Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

BAB. 2 PEMBAHASAN 3
2.1 Tahapan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Jalan 3

2.1.1 Perencanaan umum infrastruktur jalan 4

2.2 Mekanisme kordinasi dan komunikasi antara pihak owner, konsultan,


maupun kontraktor 11

2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan penyelesain pekerjaan


infrastruktur jalan 12

2.4 Pengertian Kendala dan Kinerja Infrastruktur Jalan 14

2.5 Strategi dan Upaya untuk Meningkatkan Kinerja dari Waktu, Bahan, dan
Biaya Infrastruktur Jalan 17

2.6 Upaya untuk Pengendalian agar Infrastruktur Jalan Tepat Waktu, Tepat
Biaya, dan Tepat Bahan 17

2.6.1 Pengendalian Biaya Pelaksanaan 17

2.7 Operasi dan Pemeliharaan Infrastruktur Jalan dan Bagaimana pula Item-
Item Tindakan Operasi dalam Pemeliharaan 21

2.7.1 Operasi 21

BAB 3. PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25

3.2 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

i
ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk
mendukung distribusi lalu lintas barang maupun manusia dan membentuk struktur
ruang wilayah (Lawalata, 2016) sehingga pembangunan infrastruktur memiliki 2
(dua) sisi yaitu : tujuan pembangunan dan dampak pembangunan. Setiap kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan
baik dampak positif maupun dampak negatif, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan hasil dan manfaat
yang maksimum dengan dampak negatif terhadap lingkungan yang minimum.
Para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, yang terdiri dari pemerintah
sebagai pemilik (owner) sekaligus pembuat kebijakan (policy maker),
pengusaha/kontraktor sebagai penyedia jasa dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang peduli terhadap infrastruktur jalan dan jembatan, haruslah bersama-
sama melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan sehingga infrastruktur
jalan dan jembatan yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagaimana
mestinya tapi juga berwawasan lingkungan sehingga produk infrastruktur yang
dihasilkan ramah terhadap lingkungan.
Pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan dan pedoman yang
mengatur masalah pembangunan jalan dan jembatan yang berwawasan
lingkungan, Dalam implementasi di lapangan peraturan dan pedoman tersebut
telah dimasukkan dalam pasal syarat-syarat kontrak, sehingga kontraktor sebagai
penyedia jasa wajib melaksanakan pasal – pasal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan pelaksanaan proyek infrastruktur jalan (pra kelayakan,
kelayakan, perencanaan, operasi, dan pemeliharaan)?
2. Bagaimana mekanisme kordinasi dan komunikasi antara pihak owner,
konsultan, maupun kontraktor, di seluruh tahapan pelaksanaan project
infrastruktur jalan?

1
3. Bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan penyelesain
pekerjaan infrastruktur jalan?
4. Apa yang dimaksud dengan kendala dan kinerja infrastruktur jalan?
5. Bagaimana strategi dan upaya untuk meningkatkan kinerja dari waktu,
bahan, dan biaya infrastruktur jalan?
6. Apa yang dimaksud dengan infrastruktur jalan dan bagaimana upaya untuk
pengendalian agar infrastruktur jalan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat
bahan?
7. Apa yang dimaksud dengan operasi dan pemeliharaan infrastruktur jalan
dan bagaimana pula item-item tindakan operasi dalam pemeliharaan?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tahapan project infrastruktur secara detail mulai dari
bahan, waktu dan biayanya.

2
BAB. 2 PEMBAHASAN

2.1 Tahapan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Jalan


Pembangunan merupakan proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki taraf hidup masyarakat, yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
ekonomi, industrialisasi dan modernisasi. Namun dalam pelaksanaan khususnya
pada pembangunan yang bersifat fisik seringkali para pihak yang terlibat
mengabaikan masalah lingkungan, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan.
Demikian juga dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, masalah
lingkungan tidak terlalu diperhatikan, baik pada saat perencanaan maupun pada
saat pengoperasiannya, hal ini karena pihak- pihak yang terlibat dalam kegiatan
pembangunan tersebut lebih mengutamakan hasil atau produk dari pembangunan
itu sendiri, sementara dampaknya terhadap lingkungan masih diabaikan. Pada
dasarnya kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan pasti
mengakibatkan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak
negatif, sebagai contoh pembangunan jalan pada daerah yang tidak stabil dapat
mengakibatkan kejadian tanah longsor yang efeknya bahkan lebih besar daripada
penebangan hutan (Sumarwoto et.al,2001).

3
Gambar 2. 1Bagan Integrasi Siklus Pembangunan Infrastruktur Jalan

2.1.1 Perencanaan umum infrastruktur jalan


Siklus proyek atau pembangunan infrastruktur jalan diawali dengan
perencanaan umum yang berupa gagasan awal baik ide pembangunan jalan baru
maupun peningkatan jalan yang telah ada. Walaupun masih berupa perencanaan
umum dan belum adanya kegiatan fisik, namun pihak pemrakarsa proyek sudah
harus mengidentifikasi sedini mungkin dampak yang akan ditimbulkan dengan
adanya proyek atau pembangunan jalan terhadap lingkungan, melalui proses
penyaringan lingkungan. Dengan adanya proses penyaringan tersebut akan
didapat gambaran apakah suatu proyek perlu adanya AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) atau cukup dengan RKL (Rencana Pengelolaan
Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) ataupun cukup dengan
penerapan SOP (Standard Operation Procedure). Adapun kriteria kegiatan
pembangunan infrastruktur jalan yang wajib AMDAL atau RKL dan RPL dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah.

4
Tabel 2. 1 Kriteria pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang wajib dilengkapi
AMDAL atau RKL dan RPL

Wajib dilengkapi Wajib dilengkapi


NO. Jenis Proyek AMDAL RKL dan RPL
(Skala/besaran)*) (Skala/besaran)**)
1. Jalan tol dan jalan layang
a. Pembangunan jalan tol a. Semua besaran -
b. Pembangunan jalan laying atau b. Panjang ≥ 2 km b. Panjang < 2 km
subway - c. Semua besaran
c. Peningkatan jalan tol dengan
pembebasan lahan untuk - d. Panjang ≥ 5 km
Damija
d. Peningkatan jalan tol tanpa
pembebasan lahan untuk
Damija

2. Jalan raya
a. Pembangunan/peningkatan
jalan dengan pelebaran di luar Panjang ≥ 5 km 1 km ≤ panjang < 5 km
Damija Luas ≥ 5 Ha 2 Ha ≤ luas < 5 Ha

 Di kota besar/metropolitan : Panjang ≥ 10 km 3 km ≤ panjang < 10 km


 Panjang, atau Luas ≥ 10 Ha 5 Ha ≤ luas < 10 Ha
 Luas pembebasan tanah
 Di kota sedang Panjang ≥ 30 km 5 km ≤ panjang < 30 km
 Panjang, atau
 Luas pembebasan tanah
 Pedesaan/antar kota
 Panjang
- Panjang ≥ 10 km
a. Peningkatan jalan dengan
pelebaran pada Damija yang
ada
- Panjang ≥ 20 m
 Di kota besar/metropolitan
(Jalan arteri atau kolektor) - Panjang ≥ 60 m

2.1.2 Tahap pra studi kelayakan

Kegiatan proyek pada tahap ini adalah perumusan garis besar rencana
kegiatan yang meliputi penentuan beberapa alternatif koridor trase / alinyemen
jalan dan setiap alternatif dikaji aspek teknis, ekomis dan juga kelayakan
lingkungan melalui proses kajian awal lingkungan.

2.1.3 Tahap studi kelayakan

5
Kegiatan utama proyek pada tahap ini adalah analisis kelayakan teknis,
ekonomi, finansial dan lingkungan secara lebih mendalam terhadap alternatif trase
jalan atau jembatan berdasarkan data yang didapat dari hasil survey. Analisis
kelayakan lingkungan dilakukan melalui studi AMDAL atau RKL dan RPL.

Rencana trase atau lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut, harus
dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya, baik pada waktu pembangunan,
pengoperasian maupun pemeliharaannnya (Bidang et al., 2005) misalnya:

1. Alternatif rute tidak melalui daerah konservasi


2. Alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar terhadap
lingkungan sekitarnya
3. Dampak sosial dan pengadaan tanah perlu diantisipasi
4. Identifikasi keperluan penyusunan AMDAL atau RKL dan RPL, serta
menyiapkan kerangka acuan kerja
5. Mendukung tata ruang dari wilayah studi
2.1.4 Tahap perencanaan teknis
Lingkup pekerjaan pada tahap perencanaan teknis antara lain:
 Penetapan trase/rute jalan secara definitif berdasarkan pengukuran
lapangan yang akurat
 Perhitungan struktur, pembuatan gambar rencana rencana teknis detail
jalan dan bangunan pelengkapannya serta penetapan syarat-syarat dan
spesifikasi teknis yang digunakan pada tahap konstruksi
 Perhitungan biaya konstruksi
 Penyusunan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi
Integrasi pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah
penjabaran RKL dalam bentuk gambar-gambar dan syarat-syarat serta spesifikasi
dalam pengelolaan lingkungan. Untuk keperluan tersebut, konsultan perencana
teknis harus memahami dokumen RKL yang telah ditetapkan, karena itu tim
konsultan perencana seyogyanya dilengkapi dengan tenaga ahli lingkungan.
Dalam kegiatan

6
Dalam perhitungan biaya konstruksi jalan sudah harus mencakup biaya
pengelolaan lingkungan, baik pada tahap konsruksi maupun pada tahap pasca
konsruksi. Jika diperlukan pengadaan tanah, maka pada tahap ini perlu dilakukan
studi pengadaan tanah dan pemukiman kembali termasuk semua dampak yang
akan timbul, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen RKL.

2.1.5 Tahap pra konstruksi

Kegiatan pada tahap ini adalah pengadaan tanah dan pemukiman kembali
penduduk yang terkena proyek (bila perlu) yang dilaksanakan oleh pemrakarsa
proyek atau instansi terkait. Pengelolaan lingkungan pada tahap ini adalah
pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL untuk penanganan dampak sosial
yang mungkin terjadi.

2.1.6 Tahap konstruksi

Kegiatan pada tahap konstruksi terutama pekerjaan teknik sipil, meliputi


pekerjaan tanah, struktur jalan, bangunan pelengkap dan perlengkapannya.
Penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap ini adalah pelaksanaan dan
pemantapan RKL dan RPL tahap konstruksi, untuk menangani semua dampak
yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan konstruksi, seperti erosi, pencemaran
udara, kebisingan, gangguan pada prasarana umum dan utilitas di areal proyek dan
sebagainya.

Tabel 2. 2 Potensi dampak kegiatan pembangunan jalan dan alternatif pengelolaannya

Kegiatan yang Prakiraan Dampak Alternatif Pengelolaan


Menimbulkan Yang Timbul Lingkungan
Dampak
Persiapan Pekerjaan
Konstruksi a. Kecemburuan sosial a.1. Tenaga kerja lokal
1. Mobilisasi tenaga kerja diprioritaskan
a.2. Sosialisasi pada penduduk
lokal
b. Peningkatan kesempatan b.1. Pemberian informasi
kerja (dampak positif) tentang tenaga kerja yang

7
Kegiatan yang Prakiraan Dampak Alternatif Pengelolaan
Menimbulkan Yang Timbul Lingkungan
Dampak
diperlukan
b.2. Pelatihan tenaga kerja local
a. Kerusakan prasarana jalan
2. Mobilisasi peralatan a.1. Perbaikan jalan yang rusak
berat a.2. Membatasi tonase
a. Pencemaran udara
a. Penyiraman jalan secara
3. Pembuatan jalan masuk berkala

Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi a. Gangguan pada flora dan
a. Di lokasi proyek fauna a. Penghijauan
1. Pembersihan dan b. Pencemaran udara b. Penyiraman
penyiapan lahan c. Pencemaran air permukaan c. Pembuatan tanggul atau
drainase sementara untuk
pengendalian air larian
d. Gangguan pada utilitas d. Pemindahan dan perbaikan
utilitas

a. Pencemaran udara (debu) a. Penyiraman secara berkala


2. Pekerjaan tanah (galian b. Pencemaran air b. Pembuatan tanggul atau
/ timbunan) drainase sementara untuk
pengendalian air larian
c. Gangguan pada aliran air c. Pembuatan sistem drainase
tanah dan air permukaan
d. Gangguan stabilitas d.1. Perkuatan tebing
d.2. Pengendalian air tanah
e. Perubahan bentang alam / e. Penataan lansekap
lansekap

a. Pencemaran udara (debu) a. Penyiraman secara berkala


3. Pekerjaan badan jalan / b. Gangguan lalu lintas b.1. Pengaturan lalu lintas

8
Kegiatan yang Prakiraan Dampak Alternatif Pengelolaan
Menimbulkan Yang Timbul Lingkungan
Dampak
lapis perkerasan b.2. Pemasangan rambu lalu
lintas
a. Gangguan lalu lintas
4. Pembuatan sistem a.1. Pengaturan lalu lintas
drainase a.2. Pemasangan rambu lalu
a. Kebisingan lintas

5. Pemancangan tiang a. Pemberitahuan kepada


pancang b. Getaran (kerusakan masyarakat sekitar dan
bangunan sekitar) pengaturan jadwal kerja
c. Gangguan lalu lintas b. Penggunaan bor

c.1. Pengaturan lalu lintas


a. Gangguan lalu lintas c.2. Pemasangan rambu lalu
lintas

6. Pekerjaan bangunan a.1. Pengaturan lalu lintas


bawah dan bangunan a. Peningkatan estetika a.2. Pemasangan rambu lalu
atas jembatan atau lingkungan (dampak lintas
jalan laying positif)

7. Pembangunan a. Penanaman pohon dan


bangunan pelengkap tanaman hias
jalan a. Pencemaran udara (debu)

b. Di lokasi quarry dan b. Kebisingan


jalur transportasi c. Kerusakan badan jalan a. Penyiraman berkala dan
material d. Gangguan lalu lintas bak truk ditutup terpal
1. Pengambilan tanah dan b. Perawatan kendaraan
material bangunan di c. Pemeliharaan/perbaikan
quarry dan borrow a. Degradasi dasar sungai jalan
area di darat d.1. Pengaturan lalu lintas
b. Pencemaran air sungai d.2. Pemasangan rambu lalu

9
Kegiatan yang Prakiraan Dampak Alternatif Pengelolaan
Menimbulkan Yang Timbul Lingkungan
Dampak
c. Gangguan terhadap biota lintas
air
d. Longsor tebing sungai a. Pemilihan lokasi quarry
2. Pengambilan material yang tepat
di quarry sungai b. Pengendalian bahan
a. Pencemaran udara (debu) buangan
b. Kebisingan c. Pengendalian bahan
c. Kerusakan badan jalan buangan
d. Gangguan lalu lintas d.1. Perkuatan tebing
d.2. Penggalian bertahap
3. Pengangkutan tanah
dan bahan bangunan a. Penyiraman secara berkala
a. Kecemburuan social b. Perawatan kendaraan
c. Pemeliharaan/perbaikan
b. Pencemaran udara jalan
c. Di lokasi base camp c. Kebisingan d. Pengaturan lalu lintas
dan AMP d. Pencemaran air permukaan
1.3Pengoperasian base e. Kecelakaan lalu lintas
camp (barak pekerja,
kantor, stone*) crusher a. Pendekatan kepada
dan AMP**)) masyarakat
b. Perawatan peralatan
c. Perawatan peralatan
d. Pengendalian limbah cair
e. Pengaturan lalu lintas

2.1.7 Tahap pasca konstruksi

Kegiatan proyek pada tahap pasca konstruksi adalah pengoperasian


(pemanfaatan) jalan dan sekaligus pemeliharaannya agar dapat dimanfaatkan
secara optimal dan berkelanjutan. Untuk menangani dampak terhadap lingkungan
akibat pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan tersebut, diperlukan

10
pelaksanaan dan pemantapan RKL dan RPL tahap pasca konstruksi, antara lain
meliputi pengaturan lalu lintas, pencemaran udara dan kebisingan serta
pengendalian penggunaan lahan di kiri-kanan jalan

2.1.8 Tahap evaluasi pasca proyek

Evaluasi pasca proyek bertujuan untuk menilai penggunaan atau


pengoperasionalan ruas jalan yang telah dibangun / ditingkatkan sampai dengan
tercapainya umur rencana desain. Pertimbangan lingkungan pada tahap ini adalah
evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada tahap
sebelumnya agar dapat dijadikan masukan dalam kegiatan perencanaan
pembangunan infrastruktur jalan selanjutnya.

Kegiatan pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam setiap siklus


kegiatan pembangunan infrastruktur jalan yang telah dijelaskan di atas harus
dipantau pelaksanaannya agar dapat diketahui kualitas lingkungan sebelum dan
setelah pelaksanaan pembangunan jalan. Selain itu dengan pemantauan
pengelolaan lingkungan dapat diketahui keberhasilan pengelolaan lingkungan
pada kegiatan pembangunan infrastruktur jalan.

2.2 Mekanisme kordinasi dan komunikasi antara pihak owner, konsultan,


maupun kontraktor
Manajemen proyek adalah suatu penerapan ilmu pengetahuan, keahlian
dan juga ketrampilan, cara teknis yang terbaik serta dengan sumber daya yang
terbatas untuk mencapai sasaran atau tujuan yang sudah ditentukan agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja, waktu, mutu dan keselamatan
kerja.

Definisi manajemen manajemen proyek yang lainnya adalah suatu


kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengawasi serta
mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan guna mencapai tujuan tertentu
dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu.

Definisi proyek yang sederhana dan inklusif adalah urutan tugas yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang unik dalam kerangka waktu yang

11
telah ditetapkan. Keunikan adalah kuncinya. Keunikan inilah yang membedakan
antara proyek dengan operasi dan membuatnya sulit untuk dikelola. Untuk
menstandarkan definisi kata itu, Project Management Institute, dalam PMBOK
Guide, mendefinisikan proyek sebagai berikut: “Usaha temporer yang dilakukan
untuk menciptakan proyek atau jasa (service) yang unik”.

Secara tradisional, manajemen proyek dilihat sebagai perencanaan,


penjadwalan dan pengendalian proyek untuk memenuhi tujuan proyek tersebut.
Meski ini masih merupakan definisi yang valid, namun perlu diingat bahwa ini
tidak mencakup komponen hubungan manusia dan evaluasi proyek yang lazimnya
dilakukan setelah proyek selesai dilakukan. Project Management Institute
menggunakan definisi ini untuk manajemen proyek: “Aplikasi pengetahuan,
keahlian, alat dan teknik untuk aktivitas proyek guna memenuhi atau melampaui
kebutuhan yang diharapkan stakeholder dari proyek tersebut”.

2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan penyelesain pekerjaan


infrastruktur jalan
Menurut Proboyo (1998) dalam (Ramang et al., 2017) penyebab
keterlambatan proyek konstruksi diantaranya kesulitan memperoleh bahan
konstruksi, kesulitan kontraktor menerima pembayaran bulanan, kesulitan
finansial kontraktor, kekurangan dalam organisasi kontraktor, kekurangan dalam
organisasi pemilik, kelangkaan pekerja yang bermutu, pekerjaan tambah dalam
jumlah besar, kelangkaan personil teknis, keterlambatan pekerjaan desain,
kesalahaan perencanaan dan penjadwalan inspeksi lokasi pekerjaan yang tidak
memadai, sering terjadi perubahan pekerjaan, kekurangan dalam alokasi peralatan,
durasi kontrak, kesulitan memperoleh ijin konstruksi, kejadian alam yang tidak
terduga, ketidaksepakatan pasal-pasal kontrak, ketidaksepakatan terhadap
spesifikasi, kesulitan transportasi, kejadian sosial yang tak terduga, dan lain-lain.
Menurut Levis dan Atherley dalam Langford (1996) mengkelompokkan
penyebab-penyebab keterlambatan dalam suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu:

a. Excusable Non-Compesable Delays, adalah Act of God, Force


Majeure, Cuaca

12
b. Excusable Compesable Delays, keterlambatan ini disebabkan oleh
Owner Client, kontraktor berhak atas perpanjangan waktu dan
klaim atas keterlambatan
c. Non-Excusable Delays, keterlambatan in merupakan sepenuhnya
tanggung jawab dari kontraktor, karena kontraktor memperpanjang
waktu pelaksaan pekerjaan sehingga melewati tanggal
penyelesaian yang telah disepakati, yang sebenarnya penyebab
keterlambatan dapat diramalkan dan dihindari oleh kontraktor.
Dengan demikian, pihak Owner Client dapat meminta monetary
damages untuk keterlambatan tersebut.

Berdasarkan penyebab-penyebab di atas, maka dampak yang dihasilkan


dari keterlambatan yang terjadi pada saat pelaksanaan proyek akan menimbulkan
kerugian pada pihak Kontraktor, Konsultan, dan Owner.

Keterlambatan akan menyebabkan kerugian bagi pihak-pihak terkait


terutama pemilik dan kontraktor, karena umumnya disertai konflik, tuntutan
waktu dan biaya, serta penyimpangan kualitas penyelesaian proyek. Berbagai cara
dilakukan guna menghindari masalah yang mengakibatkan keterlambatan dan
kerugian (Bakhtiyar et al., 2012).

Keterlambatan proyek konstruksi berarti bertambahnya waktu pelaksanaan


penyelesaian yang telah direncanakan dan tercantum dalam dokumen kontrak.
Penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu adalah merupakan kekurangan dari
tingkat produktifitas dan sudah tentu kesemuanya ini akan mengakibatkan
pemborosan dalam pembiayaan, baik berupa pembiayaan langsung yang
dibelanjakan untuk proyek-proyek pemerintah, maupun berwujud pembengkakan
investasi dan kerugiankerugian pada proyek-proyek swasta. Peran aktif
manajemen merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pengelolahan proyek.
Pengkajian jadwal proyek diperlukan untuk menentukan langkah perubahan
mendasar agar keterlambatan penyelesaian proyek dapat dihindari atau dikurangi.

13
Menurut Imam Soeharto (1998) dalam (Agung et al., 2022) Keterlambatan
proyek disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:

1. Faktor teknis adalah faktor yang disebabkan dari kekurangan bahan


konstruksi, keterlambatan pengiriman bahan, metode kerja yang kurang
tepat dan adanya perbedaan perhitungan volume pekerjaan.
2. Faktor manusia adalah faktor yang disebabkan dari kekurangan tenaga
kerja dan kemampuan tenaga kerja.
3. Faktor keuangan adalah faktor yang disebabkan dari keterlambatan proses
pembayaran oleh owner dan situasi perekonomian nasional.
4. Faktor lingkungan adalah faktor yang disebabkan dari faktor sosial dan
budaya, pengaruh hujan pada aktifitas konstruksi dan pengaruh keamanan
lingkungan terhadap pembangunan proyek.
5. Faktor perencanaan adalah faktor yang disebabkan karena adanya
perubahan desain dari rencana awal, dan adanya ketidaksesuaian gambar
rencana dengan kondisi sebenarnya dilapangan.
6. Faktor alami adalah faktor yang disebabkan karena adanya bencana alam
seperti banjir ataupun tanah longsor.
7. Faktor proyek adalah faktor yang disebabkan karena adanya
ketidaksesuaian pemesanan material dengan yang tercantum pada
spesifikasi teknis, sulitnya akses menuju proyek dan kondisi lapangan
yang sering tidak terprediksi.
8. Faktor kriminal adalah faktor yang disebabkan karena kurangnya sistem
keamanan di suatu proyek sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
pencurian terhadap material ataupun peralatan pada lokasi proyek tersebut

2.4 Pengertian Kendala dan Kinerja Infrastruktur Jalan


2.4.1 Pengertian Kinerja Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari


alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif
pembangunan nasional dan daerah. Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam

14
peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses
kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran yang nyata. Infrastruktur
juga memiliki pengaruh penting dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja.

Selain itu, keberadaan infrastruktur juga sangat diperlukan agar proses


pembangunan sumber daya manusia di suatu daerah dapat berjalan dengan baik.
Proses pembangunan yang disertai dengan perkembangan teknologi yang cepat
mengharuskan adanya pendekatan yang benar-benar tepat dalam program
pengembangan SDM (Atmaja & Mahalli, 2015).

Penyediaan infrastruktur jalan merupakan salah satu sektor infrastruktur


yang perkembangannya paling pesat dibanding infrastruktur lain. Sebanyak 67%
sistem logistik dunia menggunakan infrastruktur jalan, dan 91% perjalanan
penumpang di dunia juga masih menggunakan infrastruktur jalan (Gibbons et al.,
2019). Dengan komposisi tersebut, infrastruktur jalan merupakan salah satu
komponen penting dalam penyelenggaraan ekonomi.

Dalam berbagai pendekatan empiris maupun teoritis dari berbagai studi,


ketersediaan infrastruktur di suatu negara akan mendorong pertumbuhan ekonomi,
investasi asing, dan kegiatan perdagangan domestik (Donobauer et al., 2014).
Selain itu, besaran pengaruh penyelenggaraan jalan terhadap pertumbuhan
ekonomi sangat perlu untuk dipelajari. Namun studi mengenai besaran pengaruh
penyelenggaraan jalan terhadap pertumbuhan ekonomi masih terbatas pada
model-model tradisional yang ada (Gibbons et al., 2019).

Menurut (Hadi et al., 2021) Hubungan antara kinerja infrastruktur jalan


dengan kinerja ekonomi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui. Hal
ini diperlukan untuk menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan, untuk
memprediksi arah dan besaran pertumbuhan ekonomi (Oswald et al., 2011).
Selain memeriksa adanya hubungan antara penyediaan infrastruktur jalan, perlu
juga diperiksa besaran dampak pembangunan infrastruktur jalan tersebut terhadap
indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, misalnya pertumbuhan ekonomi,

15
besaran pendapatan per kapita, atau indikator-indikator lainnya (Raitzer et al.,
2019). Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kinerja
infrastruktur jalan dan kinerja ekonomi, pada studi ini dilakukan perhitungan
indeks infrastruktur jalan yang dikorelasikan dengan parameter ekonomi di
beberapa wilayah di Indonesia.

2.4.2 Indeks Infrastruktur Jalan

Dalam sektor transportasi, terdapat indikator utama, atau level one


indicator, dalam proses pembangunan, yaitu perkerasan jalan per 10.000
penduduk (Raitzer et al., 2019). Selain indikator tersebut, indikator infrastruktur
jalan perlu dihitung berdasarkan panjang jalan terhadap luas wilayah
(Kementerian Kimpraswil, 2001). Kementerian PUPR (2014) juga telah
menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, yang di dalamnya mengatur SPM jalan. Dalam ketentuan ini,
SPM bidang jalan diukur berdasarkan kemantapan perkerasan jalan dan
keterhubungan antarpusat kegiatan.

Kementerian PUPR (2017), dalam publikasinya mengenai informasi


kondisi Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang di Indonesia, menggunakan
indikator tingkat pelayanan jalan berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas
wilayah, rasio panjang jalan dengan jumlah penduduk, kemantapan perkerasan
jalan, dan keterhubungan antarpusat kegiatan. Rasio panjang jalan dengan luas
wilayah diperoleh dengan membagi panjang jalan (km) dengan luas wilayah
daerah terkait (km2). Nilai rasio ini memiliki arti panjang jalan yang terdapat di
suatu daerah dalam 1 km2 luas wilayah. Rasio ini juga dapat dijadikan sebagai
informasi tingkat aksesibilitas suatu daerah. Semakin tinggi nilai rasio panjang
jalan dengan luas wilayah, semakin baik aksesibilitas wilayah tersebut, sehingga
konektivitas jalan di daerah tersebut juga semakin baik.

Sementara itu, rasio panjang jalan dengan jumlah penduduk diperoleh


dengan membagi jumlah penduduk (dalam ribu jiwa) suatu wilayah dengan

16
panjang jalan (dalam km). Semakin tinggi nilai rasio ini, semakin tinggi pula
jumlah masyarakat yang dilayani oleh jalan.

2.5 Strategi dan Upaya untuk Meningkatkan Kinerja dari Waktu, Bahan,
dan Biaya Infrastruktur Jalan
Strategi adalah suatu rencana atau pola yang mengintegrasi tujuan pokok
dalam suatu organisasi, tahapan-tahapan kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang
terhimpun dalam suatu keseluruhan yang bersifat kohesif (Fatimah et al., 2021).

Menurut Arthur A.J. (2007) mengatakan strategi terdiri dari beberapa


aktivitas-aktivitas yang penuh dengan daya saing serta pendekatanpendekatan
bisnis untuk mencapai satu kinerja yang dapat memuaskan (sesuai target).
Sedangkan Suryono (2004) mengemukakan bahwa pengertian startegi pada
prinsipnya selalu berkaitan dengan tiga hal utama yaitu, tujuan, untuk
memperjelas tujuan yang ingin dicapai dengan baik dan terlaksana dengan efektif.
Strategi tersebut meliputi sumber daya manusia, efisien, efektif dan tujuan dalam
perbaikan infrastruktur jalan.

2.6 Upaya untuk Pengendalian agar Infrastruktur Jalan Tepat Waktu, Tepat
Biaya, dan Tepat Bahan
Pengendalian biaya, mutu, dan waktu merupakan bagian utama agar suatu
proyek dapat diselesaikan dengan waktu yang tepat, biaya yang kompetitif dengan
mutu dapat dipertanggungjawabkan memenuhi persyaratan pelanggan. Dalam
pekerjaan konstruksi diperlukan suatu mekanisme manajemen dan mekanisme
pengendalian guna mencapai efisiensi penyelenggaraan proyek tepat mutu, biaya,
dan waktu yang mencakup aspek teknis dan administratif.

Kegiatan manajemen pengelolaan dan pengendalian merupakan suatu ukuran


keberhasilan apabila mutu produk akhir dicapai sesuai dengan perencanaan teknis
dan sesuai koridor waktu yang telah disepakati sejak diterapkannya SMPK sampai
FHO.

17
2.6.1 Pengendalian Biaya Pelaksanaan
Secara konseptual pengendalian biaya terfokus pada kondisi rentabilitas
dan likuiditas agar perimbangan pendapatan dan biaya proyek tetap terjaga.
Dilihat dari sudut rentabilitas dan likuiditas kondisi proyek dibagi dalam 4
kelompok:

1. Rentabilitas bagus dan likuiditas bagus


2. Rentabilitas bagus dan likuiditas jelek
3. Rentabilitas jelek dan likuiditas bagus
4. Rentabilitas jelek dan likuiditas jelek

Besar kecilnya modal yang diperlukan dalam suatu proyek dipengaruhi


oleh beberapa hal, antara lain:

1. Persyaratan pembayaran yang diatur dalam kontrak


2. Kebijakan operasional (pelaksanaan kegiatan proyek)

Semua upaya/usaha yang dilakukan, agar biaya pelaksanaan proyek


menjadi wajar, murah dan efisien sesuai rencana. Pengendalian biaya pelaksanaan
proyek terkait erat dan sangat dipengaruhi oleh:

1. Pengendalian waktu pelaksanaan proyek


2. Pengendalian mutu dan hasil pelaksanaan proyek
3. Pengendalian sistem manajemen operasional proyek yang bersangkutan
yang kurang baik atau tidak konsiste dalam pelaksanaan penambahan
biaya

Adapun untuk melakukan pengendalian biaya, ada dua cara tindakan


pengendalian yang dilakukan, yaitu:

1. Cara langsung dengan melakukan:


- Peninjauan
- Pengawasan
- Pemeriksaan
- Audit

18
2. Cara tidak langsung dengan melakukan:
- Dokumen proyek
- Melalui rencana arus kas proyek
- Dokumen kontrak dan spesifikasi teknis
- Prosedur dan instruksi kerja
- Laporan-laporan proyek
2.6.2 Pengendalian Waktu Pelaksanaan

Pengendalian waktu merupakan bagian utama agar proyek dapat diselesaikan


dengan waktu yang tepat sesuai yang direncanakan.

Gambar 2. 2 Tahap dan kendali waktu

2.6.3 Pengendalian Mutu Pelaksanaan

Pengendalian mutu merupakan bagian utama agar proyek dapay


diselesaikan dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan memenuhi
persyaratan pelanggan terdiri dari:

1. Prinsip pengendalian mutu


Sebagai usulan pengawasan dan tindak turun tangan terhadap pelaksanaan
pekerjaan konstruksi agar memenuhi persyaratan teknis yang telah

19
ditetapkan di dalam dokumen kontrak. Tiga jenis pengendalian mutu yaitu
sebagai berikut:
- Pengendalian mutu bahan baku
- Pengendalian mutu bahan olahan
- Pengendalian mutu hasil pekerjaan
2. Prosedur pengendalian mutu
a. Kerangka pengendalian mutu

Gambar 2. 3 Kerangka pengendalian mutu

b. Metode pengawasan kualitas pekerjaan


Pengawasan kualitas pekerjaan konstruksi terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
- Tahap studi dan analisis
- Tahap pelaksanaan, pengawasan, dan pengambilan sampel
- Tahap pemeriksaan
- Tahap tindak lanjut
c. Penerapan standar
- Standar kualitas
- Standar pengujian

20
- Standar pelaksanaan prosedur untuk menjamin tercapainya kualitas
pekerjaan yang dikehendaki

- Standar pengawasan

2.7 Operasi dan Pemeliharaan Infrastruktur Jalan dan Bagaimana pula


Item-Item Tindakan Operasi dalam Pemeliharaan
Operasi dan pemeliharaan pada sektor Bina Marga dalam hal ini ialah
Jalan dan Jembatan, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan pada Peraturn
Menteri Pekerjaan Umum No.13/PRT/M/2011 Mengenai Tata Cara Pemeliharaan
Dan Penilikan Jalan, Petunjuk Praktis Pemeliharaan Jalan (Bina, 2015).

2.7.1 Operasi
Pengusahaan Jalan dan Jembatan adalah kegiatan yang meliputi
pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan/atau
pemeliharaan Jalan dan Jembatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Badan
Usaha yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan mengenai kerjasama pemerintah dan badan usaha.

21
2.7.2 Pemeliharaan

Penanganan Pemeliharaan rutin dilakukan sepanjang tahun secara terus


menerus. Pemeliharaan rutin yang selama ini dilaksanakan dengan cara
dikontrakkan masih belum memadai dan belum dapat memenuhi sasaran.
Pemeliharaan dengan cara dikontrakkan mengakibatkan keterbatasan dalam
melakukan kegiatan operasi di luar kontrak (khususnya pekerjaan yang sifatnya
mendadak), pemanfaatan tenaga-tenaga personil Pekerjaan Umum yang
berpengalaman dan pemanfaatan peralatan yang telah tersedia.

Organisasi Pemeliharaan Rutin mengacu pada Keputusan Menteri Dalam


Negeri nomor : 39 tahun 1992 tentang Pedoman Organisasi Dinas. Daerah.

Mengingat lingkup Pekerjaan Pemeliharaan Rutin yang pada


kenyataannya dapat tersebar di ruas-ruas jalan (yang sudah mantap), serta untuk
dapat melaksanakan koordinasi dengan baik, maka Organisasi Pemeliharaan Rutin
dibentuk di bawah tanggung jawab Kepala UPTDI. UPTD-I merupakan organisasi
dari Dinas Pekerjaan Umum Propinsi/Dinas PU Bina Marga Propinsi yang
mengelola Pekerjaan Pemeliharaan Rutin di Wilayah yang dikuasainya.
Pelaksanaan Pemeliharaan Rutin dapat dibedakan secara swakelola atau
dikontrakkan.

1. Swakelola
Swakelola merupakan cara yang terbaik untuk pelaksanaan Pemeliharaan
Rutin, karena hal ini memudahkan dalam pemanfaatan peralatan,
pengerahan tenaga kerja, penyediaan bahan dan penjadwalan waktu.
Secara operasional, kegiatan Pemeliharaan Rutin dilaksanakan sebagai
berikut (lihat Struktur Organisasi Pemeliharaan Rutin/Swakelola).
a. Dalam melaksanakan kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Nasional
dan/atau Propinsi UPTD-I bertindak sebagai eksekutan dari
Pimpro/Pimbagpro.
b. Dalam Melaksanakan kegiatan Pemeliharaan Rutin UPTD-I dilengkapi
dengan peralatan Unit Pemeliharaan Rutin. Peralatan Unit

22
Pemeliharaan Rutin merupakan satu unit yang tidak bisa dipecah-
pecah.

Gambar 2. 4 Struktur organisasi pemeliharaan rutin (Swakelola)

2. Dikontrakkan
Apabila suatu Cabang Dinas belum mempunyai Unit Pemeliharaan Rutin
atau Peralatan yang dimiliki kurang memadai, maka dimungkinkan
melalukan. Pemeliharaan rutin dengan cara dikontrakkan, dengan struktur
organisasi sebagai berikut (lihat Struktur Organisasi Pemeliharaan
Rutin/Dikontrakkan):
a. Pemimpin Bagian Proyek dalam pelaksanaan Pemeliharaan Rutin
dibantu oleh Tim Supervisi dan kontraktor.
b. Tim Supervisi dan Kontraktor berfungsi sebagai Pengamat Juru Jalan,
dan UPR pada pekerjaan swakelola.

23
c. Jadwal pelaksanaan Pemeliharaan Rutin dibuat oleh Pemimpin Bagian
Proyek.

Gambar 2. 5 Struktur organisasi pemeliharaan rutin (Dikontrakan)

24
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulahn yang dapat ditarik dari penjelasan yang di atas yaitu:

1. Kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan berpotensi


menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga setiap siklus kegiatan perlu
adanya pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan.
2. Perlu adanya kesadaran pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
kontrak konstruksi, baik pihak proyek (owner) maupun penyedia jasa
(kontraktor) dalam pengelolaan lingkungan pada pelaksanaan konstruksi jalan
dan jembatan.
3. Pengelolaan lingkungan di bidang jalan dan jembatan perlu ditunjang
penguatan kapasitas institusional dan sumberdaya manusia

3.2 Ucapan Terima Kasih


Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
dosen pengampu mata kuliah yang telah membimbing dalam teknik penulisan
ilmiah dan para kolega yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
berkenan membaca dan memberikan koreksi pada penulisan makalah ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

Agung, I. G., Istri, A., Luh, N., Ayu, M., Putu, N., & Cahyanti, I. (2022). ( Studi
Kasus : Proyek Konstruksi Gedung pada Seksi Tata Bangunan Bidang Cipta
Karya Dinas PUPR Kabupaten Badung ). 017(01), 19–26.

Atmaja, H. K., & Mahalli, K. (2015). Pengaruh Peningkatan Infrastruktur


Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Sibolga. Jurnal Ekonomi Dan
Keuangan, 3(4), 1–18.

Bidang, T., Transportasi, P., Jenderal, D., & Profesi, A. (2005). Prakata PDF
created with pdfFactory trial version www.pdffactory.com Pendahuluan
PDF created with pdfFactory trial version www.pdffactory.com. 8.

Bina, M. (2015). Pelatihan Manajemen Konstruksi. 15, 1–60.

Fatimah, S., Adys, A. K., & Rahim, S. (2021). Strategi Dinas Pekerjaan Umum
Dan Penataan Ruang Dalam Perbaikan Infrastruktur Jalan Di Kabupaten
Bone. Kajian Ilmiah Mahasiswa Administrasi …, 2.
https://36.89.54.123/index.php/kimap/article/view/5417

Hadi, P. L., Wasanta, T., & Santosa, W. (2021). Pengaruh Indeks Infrastruktur
Jalan Terhadap Indikator Ekonomi Di Indonesia. Jurnal HPJI, 7(2), 143–
152. https://doi.org/10.26593/jhpji.v7i2.5058.143-152

Lawalata, G. M. (2016). Perbandingan Sistem Peringkat dalam Upaya Penerapan


Pembangunan Jalan Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal HPJI (Himpunan
Pengembangan Jalan …, 2(1), 13–24.
https://journal.unpar.ac.id/index.php/HPJI/article/view/2122%0Ahttps://
journal.unpar.ac.id/index.php/HPJI/article/download/2122/1933

Ramang, R., Frans, J. H., & Djahamouw, P. D. K. (2017). Faktor-faktor


keterlambatan proyek jalan raya di Kota Kupang berdasarkan persepsi
stakeholder. Jurnal Teknik Sipil, VI(1), 103–116.

26

Anda mungkin juga menyukai