Anda di halaman 1dari 72

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kerja praktek ini dengan tepat waktu.

Salah satu tujuan kami menulis laporan kerja praktek ini adalah untuk
memenuhi salah satu persyaratan kurikulum bagi mahasiswa program studi
Teknik Sipil Universitas Madura. Laporan yang kami susun ini berdasarkan data-
data yang valid yang diperoleh dari instansi yang berwenang di tempat kami
melakukan praktek kerja lapangan.

Kami sebagai penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada beberapa


pihak yang ikut mendukung proses pembuatan laporan ini hingga selesai,
diantaranya kepada:

1. PT. ASRI KARYA LESTARI dan PT. DUA PUTRI KEDATON (DPK) yang
sudah mengizinkan penulis melakukan praktek kerja lapangan di proyek
pembangunan Jalan dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS) Kabupaten Sampang.
2. Bapak Ahmad Fauzi, S.T. selaku pembimbing penulis selama melakukan
praktek kerja lapangan.
3. Bapak Dedy Asmaroni, S.T., M.T., selaku kepala program studi Teknik Sipil
Universitas Madura.
4. Bapak Ahmad Fatoni, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing penulis selama
penyusunan laporan kerja praktek ini.
5. Semua pihak terkait yang penulis temui di tempat praktek kerja lapangan, dan
6. Orang tua serta keluarga besar penulis sebagai pendukung utama segala
kegiatan yang penulis lakukan.

1
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna serta banyak
kesalahan dalam penulisan karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Namun, penulis tetap berharap laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca. Demi kemajuan penulis, penulis juga mengharapkan adanya
masukan berupa saran ataupun kritik yang bersifat membangun. Terima kasih.

Pamekasan, 30 November 2022

WISKA PRATIWI DWI CAHYANI


ANDARISA BILA RAMADANTI
SITI FATIMA

2
DAFTAR ISI

3
DAFTAR GAMBAR

4
DAFTAR TABEL

5
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I – SHOP DRAWING

LAMPIRAN II - LOGBOOK

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya jaman, kebutuhan manusia semakin meningkat


maka semakin banyak barang dan kebutuhan yang harus di distribusikan dari
suatu daerah ke daerah lainnya. Para penyedia jasa angkutan barang biasanya
mengangkut barang melebihi kapasitas yang diizinkan untuk kendaraan biasa
melewati jalan tertentu, sehingga struktur perkerasan jalan semakin mudah
rusak. Pembangunan jalan yang baik, diharapkan mampu menyalurkan beban
kendaraan yang dilaluinya ke tanah dasar tanpa mengalami kerusakan-
kerusakan sesuai dengan umur rencana dan masa kelayakan. Perencanaan suatu
jalan yang baik merupakan hal penting yang perlu dilakukan untuk
mewujudkan konstruksi jalan agar dapat mendukung kelancaraan dan
kenyamanan bagi para pengguna jalan.

Perencanaan yang baik harus dilakukan secara terencana dalam


membangun prasarana berupa jalan dan jembatan, yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya suatu proses pembangunan. Jalan merupakan suatu
prasarana transportasi yang meliputi segala bagian, termasuk bangunan
penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan rel, jalan lori, dan jalan kabel. Pembangunan Jalan merupakan kegiatan
dimana terdapat beberapa tahapan seperti penyusunan program dan anggaran,
perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian
jalan, dan/atau preservasi jalan.

Jalan Lingkar Selatan (JLS) masuk dalam kategori Jalan Kabupaten,


dimana jalan kabupaten meliputi jalan kolektor dan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer, jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder

7
diwilayah kabupaten, serta jalan stratgegis nasional. Pembangunan Jalan
Lingkar Selatan (JLS) menggunakan metode pelaksanaan yang mengacu pada
spesifikasi umum Bina Marga tahun 2018 (revisi 2). Perencanaan Jalan
Lingkar Selatan (JLS) dilakukan dengan menggunakan metode Manual Desain
Perkerasan Jalan Tahun 2017. Pembangunan JLS ini dilakukan agar kendaraan
besar yang melewati Kabupaten Sampang nantinya bisa melewati jalan ini
sehingga mengurangi beban jalan perkotaan.Penelitian ini membahas tentang
konstruksi jalan yang direncanakan menggunakan perkerasan lentur (flexible
pavement). Oleh karena itu, kami membahas mengenai “Metode Pelaksanaan,
Perencanaan, dan Pengawasan Pada Proyek Pembangunan Jalan dan
Jembatan Lingkar Selatan (JLS) Kabupaten Sampang (Studi Kasus: STA
0+250 – STA 0+450)” yang dituangkan ke dalam laporan Kerja Praktek
Lapangan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jalan dan


Jembatan Lingkar Selatan (JLS) pada STA 0+250 – 0+450?
2. Berapakah ketebalan lapisan perkerasan pada proyek Pembangunan Jalan
dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS) dengan perencanaan menurut Manual
Desain Perkerasan (MDP)?
3. Bagaimana metode pengawasan pada proyek Pembangunan Jalan dan
Jembatan Lingkar Selatan (JLS)?
4. Permasalahan apa saja yang terjadi di lapangan pada saat pembangunan
jalan berlangsung dan bagaimana solusinya?

C. Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah dalam laporan kerja praktek diantaranya yaitu:

1. Lingkup perencanaan dibatasi pada lapisan CTB (Cement Treated Base)


sampai AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course) pada STA 0+250 –
STA 0+450.

8
2. Metode Pelaksanaan pekerjaan mengacu pada spesifikasi umum Bina
Marga Tahun 2018 (Revisi 2) untuk pekerjaan konstruksi Jalan dan
Jembatan.
3. Perencanaan perkerasan jalan menggunakan Metode Manual Desain
Perkerasan Jalan Tahun 2017 (Revisi MDP 2017).
4. Tidak membahas waktu, biaya, dan mutu.
5. Metode pengawasan hanya pada spesifikasi pekerjaan.

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan
Kegiatan Kerja Praktek ini dilakukan dengan beberapa tujuan, diantaranya:
a. Untuk mengetahui metode pelaksanaan pekerjaan pembangunan
Jalan dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS) pada sta 0+250 – 0+450.
b. Untuk mengetahui ketebalan lapisan perkerasan dengan pe-
rencanaan menurut Manual Desain Perkerasan (MDP).
c. Untuk mengetahui metode pengawasan pada proyek Pembangunan
Jalan dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS).
d. Untuk mengetahui permasalahan dan solusi yang terjadi pada saat
pembangunan jalan berlangsung.
2. Manfaat
a. Memberikan manfaat dalam penerapan teori-teori yang diperoleh
di bangku kuliah dengan praktek yang nyata di dunia kerja dan
masyarakat.
b. Untuk menambah ilmu serta pengalaman agar dapat mengetahui
proses yang diterapkan langsung di lapangan pada proyek
Pembangunan Jalan dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS).
c. Untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat
sehingga menghemat waktu perjalanan pengendara dan biaya
operasional kendaraan.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jalan dan Klasifikasinya


Jalan adalah sarana transportasi darat yang berperan penting
dalam sektor perhubungan untuk menghubungkan antara satu kota dengan
kota lainnya, antara kota dengan desa, antara satu desa lainnya. (Tutut
Suryani, A. Faisol, Nurlaily Vendyansyah, 2021).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2022


tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 28 tahun 2004
tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan penghubung, bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori,
dan jalan kabel.

Jalan sesuai peruntukannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu jalan


khusus dan jalan umum. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem,
fungsi, status, dan kelas. Sedangkan jalan khusus tidak diperuntukkan bagi
lalu lintas umum, tetapi untuk kepentingan lalu lintas sendiri/tertentu yang
diselenggarakan oleh selain Penyelenggara Jalan. (UU RI Nomor 2 Tahun
2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan,
hal. 6).

Menurut Sukirman (1992) berdasarkan bahan pengikatnya, kons-


truksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas hal berikut:

10
1. Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen adalah suatu konstruksi
(perkerasan) dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen
sebagai bahan ikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari
pelat beton.

2. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas
tanah dasar yang telah dipampatkan dan menggunakan aspal sebagai
bahan ikatnya. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu-lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya.

3. Perkerasan Komposit
Perkerasan komposit adalah kombinasi antara perkerasan kaku dengan
perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur. (Sukirman, 1992)

B. Spesifikasi Jalan
Pada Pembangunan Jalan dan Jembatan Lingkar Selatan (JLS) ini
digunakan spesifikasi umum Bina Marga tahun 2018 untuk pekerjaan
konstruksi jalan dan jembatan (revisi 2).

C. Jenis Jalan
Jalan sesuai peruntukannya menurut UU RI Nomor 2 tahun 2022
terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan khusus tidak diperuntukkan
bagi lalu lintas umum, tetapi untuk kepentingan lalu lintas sendiri/tertentu
yang diselenggarakan oleh selain Penyelenggara Jalan. Sedangkan jalan
umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelasnya dengan
penjelasan sebagai berikut:

11
1. Jalan umum menurut sistem, antara lain:
a. Sistem jaringan jalan primer, merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
b. Sistem jaringan jalan sekunder, merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan. (UU RI Nomor 38
Tahun 2004 tentang Jalan, hal. 6).
2. Jalan umum menurut fungsi, antara lain:

a. Jalan Arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani


angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
c. Jalan Lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat
dan kecepatan rata-rata rendah. (UU RI Nomor 2 Tahun 2022, hal
7-8).

3. Jalan umum menurut status, antara lain:

a. Jalan Nasional, merupakan jalan yang meliputi jalan stategis


nasioanl, jalan tol, serta jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar pusat

12
kegiatan nasional, antara pusat kegiatan nasional dan pusat
kegiatan wilayah, dan pusat kegiatan nasional dan/atau pusat
kegiatan wilayah dengan bandar udara pengumpul dan pelabuhan
utama.
b. Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan
jalan strategis provinsi yang pembangunannya diprioritaskan
untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan
untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan
keamanan.
c. Jalan Kabupaten, merupakan jalan kolektor dan jalan lokal dalam
sistem jaringan jalan primer (tidak termasuk Jalan Nasional dan
Jalan Provinsi) yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar
ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan pusat desa, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal,
antar desa, dan poros desa. Jalan ini juga meliputi jalan umum
dalam sitem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten
serta jalan strategis kabupaten.
d. Jalan Kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang
berada di dalam kota, dan merupakan jalan poros desa dalam
wilayah kota.
e. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa serta jalan
lingkungan di dalam desa. (UU RI Nomor 38 Tahun 2004, hal. 8).

13
4. Jalan umum menurut kelas
a. Jalan Kelas I
Jalan kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.550 mm,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran tinggi tidak
melebihi 4.200 mm, dan ukuran muatan sumbu terberat sebesar 10
ton.

b. Jalan Kelas II
Jalan kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.550 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm,
ukuran tinggi tidak melebihi 4.200 mm, dan ukuran muatan sumbu
terberat sebesar 8 ton.

c. Jalan Kelas III


Jalan kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.200 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm,
ukuran tinggi tidak melebihi 3.500 mm, dengan penetapan muatan
sumbu terberat dilakukan oleh penyelengara jalan sesuai denga
kewenangannya (biasanya dalam keadaan tertentu daya dukung
ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 ton).

d. Jalan Kelas Khusus


Jalan kelas khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang
melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan
sumbu terberat lebih dari 10 ton. (PP RI Nomor 30 Tahun 2021,
hal 25-26).

14
D. Struktur Perkerasan Jalan Lentur
Gambar struktur perkerasan lentur sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Lentur


(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Grobogan)

1. Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapis permukaan berfungsi sebagai lapisan penahan beban
roda, lapisan kedap air, lapisan aus, dan merupakan lapisan yang
menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya. Bahan yang digunakan
bisa aspal, beton, atau komposit. Lapis permukaan aspal terdapat
beberapa jenis, antara lain:

a. Lapis Aspal Beton (LASTON)


b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
d. Hot Rolled Asphalt (HRA)
e. Laburan Aspal (BURAS)
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
g. Laburan Batu Dua Lapis (BURDA)
h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
j. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON)
k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
l. Aspal Makadam

15
2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar
bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Bahan-bahan untuk
lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan
dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan
teknik.

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat dapat


digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil
pecah, dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur dengan CBR >
50% dan IP < 4%.

Fungsi lapisan pondasi atas antara lain:

a. Menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban


ke lapisan dibawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi dan tanah dasar. Sehubungan dengan terlalu
lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar
atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah
setempat yang relatif lebih baik dari dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan
kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar
dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan
dengan CBR > 20% dan IP < 10%.

16
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung


dan menyebarkan beban roda.
b. Mencapai efisiesnsi penggunaan material yang relatif murah
agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
(penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
4. Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian
atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan
permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umunya, persoalan yang
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam


tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
(Darlan, 2014).

17
E. Lapisan Aspal
Gambar lapisan aspal terdapat 3 lapisan, sebagai berikut :

Gambar 2.2 Lapisan Aspal


ASPHALT CONCRETE – WEARING COURSE
(Sumber:

ASPHALT CONCRETE – BINDER COURSE

ASPHALT CONCRETE - BASE

https://dwikusumadpu.wordpress.com/2014/02/09/mengenal-konstruksi-lapisan-
aspal/)

Menurut Bina Marga (2007), aspal beton merupakan campuran


yang homogen antara agregat (agregat kasar, agregat halus, dan bahan
pengisi atau filler) dan aspal sebagai bahan pengikat yang mempunyai
gradasi tertentu yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu
tertentu untuk menerima beban lalu lintas yang tinggi.

Aspal beton (Asphalt Concrete) di Indonesia dikenal dengan


sebutan Laston (Lapisan Aspal Beton) yaitu lapis permukaan struktural
atau lapisan pondasi atas. Pada spesifikasi umum Bina Marga 2018
(REVISI 2), dijelaskan bahwa Laston yang bisa disebut AC terdiri dari
tiga jenis antara lain: AC Lapis Aus (AC-WC); AC Lapis Antara (AC-
BC), dan AC Lapis Pondasi (AC-Base), dengan ukuran maksimum agregat
masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm.

1. Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC)/Lapis Aspal Beton Lapis


Aus
AC-WC merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas dan
berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-
WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu
sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari
konstruksi perkerasan.

18
2. Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC)/Lapis Aspal Beton Lapis
Antara
AC-BC merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan
aus dan diatas lapisan pondasi. Lapisan ini tidak berhubungan
langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan
keakuan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat
beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu
Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang terpenting
pada campuran ini adalah stabilitas.

3. Asphalt Concrete-Base (AC-Base)/Lapis Aspal Beton Lapis Pondasi


Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis
pengikat (AC-BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung
dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban
lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan. Perbedaan terletak
pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Menurut
Departemen Pekerjaan Umum (1983), Laston Atas atau lapisan
pondasi atas (AC-Base) merupakan pondasi perkerasan yang terdiri
dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tetentu
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. AC-Base mempunyai
fungsi memberi dukungan lapis permukaan, mengurangi regangan dan
tegangan, menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan
dibawahnya (Sub Grade). (Bina Marga, 2007).

F. CTB
Cement Treated Base (CTB) adalah salah satu lapisan perkerasan
dalam pembangunan jalan yang materialnya berasal dari campuran agregat
halus dan kasar, air, serta semen. Campuran ini kemudian diolah
menggunakan alat khusus yang biasanya disebut dengan Batching Plant
sehingga hasilnya berupa beton setengah basah atau biasa disebut dengan
semi beton karena CTB memiliki kadar air yang tergolong minimum dan
mutu beton yang rendah.

19
Pada Manual Perkerasan Jalan (REVISI Juni 2017) Nomor
04/SE/Db/2017, dijelaskan juga bahwa CTB merupakan campuran agregat
berbutir dengan semen dan air dalam proses tertentu, dan digunakan
sebagai lapis pondasi. Lapis pondasi untuk jalan yang melayani lalu lintas
sedang dan berat disarankan menggunakan CTB karena dapat menghemat
secara signifikan dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir. Biasanya
digunakan untuk dasar perkerasan jalan tol, jalan raya, area parkir, bandar
udara, tempat penumpukan material, dan gudang.

Biaya perkerasan dengan lapis pondasi CTB pada umunya lebih


murah daripada perkerasan beraspal konvensional dengan lapis pondasi
berbutir untuk beban sumbu antara 10-30 juta ESA, atau tergantung pada
harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB dapat menghemat
penggunaan aspal dan material berbutir, dan kurang sensitif terhadap air
dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir.

CTB yang sudah dicampur pada Batching Plant akan diangkut ke


lokasi menggunakan dump truck kemudian ditebar di atas lapisan
subgrade atau subbase yang sudah dipadatkan. Penebaran CTB
menggunakan finisher dan dipadatkan dengan Vibratory Roller hingga
mencapai ketebalan yang sesuai dengan perencanaan. Setelah pemadatan
selesai, curring akan dilakukan selama 7 hari berturut-turut dengan cara
menyiramkan air pada hamparan CTB dengan menggunakan tangki air.
Proses curring berfungsi agar CTB tidak mengalami hidrasi sehingga
dapat memperkuat campuran antara semen dan agregat.

20
G. Perencanaan Tebal Lapisan Perkerasan Jalan Lentur dengan Metode
Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017
Perencanaan tebal lapis perkerasan jalan lentur dengan menggunakan
metode Manual Desain Perkerasan Jalan (REVISI Juni 2017) Nomor
04/SE/Db/2017 adalah:

1. Umur Rencana

21
Umur rencana untuk perkerasan baru dinyatakan pada Tabel 2.1
berikut ini.

Tabel 2.1 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

Umur
Jenis
Elemen Perkerasan Rencana
Perkerasan
(tahun)
Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20
Fondasi Jalan
Semua perkerasan untuk daerah yang tidak
dimungkinkan pelapisan ulang (overlay),
seperti:
Perkerasan jalan perkotaan, underpasss, jembatan,
lentur terowongan.
Semua perkerasan untuk daerah yang tidak 40
dimungkinkan pelapisan ulang (overlay),
seperti:
jalan perkotaan, underpasss, jembatan,
terowongan.
Perkerasan Lapis fondasi atas, lapis fondasi bawah, lapis
kaku beton semen, dan fondasi jalan.
Jalan tanpa Minimum
Semua elemen (termasuk fondasi jalan)
penutup 10
Sumber: MDP 2017 No. 04/SF/Db/2017 (Umur Rencana 2-1)

22
2. Analisis Lalu Lintas
a. Volume Lalu Lintas
Parameter yang penting dalam analisis struktur
perkerasan adalah lalu lintas yang diperlukan untuk
menghitung beban lalu lintas rencana yang dipikul oleh
perkerasan selama umur rencana. Beban dihitung dari volume
lalu lintas pada tahun survei yang selanjutnya diproyeksikan
kedepan sepanjang umur rencana. Volume tahun pertama
adalah volume lalu lintas sepanjang tahun pertama setelah
perkerasan diperkirakan selesai dibangun atau di-rehabilitasi.

Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survei yang


diperoleh dari:

1) Survei lalu lintas, dengan durasi minimal 7×24 jam. Survei


dapat dilakukan secara manual mengacu pada Pedoman
Survei Pencacahan Lalu Lintas (Pd T-19-2004-B) atau
menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama.
2) Hasil-hasil survei lalu lintas sebelumnya.
3) Nilai perkiraan untuk jalan dengan lalu lintas rendah.
Dalam analisis lalu lintas, penentuan volume lalu lintas
pada jam sibuk dan lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
Perkiraan volume lalu lintas harus dilaksanakan secara
realistis. Rekayasa data lalu lintas untuk meningkatkan
justifikasi ekonomi tidak boleh dilakukan untuk kepentingan
apapun.

b. Data Lalu Lintas


Akurasi data lalu lintas penting untuk menghasilkan
desain perkerasan yang efektif. Data harus meliputi semua
jenis kendaraan komersial. Apabila diketahui atau diduga

23
terdapat kesalahan data, harus dilakukan perhitungan lalu
lintas khusus sebelum perenanaan akhir dilakukan.

c. Jenis Kendaraan
Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan dalam
Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas (Pdt-19-2004-B).
beban gandar kendaraan penumpang dan kendaraan ringan
sampai sedang cukup kecil sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan struktural pada perkerasan. Hanya kendaraan niaga
dengan jumlah roda enam atau lebih yang perlu diperhitung-
kan dalam analisis.

Pencacahan lalu lintas secara garis besar dibagi dalam 8


golongan, yang masing-masing golongan terdiri dari beberapa
jenis kendaraan, seperti yang diuraikan dalam Tabel 2.2
dibawah ini.

Tabel 2.2 Golongan dan Kelompok Jenis Kendaraan

Golongan Kelompok jenis kendaraan


1 Sepeda motor, kendaraan roda-3
2 Sedan, jeep, station wagon
3 Angkutan penumpang sedang
4 Pick up, micro truk dan mobil hantaran
5a Bus kecil
5b Bus besar
6a truk ringan 2 sumbu
6b Truk sedang 2 sumbu
7a Truk 3 sumbu
7b Truk gandengan
7c Truk semitrailer
8 Kendaraan tidak bermotor
Sumber: Pd T-19-2004-B (Halaman 7)

24
d. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data-data
pertumbuhan series (historical growth data) atau formulasi
korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang berlaku. Jika
tidak tersedia data, maka Tabel 2.3 dapat digunakan (2015-
2035).

Tabel 2.3 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)

Rata-rata
  Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
Arteri dan
4,80 4,83 5,14 4,75
perkotaan
Kolektor
3,50 3,50 3,50 3,50
rural
Jalan desa 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: MDP 2017 No. 04/SF/Db/2017 (Lalu Lintas 4-2)

Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung


dengan faktor pertumbuhan kumulatif (Cumulative Growth
Factor).

Apabila diperkirakan akan terjadi perbedaan laju


pertumbuhan tahunan sepanjang total umur rencana (UR),
dengan i1% selama periode awal (UR1 tahun) dan i2% selama
sisa periode berikutnya (UR-UR1).

Pengaruh Pengalihan Lalu Lintas (Traffic Diversion)

Analisis lalu lintas harus memperhatikan faktor pengalihan


lalu lintas yang didasarkan pada jaringan jalan dan harus
mem-perhitungkan proyeksi peningkatan peningkatan
kapasitas ruas jalan eksisting dan pembangunan ruas jalan
baru.

25
e. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari
suatu ruas jalan yang menampung lalu lintas kendaraan niaga
(truk dan bus) paling besar. Beban lalu lintas pada lajur
rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar
(ESA) dengan mem-perhitungkan faktor distribusi arah (DD)
dan faktor distribusi kendaraan niaga (DL).

Untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD)


umumnya diambil 0,50 kecuali pada lokasi-lokasi yang jumlah
kendaraan niaga cenderung lebih tinggi pada satu arah
tertentu.

Faktor distribusi lajur digunakan untuk menyesuaikan


beban kumulatif (ESA) pada jalan dengan dua lajur atau lebih
dalam satu arah. Pada jalan yang demikian, walaupun
sebagian besar kendaraan niaga akan menggunakan lajur luar,
sebagian lainnya akan menggunakan lajur-lajur dalam. Faktor
distribusi jalan ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Beban desain pada setiap lajur tidak boleh melampaui


kapasitas lajur selama umur rencana. Kapasitas lajur mengacu
Permen PU No.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencaan Teknis Jalan berkaitan rasio
antara volume dan kapasitas jalan yang harus dipenuhi.

Tabel 2.4 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah Lajur Kendaraan niaga pada lajur desain


setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: MDP 2017 No. 04/SF/Db/2017 (Lalu Lintas 4-3)

26
f. Faktor Ekuivalen Beban/VDF (Vehicle Damage Factor)
Dalam desain perkerasan, beban lalu lintas dikonversi
ke beban standar (ESA) dengan menggunakan Faktor Ekivalen
Beban (Vehicle Damage Factor). Analisis struktur perkerasan
dilakukan berdasarkan jumlah kumulatif ESA pada lajur
rencana sepanjang umur rencana.

Desain yang akurat memerlukan perhitungan beban lalu


lintas yang akurat pula. Studi atau survei beban gandar yang
dirancang dan dilaksanakan dengan baik merupakan dasar
perhitungan ESA yang andal. Oleh sebab itu, survei beban
gandar harus dilakukan apabila dimungkinkan.

*Data beban gandar dapat diperoleh dari:

1) Jembatan timbang, timbangan statis atau WIM (survei


langsung).
2) Survei beban gandar pada jembatan timbang atau WIM
yang pernah dilakukan dan dianggap cukup repsentatif.
3) Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Ditjen Bina
Marga.
Apabila survei beban gandar tidak dapat dilakukan
perencana dan data survei beban gandar sebelumnya tidak
tersedia, maka nilai VDF pada Tabel 2.5 dapat digunakan
untuk menghitung ESA.

27
Tabel 2.5 Nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga

Sumber: MDP No.04/SF/Db/2017

28
g. Beban Sumbu Standar Kumulatif/CESAL (Cummulative
Equi-valent Single Axle Load)
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative
Equivalent Single Axle Load (CESAL) merupakan jumlah
kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain
selama umur rencana.

3. Pemilihan Struktur Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu
lintas, umur rencana, dan kondisi pondasi jalan. Perencana harus
mempertimbangkan biaya terendah selama umur rencana, keterbata-
san dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain berdasar-
kan manual ini dapat dilihat pada Tabel 2.6.

29
Tabel 2.6 Pemilihan Jenis Perkerasan

ESA (juta) dalam 20 tahun


Bagan (pangkat 4 kecuali ditentukan lain)
Struktur Perkerasan
desain >4 - >10- >30 -
0 - 0,5 0,1 - 4
10 30 200
Perkerasan kaku
dengan lalu
lintas berat (di atas 4 - - 2 2 2
tanah
dengen CBR ≥ 2,5%)
Perkerasan kaku
dengan lalu
lintas rendah (daerah 4A - 1,2 - - -
pedesaan dan
perkotaan)
AC WC modifikasi
atau SMA
modifikasi dengan 3 - - - 2 2
CTB (ESA
pangkat 5)
AC dengan CTB (ESA
3 - - - 2 2
pangkat 5)
AC tebal ≥ 100 mm
dengan
lapis fondasi berbutir 3B - - 1,2 2 2
(ESA
pangkat 5)
AC atau HRS tipis
diatas lapis 3A - 1,2 - - -
fondasi berbutir
Burda atau Butu
dengan LPA
5 3 3 - - -
Kelas A atau batuan
asli
Lapis Fondasi Soil
6 1 1 - - -
Cement
Perkerasan tanpa
penutup 7 1 - - - -
(Japat, jalan kerikil)
Sumber: MDP 2017 No. 04/SF/Db/2017 (Pemilihan Struktur Perkerasan 3-1)

30
4. Desain Pondasi Jalan
Dalam mendesain pondasi jalan, penentuan daya dukung tanah dasar
secara akurat dan desain pondasi perkerasan merupakan syarat penting
untuk menghasilkan perkerasan berkinerja baik. Oleh sebab itu,
persiapan tanah dasar yang benar mutlak dilakukan dan dengan
demikian harus menjadi perhatian kontraktor pelaksana dan pengawas
lapangan supaya menghasilkan pondasi jalan yang baik dan memenuhi
standar.

5. Desain Struktur Perkerasan


Dalam menentukan desain struktur perkerasan, dapat digunakan Tabel
2.7.

31
Tabel 2.7 Bagan Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Dengan CTB

F1² F2 F3 F4 F5
Untuk lalu lintas di bawah
Lihat Bagan Desain 4 untuk alternatif
10 juta ESA5 lihat bagan
perkerasan kaku
desain 3A - 3B dan 3C
Repetisi beban sumbu
kumulatif 20 tahun pada > 10 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200 > 200 - 500
lajur
Jenis permukaan berpengikat AC AC
Jenis lapis Fondasi Cement Treated Base (CTB)

AC WC 40 40 40 50 50
AC BC 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 100 125 160 220
CTB 150 150 150 150 150
Fondasi Agregat Kelas A 150 150 150 150 150

Sumber: MDP 2017 No. 04/SF/Db/2017 (Desain Perkerasan 7-12)

32
H. Metode pengawasan
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara
individu-individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja dalam tujuan
organisasi.

Proses pengawasan ini berlangsung secara continue dari waktu ke


waktu guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan
sesuai prosedur yang ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kegiatan pengawasan ini dilakukan baik oleh pihak pelaksana konstruksi
maupun oleh pihak pemilik proyek.

Pengawasan yang dilakukan oleh pelaksana konsruksi bertujuan


untuk mendapatkan hasil yang telah ditetapkan oleh pemilik proyek,
sedangkan pengawasan oleh pemilik proyek bertujuan untuk memperoleh
keyakinan bahwa apa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang
dikehendaki.

Semula pengawasan dari pihak pemilik proyek dilakukan sendiri


oleh staf proyek (swakelola), namun dalam beberapa tahun terakhir ini
pengawasan dilakukan oleh konsultan pengawasan dengan sistem kontrak.

1. Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan salah satu dari fungsi
manajemen dimana kegiatan ini harus dilakukan secara terus menerus
atau secara berkala, selama proses pelaksanaan berjalan dalam rangka
menentukan tingkat keberhasilan baik dalam pelaksanaan maupun
perencanaan.

Fungsi pengawasan ini sangat bergantung kepada pengumpu-


lan data, terutama data yang diperoleh dari monitoring berkala
maupun melalui pengamatan langsung. Untuk melaksanakan pe-
ngawasan suatu pekerjaan, akhir-akhir ini dilaksanakan oleh konsultan

33
pengawas melalui sistem kontrak. Ada dua macam tugas konsultan
supervisi :

a. Assistance Concept
Konsultan sebagai pembantu pemimpin proyek dan memberikan
advice untuk tindakan supervisi.
b. Task Concept
Sebagai Direksi/Engineer yang melakukan tugas supervisi
langsung kepada kontraktor, sebagaimana diatur dalam kontrak.
Tugas dan Tindakan pengawasan tidak berarti hanya
menyalahkan orang lain, tetapi juga mencarikan dan memutuskan
alternatif terbaik dalam tindakan pencegahan dan perbaikan atas
ketidaksesuaian yang terjadi. Harus dipahami bahwa tidakan
pengawasan tidak hanya bersifat check dan monitoring, tetapi juga
merupakan Tindakan mengenai adanya jangkauan yang lebih luas
dalam pengendalian. Pada dasarnya pengawasan memiliki dua fungsi
yan sangat penting yaitu:

a. Fungsi pemantauan
Dengan pemantauan yang baik terhadap semua kegiatan proyek
akan memaksa unsur-unsur pelaksana untuk bekerja secara cakap
dan jujur. Pemantauan yang baik akan menjadi motivasi utama
untuk mencapai performa yang tinggi, misalnya dengan memberi
penjelasan kepada pekerja mengenai apa saja yang harus mereka
lakukan untuk mencapai performa yang telah dicapainya, seingga
masing-masing mengetahui sejauh mana prestasi yang telah
dicapai.
b. Fungsi manjerial
Pada proyek-proyek yang komplek dan mudah terjadi perubahan
(dinamis) pemakaian pengendalian dan sistem informasi yang
baik akan memudahkan manajer untuk segera mengetahui
bagian-bagian pekerjaan yang mengalami kejanggalan atau

34
memiliki performa yang kurang baik. Dengan demikian dapat
segera dilakukan usaha untuk mengatasi atau menimalkan
kejanggalan tersebut. (Modul Tata Cara Pengawasan, Pusdiklat
SDA Dan Konstruksi, hal 1-3).

35
BAB III

PELAKSANAAN KONSTRUKSI

A. Penghamparan CTB (Cement Treated Base)


Penghamparan CTB (Cement Treated Base) akan dilakukan ketika
agregat kelas A sudah dihampar dan dipadatkan sebelumnya. Pada STA
0+250 sampai 0+450 CTB akan dihampar diatas agregat kelas A. Lokasi
penghamparan dibersihkan terlebih dahulu dari material yang dapat
mengganggu proses penghamparan dengan menggunakan air compressor.

Setelah lokasi dipastikan bersih, CTB didatangkan ke lokasi


diangkut dengan dump truck yang kemudian dihampar pada lokasi
tersebut. CTB ditebar di lokasi menggunakan finisher dengan ketebalan
CTB di lapangan sebesar 17 cm sebelum dipadatkan. Setelah dihampar
dengan finisher, lapisan CTB dipadatkan dengan menggunakan vibrator
roller dengan passing sebanyak 14 kali sehingga kepadatan lapisan
menjadi 15 cm.

Hamparan kemudian disiram air dengan menggunakan water


tanker. Setelah selesai, lokasi yang sudah dihampar CTB akan ditutup
sementara selama 7 hari (tidak boleh dilalui oleh kendaraan apapun).
Selama masa tersebut, lokasi hamparan tetap akan dilakukan perawatan
(curring) dengan cara menyiramkan air pada lokasi hamparan dimana hal
ini berfungsi untuk memberikan setting time pada perkerasan CTB.

36
Gambar 3.1 Penghamparan CTB

Gambar 3.2 Pemadatan Lapisan CTB

Gambar 3.3 Curing CTB

37
B. Pengujian Core Drill dan Sand Cone
Uji core drill bertujuan untuk mengetahui ketebalan lapisan CTB
dan dilakukan pengecekan apakah ketebalan sesuai dengan yang di-
rencanakan. Pengujian ini juga berfungsi untuk mengetahui karakteristik
campuran perkerasan. Pengujian tersebut akan dilakukan saat usia lapisan
CTB berumur minimum 7 hari dan telah dilakukan curing.

Sampel diambil dengan mesin core drill dengan motor listrik dan
diberi label sesuai dengan lokasi pengambilan sampel.

Uji sand cone sendiri berfungsi untuk menentukan kepadatan


lapisan di lapangan yang telah dipadatkan. Botol uji yang sudah berisi
pasir otawa ditimbang lalu dicatat. Lapisan akan digali menggunakan
bantuan pahat dan palu sedalam 10 cm dengan keadaan pelat pembatas
terpasang di permukaan lapisan.

Agregat yang sudah digali dikunpulkan dalam wadah kemudian


ditimbang. Agregat yang sudah ditimbang kemudian disaring meng-
gunakan saringan berukuran ¾ inch. Agregat yang tertahan pada saringan
tersebut ditimbang.

Bekas galian kemudian diisi dengan menggunakan pasir otawa


dengan posisi corong botol uji menghadap kebawah dengan keaadaan
keran terbuka dan biarkan pasir otawa mengisi penuh lubang bekas galian
tersebut. Setelah terisi penuh, tutup keran dan timbang botol uji.

38
Gambar 3.4 Core Drill Test CTB

Gambar 3.5 Sand Cone CTB

C. Penyemprotan Lapis Pengikat (Prime Coat)


Pekerjaan selanjutnya dalam pembangunan JLS pada STA 0+250
sampai 0+450 yaitu pemberian lapis pengikat diatas timbunan CTB yang
sudah dipadatkan dan dilakukan curing sebelumnya.

Sebelum diberikan prime coat, lokasi pekerjaan dibersihkan


terlebih dahulu dengan menggunakan air compressor. Prime coat
berfungsi untuk merekatkan lapisan CTB dengan lapisan aspal (AC-Base).
Setelah prime coat sudah di semprotkan, lapisan aspal baru bisa dihampar
diatas lapisan CTB.

Pada proyek pembangunan JLS ini, prime coat yang digunakan


sebanyak 0,8 liter/m2.

39
Gambar 3.6 Penyemprotan Prime Coat

D. Penghamparan AC-Base (Asphalt Concrete Base)


Setelah prime coat disemprotkan pada lokasi hamparan, lapisan
selanjutnya yang akan dihampar pada tempat pekerjaan adalah lapisan AC-
Base. Lapisan AC-Base akan dihampar setelah lokasi pekerjaan telah
dibersihkan dan disemprotkan lapis pengikat di atasnya.

AC-Base didatangkan dari AMP (Asphalts Mixing Plant)


menggunakan dump truck dengan keadaan bak tertutup supaya suhu aspal
tetap terjaga sampai di lokasi penghamparan. Sebelum AC-Base dihampar,
pengecekan suhu akan dilalukan oleh pihak konsultan pengawas.
Temperatur aspal yang diizinkan untuk tetap ditebar minimal mempunyai
suhu sebesar 130℃. Setelah pengecekan suhu dilakukan, AC-Base
kemudian akan dituang ke alat penghampar (asphalt finisher) dan akan
mulai ditebar pada lokasi.

AC-Base yang sudah dituang ke alat penghampar akan mulai


ditebar pada lokasi dengan ketebalan sebesar 9,6 cm. setelah aspal
terhampar dengan ketebalan yang sudah ditentukan, pemadatan akan
dilakukan dengan menggunakan Tandem Roller dan Pneumatic Tire
Roller dengan passing tandem roller sebanyak 2 kali dan passing tire
roller sebanyak sebanyak 14 kali. Tebal AC-Base yang akan didapatkan
setelah pemadatan selesai dilakukan sebesar 8 cm.

40
Suhu minimal yang diizinkan saat pemadatan awal dengan tandem
roller yaitu sebesar 120℃. Sedangkan untuk pemadatan kedua dengan
pneumatic tire roller suhu yang diizinkan minimal sebesar 110℃

Gambar 3.7 Penghamparan AC-Base

Gambar 3.8 Pemadatan Lapisan AC-Base

E. Pengujian Core Drill Lapisan AC-Base


Core drill test akan dilakukan pada lapisan AC-Base dengan
menggunakan alat core drill dengan motor listrik. Sampel yang diambil
sebanyak 2 (dua) titik pengujian yang mewakili per-penampang melintang
per-lajur pada setiap jarak 50 m. Setiap sampel yang diambil akan diberi
label sesuai dengan lokasi pengambilan sampel tersebut.

41
Setelah sampel diambil dan diberi label, sampel akan dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan pengecekan dan dialukan pengujian seperti
uji marshal.

Gambar 3.9 Core Drill Test Lapisan AC-Base

F. Penyemprotan Lapis Perekat (Tack Coat)


Pekerjaan selanjutnya pada STA 0+250 sampai 0+450 yaitu
pemberian lapis perekat diatas lapisan AC-Base yg sudah dihampar.

Sebelum diberikan tack coat, lokasi pekerjaan dibersihkan terlebih


dahulu dengan menggunakan air compressor. Tack coat berfungsi untuk
merekatkan lapisan aspal lama dengan lapisan aspal baru. Setelah tack
coat sudah di semprotkan, lapisan aspal baru bisa dihampar diatas lapisan
aspal yang sebelumnya (AC-Base).

Pada proyek pembangunan ini, tack coat yang digunakan sebanyak


0,2 liter/m2.

42
Gambar 3.10 Penyemprotan Tack Coat

G. Penghamparan AC-BC (Asphalt Concrete Binder Course)


Penghamparan AC-BC memiliki metode pelaksanaan yang sama
dengan penghamparan AC-Base. Yang membedakan antara keduanya
yaitu ukuran agregat yang digunakan pada masing-masing lapisan.

Tebal yang direncakan pada lapisan AC-BC adalah 6 cm, dengan


tebal awal saat dihampar sebesar 7,2 cm. Tebal rencana akan didapat
setelah pemadatan selesai dilakukan. Pemadatan dilakukan dengan
menggunakan tandem roller dan pneumatic tire roller dengan jumlah
lintasan/passing masing-masing sebanyak 2 kali dan 14 kali.

Gambar 3.11 Penghamparan AC-BC

43
Gambar 3.12 Pemadatan AC-BC dengan Tandem Roller

Gambar 3.13 Pemadatan AC-BC dengan Pneumatic Tire Roller

H. Pengujian Core Drill Lapisan AC-BC


Core drill test yang dilakukan pada lapisan AC-BC sama dengan
tahapan yang dilakukan pada lapisan AC-Base. Sampel akan diambil pada
setiap jarak 50 m dengan 2 titik pengujian yang mewakili per-penampang
per-lajur. Setelah itu, sampel akan dibawa ke laboratorium dan akan
dilakukan pengujian marshal.

44
Gambar 3.14 Core Drill Test Lapisan AC-BC

I. Penghamparan AC-WC (Asphalt Concrete Binder Course)


Penghamparan AC-WC akan dilakukan saat tack coat selesai
disemprotkan diatas lapisan AC-BC. Lapisan AC-BC yang sudah
dihampar dan akan dilakukan pelapisan selanjutnya harus dibersihkan
dengan menggunkan air compressor supaya terhindar dari kotoran yang
dapat mengganggu proses penghamparan.

Setelah dibersihkan, tack coat akan disemprotkan diatas lapisan


AC-BC dengan tebal yang sudah direncakan. Jika tack coat sudah
disemprotkan, penghamparan lapisan AC-WC dapat dilakukan dengan
tebal 4,8 cm dan ketika sudah dipadatkan akan didapat tebal sesuai
rencana sebesar 4 cm.

Gambar 3.15 Penghamparan AC-WC

45
Gambar 3.16 Pemadatan AC-WC dengan Tandem Roller

Gambar 3.17 Pemadatan AC-WC dengan Pneumatic Tire Roller

J. Pengujian Core Drill AC-WC


Core drill test yang dilakukan pada lapisan ini sama dengan
tahapan yang dilakukan pada lapisan aspal sebelumnya. Sampel akan
diambil pada setiap jarak 50 m dengan 2 titik pengujian yang mewakili
per-penampang per-lajur. Setelah itu, sampel akan dibawa ke laboratorium
dan akan dilakukan pengujian marshal.

46
Gambar 3.17 Core Drill Test AC-WC

K. Pekerjaan Pelengkap
1. Pekerjaan Bahu Jalan
Pekerjaan bahu jalan pada STA 0+250 sampai 0+450 dihampar
saat pekerjaan lapisan AC-WC sudah selesai dilakukan. Agregat
dihampar dengan menggunakan excavator dengan bantuan pekerja.
Tebal bahu jalan disesuaikan dengan tinggi lapisan perkerasan dengan
lebar 0,95 m dan dipadatkan dengan tandem roller sehingga
mendapatkan lebar 1 m. Agregat yang digunakan untuk bahu jalan
adalah agregat kelas B.

Gambar 3.19 Pekerjaan Bahu Jalan

47
2. Pekerjaan Marka Jalan
Pekerjaan selanjutnya yang dilakukan pada proyek JLS Kabupaten
Sampang adalah pekerjaan marka jalan. Sebelum cat di aplikasikan
pada lapisan aspal, lapisan aspal dibersihkan terlebih dahulu meng-
gunakan sapu untuk memperoleh hasil yang maksimal. Marka
diaplikasikan pada lapisan aspal dengan mnggunakan mesin
aplikator/sepatu marka dengan ukuran yang disesuaikan dengan
spesifikasi teknis ketebalan, lebar, dan panjang.

Gambar 3.20 Pekerjaan Marka Jalan

48
BAB IV

PERHITUNGAN, METODE PENGAWASAN, DAN ANALISIS


KONSTRUKSI

A. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode MDP 2017


1. Data Lalu Lintas
Setelah dilakukan pengumpulan data, baik itu data primer maupun dari
sumber lain, maka diperoleh data sebagai berikut:

a. Data CBR (California Bearing Ratio)


Data nilai CBR di dapat dari Dinar Pekerjaan Umum dan Peruma-
han Rakyat (PUPR) Kabupaten Sampang. Data CBR dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Nilai CBR


Beban - Penetrasi
Penetrasi Bacaan Beban
(mm) (div.) (Ibf)
0,31 5 2254
0,62 9 459,7
1,25 16 817,3
1,87 21 1072,7
2,54 35 1787,8
3,75 40 2043,2
5,08 47 2400,7
7,5 52 2656,2
10,16 57 2911,6
12,5 62 3166,9
 
Penetrasi 2,54 mm 5,08 mm
Nilai CBR 59,59% 53,35%
Sumber: Dinas PUPR Kab. Sampang

b. Data CESAL (Cummulative Equivalent Single Axle Load)

49
Nilai beban sumbu standar kumulatif atau CESAL dari data
perhitungan perencanaan proyek konstruksi pembangunan JLS di
sajikan pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Nilai CESAL


CESAL
ESA4 17.163.084,17
ESA5 21.561.095,84
Sumber: Data Perencanaan Pada Proyek JLS

2. Analisis Perhitungan Perencanaan Tebal Perkerasan


a. Penentuan Umur Rencana (UR)
Umur rencana pada laporan ini adalah 20 tahun, sesuai dengan
ketentuan MDP 2017 tentang umur rencana berdasarkan elemen
perkerasan yang digunakan. Pertimbangan umur rencana berdasar-
kan elemen perkerasan yang ditujukan seperti tabel 2.1.

Umur
Jenis
Elemen Perkerasan Rencana
Perkerasan
(tahun)
Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20
Fondasi Jalan
Semua perkerasan untuk daerah yang tidak
dimungkinkan pelapisan ulang (overlay),
seperti:
Perkerasan jalan perkotaan, underpasss, jembatan,
lentur terowongan.
Semua perkerasan untuk daerah yang tidak 40
dimungkinkan pelapisan ulang (overlay),
seperti:
jalan perkotaan, underpasss, jembatan,
terowongan.
Perkerasan Lapis fondasi atas, lapis fondasi bawah, lapis
kaku beton semen, dan fondasi jalan.
Jalan tanpa Minimu
Semua elemen (termasuk fondasi jalan)
penutup m 10

b. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

50
Berdasarkan tabel 2. 3 faktor pertumbuhan lalu lintas pada STA
0+250 sampai 0+450 adalah 4,8% karena ruas jalan tersebut
termasuk ke dalam kelas arteri di daerah Jawa.

Rata-rata
  Jawa Sumatera Kalimantan
Indonesia
Arteri dan 4,80
4,83 5,14 4,75
perkotaan
Kolektor
3,50 3,50 3,50 3,50
rural
Jalan desa 1,00 1,00 1,00 1,00

c. Faktor Lajur Rencana


Faktor distribusi arah (DD) pada STA 0+250 sampai 0+450 meng-
gunakan sistem 2 arah, sehingga berdasarkan MDP 2017 diambil
nilai 0,5. Untuk nilai distribusi lajur (DL) menggunakan nilai 80%
berdasarkan tabel 2.4.

Jumlah Lajur Kendaraan niaga pada lajur desain


setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50

d. Beban Sumbu Standar Kumulatif/CESAL (Cummulative Equi-


valent Single Axle Load)
Beban sumbu standar kumulatif atau CESAL dari data perhitungan
perencanaan berdasarkan tabel 4.2 sebagai berikut:

CESAL
ESA4 17.163.084,17
ESA5 21.561.095,84

e. Pemilihan Struktur Perkerasan

51
Pemilihan tipe struktur perkerasan ditentukan berdasarkan hasil
dari nilai CESAL4 yang telah ditentukan. Jika nilai CESAL4
sebesar 17.163.084,17, maka jenis perkerasan dapat ditentukan
berdasarkan tabel 2.6 berikut ini.

ESA (juta) dalam 20 tahun


(pangkat 4 kecuali ditentukan
Bagan
Struktur Perkerasan lain)
desain
0 - 0,1 >4 - >10- >30 -
0,5 - 4 10 30 200
Perkerasan kaku dengan
lalu
4 - - 2 2 2
lintas berat (di atas tanah
dengen CBR ≥ 2,5%)
Perkerasan kaku dengan -
lalu
4A 1,2 - - -
lintas rendah (daerah
pedesaan dan perkotaan)
AC WC modifikasi atau
SMA
modifikasi dengan CTB 3 - - - 2 2
(ESA
pangkat 5)
AC dengan CTB (ESA
pangkat 5) 3 - - - 2 2
AC tebal ≥ 100 mm
dengan
lapis fondasi berbutir 3B - - 1,2 2 2
(ESA
pangkat 5)
AC atau HRS tipis diatas
lapis 3A - 1,2 - - -
fondasi berbutir
Burda atau Butu dengan
LPA 5 3 3 - - -
Kelas A atau batuan asli
Lapis Fondasi Soil
6 1 1 - - -
Cement
Perkerasan tanpa penutup
7 1 - - - -
(Japat, jalan kerikil)

f. Desain Struktur Perkerasan

52
Penentuan tebal lapis perkerasan menggunakan nilai CESAL5.
Berdasarkan tabel 2.7 dan nilai CESAL 5 sebesar 21.261.095,84,
maka diperoleh lapis perkerasan sebagai berikut:

AC-WC = 40 mm

AC-BC = 60 mm

AC Base = 75 mm

CTB = 150 mm

Fondasi Agregat Kelas A = 150 mm

53
F1² F2 F3 F4 F5
Untuk lalu lintas di bawah
Lihat Bagan Desain 4 untuk alternatif
10 juta ESA5 lihat bagan
perkerasan kaku
desain 3A - 3B dan 3C
Repetisi beban sumbu
kumulatif 20 tahun pada > 10 - 30 > 30 - 50 > 50 - 100 > 100 - 200 > 200 - 500
lajur
Jenis permukaan berpengikat AC AC
Jenis lapis Fondasi Cement Treated Base (CTB)

AC WC 40 40 40 50 50
AC BC 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 100 125 160 220
CTB 150 150 150 150 150
Fondasi Agregat Kelas A 150 150 150 150 150

54
Tabel 4.3 Perbandingan Ketebalan Lapisan Perkerasan di Lapangan
dengan Perhitungan Perencanaan
Lapis Pelaksanaan Perhitungan
Perkerasan Lapangan Perencanaan
AC-WC 4 cm 4 cm
AC-BC 6 cm 6 cm
AC Base 8 cm 7,5 cm
CTB 15 cm 15 cm

B. Metode Pengawasan Pada Proyek Konstruksi


Konsultan Supervisi : PT. Monoheksa KSO – PT. Kencana Layana
Konsultan.

Tugas Dan Tanggung Jawab Konsultan Pengawas

1. Tugas Operasional Konsultan Pengawas


Konsultan pengawas harus membuat uarain kegiatan secara rinci
yang sesuai dengan setiap bagian pekerjaan pengawasan pelaksanaan
yang dihadapi dilapangan, yang secara garis besar adalah sebagai
berikut :
Pekerjaan Persiapan
a. Menyusun program kerja, alokasi tenaga dan konsepsi
pengawasan.
b. Memeriksa dan menyetujui Time Schedule/Bar Chart, S-Curve,
Net Work Planning dan Shop Drawing serta struktur organisasi
kerja di proyek yang diajukan oleh kontraktor pelaksana untuk
selanjutnya diteruskan kepada owner guna mendapatkan
persetujuan.
c. Memberikan format-format standart (SOP) untuk pelaksanaan
konstruksi seperti: izin memulai pelaksanaan pekerjaan (Ijin untuk
Pekerjaan), persetujuan penggunaan material (Persetujuan
Material/ peralatan/Sub-Kontraktor) dll.

55
d. Semua pekerjaan persiapan ini dilakukan pada saat kick off meeting
bersama owner, konsultan pengawas dan kontraktor pelaksana.
2. Uraian Teknis Pekerjaan Pengawasan Lapangan

a. Melaksanakan pekerjaan pengawasan secara umum, pengawasan


lapangan, koordinasi dan inspeksi kegiatan-kegiatan pembangunan
agar pelaksanaan teknis maupun administrasi teknis yang
dilakukan dapat secara terus menerus sampai dengan pekerjaan
diserahkan untuk kedua kalinya.
b. Mengawasi kebenaran ukuran, kualitas dan kuantitas dari bahan
atau komponen bangunan, peralatan dan perlengkapan selama
pekerjaan pelaksanaan di lapangan atau ditempat kerja lainnya.
c. Mengawasi kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan menerbitkan
laporan prestasi pekerjaan (weekly progress) untuk dapat diketahui
oleh owner serta mengambil tindakan yang tepat dan cepat dalam
pengendaliannya sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam
spesifikasi teknis, agar batas waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan jadwal yang ditetapkan dalam master schedule yang
disetujui.
d. Memberikan masukan pendapat teknis tentang penambahan atau
pengurangan biaya dan waktu pekerjaan serta berpengaruh pada
ketentuan kontrak, untuk mendapatkan persetujuan dari owner.
e. Memberikan petunjuk, perintah sejauh tidak mengenai pengura-
ngan dan penambahan biaya dan waktu pekerjaan serta tidak
menyimpang dari kontrak, dapat langsung disampaikan kepada
pemborong, dengan pemberitahuan tertulis kepada owner.

Selain dari pada itu, konsultan pengawas juga memiliki wewenang


sebagai berikut :
a) Memperingatkan atau menegur pihak kontraktor pelaksana jika
terjadi penyimpangan terhadap kontrak kerja (dilakukan dengan
melayangkan surat teguran kepada kontraktor yang bersangkutan.

56
b) Menghentikan pelaksanaan pekerjaan jika kontraktor pelaksana
tidak memperhatikan peringatan yang diberikan (baik itu teguran
lisan oleh pengawas lapangan maupun surat resmi dari team leader
konsultan pengawas).
c) Memberikan tanggapan atas usul pihak kontraktor pelaksana
(usulan dilapangan, usulan disaat weekly meeting maupun surat
usulan dari kontraktor pelaksana).
d) Konsultan pengawas berhak memeriksa, mengoreksi dan
menyetujui shop drawing yang diajukan kontraktor pelaksana
sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan (sesuai dengan SOP yang
telah disampaikan).
e) Mengoreksi pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana agar sesuai dengan kontrak kerja.
f) Menerapkan program K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan) dengan mematuhi ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
3. Konsultasi
a. Melakukan konsultasi kepada owner untuk membahas segala
masalah dan persoalan yang timbul selama masa pelaksanaan
pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana.
b. Mengadakan rapat di lapangan secara berkala, dalam satu bulan
dilaksanakan sebanyak empat kali (weekly meeting), setiap weekly
meeting pada minggu pertama setiap bulannya, merupakan bagian
dari monthly meeting. Rapat rutin ini dilaksanakan bersama owner
dan kontraktor pelaksana dengan tujuan untuk membicarakan
masalah dan persoalan yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan,untuk kemudian membuat risalah rapat (MoM) dan
mengirimkan kepada semua pihak yan bersangkutan, serta sudah
diterima paling lambat 1 hari kemudian.

57
c. Mengadakan rapat diluar jadwal rutin tersebut apabila dianggap
mendesak.
d. Mengendalikan kegiatan konstruksi yang meliputi pengawasan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari segi kuantitas dan kualitas,
serta mengusulkan kepada owner jika terjadi perubahan-perubahan
seta penyesuaian di lapangan untuk memecahkan persoalan yang
terjadi selama pekerjaan konstruksi berlangsung.
e. Membantu Owner untuk memeriksa dan memberi keyakinan jika
kontraktor pelaksana ingin mengajukan value engineering (VE).
f. Pengendalian biaya, mutu, dan waktu pelaksanaan pekerjaan di
lapangan.
g. Melakukan Koordinasi yang baik antara institusi yang terlibat di
dalam proyek.
h. Melakukan pemeriksaan dan persetujuan tagihan (progress
payment) yang disampaikan oleh kontraktor untuk dievaluasi
sebelum diteruskan kepada owner untuk pembayaran.
4. Laporan
a. Memberikan Laporan dan pendapat teknis administrasi dan teknis
kepada owner, mengenai volume, presentase dan nilai bobot
bagian-bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Kontraktor
Pelaksana.
b. Melaporkan kemajuan pekerjaan (progress report) yang nyata
dilaksanakan dilapangan secara berkala (weekly progress report
dan monthly progress report) dan dibandingkan dengan jadwal
yang telah disetujui (master time  schedule).
c. Melaporkan bahan-bahan bangunan yang dipakai, jumlah tenaga
kerja dan alat yang digunakan (disampaikan dalam lampiran
monthly progress report).
d. Memeriksa gambar-gambar kerja tambahan yang dibuat oleh
kontraktor pelaksana (shop drawing) untuk dievaluasi sebelum
diteruskan ke owner untuk mendapat persetujuan.

58
e. Menyampaikan laporan bulanan tentang aktifitas dan
perkembangan kemajuan pekerjaan masing-masing kontraktor
pelaksana yang bekerja di proyek.

5. Dokumen
a. Menerima dan menyiapkan berita acara sehubungan dengan
penyelesaian pekerjaan di lapangan, serta untuk keperluan
pembayaran angsuran.
b. Memeriksa dan menyiapkan daftar volume dan nilai pekerjaan,
serta penambahan atau pengurangan pekerjaan guna keperluan
pembayaran.
c. Mempersiapkan formulir, laporan harian, mingguan dan bulanan,
berita acara kemajuan pekerja, penyerahan pertama dan kedua sera
formulir-formulir lainnya yang diperlukan untuk kebutuhan
dokumen pembangunan, serta keperluan pendaftaran sebagai
bagunan gedung negara.
Spesifikasi Pekerjaan Yang Dilakukan Oleh Konsultan Supervisi

1. CTB (Cement Treated Based)


CTB (Cement Treated Based) pada proyek ini memiliki lebar
jalan 7,9 m dengan ketebalan 15 cm dan bahu jalan selebar ± 1 m.
Kadar air yang digunakan untuk CTB yaitu sebesar panduan yang
digunakan dalam pembuatan CTB yaitu Spesifikasi Umum Bina
Marga 2018 Revisi 2. Dalam CTB (Cement Treated Based) terdapat
pengujian (Quality Control), antara lain:
a. Quality Control
1) Sandcone Test
Pengujian Sandcone merupakan suatu pekerjaan
pengambilan sampel lapisan pada pekerjaan jalan salah satunya
yaitu pekerjaan CTB yang memiliki fungsi untuk mengetahui
kepadatan pada lapisan perkerasan. Pengambilan sampel untuk
sandcone test dilakukan setiap 200 m menurut Spesifikasi umum

59
2018 Revisi 2. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil
sandcone CTB untuk STA 0+200 yaitu 98,8 %, dilihat dari hasil
pengujian sandcone CTB tersebut bahwa hasilnya sudah
memenuhi persyaratan sesuai dengan Spesifikasi Umum 2018
Revisi 2.
2) Pengujian Core Drill
Pengujian Core Drill merupakan bor berbentuk silinder
yang digunakan untuk membuat lobang di permukaan, terbuat dari
logam dan pada ujung bor biasanya dilapisi dengan berlian atau
karbida. Dengan ketebalan hasil core drill 15 cm yang diukur
melalui 3 sisi, Menurut Spesifikasi Umum 2018 Revisi 2.
b. Perawatan (Curing)
Setelah pemadatan terakhir, penghamparan disiram air
dengan menggunakan water tanker. Untuk perawatan akan ditutup
sementara selama 7 hari.
2. Pekerjaan Pengaspalan
Pekerjaan lapisan aspal terdiri dari tiga lapisan, yaitu AC-Base,
AC-BC, dan AC-WC. Pada setiap lapisan memiliki ketebalan yang
berbeda. AC-Base memiliki ketebalan 8 cm dan lebar jalan 7,7 m, AC-
BC memiliki ketebalan 6 cm dan lebar jalan 7,6 m, dan AC-WC
memiliki ketebalan 4 cm dan lebar jalan 7,5 m serta bahu jalan selebar
± 1 m. Suhu aspal pada saat di AMP 150-160℃, sedangkan suhu aspal
sampai pada lokasi penggelaran 130-140℃, pada saat proses
penghamparan suhu aspal minimal 125℃, yang mengacu pada
panduan yang telah ditentukan ketebalan dan pembuatan Hot Mix yang
sesuai dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2.

60
C. Permasalahan dan Solusi
1. Permasalahan
Berdasarkan dari pengamatan selama di lokasi pekerjaan, adapun
masalah yang terjadi di lapangan saat pekerjaan dilakukan adalah:

a) Finisher terjadi overhead


b) Batching Plant pada lokasi pekerjaan tidak digunakan karena
sebuah alasan, sehingga CTB harus di datangkan dari
Kabupaten Pamekasan. Hal ini membuat pekerjaan lebih lama
dilakukan karena para pekerja harus menunggu dump truck
pembawa CTB untuk bisa dihampar
c) Cuaca yang tidak menentu seperti tiba-tiba hujan atau angin
kencang dengan rentang waktu yang cukup lama sehingga
pekerjaan penghamparan menjadi terhenti. Pada spesifikasi
umum 2018 (revisi 2) sudah dijelaskan bahwa kondisi cuaca
yang diiizinkan untuk melakukan pekerjaan adalah saat
keadaan permukaan kering atau mendekati kering. Sedangkan
untuk tack coat dan prime coat tidak boleh dilaksanakan disaat
angina kencang, hujan, atau akan turun hujan.
d) Rambu jalan dirusak oleh pengguna jalan yang kebanyakan
merupakan warga sekitar.

2. Solusi
Dari permasalahan yang ada, solusi yang bisa dilakukan antara lain:

a) Harus ada finisher cadangan. Jika finisher satu terjadi


overhead, perlu digunakan finisher lain agar pekerjaan tidak
terhambat sehingga pekerjaan harian dapat terlaksana tepat
waktu sesuai jadwal harian.
b) Jika batching plant pada lokasi pekerjaan tidak digunakan/tidak
ada batching plant sehingga harus mendatangkan CTB dari
daerah lain yang memakan waktu, pencampuran CTB harus

61
dilakukan seawal mungkin agar CTB bisa sampai di lokasi
pekerjaan sesuai dengan jadwal sehingga pekerjaan CTB bisa
diselesaikan tepat waktu tanpa lembur.
c) Jika akan dilakukan penghamparan lapisan perkerasan lentur,
sebaiknya dilakukan saat musim kemarau sehingga resiko-
resiko akibat cuaca buruk dapat dihindari, seperti hujan, angin
kencang, dan petir. Cuaca buruk tersebut dapat berpengaruh
pada kualitas perkerasan baik untuk lapis pengikat dan perekat
maupun untuk lapis aspal itu sendiri.
d) Agar menghindari pengrusakan yang dilakukan oleh pengguna
jalan yang kebanyakan dari mereka merupakan warga sekitar,
sebaiknya rambu jalan dipasang saat mendekati hari dimana
jalan sudah bisa diakses oleh orang umum.

62
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil pengamatan di lapangan serta perhitungan ulang perencanaan yang
telah dilakukan terhadap pekerjaan perkerasan jalan pada proyek
pembangunan jalan dan jembatan lingkar selatan tepatnya pada STA
0+250 sampai 0+450 yang berada di Kabupaten Sampang dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Metode pelaksanaan pada pekerjaan penghamparan lapis perkerasan


a. Penghamparan, pemadatan, dan curing lapisan CTB (Cement
Treated Base)
b. Pengujian core drill dan sand cone lapis CTB
c. Penyemprotan lapis pengikat (Prime Coat)
d. Penghamparan dan pemadatan lapis AC-Base (Asphalt Concrete
Base)
e. Pengujian core drill lapis AC-Base
f. Penyemprotan Lapis Perekat (Tack Coat)
g. Penghamparan dan pemadatan lapis AC-BC (Asphalt Concrete
Binder Course)
h. Pengujian core drill lapis AC-BC
i. Penyemprotan Lapis Perekat (Tack Coat)
j. Penghamparan dan pemadatan lapis AC-WC (Asphalt Concrete
Binder Course)
k. Pengujian core drill lapis AC-WC
l. Pekerjaan bahu jalan
m. Pekerjaan marka jalan

63
2. Perbandingan tebal lapisan perkerasan di lapangan dengan hasil
perhitungan perencanaan ulang

Lapis Pelaksanaan Perhitungan


Perkerasan Lapangan Perencanaan
AC-WC 4 cm 4 cm
AC-BC 6 cm 6 cm
AC Base 8 cm 7,5 cm
CTB 15 cm 15 cm

3. Metode pengawasan pada pekerjaan penghamparan lapis perkerasan


a. CTB (Cement Treated Base)
1) Quality Control

a) Sandcone Test
b) Pengujian Core Drill

2) Perawatan (Curing)
b. Pekerjaan Pengaspalan
Segala pekerjaan lapis perkerasan (CTB – ACWC) pada STA 0+250
sampai 0+450 sesuai dengan spesifikasi.
4. Kendala yang terjadi di lapangan saat pekerjaan penghamparan lapis
perkerasan antara lain:
a. Finisher terjadi overhead
b. Batching plant pada lokasi pekerjaan tidak digunakan
c. Cuaca yang tidak menentu
d. Rambu jalan yang dirusak oleh pengguna jalan yang kebanyakan
merupakan warga sekitar

64
B. Saran
1. Disarankana agar penghamparan lapis aspal baik AC-Base, AC-BC,
dan AC-WC dilakukan saat musim kemarau sehingga kendala cuaca
yang membuat pekerjaan berhenti sementara tidak akan terjadi.
2. Diberikan akses jalan lain sementara untuk masyarakat sekitar agar
segala fasilitas dan pekerjaan pada proyek tersebut tidak dirusak
dikarenakan minimnya pengetahuan tentang proyek konstruksi dan
rambu jalan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Akbar. 2021. Ini Dia Perbedaan Prime Coat dan Tack Coat.
https://jasapengaspalan.co.id/perbedaan-prime-coat-tack-coat/

Departemen Pekerjaan Umum Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya


Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (PUSBIN-
KPK). 2007. Modul SEBC-05: Pengawasan Mutu, Kuantitas dan Waktu.
Jakarta. 131 hal.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan (REVISI
Juni 2017) Nomor 04/SE/Db/2017. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Jakarta. 235 hal.

Direktorat Jendral Bina Marga. 2020. Spesifikasi Umum 2018 Untuk Pekerjaan
Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2). Kementrian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat. Jakarta. 1036 hal.

DPUPKP Kabupaten Kulon Progo. 2022. Apa Itu Cement-Treated Base (CTB)?.
https://dpu.kulonprogokab.go.id/detil/790/apa-itu-cement-treated-base-
ctb#:~:text=Cement%2DTreated%20Base%20(CTB),kekuatan%20dan
%20ketahanan%20yang%20lebih

DPUPR Kabupaten Grobogan. 2014. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible


Pavement). https://dpupr.grobogan.go.id/info/artikel/29-konstruksi-
perkerasan-lentur-flexible-pavement

Hotimah, Khosnol. 2021. Teknik Sipil. Pamekasan: Metode Pelaksanaa dan


Perencanaan Pekerjaan Rekonstruksi Badan Jalan Pada Proyek Preservasi
Jalan dan Jembatan Ngawi-Nganjuk-Kertosono (MYC) (Studi Kasus: KM
122+125 – KM 122+500)

66
Pedoman Konstruksi dan Bangunan. 2004. Survai Pencacahan Lalu Lintas
dengan cara Manual. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Jakarta. 36 hal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang


Penyelenggaraan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Rifki. 2022. Teknik Sipil. Pamekasan: Perencanaan dan Pelaksanaan Pekerjaan


Lapis Tambah (Overlay) Pada Proyek Pembangunan Jalan Pegantenan-
Bujur Barat (25) (Study Kasus Pada STA 0+000 – 2+000)

Sukirman, S. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan


Kedua Atas Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

Undang Undang Republik Indoneisa Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

67
LAMPIRAN

68
LAMPIRAN I – SHOP DRAWING

69
70
LAMPIRAN II -
LOGBOOK

71
72

Anda mungkin juga menyukai