCad 2020 yang meliputi
gambar denah, potongan memanjang, potongan melintang, dan penampang girder.
Langkah ini dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya, dimana jembatan
akan dimodelkan dalam bentuk 3 dimensi.
1.5.4 Memodelkan rencana jembatan pada software Robot Structural Analysis Professional
2022 (RSAP 2022) untuk memperoleh tampak 3 dimensi dari jembatan yang
direncanakan.
1.5.5 Melakukan pembebanan struktur yang bekerja pada jembatan, kemudian melakukan
pemodelan pembebanan struktur melalui software Robot Structural Analysis
Professional 2022 (RSAP 2022).
1.5.6 Menentukan analisa struktur pada software Robot Structural Analysis Professional
2022 (RSAP 2022) untuk mengetahui nilai gaya ataupun momen yang bekerja pada
struktur jembatan.
1.5.7 Menentukan perencanaan tiap elemen struktur dengan bantuan Microsoft Excel.
Elemen struktur yang direncanakan yaitu meliputi: girder (analisa balok T), pelat arah
Mx, pelat arah My, sengkang, kerb, tiang sandaran, dan pipa.

16
1.6 Desain/Pemodelan Elemen Struktur

Berikut merupakan hasil desain atau pemodelan elemen struktur melalui software
Autodesk AutoCad 2021 dan Robot Structural Analysis Professional 2022 (RSAP 2022):

Gambar 8 Denah Jembatan

Gambar 9 Potongan Memanjang Jembatan

Gambar 10 Potongan Melintang Jembatan

17
Gambar 11 Penampang Girder

Gambar 12 Pemodelan Struktur 3 Dimensi

18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu penghubung sungai, lembah, laut, saluran irigasi, dan
lainnya. Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus. Pembangunan jembatan di berbagai daerah di Indonesia,
hampir sebanding dengan banyaknya jembatan yang dibangun namun tidak mampu
mencapai umur rencananya, dikarenakan beberapa faktor seperti kondisi dari struktur
jembatan yang cepat mengalami kerusakan yang diakibatkan pertumbuhan volume
dan arus lalu lintas yang pesat dan tidak sesuai rencana. Menurut Pusat Data dan
Teknologi Informasi (Pusdatin), 2017 Indonesia memiliki 18.014 unit jembatan di
tahun 2016, namun sebanyak 61,59% jembatan di Indonesia berada dalam kondisi
baik. Adapun material penyusun jembatan banyak menggunakan jenis beton
prategang. Dasar pemilihan material beton ada keuntungannya karena ketersediaan
dan proses produksi yang mudah, serta bisa dicetak menjadi banyak bentuk.
Penggunaan beton prategang sebagai konstruksi dengan bentang panjang dikarenakan
pada sifat yang dimiliki pada beton itu sendiri dan kekuatan untuk menahan beban
yang didukungnya. Beton dibandingkan dengan bahan lain memiliki beberapa
kelebihan yaitu kuat tekan tinggi, tahan api dan termasuk bahan yang awet. Sifat
beton yang tidak kuat terhadap tegangan tarik yang tinggi, maka diperkuat dengan
baja yang memiliki kuat tarik tinggi.
Jembatan Samota adalah jembatan yang dibangun di atas Sungai Brang Biji yang
merupakan jembatan pertama dengan struktur pelengkung di Pulau Sumbawa yang
berfungsi selain sebagai infrastruktur penghubung Simpang Jalan Negara (SJN)
Garuda dengan Tanjung Menangis, jembatan ini juga menjadi salah satu ikon
kabupaten dan menjadi tempat baru wisata di Sumbawa. Jembatan Samota adalah
akronim untuk tiga kawasan di Sumbawa, yaitu Teluk Saleh, Pulau Moyo, dan
Gunung Tambora. Dimana tiga kawasan tersebut menjadi daerah eksotis Sumbawa.

1
Jembatan Samota merupakan jembatan yang dibangun pada tahun 2015 dan
mulai beroperasi pada awal tahun 2018 yang memiliki panjang 80 m dan lebar 14 m.
Jembatan ini terbuat dari struktur pelengkung sebagai penopang utama dari struktur
jembatan. Pada penelitian ini, bangunan atas jembatan samota akan direncanakan
ulang menggunakan beton prategang tipe box girder dengan panjang 80 m dan lebar 8
m. Tipe prategang ini dipilih karena dapat memikul beban lentur yang lebih besar,
dan tahan terhadap gaya geser.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan ditinjau berdasarkan latar belakang diatas
adalah sebagai berikut.
1. Berapakah dimensi box girder prestressed yang optimum dapat digunakan pada
jembatan Samota?
2. Berapa besar tegangan dan lendutan yang terjadi pada box girder prategang?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan perencanaan ulang struktur jembatan prategang Samota dengan tipe box
girder ini sebagai berikut.
1. Untuk merencanakan bangunan atas jembatan mengunakan box girder prategang.
2. Untuk mengetahui besar tegangan dan lendutan akibat beban dan gaya pada
perencanaan box girder.

1.4 Batasan Masalah


1. Penelitian ini hanya membahas bangunan atas jembatan tipe box girder, tidak
terhitung bangunan bawah, perkerjaan jalan, dan metode pelaksanaan.
2. Dalam penrencanaan ini mengacu pada standar pembebanan untuk jembatan
SNI 1725:2016, perancangan jembatan terhadap beban gempa SNI 2833:2016,
dan SNI 7833-2012.

2
3. Pengerjaan perhitungan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Penggambaran
permodelan jembatan menggunakan aplikasi Autocad 2013.
4. Box girder yang digunakan adalah Bridge product by WIKA BETON dengan
type RM1921.
5. Digunakan Strand cable standar dari BBR VT CONA CMI dengan jenis strand
seven-wire strand according to prEN 10138-3

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Nabila (2017) melakukan modifikasi perencanaan struktur jembatan di THP
(Taman Hiburan Pantai) Kenjeran menggunakan struktur concrete box girder
pratekan. Direncanakan desain struktur jembatan bentang panjang menggunakan
struktur box girder segmental pratekan. Panjang rencana jembatan adalah 91,1 m dan
memiliki lengkung arah horizontal dengan jari-jari 140 m. Tahap perencanaan adalah
pengumpulan data dan studi literatur dilanjutkan dengan perencanaan struktur
skunder. Selanjutnya yaitu preliminary desain untuk struktur primer dilakukan
perhitungan gaya pratekan yang dibutuhkan serta kehilangan gaya pratekan yang
mungkin terjadi. Hasil perencanaan jembatan yaitu tinggi penampang box girder
adalah 4,5 m dengan lebar pelat atas 16 m dan pelat bawah 10 m. jumlah tendon yang
dibutuhkan adalah 31 unit 6-55. Kolom bangunan bawah direncanakan berukuran 10
m x 3 m dengan tinggi kolom 5,175 m.
Karramal (2016) melakukan perencanaan box girder prategang struktur atas fly
over simpang air hitam samarinda. Peraturan yang penulis gunakan dalam
perhitungan adalah RSNI T-02-1725-2005-Pembebanan untuk jembatan SNI 7833-
2012 Tata Cara Perancangan Beton Pratekan dan Beton Pratekan untuk Bangunan
Gedung, untuk analisa struktur menggunakan program excel, SAP2000 dan CSI
Bridge sebagai alat bantu perhitungan dan control. Hasil yang diperoleh dari
perencanaan box girder prategang ialah, digunakan box girder precast segmental
dengan panjang segmen 3 m, tinggi box 3 m dan lebar 9 m, terdiri dari slab atas
dengan tebal 40 cm, slab bawah dengan tebal 40 cm, dan web setebal 50 cm, dengan
adanya penebalan web pada balok ujung sebesar 90 cm sejauh 3,9 m. Digunakan
tendon VSL sebanyak 8 buah tendon dengan masing-WQ masing web.
Yudo (2016) melakukan perencanaan alternatif struktur jembatan damas-
trenggalek menggunakan box girder prestressed segmental. Perencanaan yang

4
mengacu pada peraturan perencanaan pembebanan jembatan RSNI T-02-2005.
Desain rencana jembatan box girder dibagi menjadi tiga bentang yang terdiri dari 45
m, 90 m, dan 45 m. Pada tahap perencanaan dilakukan perhitungan terhadap struktur
skunder jembatan seperti pagar pembatas. Kemudian menganalisa beban yang terjadi
seperti analisa berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas dan analisa
pengaruh waktu seperti creep dan kehilangan gaya prategang. Hasil analisa tersebut
dilakukan kontrol tegangan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan penulangan,
setelah perhitungan jembatan atas, dilanjutkan dengan pembahasan metode
pelaksanaan yang dalam hal ini menggunakan Balanced Cantilever dengan Traveller.
Dilanjutkan dengan perencanaan bangunan bawah yaitu, pilar dan pondasi. Akhir dari
perencanaa ini adalah didapat bentuk dan dimensi elastomer yang dipakai 750 mm x
750 mm x 248 mm dengan tebal plat 3 mm terdiri atas 12 lapis dan jumlah tendon
box girder yang dipakai pada kondisi kantilever adalah tipikal pada semua segmen,
yaitu 12 sc dengan F yang dihasilkan 6000 kN sedangkan saat continuos beam jumlah
tendon bertambah hingga 56 sc dalam gambar perencanaan.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pengertian jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui
suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanyan jalan lain berupa
jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanyan
disebut viaduct. (Struyk dan Veen, 1984). Secara umum suatu jembatan berfungsi
untuk melayani arus lalu lintas dengan baik, dalam perencanaan jembatan harus
memperhitungkan fungsi, kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika
arsetektual (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) jembatan merupakan suatu sistem
transportasi untuk tiga hal, yaitu:
1. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem,
2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem,

5
3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh,

Bila lebar jembatan kurang lebar untuk menampang jumlah jalur yang
diperlukan untuk lalu lintas, jembatan akan menghambat laju lalu lintas. Dalam hal
ini jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat
dilayani oleh sistem transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat dikatakan
mempunyai fungsi keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).

2.2.2 Beton Prategang


Beton adalah suatu bahan yang memiliki kuat tekan tinggi tetapi memiliki kuat
tarik rendah, sedangkan baja adalah material yang memiliki kuat tarik tinggi. Dengan
mengkombinasikan kedua bahan tersebut, diharapkan mendapatkan bahan yang kuat
menerima tekan maupun tarik, yaitu tekan diterima oleh beton sedangkan tarik
diterima oleh baja (Budiadi, 2008 )

2.2.3 Prinsip Dasar Prategang


Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam
kondisi tarik. Kemampuan menahan tarik beton bervariasi antara 8-14% dari
kemampuan menahan tekan beton, hal ini menyebabkan terjadinya retak akibat lentur
(flexural crack) pada saat awal pembebanan. Untuk mengurangi atau mencegah
berkembangnya letak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan pada arah
longitudinal elemen struktur. Gaya ini mencegah perkembangnya retak dengan cara
mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik dibagian tumpuan dan kondisi
kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser
dan torsional penampang tersebut. Gaya longitudinal yang diterpkan seperti diatas
disebut dengan prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada
penampang disepanjang bentang disuatu elemen struktur sebelum bekerjanya beban
mati dan beban hidup tranversal atau beban hidup horizontal transien (Nawy, 2001).

6
2.2.4 Gaya prategang
Gaya prategang dipengaruhi oleh momen total yang terjadi. Gaya prategang
yang disalurkan harus memenuhi kontrol batas pada saat kritis. Persamaan berikut
menjelaskan hubungan antara momen total dengan gaya prategang (Lin, 2000)
disajikan dengan persamaan 2.1.
𝑀𝑇
F=T= …......................................................................................................(2.1)
0,6 ℎ
Dimana,
𝑀𝑇 = Momen total
h = Tinggi balok

2.2.5 Sistem Prategang


Pemberian gaya prategang pada beton akan memberikan tegangan tekan pada
penampang. Tegangan ini akan menahan beban luar yang bekerja pada penampang,
pemberian gaya prategang dapat dilakukan sebelum atau sesudah beton dicor.
Pemberian gaya prategang yang dilakukan sebelum pengecoran disebut sistem
pratarik (pre-tension), sedangkan pemberian gaya prategang yang dilakukan sesudah
pengecoran disebut sistem pascatarik (post-tension).
1. Pra Tarik (Pre-tension method)
Pada sistem pratarik, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutmen
tetap. Beban dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon
yang sudah ditarik. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan maka
tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk
berkontribusi maka beton akan tertekan.
2. Pasca Tarik (post-tension method)
Pada sistem pascatarik dengan cetakan yang sudah disediakan beton dicor
disekeliling duct. Baja tendon berada didalam selongkong selama pengecoran, jika
beton sudah mencapai kekuatan tertentu tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di dua

7
sisi dan diangkur secara bersamaan maka beton menjadi tertekan selama
pengangkuran.

2.2.6 Kehilangan Gaya Prateganng


Kehilangan gaya prategang dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai
berikut.
a. Perpendekan elastis beton (ES)
Pada sistem ini penarikan post-tension dengan jumlah kabel banyak, pemendekan
elastis pada beton terjadi pada tendon yang pertama kali stressing, dan nilai minimum
pada tendon yang terakhir kali stressing. Besarnya pemendekan elastis pada tendon
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan persamaan 2.2 berikut.
ΔfpES = ∑j n =1 (ΔfpES ).......................................................................................(2.2)
Dengan :
N = Jumlah tendon atau jumlah pasang tendon yang ditarik secara sekuensial
J = Menunjukkan nomor eperasi pendongkrakan

b. Slip angkur (A)


Besar kehilangan gaya prategang akibat slip angkur dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.3 sebagai berikut.
𝛥𝐴
ΔfpA = Eps...........................................................................................................(2.3)
𝐿
Dengan :
ΔfpA = Gaya prategang akibat slip
A = Deformasi pengukuran
Eps = Modulus elastis
L = Panjang tendon

8
c. Rangkak pada baja (CR)
Kehilangan rangkak terjadi hanya pada struktur yang dibebani secara terus
menerus. Besarnya nilai kehilangan gaya prategang yang terjadi akibat rangkak dapat
dihitung melalui persamaan (2.4) berikut.
𝐶𝑅 = Kcr x (𝐸𝑠/𝐸𝑐) x (𝑓𝑐𝑖𝑟 − 𝑓𝑐𝑑𝑠)..........................................................................(2.4)
Dengan :
Kcr = 2.0 untuk komponen struktur praktik
= 1.6 untuk komponen struktur pasca tarik
𝑓𝑐𝑖𝑟 = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
𝑓𝑐𝑑𝑠 = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja akibat semua beban mati
tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan

d. Susut pada beton (SH)


Nilai kehilangan gaya prategang yang hilang akibat susut pada beton dapat
dihitung melalui persamaan 2.5 dan 2.6 berikut.
ΔfSh= ∈SH,t x Eps....................................................................................................(2.5)
Dengan:
∈SH,t = 35+𝑡
𝑡
∈SH,u.................................................................................................(2.6)
∈SH,u = Adalah regangan susut ultimate (820.10-6mm/mm)

e. Relaksasi pada baja


Kehilangan gaya tendon akibat relaksasi dipengaruhi oleh tegangan izin baja
strand. Seperti halnya dengan rangkak dan susut, tegangan pada baja menurun sejalan
dengan waktu. Penurunannya menjadi semakin cepat jika ditambah lagi dengan
pengaruh relaksi. Untuk mengetahui besarnya kehilangan gaya prategang akibat
relaksi baja yang dipengaruhi oleh rangkak dan susut dapat digunakan persamaan 2.7
berikut.

9
𝑓′𝑝𝑖
ΔfPR= f’pi x log 𝑡 𝑥( − 0,55)............................................................................(2.7)
10 𝑓′𝑝𝑦

f. Friksi (F)
Kehilangan prategang akibat friksi antara tendon dan selongsong sekitarnya
dapat dihitungdengan persamaan 2.8 berikut.
ΔfPF = f’pi x (𝜇𝑎 + 𝐾𝐿)..........................................................................................(2.8)
Dengan
ΔfPF = Kehilangan tegangan akibat kabel f’pi
f’pi = Tegangan awal tendon
𝜇 = Koefisien kelengkungan
 = Perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari titk jacking
K = Koefisien wobble
L = Panjang baja prategang diukur dari titik jacking
g. Prategang total
ΔfPT = ΔfpA +ΔfpF + ΔfpES +ΔfpPR+ΔfpCR+ΔfpSH................................................................................(2.9)
Dengan:
ΔfPT = Kehilangan prategang total
ΔfpA = Kehilangan prategang akibat slip angkur
ΔfpF = Kehilangan prategang akibat friksi/gesekan
ΔfpES = Kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton
ΔfpPR = Kehilangan prategang akibat relaks tendon
ΔfpCR = Kehilangan prategang akibat rangkak pada beton
ΔfpSH = Kehilangan prategang akibat susut pada beton

2.2.7 Tegangan
Menurut Schodeck (1998), tegangan lentur terjadi pada balok sebagai aksi
terhadap momen lentur eksternal pada satu titik balok tersebut. Penampang melintang
balok yang mendapatkan aksi dari beban sehingga menyebabkan terjadinya deformasi
dengan adanya serat balok yang memanjang dan memendek. Serat balok bagian atas

10
mengalami perpendekan dan serat balok bagian bawah mengalami perpanjangan,
serat yang mengalami perpanjangan maksimum dan perpendekan maksimum terjadi
pada serat tepi penampang melintang. Dengan demikian serat yang tidak mengalami
perpanjangan dan perpendekan yang sering disebut sebagai sumbu netral balok.

2.2.5.1 Tegangan Ijin Beton


Syarat kemampuan layan komponen struktur lentur menurut SNI-7833:2012,
tegangan beton sesaat setelah penyaluran prategang (sebelum kehilangan prategang
tergantung waktu) tidak boleh melebihi nilai berikut.
a. Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan kecuali seperti diizinkan dalam 0,60
f’ci
b. Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan pada ujung-ujung komponen
tumpuan sederhana 0,70 f’ci
c. Bila kekuatan tarik beton yang dihitung (ft) melebihi 0,5 √𝑓′𝑐𝑖 pada ujung
komponen struktur terdukung sederhana, atau 0,25 √𝑓′𝑐𝑖 pada lokasi lainnya,
tulangan dengan lekatan tambahan harus disediakan dalam daerah tarik untuk
menahan gaya tarik total yang dihitung dengan asumsi penampang tak retak.

Sedangkan syarat kemampuan layan komponen struktur lentur menurut SNI-


7833:2012, tegangan beton saat beban layan berdasarkan pada sifat penampang tak
retak, dan setelah pembolehan untuk semua kehilangan prategang tidak boleh
melebihi nilai berikut.

a. Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan akibat prategang ditambah beban tetap
0,45 f’ci
b. Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan akibat prategang ditambah beban total
0.60 f’ci
f’ci = Kuat tekan beton yang disyaratkan pada waktu prategang awal (MPa)

11
2.2.5.2 Tegangan Ijin Tendon Prategang
Menurut SNI-7833:2012, tegangan tarik pada baja prategang tidak boleh
melebihi berikut ini :
a. Akibat gaya penerikan (jacking) baja prategang 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar
dari yang lebih kecil 0,8 fpu dan nilai maksimum yang direkomendasikan oleh
pembuat baja prategang.
b. Segera setelah penyaluran prategang 0,82 fpy tetapi tidak lebih besar dari 0,74 fpu
c. Tendon pasca tarik, pada perangkat angkur dan kopler (couplers), sesaat setelah
transfer gaya 0,70 fpu
fpu = Kuat tarik baja prategang yang disyaratkan (MPa)
fpy = Kuat leleh baja prategang yang disyaratkan
(MPa)

Untuk rumus perhitungan tegangan pada beton prategang dapat dilihat pada
persamaan 2.10 sampai 2.13 berikut.
1. Pada saat transfer
𝑃𝑡
𝑓𝑎 = − +
𝑃𝑡 𝑥 𝑒s 𝑀𝐷 ≤ 𝑓𝑡𝑖........................................................................(2.10)
𝐴𝐶 ( )−
𝑃𝑡 𝖶𝑎 𝖶𝑎
𝑓𝑏 = − + 𝑃𝑡 𝑥 𝑒s 𝑀𝐷 ≤ 𝑓𝑡𝑖........................................................................(2.11)
𝐴𝐶 ( )−
𝖶𝑏 𝖶𝑏

2. Pada saat layan


𝑃𝑒𝑓𝑓
𝑓𝑎 = − 𝑃𝑒𝑓𝑓 𝑥 𝑒s 𝑀𝐷

𝐴𝐶 +( )− ≤ 𝑓𝑡𝑖..............................................................(2.12)
𝖶𝑎 𝖶𝑎
𝑃𝑒𝑓𝑓
𝑓𝑏 = − 𝑃𝑒𝑓𝑓 𝑥 𝑒s 𝑀𝐷
( )− ≤ 𝑓𝑡𝑖.................................................................(2.13)
+
𝐴𝐶 𝖶𝑏 𝖶𝑏

Dengan
Pt = Prategang awal
Peff = Prategang efektif sesudah kehilangan
AC = Luas penampang
12
Es = Eksentisitas
Wa = Tahanan momen sisi atas

13
Wb = Tahanan momen sisi bawah
MD = Momen akibar berat sendiri
MT = Momen total akibat gravitasi

2.2.8 Lendutan
Menurut Nawy (2010) lendutan atau sering disebut defleksi, lendutan
disebabkan karena bagian balok diberi beban. Lendutan bergantung pada beban (w)
dan panjang bentang balok (L) dan berbanding terbalik dengan kekakuan balok.
Kekakuan didasarkan pada jenis material yang digunakan yaitu modulus elastisitas
(E) dan besaran penampang melintang yaitu momen inersia (I). Defleksi merupakan
fungsi dari bentang panjang, perletakan, atau tumpuan, jenis pembebanan dan
kekakuan lentur EL dari elemen. Persamaan umum defleksi maksimum menurut
(Nawy, 2010) dapat dihitung dengan persamaan 2.14 berikut.
𝖶𝐼 3....................................................................................................................................................................................
∆𝑚𝑎𝑥 = 𝐾 𝑛
(2.14)
48𝐸𝐼𝑐

Dimana :
W = Beban total pada bentang
In = Panjang bentang besih
E = Modulus beton
Ic = Momen inersia penampang
K = Faktor derajat kekakuan tumpuan

2.2.9 Box girder


Jembatan gelagar kotak (box girder) tersusun dari gelagar longitudinal dengan
slab di atas dan di bawah yang berbentuk rongga (hollow) atau gelagar kotak. Tipe
gelagar ini digunakan untuk jembatan bentang – bentang panjang. Bentang sederhana
sepanjang 40 ft (± 12 m) menggunakan tipe ini, tetapi biasanya bentang gelagar kotak
lebih ekonomis antara 60-100 ft (± 18 – 30 m) dan biasanya didesain sebagai struktur
menerus di atas pilar. Gelagar kotak beton prategang dalam desain biasanya lebih

14
menguntungkan untuk bentang menerus dengan panjang bentang ± 300 ft (± 100 m).
keutamaan gelagar kotak adalah pada tahanan terhadap beban torsi (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).

Gambar 2.1 Bentuk Penampang melintang single-cell box girder


(sumber :Raju, 2015)

Gambar 2.2 Bentuk Penampang melintang single-cell box girder


(sumber :Raju, 2015)
Box girder bridge adalah jembatan dengan struktur berupa box / kotak yang
berlubang. Dibandingkan dengan balok I, box girder memiliki keunggulan yaitu
(Tadron dan Sun, 2004) :
1. Lebih kuat menahan torsi
2. Dimensi box yang lebih besar dibuat, karena dimensi sayap yang lebih lebar
dapat menahan berat sendiri lebih besar
3. Semua permukaan dari penampang terlihat, sehingga memudahkan dalam
pengecekan
4. Dapat digunakan untuk bentang yang panjang
5. Dimensi badan box dapat dikurangi sesuai dengan penampang yang biasa
digunakan. Hal tersebut berdampak pada penghematan pada kebutuhan material
beton dan struktur lebih efisien

15
6. Tidak memerlukan adanya balok melintang pada balok
7. Mengurangi berat struktur, akan menghasilkan penghemat pada biaya total.

2.2.10 Precast segmental box girder


Precast segmental box girder adalah salah satu perkembangan penting dalam
teknik jembatan yang tergolong baru dalam beberapa tahun terakhir. Berbeda dengan
sistem konstruksi monolit, sebuah jembatan segmental box girder terdiri dari elemen-
elemen pracetak yang dipratekan bersama-sama oleh tendon eksternal (Rombach,
2002).
a. Elemen struktur jembatan segmental box girder
Jembatan segmental seharusnya dibangun seperti struktual bentang tulanggan
untuk menghindari adanya sambungan kabel post-tension. Sehubungan dengan
adanya eksternal post-tension maka diperlukan tiga macam segmen yang berbeda
diantaranya (Rombach, 2002)
o Pier segment : Bagian ini terletak tepat diatas abutmen
o Deviator segment: Bagian ini dibutuhkan untuk pengaturan deviasi tendon
o Standard segment: Dimensi standard box girder yang digunakan.

16
Gambar 2.3 Tipe segmen box girder
(Sumber: Rombach, 2002)

2.2.9 Perencanaan dimensi box girder


1. Tebal sayap atas
Tebal minimum untuk sayap atas yang didasarkan pada panjang antar web dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 ketentuan tebal sayap atas minimum profil box
Bentang antar web Tebal minimum sayap atas
Kurang dari 3 m 175 mm
Antara 3-4,5 m 200 mm
Antara 4,5-7,5 m 250 mm
Lebih dari 7,5 m Digunakan sistem rib atau hollow slab

2. Tebal web
Tebal web minimum adalah sebagai berikut.
a. 200 mm, jika tidak terdapat tendon pada web

17
b. 250 mm, jike terdapat duct kecil baik vertical maupun longitudinal
c. 300 mm, jika digunakan tendon dengan strand 12,5 mm
d. 350 mm jika tendon diangkurkan pada web
3. Tebal sayap bawah
a. 175 mm, jika duct tidak diletakkan pada sayap
b. 200-250 mm, jika duct diletakkan pada sayap

2.3 Analisa Pembebanan Jembatan


Pada perencanaan jembatan faktor pembebanan merupakan hal penting yang
harus diperhitungkan, dalam perencanaan ini diperlukan standar khusus untuk
menjadi dasar anlisis pembebanan. Di Indonesia standar perencanaan pembebanan
untuk jembatan mengacu pada SNI-1725:2016 tentang pembebanan jembatan, beban
yang bekerja pada jembatan antara lain sebagai berikut.

2.3.1 Beban mati


Beban mati merupakan berat setiap komponen struktual dan non-struktual
setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu kesatuan aksi yang tidak terpisah
pada saat menerapkan faktor beban normal dan faktor beban terkurangi. Berat setiap
bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam berat jenis bahan
dan gambar yang digunakan. Besarnya kerapatan dan berat isi untuk berbagai bahan
dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Berat isi untuk beban mati
No Bahan Berat isi (kN/m3)
Lapisan permukaan beraspal
1 22,0
(bituminous wearing surface)
2 Besi tuang (cast iron) 71,0
Timbunan tanah di padatkan
3 17,2
(compacted sand, silt, or clay)

18
No Bahan Berat isi (kN/m3)
Krikil dipadatkan (rolled gravel,
4 18,8-22,7
macadam or ballast)
5 Aspal beton (asphalt concrete) 22,0
6 Beton ringan (low density) 12,25-25,0
Beton f’c < 35 Mpa 22,0-25,0
7
35 > f’c >105 Mpa 22 + 0,022 f’c
8 Baja (steel) 78,5
9 Kayu (ringan) 7,8
10 Kayu keras (hard wood) 11,0

Faktor Beban (ɣMS)


Tipe
Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
Bahan
(ɣs𝑀𝑆) (ɣ𝑢𝑀𝑆)
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Alumunium 1,00 1,10 0,90
Tetap
Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor di tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
(Sumber : SNI-1725-2016)

19
2.3.3 Beban mati tambahan / ultilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat selutuh bahan yang membantu suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktual, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan. Faktor untuk beban mati tambahan dapat dilihat pada tabel
2.4 berikut.

Faktor Beban (ɣ𝑀𝐴)


Tipe
Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
Bahan
(ɣs𝑀𝑆) (ɣ𝑢𝑀𝑆)
Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00(1) 1,10 0,90
Khusus (terawasi) 1,00 1,10 0,90
Catatan(1) Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk utilitas

Faktor Beban (ɣ𝑇𝐷)


Tipe
Jembatan Keadaan batas Keadaan batas
Beban
layan (ɣ𝑠𝑇𝐷) ultimit (ɣ𝑢 𝑇𝐷)
Beton 1,00 1,80
Transien
Boks Girder Baja 1,00 2,00
(Sumber : SNI-1725-2016)

20
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yng terbebani L yaitu seperti pada persamaan 2.15 dan
persamaan 2.16 berikut.
Jika L < 30 m : 9,0 kPa..........................................................................................(2.15)
Jika L > 30 m : 9,0 (0,5+15/L) kPa.......................................................................(2.16)
Dengan :
q = Adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan kPa
L = Adalah panjang total jembatan yang terbebani (m)
Berikut ilustrasi pembebanan Lajur “D” dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Beban lajur “D”


(sumber : SNI-1725-2016)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas q kN/m harus ditempatkan tegak
lurus arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas q 49.0 kN/m.

2. Beban trus “T” (TT)


Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D” beban truk
dapat digunakan untuk struktur lantai. Adapun faktor untuk beban “T”. Faktor beban
untuk beban “T” dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk beban “T”
Faktor Beban (ɣ𝑇𝑇)
Tipe
Jembatan Keadaan batas Keadaan batas
Beton
layan (ɣ𝑠 𝑇𝑇) ultimit (ɣ𝑢 𝑇𝑇)
Transien Beton 1,00 1,80

21
Faktor Beban (ɣ𝑇𝑇)
Tipe
Jembatan Keadaan batas Keadaan batas
Beton
layan (ɣ𝑠 𝑇𝑇) ultimit (ɣ𝑢 𝑇𝑇)
Boks
Girder 1,00 2,00
Baja
(Sumber : SNI-1725-2016)

Pembebanan truk T terdiri atas kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat ganda seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 pembebanan truk “T” (500 kN)


(sumber :SNI-1725-2016)
3. Tekanan tanah (TA)
Koefisien tekanan tanah nominal berdasarkan sifat-sifat tanah, sifat-sifat tanah
(kepadatan kohesi sudut geser dalam, kadar kelembapan dan sebaginya) harus di
peroleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik dilapangan ataupun
di laboratorium. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layan dihitung
berdasarkan nilai nominal dari γ s,c dan f. tekanan tanah lateral pada keadaan batas
kekuatan dihitung dengan nilai nominal dari γ s, dan nilai rencana dari c serta f.
nilai-nilai rencana dari c serta f diperoleh dari nominal dengan mengunakan faktor
reduksi kekuatan kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai

22
nominal yang selanjutnya harus di kalikan dengan faktor beban yang sesuai. Beban
akibat tekanan tanah (AT) dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Faktor beban akibat tekanan tanah (TA)
Faktor beban (ɣ𝑇𝐴)
Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimit
Tipe (ɣ𝑠𝑇𝐴) (ɣ𝑢𝑇𝐴)
Bahan Tekanan tanah
Tekanan tanah
1,00 Biasa Terkurangi
vertical
Tekanan tanah
1,25 0,80
lateral

Tetap Aktif 1,00


- Pasif 1,00 1,25 0,80
- Diam 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)
(1)
Catatan Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya
tidak diperhitungkan pada keadaan ultimit.
(Sumber : SNI-1725-2016)

4. Gaya rem (TB)


Gaya rem harus diambil terbesar dari 25% dari berat gandar truk desain atau 5%
dari berat truk rencana di tambah beban lajur terbagi rata BTR Gaya rem tersebut
harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati dan berisi lalu lintas dengan
arah yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada
jarak 1800 mm di atas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan
dipilih yang paling menunjukan.

5. Beban angin (EW)


a. Tekanan horizontal
Tekanan angin yang di asumsikan yang disebabkan oleh angin rencana dengan
kecepatan dasar (VB) sebesar 90 km/jam hingga 126 km/jam. Beban angin harus

23
diasumsikan terdistribusikan secara merata pada permukaan terekspos oleh angin.
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih dari 10000 mm diatas
permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angina rencana VDZ dapat dihitung
dengan persamaan 2.17 berikut :
VDZ = 2,5 VO ( 𝑉10)ln ( 𝑧 )........................................................................................(2.17)
𝑉𝐵 𝑧𝑜

Dengan
:
VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah atau
permukaan air rencana (km/jam)
VB = Kecepatan angina rencana yaitu 90 km/jam hingga 126 km/jam
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)
VO = Kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik meteologi
ZO = Panjang gesekan dihulu jembatan
V10 = Dapat diasumsikan V10 = BV
Untuk nilai VO dan ZO dapat dilihat pada tabel 2.8. Nilai VO dan ZO untuk
berbagai variasi kondisi permukaan hulu berikut.
Tabel 2.8 . Nilai VO dan ZO untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu

Lahan
Kondisi Sub urban Kota
terbuka
VO (km/jam) 13,2 17,6 19,3
VO (mm) 70 1000 2500
(Sumber : SNI-1725-2016)

b. Gaya angin pada kendaraan (Ewl)


Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun
pada kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul
gaya akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus

24
diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja
1800 mm di atas permukaan jalan.

6. Pengaruh temperatur (EUn)


Besarnya rentang simpangan akibat beban temperatur (ΔT) harus didasarkan pada

Temperature Temperature
jembatan jembatan
Tipe bangunan atas
Rata-rata Rata-rata
minimum (1) maksimum
Lantai beton diatas gelagar
15°C 40°C
atau boks beton
Lantai beton diatas gelagar
15°C 40°C
boks atau rangka baja
Lantai plat baja diatas
15°C 40°C
gelagar, boks atau rangka
Catatan (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum biasa dikurangi
5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m
diatas permukaan laut.

jembatan. Pengaruh ini dihitung mengunakan beban mati jembatan. Apabila rangkak
dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka nilai dari rangkak
dan penyusutan tersebut harus diambil. Faktor beban akibat pengaruh susut dan
rangkak dapat dilihat pada tabel 2.10

25
Tabel 2.10 Faktor beban akibat pengaruh susut dan rangkak

Faktor Beban (ɣ𝑆𝐻)


Tipe
Bahan Keadaan batas layan Keadaan batas ultimit
(ɣ𝑠𝑆𝐻) (ɣ𝑢𝑆𝐻)
Tetap 1,00 1,00
(Sumber : SNI-1725-2016)

8. Pengaruh prategang (PR)


Prategang akan menyebabkan pengaruh skunder pada komponen-komponen yang
terkekang pada bangunan statis tak tentu. Pengaruh skunder tersebut harus
diperhitungkan baik pada batas layan ataupun batas ultimit, pengaruh utama
prategang adalah sebagi berikut.
Pada keadaan batas layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu
sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung
menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1.0. Berikut faktor beban akibat
pengaruh prategang dapat dilihat pada tabel 2.11 berikut.
Tabel 2.11 Faktor beban akibat pengaruh prategang

Faktor Beban (ɣ𝑃𝑅)


Tipe
Beban Keadaan batas layan Keadaan batas ultimit
(ɣ𝑠𝑃𝑅) (ɣ𝑢𝑃𝑅)
Tetap 1,00 1,00
(Sumber : SNI-1725-2016)

9. Beban gempa (EQ)


Perencanaan jembatan terhadap beban gempa merupakan bagian yang penting
dalam perencanaan konstruksi jembatan. Dalam perencanaan beban gempa mengacu
pada SNI 2833-2016.

26
1. Pengaruh gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
namun dapat mengalami kerusakan signifikan dan gangguan terhadap pelayanan
akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan
berdasarkan perkalian antara koefisien elastis (Csm) dengan berat struktur ekivalen
yang kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan
persamaan 2.18 sebagai berikut.
𝐶𝑠𝑚
E = x W.......................................................................................................(2.18)
Q t
𝑅𝑑
Dengan :
EQ = Adalah gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = Adalah koefisien respon gempa elastis
Rd = Adalah modifikasi respons
Wt = Adalah berat total struktur dari beban mati dan beban hidup (kN)

2. Prosedur spesifikasi situs


Profil responsif dirancang dan dapat dilakukan di mana saja dengan persetujuan
dengan pemilik pekerjaan. Tujuan dari analisis probalistik gerakan tanah spesifik
lokasi adalah untuk menghasilkan spectrum percepatan respons, dengan
mempertimbangkan kemungkinan bahwa nilai spektrum selama rentang priode
tertentu melebihi 7% dlam 75 tahun.

3. Koefisien respon gempa statik


- Untuk periode lebih kecil dari TO koefisien respons gempa static (Csm)
didapatkan dari persaman 2.19 berikut.
𝑇
- Csm = (SSD – As)
𝑇0 + As...........................................................................................................................(2.19)
- Untuk periode lebih besar atau sama dengan To dan lebih kecil atau sama dengan
Ts, respons spketral, Csm adalah sama dengan Sos.

27
- Untuk perode lebih besar dari Ts, koefisien respon gempa elastic (Csm)
didapatkan dari persamaan (2.20) berikut.
𝑆𝐷1..............................................................................................................................................................
- Csm = (2.20)
𝑇
Dengan :
SDS = Nilai spectra permukaan tanah pada periode pendek (t = 0,2 detik)
TO = 0,2 TS
𝑆𝐷1
TS = 𝑆𝐷𝑆

4. Kategori kinerja seismik


Setiap jembatan harus ditetapkan ke salah satu dari empat zona seismik
berdasarkan pemenuhan spektum percepatan periodic (SD1) 1 detik. Tabel 2.12
Kategori ini menjelaskan perubahan resiko seismik dan digunakan untuk menentukan
metode analisis, panjang bresing minimum, detail desain kolom, dan prosedur desain
pondasi dan jembatan.
Tabel 2.12 Zona Gempa
Koefisien percepatan (SD1) Zona gempa
SD1 ≤ 0,15 1
0,15 < SD1 ≤ 0,30 2
0,30 < SD1 ≤ 0,50 3
SD1 > 0,50 4
(Sumber :SNI 2833:2016)

5. Faktor modifikasi respon


Hubungan antara gaya gempa rencana pada struktur bawah dan elemen struktur
ditentukan denganmembagi gaya gempa elastis dengan faktor koreksi respon (R).
sebagai alternatif untuk menggunakan faktor R pada tabel 2.13 untuk hubungan
struktual yang terhubung secara integral antara struktur atau elemen struktual
(misalnya hubungan kolom ke kaki), kolom komposit karena plastisitas kolom atau
asosiasi dapat direncanakan.

28
Tabel 2.13 Faktor Modifikasi Respon (R) Untuk
Hubungan Antara Elemen Struktur
Semua kategori
Hubungan elemen struktur
kepentingan
Bangunan atas dengan kepala jembatan 0,8
Sambungan uai (dilatasi) pada bangunan atas 0,8
Kolom, pilar, atau tiang dengan bangunan atas 1,0
Kolom atau pilar dengan pondasi 1,0
(Sumber : SNI 2833:2016)

2.3.5 Perencanaan Sandaran


Sandaran pada jembatan bangunan sebagai pembatas atau pengaman pejalan
kaki yang melintas diatas jembatan agar tidak jatuh ke sisi luar jembatan.
Perencanaan sandaran disesuaikan dengan peraturan. Adapun tahapan untuk
perencanaan sandaran sebagai berikut.
1. Pembebanan
Berdasarkan SNI 1725:2016 beban yang bekerja pada sandaran adalah beban
beripa gaya horizontal dan vertikal sebesar w = 0,75 kN/m dan bekerja pada
ketinggian 100 cm dari lantai trotoar.
2. Kekompakan profil dapat dilihat pada persamaan 2.21 Sampai 2.23 berikut.
𝐷................................................................................................................................................................................
(2.21)
𝑡

𝜆𝑝 = 0.07 𝐸
𝑓𝑦 …………………………………………………….……………….(2.22)
𝜆𝑟 = 0.31 𝐸
𝑓𝑦 …………………………………………………………..…………(2.23)
Dengan:
D = Diameter pipa (inch)
T = Tebal pipa (mm)
𝜆𝑝 = Kompak
𝜆𝑟 = Tak Kompak

29
3. Menentukan momen nominal pada persamaan 2.24 (SNI 2033-2016) berikut.
Mf = Zx x fy.........................................................................................................(2.24)
Dengan:
Mf = Momen nominal (Nmm)
Fy = Tegangan leleh baja (fy)

2.3.6 Perencanaan Trotoar


Trotoar merupakan bagian dari pembangunan jembatan eksisting di kedua sisi
jalur lalu lintas. Jalan setapak ini berfungsi sebagai jalan setapak dan terbuat dari
beton hancur yang menyatu dan homogen dengan lantai kendaraan sekaligus
berfungsi sebagai balok yang diperkeras untuk lantai kendaraan. Perencanaan
perkerasan berdasarkan SNI 1729:2015 menetapkan bahwa semua komponen
perkerasan di atas 600 mm harus direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki
dengan kekuatan 5 kPa.

2.3.7 Pereencanaan kerb


Kerb didesain mampu menahan beban hidup horizontal terbagi rata sebesar 500
kg/m pada tepid an ketinggian 25 cm diatas permukan lantai kendaraan.

2.3.8 Perencanaan Gelagar Memanjang dan Gelagar Melintang


Dalam perencanaan gelagar memanjang atau melintang, komponen struktur
gelagar dianggap sebagai batang lentur yang kemudian dianalisa berdasarkan SNI 03-
1729-2002 berikut.
1. Suatu komponen struktur yang memikul lentur terhadap sumbu kuat (sumbu x)
dan dianalisa dengan metode elastis harus memenuhi dapat dihitung melalui
persamaan 2.25 berikut.
Mux ≤ ΦMn....................................................................................................................................................................(2.25)

30
Dengan:
Mux = Momen terfaktor terhadap sumbu x yang dihitung berdasarkan analisa elastis
Ф = Faktor reduksi = 0,9
Mn = Kuat nominal dari momen lentur penampang

2. Kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk local


a. Momen lentur leleh pada persamaan 2.26 berikut
My = fy x S..........................................................................................................(2.26)
Dengan:
fy = Tegangan leleh baja (MPa)
S = Modulus penampang elastis
b. Momen lentur plastis pada persamaan 2.27 berikut.
Mp = fy x Z..........................................................................................................(2.27)
Dengan:
Fy = Tegangan leleh baja (MPa)
Z = Modulus penampang plastis
3. Batas kelangsingan
Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap struktur yang memikul beban
lentur, ditentukan berdasarkan perbandingan maksimum lebar terhadap tebal menurut
SNI 03-1729-2002.
a. Perbandingan lebar terhadap (λ) b/t
b. Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal λp (kompak) 1,680/ √𝑓𝑦

2.3.9 Perencanaan Blok Ujung (End Block)


Daerah end block (zona angkur) merupakan bagian komponen struktur
prategang pascatarik denagan gaya prategang di salurkan ke beton di sebarkan secara
merata ke seluruh bagian penampang (Nawi, 2021). Tegangan-tegangan transfersal
yang timbul di daerh angkur bersifat tarik, apabila tegangan tersebut melebihi

31
modulus raptur beton, maka belok ujung akan terbelah (retak) secara longitudinal,
kecuali apabila tulangan pertikal di gunakan. Lokasi tegangan beton dan retaknya
serta retak sepalling dan bursting bergantung pada lokasi dan distribusi gaya terpusat
horizontal yang diberikan oleh tendon prategang ke pelat tumpu ujung.
Pada balok pasca tarik, transfer distribusi beban secara gradual tidak mungkin terjadi
karena gayanya bekerja secara langsung dimuka ujung balok melalu pelat tumpu dan angker.
Juga sebagaian atau seluruh tendon di balok pasca tarik di tinggikan atau dibentuk drapped
kea rah searat atas melalui bagian badan dari penampang beton.
Kadang-kadang luas penampang perlu di perbesar secara graduan di lokasi
yang semakin mendekati tumpuan dengan cara membuat lebar badan di tumpuan
yang sama denagan lebar sayap untuk mengakomodasi tendon yang tinggikan namun,
peningkatakn luas penampang tersebut tidak kontribusi dalam pencegahan retak
sepalling dan bursting, dan tidak mempunyai pengaruh terhadap pengurangan tarik
transversal tendon. Zona angkur ujung tendon terlekat dapat dilihat pada Gambar 2.6
berikut ini.

Gambar 2.6 Zona angkur ujung beton terletak


(Sumber: Nawy,2001)

2.3.10 Pekerjaan prestessing


Merupakan pekerjaan pemasangan kabel tendon pada beton prategang
(girder), dalam pemasangan kabel baja ini harus tepat pada titik yang sudah
ditentukan dan menggunakan alat khusus untuk pemasangan tendon.

32
1. Material pekerjaan prestressing
a. Strand
Beberapa steel wire yang disatukan secara spiral menjadi satuan kabel
b. Duct
Pembungkus strand dengan bahan dasar galvanized zinc yang dibentuk berupa
pipa berulir.
c. Angkur-angkur Terdiri dari dua macam yaitu angkur hidup dan angkur mati,
berikut adalah bentuk angkur hidup dan angkur mati dapat dilihat pada gambar 2.7
dan 2.8

Gambar 2.7 Angkur tipe SA (Annex 1)


(Sumber: BBR VT CONA CMI, 2015)

Gambar 2.8 Angkur tipe FA (Annex 1)


(Sumber: BBR VT CONA CMI, 2015)

33
 Kepala angkur
Bentuk kepala angkur dapat dilihat pada gambar 2.9 kepala angkur berikut.

Gambar 2.9 Kepala angkur


(Sumber: BBR VT CONA CMI, 2015)

HA untuk 25 strands = 75 mm
ØA = 200 mm

 Plat angkur
Bentuk pelat angkur dapat dilihat pada tabel 2.10 Pelat angkur berikut.
SSP

SSP TSP

Gambar 2.10 Pelat angkur


(Sumber: BBR VT CONA CMI, 2015)

Plat angkur untuk angkur dengan 25 strands :


TSP = 45 mm
SSP = 300 mm

34
 Panjang trumpet
Berikut bentuk untul trumpet dapat dilihat pada gambar 2.11 Trunpet tipe A berikut.

ØTA

694

Gambar 2.11 Trumpet tipe A


(Sumber: BBR VT CONA CMI, 2015)

d. Non shrink additive untuk grouting Mixing beton yang digunakan untuk mengisi
selongsong/ duct setelah stressing dengan campuran semen, air dan additive.
2. Peralatan pekerjaan prestressing
Untuk persiapan pekerjaan stressing kabel strand diperlukan perlengkapan alat,
seperti Hydraulic Pump dan Hydraulic Jack.

2.3.11 Perencanaan Elastomer


Desain bantalan elastomer tipe laminasi yang diperkuat pelat baja perlu
menyeimbangkan kekakuan untuk mendukung beban tekan yang besar dan
mengakomodasi translasi dan rotasi. Lapisan elastomer tidak boleh dimiringkan.
Seluruh lapisan internal didalam elastomer harus memeliki ketebalan yang sama, dan
lapisan karet penutup tidak boleh lebih dari 70% ketebalan lapisan internal layer.
Perencana harus memutuskan beban apa saja yang harus diterima oleh bantalan
elastomer, salah satunya adalah beban lateral. Jika beban lateral pada bentangan
elastomer terlalu besar, terutama dibandingan dengan beban vertical, sebuah system
terpisah dapat digunakan untuk menahan beban lateral, yaitu dengan memasang baut.
Kekakuan bantalan karet saat permukaan anti slip dimuat. Ini tergantung pada
faktor bentuk (S). Faktor bentuk (S) adalah perbandingan luas daerah terkompresi
dengan luas pembengkakan bebas (free swelling area). Faktor bentuk lapisan
elastomer tanpa lubang dihitung pada persmaan 2.28 sampai persmaan 2.30 berikut.

35
𝐴
S =
……………………………………………………………………..(2.28)
𝐼𝑝ℎr𝐼

Ip = 2 (L + W)..................................................................................................(2.29)
A = L. W..........................................................................................................(2.30)
Dengan
S = Bentuk faktor
A = Luas keseluruhan (bonded surface area), (mm2)
Lp = Keliling elastomer, termasuk lubang (bonded survance primeter) (mm)
hri = Ketebalan efektif karet pada lapisan antara (iinternal layer) (mm)
I = Panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
b = Lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
Faktor bentuk (S) harus berada dalam batas pada persamaan 2.31 dan persamaan 2.32
berikut.
Untuk bantalan polos 1 < S ≤ 4…..........................................................................(2.31)
Untuk bantalan tipe berlapis 4 , S ≤ 12…..............................................................(2.32)

Hal penting untuk dipertimbangkan juga ialah, ketika elastomer terlepas dari
pelat penguatnya. Untuk bantalan yang mengalami deformasi geser, hal ini dapat
dikontrol dengan membatasi tegangan tekan maksimum akibat beban gabungan pada
elastomer menjadi 7,0 MPa. Jika elastomer lepas dari pelat penguatnya dpat dicegah
denga menggabungkan bataasan yang dipernuhi berdasarkan persamaan 2.33 dan
2.34 berikut.

σs ≤ 7.0 MPa.........................................................................................................(2.33)
σs ≤ 1.0 GS............................................................................................................(2.34)
Dengan
G = Modulus geser elastomer (MPa)
S = Faktor bentuk
σs = Tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)

36
BAB III
METODE
PERENCANAAN

3.1 Lokasi penelitian


Jembatan Samota ini merupakan jembatan yang berada di jalan bypass samota,
- Lebar Jembatan :8m
- Tinggi Jembatan : 16 m
- Material Struktur : Komposite
- Tipe Struktur : Jembatan Busur
Labuan Sumbawa, Labuan Badas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat,

Gambar 3.1 Lokasi


Jembatan
3.2 Data Konstruksi Jembatan
Data umum jembatan adalah sebagai
berikut.

37
Adapun gambar existing dapat dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini.

- Tipe Lintasan : Sungai


- Kelas Jembatan : Kelas A
- Jumlah Jalur/Lajur : 2 Jalur / 4 Lajur
- Lebar trotoar : 1,15 m
- Tebal plat lantai : 25 cm
2. Bagian Bawah
- Pondasi : Pondasi Dalam
- Jenis : Bored Pile

Gambar 3.2 Potongan Exisiting Jembatan


(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi NTB,2017)

3.3 Studi literatur


Studi leteratur merupakan tahapan pertama yang dilakukan dalam perencanaan, hal ini
bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian dengan dasar yang tepat dan
dapat di pertanggung jawabkan.

38
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan perencanaan ulang struktur atas jembatan samota sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data-data terkait perencanaan berupa data umum jebatan.

39
2. Menentukan jenis, mutu, material, dan dimensi struktur atas jembatan.
3. Menentukan desain layout jembatan
4. Perencanaan struktur atas jembatan yang meliputi perhitungan pembebanan yang
bekerja pada jembatan berdasarkan SNI 1725-2016
5. Membuat gambar detail struktur menggunakan program AutoCad 2013.

6. Perencanaan struktur atas jembatan yang meliputi perhitungan perencanaan


terhadap beban gempa SNI 2833-2016

40
3.5 Bagan Alir Penelitian
Perencanaan ini mulai dari penentuan dimensi struktur atas sampai tahap akhir
perencanaan dapat dilihat pada gambar 3.3 Bagan air penelitian di bawah ini.

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan data skunder

Perhitungan kekuatan Struktur dan sambungan


dengan Microsof Excel

Kontrol
Tidak
Tegangan dan
lendutan

Ya
Ya jembatan dengan
Permodelan struktur atas
Autocad 2013

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3 Bagan alir penelitian

41
1.1 Data Existing Jembatan Kalilanang

1. Kelas Jembatan : I (satu)

2. Panjang Jembatan : 100 meter

3. Lebar Lantai Kendaraan : 8,00 meter

4. Lebar Trotoir : 2 x 1,0 meter

5. Tipe Jembatan : pc Box Girder

6. Jarak antar Gelagar Melintang : 5,00 meter

7. Jarak antar Gelagar Memanjang : 2,5 meter

8. Tebal Plat beton : 0,20 meter

GELAGAR INDUK GELAGAR INDUK


100 m
PLAT SIMPUL
5.0 m

PLAT SIMPUL
GELAGAR GELAGAR
INDUK INDUK

PILAR PILAR

Gambar 3.1 potongan memanjang jembatan samota

42
GELAGAR INDUK

JEMBATAN
5.0 m IKATAN ANGIN ATAS

BETON

GELAGAR MELINTANG
ASPAL AC t=5 CM
PLAT BETON Tt= 20 cm
1.0 m GELAGAR MEMANJANG
0.300

ELASTOMER
1.50 m 1.50 m
1.50 m 1.50 m 1.50 m 1.50 m

9.4 m
9.00

Gambar 3.2 potongan melintang sJembatan Pelengkung

43
1.2 Pre Eleminary Design Jembatan

1. Kelas Jembatan : I (satu)

2. Panjang Jembatan : 100,00 meter

3. Lebar Lantai Kendaraan : 7,50 meter

4. Lebar Trotoir : 2 x 0,75 meter

5. Tipe Jembatan : Rangka Baja type K - Truss

6. Jarak antar Gelagar Melintang : 5,00 meter

7. Jarak antar Gelagar Memanjang : 1,50 meter

8. Tinggi rangka jembatan : 10,00 meter

9. Tebal Plat beton : 0,25 meter

10. Mutu Bahan

 Mutu baja tulangan (fy) : 32 Mpa

11. Mutu Beton (fc’) : 35 Mpa

12. Mutu baja : BJ 55

 Tegangan leleh baja : 4100 kg/cm2

 Tegangan dasar : 2400 kg/cm2

44
GELAGAR INDUK
GELAGAR
INDUK

GELAGAR INDUK

7.50 m 9.0 m 10.0 m


5.0 m

ELASTOMER
ELASTOMER
5.0 m 5.0 m 5.0 m 5.0 m 5.0 m 5.0 m 5.0 m 5.0 m

Plat Simpul Plat Simpul


40.00 m

Gambar 3.3 Potongan Memanjang Jembatan Pre Eleminary Design

45
Gambar 3.4 Gambar Tampak 3D Jembatan Pre Eleminary Design

46
1.3 Bagan Alir

START

Pengumpulan data dan Literature

1. Data Existing lapangan


2. Peraturan SNI Jembatan yang yang terbaru
3. Buku – Buku yang berkaitan dengan Jembatan

Pre Eleminary Design

Analisa Pembebanan dan Statika

Perencanaan plat lantai

TIDAK
1. Perencanaan Gelagar Memanjang
2. Perencanaan Gelagar Melintang
3. Perencanaan Gelagar Induk
4. Perencanaan Ikatan Angin

- Kontrol Kekuatan Profil


-Kontrol Tegangan
-Kontrol Lendutan

YA

Perencanaan Sambungan

Perencanaan Perletakan

Gambar Lengkap Jembatan

FINISH

47
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Plat Lantai Kendaraan dan Trotoir

4.1.1 Data Pembebanan

a) Lapisan aspal lantai kendaraan

- Tebal Aspal min = 0.05 meter (Data perencanaan Dinas PU kota Batu)

- Berat jenis aspal = 2240 kg/m3 (SNI T-02-2005, hal : 11)

- Faktor beban KuMS= 1.3 (SNI T-02-2005, hal : 10)

b) Plat beton lantai trotoar

- Tebal plat beton = 0.55 meter

- Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3 (SNI T-02-2005, hal : 11)

- Faktor beban KuMS= 1.3 (SNI T-02-2005, hal : 10)

c) Plat beton lantai kendaraan

- Tebal plat beton = 0.25meter

- Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3 (SNI T-02-2005, hal : 11)

- Faktor beban KuMS= 1.3 (SNI T-02-2005, hal : 10)

d) Air hujan

- Tebal air hujan = 0.05 meter

- Berat jenis beton bertulang = 1000 kg/m3 (SNI T-02-2005, hal : 11)

- Faktor beban KuMS = 2.0 (SNI T-02-2005, hal : 10)

e) Steel Deck

- Tebal steel deck union = 0.80 mm

- Berat jenis steel deck = 10,86 kg/m3

- Faktor beban KuMS = 1.1 (SNI T-02-2005, hal : 10)

48
4.1.2 Perhitungan Pembebanan

a. Plat lantai kendaraan ( diambil pias 1 meter

) Beban Mati ( qd )

- Berat sendiri lantai kendaraan = 0,25 x 1 x 2400 x 1.3 = 780 kg/m

- Berat aspal = 0,07 x 1 x 2240 x 1.3 =203,84kg/m

- Berat steel deck (0.80 mm) = 1 x 10,86 x 1 x 1.1 = 11,95 kg/m

- Berat air hujan = 0,05 x 1 x 1000 x 2.0 =100 kg/m +

Qd1 =1095,79kg/m

Beban Hidup ( ql )

- Muatan “T” yang bekerja pada lantai kendaraan adalah tekanan

gandar = 225 kN = 22500 kg, atau tekanan roda = 112.5 kN = 11250

kg (SNI T-02-2005, hal : 22)

- Faktor beban = 1.8 (SNI T-02-2005, hal : 22)

- Maka P = 1.8 x 11250 = 20250 kg

b. Trotoar

Beban Mati ( qd )

- Berat sendiri lantai trotoar= 0,55 x 1.0 x 2400 x 1.3 = 1716 kg/m

- Barat tegel + spesi = 0,05 x 1.0 x 2240 x 1.3 = 145.6 kg/m

- Berat steel deck (0.80 mm) = 1 x 10,86 x 1 x 1.1 = 11,95 kg/m

- Berat air hujan = 0,05 x 1.0 x 1000 x 2.0 = 100 kg/m +

Qd2 = 1973,55 kg/m

49
Beban hidup ( ql )

Beban hidup trotoar

Faktor beban = 1.8 (SNI T-02-2005, hal : 19)

Beban hidup trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup

sebesar :

Q = 5 kPa = 500 kg/m2 (SNI T-02-2005, hal : 27)

Ql2 = 500 x 1 x 1.8 = 900 kg/m2

Pipa Sandaran

Faktor beban 1.1 (SNI T-02-2005, hal : 9)

Menggunakan pipa baja dengan diameter 76.3 mm = 7.63 cm

Berat (G) = 5.08 kg/m

Tebal (t) = 2.8 mm = 0.28 cm

Beban terfaktor trotoir

Qu = qd + ql

=1973,55 + 900

= 2873,55 kg/m

50
4.1.3 Perhitungan statika

Kondisi I

qutr = 2873,55 kg/m 1.75 1.75 qutr = 2873,55 kg/m

qd = 1095,79 kg/m
ql= 20250 kg ql= 20250 kg ql= 20250 kg ql= 20250 kg
0.55

0,25 m

0.75 0.75 1.00 0.50 0.50 1.00 0.75 0.75


0.75 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 0.75

9.00

Gambar 41. Kondisi pembebanan pada lantai kendaraan

untuk gaya Momen dan gaya lintang : (Lihat Lampiran Perhitungan Statika

STAAD Pro)

Kondisi II

qutr = 2873,55 kg/m 1.75 qutr = 2873,55 kg/m


1.75
qd = 1095,79 kg/m
ql= 20250 kg ql= 20250 kg ql= 20250 kg ql= 20250 kg
0.55

0,25 m

0.50 1.00 0.75 0.75 0.50 1.00 0.75 0.75


0.75 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 0.75

9.00

Gambar 4.2 Kondisi pembebanan pada lantai kendaraan

untuk gaya Momen dan gaya lintang : (Lihat Lampiran Perhitungan Statika

STAAD Pro).

Kondisi III

qutr = 2873,55 kg/m qutr = 2873,55 kg/m


1.75
qd = 1095,79 kg/m
ql= 20250 kg ql= 20250 kg
0.55

0,25 m

0.50 1.00 0.75 0.75


0.75 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 0.75
9.00

Gambar 4.3. Kondisi pembebanan pada lantai kendaraan

untuk gaya Momen dan gaya lintang : (Lihat Lampiran Perhitungan Statika

STAAD Pro).

51
Kondisi IV

qutr = 2873,55 kg/m qutr = 2873,55 kg/m


1.75
qd = 1095,79 kg/m
ql= 20250 kg ql= 20250 kg
0.55

0,25 m

0.50 1.00 0.75 0.75


0.75 1.50 1.50 1.50 1.50 1.50 0.75
9.00
Gambar 4.4. Kondisi pembebanan pada lantai kendaraan

untuk gaya Momen dan gaya lintang : (Lihat Lampiran Perhitungan Statika

STAAD Pro).

 Hasil Rekapitulasi Momen Maximum dari program StaadPro

KONDISI KONDISI 1 KONDISI 2 KONDISI 3 KONDISI 4

MOMEN Kg.m Kg.m Kg.m Kg.m

LAPANGAN -202,046 -202,046 -202,046 -202,046

5126,4 1070 -1017 -176,759

4394,9 4342,2 4746,3 333,256

-1264 3972 4641,1 -594,869

4394,9 2998,9 -573,667 4132,8

5126,4 5406,5 -103,282 5179

-202,046 -202,046 -202,046 -202,046

TUMPUAN -808,186 -808,186 -808,186 -808,186

-4743 -1948 -1843 -161,714

-1572 -3914 -4360 211,843

-1572 3946 -2162 -2018

-4743 4183 398,369 -4638

-808,186 -808,186 -808,186 -808,186

52
4.1.4. Penulangan Pelat Lantai Kendaraan dan Trotoir

Dengan penulangan statika menggunakan software STAAD PRO didapat momen

maximum pada

Mmax negative = 4743 Kg.m

Jadi, Mu = 47430000 Nmm

Untuk perhitungan penulangan plat diambil momen max

 Perhitungan Penulangan Momen negative ( Tumpuan )

250mm d
Zs1
32mm 32mm Zc
1/2a
a Cc

Cs

14mm

200mm

Syarat kesetimbangan :

Cc = T

Cs = 0

Jadi, Cc = T

Direncanakan D 16 – 200

T = x П x d2 x s x fy

Ф = factor reduksi untuk kuat lentur

T = x П x d2 x s x fy

= ¼ x 3,14 x 162 x 1000/200 x 320

= 321536 N

53
T = Cc

Cc = a x fc x 1000

Cc = a x 35 x 1000

a x 35 x 1000 = 321536

a = 9,188 mm

½ a = 4,594 mm

Zc = tebal plat – selimut beton - ½ .16 – ½ a

= 250 – 25 – ½ . 16 – 4,594

= 212,406 mm

Mn = Z1 x T

= 212,406 x 321536

= 6896175,62 N.mm

0,85 x 6896175,62 > 47430000 Nmm

58051749,27 Nmm > 47430000 Nmm...............Aman

Jadi dipakai tulangan : D16 – 200 mm ( untuk tulangan tarik )

Asbagi = 20% x Asperlu

= 0,2 x 1005,71

= 201,062 mm2

Jumlah tulangan bagi untuk trotoar 750 m (n)

Asbagi 201,062
n  As  = 1,52 → 5 tulangan
ada 1 .π .132
4

b ditinjau 750
S n  5 = 150 mm

Dipakai tulangan : D13 – 150 mm

54
 Perhitungan Penulangan Momen positive ( Lapangan )

Mmax positif = 5406,5 Kg.m

Jadi, Mu = 54065000 Nmm

Untuk perhitungan penulangan plat diambil momen max

Cs1
1/2a
Cc
a

d
Zs1
32mm 32mm Zc
Cs2

Zs2
T

14mm

200mm

Syarat kesetimbangan :

Cc + Cs1 + Cs2 = T

Direncanakan D16 – 200 Tulangan tarik

T = (As steel deck x fy steel deck )

= 1314,01 x 550

= 722705,5 N

Cs1 = As x 1000/200 x fy tulangan

= ¼ x П x 162 x 1000/200 x 320

= 273305,6 N

Cs2 = As x 1000/200 x fy tulangan

= ¼ x П x 162 x 1000/200 x 320

= 273305,6 N

T = Cc + Cs1+ Cs2

Cc = 722705,5 – 273305,6 – 273305,6

Cc = 176094,3 N

55
Cc = a x fc x 1000

Cc = a x 35 x 1000

a x 35 x 1000 = 176094,3

a = 5,031 mm

½ a = 2,516 mm

Zc = tebal plat – selimut beton - ½. a – 1/2 tinggi steeldeck – ½. 16

= 250 – 25 – 2,516 – ½ .54 – ½ .16

= 187,484 mm

Zs1= tebal plat – selimut beton - ½. a – 1/2 tinggi steeldeck – ( 2 x ½ .16 )

= 250 – 25 – 2,516 – ½ .54 – ( 2 x ½ .16 )

= 179,484 mm

Zs2= tebal plat - 1/2 tinggi steeldeck - ½. 16

= 250 – ½ .54 – ½ .16

= 215 m

Mn = Cc x Zc + Cs1 x Zs1 + Cs2 x Zs2

= (176094,3 x 187,484)+(273305,6 x 179,484)+(273305,6 x 215)

= 140829550,1 N.mm

0,85 x 22469243,16 Nmm > 54065000 Nmm

119.705.117,5 Nmm > 54065000 Nmm …… Aman

Jadi di tambah tulangan pada steeldeck dipakai tulangan : D16 – 200 mm

Asbagi = 20% x Asperlu

= 0,2 x1005,71

= 201,062 mm2

56
Jumlah tulangan bagi untuk trotoar 750 m (n)

Asbagi 201,062
n  As  = 1,52 → 5 tulangan
ada 1 .π .132
4

b ditinjau 1000
S n  5 = 150 mm

Dipakai tulangan bagi : D13 – 150 mm

D16 - 200 mm
D13-150 mm

25 mm
D16 - 20
mm D13- 200 mm
d=525 mm h=550 mm
d=225 mm h=250 mm

0.75 m 54 mm
Steel Deck

Gambar 4.5 Penulangan Plat Lantai dan Trotoir per segmen

D16 - 200 mm D13- 150 mm

25 mm
h=250 mm

D13- 150 mm Steel Deck 54 mm


1.00 m

Gambar 4.6 Penulangan Plat Lantai kendaraan

57
D16 - 200 D16 - 200 D16 - 200 mm
mm D13- 150 mm D13- 150
mm mm

h=250 mm

54 mm
D13- 150 D13- 150
D16 - 200 mm Steel Deck mm D16 - 200 Steel Deck mm
mm

Gelagar Melintang

5.0 m
Gambar 4.7 Penulangan Plat Lantai kendaraan arah memanjang

58
GELAGAR INDUK

GELAGAR INDUK

59
GELAGAR INDUK

7.50 m 9.0 m 10.0 m


5.50 m

ELASTOMER
ELASTOMER
5.0m 5.0m 5.0m 5.0m 5.0m 5.0m 5.0m 5.0m

Plat Simpul Plat Simpul


100m
4.8 Gambar Tampak Samping Jembatan

60
4.2 Perhitungan Gelagar Memanjang dan Gelagar Melintang

4.2.1 Perhitungan Perataan Beban

G E L A G A R M E L IN T A N G T IP E C
G E L A G A R M E L IN T A N G T IP E D

G E L A G A R M E L IN T A N G T IP E B

G E L A G A R M E L M A N J A N G T IP E A

C D D D D D C

B A A A A A A A A A A B 5 .0

C D D D D D C
C D D D D D C

B A A A A A A A A A A B 5 .0

C D D D D D C
C D D D D D C

B A A A A A A A A A A B 5 .0

C D D D D D C
0 .7 5 1 .5 0 1 .5 0 1 .5 0 1 .5 0 1 .5 0 0 .7 5

Gambar 4.9 Perataan Beban Plat Lantai danTrotoar

61
1. Perataan Tipe A

a b a

0.75 m
h

RA Q1 Q2 RB
0.875 m 0.875 m

1.75 m

0.75 m 3.50 m 0.75 m

Q1 = 1
X 0.75 X 0.75 = 0.281 m
2

Q2 = 1.75 x 0.75 = 1.313 m

RA = RB = Q1 + Q2

= 0.281+ 1.313

= 1.594 m

M1= ( RA x 2,5) – ((Q1 x (1/3 x a + ½ x b)) + (Q2 x ½ x ½ x b ))

M1= ( 1.594 x 2,5) – ((0.281 x (1/3 x 0.75 + ½ x 3.50 )) + ( 1.313 x ½ x ½

x 3.50 ))

M1 = 2,274

M2 = x h x l2

= x h x 52

M2 = 3.125 h

M1= M2

2,274 = 3.125 h

h = 0.728 m < 0,75 m......................( Memenuhi )

62
2. Perataan Tipe B

a b a

0.75 m
h

RA Q1 Q2 RB
0.875 m 0.875 m

1.75 m

0.75 m 3.50 m 0.75 m

Q1 = 1
X 0.75 X 0.75 = 0.281 m
2

Q2 = 1.75 x 0.75 = 1.313 m

RA = RB = Q1 + Q2

= 0.281 + 1.313

= 1.594 m

M1= ( RA x 2,5 ) – ((Q1 x (1/3 x a + ½ x b)) + ( Q2 x ½ x ½ x b ))

M1= ( 1.594 x 2,5 ) – ((0.281 x (1/3 x 0.75 + ½ x 1.75)) + ( 1.313 x ½ x ½

x 1.75))

M1 = 2.274

M2 = x h x l2

= x h x 52

M2 = 3.125 h

M1= M2

2.274 = 3.125 h

h = 0.728 m < 0, 75 m............( Memenuhi )

63
3. Perataan Tipe D

0.75 m

RA Q1 RB
0.75 m 0.75 m

Q1 = 1
X 0.75 X 0.75 = 0.281 m
2

RA = RB = 0.281 m

M1 = ( RA x 0.75 ) – ( Q1 x 1/3 x 0.75 )

M1 = ( 0.281 x 0.75 ) – ( 0.281 x 1/3 x 0.75 )

M1 = 0.141 m

M2 = x h x l2

= x h x 1.502

M2 = 0.281 h

M1= M2

0.141 = 0.281 h

h = 0.50 m < 0,75 m...............( Memenuhi )

64
4. Perataan Tipe C

0.75 m

RA Q1 RB
0.75 m

Q1 = 1
X 0.75 X 0.75 = 0.281 m
2

RA = RB = 0.281 m

M1 = ( RA x 0.5 x 0.75 ) – ( Q1 x 1/3 x 0.75 )

M1 = ( 0.281 x 0.5 x 0.75) – ( 0.281 x 1/3 x 0.75 )

M1 = 0.035 m

M2 = x h x l2

= x h x 0.752

M2 = 0.070 h

M1= M2

0.035 = 0.070 h

h = 0.50 m < 0,75 m...............( Memenuhi )

65
4.2.2 Perencanaan Gelagar Memanjang

 Jarak gelagar memanjang = 1,50 m

 Jarak gelagar melintang = 5,0 m

4.2.2.1 Perhitungan pembebanan

a. Beban Mati

 Akibat berat lantai trotoir (untuk gelagar tepi)

 qu = (perataan beban tipe B x q plat trotoir) +

(perataan beban tipe A x q plat lantai kendaraan)

qu = (0,728 x 1973,55) + (0,728x 1095,79)

qu = 2208,27 kg/m

 qL = (beban hidup trotoir x perataan tipe B x faktor beban)

= 500 x 0,728 x 1,8 = 655,2 kg/m

 Akibat berat lantai kendaraan (untuk gelagar tengah)

qu = ( 2 x peretaan beban tipe A x q plat lantai kendaraan)

qu = (2 x 0,728 x 1095,79)

qu = 1595,47 kg/m

b. Beban Hidup “D”

Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung dengan

beban garis (KEL). Beban terbagi rata UDL mempunyai intensitas q kPa, dimana

besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L sebagai berikut :

L = 40 m L ≥ 30 m (RSNI T – 02 – 2005, halaman : 18)

66
 15
q = 9 . 0,5 
kPa
 
 L
 15 
= 9 . 0,5  kPa
 
 40 

= 7,9 kPa = 790 kg/m2

 Muatan terbagi rata ; faktor beban 1,8 (RSNI T – 02 – 2005, halaman :

18) q = 790 kg/m2

 Akibat beban garis P = 49 kN/m = 4900kg/m ; faktor beban 1,8 (RSNI T – 02

– 2005, halaman : 18)

Pu = 4900 x 1,8

= 8820 kg/m

 Faktor beban dinamis / koefisien kejut

Berdasarkan RSNI-T-02-2005, halaman : 25, nilai dari factor beban dinamis

tergantung pada panjang bentangan jembatan (L).

Utuk L ≤ 40 m, L = 40 maka : FBD = 0,4

Maka : k = 1 + DLA

= 1 + 0,40 = 1,40

67
Perbandingan beban hidup gelagar :

1) Beban Hidup yang diterima Gelagar memanjang

a. Gelagar Memanjang Tipe B-B

 790 
qu = x (perataan tipe A x perataan tipe B) x 1,8
 
 2,75 
 790  x ( 0.728 + 0,728) x 1,8
= 
 2,75 

= 752,884 kg/m
 8820 
Pu = x (0,728+ 0,728) x k
 
 2,75 

= 3207,30 x 1,456 x 1,40

= 6537,76 kg

b. Gelagar Memanjang Tipe A-A

 790 
qu = x (2 x perataan tipe A) x 1,8
 
 2,75 
 790  x ( 0.728 + 0,728) x 1,8
= 
 2,75 

= 752,884 kg/m
 8820 
Pu = x (0,728+ 0,728) x k
 
 2,75 

= 3207,30 x 1,456 x 1,40

= 6537,76 kg

Catatan : Pembagian 2,75 selalu tetap dan tidak tergantung pada Lebar kendaraan

Diambil beban terbesar yang menentukan yaitu :

68
qlu = 752,884 kg/m

Plu = 6537,76 kg/m

4.2.2.2 Perhitungan Statika

Merupakan perhitungan momen yang terjadi ditengah-tengah gelagar memanjang.

a. Gelagar tepi

 Akibat beban mati

qu = beban mati akibat berat lantai trotoir untuk gelagar tepi

= 2208,27 kg/m

qutr=2208,27 kg/m

5.0000

 Input beban mati akibat berat lantai trotoir pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk beban mati dengan menggunakan Staadpro

69
 Hasil gaya Momen (M) untuk beban mati dengan menggunakan Staadpro

 Akibat beban hidup

qu=655,2 kg/m

5.0000

 Input beban hidup trotoir pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk beban hidup trotoir menggunakan Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) untuk beban hidup trotoir menggunakan Staadpro

70
b. Gelagar tengah

 Akibat beban mati

qu = beban mati akibat berat lantai kendaraan untuk gelagar tengah

= 1595,47 kg/m

q u lt = 1 5 9 5 ,4 7 k g /m

5 .0 0 0 0

 Input beban mati lantai kendaraan pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk beban mati lantai kendaraan dengan

menggunakan Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) untuk untuk beban mati lantai kendaraan dengan

menggunakan Staadpro

71
 Akibat beban hidup

pu= 6 5 3 7 ,76 kg
qu= 752 ,884 kg/m

5 .0000

 Input beban hidup lantai kendaraan pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk beban hidup lantai kendaraan dengan

menggunakan Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) untuk beban hidup lantai kendaraan dengan

menggunakan Staadpro

72
Momen total :

a. Untuk gelagar tepi, Mu1 = 6900,9 + 2047,5

= 8948,40 kgm

b. Untuk gelagar tengah, Mu1I = 4985,8 + 10525

= 15510,8 kgm

Gaya Geser Total

a. Gelagar tepi, V1 = 5521 + 1638 = 7159 kg

b. Gelagar tengah, V2 = 3989 + 5151,10 = 9140,10 kg

4.2.2.3 Perencanaan dimensi gelagar memanjang

A. Penentuan dimensi profil gelagar memanjang

Direncanakan baja WF 300 x 150 x 6,5 x 9 (tabel profil baja WF

berdasarkan metode LRFD dan SNI 03 – 1729 – 2002, Penerbit : ITS) Mutu

Baja BJ – 55 dengan, fy = 4100 kg/m2 = 410 Mpa

tf

tw

73
Faktor beban untuk baja = 1,2

W = 36,7 kg/m B = 150 mm r = 13 mm

A = 46,78 cm2 H = 300 mm

Ix = 7210 cm4 tw = 6,5 mm

Iy = 508 cm4 tf = 9 mm

B. Desain balok sebelum komposit

Syarat pemilihan profil berdasarkan metode LRFD

Mu ≤ ΦMn (Sumber : SNI T – 02 – 2005, halaman :

30) Dimana :

Mu = kuat lentur rencana (kgcm)

Mn = kuat lentur nominal penampang (kgcm)

Φ = faktor reduksi kekuatan batang lentur (0,9)

 Mencari nilai Mu

Mu(Profil WF) = ⅛ . G . l2 . (dikalikan 1,2 faktor beban)

= ⅛ . 36,7. 52. 1,2

= 137,625 kgm

Mu total = 137,625 + 8948,40 + 15510,8

= 24596,825 kgm

= 2459682,5 kgcm

Mu = 2459682,5 kgcm

 Kontrol kelangsingan dan kekompakan penampang

Kontrol kelansingan penampang Berdasarkan SNI T - 03 2005, hal.31

74
E 2,1x105
λf  B
150  8,33  λp  fy  0,38 410  8,60
2.t  2  0,38x
f 9

λw  150
b  11,54  λp  E  2,1x105  39,832

2tw 2x6,5 1,76x fy 1,76x 410

Persyaratan penampang kompak (Berdasarkan SNI T – 03 -2005,hal 31)

syarat : λf ≤ λp

8,33 ≤ 8,60 …OK

syarat : λf ≤ λp

11,54 ≤ 39,83 …OK

Kontrol Penampang kompak


1
Zx  B.tf .(h  tf )  .tw(h  2tf )2
4

1
Zx  150.9.(300  9)  .6,5 (300  2.9)2
4

 393074 ,25 mm 2

Mn  Zx  fy

 393074, 25 410

= 161160442,5 N.mm → 16116,044 kgm

MnΦ = 16116,044 x 0,9

= 14504,439 kgm

Syarat Mu ≤ Φ Mn = 126,156 kgm ≤ 14504,439 kgm...........OK

75
C. Perhitungan Balok Komposit

Perhitungan beff

L = 5 m = 500

cm beff <

< 500

< 100 cm

beff = s s = jarak antar gelagar memanjang

< 1,44 m

< 144 cm

beff < ( . + . )

<( 1,44 + 1,44)

< 1,44 m = 144 cm

Maka dipakai nialai beff yg terkecil yaitu 100 cm

Es
n = Ec

Es = Modulus elastisitas baja (2,1 x 105 Mpa )

Ec = Modulus elastisitas beton ( 4700. f 'c )

= ( 4700. 35 )

= 2,781 x 104 Mpa

2,1x105
n=
2,781x104

= 7,551

76
beff 100
n =
7,551

= 13,243 cm
bE = 100 cm

bE'=13,243 cm
0,85 fc.fc'

a
Cc
25 cm
Garis Netral
h1

h/2

tw H T
h/2

B Fy

NO Luas penampang A Lengan Momen Statis Momen

( cm2 ) Y ( cm ) A . Y (cm3)

1 Beton = 13,243 x 25 25 4138,44


 12,5
2
= 331,075

2 Baja = 46,78 40 2105,10


 25  45
2

Ʃ A = 377,855 Ʃ A.Y = 6234,54

Diukur dari bagian atas plat

Ya = ∑ .

,
= ,

= 16,524 cm

Yb = t + h – Ya

77
= 25 + 30 – 16,524

= 38,476 cm

NO A Y Io d Io+Ad^2

( cm2 ) ( cm ) (cm4 ) (cm) (cm4 )

1 331,075 25 1 16,524 – 12,5 22604,45


13,243 25
2 12
= 4,024
= 12,5 = 17243,49

2 46,78 40 7210 38,476 - (30/2) 32991,51


+ 25
2
= 23,476
= 45

ƩA = 377,855 Ʃ Ix = 55595,96

Karena Ya = 16,524 cm < tebal plat beton maka garis netral terletak pada plat

beton.

Berdasarkan persamaan keseimbangan Gaya C = T, maka diperoleh :

A. f
a  0,85. f ' sc.be

4678.410
 0,85.35.1000

= 64,47 mm < Tebal plat (tc) = 250 mm

Karena nilai a < tebal pelat maka maka plat beton mampu mengimbangi gaya

tarik As . fs yang timbul pada baja.

78
Tegangan tekan pada serat beton

Cc = 0.85.fc’.a.bE

= 0.85 x 35 x 64,47 x 1000

= 1917982,5 N

Tegangan tarik pada serat baja

T = As . fy

= 4678 x 410

= 1917980 N

Menghitung kuat lentur nominal balok komposit


 a
M  Cc
d  t 
2
n  300 64,47 
2
= 1917982,5   250 
 
 2 2 
= 705366834,1 Nmm

= 70536,683 kgm

Kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis

pada penampang Komposit. ϕb  0,85 .

MnΦ = 70536,683 x 0,85 = 59956.181 kgm

MnΦ = 59956.181 kgm > Mu = 24596,825 kgm.................OK

(Sumber : Agus Setiawan. “Perencanaan Struktur Baja dengan Menggunakan

Metode LRFD”. Halaman : 293)

79
Kontrol Geser

u
V total  16299 ,10 kg

Kapasitas geser penampang :

Vy  0,55.d.tw. fy

 0,55  30  0,65  4100

 43972,5 kg

Kontrol :

u
Vy  total
V43972,5
kg  16299 ,10 kg → …..okk

Kontrol Lendutan

Lendutan ijin

(L = 5m = 500 cm) → (C.G. Salmon,,”struktur baja II”, hal : 393)


1
f  L
ijin
360
1
= x500
360

= 1,388 cm

Besar lendutan yang terjadi ( metode momen area )

 Dari Staad Pro diperoleh nilai momen sebagai berikut :

80
3.33m
1.67m
A B
P1 P2

10525 kg.m

0.83cm
2.50m 2.50m

 Luas Momen

- P1 = 2/3 x 10525 x 2,5 = 17541,67 kg.m2

- P2 = 2/3 x 10525 x 2,5 = 17541,67 kg.m2

ΣMB = 0

( RA x 5 ) - ( P1 x 3,33 ) - (P2 x 1,67 ) = 0

( 5RA ) - (17541,67 x 3,33 ) - (17541,67 x 1,67 ) = 0

5 RA = 87708,35

RA = 87708,35/5

= 17541,67 kg.m2

Mmax = ( RA x 2,5) – ( P1 x 0,833 )

= (17541,67 x 2,5) – (17541,67 x 0,833 )

= 29241,964 kg.m3

= 29241,964 x 105 kg.cm3

 Ac 
 As   2500   46,78 
Ec   Ac  As   Es   Ac  278055,75 2500  46,78   2100000   46,78  2500 
       
E 
2 2
E  311521,755 kg / cm2

81
.
∆x =

,
= = 0,169 cm
, ,

Maka : f ijin = 1,388 cm < ∆x = 0,169 cm..................Aman !!!

Perencanaan Shear Conector

Gelagar Memanjang

Digunakan penghubung geser berkepala ( stud diameter 19,05 mm

dengan tinggi 100 mm ) yang dilaskan pada flens.

1
Asc  η  d 2
4

1
Asc   3,14 19,052
4

Asc  284,88 mm
2

Kekuatan nominal penghubung geser

Ec  4700 35  27805,575Mpa

Qn  0,5.Asc  fc'E
c
Qn  0,5  284,88  35 
27805,575
Qn  140517,990N

Perhitungan Gaya geser Horizontal ( Vh )

Vh  0,85 fc'bE ts

82
Dimana pada perhitungan ini menggunakan penghubung geser berkepala

( stud ¾’’=1,905 cm dengan tinggi stud 10 cm )

Vh  (0,85  35 132,43  250)

Vh  984948 ,125 N

Vh  C max  984948 ,125 N

Tmax = Gaya geser yang disumbangkan oleh baja profil

 As. fy

 4678 410

 1917980N

Dari kedua rumus di atas dipilih nilai yang terkecil

Cmax = 984948,125 N

Tmax = 1917980 N

Dipakai Tmax = 984948 ,125 N

Banyaknya konektor yang harus dipasang pada flens gelagar memanjang

adalah :

Vh 984948  7,01  8 buah


N Q ,125
n 140517 ,990

8 buah Stud pada baris pertama, jadi jumlah Stud yang di pasang

pada jarak 5 m gelagar memanjang sebanyak 16 buah Stud

(Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD.

Penerbit Erlangga hal.296 )

83
Jarak konektor geser yang harus dipasang pada gelagar memanjang adalah :

- Jarak minimum longitudinal :

Digunakan sebagai jarak stud di daerah tumpu

Smin= 6 x d = 6 x 19,05 = 114,3 mm = 11,34 cm

- Jarak maximum longitudinal :

Smax = 8 x t ( plat beton ) = 8 x 25 = 20 cm

- Jarak transversal ( jarak minimum tegak lurus sumbu

longitudinal ) :

Digunakan sebagai jarak antar baris stud :

4 x d = 4 x 19,05 = 76,2 mm = 7,62 cm

digunakan jarak 15 cm

Daerah lapangan

Karena stud dipasang dua baris maka, jumlah stud pada baris

pertama = 8 stud.

Jarak antar stud 250


 8  31,25  32 cm .

Keterangan : ( 250 = ½ bentangan dari gelagar memanjang )

(Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja dengan metode

LRFD. Penerbit Erlangga hal.295)

84
Gambar pemasangan Stud pada Gelagar Memanjang

85
4.2.3 Perencanaan Gelagar Melintang

4.2.3.1. Pembebanan

1. Beban Mati ( qd )

q Trotoar = 1973,55 kg/m

q Plat lantai = 1095,79 kg/m

Jarak Gelagar Melintang = 5m

Akibat Berat Trotoar

qd1u = ( Perataan beban tipe C x 2 ) x ( q trotoar )

= (0.50 x 2 ) x ( 1973,55 )

= 1973,55 kg/m

Pd1 = 2 x ( ½ perataan tipe A) + (½ perataan tipe B) x q trotoar

= 2 x ( ½ x 0,728) +( ½ x 0,728) x 1973,55

= 2873,49 kg/m

Akibat Berat lantai Kendaraan

qd2u = ( perataan tipe D x 2 ) x ( q plat lantai )

= (0.50 x 2 ) x (1095,79)

= 1095,79 kg/m

Pd1 = 2 x ( ½ perataan tipe A + ½ perataan tipe A) x q plat lantai

= 2 x ( ½ x 0,728) +( ½ x 0,728) x 1095,79

= 1595,47 kg/m

Akibat Beban Profil Memanjang ( WF 400 x 200 x 8 x 13)

Factor beban untuk baja = 1,2

W = 66,03 kg/m

86
P1u = W x L x Faktor beban

= 66,03 x 5 x 1,2

= 369,18 kg

2. Beban Hidup

Akibat Beban Lajur “ D “

Secara umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan

mulai dari gelagar memanjang bentang sedang sampai bentang panjang

dan lebar melintang 1 lanjur kendaraan sebesar 2,75 m.

Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata ( BTR ) yang

digabungkan dengan beban garis ( BGT ).

 Muatan Tersebar Merata ( BTR )

Faktor beban = 1,8 ( Sumber : SNI T 02-2005, halaman 17 )

Dimana : L = 40 m > 30 m
15
q  9,0  (0,5  )kpa
L

15
q  9,0  (0,5  )kpa
40

q  7,9kPa  790kg / m2

q3 (100%) 790
  2  0,500 1,8 100%  471,273kg / m
2,75
790
q (50%)   2  0,500 1,8  50%  235,636kg / m
4
2,75

 Muatan Beban Garis ( BGT )

Pajang bentang (L) = 40 m

87
Gambar 3.15 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan

lajur “D”

( Sumber : SNI T 02-2005, halaman 25 )

Berdasarkan grafik factor beban dinamis maka :

Untuk L ≤ 40 m, FBD = 0,4

K = 1 + FBD

= 1 + 0,4

= 1,4

Beban Garis P = 49 KN/m = 4900 kg/m’ dengan factor beban 1,8


4900
P u (100%)   1,4  1,8  100%  4490,182kg / m'
4
2,75
4900
P u (50%)  1,4 1,8  50%  2245,091kg / m'
5
2,75

Sehingga akibat beban lajur “ D “

q5100%  471,273  4490,182  4961,455kg /

m' q6 50%  235,636  2245,091  2480,730kg


/ m'

Akibat Muatan Beban Hidup Trotoar

Faktor beban = 1,8 ( Sumber : SNI T 02-2005, halaman 27 )

88
q = 5 kPa = 500 kg/m

q 7 u  500  (2  0,50) 1,8  L

q 7 u  500 11,8  5  4500kg / m

4.2.3.2 Perhitungan Momen Pada Gelagar Melintang

Akibat Beban mati lantai Kendaraan dan Trotoar

Pd1 = 2873,49 kg/m qult =1095,79 kg/m Pd1 = 369,18 kg/m


qutr =1973,55 kg/m Pd2 = 1595,47 kg/m Pd2 = 1595,47 kg/m Pd2 = 1595,47 kg/m Pd2 = 1595,47 kg/m qutr =1973,55 kg/m

0.75 m 1.50 m
1.50 m 1.50 m 1.50 m 1.50 m 0.75 m

 Input beban mati Lantai kendaraan dan trotoir pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk beban mati Lantai kendaraan dan trotoir

dengan menggunakan Staadpro

89
 Hasil gaya Momen (M) untuk beban mati Lantai kendaraan dan trotoir

dengan menggunakan Staadpro

Akibat berat Gelagar Memanjang

Pu = 369,18 kg/m Pu = 369,18 kg/m Pu = 369,18 kg/m Pu = 369,18 kg/m Pu = 369,18 kg/m Pu = 369,18 kg/m

0.75 m 1.50 m 1.50 m 1.50 m 1.50 m 1.50 m 0.75 m

 Input beban berat gelagar memanjang pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) untuk berat gelagar memanjang dengan

menggunakan Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) untuk berat gelagar memanjang dengan

menggunakan Staadpro

90
Akibat beban lajur “D”

q2 = 4961,455 kg/m
q1 = 2480,73 kg/m q2 = 2480,73 kg/m

0.75 m 1.0 m 5.50 m 1.0 m 0.75 m

 Input beban akibat beban lajur “D” pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) akibat beban lajur “D” dengan menggunakan

Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) akibat beban lajur “D” dengan menggunakan

Staadpro

91
Akibat muatan Hidup Trotoar
q7 = 4500 kg/m q7 = 4500 kg/m

0.75m 7.5 m 0.75m

 Input beban akibat beban hidup trotoir pada staadPro

 Hasil gaya lintang (D) akibat beban hidup trotoir dengan menggunakan

Staadpro

 Hasil gaya Momen (M) akibat beban hidup trotoir dengan menggunakan

Staadpro

92
Momen akibat beban mati dan beban hidup sebesar :

M maxu = M1 + M2 + M3 + M4

= 23070 + 2494 + 45738 + 1265.6

= 123017,60 kgm

Gaya geser akibat beban mati dan beban hidup sebesar :


u
Vmax = V1 + V2 + V3 + V4

= 11654 + 1108+ 16125 + 3375

= 32262 kg

4.2.3.3 Perhitungan Dimensi Gelagar Melintang

A. Penentuan dimensi gelagar melintang

Direncanakan profil baja WF 400 X 300 X 10 X 16 (tabel profil baja WF

berdasarkan metode LRFD dan SNI 03 – 1729 – 2002, Penerbit : ITS)

Mutu baja BJ-55 dengan fy = 410 Mpa= 4100 kg/m2

tf

h
tw

Faktor beban untuk baja = 1,2

93
W = 107 kg/m B = 300 mm r = 22 mm

A = 136 cm2 H = 400 mm

I = 38700 cm4 tw = 10 mm
x
Iy = 7210 cm4 tf = 16 mm

B. Desain balok sebelum komposit

Tahanan balok dalam desain LRFD harus memenuhi persamaan sebagai

berikut :

Mu< Ø.Mn (Sumber : RSNI T – 02 – 2005, halaman : 30)

Dengan :Ø = 0,90

Mn = Tahanan momen nominal

Mu = Momen lentur akibat beban terfaktor

Mu(Profil WF) = ⅛ . G . l2 . faktor beban (untuk baja = 1,2)

= ⅛ . 107. 9 2. 1,2

= 1142,10 kgm

Mu total = 72567,60 + 1142,10

= 73709,70 kgm

= 7370970 kgcm

Mu = 7370970 kgcm

 Kontrol kelangsingan dan kekompakan penampang

Kontrol kelansingan penampang Berdasarkan SNI T - 03 2005, hal.31

E 2,1x105
λf  b fy 410
300   λp   0,38  8,60
2.t  2 16 10 0,38x
f

94
λw  300
b   λp  E  2,1x105  39,832

2tw 2x10 15 1,76x fy 1,76x 410

Persyaratan penampang kompak (Berdasarkan SNI T – 03 -2005,hal 31)

syarat : λf ≤ λp

10 ≤ 8,60 …OK

syarat : λf ≤ λp

15 ≤ 39,83 …OK

Kontrol Penampang kompak


1
Zx  B.tf .(h  tf )  .tw(h  2tf )2
4

1
Zx  300.16.(400  16)  .10(400  (2.16) 2
4

 1281000 mm 2

Mn  Zx  fy

 1281000 410

= 525210000 N.mm → 52521 kgm

MnΦ = 52521 x 0,85

= 44642,85 kgm

Syarat Mu ≤ Φ Mn = 1142,10 kgm ≤ 44642,85 kgm..........OK

C. Desain balok komposit

Perhitungan beff

L = 9 m = 900

cm beff ≤

95
≤ 900

≤ 180 cm

beff = s = jarak antar gelagar melintang

≤5,0 m

≤500 cm

beff ≤ ( . + . )

≤( 5,0 + 5,0)

≤ 5,0 m = 500 cm

Maka dipakai nialai beff yg terkecil yaitu 225 cm

Es
n = Ec

Es = Modulus elastisitas baja (2,1 x 105 Mpa )

Ec = Modulus elastisitas beton ( 4700. f 'c )

= ( 4700. 35 )

= 27805,57

2,1x105
n =
2,781x104

= 7,5524

beff 180
n =
7,5524

= 23,833 cm

96
bE = 180 cm
bE = 23,833 cm
0,85 fc.fc'

a Cc

Garis Netral

h1
h/2

h/2

NO Luas penampang A Lengan Momen Statis Momen

( cm2 ) Y ( cm ) A . Y (cm3)

1 Beton = 23,833 x 25 25 7447,81


= 12.50
2
= 595,825

2 Baja = 136 + 25 = 45 4792

Ʃ A = 715,625 ƩA.Y= 12239,81

Diukur dari bagian atas plat



Ya = AY
 A

12239,81
= 715,625

= 17,104 cm

97
Yb = t + h – Ya

= 25 + 40 – 17,104

= 37,896 cm

NO A Y Io d Io + A.d2

(cm2) ( cm ) ( cm4 ) ( cm ) ( cm4 )

1 595,825 12,50 1 17,104 – 12,5 43662,143


23,833 25
12
= 4,604
= 31032,55

2 136 45 20400 37,896 - (45/2) 58767,965

= 17,896

ƩA= ƩIx= 102430,108

715,625

Karena Ya = 17,104 cm < tebal plat beton (25 cm) maka garis netral terletak

pada plat beton.

Berdasarkan persamaan keseimbangan Gaya C = T, maka diperoleh :

A. f
a  0,85. f ' sc.be

11980.410
 0,85.35.1800

= 91,724 mm < Tebal plat (tc) = 250 mm

Karena nilai a < tebal pelat maka plat beton mampu mengimbangi gaya tarik

As . fs yang timbul pada baja.

98
 Tegangan tekan pada serat

beton Cc = 0.85.fc’.a.bE

= 0.85 x 35 x 91,724 x 1800

= 4911820,2 N

 Tegangan tarik pada serat baja

T = As . fy

= 13600 x 410

= 4911800 N

Menghitung
 d kuat lentur
a  nominal balok komposit
M  Cc t
 
2 2
n

= 4911820,2  400 91,724 


  250  
 2 2 
= 1739462182 Nmm

= 173946,2182 kgm

MnΦ = 173946,2182 x 0,85 = 147854,285 kgm

MnΦ = 147854,285 kgm > Mu = 123017,60 kgm ………OK

Kontrol Geser

Vn = V u total  32262 kg
Kapasitas geser penampang :

Vy  0,55.d.tw. fy

 0,55  40 1,0  4100

 67650 kg

99
Kontrol :

Vy  V u
total …OK
67650 kg  32262 kg

Kontrol Lendutan

L = 9 m = 900 cm (C.G. Salmon,,”struktur baja II”, hal : 393)

fijin 1
 360 .L

1 .900
 360

= 2,50 cm

Besar lendutan yang terjadi ( metode momen area )

 Dari Staad Pro diperoleh nilai momen sebagai berikut :

6.00m
3.00m

A B
P1 P2

45738kg.m
1.50m

4.50m 4.50m

100
 Luas Momen

- P1 = 2/3 x 45738 x 4,5 = 137214 kg.m2

- P2 = 2/3 x 45738 x 4,5 = 137214 kg.m2

ΣMB = 0

( RA x 9 ) - ( P1 x 6,00 ) - (P2 x 3,00 ) = 0

( 9RA ) - (137214 x 6,00 ) - (137214 x 3,00 ) = 0

9 RA = 1234926

RA = 1234926/9

= 137214 kg.m2

Mmax = ( RA x 4,5) – ( P1 x 1,5 )

= (137214 x 4,5) – (137214 x 1,50 )

= 411642 kg.m3

= 411642 x 105 kg.cm3


 Ac  
Ec    Es  As   5625   2100000  136 
    
 Ac  As Ac  As 278055,75 5625  136
 5625  136
E        

2 2
E  295100,797 kg / cm2

.
∆x =

= = 1,36 cm
, ,

Maka : f ijin = 2,50 cm < ∆x = 1,36 cm..................Aman !!!

101
Perencanaan Shear Conector

Gelagar Melintang

Digunakan penghubung geser berkepala ( stud diameter 19,05 mm

dengan tinggi 100 mm ) yang dilaskan pada flens.

1
Asc  η  d 2
4

1
Asc  η 19,052
4

Asc  284,878 mm
2

Kekuatan nominal penghubung geser

Ec  4700 35  27805,575Mpa

Qn  0,5.Asc  fc'E
c
Qn  0,5  284,878  35 
27805,575
Qn  140517,990 N

Perhitungan Gaya geser Horizontal ( Vh )

Vh  0,85 fc'bE ts

Dimana pada perhitungan ini menggunakan penghubung geser berkepala

( stud ¾’’=1,905 cm dengan tinggi stud 10cm )

Vh  0,85  35  238,33  250

Vh  1772579 ,375 N

Vh  C max  1772579 ,375 N

102
Tmax = Gaya geser yang disumbangkan oleh baja profil

 As. fy

 11980 410

 4911800N

Dari kedua rumus di atas dipilih nilai yang terkecil

Cmax = 1772579 ,375 N

Tmax = 4911800N

Dipakai Vh = 1772579,375 N

Banyaknya konektor yang harus dipasang pada flens gelagar memanjang

adalah :

1772579 ,375
Vh   12,615  14 buah
N Q 140517 ,990
n

14 buah Stud pada baris pertama, jadi jumlah Stud yang di pasang

pada jarak 9 m gelagar melintang sebanyak 28 buah Stud

(Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD.

Penerbit Erlangga hal.296 )

Jarak konektor geser yang harus dipasang pada gelagar memanjang adalah :

- Jarak minimum longitudinal :

Digunakan sebagai jarak stud di daerah tumpu

Smin= 6 x d = 6 x 19,05 = 114,3 mm = 11,34 cm

- Jarak maximum longitudinal :

Smax = 8 x t ( plat beton ) = 8 x 25 = 20 cm

103
- Jarak transversal ( jarak minimum tegak lurus sumbu

longitudinal ) :

Digunakan sebagai jarak antar baris stud :

4 x d = 4 x 19,05 = 76,2 mm = 7,62 cm

digunakan jarak 12 cm

Daerah lapangan

Karena stud dipasang dua baris maka, jumlah stud pada baris

pertama = 7 stud.

Jarak antar stud 450


 14  16 ,071  17 cm .

Keterangan : ( 450 = ½ bentangan dari gelagar memanjang )

(Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja dengan metode

LRFD. Penerbit Erlangga hal.295)

104
Gambar pemasangan Stud pada Gelagar Melintang

145
4.3 Perencanaan Sambungan Gelagar Memanjang dan Melintang

Direncanakan menggunakan baut Ø 7/8”

Ø Baut = 7/8” = 2,222 cm

Ø lubang ( db ) = 2,222 + 0,2 = 2,422 cm

Fub = kuat tarik bahan baut = 150 Ksi = 10342,5 kg/cm2

1 Ksi = 68,95 kg/cm2

Fu = Tegangan putus minimum = 550 Mpa, Bj 55

Luas 1
Ab  η  22,22  387 ,577 mm 2
2

Dicoba menggunakan profil L 100.100.10 untuk irisan Tunggal dan Ganda.

Besarnya gaya geser yang bekerja pada gelagar ( Pu )

Pu = 16299,10 kg ( Vu Total gelagar memanjang )

146
4.3.1 Sambungan Gelagar Memanjang dan

Melintang Sambungan irisan Ganda

( memanjang )

 Kekuatan tarik desain (LRFD, hal : 100) :

 Rnt = Kekuatan tarik desain penyambung (kg)


 ϕ = Faktor resistensi = 0,75
 Fub = Kekuatan tarik baut = 10342,5 kg/cm2
 Ab = luas penampang baut = 3,876 cm
ϕ .Rn
 
 ϕ . 0,75 .Fu b . Ab

 0,75 .0,75 .10342,5 .3,876


 22549 ,25 kg

 Kekuatan geser desain baut

 ϕ = Faktor resistansi = 0,65


 Rn = Kekuatan tarik desain penyambung (kg)
 Fub = Kekuatan tarik baut ; 150 ksi = 10342,5 kg/cm2
 Ab = Luas penampang baut = 3,876 cm
 m = Banyaknya bidang geser yang terlibat = 2

ϕ .Rn
 
 ϕ . 0,60 .Fu b .m . Ab

 0,65 .0,60 .10342,5 .2 .3,876


 31268 ,27 kg

 Kekuatan tumpu desain baut

Perhitungan kekuatan tumpu desain pada perumusannya

mempertimbangkan ketebalan plat yang akan disambung. Dalam hal ini


147
ketebalan plat tw yang diperhitungkan adalah ketebalan gelagar

memanjang yaitu tw 0,65 cm = 6,5 mm (Salmon : 134)

 = Faktor resistensi = 0,75


Rn = Kekuatan desain tumpu baut (kg)
Fu = Kekuatan tarik baja yang membentuk bagian yang disambung (dipakai
jenis baja Bj. 55, Fu = 5500 kg/cm2)
t = Ketebalan gelagar memanjang = 0,65 cm
d = Diameter baut nominal = 2,222 cm
ϕ .Rn

 ϕ . 2,4 .d .t.Fu p

 0,75 .  2,4  2,422  0,65  5500 
 15585 ,57 kg

 Kekuatan nominal

Tn  0 ,60 .Fy . Aug

 0,60 .410 .( 6,5.(300  2.9))

= 450918 N

= 45091,8 kg > Pu = 16299,10 kg

Aug = Luas badan gelagar yang bersangkutan

 Jarak Baut :

Syarat penyusunan baut :

Jarak tepi baut, L = 1,5 db< L < 3 db

Jarak antar baut, L = 3 db< L < 7 db

- Syarat jarak baut tepi ke tepi plat :

1,5 db = 1,5 . 2,222 = 3,333 cm

148
3 db = 3 . 2,222 = 6,666 cm

Diambil jarak tepi baut 4 cm.

- Syarat jarak antar baut :

3 db = 3 . 2,222 = 6,666 cm

7 db = 7 .2,222 = 15,554 cm

Diambil jarak antar baut 7 cm

 Menentukan jumlah baut ( n ) :


Pu
n
ϕ.Rn

Dimana :

n = jumlah baut

Rn = Ø.Rn kekuatan (tarik, geser dan tumpu desain baut akan diambil

hasil dari persamaan kuat desain baut yang nialinya lebih kecil),

( kg )

Pu
n 16299,10
 15585,57  1,046  2 buah
ϕ.Rn

 Ketebalan plat yang digunakan adalah :

 Ø = Faktor resistensi = 0,75


 P = Beban terfaktor yang (kg)
 Fu = Kekuatan tarik pelat (kg/cm2)
 t = Jarak minimum plat (cm)
Syarat :
P
t
ϕ.Fu.t

149
16299,10 /2
1  0,530 cm
0,75  4100  5

Maka digunakan plat penyambung siku L 100.100.10

dengan tebal 1 cm.

 Kekuatan tarik desain baut > beban geser terfaktor baut :

φ . Rn ≥ Rut

Rut  Pu 16299,10
  4074,775 kg
n 4

Kontrol :

φ . Rn > Rut

22549,25 kg ≥ 4074,775 kg.......................( Aman )

150
4.4 Perencanaan Gelagar Induk

A. Beban mati
- Berat sendiri gelagar induk, gelagar memanjang, gelagar
melintang, ikatan angin dan pengaku melintang atas tidak
menggunakan rumus pendekatan, tetapi menggunakan bantuan
komputer untuk menghitung berat sendiri (STAAD PRO 2004
→ self weight).
4.4.1 Perhitungan pembebanan untuk gelagar memanjang

a. Beban Mati

 Akibat berat lantai trotoir (untuk gelagar tepi)

 qu = (perataan beban tipe B x q plat trotoir) +

(perataan beban tipe A x q plat lantai kendaraan)

qu = (0,728 x 1973,55) + (0,728 x 1095,79)

qu = 2208,27 kg/m

 qL = (beban hidup trotoir x perataan tipe B)

= 500 x 0,728 = 364 kg/m

 Akibat berat lantai kendaraan (untuk gelagar tengah)

qu = ( 2 x peretaan beban tipe A x q plat lantai kendaraan)

qu = (2 x 0,728 x 1095,79)

qu = 1595,47 kg/m

b. Beban Hidup “D”

Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung dengan

beban garis (KEL). Beban terbagi rata UDL mempunyai intensitas q kPa, dimana

besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L sebagai berikut :

151
L = 40 m L ≥ 30 m (RSNI T – 02 – 2005, halaman : 18)
 15
q = 9 . 0,5 
kPa
 
 L
 15 
= 9 . 0,5  kPa
 
 40 

= 7,9 kPa = 790 kg/m2

 Muatan terbagi rata (RSNI T – 02 – 2005, halaman : 18)

q = 790 kg/m2

 Akibat beban garis P = 49 kN/m = 4900kg/m (RSNI T – 02 – 2005, halaman :

18)

Pu = 4900 kg/m

 Faktor beban dinamis / koefisien kejut

Berdasarkan RSNI-T-02-2005, halaman : 25, nilai dari factor beban dinamis

tergantung pada panjang bentangan jembatan (L).

Utuk L ≤ 40 m, L = 40 maka : FBD = 0,4

Maka : k = 1 + DLA

= 1 + 0,40 = 1,40

152
Perbandingan beban hidup gelagar :

1) Beban Hidup yang diterima Gelagar memanjang

a. Gelagar Memanjang Tipe B-B

 790 
qu = x (perataan tipe A x perataan tipe B)
 
 2,75 
 790  x ( 0.728 + 0,728)
= 
 2,75 

= 752,884 kg/m
 4900 
Pu = x (0,728+ 0,728) x k
 
 2,75 

= 1781,82 x 1,456 x 1,40

= 3632,06 kg

b. Gelagar Memanjang Tipe A-A

 790 
qu = x (2 x perataan tipe A)
 
 2,75 
 790  x ( 0.728 + 0,728)
= 
 2,75 

= 752,884 kg/m
 4900 
Pu = x (0,728+ 0,728) x k
 
 2,75 

= 1781,82 x 1,456 x 1,40

= 3632,06 kg

153
4.4.2 Perencanaan Gelagar Melintang

Pembebanan

1. Beban Mati ( qd )

q Trotoar = 1973,55 kg/m

q Plat lantai = 1095,79 kg/m

Jarak Gelagar Melintang = 5m

Akibat Berat Trotoar

q d1u = ( Perataan beban tipe C x 2 ) x ( q trotoar )

= (0.50 x 2 ) x ( 1973,55 )

= 1973,55 kg/m

Akibat Berat lantai Kendaraan

qd2u = ( perataan tipe D x 2 ) x ( q plat lantai )

= (0.50 x 2 ) x (1095,79)

= 1095,79 kg/m

2. Beban Hidup

Akibat Beban Lajur “ D “

Secara umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan

mulai dari gelagar memanjang bentang sedang sampai bentang panjang

dan lebar melintang 1 lanjur kendaraan sebesar 2,75 m.

Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata ( BTR ) yang

digabungkan dengan beban garis ( BGT ).

A. Muatan Tersebar Merata ( BTR )

Faktor beban = 1,8 ( Sumber : SNI T 02-2005, halaman 17 )

154
Dimana : L = 40 m > 30 m
15
q  9,0  (0,5  )kpa
L

15
q  9,0  (0,5  )kpa
40

q  7,9kPa  790kg / m2

q(100%)  790
 2  0,500  5,5 100%  1582,35kg / m
2,75
q(50%)  790
 2  0,500  1 2  50%  574,55kg / m
2,75

B. Muatan Beban Garis ( BGT )

Pajang bentang (L) = 40 m

Gambar 3.15 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan

lajur “D”

( Sumber : SNI T 02-2005, halaman 25 )

Berdasarkan grafik factor beban dinamis maka :

Untuk L ≤ 40 m, FBD = 0,4

K = 1 + FBD

= 1 + 0,4

155
= 1,4

Beban Garis P = 49 KN/m = 4900 kg/m’


4900
P (100%)  1,4 100%  2494,55kg / m'
2,75

4900
P (50%)  1,4  50%  1247,28kg / m'
2,75

Akibat Muatan Beban Hidup Trotoar

q = 5 kPa = 500 kg/m

q  500  (2  0,50)

q  500 1  500 kg / m

B. Gaya rem
Panjang jembatan = 40 meter
Berdasarkan gambar 3.17 untuk jembatan dengan bentang L = 40 m, maka
gaya rem sebesar = 9 kPa = 900 kg
( sumber : SNI T – 02 2005, Halaman 25 )

- Gaya rem yang bekerja pada gelagar memanjang:


Beban yang digunakan akibat gaya rem = 9 kPa = 900 kg/m2
900
P rem  1,8  589,09 kg / m'
2,75
C. Beban Angin
Pada sisi rangka yang terkena angina

Tew2 = 0.0006 . Cw . (Vw)2 . Ab ( KN )

Dimana :

Vw = Kecepatan angin rencana (m/dt) untuk keadaan batas yang

ditinjau .( 30 m/dtk )

156
Cw = Koefisien seret (untuk bangunan atas rangka Cw = 1,2)

Ab = Luasan koefisien bagian samping jembatan (m2).

Luas eqivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian

yang massif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan, karena

jembatan rangka luas eqivalen dianggap 30% dari luas yang dibatasi oleh

batang-batang terluar.

Beban angin jembatan tergantung pada kecepatan angin rencana :

Luas beban tekanan angin

157
Gaya yang terjadi pada titik :

2.50

P1
LUAS 2.50
DAERAH A

P1  P 9  daerahA
Luas

1
  2,5  2,5
2

 3,125 m 2

2.50

2.50 2.50
1.88

2.50 2.50

P2
LUAS DAERAH B

P2  P8  daerah B
Luas
1 1 1
(  2,5  2,5)  (  2,5  2,5)  (  2,5  1,88 )
2 2 2

 8,6 m 2

158
2.53

3.13
2.25
1.88
3.36

2.50 2.50

P3
LUAS DAERAH C
P3  P7  daerahC
Luas
1 1 1
(  2,5  1,8)  (  1,88  2,53 )  (  2,5  2,25 )
2 2 2

 7,4 m 2

2.51

3.36 3.54
2.50
2.25

2.50 2.50

P4
LUAS DAERAH D

P4  P6  daerah D
Luas
1 1 1
(  2,5  2,25 )  (  2,25  2,51)  (  2,5  2,5)
2 2 2

 8,7 m 2

159
5.00

2.50

LUAS DAERAH E
P5
P5  Luasdaerah E

 P  L 

 5  2,5

 12 ,5 m 2

LUAS DAERAH F

P10
1.88
2.50

2.50

2.44

2.50

P10
  daerah F
P16 Luas

1 1 1
(  2,5  2,44 )  (  2,5  2,44 )  (  2,5  1,88 )
2 2 2

 8,6 m 2

160
LUAS DAERAH G

P11
2.50
2.25

1.88
2.50
2.50

P11
  daerah G
P15 Luas

1 1 1
(  1,88  2,5)  (  2,5  1,88 )  (  2,25  2,5)
2 2 2

 7,5 m 2

LUAS DAERAH H

P12
2.50

2.50 2.50
2.25

2.50

P12
  daerah H
P14 Luas

1 1 1
(  2,25  2,5)  (  2,25  2,5)  (  2,5  2,5)
2 2 2

 8,6 m 2

161
LUAS DAERAH I

P13
2.55 2.55

2.50

2.50

2.50 2.50

2.55 2.55

P13  daerah I
Luas

 (2,5  2,5)  2

 10 m 2

2.80

1.88
2.50

2.50
2.50
P17
LUAS DAERAH K
1.88
3.13

2.50
P17  P21  Luasdaerah K

1 1 1
(  2,5  1,88 )  (  2,50  2,50 )  (  2,5  1,88 )
2 2 2

 7,8 m 2

162
2.50
2.25

3.75
2.50
P18
LUAS DAERAH L
2.25

2.50

P18
 P20  daerah L
Luas
1 1 1
(  2,5  2,25 )  (  2,5  3,75 )  (  2,25  2,5)
2 2 2

 10 ,3 m 2

2.50 2.50

2.50 2.50

2.50 2.50
4.50 4.50

2.50 2.50

2.50 2.50

P19
LUAS DAERAH L

P19
 Luasdaerah L

1 1
(  2,5  2,5)  4  (  4,5  2,5)  2
2 2

 23 ,75 m 2

163
Table 3.5 Luasbidang yang terkenaangin :

AREA LUAS ( M2 ) AREA LUAS ( M2 ) AREA LUAS ( M2 )

P1 3,125 P9 3,125 P17 7,8

P2 8,6 P10 8,6 P18 10,3

P3 7,4 P11 7,5 P19 23,75

P4 8,7 P12 8,6 P20 10,3

P5 12,5 P13 10 P21 7,8

P6 8,7 P14 8,6

P7 7,4 P15 7,5

P8 8,6 P16 8,6

Total luas bidang yang terkena angin adalah 187,5 m2( Ab )

Tew2 = 0.0012 x Cwx(Vw)2x Ab x 30%

= 0.0012 x 1,2 x ( 30 )2 x 187,5 x 30%

= 72,9 kN

= 7290 kg ( 1 kN = 100 kg )

Beban angin yang diterima gelaga induk adalah :

Table 3.6 Beban angin yang diterima

AREA Ab ( m2 ) CW VW2 Tew = 0,0012 . Cw . (Vw2) .Ab .30%

30m/s (kg)

P1 3,125 1,2 900 121,5

P2 8,6 1,2 900 334,368

P3 7,4 1,2 900 287,712

164
P4 8,7 1,2 900 338,256

P5 12,5 1,2 900 486

P6 8,7 1,2 900 338,256

P7 7,4 1,2 900 287,712

P8 8,6 1,2 900 334,368

P9 3,125 1,2 900 121,5

P10 8,6 1,2 900 334,368

P11 7,5 1,2 900 291,6

P12 8,6 1,2 900 334,368

P13 10 1,2 900 388,8

P14 8,6 1,2 900 334,368

P15 7,5 1,2 900 291,6

P16 8,6 1,2 900 334,368

P17 7,8 1,2 900 303,264

P18 10,3 1,2 900 400,464

P19 23,75 1,2 900 923,4

P20 10,3 1,2 900 400,464

P21 7,8 1,2 900 303,264

165
A. Skema pembebanan akibat Beban angin atas

P 10 P 11 P 12 P 13 P 14 P 15 P 16

B. Skema pembebanan akibat Beban angin bawah

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

P1  P9
 121,5 kg

P2  P8  334,368 kg

P3  P7  287,712 kg

P4   338,256 kg

P6
P5  486 kg

P10
  334,368 kg
P16

P11
  291,6 kg
P15

P12
  334,368 kg
P14

P13  388,8 kg

P1
 P21
7

166
 P20 
264 kg
303,
 400,464 kg

167
4.5 Perencanaan Dimensi Profil Gelagar Induk

4.5.1 Perhitungan Dimensi batang Tekan

Batang No 84 ( Batang Tekan Tepi Atas )

Dimensi Batang Profil WF 700 x 700x 13 x 21

tf

tw h

Gambar 3.35 profil gelagar Induk

Factor beban untuk baja = 1,2

A = 218,7 cm2 H = 400 mm B = 400 mm

Ix = 66600 cm4 tw = 13 mm

Iy = 22400 cm4 tf = 21 mm

Syarat kekakuan nominal batang tekan berdasarka LRFD, φc . Pn ≥ Pu

168
Dimana :

c = 0,85 (factor resistensi untuk batang tekan)

Pn = kekuatan nominal batang tekan

Pu = beban layan terfaktor

Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :

Pn = Ag . Fcr

Dimana :

Ag = luas penampang bruto batang tekan

fcr = tegangan kritis

Nilai Fcr tergantung pada parameter λc

(CG. Salmon, JE. Jhonson. Struktur Baja Desain dan Perilaku, 1992 : 342)

Dari hasil analisa STAAD PRO V8i didapat gaya aksial terfaktor

Pu = 438929,625 kg

 Menghitung radius girasi (r)

Ix 66600
rx  
Ag 218,70  17,451 cm

ry  Iy 22,400
  10,120 cm
Ag 218,70

 Menghitung parameter kerampingan

KL fy 1 4100
λc    0,983 cm
r π  2 707,1
10,120 3,14  2,1106
2

Es
(CG. Salmon, JE. Jhonson Struktur Baja Desain dan Perilaku, jilid I, 1992 hal.

338)

169
Dimana :
K.
L = rasio kerampingan efektif
r
K = factor panjang efektif sendi- sendi = 1

L = panjang batang yang ditinjau ( cm )

ry = radius girasi arah sumbu y

rx = radius girasi arah sumbu x

fy = 4100 kg/cm2

I = momen inersia

Es = modulus elastisitas baja 2,1 x 106 kg/cm2 = 2,1 x 105 Mpa

 Menghitung tegangan kritis penampang (Fcr) ( plastis )

Untuk λc ≤ 1,5 fcr = (0,658λ² c)

fy fcr = (0,658λ² c) fy

fcr = (0,658(0,983²)) x 4100

fcr = 2736,135 kg/cm2

Maka : c . Pn  Pu

c . fcr . Ag  Pu

0,85 x 2736,135 x 218,17 = 507401,187 kg

507401,187.kg ≥ 438929,625 kg…. Profil aman

170
4.5.2 Batang No 101 ( Batang Tekan Diagonal Dalam )

Dimensi Batang Profil WF 400 x 200 x 8 x 13

tf

tw h

Gambar 3.36 profil gelagar Induk

Factor beban untuk baja = 1,2

A = 84,12 cm2 H = 400 mm B = 200 mm

Ix = 23700 cm4 tw = 8 mm

Iy = 1740 cm4 tf = 13 mm

Syarat kekakuan nominal batang tekan berdasarka LRFD, φc . Pn ≥ Pu

Dimana :

c = 0,85 (factor resistensi untuk batang tekan)

171
Pn = kekuatan nominal batang tekan

Pu = beban layan terfaktor

Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :

Pn = Ag . Fcr

Dimana :

Ag = luas penampang bruto batang tekan

fcr = tegangan kritis

Nilai Fcr tergantung pada parameter λc

(CG. Salmon, JE. Jhonson. Struktur Baja Desain dan Perilaku, 1992 : 342)

Dari hasil analisa STAAD PRO V8i didapat gaya aksial terfaktor

Pu = 58655,691 kg

 Menghitung radius girasi (r)

Ix 66600
rx  
Ag 218,70  17,451 cm

ry  Iy 22,400
  10,120 cm
Ag 218,70

 Menghitung parameter kerampingan

KL fy 1 625 4100
λc    0,869 cm
r π  Es 10,120 3,14  2,1106
2 2

(CG. Salmon, JE. Jhonson Struktur Baja Desain dan Perilaku, jilid I, 1992 hal.

338)

Dimana :
K.
L = rasio kerampingan efektif
r
172
K = factor panjang efektif sendi- sendi = 1

L = panjang batang yang ditinjau ( cm )

ry = radius girasi arah sumbu y

rx = radius girasi arah sumbu x

fy = 4100 kg/cm2

I = momen inersia

Es = modulus elastisitas baja 2,1 x 106 kg/cm2 = 2,1 x 105 Mpa

 Menghitung tegangan kritis penampang (Fcr) ( plastis )

Untuk λc ≤ 1,5 fcr = (0,658λ² c)

fy fcr = (0,658λ² c) fy

fcr = (0,658(0,869²)) x 4100

fcr = 2988,926 kg/cm2

Maka : c . Pn  Pu

0c . fcr . Ag  Pu

0,85 x 2988,926 x 84,12 = 213714,187 kg

213714,187 kg ≥ 58655,691 kg…. Profil aman

173
4.5.3 Batang No 56 ( Batang Tekan Melintang Atas )

Dimensi Batang Profil WF 100 x 100 x 6 x 8

tf

tw h

Gambar 3.37 profil gelagar Induk

Factor beban untuk baja = 1,2

A = 21,9 cm2 H = 100 mm B = 100 mm

Ix = 383 cm4 tw = 6 mm

Iy = 134 cm4 tf = 8 mm

Syarat kekakuan nominal batang tekan berdasarka LRFD, φc . Pn ≥ Pu

Dimana :

c = 0,85 (factor resistensi untuk batang tekan)

174
Pn = kekuatan nominal batang tekan

Pu = beban layan terfaktor

Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :

Pn = Ag . Fcr

Dimana :

Ag = luas penampang bruto batang tekan

fcr = tegangan kritis

Nilai Fcr tergantung pada parameter λc

(CG. Salmon, JE. Jhonson. Struktur Baja Desain dan Perilaku, 1992 : 342)

Dari hasil analisa STAAD PRO V8i didapat gaya aksial terfaktor

Pu = 1976,096 kg

 Menghitung radius girasi (r)

Ix 383
rx  
Ag 21,90  4,181 cm

ry  Iy 134
  2,473 cm
Ag 21,90

 Menghitung parameter kerampingan

KL fy 1 900 4100
λc    2,598 cm
r π  2
2,473 3,14  2,1106
2

Es
(CG. Salmon, JE. Jhonson Struktur Baja Desain dan Perilaku, jilid I, 1992 hal.

338)

Dimana :
K.
L = rasio kerampingan efektif
r
175
K = factor panjang efektif sendi- sendi = 1

L = panjang batang yang ditinjau ( cm )

ry = radius girasi arah sumbu y

rx = radius girasi arah sumbu x

fy = 4100 kg/cm2

I = momen inersia

Es = modulus elastisitas baja 2,1 x 106 kg/cm2 = 2,1 x 105 Mpa

 Menghitung tegangan kritis penampang (Fcr) ( plastis )

Untuk λc ≤ 1,5 fcr = (0,658λ² c)

fy fcr = (0,658λ² c) fy

fcr = (0,658(2,598²)) x 4100

fcr = 243,154 kg/cm2

Maka : c . Pn  Pu

0c . fcr . Ag  Pu

0,85 x 243,154 x 21,9 = 4526,317 kg

4526,317 kg ≥ 1976,096 kg…. Profil aman

176
4.5.4 Batang No 446 ( Ikatan angin bawah)

Dimensi Batang Profil 2L 100 x 100 x 10

Gambar 3.36 profil gelagar ikatan angin atas

Factor beban untuk baja = 1,2

A = 19,2 cm2 H = 100 mm e = 2,82 cm

Ix = 177 cm4 B = 100 mm

Iy = 177 cm4 tw = 10 mm

a = e + ½ tebal plat simpul

177
= 2,82 + 0,5

= 3,32 cm

Iy’ = (Iy + As x a2 ) x 2

= (177 + 19,2 x 3,322 ) x 2

= 777,260 cm4

Ix’ = 2 x Ix

= 2 x 177

= 354 cm4

Syarat kekakuan nominal batang tekan berdasarka LRFD, φc . Pn ≥ Pu

Dimana :

c = 0,85 (factor resistensi untuk batang

tekan) Pn = kekuatan nominal batang tekan

Pu = beban layan terfaktor

Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :

Pn = Ag . Fcr

Dimana :

Ag = luas penampang bruto batang tekan

fcr = tegangan kritis

Nilai Fcr tergantung pada parameter λc

(CG. Salmon, JE. Jhonson. Struktur Baja Desain dan Perilaku, 1992 : 342)

Dari hasil analisa STAAD PRO 2004 didapat gaya aksial terfaktor

Pu = 1485,405 kg

178
 Menghitung radius girasi (r)

rx  Ix 354
  4,294 cm
Ag 19,2

 Menghitung parameter kerampingan

λc  KL fy

1 514,8 4100
 1,687 cm
r π2 4,294 3,142  2,1106
Es
(CG. Salmon, JE. Jhonson Struktur Baja Desain dan Perilaku, jilid I,

1992 hal. 338)

Dimana :
K.
L = rasio kerampingan efektif
r
K = faktor panjang efektif sendi- sendi = 1

L = panjang batang yang ditinjau ( cm )

ry = radius girasi arah sumbu y

rx = radius girasi arah sumbu x

fy = 4100 kg/cm2

I = momen inersia

Es = modulus elastisitas baja 2,1 x 106 kg/cm2 = 2,1 x 105 Mpa

 Menghitung tegangan kritis penampang (Fcr) ( plastis )

Untuk λc ≤ 1,5 Fcr = (0,658λ² c)

fy Fcr = (0,658λ² c) fy
179
Fcr = (0,658(1,687²)) x 4100

Fcr = 1245,835 kg/cm2

Maka : c . Pn  Pu

0c . fcr . Ag  Pu

0,85 x 1245,835 x 84,12 = 89079,694 kg

89079,694 kg ≥ 1485,405 kg…. Profil aman

180
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perencanaan dan analisa pada bab sebelumnya, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan

1. Dimensi plat lantai kendaraan dan trotoar yang dipakai untuk perencanaan

jembatan rangka baja tipe K-truss di Kalilanang,Desa Pandanrejo,Kecamatan

Bumiaji,Kota Batu adalah sebagai berikut :

 Perencanaan plat lantai kendaraan :

- Tebal plat beton : 250 mm

- Dipakai tulangan pokok : D 16 – 200

- Dipakai tulangan bagi : D 13 – 150

 Perencanaan Trotoar jembatan :

- Tebal Trotoar : 550 mm

- Dipakai tulangan pokok : D 16 – 200

- Dipakai tulangan bagi : D 13 – 150

2. Dimensi profil baja WF pada gelagar memanjang, melintang, dan induk yang

diperlukan untuk memikul semua beban yang bekerja adalah sebagai berikut :

 Perencanaan gelagar memanjang :

- Dipakai profil : WF 300 x 150 x 6,5 x 9

 Perencanaan gelagar melintang :

- Dipakai profil : WF 400 x 300 x 10 x 16

280
 Perencanaan gelagar Induk :

- Dipakai profil : WF 400 x 400 x 13 x 21 (untuk bagian

tepi luar atas dan tepi luar bawah)

- Dipakai profil : WF 400 x 200 x 8 x 13 (untuk bagian

dalam vertikal maupun diagonal)

 Perencanaan Dimensi Ikatan Angin :

- Dipakai profil : WF 100 x 100 x 6 x 8 (untuk ikatan

angin melintang atas)

- Dipakai profil : 2L 100 x 100 x 10 (untuk ikatan angin

diagonal atas)

- Dipakai profil : 2L 100 x 100 x 10 (untuk ikatan angin

diagonal bawah)

3. Nilai kapasitas sambungan struktur jembatan rangka baja tipe K-truss yang

digunakan dalam perencanaan sambungan adalah 726537,803 kg (nilai yang

terbesar, dapat dari hasil nilai Pn = Ag . Fcr).

Jumlah baut yang diperlukan untuk sambungan pada struktur jembatan baja

tipe K-truss di Kalilanang,Desa Pandanrejo,Kecamatan Bumiaji,Kota Batu

adalah sebagai berikut:

 Sambungan gelagar memanajang

- Ukuran Baut yang digunakan = Ф 7/8 “ = 2,222 cm

- Jumlah titik simpul = 54

- Jumlah baut tiap simpul =3+(3x2)= 9

- Jumlah baut = 65 x 9

281
= 280 buah

 Sambungan gelagar melintang

- Ukuran Baut yang digunakan = Ф 7/8 “ = 2,222 cm

- Jumlah titik simpul = 18

- Jumlah baut tiap simpul =8

- Jumlah baut = 18 x 8

= 144 buah

 Sambungan simpul ikatan angin atas

- Ukuran Baut untuk diagonal atas = Ф 1/2 “ = 1,27 cm

- Ukuran Baut untuk melintang atas = Ф 7/8 “ = 2,222 cm

- Jumlah titik simpul =6

- Jumlah baut tiap simpul =6

- Jumlah baut = (6 x 6) + 24

= 60 buah

 Sambungan simpul ikatan angin bawah

- Ukuran Baut yang digunakan = Ф 7/8 “ = 2,222 cm

- Jumlah titik simpul =8

- Jumlah baut tiap simpul = 12

- Jumlah baut = (12 x 8) + 36

= 132 buah

 Sambungan gelagar Induk

-Ukuran Baut yang digunakan = Ф 1 “

282
-Jumlah titik simpul = 16 ( tepi ) dan 5 ( tengah )

-Jumlah baut simpul = 1496 ( tepi atas dan tepi bawah)

= 408 ( bagian Tengah dalam )

Total = 1904

-Jumlah baut = 2 x 1904 = 3808 buah

283
 Perletakan Roll

- Panjang (L) = 80cm

- Lebar (b) = 62cm

- Tebal Bantalan = 10 cm

- Tebal Bantalan = 10 cm

- Diameter Roll = 47 cm

10cm 2,5cm

47cm 52cm 47cm

10cm 2,5cm

80cm 62 cm

4. Nilai kapasitas tumpuan struktur jembatan rangka baja tipe k-truss di

Kalilanang,Desa Pandanrejo,Kecamatan Bumiaji,Kota Batu adalah

- Sendi = 362130,905 kg ( di dapat dari nilai Fy atau reaksi tumpuan

pada program staadPro + P100% beban lajur D pada gelagar

Melintang )

- Roll = 359152,085 kg ( di dapat dari nilai Fy atau reaksi tumpuan

pada program staadPro + P100% beban lajur D pada gelagar

Melintang )

284
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan digunakan dalam jembatan Samota dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimensi yang digunakan dalam perencanaan Jembatan Samota adalah sebagai
berikut:
a. Dimensi PC Box girder yang digunakan yaitu box girder berdasarkan produk
WIKA BETON dengan menggunakan mutu K-500 untuk panjang bentang 40 m.
Tiap satu Box girder dengan lebar total 10,3 m dan tinggi 2,4 m dengan panjang
total jembatan 80 m terdiri dari 2 bentang masing- masing 40 m.
b. Tendon yang digunakan untuk bentang jembatan 40 m adalah sebanyak 7 tendon
dibagi 3 bagian atas penampang dan 4 di bagian bawah penampang. Setiap
tendon terdiri dari 25 strands berdiameter 15,7 mm, menggunakan jenis strands
c. Dari perencanaan didapatkan Dimensi elastomer yang dipakai 960 mm x 960
mm x 216 mm dengan tebal plat 3 mm terdiri atas 8 lapis.
2. Total kehilangan gaya prategang yang terjadi pada perencanaan jembatan yang
diakibatkan oleh gesekan angkur, gesekan kabel, perpendekan elastis beton, rangkak
dan susut beton, relaksi baja dalam bentuk gaya adalah 5254,476 kN dalam bentuk
persen yaitu 14,122% lebih kecil dari 30% maka dapat dikatakan kehilangan gaya
prategang memenuhi.
3. Didapatkan tegangan yang terjadi pada Box girder yang diakibatkan oleh gaya
prestess
a. Keadaan awal (saat transfer) tegangan yang terjadi pada serat atas yaitu (-
4,768) MPa lebih kecil dari teg. Ijin tarik beton 1,440 MPa dan tegangan
yang terjadi pada serat bawah (-0,060) MPa lebih kecil dari teg. Ijin tekan
beton 19,92 MPa maka tegangan memenuhi.

135

285
b. Keadaan setelah loss of prestress tegangan yang terjadi pada serat atas
sebesar (-3,129) MPa lebih kecil dari teg. Ijin tarik beton 1,440 MPa
dan tegangan yang terjadi pada serat bawah sebesar (-1,594) MPa
lebih kecil dari teg. Ijin tekan beton 19,92 MPa maka tegangan
memenuhi.
4. Kontrol lendutan yang terjadi pada box girder pada keadaan awal (transfer)
sebesar 0,030 m lebih kecil dari 0,133 m dan kontrol lendutan yang terjadi
setelah loss of prestress sebesar 0,033 m lebih kecil dari 0,133 m maka
kontrol lendutan pada perencanaan jembatan memenuhi.

5.2 Saran
1. Dalam merencanakan bentuk penampang segmen perlu diperhatikan dimensi
slab dan web, karena akan sangat berpengaruh terhadap beban yang bekerja
pada tata letak tendon dan kapasitas penampang itu sendiri.
2. Untuk penelitian selanjutnya meneliti lebih detail mengenai tegangan yang
terjadi pada penampang akibat gaya orategang pada jembatan.

286 136
DAFTAR PUSTAKA

Nabila, A. Z. K. I. Y. A. (2017). Modifikasi perencanaan jembatan THP Kenjeran


menggunakan struktur Concrete Box Girder
Pratekan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Karramal, M. F. (2016). Perencanaan box girder prategang struktur atas fly over
simpang air hitam samarinda. Institut Teknologi Nasional
Malang.

Yudo, N. Z. (2016). Perencanaan Alternatif Struktur Jembatan Damas-Trenggalek


Menggunakan Box Girder Prestressed Segmental (Doctoral
dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya).

Supriyadi, B., & Muntohar, A. S. (2007). Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset.

SNI 7833-2016. Perancangan Jembatan Terhadap Beban Gempa

Nawy, E. G. (2001). Beton Prategang Suaatu Pendekatan Mendasar. Jilid 1 Edisi III.
Jakarta : Erlanga.

SNI 1725:2016. Pembebanan Untuk Jembatan

BBR. 2015. BBR VT CONA CMI SP, European Technical Assessment

Pusdatin, (2017), Pusat Data dan Teknologi Informasi

Data Standar Perencanaan PC Box Girder Produk WIKA BETON

Lin, T. Y. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1 (Terjemahan). Jakarta:


Binarupa Aksara Jakarta.

Budiadi A. (2008). Desain Praktis Beton Prategang Yogyakarta

Raju, Khrisna. (1986). Beton Prategang. Erlangga. Jakarta, Indonesia

Lin, T.Y, dan Burns, H. (1982). Desain Struktur Beton Prategang, Erlangga. Jakarta,
Indonesia

287 137
Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perancangan Beton Pracetak dan Beton
Prategang untuk Bangunan Gedung SNI 7833-2012

Lin Ned, TY and Burn, NH.1989. Desain Struktur Beton Pratekan.

Gunawan, R, (2002), Tabel Profil Konstruksi Baja, Yogyakarta: Kanisius. Direktorat

Jenderal Bina Marga. 2011. Pemeliharaan Jembatan Pelengkung Baja.Jakarta: Pekerjaan

Umum. Hibbeler, R. C. 2002. Structural Analysis. In R. C. Hibbeler, Structural Analysis.

RSNI-T-03. 2005. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. Jakarta: BadanStandarisasi

Nasional. Supriyadi, B., & Muntohar, A. S. 2007. Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset

288
289
Tabel Kombinasi momen akibat beban
x Mbs KOMB 1 KOMB 2 KOMB 3 KOMB 4 KOMB 5 KOMB 6 KOMB 7 KOMB 8 KOMB 9 KOMB 10 KOMB 11
MS+MA MS+MA MS+MA MS+MA+TD MS+MA MS+MA+TD MS+MA MS+MA
(m) (kgm) +TD+TB +TD+TB MS+MA MS+MA +Ewl +TB+EQ +TD+TB +TB+EW +TD+TB +TD+TB MS+MA
0 0 0.000 0.000 0.00 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.00
1 264420 353243.534 353243.534 303919.30 303919.30 306847.645 4622222.534 353243.534 356171.877 353243.534 353243.534 303919.30

2 515280 687514.462 687514.462 592253.00 592253.00 597959.512 9006550.462 687514.462 693220.976 687514.462 687514.462 592253.00

3 752580 1002814.059 1002814.059 865001.09 865001.09 873335.604 13152985.059 1002814.059 1011148.573 1002814.059 1002814.059 865001.09

4 976320 1299141.505 1299141.505 1122163.58 1122163.58 1132975.919 17061525.505 1299141.505 1309953.848 1299141.505 1299141.505 1122163.58
5 1186500 1576496.618 1576496.618 1363740.46 1363740.46 1376880.457 20732171.618 1576496.618 1589636.618 1576496.618 1576496.618 1363740.46

6 1383120 1834880.125 1834880.125 1589731.73 1589731.73 1605049.218 24164924.125 1834880.125 1850197.611 1834880.125 1834880.125 1589731.73

7 1566180 2074292.028 2074292.028 1800137.40 1800137.40 1817482.203 27359783.028 2074292.028 2091636.828 2074292.028 2074292.028 1800137.40
8 1735680 2294732.325 2294732.325 1994957.47 1994957.47 2014179.411 30316748.325 2294732.325 2313954.268 2294732.325 2294732.325 1994957.47

9 1891620 2496201.017 2496201.017 2174191.93 2174191.93 2195140.842 33035820.017 2496201.017 2517149.931 2496201.017 2496201.017 2174191.93

10 2034000 2678697.104 2678697.104 2337840.78 2337840.78 2360366.497 35516997.104 2678697.104 2701222.818 2678697.104 2678697.104 2337840.78

11 2162820 2839003.672 2839003.672 2482686.12 2482686.12 2506638.461 37757062.672 2839003.672 2862956.015 2839003.672 2839003.672 2482686.12
12 2278080 2986774.463 2986774.463 2618381.68 2618381.68 2643610.477 39765670.463 2986774.463 3012003.263 2986774.463 2986774.463 2618381.68

13 2379780 3112354.734 3112354.734 2735273.72 2735273.72 2761628.802 41533165.734 3112354.734 3138709.820 3112354.734 3112354.734 2735273.72

14 246720 3218963.400 3218963.400 2836580.15 2836580.15 2863911.350 43062767.400 3218963.400 3246294.600 3218963.400 3218963.400 2836580.15

15 2542500 3306600.461 3306600.461 2922300.98 2922300.98 2950458.122 44354475.461 3306600.461 3334757.604 3306600.461 3306600.461 2922300.98
16 2603520 3375265.916 3375265.916 2992436.20 2992436.20 3021269.116 45408289.916 3375265.916 3404098.830 3375265.916 3375265.916 2992436.20

17 2650980 3424959.767 3424959.767 3046985.82 3046985.82 3076344.335 46224210.767 3424959.767 3454318.281 3424959.767 3424959.767 3046985.82
18 26848880 3455681.013 3455681.013 3085949.83 3085949.83 3115683.777 46802237.013 3455681.013 3485414.956 3455681.013 3455681.013 3085949.83

19 2705220 3467430.652 3467430.652 3109328.24 3109328.24 3139287.441 47142369.652 3467430.652 3497389.852 3467430.652 3467430.652 3109328.24

20 2712000 3460208.687 3460208.687 3117121.04 3117121.04 3147155.330 47244608.687 3460208.687 3490242.973 3460208.687 3460208.687 3117121.04
Tabel Kombinasi gaya geser akibat beban
x Mbs KOMB 1 KOMB 2 KOMB 3 KOMB 4 KOMB 5 KOMB 6 KOMB 7 KOMB 8 KOMB 9 KOMB 10 KOMB 11
MS+MA MS+MA MS+MA MS+MA+TD MS+MA MS+MA+TD MS+MA MS+MA
(m) (kgm) +TD+TB +TD+TB MS+MA MS+MA +Ewl +TB+EQ +TD+TB +TB+EW +TD+TB +TD+TB MS+MA
0 271200 362729.336 362729.336 311712.10 311712.10 314715.533 4741169.336 362729.336 365732.765 362729.336 362729.336 311712.10
1 257640 343756.731 343756.731 296126.50 296126.50 298979.756 4503274.731 343756.731 346609.988 343756.731 343756.731 296126.50
2 244080 324785.126 324785.126 280540.89 280540.89 283243.980 4265381.126 324785.126 327488.212 324785.126 324785.126 280540.89
3 230520 305813.521 305813.521 264955.29 264955.29 267508.203 4027487.521 305813.521 308366.435 305813.521 305813.521 264955.29
4 216960 286841.916 286841.916 249369.68 249369.68 251772.427 3789593.916 286841.916 289244.659 286841.916 286841.916 249369.68
5 203400 267869.310 267869.310 233784.08 233784.08 236036.649 3551699.310 267869.310 270121.881 267869.310 267869.310 233784.08
6 189840 248897.705 248897.705 218198.47 218198.47 220300.873 3313805.705 248897.705 251000.105 248897.705 248897.705 218198.47
7 176280 229926.100 229926.100 202612.87 202612.87 204565.097 3075912.100 229926.100 231878.329 229926.100 229926.100 202612.87
8 162720 210954.495 210954.495 187027.26 187027.26 188829.320 2838018.495 210954.495 212756.552 210954.495 210954.495 187027.26
9 149160 191981.889 191981.889 171441.66 171441.66 173093.543 2600123.889 191981.889 193633.775 191981.889 191981.889 171441.66
10 135600 173010.284 173010.284 155856.05 155856.05 157357.766 2362230.284 173010.284 174511.998 173010.284 173010.284 155856.05
11 122040 154386.562 154386.562 140618.33 140618.33 141969.873 2124684.562 154386.562 155738.105 154386.562 154386.562 140618.33
12 108480 135067.074 135067.074 124684.84 124684.84 125886.213 1886443.074 135067.074 136268.445 135067.074 135067.074 124684.84
13 94920 116094.469 116094.469 109099.24 109099.24 110150.437 1648548.469 116094.469 117145.669 116094.469 116094.469 109099.24
14 81360 97122.863 97122.863 93513.63 93513.63 94414.660 1410654.863 97122.863 98023.892 97122.863 97122.863 93513.63
15 67800 78151.258 78151.258 77928.03 77928.03 78678.883 1172761.258 78151.258 78902.115 78151.258 78151.258 77928.03
16 54240 59179.653 59179.653 62342.42 62342.42 62943.107 934867.653 59179.653 59780.339 59179.653 59179.653 62342.42
17 40680 40207.048 40207.048 46756.82 46756.82 47207.330 696973.048 40207.048 40657.562 40207.048 40207.048 46756.82
18 27120 21235.442 21235.442 31171.21 31171.21 31471.553 459079.442 21235.442 21535.785 21235.442 21235.442 31171.21
19 13560 2263.837 2263.837 15585.61 15585.61 15735.776 221185.837 2263.837 2414.008 2263.837 2263.837 15585.61
20 0 -16707.768 -16707.768 0.00 0.00 0.000 -16707.768 -16707.768 -16707.768 -16707.768 -16707.768 0.00
GIRDER SHAPE & SPECIFICATION | PC - BULB TEE GIRDER
240
Bulb Tee Beam Beam Support Bulb Tee Beam Beam Support
Span Span
Spacing / fc' Weight Reaction (ton) Spacing / fc' Weight Reaction (ton)
(m) (m)
25 (cm / Mpa) (ton/pcs) Vdl Vll Vult (cm / Mpa) (ton/pcs) Vdl Vll Vult
220 35 250 / 40 159 101 545 1109 48 250 / 60 201 130 618 1275
36 250 / 40 162 103 551 1121 49 250 / 60 204 132 623 1288
37 250 / 40 165 105 557 1134 50 250 / 60 207 134 629 1301
38 250 / 40 168 108 562 1147 51 250 / 60 210 137 622 1292
39 250 / 40 172 110 568 1160 52 250 / 70 214 139 628 1306
120 40 250 / 40 175 112 573 1173 53 250 / 70 217 141 634 1319
41 250 / 50 178 114 579 1185 54 250 / 70 220 143 640 1332
PC Bulb Tee H- 42 250 / 50 181 117 584 1198 55 250 / 70 223 145 646 1346
220 43 250 / 50 185 119 590 1211 56 250 / 70 227 148 652 1359
44 250 / 50 188 121 595 1224 57 250 / 70 230 150 658 1373
Area : 12,925 cm2
45 250 / 50 191 123 601 1237 58 250 / 70 233 152 664 1386
Inertia : 90,106,159
cm4 46 250 / 60 194 125 606 1250 59 250 / 70 236 154 669 1400
47 250 / 60 197 128 612 1262 60 250 / 70 239 157 675 1413

Note : Based on bridge load refer to RSNI T-02-2005 and assume bridge cross section parameter using 150mm
toping slab and 50mm asphaltic layer.

SEGMENT SHAPE & DIMENSION | PC - BOX GIRDER


SPAN UP TO 50 m (HIGHWAY & LIGHT RAIL TRAIN)
10300

225

277

2600

200

4000

SPAN UP TO 100 m (HIGHWAY & LIGHT RAIL TRAIN)


13000
250

R625

3683 567 2955 567

477

5000

SPAN UP TO 40 m (RAILWAY BRIDGE - RM1921 LOAD)


10300

250

300 300

2400

250

4300

Detail Dimension of PC Box Girder

294
WIDTH OF SLAB THICKNESS OF SLAB WEB
HEIGHT NOTE
TOP BOTTOM TOP BOTTOM THICKNESS

Span by Span
2600 mm 10300 mm 4000 mm 225 mm 300 mm 277 mm External Stressing Span 40-50
m
Balance Cantilever
2500 - 3683 mm 13000 mm 5000 mm 225 mm 250 - 477 mm 567 mm External Stressing Span 50-100 m

Span by Span External


2400 mm 10300 mm 4300 mm 300 mm 250 mm 300 mm Stressing Span 30-40 m (Train)

Anda mungkin juga menyukai