Anda di halaman 1dari 22

PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK

DI STASIUN KADIPIRO

Disusun Oleh :
YULI SETIAWAN
NIM : 30602200281

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa modern saat ini pelayanan publik di setiap sektor yang prima
merupakan suatu keharusan, dengan pelayanan publik yang prima maka
konsumen atau pengguna jasa akan merasa puas. Hal tersebut juga berlaku pada
sektor transportasi utamanya kereta api. Semenjak tahun 2015 moda
transportasi utamanya kereta mulai berbenah, hal tersebut dapat dilihat dari
pelayanan kereta api yang mewajibkan setiap penumpang harus mendapatkan
tempat duduk. Pelayanan publik pada transportasi kereta api tidak terbatas saat
penumpang berada di atas kereta api namun pelayanan publik untuk
penumpang harus dimulai semenjak penumpang memasuki wilayah stasiun
keberengkatan hingga keluar dari wilayah stasiun tujuan.
Dengan pelayanan publik yang prima dapat memberikan rasa aman,
nyaman dan tenang pada penumpang yang menggunakan moda transportasi
kereta api. Dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui Direktorat
Jenderal Perkeretaapian sebagai regulator yang menaungi moda transportasi
kereta api mengatur standar pelayanan minimum. Melalui Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 63 tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum
Angkutan Orang Dengan Kereta Api dengan tujuan menjadi pedoman ataupun
patokan pelayanan publik pada moda transportasi kereta api yang harus
dipenuhi oleh badan usaha operator perkeretaapian baik badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian maupun badan usaha penyelenggaran
prasaran perkeretaapian di Indonesia.
Guna dapat memenuhi standar pelayanan minimum untuk angkutan
orang dengan kereta api, penggunaan energi listrik pada sektor transportasi
utamanya di fasilitas penunjang seperti stasiun saat ini merupakan hal yang
sangat penting. Namun penggunaan energi listrik tersebut harus tetap dihitung
sesuai kebutuhan untuk dapat mengefisiensikan energi yang digunakan.
Kementerian ESDM melalui Permen ESDM Nomor 14 tahun 2012 tentang
Manajemen Energi setiap penggunaan energi untuk dilakukan audit energi
guna mendapatkan evaluasi pemanfaatan energi dan idenstifikasi peluang
penghematan energi dalam rangka konversi energi.
Maka perlu dilakukan manajemen energi listrik pada moda transportasi
sesuai Permen ESDM Nomor 14 tahun 2012 namun tetap memenuhi standar
pelayanan minimum yang telah ditetapkan dalam Permenhub No 63 tahun
2019. Badan usaha dapat melakukan audit energi secara berkala dan sederhana
sesuai sebagaimana tertuang dalam ISO 50001-2018 tentang sistem manajem
energi yang efektif.

B. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan dari audit manajemen energi listrik pada stasiun Kadipiro
sebagai berikut :
a. Mengetahui kebutuhan listrik di stasiun Kadipiro;
b. Mengetahui peluang hemat energi di stasiun Kadipiro.
2. Adapun manfaat dari audit energi listrik pada stasiun Kadipiro sebagai
berikut :
a. Penerapan penghematan energi di stasiun Kadipiro;
b. Terpenuhinya standar pelayanan minimum di stasiun Kadipiro.

C. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan pada kegiatan audit manajemen energi meliputi
penghitungan peralatan yang membutuhkan energi listri, penghitungan
kebutuhan energi listrik di stasiun Kadipiro dengan menggunakan gambar
terlaksana pembangunan stasiun Kadipiro.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta Api


Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 tahun 2019, Standar
Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran minimum pelayanan yang harus
dipenuhi oleh penyedia layanan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
jasa, yang harus dilengkapi dengan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaiai kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyedia layanan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur
Sedangkan Perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri
atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan
dan prosedur penyelenggaran transportasi kereta api. Sehingga pelayanan
minimum angkutan orang dengan kereta api merupakan ukuran minimum
pelayanan yang harus dipenuhi penyedia layanan bagi pelayanan penumpang
kereta api dalam rangka pelayanan transportasi kereta api yang berkualitas, cepat,
mudah serta terjangkau.
SPM pelayanan angkutan orang dengan kereta api terdiri dari SPM di
stasiun kereta api dan SPM dalam perjalanan. SPM di stasiun kereta api merupakan
layanan penyedia yang harus diberikan kepada penumpang di wilayah stasiun baik
sebelum perjalanan maupun setelah perjalanan dengan menggunakan kereta api.
Sedangkan SPM dalam perjalanan adalah layanan penyedia yang kepada
penumpang selama dalam perjalanan menggunakan kereta api sehingga dapat
sampai dari tempat asal hingga tujuan sesuai pembelian layanan oleh penumpang.
SPM di stasiun kereta api dalam peraturan terkait disusun berdasarkan
pada kelas stasiun dan jumlah rata-rata penumpang yang dilayani. SPM di stasiun
kereta api paling sedikit harus mencakup keselamatan, kemanan, kehandalan,
kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan bagi penumpang kereta api selama berada
di wilayah stasiun.
Tabel 2.1 SPM Lampu Penerangan dan Pengatur Suhu di Stasiun

B. Manajemen Energi
Dalam Permen ESDM Nomor : 14 Tahun 2012 tentang Manajemen
Energi disebutkan bahwa manajemen energi merupakan suatu kegiatan terpadu
untuk mengendalikan konsumsi energi tercapai pemanfaat energi yang efektif dan
efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal melalui Tindakan teknis
secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi pemanfaatan energi
termasuk energi untuk proses produksi dan meminimalisasi konsumsi bahan baku
dan bahan pendukung. Pada peraturan tersebut ditulis juga bahwa pengguna
sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi dan/atau
energi kurang dari 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun untuk dapat
melaksanakan manajemen energi dan/atau melaksanakan penghematan energi.
Manajemen energi dapat dilakukan dengan melakukan menunjuk
manajer enegi, Menyusun program konservasi energi, melaksanakan audit energi
secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi dan melaporkan
pelaksanaan manajemen energi setiap tahun kepada Menteri, Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Konservasi energi merupakan kegiatan
untuk memelihara sumber energi melalui kebijakan pemilihan teknologi dan
pemanfaatan energi secara efisien untuk mewujudkan kemampuan penyediaan
energi. Program konservasi energi dapat dilakukan paling sedikit memuat rencana
yang akan dilakukan, target pencapaian, jenis dan konsumsi energi, langkah-
langkah konservasi energi serta jumlah produk yang dihasilkn atau jasa yang
diberikan.
Sedangkan audit energi adalah suatu proses evaluasi pemanfaatan
energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan
efisiensi pada pengguna sumber energi dan pengguna energi dalam rangka
konservasi energi. Audit energi dimaksud dapat dilaksanakan secara berkala
sekurang-kurangnya pada peralatan pemanfaat energi utama paling sedikit 1 (satu)
kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. Dalam pelaksanaan penghematan energi
dapat dilakukan melalui sistem tata udara, sistem tata cahaya, peralatan pendukung,
proses produksi; dan/atau peralatan pemanfaat energi utama. Dengan dilakukan
penghematan energi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta
meningkatkan efisiensi dan keuntungan bagi pengguna energi maupun penyedia
energi listrik.

C. Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan merupakan sistem yang berkaitan dengan tata
cahaya, sistem pencahayaan merupakan salah satu sistem yang vital pada
bangunan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kenyamanan, kualitas kerja serta
produktifitas bekerja. Sistem pencahayaan yang baik dilihat dari aspek kualitas,
kuantitas dan efisiensi penggunaan energi. Sistem pencahayaan sendiri dibagi
menjadi 2 yaitu sistem pencahayaan alami yang dimana memanfaatkan sinar
matahari atau cahaya alami, dan sistem pecahayaan buatan yang sumbernya
menggunakan perubahan dari energi lain sebagai sistem penerangan.
Pada sistem pencahayaan buatan telah ditetapkan dalam SNI 6197:2011
tentang Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan. Dalam penggunaan
pencahayaan buatan dapat memperhatikan temperature warna, tingkat
pencahayaan (iluminans) serta umur ekonomis dari peralatan pencahayaan
tersebut.
Tabel 2.2 Perbandingan efikasi luminous dari lampu yang umum

Adapun perhitungan tingkat pencahayaan diperoleh fluks luminous (lumens)


dengan luas permukaan yang disinari yang dinyatakan dalam satuan lux dengan
rumus sebagai berikut :

Erata-rata = ........................................................ (1)

FTotal = F1 x n................................................................................ (2)

Dimana:

Erata-rata = Tingkat pencahayaan rata-rata (lux)

FTotal = Fluks luminous total dari semua lampu yang menerangi (lumen)

Kp = Koefisien penggunaan

Kd = Koefisien depresiasi (penyusutan)

A = Luas bidang (m2)

F1 = Fluks Luminus satu buah lampu

n = jumlah lampu

D. Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Listrik


Intensitas Konsumsi Energi (IKE) adalah suatu besaran energi pada
suatu bangunan Gedung hasil dari perbandingan konsumsi energi total dengan luas
bangunan Gedung dalam satu bulan atau satu tahun. Jadi IKE merupakan suatu
acuan penggunaan energi yang digunakan pada suatu gedung ataupun bangunan.
Adapun perhitungan IKE dirumuskan sebagai berikut:
( )
IKE = ( )
.................................................. (3)

Ke = Konsumsi energi (kWh)


Lb = Luas bangunan (m2)
IKE = Intensitas Konsumsi Energi (kWh/m2/tahun)

Untuk menghitung penggunaan energi listrik yang digunakan perjam digunakan


rumus sebagai berikut:

W = P.t .... .................................................................................... (4)

P = V.I..... .................................................................................... (5)


Dimana :
W = Energi Listrik (kWh)
P = Daya Listrik (Watt)
T = Waktu (jam)

Pada pelaksanaan konservasi energi untuk menentukan nilai


penghematan energi dapat mengacu pada standar nilai IKE yang sudah ditetapkan
sesuai jenis bangunan dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.3 Standarisasi IKE pada Bangunan Gedung

Dalam pelaksanaan penghematana energi standar dibedakan lagi


menjadi bangunan dengan menggunakan AC dan bangunan tanpa menggunakan
AC sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kriteria IKE pada Bangunan Menggunakan AC
Kriteria Keterangan
a) Desain gedung sesuai standar tatacara
Sangat Efisien perencanaan teknis konservasi energi
(4,17 – 7,92) b)Pengoperasian peralatan energi
(kWh/m2/bulan) dilakukan dengan prinsip – prinsip
management energi
a) Pemeliharaan gedung dan peralatan
energi dilakukan sesuai prosedur
Efisien
b)Efisiensi penggunaan energi masih
(7,93 – 12,08)
mungkin ditingkatkan melalui
(kWh/m2/bulan)
penerapan sistem manajemen energi
terpadu
a) Penggunaan energi cukup efisien
melalui pemeliharaan bangunan dan
Cukup Efisien peralatan energi masih
(12,08 – 14,58) memungkinkan
(kWh/m2/bulan) b) Pengoperasian dan pemeliharaan
gedung belum mempertimbangkan
prinsip konservasi energi
a) Audit energi perlu dipertimbangkan
untuk menentukan perbaikan
Agak Boros efisiensi yang mungkin dilakukan
(14,58 – 19,17) b)Desain bangunan maupun
(kWh/m2/bulan) pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan
konservasi energi
Tabel 2.5 Kriteria IKE pada Bangunan Tidak Menggunakan AC
Kriteria Keterangan
a) Pengelolaan gedung dan peralatan
energi dilakukan dengan prinsip
konservasi energi listrik
Efisien b)Pemeliharaan peralatan energi
(0,84 – 1,67) dilakukan sesuai dengan prosedur
(kWh/m2/bulan) c) Efisiensi penggunaan energi masih
mungkin ditingkatkan melalui
penerapan sistem manajemen energi
terpadu
a) Penggunaan energi cukup efisien
namun masih memiliki peluang
Cukup Efisien
konservasi energi
(1,67 – 2,5)
b)Perbaikan efisiensi melalui
(kWh/m2/bulan)
pemeliharaan bangunan dan peralatan
energi masih dimungkinkan
a) Audit energi perlu dilakukan untuk
menentukan Langkah – langkah
perbaikan sehingga pemborosan
Boros
energi dapat dihindari
(2,5 – 3,34)
b)Desain bangunan maupun
(kWh/m2/bulan)
pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan
konservasi energi
a) Instalasi peralatan, desain
pengoperasian dan pemeliharaan
Sangat Boros
tidak mengacu pada penghematan
(3,34 – 4,17)
energi
(kWh/m2/bulan)
b)Agar dilakukan peninjauan ulang atas
semua instalasi/ peralatan energi serta
Kriteria Keterangan
penerapan manajemen energi dalam
pengelolaan bangunan
c) Audit energi adalah langkah awal
yang perlu dilakukan
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penulisan “PENINGKATAN
EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK DI STASIUN BANDARA
NYIA KULON PROGO” sebagai berikut :
A. Studi Literatur
Pada tahapan studi literatur dilakukan dengan mempelajari peraturan
dan literatur yang dapat menunjang dalam penyusunan, antara lain:
1. Peraturan terkait standar pelayanan minimum angkutan orang dengan kereta
api;
2. Literatur terkait manajemen energi baik peraturan yang menaungi, standar
dalam konservasi dan audit energi serta mempelajari Intensitas Konsumsi
Energi (IKE) terkait;

B. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan beberapa data yang akan digunakan
untuk mengetahui Intensitas Konsumsi Energi (IKE) sehingga dapat mengetahui
berapa kebutuhan energi serta potensi penghematan energi.
1. Melakukan pengumpulan data terkait bangunan stasiun bandara NYIA meliputi
denah bangunan, peralatan penerangan serta peralatan pengatur suhu yang
digunakan;
2. Mengumpulkan data terkait perjalanan kereta dari dan menuju stasiun bandara
NYIA dan rata-rata penumpang dalam 1 (satu) hari.

C. Langkah – Langkah Audit Energi Listrik


Adapun langkah yang akan digunakan pada audit peningkatan efisiensi
penggunaan energi listrik dapat dilihat dalam began alur sebagai berikut:
Gambar 4.1 Alur Audit Energi Listrik

D. Penentuan Strategi Penghematan Energi Listrik


Penghitungan energi listrik yang digunakan berdasarkan peralatan
penerangan dan pengatur suhu yang digunakan serta waktu lamanya penggunaan
masing-masing peralatan. Hasil penghitungan konsumsi energi listrik selanjutnya
ditindaklanjuti dengan perhitungan Intensitas Konsumsi Energi (IKE), besarnya
IKE terhitung dibandingkan dengan standar. Apabila hasil perhitungan sama atau
kurang dari target IKE maka kegiatan audit energi bisa berhenti ataupun dilanjut
dengan harapan dapat menghasilkan penghematan energi yang lebih dari saat ini.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Energi Listrik


Awal tahap untuk dapat mengetahui perhitungan energi listrik perlu
mengetahui luasan masing – masing ruangan serta peralatan yang digunakan di
stasiun Kadipiro.

Gambar 4.1 Denah Bangunan Stasiun Kadipiro

Gambar 4.2 Denah Instalasi Lampu Stasiun Kadipiro


Gambar 4.3 Denah Instalasi AC Stasiun Kadipiro

Setelah mendapatkan gambar terlaksana stasiun Kadipiro hal selanjut


yang dilakukan adalah menghitung luasan masing – masing ruang serta jumlah
peralatan yang digunakan dengan detail sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Ruangan Stasiun Kadipiro

Dimensi
No Nama Ruangan
P L Luas
(m) (m) (m2)
1 R. PPKA 4,8 9 43,2

2 Pantry 2,4 1,25 3

3 Toilet PPKA 2,4 1,5 3,6

2,4 2,4 5,76


4 R. Kepala Sta
2,4 4,25 10,2

5 Toilet KS 2,4 1,5 3,6

6 R. Kesehatan 4,8 3,65 17,52

7 R. Peralatan 4,8 3 14,4

8 R. Keamanan 4,2 3,65 15,33


Dimensi
No Nama Ruangan
P L Luas
(m) (m) (m2)
9 R. Kebersihan 4,2 3 12,6
R. Tunggu
10 18 5,45 98,1
Penumpang
11 Loket 4,2 3 12,6

12 R. Informasi 4,2 3 12,6

13 Boarding 4,8 3 14,4

14 Lobby 13,2 6 79,2

15 ATM Center 4,8 3 14,4

16 Lavatory 4,8 3 14,4

17 Cafetaria 4,8 3 14,4

18 Mushola 6,8 4,8 32,64

19 Toilet Difable 2 4,8 9,6

20 Toilet Pria 4,6 3 13,8

21 Toilet wanita 4,6 3,65 16,79

22 Selasar Selatan 11,4 1,8 20,52

23 Selasar Utara 12,6 1,8 22,68

Jumlah Luas Bangunan 505,34

Hal yang dilakukan selanjutnya setelah mengetahui luasan dari


bangunan stasiun kadipiro adalah mengetahui intensitas pencahayan pada bangunan
stasiun kadipiro untuk mengetahui apakah sudah memenuhi persyaratan SPM
bangunan stasiun.
Tabel 4.2 Data Peralatan Penerangan Stasiun Kadipiro

Peralatan
Nama
No
Ruangan Daya Lumen Kuat
Lampu
(18 watt/titik) (80/watt) Pencahayaan
1 R. PPKA 4 72 5.760 133,33

2 Pantry - 0 - -

3 Toilet PPKA 1 18 1.440 400,00

4 R. Kepala Sta 6 108 8.640 1.500,00

5 Toilet KS 1 18 1.440 400,00

6 R. Kesehatan 4 72 5.760 328,77

7 R. Peralatan 2 36 2.880 200,00

8 R. Keamanan 4 72 5.760 375,73

9 R. Kebersihan 2 36 2.880 228,57


R. Tunggu
10 6 108 8.640 88,07
Penumpang
11 Loket 2 36 2.880 228,57

12 R. Informasi 2 36 2.880 228,57

13 Boarding 6 108 8.640 600,00

14 Lobby 6 108 8.640 109,09

15 ATM Center 2 36 2.880 200,00

16 Lavatory 3 54 4.320 300,00

17 Cafetaria 2 36 2.880 200,00

18 Mushola 5 90 7.200 220,59

19 Toilet Difable 2 36 2.880 300,00


Peralatan
Nama
No
Ruangan Daya Lumen Kuat
Lampu
(18 watt/titik) (80/watt) Pencahayaan
20 Toilet Pria 5 90 7.200 521,74

21 Toilet wanita 4 72 5.760 343,06


Selasar
22 2 36 2.880 140,35
Selatan
23 Selasar Utara 3 54 4.320 190,48

Jumlah 74 1.332 106.560 210,87

Tabel 4.3 Data Peralatan Pengatur Suhu Stasiun Kadipiro

Peralatan
Nama
No
Ruangan Daya
AC Jumlah Daya Luas Ruangan
(watt/titik)
1 R. PPKA 2 1.200 2.400 43,2

2 R. Kepala Sta 1 1.200 1.200 15,96

3 R. Kesehatan 1 920 920 17,52

4 R. Keamanan 1 920 920 15,33

5 Loket 1 920 920 12,6

6 R. Informasi 1 920 920 12,6

Jumlah 7.280 117,21

Dari hasil perhitungan tersebut stasiun Kadipiro memiliki 74 titik lampu


penerangan dengan daya 1.332 watt dan telah memenuhi persyaratan minimum SPM
penerangan dengan intensitas cahaya 210 lux. Kebutuhan untuk alat penerangan dan
pengatur suhu membutuhkan daya 8.612 Watt. Setelah mengetahui jumlah peralatan yang
digunakan tahap selanjutnya adalah mencari penggunaan daya energi listrik dari peralatan-
peralatan tersebut dalam 1 hari.
Penggunaan pencahayaan buatan pada stasiun Kadipiro digunakan pada saat
malam hari hingga pagi hari pukul 18.00 – 05.00 WIB (11 jam penggunaan). Dari hal
tersebut dapat dihitung penggunaan energi listrik untuk penerangan dengan jumlah daya
peralatan penerangan dikalikan dengan durasi penggunaan.

Energi untuk penerangan:


E1 = 1.332 * 11 jam * 30 hari
E1 = 439,56 kWh

Energi untuk pengatur suhu


E2 = 7.280 * 24 jam *30 hari
E2 = 5.241,6 kWh

Intensitas Konsumsi Energi


( )
IKE = ( )

Intensitas Konsumsi Energi Ruangan Tanpa AC


,
IKE1 =
,

IKE1 = 0,869 kWh/m2/bulan

Intensitas Konsumsi Energi Ruangan Ber - AC


. ,
IKE2 =
,

IKE2 = 14,91

B. Pembahasan
Dari hasil perhitungan tersebut untuk IKE pada ruangan tanpa AC
sudah pada kategori efisien dengan nilai 0,869 kWh/m2/bulan, namun nilai IKE
pada ruangan ber-AC masih dalam kategori agak boros dengan nilai 14,91
kWh/m2/bulan. Dari hasil perhitungan tersebut di atas perlu dilakukannya
konservasi energi lebih lanjut untuk penghematan penggunaan energi listrik untuk
peralatan pengatur suhu ruangan agar tetap memenuhi standar SPM angkutan
penumpang dengan kereta serta memenuhi dalam kategori IKE efisien.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil perhitungan yang dilakukan di atas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai IKE pada ruangan tanpa AC dalam kategori efisien dengan nilai IKE
0,869 kWh/m2/bulan sedangkan ruangan ber-AC dalam kategori agak boros
dengan nilai IKE 14,91 kWh/m2/bulan.
2. Dalam pemenuhan Standar Pelayan Minimum Angkutan Orang Dengan Kereta
Api Stasiun Kadipiro telah memenuhi persyaratan dengan rata-rata tingkat
intensitas cahaya dengan pencahayaan buatan sebesar 210,87 lux dari standar
yaitu minim 200 lux, untuk pengaturan suhu dengan menggunakan 7 unit AC
split yang kapasitasnya disesuaikan dengan luasnya ruangan serta
memanfaatkan sirkulasi udara.

B. Rekomendasi
Dari hasil kesimpulan tersebut terdapat beberapa rekomendasi untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan daya listrik di Stasiun Kadipiro utamanya pada
penggunaan peralatan pendingin udara pada ruang ber-AC dapat menggunakan
pendingin udara “Low Watt” dan memaksimalkan sirkulasi udara alami.
Penggunaan solar sel juga dapat menjadi pertimbangan mengingat Stasiun
Kadipiro memiliki intesitas pencahayaan matahari yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Menteri ESDM. 2012. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi.
Jakarta. Kementerian ESDM.
Menteri Perhubungan. 2019. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor : PM 63 Tahun 2019 Tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang
Dengan Kereta Api. Jakarta. Kementerian Perhubungan.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6197-2000, Konservasi Energi Pada
Sistem Pencahayaan. Jakarta: BSN.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6196-2000, Prosedur Audit Energi Pada
Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.
Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 03-6575-2001, Tata Cara Perancangan
Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 6197:2011, Konservasi Energi Pada Sistem
Pencahayaan. Jakarta: BSN.
Prasetya, Yoga. 2014. Analisis Peningkatan Efisiensi Penggunaan Energi Listrik
Pada Sistem Pencahayaan dan Air Conditioning (AC) di Gedung Perpustakaan
Umum dan Arsip Daerah Kota Malang. Malang. Universitas Brawijaya.
Riyadi, Seno. 2017. Analisis Peningkatan Efisiensi Penggunaan Energi Listrik Pada
Sistem Pencahyaan dan Air Conditioning di Gedung Graha Mustika Ratu.
Jakarta. STTPLN.
Yuliantoro, Ardhi Dwi dkk. 2019. Analisa Konsumsi Energi Listrik Untuk
Penghematan Energi Listrik di Gedung Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan
Agung. Semarang. Unissula.
Widihastuti, Ida. 2023. Audit Energi. Semarang. Unissula

Anda mungkin juga menyukai