Anda di halaman 1dari 47

MODUL - 6

PERENCANAAN KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN

Pekerjaan pemeliharaan perlu direncanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan


yang berlaku agar dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan dari pekerjaan
pemeliharaan tersebut. Pada prinsipnya ada dua kegiatan yang dilakukan pada
perencanaan pemeliharaan, yaitu perencanaan kegiatan pemeliaharaan rutin dan
perencanaan kegiatan pelapisan tambah (overlay).

6.1 Perencanaan Kegiatan Pemeliharaan Rutin

Kegiatan yang dilakukan pada perencanaan pemeliharaan rutin adalah membuat


program kerja kegiatan pemeliharaan jalan. Program ini dibuat berdasarkan hasil
survai kondisi jalan dan dibedakan atas: Program Kerja Tahunan, Program Kerja
Tiga Bulanan dan Program Kerja Bulanan.

Program kerja tahunan berisikan berisikan program kerja tahunan pemeliharaan


yang mengalokasikan kegiatan pemeliaraan untuk tiap-tiap ruas jalan yang harus
dipelihara sesuai dengan prioritasnya. Pembuatan Program kerja ini adalah Tim
Pengelolaan Pemeliharaan Jalan Kabupaten. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam membuat Program kerja tahunan adalah sebagai berikut:

a. Prioritas pekerjaan : Ruas jalan yang diprioritaskan untuk dipelihara dapat


disusun berdasarkan Tabel B.1.

b. Program Pengoperasian Peralatan; Program ini sangat berguna untuk


mencegah pemakaian yang tumpang tindih antara satu ruas dengan ruas yang
lainnya yang saling membutuhkan peralatan yang sama..

c. Program pengadaan bahan. Program ini sangat penting untuk persiapan


pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan rutin. Program ini bertujuan juga untuk
penyediaan dana untuk biaya bahan.

1
Tabel 0.1 – Matriks Prioritas Pemeliharaan Jalan

Prioritas

Peringkat Kegiatan Pemeliharaan Kategori Lalu Lintas*

LL-1 LL-2 LL-3 LL-4 LL-5 LL-6 LL-7 LL-8

Pekerjaan Darurat (Emergency works) 1 7 8 9 10 11 12 13

Pekerjaan Pemeliharaan Drainase (Cyclic drainage


2 14 15 16 17 18 19 20
work)

Pekerjaan Perbaikan Kerusakan Perkerasan


3 21 24 27 30 33 36 39
(Reactive works on pavement)

Pekerjaan Pelaburan Ulang dan Pencegahan secara


4 22 25 28 31 34 37 40
periodik (Periodic preventive and resurfacing work)

Pekerjaan Pengendalian Tanaman dan


Pembersihan Jalan/ Bangun Pelengkap Jalan (Other 5 23 26 29 32 35 38 41
cyclic and reactive works)

Overlay secara periodik dan Rehabilitasi Perkerasan


Jalan (Periodic overlay and pavement 6 42 43 44 45 46 47 48
reconstruction)
Catatan : Lihat Tabel B.2
Tabel 0.2 – Kategori Lalu Lintas

Kategori Lalu lintas LHR Jenis Perkerasan

LL-1 Jalan Strategis Diperkeras


LL-2 > 1.000 Diperkeras
LL-3 500 – 1.000 Diperkeras
LL-4 200 – 500 Diperkeras
LL-5 > 200 Tidak Diperkeras
LL-6 < 200 Diperkeras
LL-7 50 – 200 Tidak Diperkeras
LL-8 < 50 Tidak Diperkeras

Program kerja tiga bulan dibuat berdasarkan program tahunan yang telah dibuat
sebelumnya. Program tersebut juga memuat jenis dan volume pekerjaan tiap bulannya
berdasarkan hasil survai tiga bulanan.

2
Setelah program kerja tiga bulanan tersebut disusun, maka dibuatkan jadwal kerja
yang memuat susunan kegiatan yang lengkap, dimana tertera semua kegiatan setiap
minggu selama waktu pelaksanaan yang dibuat dengan metode Bar Chart. Penjelasan
setiap item pekerjaan mencakup volume pekerjaan, waktu pelaksanaan, bobot setiap
penjelasan item pekerjaan terdiri dari: volume, biaya, dan bobot. Dalam jadwal kerja
tersebut disajikan Prestasi Rencana dan waktu pelaksanaan Prestasi Realisasi,
sehingga dengan demikian dapat dilihat kenajuan pelaksanaan.

Program kerja bulanan dibuat oleh masing-masing Mandor Jalan berdasarkan acuan
dari program kerja tiga bulanan. Program kerja ini kemudian diserahkan kepada
Koordinator Tim Pengelolaan Pemeliharaan Jalan untuk disinkronkan dengan
ketersediaan peralatan. Program kerja iini disiapkan satu bulan sebelumnya agar dapat
dipersiapkan pelaksanaan dengan baik.

6.2 Perencanaan Kegiatan Lapis Tambahan (Overlay)

Jenis konstruksi perkerasan beraspal yang umumnya dipakai pada jalan kabupaten
antara lain adalah Burtu/Burda, Lapen dan Aspal Beton. Pemilihan jenis konstruksi
perkerasan tersebut bergantung pada beberapa faktor, antara lain yaitu : Ketersediaan
bahan di daerah, Perbandingan biaya dan kualitas bahan alternatif, Jarak angkutan,
transportasi dan ketersediaan alat, dan metode konstruksi.

Perencanaan lapis tambah untuk jalan kabupaten dibedakan atas lalu lintas rendah
(yaitu jalan kabupaten yang tidak akan melebihi 1.000 kendaraan roda empat perhari),
dan lalu lintas jalan normal pada umumnya yaitu lalu lintas diatas 1.000 kendaraan
roda empat perhari.

Untuk lalu lintas rendah, perencanaan lapis tambah didasarkan pada Petunjuk
Perencanaan Perkerasan untuk Jalan Kabupaten (Bina Marga, 1986). Sedangkan
untuk lalu lintas normal atau lalu lintas pada umumnya, tergantung dari pada
ketersediaan data lapangan, dapat digunakan dengan:

a. Metode Analisa Komponen berdasarkan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan


Lentur Jalan Raya (SNI 03-1732-1989)

b. Metode Pengukuran Lendutan dengan menggunakan alat Benkelman Beam (SNI


03-2416-1991) atau Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat
Benkelman Beam (Direktorat Jenderal Bina Marga No. 01/MN/B1983).

3
6.2.1. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Rendah

Metode ini hanya digunakan untuk jalan kabupaten yang volume lalu lintas rendah,
yaitu yang memiliki Lalu Lintas Harian rata-rata (LHR) tidak lebih dari 1.000
kendaraan roda empat perhari.

Ketentuan-ketentuan dasar yang digunakan pada metode ini adalah sebagai


berikut:

• Pada umumnya, perencanaan tebal jalan dengan lalu lintas rendah tidak
memberikan ketebalan terlalu tinggi jika CBR tanah dasar ≤ 5%. Tetapi jika
kondisinya memungkinkan, CBR tanah dasar yang nilainya < 5% perlu
diperbaiki agar mencapai nilai yang ≥ 5%.

• Tebal lapisan perkerasan LPA ditetapkan 15 cm.

Dalam metode ini ada empat tahapankegiatan yang perlu dilakukan, yaitu :

a. Penentuan Umur Rencana dan Volume lalu Lintas

b. Daya Dukung Tanah dasar

c. Penentuan Tebal Perkerasan

d. Penentuan Tebal Lapis Tambah

a. Penentuan Umur Rencana dan Volume lalu Lintas

Umur rencana yang disarankan untuk lalu lintas rendah pada jalan kabupaten
adalah 10 tahun untuk jalan aspal dan minimum 5 tahun untuk jalan kerikil.

Jumlah beban komulatif sumbu standar tunggal dapat didekati dengan


perkiraan kelas jalan. Hubungan kumulatif standar sumbu tunggal dengan
kelas jalan dan jenis penangannya, untuk 5 tahun mendatang seperti yang
ditunjukan pada Tabel 0.3.

b. Daya Dukung Tanah dasar

Kekuatan tanah dasar ditentukan berdasarkan nilai CBR (California Bearing Ratio)
berdasarkan nilai CBR-nya, tanah dasar dikelompokan atas 5 seperti yang
ditunjukkan pada

4
Tabel 0.4. Untuk tanah dengan nilai CBR <2%, tanah sangat lunak, perlu
dilakukan perbaikan tanah sehingga tanah tersebut dapat digunakan sebagai tanah
dasar.

Tabel 0.3. Hubungan Komulatif Sumbu Standar Tunggal dengan Kelas Jalan

LHR/Kend/Jalur Lebar Perkerasan (m)


Kelas Penanganan
103 Maks Min

III A 1.000 – 500 6.0 4.5 Aspal


III B-1 500 – 200 4.5 3.5 Aspal
III B-2 200 – 50 3.5 3.5 Kerikil
III C < 50 3.5 3.0 Kerikil

Tabel 0.4 – Pengelompokkan Tanah Dasar

No. Tanah Dasar Nilai CBR


1. Amat Baik > 24 %
2. Baik 8 % - 24 %
3. Sedang 5%-8%
4. Buruk 3%-5%
5. Amat Buruk 2%-3%

c. Penentuan Tebal Perkerasan

Penentuan tebal perkerasan untuk volume lalu lintas rendah ini yang dilakukan
secara praktis seperti ditunjukkan pada Tabel 0.5 dibawah ini, namun jika
dikehendaki, perencana dapat menghitung lebih teliti tebal perkerasan jalan
yang diperlukan sesuai dengan data yang tersedia. Metode yang sederhana ini
dikembangkan dari Metode Penentuan Tebal Perkerasan untuk Jalan Raya,
SNI 03-1732-1989 dan Metode desain perkerasan berdasarkan Road Note 31
UK, dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

• Tabel tersebut dipergunakan jika tidak dilakukan perbaikan tanah


dasar.

5
• Untuk Kelas III A dan III B, umur rencana ditetapkan hanya
berpengaruh pada tebal LPB saja, sedang LPA dan LP adalah tetap.

UR = 10 tahun adalah:
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) dapat dipergunakan sepenuhnya,
untuk tanah dasar amat baik dan baik (CBR > 8%).
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) harus ditambah 3 cm, untuk tanah
dasar sedang, buruk dan amat buruk (CBR < 8%).

UR = 5 tahun adalah:
- Tebal LPB (pada Tabel 0.5) kecuali untuk keadaan tanah dasar
amat baik dan baik (CBR > 8%).

• Sedangkan untuk Kelas III C, jenis perkerasan ini adalah sub standar,
dengan umur rencana diperkirakan 5 tahun.

d. Penentuan Tebal Lapis Tambah (Overlay)


Penentuan tebal lapisan tambah, dilakukan berdasarkan kebutuhan lapisan
perkerasan yang telah dihitung pada Tabel B.5 tetapi nilai ini harus dikoreksi
dengan hasil penilaian struktur sisa dari perkerasan yang ada yang dihitung
dengan menggunakan Gambar 0.1 dan Gambar 0.2.

Gambar 0.1.Penilaian Nilai Struktur Sisa dari Perkerasan yang ada sebagai Sub Base

6
Tabel 0.5. Penentuan Tebal Perkerasan Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas Rendah

Kelas Jalan dan Perkiraan Jumlah Komulatif Standar


CBR
Lapis Sumbu Tunggal untuk Satu Jalur
Tanah Dasar Perkerasan III A III B 1 III B 2 III C
(Subgrade)
> 500 200 – 500 50 – 200 < 50
(LHR) (LHR) (LHR) (LHR)
Amat Baik LP 5 5 Lap. Lap.
Pelindung Pelindung
> 24% LPA 15 15
15 10
LPB - -
- -

Baik LP 5 5 Lap. Lap.


Pelindung Pelindung
8% - 24% LPA 15 15
15 10
LPB 10 10
10 -

Sedang LP 5 5 Lap. Lap.


Pelindung Pelindung
5% - 8% LPA 15 15
15 10
LPB 20 18
18 10

Buruk LP 5 5 Lap. Lap.


Pelindung Pelindung
3% - 5% LPA 15 15
15 10
LPB 32 30
30 20

Amat Buruk LP 5 5 Lap. Lap.


Pelindung Pelindung
2% - 3% LPA 15 15
15 10
LPB 43 40
40 30
Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Jalan Kabupaten, Bina Marga 1986

Keterangan:
• Jenis Lapisan Perkerasan:
LP berdasarkan Penetrasi Makadam (5 cm)
LPA berdasarkan batu pecah kelas C atau Pondasi Makadam (kering) dengan tebal 15 cm.
LPB berdasarkan sirtu kelas C
Jika dikendaki material perkerasan yang lain, ketebalan lapisan yang diperlukan harus dikonversikan
terhadap koefisien kekuatan relatif bahan yang bersangkutan. Lihat Tabel 0.6.
• Lapis Pelindung, tidak mempunyai nilai struktur dan dapat berupa: Burtu, Buras, dan Latasir.
• Penentuan tebal perkerasan dalam Tabel tersebut berdasarkan atas umur rencana:
5 tahun untuk keadaan tanah dasar dengan CBR antara 2% - 8%
10 tahun untuk keadaan tanah dasar dengan CBR antara > 8%

7
Tabel 0.6 – Koefisien Kekuatan Relatif dan Tebal Minimal Lapis Perkerasan

Koef. Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan Tebal min Jenis Lapis Perkerasan
(cm)
a1 a2 a3 MS/kg Kt (kg/cm) CBR (%)

0.25 - - - - - 5 Lapen (mekanis)


0.20 - - - - - Lapen (manual)

0.40 - - 744 - - 4
0.35 - - 590 - - Laston
0.32 - - 454 - -
0.30 - - 340 - -

- 0.24 - 340 - - 8
- 0.26 - 454 - - Laston Atas
- 0.28 - 590 - -

- 0.13 - - 18 - 14 Stabilisasi tanah dgn


Semen
- 0.15 - - 22 -

- 0.13 - - 18 - 14 Stabilisasi tanah dgn


Kapur
- 0.15 - - 22 -

- 0.14 - - - 100 14 Pondasi makadam


(basah)
Pondasi makadam
- 0.12 - - - 60 15
(kering)

- 0.14 - - - 100 13 Batu Pecah Kls A


- 0.13 - - - 80 14 Batu Pecah Kls B
- 0.12 - - - 60 15 Batu Pecah Kls C

- - 0.13 - - 70 10 Sirtu/ pitran Kls A


- - 0.12 - - 50 Sirtu/ pitran Kls B
- - 0.11 - - 30 Sirtu/ pitran Kls C

8
Gambar 0.2 – Penilaian Nilai Struktur Sisa dari Perkerasan yang ada sebagai Base

Keterangan penggunaan grafik:

• Kondisi : B = Baik; S = Sedang; R = Rusak; dan RB = Rusak Berat.

• Tebal nominal untuk masing-masing lapis perkerasan adalah sbb:


- Telford = 15 cm
- Makadam kering/ basah = 10 cm
- Penetrasi Makadam = 5 cm
- Kerikil = 10 cm

• Apabila tebal lapis perkerasan yang ada lebih besar/ kurang dari tebal nominal,
maka tebal sisa untuk lapis perkerasan tersebut (t) dihitung sebagai berikut:

t ada
t= x t yg didapat dari bacaan grafik
t nomial
(1)

• Apabila dari grafik didapat ketebalan sisa < 5 cm, maka disarankan untuk
diabaikan.

• Pemilihan penggunaan grafik subbase/ base disesuaikan dengan kebutuhan


Tabel 0.5.

9
6.2.2. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Normal dengan Metode Analisa Komponen
Metode ini digunakan bila volume lalu lintas jalan kabupaten melebihi 1.000
kendaraan roda empat perhari. Pada metode ini, analisa dilakukan dengan
menggunakan data CBR tanah dasar lapangan yang kemudian akan dikonversikan
menjadi daya dukung tanah dasar.

Penentuan tebal perkerasan yang digunakan pada metode ini hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu
pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan batu-
batu besar (cara telford).

Dalam metode ini ada enam tahapankegiatan yang perlu dilakukan, yaitu :

a. Penentuan Umur Rencana dan Volume lalu Lintas

b. Daya Dukung Tanah Dasar

c. Penentuan Faktor Regional

d. Penentuan Indeks Permukaan

e. Penentuan Koefisien Kekuatan Relatif dan Penentuan Tebal


Perkerasan

f. Penentuan Tebal Lapis Tambah

a. Penentuan Umur Rencana dan Volume lalu Lintas

Prosedur penentuan volume lalu lintas rencana untuk perhitungan overlay pada
metode ini ditunjukkan pada Gambar 0.3 .

Untuk jalan yang terdiri atas dua atau lebih, volume lalu lintas harus ditentukan
pada jalur rencana, yaitu salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas terbesar.

Jika jalan tersebut tidak memiliki tanda batas jalur (median), maka jumlah jalur
ditentukan berdasarkan dari lebar perkerasan seperti yang ditunjukkan pada Tabel
0.7. Koefisien distribusi kendaraan untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana tersebut ditentukan menurut Tabel 0.8.

10
Selection of Design Period

Estimation of Traffic Growth Rate Estimation of


over Design Period Initial Traffic

Calculating of Total Traffic Loading


over Design Period

Gambar 0.3 – Prosedur Penentuan Lalu Lintas Rencana

Tabel 0.7 – Jumlah Jalur berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n)

L < 5.50 m 1 jalur

5.50 m ≤ L < 8.25 m 2 jalur

8.25 m ≤ L < 11.25 3 jalur

Tabel 0.8 – Koefisien Distribusi Kendaraan pd Jalur Rencana

Kend. Ringan* Kend. Berat**


Jumlah Jalur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 1.00 1.00 1.00 1.00

2 0.60 0.50 0.70 0.50

3 0.40 0.40 0.50 0.475


*) Berat Total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) Berat Total ≥ 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.

Volume lalu lintas yang didapat harus dikonversikan nilai ekuivalen beban standar.
Beban standar yand digunakan adalah beban standar sumbu tunggal seberat 8.2
ton. Sehingga untuk tingkat kerusakan akibat sumbu kendaraan baik yang lebih
ringan maupun lebih berat dari sumbu standar tersebut dinyatakan dalam angka

11
ekivalensi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 0.9 atau dapat juga dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

- Angka ekivalensi sumbu tunggal:

4
⎛ sin gleaxleload , kg ⎞
ESAsingle = ⎜ ⎟
⎝ 8160 ⎠
(2)

- Angka ekivalensi sumbu ganda:

4
⎛ doubleaxleload , kg ⎞
ESA double= 0.086⎜ ⎟ (3)
⎝ 8160 ⎠

Volume lalu lintas yang digunakan langsung dalam perencanaan tebal


perkerasan adalah Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), Lintas Ekuivalen Akhir
(LEA) dan Linstas Ekuivalen tengah (LET). LEP dan LEA merupakan jumlah
lintas ekuivalen harian rata-rata sumbu tunggal seberat 8160 kg pada lajur
rencana yang masing-masing terjadi pada permulaan dan akhir umur rencana.
LET adalah nilai rata-rata LEP dan LEA. LEP, LEA dan LET dihitung dengan
rumus :
n
LEP = Σ LHR j * C j * E j (42)
j =1

LEA = LEP * (1 + i)
UR
(5)

LEP + LEA
LET = (6)
2
Dimana :
j = Jenis kendaraan
Cj = Koefisien distribusi kendaraan ke j
Ej = Angka ekuivalen beban sumbu kendaraan ke j
i = Pertumbuhan lalu lintas
UR = Umur rencana jalan

12
Tabel 0.9 - Angka Ekivalensi (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Engka Ekivalensi


Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000 2205 0.0002 -

2000 4409 0.0036 0.0003

3000 6614 0.0183 0.0016

4000 8818 0.0577 0.0050

5000 11023 0.1410 0.0121

6000 13228 0.2923 0.0251

7000 15432 0.5415 0.0466

8000 17637 0.9238 0.0794

8160 18000 1.0000 0.0860

9000 19841 1.4798 0.1273

10000 22046 2.2555 0.1940

11000 24251 3.3022 0.2840

12000 26455 4.6770 0.4022

13000 28660 6.4419 0.5540

14000 30864 8.6647 0.7452

15000 33069 11.4184 0.9820

16000 35276 14.7815 1.2712


Sumber: SNI 03-1732-1989

Jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata sumbu tunggal seberat 8160 kg pada
lajur rencana yang terjadi selama umur rencana disebut Lintas Ekuivalen
Rencana (LER), yang dihitung dengan Persamaan 7 dan nilai inilah yang
selanjutnya digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan.

UR
LER = LET * (7)
10

13
b. Daya Dukung Tanah (DDT)
Daya dukung tanah ditentukan berdasarkan grafik korelasi antara DDT dengan
nilai CBR seperti yang ditunjukan pada Gambar 0.4 atau dengan
menggunakan Persamaan 8.

DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7 (8)

Guna perhitungan pelapisan tambah (overlay), maka nilai CBR yang digunakan
adalah CBR lapangan (SNI 03-1738-1989) Pengukuran CBR ini langsung
dilapangan pada musim hujan atau direndam. Cara lain dapat digunakan
dengan pengujian Dynamic Cone Penetrometer – DCP (SNI 03-2828-1992)
atau digunakan Group Indeks.

Segmentasi ruas jalan berdasarkan hasil pengukuran sejumlah harga CBR


yang mewakili untuk segmen tersebut, ditentukan sebagai berikut:

a. Tentukan harga CBR terendah

b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar
dari masing-masing nilai CBR

c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah


lainnya merupakan presentase dari 100%.

d. Dibuat grafik hubungan antara CBR dan presentasi jumlah tadi.

e. Nilai CBR yang mewakili adalah didapat dari angka presentase


90%.

c. Penentuan Faktor Regional (FR)

Dalam metode perencanaan ini, kondisi daerah setempat dimana jalan


tersebut dibangun juga dipertimbangkan dalam perencanaan. Keadaan
kondisi daerah setempat ini diakomodasikan dalam suatu faktor yang
disebut dengan Faktor Regional (FR). Perbedaan FR suatu daerah
dengan daerah lainnya terutama disebabkan karena kondisi curah hujan
(dinyatakan dalam intensitas curah hujan mm/tahun), kelandaian jalan,
persentase kendaraan berat dan pertimbangan teknis lainnya. Besarnya
nilai FR yang dipergunakan di Indonesia seperti yang ditunjukkan dalam

14
Tabel 0.10 dibawah ini. Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti
persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari < 30 m) FR
dari tabel tersebut ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR
ditambah dengan 1,0.

Gambar 0.4 – Korelasi DDT dengan CBR dan Group Indeks

15
Tabel 0.10 - Faktor Regional (R)

Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian I


(< 6%) (6% - 10%) (> 10%)
% Kend. Berat % Kend. Berat % Kend. Berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I
0.5 1.0 – 1.5 1.0 1.5 – 2.0 1.5 2.0 – 2.5
< 900 mm/th
Iklim II
1.5 2.0 – 2.5 2.0 2.5 – 3.0 2.5 3.0 – 3.5
> 900 mm/th
Sumber: SNI 03-1732-1989

d. Penentuan Indeks Permukaan (IP)


Dalam metode perencanaan Bina Marga, kondisi awal dan akhir jalan pada
saat selesai konstruksi dan pada akhir umur rencananya dinyatakan dalam
Indeks Permukaan (IP). Nilai IP adalah nilai yang semi objektif karena di
satu pihak nilai IP adalah nilai deskriptif menurut penilaian secara umum
dari pemakai jalan terhadap kenyamanan jalan yang dirasakan, tetapi di
lain pihak nilai IP dapat dihitung berdasarkan data kerusakan jalan. Dalam
perencanaan tebal perkerasan dikenal dua macam IP, yaitu Indeks
Permukaan Awal (IPo) dan Indeks Permukaan Akhir (IPt). Kondisi
permukaan jalan yang diharapkan pada saat jalan dibuka dinyatakan
sebagai Indeks Permukaan Awal (IPo). Indeks ini tergantung pada jenis
perkerasan yang digunakan sebagai lapis permukaan jalan. IPo diperoleh
dari hasil pengamatan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada
permukaan jalan tersebut, antara lain adalah lubang, alur, retak dan lain
sebagainya. Untuk perkerasan beraspal, nilai ini dapat pula diperoleh dari
hasil pengukuran kerataan permukaan jalan (Roughness) yang dinyatakan
dengan nilai IRI (International Roughness Index). Indeks Permukaan Akhir
(IPt) adalah kondisi akhir permukaan jalan setelah dilewati kendaraan
selama umur rencananya. Nilai IPo untuk berbagai jenis lapis perkerasan
yang biasanya digunakan sebagai lapis permukaan jalan seperti yang
diberikan dalam Tabel 0.11. Sedangkan dalam menentukan indeks
permukaan pada awal umur rencana (IPo) yang perlu diperhatikan adalah
jenis lapis permukaan jalan (kerataan/ kehalusan) pada awal umur rencana
seperti yang ditunjukan pada

16
Tabel 0.12.

Tabel 0.11 – Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Lintas EkivaJalanlen Rencana Klasifikasi


(LER)
Lokal Kolektor

< 10 1.0 – 1.5 1.5

10 – 100 1.5 1.5 -2.0

100 – 1.000 1.5 – 2.0 2.0

> 1.000 - 2.0 -2.5

Adapun beberapa nilai IPt beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini:
IP= 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat.
IP= 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
IP= 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
(baik dan sedang)
IP=2,5 : adalah menyatakan permukaan yang masih cukup stabil dan baik.

Tabel 0.12 – Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness (m/km)

Laston ≥4 ≤1
3.9 – 3.5 >1
Hot Rolled Asphalt (HRA) 3.9 – 3.5 ≤2
3.4 – 3.0 >2
Burtu 3.9 – 3.5 <2
Burda 3.4 – 3.0 <2
Lapen Makadam 3.4 – 3.0 ≤3
2.9 – 2.5 >3
Buras 2.9 – 2.5
Latasir 2.9 – 2.5
Jalan Tanah ≤ 2.4
Jalan Kerikil ≤ 2.4

17
e. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dan Penentuan Tebal Perkerasan
Karakteristik material yang akan digunakan sangat mempengaruhi tebal
lapisan yang akan menggunakan material tersebut. Satu lapisan pada stuktur
perkerasan biasanya dibuat dengan menggunakan satu jenis material. Banyak
jenis material yang dapat digunakan, material dengan kualitas yang lebih
rendah umumnya digunakan sebagai lapisan bawah, semakin rendah mutu
materail semakin bawah letaknya dari permukaan perkerasan jalan.

Jenis dan kualitas material yang digunakan untuk masing-masing lapis


perkerasan, akan menentukan nilai Koefisien Kekuatan Relatif (a) yang
digunakan untuk menentukan tebal dari lapisan tersebut. Kekuatan relatif
suatu material merupakan suatu nilai yang memperhitungkan kekuatan bahan
yang akan digunakan sebagai material untuk lapis permukaan, lapis pondasi
dan lapis pondasi bawah. Besarnya Koefisien Kekuatan Relatif berbagai jenis
bahan yang biasanya digunakan sebagai bahan perkerasan pada struktur
perkerasan jalan diberikan pada Tabel 0.6.

Indeks Tebal Perkerasan (ITP) merupakan nilai kekauatan material beserta


dimensinya yang sesuai dengan tingkat beban lalu lintas (jumlah lintas
ekuivalen total) dengan koreksi daya dukung tanah, faktor regional dan indeks
permukaan perkerasan (IP). Koefisien kekuatan relatif ini menggambarkan
hubungan empirical antara ITP dan ketebalan dan mengukur kemampuan
relatif dari bahan secara fungsi dari komponen struktural dari perkerasan.
Maka dengan diketahuinya faktor-faktor koreksi dan beban lalu lintas tebal
masing-masing lapisan pada struktur perkerasan dapat ditentukan dengan
mengunakan Persamaan 9.

ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 (9)

dimana:

a1 , a2 , a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perekarsan masing-masing untuk


lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah, ditunjukan
pada Tabel 0.6.

18
D1 ,D2 , D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm), masing-masing untuk
lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.

Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ditunjukkan pada Tabel 0.13.

Tabel 0.13 – Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan

ITP Tebal (cm) Bahan

Lapis Permukaan

< 3,00 5 Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda


300 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
Lapis Pondasi
< 3,00 15 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
300 – 7,49 20* Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur Laston
15 Atas
10,00 - 12,14 20 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
≥ 12,14 25 Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap ITP, tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 10 cm
Catatan : * Nilai ini dapat diturunkan menjadi 15 cm bila bahan lapis pondasi bawah adalah
material berbutir kasar.

f. Pelapisan Tambahan (Overlay)

Khusus untuk penentuan tebal perkuatan perkerasan jalan lama, digunakan


nomogram 1 sampai dengan nomogram 9 (ditunjukan pada Gambar 0.5 sampai
dengan Gambar 0.13). Kebutuhan overlay dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut:

ITPoverlay
Ho = (10)
ao

dimana :

ITP overlay = ITP kebutuhan – ITP eksisting

ao = koefisien kekuatan relatif bahan yang digunakan untuk overlay

19
ITP kebutuhan dihitung berdasarkan perhitungan kebutuhan akan volume lalu
lintas rencana yang dihitung dengan menggunakan nomogram 1 sampai
nomogram 9

ITP eksisting diperkirakan dengan dikoreksi terhadap nilai kondisi yang ada pada
perkerasan tersebut dengan menggunakan Tabel 0.14.

Tabel 0.14 – Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

Kondisi pd Lapis Perkerasan % terhadap segmen 100 m

1. Lapis Permukaan:
- Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur
roda
90 – 100%
- Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
tetap stabil
70 – 90%
- Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada
dasarnya masih menunjukkan kestabilan
- Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, 50 – 70%
menunjukan gejala tidak stabil

30 – 50%

2. Lapis Pondasi Atas:


a. Lapis Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Makadam
- Umumnya tidak retak 90 – 100%
- Terlihat retak halus, namun tetap stabil 70 – 90%
- Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukan
kestabilan
50 – 70%
- Retak banyak, menunjukan gejala ketidak stabilan
30 – 50%
b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur
Indeks Plastisitas ≤ 10
70 – 100%
c. Pondasi Makadam atau Baru Pecah
Indeks Plastisitas ≤ 6 80 – 100%

3. Lapis Pondasi Bawah:


- Indeks Plastisitas ≤ 6 90 – 100%
- Indeks Plasitisitas > 6 70 – 90%

20
Gambar 0.5 – Nomogram 1

21
Gambar 0.6 - Nomogram 2

22
Gambar 0.7 - Nomogram 3

23
Gambar 0.8 – Nomogram 4

24
Gambar 0.9 - Nomogram 5

25
Gambar 0.10 – Nomogram 6

26
Gambar 0.11 – Nomogram 7

27
Gambar 0.12 - Nomogram 8

28
Gambar 0.13 – Nomogram 9

29
6.2.3. Metode Perencanaan Lapis Tambah Jalan Kabupaten untuk Lalu Lintas
Normal dengan Metode Pengukuran Lendutan

Dalam metode ini, perencanaan tebal lapis tambah ditentukan brrdasarkan nilai lendutan
yang diukur dengan menggunakan alat Benkelman Beam. Perhitungan dengan metode
ini mengacu pada Manual Pemeriksaan Jalan dengan Alat Benkelman Beam No.
01/MN/B/1983. Parameter masukkan yang digunakan pada metode ini adalah antara
lain:
a. Lendutan representatif (lendutan balik) perkeran dari alat Benkelman Beam,
Temperatur perkerasan dan tebal perkerasan ekisting
b. Lalu lintas rencana
c. Ketebalan lapisan aspal pada perkerasan eksisting.

Pengukuran lendutan dengan Benkelman Beam ini dilakukan dengan interval 100 m.
Pada waktu pengukuran lendutan, dilakukan juga pengukuran temperatur udara dan
temperatur permukaan perkerasan, serta pengukuran tebal/ jenis lapis permukaan.
Tahapan perhitungan dengan metode ini digambarkan pada Gambar 0.14.

a. Perhitungan Lendutan Balik


Lendutan balik yang diukur pada tiap-tiap titik pengujian dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

d = 2 (d3 – d1) ft. C (11)

dimana:

D = Lendutan balik (mm)


d1 = Pembacaan awal (mm)
d3 = Pembacaan akhir (mm)
C = Faktor muka air tanah
ft = Faktor penyesuaian temperatur permukaan(t1), digunakan Gambar 0.15.
t1 = 1/3 (tp + tt + tb)
tp = Temperatur Permukaan
tb = Temperatur pada tengah lapisan permukaan, yang diestimasi dengan
menggunakan grafik pada Gambar 0.16.
tb = Temperatur pada bawah lapisan permukaan, yang diestimasi dengan
menggunakan grafik pada Gambar 0.16.

30
Untuk menentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu segmen jalan (Dr),
dipergunakan rumus-rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan sebagai berikut:

Dr = d rata2 + 1.64 Stdv; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95 %) (12)

Dr = d rata2 + 1.28 Stdv ; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90 %) (13)

S ta rt

C a r r y o u t D e f le c t io n
t e s t in g

C a lc u la t e R e b o u n d
D e f le c t io n

D e t e r m in e S e g m e n b a s e o n D e fle c tio n
U n if o r m ity

C a lc u la t e d w a k il

E s t im a te D e s ig n T r a f fic L o a d in g

C a lc u la te d ij in

d w a k il > d ij iin
Y N

N o O v e r la y
O v e r la y R e q u ir e d
R e q u ir e d

T h ic k n e s s o v e r la y
r e q u ir e d

S to p

Gambar 0.14 - Diagram Arus untuk Perhitungan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dgn
Metode Bina Marga

31
Gambar 0.15 – Faktor Penyesuaian untuk Koreksi Lendutan Balik Terhadap Temperatur Standar 35°C

32
Gambar 0.16 – Temperatur Udara Rata-rata selama 5 hari ditambah dengan temperatur lapis permukaan (°F)

33
b. Beban Lalu Lintas

Penentuan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur rencana dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

mobil penumpang
AE 18 KSAL = 365 x N x ∑ m x UE 18 KSAL
traktor − triler (14)

dimana :

AE 18 KSAL = Accumulative Equivalent 18 kip single axle load


UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 kip single axle load
365 = Jumlah hari dalam satu tahun
N = Faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas
m = Jumlah masing-masing jenis lalu lintas

c. Penentuan Tebal Lapis Tambah (Overlay)

Berdasarkan hasil AE 18 KSAL dari grafik hubungan antara lendutan balik yang diiznkan,
ditunjukan pada Gambar 0.17 dan Gambar 0.18, akan diperoleh lendutan balik yang
diizinkan (Da). Penggunaan kurva kritis ( y = 5,5942 e −0 , 2769 log x ) dipergunakan pada jalan
yang mempunyai lapis permukaan bukan Laston (fleksibilitas tinggi, kurang kedap air).
Sedangkan untuk kurva failure ( y = 8,6685 e −0, 2769 log X ) dipergunakan pada jalan yang
mempunyai lapis permukaan Laston (flesibilitas rendah, kedap air).

Untuk tebal lapisan tambahan (overlay) dibutuhkan bila lendutan balik yang diizinkan
lebih besar dari lendutan balik yang ada yang mewakili suatu segmen jalan ( Da > Dr ).
Berdasarkan lendutan yang ada (sebelum diberi lapisan tambah) dan grafik yang
ditunjukan pada Gambar 0.19, dapat ditentukan tebal lapisan tambahan.

Hasil dari perhitungan tebal overlay yang mewakili suatu segmen jalan tersebut
mempunyai batas minimal, yang tergantung dari pada butiran maksimum aggregat pada
campuran beraspal yang akan digunakan beton aspal Tebal minimal overlay dengan
Laston konvensional adalah adalah sebesar 40 mm.

34
Gambar 0.17 – Hubungan Lendutan Balik dengan Beban Lalu Lintas Standar (Kritis)

35
Gambar 0.18 – Hubungan Lendutan Balik yang diizinkan dengan Beban Lalu lintas Standar (Failure)

36
Gambar 0.19 – Hubungan Lendutan Sebelum dan Sesudah Lapis Tambahan

37
6.3. Perencanaan Biaya Pemeliharaan

Kegiatan operasional pemeliharaan yang akan dilakukan di lapangan berkaitan


dengan material, tenaga kerja, dan peralatan. Untuk memperkirakan kebutuhan
material dalam kegiatan pemeliharaan adalah mudah, yaitu dengan mengukur
langsung kebutuhan pemeliharaan berdasarkan hasil survai kondisi atau hasil
perhitungan perencanaan kegiatan pemeliharaan yang akan dilakukan. Namun,
untuk memperkirakan kebutuhan jumlah tenaga kerja dan peralatan adalah relatif
sulit. Salah satu faktor yang menentukan kebutuhan tenaga kerja dan peralatan
yang akan digunakan dalam kegiatan pemeliharaan adalah metode kerja yang
akan digunakan. Apakah akan menggunakan metode padat karya (labour based)
atau padat alat (mechanical based)

Saat ini, Dalam hal perkiraan biaya untuk kegiatan pemeliharaan kabupaten
digunakan prosedur yang terdapat dalam Petunjuk Teknik Analisa dan Harga
Satuan Pekerjaan Jalan Kabupaten No.015/T/Bt/1995, yang dikenal dengan
Analisa K. Format tersebut dapat digunakan untuk perkiraan biaya operasional
dalam pemeliharaan jalan. Contoh Format Analisa K tersebut seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 0.20.

Bila ada kegiatan pekerjaan yang penentuan analisa harga tidak tersedia dalam
Analisa K tersebut maka penentuan analisa harga untuk pekerjaan tersebut
digunakan Panduan Analisa Harga Satuan yang diterbitkan oleh Bina Marga
sebagai standar untuk menentukan Perkiraan Teknik (Engineer’s Estimate) dan
Perkiraan Pemilik (Owner’s Estimate) untuk pekerjaan-pekerjaan jalan. Metode
perhitungan tersebut harus digunakan baik untuk pemeliharaan rutin,
pemeliharaan periodik, maupun pekerjaan darurat.

6.3.1. Persiapan Lembaran Kerja Biaya

Lembaran-lembaran kerja harus dibuat dengan berpedoman pada analisa biaya


harga satuan yang telah disusun Bina Marga dengan menggunakan harga-harga
lokal untuk bahan-bahan dan tenaga kerja, dan menerapkan biaya tetap nasional
untuk instalasi produksi (plant) dan peralatan. Lembaran kerja tersebut harus
disesuaikan dengan spefisikasi yang bersangkutan.

38
Gambar 0.20 – Contoh Format Analisa K

Untuk sampai kepada biaya masing-masing item pekerjaan, dibuatkan satu


analisa mengenai jumlah tenaga kerja, bahan-bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut dan harus diberi
pertimbangan-pertimbangan terhadap kriteria berikut:
ƒ Waktu yang tersedia untuk pelaksanaan

39
ƒ Jenis pekerjaan dan pembuatan anggaran
ƒ Metode operasi padat karya (labour based) atau padat alat (mechanical
based)
ƒ Sumber-sumber unit alat produksi (plant) dan peralatan
ƒ Lokasi proyek

Kriteria tersebut berpengaruh terhadap pemilihan tenaga kerja, bahan-bahan dan


peralatan, dan harus dibuat seimbang serta disatukan untuk menghasilkan
pelaksanaan proyek yang efisien dan ekonomis.

6.3.2. Estimasi Biaya

Setelah harga satuan biaya untuk masing-masing kegiatan pekerjaan dibuat,


maka perhitungan perkiraan biaya pemeliharaan untuk masing-masing ruas jalan
dapat diperkirakan.

a. Estimasi Biaya untuk Pemeliharaan Rutin

Pekerjaan-pekerjaan yang termasuk sebagai kegiatan pemeliharaan rutin adalah


perbaikan-perbaikan kecil perkerasan jalan, pemotongan rumput beserta
pengendalian tumbuh-tumbuhan dan pembersihan saluran. Perkerjaan
pemeliharaan rutin yang masuk dalam pekerjaan jalan, adalah sebagai berikut :

ƒ Pekerjaan dengan lapis penutup: Perbaikan dan penambalan lubang-


lubang, bagian amblas, tepi jalan, retak-retak dan alur bekas roda
(rutting)
ƒ Jalan kerikil: Perbaikan-perbaikan lubang dan daerah-daerah lunak,
pembentukan ulang dan perataan
ƒ Pengendalian vegetasi (tumbuh-tumbuhan), termasuk pemotongan
rumput dan perapihan bahu jalan
ƒ Rambu lalu lintas: Pembersihan dan pengecatan ulang.
ƒ Jembatan-jembatan: Pembersihan lantai jembatan, kanal dan saluran
outlet.

Perkiraan biaya tahunan kegiatan ini dibuat berdasarkan hasil survai kondisi
permukaan jalan untuk masing-masing item pekerjaan tersebut yang dikalikan
dengan harga satuan masing-masing pekerjaan sehingga didapatkan biaya
pemeliharaan secara keseluruhan. Walaupun begitu, perkiraan biaya

40
pemeliharaan rutin lebih baik dilakukan dengan menetapkan item-item pekerjaan
secara terpisah dengan harga lumpsum yang berpedoman pada lembaran
analisa K800 – K 808. Contoh format tersebut seperti yang ditunjukkan pada
Formulir PK-1, atau Formulir PK-2 dan Formulir PK-3.

b. Estimasi Biaya untuk Pemeliharaan Periodik

Pekerjaan pemeliharaan periodik (berkala) dilakukan untuk pekerjaan perbaikan


dan pembentukan ulang permukaan sehingga jalan-jalan tersebut selalu dalam
kondisi baik dan siap dipakai. Yang termasuk dalam pekerjaan pemeliharaan
periodik jalan adalah sebagai berikut:

ƒ Pekerjaan dengan lapis penutup: Pekerjaan perbaikan dan pekerjaan


persiapan untuk pembentukan ulang permukaan, lapis penutup aspal
(Burtu, Burda, Lapen) dan lapis ulang permukaan (overlay).
ƒ Jalan Kerikil: Perbaikan-perbaikan lubang dan daerah-daerah lunak,
pembentukan ulang dan peralatan.
ƒ Drainase jalan: Penyediaan gorong-gorong dan saluran baru, dinding
kepala dan dinding sayap.
ƒ Bahu jalan: Pembuatan dan pembentukan kembali bahu jalan
ƒ Jembatan-jembatan: Perbaikan konstruksi, penggantian lantai jembatan,
dan pengecetan ulang pekerjaan baja.

Perkiraan biaya pekerjaan pemeliharaan periodik didasarkan atas DIPDA atau


kontrak yang ada.

Sebelum pekerjaan pemeliharaan periodik direncanakan, perlu dilakukan survai


yang lebih detail mengenai kekautan sturktur perkerasan, baik dengan
menggunakan Dinamic Cone Penetrometer atau Survai Benkelman Beam dan
sebelum pekerjaan pelapisan ulang (overlay) dilakukan, terlebih dahulu
dilakukan Survai Kondisi untuk memperbaiki kondisi permukaan.

c. Estimasi Biaya untuk Perbaikan Darurat

Kegiatan pemeliharaan darurat ini ditujukan untuk mengatasi kerusakan yang tidak
terduga baik yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan ataupun bencana alam.
Dalam banyak kasus, akibat dari bencana ini akan membutuhkan sumber daya yang

41
besar sekali agar ruas pada jaringan jalan yang ada dapat dipelihara agar dapat
terbuka sepanjang tahun.

Kegiatan pemeliharaan ini tidak dapat diperkirakan melalui evaluasi kondisi jalan
yang tiap tahun dilakukan dan tidak ada perencanaan khusus yang dapat dilakukan.
Namun, mengingat pentingnya kegiatan ini, maka untuk setiap tahunya dapat
dialokasikan porsi dana untuk mengantisipasi kegiatan ini. Jika tidak dapat
dialokasikan secara khusus, maka biaya penanganan pemeliharaan khusus ini dapat
dimasukan ke dalam biaya pemeliharan rutin, hanya sifatnya diluar rencana/
program.

Agar lebih realistik dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegaiatan darurat


ini, maka ketika kerusakan tersebut terjadi, adalah penting untuk mengidentifikasi
jenis dan keparahan yang terjadi, sehingga dapat diperkirakan kebutuhan sumber
daya yang diperlukan (bahan, tenaga, dan peralatan), kebutuhan biaya, rencana
kerja dan pengendalian pekerjaan yang diperlukan .

42
DAFTAR PUSTAKA

Asphalt Institute (1967). Asphalt in Pavement Maintenance. Manual Series No.16 (MS-
16). The Asplat Institute, College Park, Maryland, USA.

HDM-4 Manual. Volume I Overview of HDM-4 ISBN 2-84060-059-5.

Metoda Analisa Komponen berdasarkan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan


Lentur Jalan Raya, SNI 03-1732-1989, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Metoda Pengukuran Lendutan dengan Alat Benkelman Beam, SNI 03-2416-1991,


Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam, No.


01/MN/B/1983, Bina Marga, Jakarta.

Petunjuk Teknis Analisa Biaya dan Harga Satuan Pekerjaan Jalan Kabupaten
No.015/T/BT/1995, Bina Marga, Jakarta.

Richard Robinson (1998), Road Maintenance Management – Concept and System, The
University and the Swedish National Road Administration, United Kingdom.

TRRL (1987), Overseas Road Note 1, Maintenance Management for District Engineer,
Crowthorne Berkshire, UK.

TRRL (1987), Overseas Road Note 2, Maintenance Techniques for District Engineer,
Crowthorne Berkshire, UK.

United Nations Economic Commission for Africa (1982), Road Maintenance Handbook,
Practical Guidelines For Road Maintenance in Africa, Volume III Paved Road, Ministere
de la Cooperation et du Development, Paris.

43
MODUL – 6

PERENCANAAN KEGIATAN
PEMELIHARAAN

JALAN KABUPATEN

44
DAFTAR ISI

45
Tujuan Umum :
Agar para engineer di kabupaten dapat menyusun kegiatan pemeliharaan jalan
kabupaten dan membuat harga satuannya

Tujuan Khusus :
Agar para engineer di kabupaten dapat dan merencanakan jenis kegiatan pemeliharaan
jalan yang perlu dilakukan dan dapat merencanakan tebal lapis ulang yang diperlukan.

46
47

Anda mungkin juga menyukai