1
Tabel 0.1 – Matriks Prioritas Pemeliharaan Jalan
Prioritas
Program kerja tiga bulan dibuat berdasarkan program tahunan yang telah dibuat
sebelumnya. Program tersebut juga memuat jenis dan volume pekerjaan tiap bulannya
berdasarkan hasil survai tiga bulanan.
2
Setelah program kerja tiga bulanan tersebut disusun, maka dibuatkan jadwal kerja
yang memuat susunan kegiatan yang lengkap, dimana tertera semua kegiatan setiap
minggu selama waktu pelaksanaan yang dibuat dengan metode Bar Chart. Penjelasan
setiap item pekerjaan mencakup volume pekerjaan, waktu pelaksanaan, bobot setiap
penjelasan item pekerjaan terdiri dari: volume, biaya, dan bobot. Dalam jadwal kerja
tersebut disajikan Prestasi Rencana dan waktu pelaksanaan Prestasi Realisasi,
sehingga dengan demikian dapat dilihat kenajuan pelaksanaan.
Program kerja bulanan dibuat oleh masing-masing Mandor Jalan berdasarkan acuan
dari program kerja tiga bulanan. Program kerja ini kemudian diserahkan kepada
Koordinator Tim Pengelolaan Pemeliharaan Jalan untuk disinkronkan dengan
ketersediaan peralatan. Program kerja iini disiapkan satu bulan sebelumnya agar dapat
dipersiapkan pelaksanaan dengan baik.
Jenis konstruksi perkerasan beraspal yang umumnya dipakai pada jalan kabupaten
antara lain adalah Burtu/Burda, Lapen dan Aspal Beton. Pemilihan jenis konstruksi
perkerasan tersebut bergantung pada beberapa faktor, antara lain yaitu : Ketersediaan
bahan di daerah, Perbandingan biaya dan kualitas bahan alternatif, Jarak angkutan,
transportasi dan ketersediaan alat, dan metode konstruksi.
Perencanaan lapis tambah untuk jalan kabupaten dibedakan atas lalu lintas rendah
(yaitu jalan kabupaten yang tidak akan melebihi 1.000 kendaraan roda empat perhari),
dan lalu lintas jalan normal pada umumnya yaitu lalu lintas diatas 1.000 kendaraan
roda empat perhari.
Untuk lalu lintas rendah, perencanaan lapis tambah didasarkan pada Petunjuk
Perencanaan Perkerasan untuk Jalan Kabupaten (Bina Marga, 1986). Sedangkan
untuk lalu lintas normal atau lalu lintas pada umumnya, tergantung dari pada
ketersediaan data lapangan, dapat digunakan dengan:
3
6.2.1. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Rendah
Metode ini hanya digunakan untuk jalan kabupaten yang volume lalu lintas rendah,
yaitu yang memiliki Lalu Lintas Harian rata-rata (LHR) tidak lebih dari 1.000
kendaraan roda empat perhari.
• Pada umumnya, perencanaan tebal jalan dengan lalu lintas rendah tidak
memberikan ketebalan terlalu tinggi jika CBR tanah dasar ≤ 5%. Tetapi jika
kondisinya memungkinkan, CBR tanah dasar yang nilainya < 5% perlu
diperbaiki agar mencapai nilai yang ≥ 5%.
Dalam metode ini ada empat tahapankegiatan yang perlu dilakukan, yaitu :
Umur rencana yang disarankan untuk lalu lintas rendah pada jalan kabupaten
adalah 10 tahun untuk jalan aspal dan minimum 5 tahun untuk jalan kerikil.
Kekuatan tanah dasar ditentukan berdasarkan nilai CBR (California Bearing Ratio)
berdasarkan nilai CBR-nya, tanah dasar dikelompokan atas 5 seperti yang
ditunjukkan pada
4
Tabel 0.4. Untuk tanah dengan nilai CBR <2%, tanah sangat lunak, perlu
dilakukan perbaikan tanah sehingga tanah tersebut dapat digunakan sebagai tanah
dasar.
Tabel 0.3. Hubungan Komulatif Sumbu Standar Tunggal dengan Kelas Jalan
Penentuan tebal perkerasan untuk volume lalu lintas rendah ini yang dilakukan
secara praktis seperti ditunjukkan pada Tabel 0.5 dibawah ini, namun jika
dikehendaki, perencana dapat menghitung lebih teliti tebal perkerasan jalan
yang diperlukan sesuai dengan data yang tersedia. Metode yang sederhana ini
dikembangkan dari Metode Penentuan Tebal Perkerasan untuk Jalan Raya,
SNI 03-1732-1989 dan Metode desain perkerasan berdasarkan Road Note 31
UK, dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
5
• Untuk Kelas III A dan III B, umur rencana ditetapkan hanya
berpengaruh pada tebal LPB saja, sedang LPA dan LP adalah tetap.
UR = 10 tahun adalah:
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) dapat dipergunakan sepenuhnya,
untuk tanah dasar amat baik dan baik (CBR > 8%).
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) harus ditambah 3 cm, untuk tanah
dasar sedang, buruk dan amat buruk (CBR < 8%).
UR = 5 tahun adalah:
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) kecuali untuk keadaan tanah dasar
amat baik dan baik (CBR > 8%).
• Sedangkan untuk Kelas III C, jenis perkerasan ini adalah sub standar,
dengan umur rencana diperkirakan 5 tahun.
Gambar 0.1.Penilaian Nilai Struktur Sisa dari Perkerasan yang ada sebagai Sub Base
6
Tabel 0.5. Penentuan Tebal Perkerasan Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas Rendah
Keterangan:
• Jenis Lapisan Perkerasan:
LP berdasarkan Penetrasi Makadam (5 cm)
LPA berdasarkan batu pecah kelas C atau Pondasi Makadam (kering) dengan tebal 15 cm.
LPB berdasarkan sirtu kelas C
Jika dikendaki material perkerasan yang lain, ketebalan lapisan yang diperlukan harus dikonversikan
terhadap koefisien kekuatan relatif bahan yang bersangkutan. Lihat Tabel 0.6.
• Lapis Pelindung, tidak mempunyai nilai struktur dan dapat berupa: Burtu, Buras, dan Latasir.
• Penentuan tebal perkerasan dalam Tabel tersebut berdasarkan atas umur rencana:
5 tahun untuk keadaan tanah dasar dengan CBR antara 2% - 8%
10 tahun untuk keadaan tanah dasar dengan CBR antara > 8%
7
Tabel 0.6 – Koefisien Kekuatan Relatif dan Tebal Minimal Lapis Perkerasan
Koef. Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Tebal min Jenis Lapis Perkerasan
(cm)
a1 a2 a3 MS/kg Kt (kg/cm) CBR (%)
0.40 - - 744 - - 4
0.35 - - 590 - - Laston
0.32 - - 454 - -
0.30 - - 340 - -
- 0.24 - 340 - - 8
- 0.26 - 454 - - Laston Atas
- 0.28 - 590 - -
8
Gambar 0.2 – Penilaian Nilai Struktur Sisa dari Perkerasan yang ada sebagai Base
• Apabila tebal lapis perkerasan yang ada lebih besar/ kurang dari tebal nominal,
maka tebal sisa untuk lapis perkerasan tersebut (t) dihitung sebagai berikut:
t ada
t= x t yg didapat dari bacaan grafik
t nomial
(1)
• Apabila dari grafik didapat ketebalan sisa < 5 cm, maka disarankan untuk
diabaikan.
9
6.2.2. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Normal dengan Metode Analisa Komponen
Metode ini digunakan bila volume lalu lintas jalan kabupaten melebihi 1.000
kendaraan roda empat perhari. Pada metode ini, analisa dilakukan dengan
menggunakan data CBR tanah dasar lapangan yang kemudian akan dikonversikan
menjadi daya dukung tanah dasar.
Penentuan tebal perkerasan yang digunakan pada metode ini hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu
pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan batu-
batu besar (cara telford).
Dalam metode ini ada enam tahapankegiatan yang perlu dilakukan, yaitu :
Prosedur penentuan volume lalu lintas rencana untuk perhitungan overlay pada
metode ini ditunjukkan pada Gambar 0.3 .
Untuk jalan yang terdiri atas dua atau lebih, volume lalu lintas harus ditentukan
pada jalur rencana, yaitu salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas terbesar.
Jika jalan tersebut tidak memiliki tanda batas jalur (median), maka jumlah jalur
ditentukan berdasarkan dari lebar perkerasan seperti yang ditunjukkan pada Tabel
0.7. Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana tersebut ditentukan menurut Tabel 0.8.
10
Selection of Design Period
Volume lalu lintas yang didapat harus dikonversikan nilai ekuivalen beban standar.
Beban standar yand digunakan adalah beban standar sumbu tunggal seberat 8.2
ton. Sehingga untuk tingkat kerusakan akibat sumbu kendaraan baik yang lebih
ringan maupun lebih berat dari sumbu standar tersebut dinyatakan dalam angka
11
ekivalensi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 0.9 atau dapat juga dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
4
⎛ sin gleaxleload , kg ⎞
ESAsingle = ⎜ ⎟
⎝ 8160 ⎠
(2)
4
⎛ doubleaxleload , kg ⎞
ESA double= 0.086⎜ ⎟ (3)
⎝ 8160 ⎠
LEA = LEP * (1 + i)
UR
(5)
LEP + LEA
LET = (6)
2
Dimana :
j = Jenis kendaraan
Cj = Koefisien distribusi kendaraan ke j
Ej = Angka ekuivalen beban sumbu kendaraan ke j
i = Pertumbuhan lalu lintas
UR = Umur rencana jalan
12
Tabel 0.9 - Angka Ekivalensi (E) Beban Sumbu Kendaraan
Jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata sumbu tunggal seberat 8160 kg pada
lajur rencana yang terjadi selama umur rencana disebut Lintas Ekuivalen
Rencana (LER), yang dihitung dengan Persamaan 7 dan nilai inilah yang
selanjutnya digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan.
UR
LER = LET * (7)
10
13
b. Daya Dukung Tanah (DDT)
Daya dukung tanah ditentukan berdasarkan grafik korelasi antara DDT dengan
nilai CBR seperti yang ditunjukan pada Gambar 0.4 atau dengan
menggunakan Persamaan 8.
Guna perhitungan pelapisan tambah (overlay), maka nilai CBR yang digunakan
adalah CBR lapangan (SNI 03-1738-1989) Pengukuran CBR ini langsung
dilapangan pada musim hujan atau direndam. Cara lain dapat digunakan
dengan pengujian Dynamic Cone Penetrometer – DCP (SNI 03-2828-1992)
atau digunakan Group Indeks.
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar
dari masing-masing nilai CBR
14
Tabel 0.10 dibawah ini. Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti
persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari < 30 m) FR
dari tabel tersebut ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR
ditambah dengan 1,0.
15
Tabel 0.10 - Faktor Regional (R)
16
Tabel 0.12.
Adapun beberapa nilai IPt beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini:
IP= 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat.
IP= 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
IP= 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
(baik dan sedang)
IP=2,5 : adalah menyatakan permukaan yang masih cukup stabil dan baik.
Laston ≥4 ≤1
3.9 – 3.5 >1
Hot Rolled Asphalt (HRA) 3.9 – 3.5 ≤2
3.4 – 3.0 >2
Burtu 3.9 – 3.5 <2
Burda 3.4 – 3.0 <2
Lapen Makadam 3.4 – 3.0 ≤3
2.9 – 2.5 >3
Buras 2.9 – 2.5
Latasir 2.9 – 2.5
Jalan Tanah ≤ 2.4
Jalan Kerikil ≤ 2.4
17
e. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dan Penentuan Tebal Perkerasan
Karakteristik material yang akan digunakan sangat mempengaruhi tebal
lapisan yang akan menggunakan material tersebut. Satu lapisan pada stuktur
perkerasan biasanya dibuat dengan menggunakan satu jenis material. Banyak
jenis material yang dapat digunakan, material dengan kualitas yang lebih
rendah umumnya digunakan sebagai lapisan bawah, semakin rendah mutu
materail semakin bawah letaknya dari permukaan perkerasan jalan.
ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 (9)
dimana:
18
D1 ,D2 , D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm), masing-masing untuk
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
Lapis Permukaan
ITPoverlay
Ho = (10)
ao
dimana :
19
ITP kebutuhan dihitung berdasarkan perhitungan kebutuhan akan volume lalu
lintas rencana yang dihitung dengan menggunakan nomogram 1 sampai
nomogram 9
ITP eksisting diperkirakan dengan dikoreksi terhadap nilai kondisi yang ada pada
perkerasan tersebut dengan menggunakan Tabel 0.14.
1. Lapis Permukaan:
- Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur
roda
90 – 100%
- Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
tetap stabil
70 – 90%
- Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada
dasarnya masih menunjukkan kestabilan
- Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, 50 – 70%
menunjukan gejala tidak stabil
30 – 50%
20
Gambar 0.5 – Nomogram 1
21
Gambar 0.6 - Nomogram 2
22
Gambar 0.7 - Nomogram 3
23
Gambar 0.8 – Nomogram 4
24
Gambar 0.9 - Nomogram 5
25
Gambar 0.10 – Nomogram 6
26
Gambar 0.11 – Nomogram 7
27
Gambar 0.12 - Nomogram 8
28
Gambar 0.13 – Nomogram 9
29
6.2.3. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Normal dengan Metode Pengukuran Lendutan
Dalam metode ini, perencanaan tebal lapis tambah ditentukan brrdasarkan nilai lendutan
yang diukur dengan menggunakan alat Benkelman Beam. Perhitungan dengan metode
ini mengacu pada Manual Pemeriksaan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.
01/MN/B/1983. Parameter masukkan yang digunakan pada metode ini adalah antara
lain:
a. Lendutan representatif (lendutan balik) perkeran dari alat Benkelman Beam,
Temperatur perkerasan dan tebal perkerasan ekisting
b. Lalu lintas rencana
c. Ketebalan lapisan aspal pada perkerasan eksisting.
Pengukuran lendutan dengan Benkelman Beam ini dilakukan dengan interval 100 m.
Pada waktu pengukuran lendutan, dilakukan juga pengukuran temperatur udara dan
temperatur permukaan perkerasan, serta pengukuran tebal/ jenis lapis permukaan.
Tahapan perhitungan dengan metode ini digambarkan pada Gambar 0.14.
dimana:
30
Untuk menentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu segmen jalan (Dr),
dipergunakan rumus-rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan sebagai berikut:
S ta rt
C a r r y o u t D e f le c t io n
t e s t in g
C a lc u la t e R e b o u n d
D e f le c t io n
D e t e r m in e S e g m e n b a s e o n D e fle c tio n
U n if o r m ity
C a lc u la t e d w a k il
E s t im a te D e s ig n T r a f fic L o a d in g
C a lc u la te d ij in
d w a k il > d ij iin
Y N
N o O v e r la y
O v e r la y R e q u ir e d
R e q u ir e d
T h ic k n e s s o v e r la y
r e q u ir e d
S to p
Gambar 0.14 - Diagram Arus untuk Perhitungan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dgn
Metode Bina Marga
31
Gambar 0.15 – Faktor Penyesuaian untuk Koreksi Lendutan Balik Terhadap Temperatur Standar 35°C
32
Gambar 0.16 – Temperatur Udara Rata-rata selama 5 hari ditambah dengan temperatur lapis permukaan (°F)
33
b. Beban Lalu Lintas
Penentuan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
mobil penumpang
AE 18 KSAL = 365 x N x ∑ m x UE 18 KSAL
traktor − triler (14)
dimana :
Berdasarkan hasil AE 18 KSAL dari grafik hubungan antara lendutan balik yang diiznkan,
ditunjukan pada Gambar 0.17 dan Gambar 0.18, akan diperoleh lendutan balik yang
diizinkan (Da). Penggunaan kurva kritis ( y = 5,5942 e −0 , 2769 log x ) dipergunakan pada jalan
yang mempunyai lapis permukaan bukan Laston (fleksibilitas tinggi, kurang kedap air).
Sedangkan untuk kurva failure ( y = 8,6685 e −0, 2769 log X ) dipergunakan pada jalan yang
mempunyai lapis permukaan Laston (flesibilitas rendah, kedap air).
Untuk tebal lapisan tambahan (overlay) dibutuhkan bila lendutan balik yang diizinkan
lebih besar dari lendutan balik yang ada yang mewakili suatu segmen jalan ( Da > Dr ).
Berdasarkan lendutan yang ada (sebelum diberi lapisan tambah) dan grafik yang
ditunjukan pada Gambar 0.19, dapat ditentukan tebal lapisan tambahan.
Hasil dari perhitungan tebal overlay yang mewakili suatu segmen jalan tersebut
mempunyai batas minimal, yang tergantung dari pada butiran maksimum aggregat pada
campuran beraspal yang akan digunakan beton aspal Tebal minimal overlay dengan
Laston konvensional adalah adalah sebesar 40 mm.
34
Gambar 0.17 – Hubungan Lendutan Balik dengan Beban Lalu Lintas Standar (Kritis)
35
Gambar 0.18 – Hubungan Lendutan Balik yang diizinkan dengan Beban Lalu lintas Standar (Failure)
36
Gambar 0.19 – Hubungan Lendutan Sebelum dan Sesudah Lapis Tambahan
37
6.3. Perencanaan Biaya Pemeliharaan
Saat ini, Dalam hal perkiraan biaya untuk kegiatan pemeliharaan kabupaten
digunakan prosedur yang terdapat dalam Petunjuk Teknik Analisa dan Harga
Satuan Pekerjaan Jalan Kabupaten No.015/T/Bt/1995, yang dikenal dengan
Analisa K. Format tersebut dapat digunakan untuk perkiraan biaya operasional
dalam pemeliharaan jalan. Contoh Format Analisa K tersebut seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 0.20.
Bila ada kegiatan pekerjaan yang penentuan analisa harga tidak tersedia dalam
Analisa K tersebut maka penentuan analisa harga untuk pekerjaan tersebut
digunakan Panduan Analisa Harga Satuan yang diterbitkan oleh Bina Marga
sebagai standar untuk menentukan Perkiraan Teknik (Engineer’s Estimate) dan
Perkiraan Pemilik (Owner’s Estimate) untuk pekerjaan-pekerjaan jalan. Metode
perhitungan tersebut harus digunakan baik untuk pemeliharaan rutin,
pemeliharaan periodik, maupun pekerjaan darurat.
38
Gambar 0.20 – Contoh Format Analisa K
39
Jenis pekerjaan dan pembuatan anggaran
Metode operasi padat karya (labour based) atau padat alat (mechanical
based)
Sumber-sumber unit alat produksi (plant) dan peralatan
Lokasi proyek
Perkiraan biaya tahunan kegiatan ini dibuat berdasarkan hasil survai kondisi
permukaan jalan untuk masing-masing item pekerjaan tersebut yang dikalikan
dengan harga satuan masing-masing pekerjaan sehingga didapatkan biaya
pemeliharaan secara keseluruhan. Walaupun begitu, perkiraan biaya
40
pemeliharaan rutin lebih baik dilakukan dengan menetapkan item-item pekerjaan
secara terpisah dengan harga lumpsum yang berpedoman pada lembaran
analisa K800 – K 808. Contoh format tersebut seperti yang ditunjukkan pada
Formulir PK-1, atau Formulir PK-2 dan Formulir PK-3.
Kegiatan pemeliharaan darurat ini ditujukan untuk mengatasi kerusakan yang tidak
terduga baik yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan ataupun bencana alam.
Dalam banyak kasus, akibat dari bencana ini akan membutuhkan sumber daya yang
41
besar sekali agar ruas pada jaringan jalan yang ada dapat dipelihara agar dapat
terbuka sepanjang tahun.
Kegiatan pemeliharaan ini tidak dapat diperkirakan melalui evaluasi kondisi jalan
yang tiap tahun dilakukan dan tidak ada perencanaan khusus yang dapat dilakukan.
Namun, mengingat pentingnya kegiatan ini, maka untuk setiap tahunya dapat
dialokasikan porsi dana untuk mengantisipasi kegiatan ini. Jika tidak dapat
dialokasikan secara khusus, maka biaya penanganan pemeliharaan khusus ini dapat
dimasukan ke dalam biaya pemeliharan rutin, hanya sifatnya diluar rencana/
program.
42
DAFTAR PUSTAKA
Asphalt Institute (1967). Asphalt in Pavement Maintenance. Manual Series No.16 (MS-
16). The Asplat Institute, College Park, Maryland, USA.
Petunjuk Teknis Analisa Biaya dan Harga Satuan Pekerjaan Jalan Kabupaten
No.015/T/BT/1995, Bina Marga, Jakarta.
Richard Robinson (1998), Road Maintenance Management – Concept and System, The
University and the Swedish National Road Administration, United Kingdom.
TRRL (1987), Overseas Road Note 1, Maintenance Management for District Engineer,
Crowthorne Berkshire, UK.
TRRL (1987), Overseas Road Note 2, Maintenance Techniques for District Engineer,
Crowthorne Berkshire, UK.
United Nations Economic Commission for Africa (1982), Road Maintenance Handbook,
Practical Guidelines For Road Maintenance in Africa, Volume III Paved Road, Ministere
de la Cooperation et du Development, Paris.
43
MODUL – 6
PERENCANAAN KEGIATAN
PEMELIHARAAN
JALAN KABUPATEN
44
DAFTAR ISI
45
Tujuan Umum :
Agar para engineer di kabupaten dapat menyusun kegiatan pemeliharaan jalan
kabupaten dan membuat harga satuannya
Tujuan Khusus :
Agar para engineer di kabupaten dapat dan merencanakan jenis kegiatan pemeliharaan
jalan yang perlu dilakukan dan dapat merencanakan tebal lapis ulang yang diperlukan.
46
47