Anda di halaman 1dari 220

PENGARUH PENGGUNAAN SLAG NIKEL FENI 4 SEBAGAI SUBTITUSI

AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS HAMPAR DINGIN


COLD PAVING HOT MIX ASBUTON (CPHMA)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan S1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo

Disusun Oleh:

ICHI AYU NAGA MAS


E1A1 18 039

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
ii
iii
iv
PENGGARUH PENGGUNAAN SLAG NIKEL FENI 4 SEBAGAI
SUBTITUSI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL
PANAS HAMPAR DINGIN COLD PAVING HOT MIX ASBUTON
(CPHMA)
Ichi Ayu Naga Mas1, Edward Ngii2, Nasrul3
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
2
Dosen dan Peneliti Jurusan Teknik Sipil, fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
Koresponden *, Email : ichiayu28@gmail.com

ABSTRAK

Slag nikel merupakan salah satu jenis limbah yang diperoleh dari peleburan biji nikel
PT. ANTAM Pomala Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawasi Tenggara. Salah satu jenis
peleburan biji nikel adalah slag nikel FeNI 4, berbeda dengan jenis sebelumnya slag nikel
FeNi 4 memiliki ukuran butiran yang lebih kecil dimana ukuran butirannya lolos saringan
No. 4 sehingga mendekati ukuran butiran agregat halus. Salah satu jenis campuran
perkerasan jalan adalah CPHMA atau Cold Paving Hot Mix Asbuton adalah asbuton yang
dicampur panas dan dihampar dalam keadan dingin, campuran perkerasan cphma
membutuhkan bahan penyusun seperti agregat halus untuk mendukung kinerja konstruksi
lapis perkerasan agar mampu untuk menahan beban lalu lintas. Pada penelitian ini
memanfaatkan limbah nikel berupa slag nikel FeNi 4 yang memiliki ukuran butitan seperti
agregat halus normal sehingga berpotensi digunakan sebagai subtitusi agregar halus pada
campuran perkerasan jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
slag nikel FeNi 4 terhadap karakteristik marshall pada campuran cphma. Penetapan variasi
kadar subtitusi agregat halus sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%, terhadap total berat
agregar halus. Hasil penelitian menunjukan bahwa seiring dengan penambahan kadar
subtitusi slag nikel FeNi 4 yaitu sebesar 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%, mengakibatkan
karaktirsik marshall pada campuran semakin menurun. Jika penggunaan kadar slag nikel
sedikit maka akan mengakibatkan karakteristik marshall pada campuran cphma akan
semakin membaik begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan bentuk fisik slag nikel yang
sedikit berbeda dengan agregat halus dimana permukaan slag nikel lebih halus dan licin.

Kata Kunci : Bahan Subtitusi , Slag Nikel, CPHMA

v
THE EFFECT OF USING PHENY 4 NICKEL SLAG AS A SUBSTITUTION OF
FINE AGGREGATE IN HOT ASPHALT MIXTURES COLD PAVING HOT MIX
ASBUTON (CPHMA)

Ichi Ayu Naga Mas1, Edward Ngii2, Nasrul3


1
Student of Civil Engineering Department, Faculty of Engineering Halu Oleo
University
2
Lecture and Researcher of Civil Engineering Department, Faculty of Engineering,
Halu Oleo University

Correspondent *, Email : ichiayu28@gmail.com

ABSTRACT

Nickel slag is one type of waste obtained from the smelting of nickel ore PT. ANTAM Pomala, Kolaka,
Southeast Sulawesi. One type of nickel ore smelting is FeNI 4 nickel slag, in contrast to the previous
type, FeNi 4 nickel slag has a smaller grain size where the grain size passes the No. sieve. 4 so that it
is close to the grain size of the fine aggregate. One type of road pavement mixture is CPHMA or Cold
Paving Hot Mix Asbuton is asbuton which is mixed hot and spread cold, the CPHMA pavement
mixture requires constituent materials such as fine aggregate to support the performance of the
pavement layer construction to be able to withstand traffic loads. In this study, nickel waste is used in
the form of nickel slag FeNi 4 which has a grain size similar to normal fine aggregate so that it has
the potential to be used as a substitute for fine aggregate in road pavement mixtures. This study aims
to determine the effect of using FeNi 4 nickel slag on the marshall characteristics of the CPHMA
mixture. Determination of the variation of fine aggregate substitution content of 0%, 25%, 50%, 75%
and 100%, to the total weight of fine aggregate. The results showed that along with the addition of
nickel slag substitution levels of FeNi 4, namely 0%, 25%, 50%, 75% and 100%, the marshall
characteristics of the mixture decreased. If the use of a small amount of nickel slag will result in the
Marshall characteristics of the CPHMA mixture getting better and vice versa. This is because the
physical form of nickel slag is slightly different from that of fine aggregate where the surface of nickel
slag is smoother and slicker.

Keywords: Substitution Material, Nickel Slag.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang

telah melimpahkan rahmat, karunia dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul ―Pengaruh Penggunaan Slag Nikel

FeNi 4 Sebagai Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran Aspal Panas Hampar

Dinggin Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)‖.

Dengan segala kekurangan dalam menyusun skripsi ini, penulis

menyadari bahwa hasil penelitian ini tidak akan terselesaiakan sebaik-baiknya

tanpa bantuan, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak.

Melalui kesempatan ini dengan segala bakti penulis hanturkan ucapan

terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis ibunda tercinta Kartini,

S.Ag dan ayahanda tercinta La Ngkarisu, S.Pd., SH., MH, atas segala doa,

restu,semangat, bimbingan, arahan, nasehat, serta ketabahan dalam mendidik,

membesarkan, dan menaruh harapan besar kepada penulis, permohonan maaf

apabila selama penulis menyusun skripsi ini penulis sering kali lalai dalam

melaksanakan kewajiban sebagai seorang anak. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta‘

ala selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kedua orang tua

penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Dr. Edward Ngii, ST.,

MT selaku pembimbing pertama dan bapak Dr. H Nasrul, ST., MT selaku

pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam

vi
mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan maupun

dalam proses penyusunan Skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula

kepada yang terhormat :

1. Rektor Universita Halu Oleo Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firuhu.,

S.Si., M.Si., M.Sc.

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Dr. Edward Ngii, ST., MT.

3. Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Dr. Ir.

Adris Ade Putra., ST.,MT, terimakasih atas arahan dan bimbingan selama

penulis menyelesaiakan studi di Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.

4. Dosen Penguji, Ibu Dr. Siti Nurjanah Ahmad, ST., MT, Bapak Dr. La

One, ST., MT dan Ibu Rinni Sriyani, ST., MT, yang telah bersedia

membimbing penulis dalam melakukan segala rangkaian penelitian hingga

penelitian ini dapat diselesaikan.

5. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo

yang telah memberikan ilmunya selama penulis melakukan perkuliahan di

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.

6. Staf Pengelolah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu

Oleo yang telah banyak membantu proses administrasi penulis dalam

menyelesaikan studi.

7. PT. ANTAM POMALA atas bantuan material berupa Slag Nikel FeNi 4

8. PT. PATRIOT atas bantuan material berupa Agregat.


vii
9. Saudara penulis, dr. Rahmi Utami. S.Ked, Hikmah Zuhriah Banguntasi, Nur

Fajriatus Syifa, Dewi Kurniawati (alm), yang selalu memberikan doa dan

dukungan serta perhatian selama penulis melakukan studi.

10. Kakak sepupu penulis kakak egi dan istrinya kakak ayu serta anaknya

aisyah yang selalu memberikan dukungan, arahan, motivasi serta perhatian

kepada penulis selama penulis melakukan studi.

11. Sahabat-sahabat penulis sejak awal perkuliahan Wa Ode Rahmawati,

Annisa Puji Lestari, Anita Yuliana, Dian Nirmala Sari, Pipit Krida Rahayu,

Emerensya Mercyana Kopong, Sutra Angraeni dan St Fauziah Nuraiani

terimakasih atas segala dukungan dan selalu menjadi tempat penulis dalam

berkeluh kesah selama perkuliahan hingga proses penelitian.

12. Sahabat-Sahabat penulis saat SMA hingga saat ini Astri Syahirani, Resti

Sagita Rahayu, Amni Wahyuni, Masyrurah, Bripda La Ode Muhammad

Aan Satria Madauli terimakasih selalu memberikan dukungan dan motivasi

selama penulis menyelesaikan studi.

13. Rekan-Rekan Angkatan 2018 Teknik Sipil Universitas Halu Oleo,

terimakasih atas dukungan dan bantuan selama penulis melakukan

perkuliahan hingga proses penelitian. Tanpa bantuan dari rekan-rekan

penulis tidak bisa sampai pada tahap ini.

viii
14. Teknisi Laboratorium Sistem dan Teknik Transportasi, Kak Yadi terimakasi

telah meluangkan waktu dan tenaga kepada penulis selama penulis

melakukan penelitian di Laboratorium.

15. Senior-Senior penulis, kak fadil, kak ian, kak pangki,kak dimas yang telah

meluangkan waktu dan pikiran sehingga mempermudah penulis dalam

melakukan penelitian

16. Serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap Allah Subhanahu Wa Ta‘ala berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam

menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu paenulis

mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan penelitian selanjutnya.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bukan hanya sebagai kewajiban

tugas akhir, melainkan menjadi referensi untuk penelitian maupun pengembangan

ilmu selanjutnya.

Kendari, Maret 2022

Ichi Ayu Naga Mas

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

ABSTRACT .......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 7

2.1 Pengertian Jalan ........................................................................................ 7

2.2 Perkerasan Jalan ....................................................................................... 7

x
2.2.1 Perkerasan Lentur .......................................................................................... 7

2.2.2 Komponen – Komponen Perkerasan Lentur.................................................. 9

2.3 Aspal ....................................................................................................... 12

2.3.1 Jenis-Jenis Aspal.......................................................................................... 13

2.3.2 Fungsi Aspal Sebagai Material Pengikat ..................................................... 17

2.4 Slag Nikel ............................................................................................... 18

2.5 Aspal Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA) ................................... 20

2.6 Komponen – Komponen Pembentuk CPHMA (Cold Paving Hot Mix


Asbuton) ............................................................................................................ 22

2.6.1 Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Asbuton ...................................... 32

2.7 Bahan Modifier....................................................................................... 35

2.8 Pengujian Campuran Beraspal dengan Uji Marshall.............................. 35

2.8.1 Rongga Diantara Mineral Agregat (Voild In The Mineral Agregat/VMA) . 36

2.8.2 Rongga didalam Campuran (Void In The Compacted Mixture/ VIM)......... 37

2.8.3 Rongga Udara yang Terisi Aspal (Voids Filled whit Butimen/VFB)........... 38

BAB III.................................................................................................................. 39

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 39

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 39

3.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 40

3.3 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 40

3.3.1 Bahan-bahan yang digunakan ...................................................................... 40

3.3.2 Alat-Alat Yang digunakan ........................................................................... 44

3.4 Tahapan Penelitian ................................................................................. 48

3.4.1 Tahapan Persiapan Alat dan bahan .............................................................. 48

xi
3.4.2 Tahap Pengujian Karakteristik Agregat....................................................... 48

3.4.3 Tahap Pengujian Ekstraksi Aspal Buton B 50/30 ....................................... 49

3.4.4 Tahap Pengujian Berat Jenis Modifier ........................................................ 50

3.4.5 Tahap Pengujian Karateristik Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel FeNi 4 )

50

3.4.6 Tahap Pembuatan Benda Uji ....................................................................... 50

3.4.7 Tahap Pengujian Marshall Test ................................................................... 56

3.5 Bagan Alur Penelitian............................................................................. 59

BAB IV ................................................................................................................. 60

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 60

4.1 Hasil Pengujian Agregat ......................................................................... 60

4.1.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Ex Moramo ............................. 60

4.1.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (Abu Batu) Ex Moramo .......... 61

4.1.2 Berat Jenis dan Penyerapan Slag Nikel Feni 4 ............................................ 62

4.1.3 Ekstraksi Asbuton ........................................................................................ 63

4.2 Hasil Pengujian Bahan Peremaja............................................................ 65

4.3 Analisa Berat Jenis Gabungan ................................................................ 66

4.4 Perancangan Komposisi Campuran (Mix Design) ................................. 71

4.5 Pengujian Marshall ................................................................................. 92

4.5.1 Hasil Pengujian Marshall............................................................................. 92

4.6 Analisa Pengujian Marshall .................................................................... 95

4.6.1 VMA (Void In The Mineral Aggergate)............................................. 96

4.6.2 VIM (Void In Mix) ........................................................................... 100

4.6.3 VFA (Void Filled With Asphalt) ...................................................... 104


xii
4.6.4 Stabilitas (Stability) .......................................................................... 108

4.6.5 Kelelehan (Flow) .............................................................................. 111

4.6.6 Marshall Quotient (MQ) ................................................................... 115

4.7 Grafik Pengujian Marshall .................................................................. 118

4.7.1 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 0 %


dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%. .................................................... 119

4.7.2 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 25 %


dengan Kadar Modifier2%, 2,5% dan 3%. ..................................................... 125

4.7.3 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 50 %


dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%. ................................................... 130

4.7.4 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 75 %


dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%. .................................................... 136

4.7.5 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 100 %
dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%. .................................................... 141

4.8 Grafik Rekapitulasi Pengujian Marshall ............................................. 147

BAB V............................................................................................................. 152

PENUTUP ....................................................................................................... 152

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 152

5.2 Saran ..................................................................................................... 153

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 155

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Pengujian TCLP Slag Nikel ........................................................ 19

Tabel 2.2 Hasil Pengujian sifat fisik slag nikel .................................................... 20

Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi CPHMA ............................................................... 24

Tabel 2.4 Spesifikasi Agregat Kasar .................................................................... 25

Tabel 2.5 Spesifikasi Agregat Halus .................................................................... 27

Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Dalam CPHMA ...................................................... 28

Tabel 2.7 Sifat-Sifat Campuran CPHMA ............................................................. 28

Tabel 2.8 Persyaratan Asbuton Butir B 50/30 ...................................................... 31

Tabel 2.9 Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Asbuton ............................... 32

Tabel 2.10 Persyaratan Sifat Campuran Setelah Dipadatkan ............................... 33

Tabel 2.11 kadar dan Sifat Aspal Hasil Ekstraksi CPHMA ................................. 34

Tabel 2.12 Ketentuan Modifier............................................................................. 35

Tabel 2.13 Persyaratan CPHMA Padat ................................................................ 36

Tabel 4.1 Berat Jenis Agregat Kasar Ex Moramo ................................................ 61

Tabel 4.2 Berat Jenis Agregat Halus (Abu Batu) Ex Moramo ............................. 62

Tabel 4.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (Slag Nikel FeNi 4) ......... 63

Tabel 4.4 Hasil Ekstraksi Asbuton ....................................................................... 64

Tabel 4.5 Gradasi Mineral Asbuton ..................................................................... 65

Tabel 4.6 Pengujian Karakteristik Modifier (Aspal Minyak –Bungker Oil) ........ 65

Tabel 4.7 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 0% Slag Nikel 66

xiv
Tabel 4.8 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 25% Slag Nikel

............................................................................................................ 67

Tabel 4.9 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Sutitusi 50% Slag Nikel 68

Tabel 4.10 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 75% Slag Nikel

............................................................................................................ 69

Tabel 4.11 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 100% Slag

Nikel ................................................................................................... 70

Tabel 4.12 Rancangan Komposisi Campuran 0% Slag Nikel FeNi 4 .................. 74

Tabel 4.13 Rancangan komposisi Campuran 25 % Slag Nikel FeNi 4 ............... 77

Tabel 4.14 Rancangan Komposisi Campuran 50 % Slag Nikel FeNi 4 ............... 81

Tabel 4.15 Rancangan Komposisi Campuran 75 % Slag Nikel FeNi 4 ............... 85

Tabel 4.16 Rancangan Komposisi Campuran 100 % Slag Nikel FeNi 4 ............. 89

Tabel 4.17 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 0% Slag Nikel .......... 92

Tabel 4.18 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 25 % Slag Nikel ....... 93

Tabel 4.19 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 50% Slag Nikel ........ 94

Tabel 4.20 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 75% Slag Nikel ........ 94

Tabel 4.21 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 100% Slag Nikel ...... 95

Tabel 4.22 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 0% dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ...................................................... 96

Tabel 4.23 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 25 % dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ...................................................... 97

Tabel 4.24 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 50 % dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ...................................................... 98

xv
Tabel 4.25 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 75 % dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ...................................................... 98

Tabel 4.26 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 100 % dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% . 99

Tabel 4.27 Hasil Analisis perhitunan VIM dengan jumlah kadar subbtitusi slag

nikel 0% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%............................... 101

Tabel 4.28 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag

nikel 25% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%............................. 102

Tabel 4.29 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag

nikel 50 % dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%............................ 102

Tabel 4.30 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag

nikel 75% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%............................. 103

Tabel 4.31 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag

nikel 100% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%........................... 103

Tabel 4.32 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 0%, dan kadar

modifier 2%, 2,5% dan 3%............................................................... 105

Tabel 4.33 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 25%, dan kadar

modifier 2%, 2,5% dan 3 %.............................................................. 105

Tabel 4.34 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 50%, dan kadar

modifier 2%, 2,5% dan 3 %. ............................................................ 106

Tabel 4.35 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 75 %, dan kadar

modifier 2%, 2,5% dan 3 %.............................................................. 107

xvi
Tabel 4.36 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 100 %, dan kadar

modifier 2%, 2,5% dan 3 %.............................................................. 107

Tabel 4.37 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 0% dan

.......................................................................................................... 108

Tabel 4.38 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 25%

dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ............................................ 109

Tabel 4.39 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 50 %

dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.............................................. 109

Tabel 4.40 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 75 %

dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ............................................. 110

Tabel 4.41 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 100%

dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ............................................. 111

Tabel 4.42 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 0% dan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%..................................................... 112

Tabel 4.43 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 25% dan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ................................................... 112

Tabel 4.44 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 50% dan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%..................................................... 113

Tabel 4.45 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 75% dan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%..................................................... 113

Tabel 4.46 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 100 % dan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ................................................... 114

Tabel 4.47 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 0% slag nikel... 115

xvii
Tabel 4.48 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 25 % slag nikel 116

Tabel 4.49 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 50% slag nikel. 116

Tabel 4.50 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 75 % slag nikel 117

Tabel 4.51 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 100 % slag nikel

.......................................................................................................... 118

Tabel 4.52 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 0% slag nikel

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ...................................... 119

Tabel 4.53 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 25 % slag

nikel dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. .............................. 125

Tabel 4.54 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 50 % slag

nikel dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. .............................. 130

Tabel 4.55 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 75 % slag

nikel dengan kadar Modifier2%, 2,5% dan 3%. ............................... 136

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Proporsi Rongga Dalam Campuran Aspal .............................18

Gambar 3.1 Agregat Kasar .....................................................................................41

Gambar 3.2 Agregat Kasar .....................................................................................41

Gambar 3.3 Agregat Halus Pengganti (Slag FeNi 4) .............................................42

Gambar 3.4 Filler...................................................................................................42

Gambar 3.5 Asbuton Lawelle B50/30 ....................................................................43

Gambar 3.6 Modifier ..............................................................................................43

Gambar 3.7 Alat Uji Marshall ................................................................................44

Gambar 3.8 Cetakan Benda Uji .............................................................................45

Gambar 3.9 Ejector ................................................................................................45

Gambar 3.10 Alat Penumbuk .................................................................................46

Gambar 3.11 Bak Perendam ..................................................................................46

Gambar 3.12 Oven .................................................................................................47

Gambar 3.13 Thermometer ....................................................................................47

Gambar 3.14 Asbuton butir yang telah disaring ....................................................49

Gambar 3.15 Proses ekstraksi Asbuton ..................................................................49

Gambar 3.16 Penyaringan Agregat batu moramo dan Slag Nikel FeNi 4 .............51

Gambar 3.17 Pemisahan agregat batu moramo dan slag nikel FeNi 4 berdasarkan

nomor saringan ...............................................................................51

Gambar 3.18 Agregat dan Slag Nikel FeNi 4 yang telah ditimbang dan dimasukan

kedalam plastik. ..............................................................................52

xix
Gambar 3.19 Proses pemanasan bahan peremaja/modifier ....................................52

Gambar 3.20 Agregat dimasukan kedalam wajan kemudian dipanaskan hingga

mencapai suhu 150◦ C.....................................................................53

Gambar 3.21 Agregat dan Asbuton dicampur dan dipanaskan hingga mencapai

suhu 150◦ C .....................................................................................54

Gambar 3.22 Proses pendinginan campuran selama 1 x 24 Jam ...........................54

Gambar 3.23 Proses pemadatan benda uji .............................................................55

Gambar 3.24 Benda uji yang telah dipadatkan sesuai variasi slag dan modifier ..55

Gambar 3.25 Proses penimbangan benda uji dalam keadaan kering .....................56

Gambar 3.26 Benda uji direndam selama 24 jam ..................................................56

Gambar 3.27 Menimbang benda uji didalam air ....................................................57

Gambar 3.28 Penimbangan benda uji kering permukaan jenuh ............................57

Gambar 3.29 Benda uji direndam dalam air selama 30-40 menit ..........................58

Gambar 3.30 Proses pengujian marshall ...............................................................58

Gambar 3.31 Bagan Alur Penelitian ......................................................................59

Gambar 4.1 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 0%,

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ....................................119

Gambar 4.2 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 0%, dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .................................................120

Gambar 4.3 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag nikel

0%, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%. ...........................121

Gambar 4.4 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 0% dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ................................................122

xx
Gambar 4.5 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 0% Variasi

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ...................................123

Gambar 4.6 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 0%,

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ...................................123

Gambar 4.7 Penentuan Kadar Modifier Optimum Pada Variasi Kadar Subtitusi

0% Slag Nikel ...............................................................................124

Gambar 4.8 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 25%,

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ....................................125

Gambar 4.9 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 25%,dengan

kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .................................................126

Gambar 4.10 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag

nikel 25%, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%. ................127

Gambar 4.11 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel

25%dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ............................128

Gambar 4.12 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 25 %

dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. ...................................128

Gambar 4.13 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 25

%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. ..............................129

Gambar 4.14 Penentuan Kadar Modifier Optimum Pada Variasi Kadar Subtitusi

25% Slag Nikel .............................................................................130

Gambar 4.15 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 50%

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ....................................131

xxi
Gambar 4.16 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 50 %

,dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3% ...................................132

Gambar 4.17 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag

nikel 50 %, dengan kadar modifire 2%, 2,5 % dan 3%. ...............133

Gambar 4.18 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 50%

dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. ..................................133

Gambar 4.19 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 50 %

Variasi dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. .......................134

Gambar 4.20 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 50

%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. ..............................135

Gambar 4.21 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar Subtitusi

50% Slag Nikel .............................................................................136

Gambar 4.22 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ....................................137

Gambar 4.23 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %,

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% ....................................137

Gambar 4.24 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag

nikel 75 %, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%. ...............138

Gambar 4.25 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ..................................139

Gambar 4.26 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %

Variasi dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. .......................140

xxii
Gambar 4.27 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 75

%, dengan kadar peremaja 2%, 2,5% dan 3%. .............................140

Gambar 4.28 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar Subtitusi

75% Slag Nikel .............................................................................141

Gambar 4.29 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 100%

dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3% ....................................142

Gambar 4.30 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %,

dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3% ....................................143

Gambar 4.31 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag

nikel 100 %, dengan kadar modifire 2%, 2,5 % dan 3%. .............144

Gambar 4.32 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %

dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. ..................................144

Gambar 4.33 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %

Variasi dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%. .......................145

Gambar 4.34 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 100

%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%. ..............................146

Gambar 4.35 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar Subtitusi

100% Slag Nikel ...........................................................................147

Gambar 4.36 Grafik rekapitulasi hubungan antar stabilitas dengan kadar modifier147

Gambar 4.37 Grafik rekapitulasi hubungan antar flow dengan kadar modifier ...148

Gambar 4.38 Grafik rekapitulasi hubungan antar Marshall Quotient dengan kadar

modifier.........................................................................................149

Gambar 4.39 Grafik rekapitulasi hubungan antar VMA dengan kadar modifier .150

xxiii
Gambar 4.40 Grafik rekapitulasi hubungan antar VFA dengan kadar modifier ..150

Gambar 4.41 Grafik rekapitulasi hubungan antar VIM dengan kadar modifier ..151

xxiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Infrastuktur merupakan salah satu hal yang paling penting dalam upaya

pembangunan suatu wilayah. Tersedianya infrastruktur yang memadai akan sangat

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pembangunan

infrastruktur yang baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam sejarah

pembangunan infrastruktur yang semakin pesat sehingga mengahsilkan sarana dan

prasaranan yang dapat menunjang kebutuhan manusia dalam segala bidang

kehidupan. Salah satu jenis infrastruktur yaitu jalan yang merupakan kebutuhan

sekunder manusia yang perlu mendapat perhatian khusus.

Jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang sering digunakan

manusia. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai

peranan penting terutama dalam bidang ekonomi sosial dan budaya serta

lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar

tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Indonesia

sebagai salah satu negara berkembang sangat membutuhkan kualitas dan kuantitas

jalan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan berbagai

jenis kegiatan, baik itu aksesibilitas maupun perpindahan barang dan jasa.

Pembangunan infrastuktur jalan pada saat ini difokuskan pada kualitas dan

penghematan biaya pembangunan. Perkembangan penelitiaan mengenai bahan

konstruksi perkerasana jalan baik itu perkerasan kaku (rigid pavement) ataupun

perkerasan lentur (flexsibel pavement) difokuskan pada pemanfaatan sumber daya


1
alam dalam hal ini material yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dimana

konstruksi perkerasan akan dilakukan.

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan berupa aspal alam di

pulau Buton Provinsi Sulawesi Tenggara yang biasa disebut dengan asbuton.

Jumlah asbuton yang terdapat di Pulau Buton diperkirakan berjumlah 677.247.000

ton (Balitbang PU, 2016). Melihat jumlah asbuton yang melimpah Kementerian

PU mengeluarkan peraturan Menteri No. 18/PRT/M/2018 tanggal 13 Juli 2018,

yang berisi tentang Penggunaan aspal buton untuk pembangunan dan preservasi

jalan.

Teknologi penggunaan asbuton yang baru berkembang adalah Cold Paving

Hot Mix Asbuton (CPHMA). Menurut Ditjen Bina Marga (2013) CPHMA adalah

campuran asbuton yang terdiri dari agregat, asbuton butir, peremaja dan bahan

tambah lain yang dicampur panas hampar dingin. CPHMA memiliki keunggulan

yaitu dalam penggunaan CPHMA dapat dipadatkan dingin sehingga sangat cocok

digunakan untuk daerah yang berada jauh dari lokasi AMP. Tetapi pada

aplikasinya dilapangan CPHMA juga memiliki kelamahan dalam workability

karena campuran yang sudah dingin lebih kaku sehingga lebih susah untuk

dipadatkan karenanya mempengaruhi kinerja campuran (Suroso, 2008).

Penggunaan material alam sebagai bahan baku perkerasan jalan saat ini

mengakibatkan ketersediaan material alam yang semakin berkurang, biaya yang

besar dan sangat berdampak pada eksploitasi sumber daya alam, alternatif

pemanfaatan limbah sebagai bahan baku perkerasan jalan pada saat ini sangat

dimungkinkan, salah satu jenis limbah yang dapat digunakan sebagai material

2
perkerasan jalan adalah slag nikel. Slag nikel adalah salah satu jenis limbah yang

dihasilkan dari proses peleburan biji nikel PT. ANTAM Kabupaten Kolaka

Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satu jenis slag nikel yang diperolah dari hasil

peleburan biji nikel pada aktivitas penambangan adalah Slag FeNi 4. Berbeda

dengan jenis sebelumnya distribusi ukuran material tipe FeNi 4 ini mencapai lebih

dari lolos saringan No. 8, sehingga mendekati ukuran bahan agregat halus (pasir).

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Peraturan

Pemerintah No 22/2021 telah mengecualikan slag nikel dari jenis limbah B3

bentuk fisik dari slag nikel yang menyerupai batu alam, menyebabkan potensi slag

nikel digunakan sebagai bahan baku perkerasan jalan sanngat dimungkinkan.

Disisi lain kebutuhan agregat halus untuk pembangunan infrastruktur jalan

semakin sulit diperoleh karena agregat campuran aspal didasarkan pada asumsi

berasal dari sumber yang sama, kualitas yang sama, serta memilili berat jenis yang

sama atau hampir sama. Penumpukan slag nikel halus yang semakin banyak setiap

tahunnya dapat dikurangi dengan cara memanfaatkan slag nikel halus (FeNi 4)

sebagai agregat halus pada campuran aspal.

Penelitian ini akan digunakan slag nikel FeNi 4 sebagai bahan penganti

agregat halus pada campuran aspal panas hampar dinggin Cold Paving Hot Mix

Asbuton (CPHMA).

3
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam perencanaan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja campuran perkerasan CPHMA yang menggunakan slag

nikel FeNi 4 sebagai pengganti agregat halus?

2. Berapa Kadar Modifire Optimum (KMO) pada penggunaan slag nikel FeNi

4 sebagai agregat halus ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui kinerja campuran perkerasan CPHMA yang

menggunakan slag nikel FeNi 4 sebagai pengganti agregat halus .

2. Untuk mengetahui Kadar Modifire Optimum (KMO) pada penggunaan slag

nikel FeNi 4 sebagai agregat halus.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dalam perencanaan penelitian ini terhadap

ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Dapat memberikan pemahaman dan menambah wawasan mengenai

pengaruh penggunaan slag nikel FeNi 4 sebagai agregat halus pada

campuran aspal

4
2. Menafaatkan limbah B3 slag nikel FeNi 4 sebagai agregat halus pada

campuran aspal.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari perencanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Ruang lingkup penelitiaan hanya sebatas pada skala laboratorium.

2. Sebagai bahan pengikat digunakan Aspal Buton jenis Lawele jenis B

50/30.

3. Material agregat kasar berasal dari moramo, agregat halus dari pohara,

abu batu berasal dari pohara, dan slag nikel FeNi 4 berasal dari

PT.ANTAM tbk kolaka.

4. Tinjauan terhadap karakteristik campuran hanya terbatas pada

pengamatan terhadap hasil pengujian Marshall

5. Penggunaan Kadar Modifire Optimum (KMO) merujuk pada penelitian

terdahulu yang sudah pernah dilakukan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan yang digunakan penulis dalam perencanaan tugas

akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikatentang latar belakang, rumusan maslah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, keaslian

5
penelitian, persamaan dan perbedaan dngan penelitian sebelumnya

dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang teori – teori yang dijadikan dasar

dalam penganalisaan dan pembahasan masalah serta bebarapa

definisi dari studi literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang data dan metode yang akan

digunakan serta usulan pemecahan masalah yang berbentuk

langkah – langkah yang ditempuh dalam pemecahan masalah pada

penelitian ini.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tantang hasil dan pembahasan. Hasil

perhitungan dan pembahasan tersebut berdasarkan literatur yang

ada pada bab sebelumnya

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan – kesimpulan terutama setelah

dilakukan analisa dan pembahasan. Kemudian dalam bab ini juga

berisi mengenai saran atau rekomendasi yang didasarkan pada hasil

penelitian dan penilaian menurut pendapat serta pemikiran peneliti.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termaksut bangunan penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang

diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan

tanah, dibawah permukaan tanah, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan

lori dan jalan kabel (UU RI No 2 Tahun 2022). Jalan juga dapat didefiniskan

sebagai jalur-jalur tanah di atas permukaan bumi yang sengaja dibuat oleh

manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan konstruksinya sehingga dapat

digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang

mengangkut barang-barang dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya

dengana cepat dan mudah. (Sukirman,1994).

2.2 Perkerasan Jalan

2.2.1 Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur (Flexibel Pavement) merupakan jenis perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan – lapisan pengikatnya bersifat

memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar ( Sukirman, 1999 ).

Perkerasan lentur juga dapat didefinisikan sebagai campuran agregat batu pecah,

pasir, material pengisi, dan aspal yang dihamparkan dan dipadatkan. Konsep

dasar dalam perancangan perkerasan lentur, yaitu dengan menghamparkan

7
lapisan – lapisan permukaan dan lapis fondasi beserta lapisan – lapisan antaranya,

sedemikian hingga regangan pada tanah dasar dapat dikendalikan guna mencegah

terjadinya defleksi permanen. Perancangan perkerasan lentur didasarkan pada

kombinasi teori elastis dan pengalaman. Teori elastis digunakan untuk

menganalisis regangan dalam setiap lapisan agar defleksi berlebihan tidak terjadi.

Pengalaman digunakan untuk menentukan parameter – parameter kinerja yang

digunakan untuk memprediksi jumlah pengulangan beban yang dapat

mengakibatkan retaknya perkerasan (Hardiyatmo, 2015). Tujuan dari perkerasan

adalah (1) Agar di atas struktur perkerasan itu bisa dilalui setiap saat. Oleh

karena itu perkerasaan harus kedap air melindungi lapis tanah dasar sehingga

kadar air lapis tanah dasar tidak mudah berubah; (2) Mendistribusikan beban

terpusat, sehingga tekanan yang terjadi pada lapis tanah dasar menjadi lebih

kecil. Oleh karena itu lapis struktur perkerasan harus dibuat dengan sifat

modulus kekakuan (moduus elastisitas) lapis di atas lebih besar dari lapis di

bawahnya; (3) Menyediakan kekesatan agar aman Oleh karena itu permukaan

perkerasan harus kasar, sehingga mempunyai koefisien gesek yang besar antara

roda dan permukaan perkerasan; (4) Menyediakan kerataan agar nyaman. Oleh

karena itu permukaan harus rata, sehingga pengguna tidak terguncang pada saat

lewat pada perkerasan (Lestari, 2013). Sedangkan menurut Hardiyatmo, 2015

tujuan perkerasan adalah (1) Untuk memberikan perkuatan rata/halus bagi

pengendara; (2) Untuk mendistribusikan beban kendaraan di atas formasi tanah

secara memadai, sehingga melindungi tanah dari teknanan yang berlebihan; (3)

Untuk melindungi formasi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca.

8
2.2.2 Komponen – Komponen Perkerasan Lentur

Menurut Sunarjono (2009) konstruksi perkerasan lentur terdiri atas beberapa

lapis perkerasan, yaitu lapis permukaan, lapis pondasi atas, dan lapis pondasi

bawah yang diletakkan di atas tanah dasar. Bila beban kendaraan bekerja, seluruh

lapis perkerasan dari atas ke bawah akan menerima beban dinamis dan berulang,

yang menyebabkan terjadinya tegangan dan regangan di setiap titik kedalaman (as

cided in Prasetyo, 2012). Dalam pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur

metode Bina Marga 2002 (Pt-T-01-2002-B) menjelaskan tentang komponen atau

susunan lapisan perkerasan lentur sebagaiman gambar dibawah ini.

1. Lapis Permukaan

Menurut Sukirman ( 1999), Lapisan permukaan (Surface Course) adalah

lapisan yang terletak paling atas pada lapis perkerasan jalan dan fungsinya

sebagai : (a) Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban

kendaraan yang diterima oleh lapis keras; (b) Non struktural, yaitu berupa lapisan

kedap air untuk mencegah masuknya air kedalam lapis perkerasan yang ada

dibawahnya dan menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan berjalan

dengan lancar ( as cited in Wong,2013 ). Lapis permukaan (Surface Course) juga

berfungsi agar kendaraan yang berada diatas permukaan mampu menahan beban

repetisi serta membagi beban tersebut kepada lapisan-lapisan di bawahnya (

Djalante, 2011 ).

Berdasarkan Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur metode Bina

Marga 2002 (Pt-T-01-2002-B) menjelaskan fungsi lapis permukaan (Surface

Course) adalah (1) Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda; (2)

9
Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat cuaca; (3) Sebagai lapisan aus (wearing course). Bahan untuk lapis

permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan

yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat

kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik,

yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.

2. Lapis Pondasi Atas ( Base Course)

Lapisan pondasi atas (base course) merupakan lapisan struktur perkerasan

lentur yang terletak di antara lapis permukaan dan lapisan pondasi bawah.

Adapun menurut Hardiyatmo (2015) bahan lapisan pondasi (base course) terdiri

dari material pilihan, yaitu batu pecah yang stabil (awet), tahan terhadap

pelapukan/ abarasi akibat beban berulang, dengan gradasi tertentu, dan

pertimbangan utama dalam perancangan lapis pondasi adalah sebagai berikut :

a. Ketebalanya

b. Stabilitas akibat beban lalu lintas

c. Ketahanan terhadap pelapukan

Merujuk pada dokumen Departeman Pekerjaan Umum mengenai

spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan (2007), adapun agrgegat lapis

pondasi dan pondasi bawah sebagai lapisan struktur perkersan dibagi menjadi 3

kelas, yaitu: kelas A, B, dan C dengan persyaratan sebagai berikut :Sumber Bahan

Bahan lapis pondasi agregat harus dipilih dari sumber yang disetujui

direksi pekerjaan sesuai.

10
a. Kelas Lapis Pondasi Agregat.

Terdapat tiga kelas yang berbeda dari lapis pondasi agregat yaitu kelas A,

kelas B dan kelas C. Lapis pondasi atas harus terdiri dari agregat kelas A

atau kelas B, sedangkan lapis pondasi bawah harus terdiri dari agregat

kelas C.

b. Fraksi Agregat

Agregat kasar (tertahan pada saringan 4,75 mm) harus terdiri dari partikel

yang keras dan awet. Agregat kasar kelas A yang berasal dari batu kali

harus 100 % mempunyai paling sedikit dua bidang pecah. Agregat kasar

kelas B yang berasal dari batu kali harus 65 % mempunyai paling sedikit

satu bidang pecah. Agregat kasar kelas C berasal dari kerikil.

c. Fraksi Agregat Halus

(lolos saringan 4,75 mm) harus terdiri dari partikel pasir atau batu pecah

halus.

3. Lapis Pondasi Bawah

Lapisan ini berada di antara lapisan pondasi atas dan diatas lapisan tanah

dasar. Adapun material untuk lapis pondasi adalah agregat yang harus bebas

dari bahan organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak

dikehendaki dan memenuhi ketentuan gradasi sesuia ketentuan departemen

pekerjaan umum, 2007. Terdapat jenis material lapisan pondasi bawah (sub-base

course) yang biasanya dipakai di Indonesia menggunakan agregat bergradasi baik

11
berupa Sirtu/Pitru kelas A, Sirtu/Pitru kelas B, dan Sirtu/Pirtu kelas C. adapun

fungsi lapisan pondasi bawah (sub-base course) adalah sebagai berikut:

a. Menyebarkan beban kendaraan ke tanas dasar.

b. Untuk mencegah naiknya tanah dasar ke lapisan pondasi.

c. Efesiensi dalam penggunaan material dan biaya konstruksi, karena nilai

material yang digunakan lebih murah daripada lapisan diatsanya.

d. Mencegah terjadinya pumping pada tanah dasar apabila terjadinya

rembesan air maupun air tanah yang muncul.

4. Tanah Dasar (Subgrade)

Lapisan tanah dasar adalah bagian terbawah dari perkerasan jalan berupa

tanah asli, galian, maupun timbunan sebagai lapisan perletakan bagi lapisan

diatasnya. Apabila kondisi tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai

spesifikasi yang direncanakan makan tanah tersebut akan langsung dipadatkan

dan digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm. Apabila mengacu pada

dokumen AASHTO T99, lapisan tanah dasar (subgrade) harus dipadatkan

sekurang-kurangnya 95% sampai dengan 100% dari kepadatan kering maksimum

sebagaimana pada kadar air ± 2% dari kadar air optimum di laboratorium. Fungsi

utama lapisan tanah dasar (subgrade) adalah sebagai tempat perletakan jalan raya

dan sebagai penopang lapisan perkerasan yang ada diatasnya.

2.3 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua,

dengan unsure utama bitumen. ASTM D8 mendefinisikan aspal sebagai material

12
perekat (cementitious) berwarna hitam atau coklat tua dalam bentuk solid,

semisolid, atau kental, alami atau buatan, yang terdiri dari molekul-molekul

hydrocarbon dalam kadar yang tinggi (Materials for Roads and Pavement).

Pemanfaatan aspal Buton selama ini lebih terfokus pada aspal Buton Kabungka

maka pedoman dan spesifikasi pemanfaatan aspal Buton pada perkerasan jalan

yang ada saat ini juga umumnya lebih cocok untuk asbuton Kabungka, dibanding

asbuton Kabungka asbuton Lawele memiliki sifat kadar bitumen, kadar minyak

ringan dan nilai penetrasi bitumen yang relative lebih tinggi. Asbuton Lawele

memiliki kadar bitumen sekitar 30%, kadar minyak ringan sekitar 7%, dan nilai

penetrasi bitumen sekitar 180 dimana-mana.

Indonesia membutuhan aspal sebesar dua juta ton per tahun, maka

dibutuhkan Rp.18 triliun untuk mengimpor aspal minyak. Perbandingan

menggunakan asbuton, hanya diperlukan biaya Rp.8,7 triliun. Penghematan

devisa negara dapat mencapai Rp.9,3 triliun pertahun selama masa layanan

minimal 350 tahun apabila menggunakan asbuton untuk konstruksi jalan yang ada

di Indonesia (Zebua, 2015.)

2.3.1 Jenis-Jenis Aspal

Berdasarkan tempat diperolehnya aspal terbagi menjadi dua aspal alam dan

aspal minyak. Klasifikasi aspal berdasarkan asalnya (Fannisa dan Wahyudi, 2010)

adalah sebagai berikut :

a. Aspal Padat

Aspal padat adalah berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan

menjadi cair bil dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal

13
(aspalt cement). aspal yang digunakan dalam keadaan panas dan cair, pada suhu

ruang berbentuk padat.

1) Aspal keras pada suhu ruang (250 – 300◦C) berbentuk padat

2) Aspal keras dibedakan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasanya)

3) Aspal keras yang biasa digunakan :

a) AC Pen 40/50, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 40 - 50

b) AC Pen 60/70, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 60 – 70

c) AC Pen 80/100, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 80 – 100

d) AC Pen 200/300, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 200 – 300

4) Aspal dengan penetrasi rendah digunakan didaerah bercuaca dingin, volume

lalu lintas tinggi. Di Indonesia umunya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan

80/100.

b. Aspal Alam

Indonesia memiliki aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan

nama Asbuton (aspal batu buton). Aspal batu buton adalah jenis rock asphalt,

yaitu batuan yang terimpregnasi oleh aspal. Batuan induknya adalah batugamping

dan napal. Partikel asbuton terdiri dari mineral, bitumen dan air, berwarna hitam

kecoklat-coklatan, porous dan relatif ringan. Asbuton yang diekstraksi dapat

dipisahkan antara mineral dengan bitumennya. Kadar aspal (bitumen) dari asbuton

bervariasi dari 10 sampai 40%..Aspal alam adalah aspal yang didapat di suatu

tempat di alam dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan

14
sedikit pengolahan. Salah satu contoh aspal alam adalah aspal dari pulau Buton,

yang dikenal dengan asbuton (Aspal Batu Buton).

c. Aspal Minyak

Aspal minyak merupakan residu pengilangan minyak bumi. Setiap

minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crusade oil yang

banyakmengandung paraffin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung

paraffin, atau mixed base crude oil yamng mengandung paraffin dan aspal. Untuk

perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphltic base crude oil.

d. Aspal Cair

Aspal cair (cutback asphalt) adalah aspal yang berbentuk cair pada suhu

ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair

dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. aspal

yang digunakan dalam keadaan dingin dan cair, pada suhu ruang berbentuk cair

1) Aspal cair merupakan campuran aspal keras dengan bahan pencair dari

hasil penyulingan minyak bumi.

2) Pada suhu ruangan berbentuk cair

3) Berdasarkan bahan pencapaianya dan kemudahan penguapan bahan

pelarutnya, aspal cair dibedakan atas :

a) RC (Rapid Curing Cut Back)

Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan bensin (premium),

RC merupakan curback asphal yang paling cepat menguap. RC cut

back asphalt dugunakan sebagai:

 Tack Coat ( Lapis Perekat)

15
 Prime Coat (Lapis Resap Pengikat)

b) MC (Medium Curing Cut Back)

Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan minyak tanah

(Kerosine). MC merupakan cutback aspal yang kecepatan

menguapnya sedang.

c) SC (Slow Curing Cut Back)

Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan solar, SC merupakan

cut back asphal yang paling lama menguap.

e. Aspal Emulsi

Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah campuran aspal dengan air dan

bahan pengemulsi yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi sifatnya

lebih cair dari aspal cair, dan didalam aspal emulsi butiran aspal larut dalam air.

aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi dandigunakan dalam kondisi dingin

dan cair.

1) Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan lain.

2) Pengemulsi Emulsfer agent merupakan ion bermuatan listrik

(Elektrolit),(+) Cation, (-) Annion.

3) Emulsifer agent berfungsi sebagai stabilisator

4) Partikel aspal melayang-layang dalam air karena partikel aspla biberi

muatan listrik.

16
2.3.2 Fungsi Aspal Sebagai Material Pengikat

Fungsi aspal sebagai material pengikat material perkerasan adalah sebagai

berikut :

1. Bahan pengikat material agregat.

2. Bahan pengisi rongga butiran antara agregat dan pori-pori yang ada dalam

butiran agregat tersebut.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, agregat haruslah memiliki

sifat adhesi dan kohesi yang baik sehingga aspal tersebut memiliki durabilitas

yang tinggi. Daya tahan atau durabilitas pada aspal merupakan kemampuan aspal

mempertahankan sifat dan bentuk asalnya dari pengaruh cuaca, beban dan

pengaruh eksternal lainnya. Fungsi utamanya adalah menghasilkan lapisan bagian

atas yang kedap air dan tidak mengikat agregat sampai ke bawah (Kurniadji,

2007).

Kadar aspal yang terlalu rendah dapat menyebabkan pelepasan butiran

agregat. Rongga udara berperan penting dalam performa campuran perkerasan.

Sehingga penentuan campuran agar tidak ada karakteristik yang tidak bernilai

optimum.

Rongga dalam campuran dikenal dengan VIM (vold in mix). VIM dalah

rongga dalam campuran yang tidak di tempati oleh agregat maupun aspal (The

Aspahalt Institute).

Dalam campuran perkerasan, konten aspal dan agregat menentukan besar

rongga udara yang berperan penting dalam durabilitas lapis perkerasan sehubung

dengan udara dan air. Permeabilitas yang tinggi terhadap udara dapat memici

17
terjadinya pemggetasan pada aspal akibat oksida dan retak/crack (Sukirman,

1999).

Gambar 2.1 Skema Proporsi Rongga Dalam Campuran Aspal

Sumber : Beton Aspal Campur Panas, Silvia Sukirman, 2016

2.4 Slag Nikel

Slag nikel adalah salah satu jenis sisa dari proses industri yaitu dari proses

peleburan biji nikel setelah melalui proses pembakaran dan penyaringan. Slag

nikel merupakan salah satu limbah hasil pengolahan nikel dari PT. Aneka

Tambang Pomalaa (PT. ANTAM POMALAA) yang terletak di Kabupaten

Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari Proses peleburan biji nikel tersebut

menghasilkan limbah berupa slag yang jumlahnya sangat besar dan dapat

berpotensi menimbulkan masalah lingkungan serta gangguan kesehatan pada

masyarakat. Banyaknya limbah buangan yang berupa slag nikel dari PT. Aneka

Tambang Pomalaa kini harus ditangani atau dimanfaatkan dengan benar sehingga

dapat bermanfaat bagi masyarakat kolaka khususnya masyarakat sekitaran PT.

Aneka tambang Pomalaa. Sebagai limbah buangan hasil pengelohan biji nikel,
18
selama ini slag nikel hanya digunakan sebagai bahan timbunan oleh masyarakat

yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat lagi. Tetapi jika dilihat secara

visual,bentuk fisik dari slag nikel menyerupai agregat baik yang halus menyerupai

pasir dan kasar yang meyerupai kerikil, dimana dapat digunakan untuk bahana

agregat dalam campuran perkerasan jalan.

Berdasarkan hasil pengujian Toxicity Characteristic Leaching Procedure

(TCLP), kandungan bahan beracun yang terdapat pada slag nikel lebih kecil dari

kolom TCLP-A dan TCLP-B hal tersebut berarti bahwa limbah slag nikel dapat

digunakan sebagai bahan perkerasan jalan pengganti agregat alam. Adapaun hasil

pengujian TCLP Slag Nikel adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Hasil Pengujian TCLP Slag Nikel


Persyaratan
NO Parameter Unit Hasil Metode
TCLP-A TCLP-B
1 Antomony Mg/L <0,04 6 1 US EPA
2 Arsenic Mg/L <0,07 3 0.5 US EPA
3 Barium Mg/L 0,03 210 35 US EPA
4 Beryllium Mg/L <0,03 4 0.5 US EPA
5 Boron Mg/L 0,05 150 25 US EPA
6 Cadmium Mg/L <0,01 0.9 0.15 US EPA
7 Chromium Mg/L <0,01 15 2.5 US EPA
8 Copper Mg/L <0,01 60 0.15 US EPA
9 Lead Mg/L 0,06 3 2.5 US EPA
10 Mg/L <0,01
Mercury 0.3 10 US EPA
8
11 Molybidenum Mg/L <0,01 21 0.5 US EPA
12 Selecium Mg/L <0,13 3 0.05 US EPA
13 Silver Mg/L <0,03 40 3.5 US EPA
14 Selenium Mg/L <0,13 3 0.5 US EPA
15 Zink Mg/L <0,03 40 5 US EPA
(Sumber : Sucofindo, 2019)

19
Tabel 2.2 Hasil Pengujian sifat fisik slag nikel
Agregat Agregat Agregat Spesifikasi
Pengujian
Kasar Sedang Halus LFA kelas A
Abrasi % 39,5 - - Maks 40%
Berat Jenis
Bulk 2,82 2,75 2,92 -
SSD 2,86 2,79 2,93 -
Apperent 2,94 2,87 2,95 -
Penyerapam % 1,40 1,54 0,40
Angularitas % 100/100 100/100 - Min 95/90
Perbandingan lolos # - 0,26 0,33 Maks 2/3
200/ #40
Kepipihan % 0 0 - Maks 10%
Pelapukan % 0,1 0,2 0,9 Maks 3%
Gumpalan Lempung 0 0,02 1,22 Maks 5%
%
(Sumber : Bhineka, Vol 1 Edisi Oktober 2020)

Namun, karena banyaknya limbah nikel atau slag nikel yang terdapat

dilingkungan masyarakat sekitaran PT. Antam Pomalaa, PT. Antam Pomalaa

sendiri berusaha untuk mengelolah limbah nikel yang dihasilkan dengan

melakukan 3 tahap pengelohan limbah dan sampai pada saat ini PT. Antam

Pomalaa berhasil melakukan sampai 4 tahap pengelohan limbah nikel yang

bernamakan FeNi tipe 1, FeNi Tipe 2, FeNi tipe 3, dan FeNi Tipe 4.

2.5 Aspal Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)

Aspal Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA) adalah jenis asbuton

produk campuran panas hampar dingin (pada temperatur ruang 30°C) . Jenis aspal

ini memiliki bahan material yang digunakan untuk lapisan permukaan maupun
20
perata jalan raya. Spesifikasi dari CPHMA ini terdiri dari agregat tertentu, asbuton

butir, bahan peremaja dan bahan tambah lain bila di perlukan yang sesuai dengan

ketentuanspesifikasi khusus yang dihampar dan dipadatkan pada temperatur

udara, diatas permukaan yang telah disiapkan dan memenuhi garis tinggi dan

potongan memanjang sesuai rencana.

Pemakaian CPHMA ini banyak dipakai pada pembangunan jalan raya di

pelosok terpencil, karena lebih praktis dan efisien dalam penghamparan dan

pemadatan yang dilakukan secara dingin (temperatur udara di lokasi). serta proses

pencampuran Aspal Cold Paving Hot Mix Asbuton(CPHMA) dilakukan secara

pabrikasi dalam kondisi panas dengan Unit pencampuran Aspal selain dari pada

itu produk CPHMA ini dapat dipasarkan dalam bentuk kemasan atau curah

(Delman R, 2006).

Penyebaran Asphalt Mixing Plant belum merata di Indonesia sehingga

menyulitkan proses pengadaan dan pengembangan jalan di daerah-daerah yang

tidak memiliki AMP. Saat ini telah beredar di pasaran produk asbuton campuran

panas hampar dingin (cold paving hot mix asbuton), yang terdiri dari agregat,

asbuton butir, bahan peremaja dan bahan tambah lain bila diperlukan sesuai

dengan ketentuan spesifikasi, yang dihampar dan dipadatkan pada temperatur

udara. Pencampuran panas dilakukan secara fabrikasi kemudian dipasarkan dalam

bentuk kemasan. Sedangkan penghamparan dan pemadatan dilakukan secara

dingin (temperatur udara). Produk ini menjadi alternatif pilihan terutama untuk

pembangunan jalan di daerah yang memiliki keterbatasan Unit Pencampur Aspal

seperti di daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil) (Paama Faisal,2019).

21
Karakteristik campuran dipengaruhi temperatur pemadatan. Tujuannya

adalah untuk memperoleh kadar aspal residu optimum, temperatur pemadatan

ideal dan perbandingan karakteristik CPHMA yang dipadatkan secara dingin

dan panas.

2.6 Komponen – Komponen Pembentuk CPHMA (Cold Paving Hot

Mix Asbuton)

1. Umum

Produk asbuton campuran panas hampar dingin (CPHMA) dapat

digunakan baik sebagai lapis perata ataupun lapis permukaan dan dapat

dihampar lebih dari satu lapis. Sebagai lapis permukaan, penghamparan

CPHMA harus dilaksanakan di atas permukaan jalan lama atau lapis fondasi

yang telah disiapkan dan memenuhi garis ketinggian dan potongan memanjang

sesuai gambar rencana. Pemadatan CPHMA dilakukan pada temperatur udara

±30oC (Pedoman Pelaksanaan CPHMA, 2015).

2. Agregat

Agregat menurut Silvia Sukirman, 2007 merupakan komponen utama dari

struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau

75-85% agregat berdasarkan prosentase volume. Dengan demikian, kualitas

perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat

dengan material lain. Agregat adalah bahan pengisi atau yang dicampurkan dalam

proses pembuatan aspal yang berasal dari batu dan mempunyai peranan penting

terhadap kualitas aspal maupun harganya.

22
Sifat agregat merupakan salah satu penentu kemampuan perkerasan jalan

memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Yang menentukan

kualitas agregat sebagai material perkerasan jalan adalah: gradasi, kebersihan,

kekerasan, ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas,

kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan, daya kelekatan terhadap aspal.

Butiran agregat dapat menyerap air dan menahan lapisan air tipis di

permukaannya. Gradasi campuran diperoleh berdasarkan hasil pengujian

ekstraksi asbuton campuran panas hampar dingin sesuai SNI 03-3640-1994 dan

bila diuji sesuai SNI ASTM C136-2012 harus memenuhi persyaratan.

23
Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi CPHMA
Ukuran Ayakan Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat
ASTM (mm) %
¾― 19 100
½― 12,5 90-100
3/8 ― 9,5 -
No. 4 4,75 45-70
No. 8 2,36 25-55
No. 50 0,300 5-20
No. 200 0,075 2-9
(Sumber : Spesifikasi Umum CPHMA, 2018)

Sementara menurut The Aspalt Institute (MS-2) dan Dekimpraswil dalam

spesifikasi Baru Campuran Panas 2002, agregat dibedakan menjadi:

a. Agregat Kasar Dalam Campuran Beraspal dan Asbuton

Agregat kasar dapat berupa kerikil, pecahan kerikil, batu pecah, terak

tanur tiup atau beton semen hidrolis yang dipecah. Fraksi agregat kasar untuk

rancangan adalah yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm) dan haruslah bersih,

keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya

dan memenuhi persyaratan pada tabel 2.3 fraksi agregat kasar untuk keperluan

pengujian harus terdiri atas batu pecah ata kerikil pecah dan harus disediakan

dalm ukuran-ukurn normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil

dan mempunyai ketahanan terhadap slip (skid resisttance) yang tinggi sehingga

menjamin keamanan lalu lintas. Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran

yang bulat memudahkan proses pemadatan tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan

yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas

yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila

digunakan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai Los Angeles

abrationtest harus dipenuhi.

24
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) yang akan dipakai untuk membuat

campuran aspal harus memenuhi persyaratan-persyaratansebagai berikut:

1. Kerikil atau batu pecah harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak

berpori serta mempunyai sifat kekal (tidak pecah atau hancur oleh pengaruh

cuaca seperti terik matahari atau hujan). Agregat yang mengandung butir-

butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak

melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya

2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (terhadap

berat kering) dan apabila mengandung lebih dari 1%, agregat kasar tersebut

harus dicuci.

Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah memberikan

stabilitas dalam campuran:

Tabel 2.4 Spesifikasi Agregat Kasar


Metode
Jenis Pemeriksaan Persyaratan
Pengujian
Berat Jenis Bulk
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-
1990 Min. 2,5
Berat Jenis Semu
Penyerapan, % SNI 03-1969- Maks. 3%
1990
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417- Maks.40%
2008
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-1968- Maks 1%
1990
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Devisi 6 Perkerasan Aspal)

b. Agregat halus dalam campuran Beraspal dan Asbuton

Agregat halus berbutir lebih kecil dan halus dibandingkan agregat kasar.

Tidak mudah pecah atau hancur karena pengaruh cuaca. Agregat halus tidak

25
boleh mengandung lumpur (bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih

dari 5 %, apabila lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci. Tidak boleh

mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton. Bila direndam

dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak lebih gelap dari warna

larutan pembanding. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik,

sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 - 3,8.

Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu

daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

1. Sisa diatas ayakan 4,8 mm, maks 2 % dari berat

2. Sisa diatas ayakan 1,2 mm, maks 10% dari berat

3. Sisa di atas ayakan 0,30 mm, maks 15% dari berat agregat halus tidak

boleh juga mengandung garam.

Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau

penyaringan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.4 (4,75

mm) dan tertahan saringan No.200 (0,075) sesuai SNI 03-6819-2002. Fungsi

utama agregat halus ialah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi

deformasi permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci

(interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat eksternal

yang diperlukan adalah bentuk menyudut (angularity) dan kekasaran permukaan

butiran (particle surface roughtness). Agregat halus harus merupakan bahan yang

bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.

Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel.

26
Tabel 2.5 Spesifikasi Agregat Halus
Jenis Pemeriksaan Metode Pengujian Persyaratan
Berat Jenis Bulk
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Min. 2,5
Berat Jenis Semu
Penyerapan, % SNI 03-1969-1990 Maks. 3%
Kadar Lempung SNI 03-4142-2008 Maks 1%
(Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Perkerasan Aspal)

Dalam campuran aspal, gradasi agregat menentukan rongga campuran.

Rongga dalam campuran yang tidak ditempati oleh agregat dinamakan VMA

(Void in mineral agregat) (The Aspalt Institute, 1983). Rongga ini sebagian akan

diisi oleh aspal pada campuran aspal, sehingga jumlah rongga udara yang akan

tersisa secara tidak langsung ditentukan oleh VMA.

Berdasarkan kemampuan tersebut, agregat dapat dibagi kedalam 4 kondisi

kelembaban :

1. Over-dry (OD), partikel tidak lagi memiliki kelembaban karena proses



pemanasan oven pada suhu 105 C sampai berat tetap. Seluruh pori tidak

berisi.

2. Air-dry (AD), seluruh partikel air telah dihilangkan dari permukaan agregat,

akan tetapi bagian dalam butiran berisi air sebagian.

3. Saturated-surface-dry (SSD), seluruh pori partikel telah berisi air, dengan

permukaan yang kering.

4. Basah, seluruh pori agregat dan permukaannya dilapisi oleh air (Prativi S.

1998).

27
c. Campuran

Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Dalam CPHMA


Kadar dan sifat aspal
No Standar Persyaratan
dalam campuran
1 Kadar aspal dalam campuran; % SNI 03-3640-1994 6–8
2 Sifat aspal dalam campuran
- Penetrasi aspal pada SNI 2456:2011 Min 100
o
temperatur 25 C,
100 g, 5 detik; dmm
- Titik lembek; oC SNI 2434:2011 Min 40
Daktilitas pada 25oC, 5 SNI 2432:2011 Min 100
cm/menit; cm
(Sumber : Spesifikas Umum CPHMA, 2018)

Tabel 2.7 Sifat-Sifat Campuran CPHMA


No Sifat campuran Standar Persyaratan
Rongga di antara agregat
1 Min 16
(VMA); %
Rongga terisi aspal, (VFB);
2 AASHTO M 323-12 Min 60
%
Rongga udara dalam
3 4 – 10
campuran (VIM); %
Stabilitas Marshall pada
4 Min 500
temperatur udara; kg
Stabilitas sisa setelah
ASTM D 6927-06
perendaman selama 2 x 24
6 Min 60
jam pada temperatur udara;
%
(Sumber : Pedoman Pelaksanaan CPHMA, 2018)

 Asbuton

Asbuton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi

Tenggara yang selanjutnya dikenal dengan istilah Asbuton. Asbuton atau Aspal

batu Buton ini pada umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat

proses geologi. Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang

terdorong muncul ke permukaan menyusup di antara batuan yang porous

Beberapa jenis asbuton yang di produksi secara pabrikasi yaitu :


28
1. Asbuton Murni

Asbuton murni hasil ekstraksi dapat digunakan langsung sebagai pengganti

aspal keras sebagai bahan aditif yang akan memperbaiki karakterestik aspal keras.

2. Asbuton Butir

Jenis asbuton butir dan kadar aspal yang di kandungnya dapat dilihat

sebagai berikut : Asbuton butir adalah salah satu produk aspal Buton yang

berbentuk butir dengan kadar aspal rata-rata 20%. Asbuton butir ini terdiri dari 2

jenis, yaitu: (Pemanfaatan Asbuton Butir Dalam Campuran Beraspal Panas,

No.06/BM/2008)

a. Asbuton butir Kabungka (Asbuton yang ditambang dari area tambang

(Kabungka)

b. Asbuton butir Lawele (Asbuton yang ditambang dari area tambang

Lawele

Secara umum asbuton memiliki kelebihan dan kekurangan adalah sebagai

berikut :

1. Keunggulan Asbuton

Titik lembeknya lebih tinggi dari aspal minyak dan ketahanan asbuton

yang cukup tinggi membuatnya tahan terhadap panas dan menjadi tidak mudah

meleleh, sehingga dapat meningkatkan daya tahan infrastruktur jalan raya. Dari

pengujian yang telah di lakukan didapatkan hasil campuran aspal yang bermutu

baik dengan kecendrungan berikut :

a. Stabilitas Marshall campuran yang lebih baik

b. Stabilitas dinamis aspal lebih tinggi

29
c. Meningkatkan umur konstruksi

d. Nilai modulus yang meningkat

2. Kelemahan Asbuton

Meskipun telah melewati proses fabrikasi, Asbuton masih memiliki

beberapa titik kelemahan yaitu :

a. Inkonsistensi dari kualitas produksi Asbuton yaitu kandungan

bitumen, penetrasi bitumen, kadar air Asbuton.

b. Belum terjaminnya ketersediaan asbuton pada saat pelaksanaan

dilapangan

c. Ketidaksesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton

dengan demand proyek ke pengguna yang relative mahal.

d. Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum

menemukan titik harmonis

Asbuton bentuknya sama (seperti pasir) namun memiliki perbedaan sifat.

Kabungka keras hampir mirip seperti pasir sedangkan Lawele lembek dan lengket

mirip seperti tanah, untuk Job Mix kedua material hampir sama, keduanya harus

dilakukan combine grading dengan aggregat karena kedua material mengandung

mineral yang membedakan dan perlu diperhatikan pada Job Mix asbuton dengan

Job Mix aspal minyak biasa Jenis asbuton butir

30
Tabel 2.8 Persyaratan Asbuton Butir B 50/30
No Sifat asbuton butir Standar uji Persyaratan
.
1. Sifat asbuton butir B 50/30
- Ukuran butir asbuton: SNI ASTM
C136:2012
Lolos ayakan 3/8 inci (9,5 mm); % 100
- Kadar bitumen asbuton; % SNI 8279:2016 Min. 20
- Kadar air; % SNI 2490:2008 Maks. 4
2. Sifat bitumen asbuton butir B 50/30 has il ekstraksi (SNI 8279:2016 ) dan
pemulihan (SNI 4797:2015)
- Kelarutan dalam trikloroetilen; % SNI 2438:2015 Min 99
- Penetrasi bitumen asbuton pada 25°C,
SNI 2456:2011 40 -- 70
100 g,5 detik; dmm
- Titik lembek; °C SNI 2434:2011 Min. 48
- Daktilitas pada 25°C; cm SNI 2432:2011 Min.100
(Sumber : Spesifikasi Asbuton Butir B 50/30 untuk Perkerasan Jalan, 2019)

 Manfaat Asbuton Dalam Campuran

Adapun manfaat Asbuton dalam campuran adalah sebagai berikut :

1. Aspal alam tidak melalui proses distilasi. Masi Banyak Mengandung

Asphalten, resi dan minyak-minyak alami yang memelihara sifat lengket

(tahan air) kuat/kokoh (stabilitas tinggi), lentur (tahan fatique) dan awet

(tahan ageing)

2. Penggunaan Asbuton Lawele granular dalam campuran meningkat stabiltas

dinamis dan konstruksi jalan.

3. Punya titik lembek tinggi sangat sesuai bila di campur dengan aspal minyak

untuk meningkatkan ketahanan terhadap panas permukaan jalan (deformasi

plastis), paparan sinar utra violet (againg dan getas) dan kelihatan / fatique (

beban berulang ).

31
4. Hampir tanpa kandungan parafin, sehingga bila dicampurkan dengan aspal

minyak yang paraficin akan mengurangi jumlah paraficin dalam campuran

(aspal akan lebih lengket).

5. Punya kandungan filter alami yang tercampure rata sehingga membentuk

mastik aspal alam yang sangat stabil.

6. Material lokal yang tidak terkait dengan harga minyak dunia, bahkan

mungkin dapat menjadi komoniti dunia.

2.6.1 Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Asbuton

Adapun persyaratan untuk campuran modifier pada campuran aspal yang

akan di modifikasi dengan asbuton yaitu :

Tabel 2.9 Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Asbuton


No Jenis Pengujian Metode Persyaratan
1 Penetrasi, 25'C; 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 2456:2011 M in. 50
2 Titik Lembek: 0C SNI 2434:2011 M in. 53
3 Titik Ny ala: 0C SNI 2434:2011 M in. 232
4 Daktalitas 250C: cm SNI 2434:2011 M in. 100
5 Berat Jenis SNI 2434:2011 M in. 1,0
6 Kelarutan dalam Tricholor Ethy len: % RSNI M -04-2004 M in. 99
berat
7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 M aks. 1
8 Penetrasi setelah p enurunan berat: % a SNI 2456:2011 M in. 54
9 Daktalitas setelah TFOT: % SNI 2432:2011 M in. 50
10 M ineral Lolos Ay akan No. 100: % SNI 03-1968-1990 M in. 90
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2014

Campuran beraspal yang terdiri dari agregat, aspal minyak, asbuton B 50/30

dan bahan tambah lain bila diperlukan, yang sudah dicampur dengan baik secara

panas serta dapat dihampar dan dipadatkan secara dingin pada temperatur udara

32
untuk pembuatan perkerasan jalan beraspal.Umumnya pada perkerasan jalan

penggunaan asbuton dengan type 50/30 adalah yang terbaik saat ini karena selain

kadar air yang rendah,tpye ini memiliki kadar bitumen yang cukup tinggi,dan

tahan terhadap kendaraan dengan beban yang berat.

Tabel 2.10 Persyaratan Sifat Campuran Setelah Dipadatkan


Kadar dan sifat aspal dalam
No Standar uji Persyaratan
campuran
1. Kadar aspal dalam campuran; % SNI 8279:2016 6–8
2. Rongga di antara agregat (VMA); % AASHTO M 323-12 Min. 14
3. Rongga terisi aspal, (VFA); % AASHTO M 323-12 Min. 60
Rongga udara dalam campuran
4. AASHTO M 323-12 4—10
(VIM); %
Stabilitas Marshall pada temperature
5. ASTM D 6927-15 Min. 500
udara; kg *)
Stabilitas sisa setelah perendaman
6. selama 2 x 24 jam pada temperatur ASTM D 6927-15 Min. 60
udara; % terhadap stabilitas awal
(Sumber : Spesifikasi Umum CPHMA, 2018)

 Asbuton Hasil Ekstraksi

Ekstraksi Asbuton dapat dilakukan secara total hingga mendapatkan

bitumen Asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral asbuton

sebagai filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu.

Produk ekstraksi Asbuton dalam campuran beraspal dapat diigunakan sebagai

bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal

standar siap pakai atau setara aspal keras.

Bahan baku untuk membuat aspal hasil ekstraksi Asbuton ini dapat

dilakukan dari asbuton dengan nilai penetrasi rendah (misal asbuton eks

33
Kabungka) atau asbuton dengan nilai penetrasi tinggi (misal asbuton eks Lawele).

Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi asbuton diantaranya adalah

kerosin, algosol, naptha, normal heptan, asam sulfat dan trichlor ethylen (TCE).

Terdapat beberapa produk hasil ekstraksi (refine) Asbuton dengan

kadar/kandungan bitumen antara 60 hingga 100%. Apabila bitumen hasil

ekstraksi yang keras (penetrasi rendah) maka untuk membuat bitumen tersebut

setara dengan aspal keras Pen 40 dan Pen 60 dapat dilunakkan dengan bahan

pelunak (minyak berat) dengan komposisi tertentu.

Tabel 2.11 kadar dan Sifat Aspal Hasil Ekstraksi CPHMA


Uraian Metode Pengujian Persyaratan Satuan
Kadar Aspal SNI 03-3640-1994 6-8 O/o
Karakteristik Bitumen Hasil
Ekstraksi
Penetrasi 25 °C, I 00 g, 5 detik SNI2456:201l Min. 100 Imm
Titik lembek SNI 2434: 2011 Min. 40 Oc
Daktilitas pada 25 °C, 5 cm/menit SNI 2432 :2011 Min. 100 Cm
(Sumber: Spesifikasi Umum CPHMA, 2018)

Hasil ekstraksi Asbuton yang masih memiliki mineral antara 50%

sampai dengan 60%, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat masih

memerlukan pelunak atau peremaja sehingga yang selama ini telah digunakan

dilapangan adalah dengan mencampuran hasil ekstraksi tersebut dengan Aspal

Keras atau dikenal dengan istilah ―Aspal Yang Dimodifikasi Dengan

Asbuton‖.

Adapun Bitumen Asbuton hasil ekstraksi dengan kadar/kandungan

bitumen 100% atau ―Bitumen Asbuton Modifikasi‖ yang memiliki nilai penetrasi

berkisar antara 40 mm sampai dengan 60 mm.

34
2.7 Bahan Modifier

Bahan peremaja (modifier) adalah bahan yang harus di ikut sertakan

dalam proses pencampuran Lasbutag, mengingat modifier adalah bahan yang

digunakan untuk meremajakan dan melunakkan bitumen dalam Asbuton. Jenis

Modifier yang digunakan adalah Modifier PH-1000 dengan ketentuan seperti pada

tabel berikut:

Tabel 2.12 Ketentuan Modifier


No Jenis Pengujian PH-1000
1 Viskositas 60◦ C ; detik 500-750
2 Kelarutan dakam TCE ; % Min. 99,5
3 Titik nyala Min. 180
4 Berat jenis Min. 0,95
5 Penurunan berat (TFOT); % Maks. 4
6 Kadar paraffin lilin ; % Maks. 2
(Sumber:Ditjen Bina Marga,2018)

2.8 Pengujian Campuran Beraspal dengan Uji Marshall

Rancangan camapuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh

Bruce Marshall, dan telah di standarisasi oleh ASTM ataupun AASTHO melalui

beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76 atau AASTHO T-245-90. Prinsip

dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow) dan

analisis volumetrik. Prosedur pengujian Marshall mengikuti metode pengujian

campuran beraspal panas dengan alat Marshall (RSNI M-01-2003).

35
Tabel 2.13 Persyaratan CPHMA Padat
Metode
Karakteristik Campuran Persyaratan Satuan
Penuaiian
Rongga diantara mineral agregat (VMA) Minimum 16 %
AASHTO M
Rongga dalam campuran (VIM) 4-10 %
323-12
Rongga terisi aspal (VFB) Minimum60 %
Stabilitas Marshall, pada temperatur
Minimum 500 Kg
25°C
ASTM D 6927-
Pelelehan Marshall 3-5 Mm
06
Stabilitas sisa setelah direndaman selama
Minimum60 %
2 x 24 jam pada temperatur 25°C.
(Sumber : Spesifikasi Umum CPHMA 2018)

Metode Marshall merupakan metode perancangan campuran beraspal

panas yang paling banyak digunakan dalam mendesain maupun mengevaluasi

sifat-sifat campuran aspal panas. Kriterian pengujian Marshall terdiri atas

pengujian stabilitas, kelelehan dan pengujian volumetric seperti rongga dalam

campuran (VIM), rongga di antra mineral agregat (VMA) dan rongga yang terisi

aspal (VFB). Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data-data dan bahan yang

terkait dengan kriteria Marshall berdasarkan Spesifikasi Teknik Bina Marga

tahun 2010 revisi 3. Adapun untuk menghitung hasil pengujian berdasarkan

RSNI M- 01 2003 menggunakan persamaan sebagi berikut:

2.8.1 Rongga Diantara Mineral Agregat (Voild In The Mineral Agregat/VMA)

Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel

agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif

(tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung berdasarkan

berat jenis bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume bulk

campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran

36
total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap campuran

adalah dengan rumus berikut:

VMA= 100 – [(Gmb x Ps)/Gsb] ..............................................................(2.1)

Dengan :

VMA = rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total

Campuran

Gsb = berat jenis curah agregat

Gmb = berat jenis curah campuran padat (AASTHO T- 166)

Ps = persen agregat terhadap berat total campuran

Pb = kadar aspal total, persen terhadap berat total

2.8.2 Rongga didalam Campuran (Void In The Compacted Mixture/ VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran

perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang

terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton

aspal padat. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan

rumus berikut:

VIM =100x ....................................................(2.2)

Dimana :

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase

dari volume total (%)

Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)


37
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah

pemadatan(gr/cc).

2.8.3 Rongga Udara yang Terisi Aspal (Voids Filled whit Butimen/VFB)

Rongga terisi aspal (VFB) adalah persen rongga yang terdapat diantara

partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang

diserap oleh agregat. Dengan demikian aspal yang mengisi VFB inilah yang

merupakan persentase volume beton aspal padat yang menjadi film atau selimut

aspal. Dasar perhitungan dilakukan berdasarkan volume beton aspal padat =

100 cm3

VFB = 100 x ((VMA-VIM))/VMA…...................................(2.3)

Dimana :

VFB = Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari

VMA (%) VMA = Rongga udara pada mineral agregat prosentase dari

volume total (%)

VIM = Rongga udara pada campuran setelah pemadatan,

prosentase dari volume total (%)

38
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

dimana metode dilakukan dengan mengadakan sebuah percobaan langsung untuk

mendapatkan data dan hasil yang menghubungkan antara variabel yang terkait.

Penelitian dilaksanakan didalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan

mengadakan suatu pengujian terhadap beberapa sampel untuk mengetahui

pengaruh penggunaan Slag Nikel FeNi 4 sebagai subtitusi agregat halus pada

campuran aspal panas hampar dingin Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)

terhadap karakteristik Marshall pada campuran aspal.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sistem dan Teknik

Transportasi, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo, Kendari Sulawesi

Tenggara. Adapun waktu penelitian yang digunakan dalam penyususnan dan

pembuatan penelitian ini adalah bulan Oktober sampai dengan Bulan Desember

Tahun 2021. Untuk menghindari kesalahan – kesalahan saat penelitian penulis

melakukan Pre-Running agar saat penelitian dimulai tidak banyak mengambil

waktu dan telah mahir dalam mengoperasikan alat penelitian sehingga hasil yang

diperoleh bisa maksimal.

39
3.2 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara

langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan pada benda uji yang dilakukan

sendiri dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada. Data primer pada

penelitian ini terdiri dari:

a) Hasil pengujian karakteristik agregat kasar, agregat halus, filler, dan slag

FeNi 4.

b) Hasil pengujian Modifier meliputi hasil pengujian berat jenis dan penetrasi

modifier.

c) Hasil pengujian karakteristik marshall.

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk

jenis bahan yang sama dan masih berhubungan dengan penelitian berupa literatur

terkait dan laporan-laporan yang berhubungan dengan penelitian ini. Beberapa

data sekunder yang berkaiatan dengan penelitian ini meliputi:

a) Jurnal ilmiah

b) Penelitian terdahulu

c) Buku dan artikel

3.3 Bahan dan Alat Penelitian

3.3.1 Bahan-bahan yang digunakan

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk benda uji pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

40
a. Agregat kasar

Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini berupa batu pecah dari

moramo

Gambar 3.1 Agregat Kasar

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

b. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan berasal dari moramo

Gambar 3.2 Agregat Kasar

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

41
c. Agregat halus pengganti (slag nikel FeNi 4 )

Agregat halus penganti yang digunakan berupa slag nikel FeNi 4 dari

PT.Antam Tbk : Kolaka

Gambar 3.3 Agregat Halus Pengganti (Slag FeNi 4)

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

d. Filler/Bahan Pengisi

Filler yang digunakan berupa abu batu yang berasal dari moramo.

Gambar 3.4 Filler

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)


42
e. Asbuton (Aspal Buton)

Asbuton yang digunakan adalah asbuton lawelle yang berasal dari lawelle

Buton Selatan

Gambar 3.5 Asbuton Lawelle B50/30

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

f. Bahan Peremaja (Modifier)

Menggunakan Bunker Oil atau Aspal Minyak dengan perbandingan 50:50

Gambar 3.6 Modifier


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

43
3.3.2 Alat-Alat Yang digunakan

Dalam penelitian ini alat-alat yang digunakan berasal dan tersedia di

Laboratorium Perkerasan Jalan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, antara lain

meliputi :

a. Alat uji Marshall adalah alat tekan yang terdiri dari beberapa bagian yaitu

kepala penekan yang berbentuk lengkung, cicin penguji berkapasitas 2500 kg

dengan kecepatan beban 50 mm/s yang dilengkapi dengan arloji tekan dengan

ketelitian 0,0025 cm (0,0001‖) dan alat pengukur kelelehan plastis (flow-

meter).

Gambar 3.7 Alat Uji Marshall

(Sumber : Dokumentasi Pribadi )

b. Cetakan benda uji, alat yang digunakan untuk membuat briket (benda uji)

dengan diameter 10 cm (4‖) dan tinggi 7,5 cm (3‖).

44
Gambar 3.8 Cetakan Benda Uji

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

c. Ejector yaitu alat yang digunakan untuk mengluarkan benda uji dari

cetakanya

Gambar 3.9 Ejector

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

45
d. Alat penumbuk untuk memadatkan benda uji yang mempunyai permukaan

rata, berbentuk silinder dengan berat 4,536 kg (10 Pound) dan tinggi jatuh

bebas 45,7 cm (16‖).

Gambar 3.10 Alat Penumbuk

(Sumber : Dokumenasi Pribadi)

e. Bak perendam yang diatur dengan pengukur suhu minimum 20◦C.

Gambar 3.11 Bak Perendam

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

46
f. Oven untuk memanaskan bahan, kompor pemanas, wajan aluminium yang

digunakan untuk memanasakan agregat, sendok pengaduk aluminium dan

spatula yang digunakan untuk menusuk-nusuk campuran benda uji.

Gambar 3.12 Oven

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

g. Termometer berkapasitas 420◦C dan timbangan

Gambar 3.13 Thermometer

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

47
h. HP tipe Iphone XS MAX untuk mendokumentasikan jalannya proses

penelitian dan merekam pembacaan pengujian Marshall

i. Label benda uji

j. Alat-alat bantu tambahan berupa pali, besi plat, thermometer,spidol,kaos

tangan, talam,plastic,timbangan konvensional dan digital, dan sendok.

3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Tahapan Persiapan Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang dimiliki

Laboratorium Sistem dan Teknik Transportasi Fakultas Teknik Universitas Halu

Oleo. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, Slag nikel FeNi 4

yang berasal dari PT. ANEKA TAMBANG POMALA, Agregat kasar, agregat

halus dan filler menggunakan batu maroma yang diperoleh dari hasil Stone

crusher PT. PATRIOT salah satu AMP yang berada di Moramo Konawe Selatan,

Bungker oil bahan yang digunakan untuk modifier diperoleh dari Pelabuhan

Bungkutoko. Semua alat dan bahan yang akan digunakan dipastikan berada dalam

kondisi baik sebelum digunakan.

3.4.2 Tahap Pengujian Karakteristik Agregat

Agregat yang digunakan berupa agregat kasar, agregat halus, filler yang

berasal dari salah satu AMP di moramo dan slag nikell FeNi 4 yang berasal dari

PT. ANTAM POMAL. Pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik

agregat yang digunakan dalam penelitian ini, adapun jenis pengujian yang

48
dilakukan adalah analisa saringan agregat (agregat kasar dan agregat halus)

pengujian berat jenis dan penyerapan, dan pengujian kadar lumpur.

3.4.3 Tahap Pengujian Ekstraksi Aspal Buton B 50/30

Pada asbuton dilakukan proses ekstasksi untuk mengetahuia kadar

mineral aspal dan butimen yang terdapat di kandungan Asbuton yang digunakan

dalam penelitian.

Gambar 3.14 Asbuton butir yang telah disaring

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Setelah disaring dengan menggunakan saringan 3/8 kemudian Asbuton di

ekstraksi untuk diketahui kadar mineral dan butimen yang terdapat dikandungan

Asbuton yang akan digunakan pada penelitian ini.

Gambar 3.15 Proses ekstraksi Asbuton

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

49
3.4.4 Tahap Pengujian Berat Jenis Modifier

Berdasar pada penelitian terdahulu, untuk komposisi modifier yang

digunkan dalam penelitian ini mengunakan campuran antara 500 gr aspal minyak

dan 500 gr bungker oil, setelah dicapur kemudian dipanaskan lalu di dinginkan

pada suhu 20◦C kemudian dilakukan pengujian berat jenis modifier.

3.4.5 Tahap Pengujian Karateristik Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel

FeNi 4 )

Subtitusi Agregat Halus Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Slag

Nikel FeNi 4 yang berwarna hitam yanag diperolah dari PT. ANTAM POMALA.

Variasi subtitusi kadar slag yang digunakan dalam penelitian yaitu sebesar 0%,

25%, 50%,75% ,100% terhadap berat agregat yang akan digunakan pada

penelitian. Adapun jenis pengujian yang dilakukan adalah pengjian adalah analisa

saringan, berat jenis dan penyerapan slag nikel

3.4.6 Tahap Pembuatan Benda Uji

Tahapan pengujian dalam penelitian ini sesuai dengan pedoman dan

standar yang berlaku dengan sedikit perlakuan khusus pada proses pencampuran,

secara umum tahapan pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Agregat dipisahkan berdasarkan nomor saringan yang dibutuhkan.

Pemisahan agregat dilakukan dengan menggunakan saringan 3/4, 1/2, 3/8,

No.4, No 8, No 16, No.30, No.50, No.100, No.200 dan PAN.

50
Gambar 3.16 Penyaringan Agregat batu moramo dan Slag Nikel FeNi 4

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3.17 Pemisahan agregat batu moramo dan slag nikel FeNi 4

berdasarkan nomor saringan

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

51
b. Agregat batu moramo dan slag nikel FeNi 4 yang telah dipisahkan sesuai

dengan nomor saringan , kemudian ditimbang sesuai dengan komposisi

kebutuhan material yang telah dihitung kemudian dimasukan kedalam

plastic untuk mempermudah proses pembuatan benda uji.

Gambar 3.18 Agregat dan Slag Nikel FeNi 4 yang telah ditimbang dan

dimasukan kedalam plastik.

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

c. Panaskan bahan peremaja/modifier sebanyak 1000 gram.

Gambar 3.19 Proses pemanasan bahan peremaja/modifier

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

52
d. Panaskan agregat yang telah disaring sehingga mencapai suhu 150 ◦ C.

Gambar 3.20 Agregat dimasukan kedalam wajan kemudian dipanaskan

hingga mencapai suhu 150◦ C

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

e. Setelah agregat mencapai suhu 150◦ C, kemudian masukan Asbuton yang

telah disaring kemudian panaskan bersamaan dengan agregat lalu diaduk

hingga mencapai suhu 150◦ C. Setelah mencapai suhu 150◦ C masukan

modifier sesuai dengan kadar modifier yang telah ditentukan, lakukan

pengadukan secara terus menerus hingga campuran mencapai suhu 150◦ C.

53
Gambar 3.21 Agregat dan Asbuton dicampur dan dipanaskan hingga

mencapai suhu 150◦ C

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

f. Setelah di lakukan pencampuran hingga mencapai suhu 150°c, selanjutnya

adalah mendiamkan hasil pencampuran selama 1 x 24 jam.

Gambar 3.22 Proses pendinginan campuran selama 1 x 24 Jam

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

g. Setelah di diamkan selama 1 x 24 jam yang di lakukan selanjutnya adalah

lakukan pemadatan atau penumbukan dengan 2 x 75 tumbukan.

54
Gambar 3.23 Proses pemadatan benda uji

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

h. Setelah dipadatkan benda uji dikeluarkan dari mould kemudian diberikan

tanda pengenal sesuai variasi kadar Asbuton dan kadar campuran modifier.

Gambar 3.24 Benda uji yang telah dipadatkan sesuai variasi slag dan modifier

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

55
3.4.7 Tahap Pengujian Marshall Test

Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian Marshall merajuk kepada

RSNI M-01-2003 tentang metode pengujian campuran beraspal dengan alat

marshall. Berikut ini adalah proses atau langkah-langkah pengujian Marshall :

a. Benda uji dipastikan telah bersih dari kotoran yang menempel, timbang

dan catat benda uji dalam keadaan kering.

Gambar 3.25 Proses penimbangan benda uji dalam keadaan kering

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

b. Benda uji direndam dalam suhu ruang selama 24 jam

Gambar 3.26 Benda uji direndam selama 24 jam

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

56
c. Timbang dan catat berat benda uji didalam air.

Gambar 3.27 Menimbang benda uji didalam air

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

d. Keringkan benda uji hingga kering permukaan jenuh. Timbang dan catat

berat benda uji dalam kondidi kering permukaan jenuh.

Gambar 3.28 Penimbangan benda uji kering permukaan jenuh

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

57
e. Rendam benda uji didalam air selama 30-40 menit.

Gambar 3.29 Benda uji direndam dalam air selama 30-40 menit

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

g. Keluarkan benda uji dari air, kemudian letakan benda uji di ring proving.

Letakan ring proving yang berisi benda uji ditengah penekanan marshall

test. Pasang arloji pembacaan flow didudukanya dan atur posisi jarum pada

angka nol. Pengujian marshall siap dilakukan. Catat pembacaan stabilitas

dan flow

Gambar 3.30 Proses pengujian marshall

(Sumber : Dokumentasi Pribadi

58
3.5 Bagan Alur Penelitian

Bagan alir penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Material

Pengujian Material

Slag Nikel FeNi 4 : Agregat Moramo : Asbuton B 50/30 :


1. Berat jenis dan 1. Berat jenis dan 1. Berat jenis
penyerapan penyerapan 2. Ekstraksi Asbuton
2. Analisa Saringan 2. Analisa Saringan 3. Analisa Saringan
3. Gradasi Agregat

Ya
Spesifikasi CPHMA 2018

Pembuatan Benda Uji dengan presentasi kadar modifier 2%,


2,5% dan 3%. Dengan variasi kadar subtitusi agregat halus
Slag FeNi 4 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%.

Pengujian Marshall

Analisa data dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.31 Bagan Alur Penelitian


59
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi kadar slag nikel yang disubtitusi yang digunakan sebagai agregat

halus terdapat lima vairasi subtitusi yaitu 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100 % dengan

kadar modifier yang digunakan yaitu 2%,2,5% dan 3% . Hasil pengujian meliputi,

pengujian karakteristik agregat kasar dan halus, karakteristik slag nikel,

karakteristik modifier dan pengujian marshall.

4.1 Hasil Pengujian Agregat

Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari agregat

yang digunakan dalam pembuatan benda uji. Data yang digunakan pada

komposisi perencanaan campuran menggunakan data yang telah diperoleh dari

hasil pengujian yang dilakukan dilaboratorium. Hasil pemeriksaan karakteristik

agregat meliputi agregat kasar, agregat halus, mineral asbuton, dan slag nikel

FeNi 4. Hasil pengujian menunjukan bahwa semua agregat memenuhi syarat

untuk digunakan sebagai material pada campuran CPHMA.

4.1.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Ex Moramo

Pada pengujian ini agregat kasar yang digunakan berupa agregat kasar

moramo yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu material penyusun

campuran dalam pembuatan sampel uji untuk pengujian marshall. Adapaun data

60
yang diperoleh berdasarkan panduan SNI 03-1969-1990 mengenai agregat kasar

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Berat Jenis Agregat Kasar Ex Moramo


Pemeriksaan
Parameter Rata-rata
I II
A. Berat benda uji kering oven 332,5 461,4
B. Berat contoh SSD di Udara 336,1 467,9
C. berat benda uji di dalam air 210,4 291,7
Apparent specifik gravity (A/(A-C)) 2,72 2,72 2,721
Bulk specifik gravity on dry basic (A/(B-C)) 2,65 2,62 2,632
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B-C)) 2,67 2,66 2,665
Prosentase water absorption ((B-A)/A) x 100% 1,08 1,41 1,246
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan tabel penelitian diatas, diambil data-data sebagai berikut:

a) Berat Jenis apparent = 2,721 gr/cc

b) Berat jenis bulk = 2,632 gr/cc

c) Berat jenis jenuh permukaan = 2,665 gr/cc

d) Penyerapan air = 1,246 gr/cc

4.1.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (Abu Batu) Ex Moramo

Pada pengujian ini agregat kasar yang digunakan berupa agregat halus

(Abu batu) moramo yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu material

penyusun campuran dalam pembuatan sampel uji untuk pengujian marshall.

Adapaun data yang diperoleh berdasarkan panduan SNI 03-1969-1990 mengenai

agregat kasar adalah sebagai berikut:

61
Tabel 4.2 Berat Jenis Agregat Halus (Abu Batu) Ex Moramo
Pemeriksaan Rata-
Parameter
I II rata
A. Berat piknometer 200,6 169,8
B. Berat contoh SSD di Udara 507,2 505,7
C. Berat piknometer + air + contoh 1120,2 1102,8
D. Berat piknometer + air 805 784,9
E. Berat contoh kering + Berat cawan 506,2 504,8
Apparent specifik gravity (E/(E+D-C)) 2,65 2,70 2,676
Bulk specifik gravity on dry basic (E/(B+D-C)) 2,64 2,69 2,662
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B+D-C)) 2,64 2,69 2,667
Prosentase water absorption ((B-E)/E) x 100% 0,20 0,18 0,188
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan tabel penelitian diatas, diambil data-data sebagai berikut:

a) Berat Jenis apparent = 2,676 gr/cc

b) Berat jenis bulk = 2,662 gr/cc

c) Berat jenis jenuh permukaan = 2,667 gr/cc

d) Penyerapan air = 0,188 gr/cc

4.1.2 Berat Jenis dan Penyerapan Slag Nikel Feni 4

Pada pengujian ini agregat halus yang digunakan berupa agregat halus

slag nikel FeNi 4 yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu material

penyusun campuran dalam pembuatan sampel uji untuk pengujian marshall.

Adapaun data yang diperoleh berdasarkan panduan SNI 03-1969-1990 mengenai

agregat kasar adalah sebagai berikut:

62
Tabel 4.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (Slag Nikel FeNi 4)
Pemeriksaan Rata-
Parameter
I II rata
A. Berat piknometer 114,4 114,8
B. Berat contoh SSD di Udara 250 250
C. Berat piknometer + air + contoh 580,6 581,6
D. Berat piknometer + air 417,5 418,5
E. Berat contoh kering + Berat cawan 249,1 249
Apparent specifik gravity (E/(E+D-C)) 2,89 2,90 2,894
Bulk specifik gravity on dry basic (E/(B+D-C)) 2,87 2,87 2,866
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B+D-C)) 2,88 2,88 2,877
Prosentase water absorption ((B-E)/E) x 100% 0,36 0,40 0,381

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan tabel penelitian diatas, diambil data-data sebagai berikut:

a) Berat Jenis apparent = 2,894 gr/cc

b) Berat jenis bulk = 2,866 gr/cc

c) Berat jenis jenuh permukaan = 2,877 gr/cc

d) Penyerapan air = 0,381 gr/cc

4.1.3 Ekstraksi Asbuton

Pada pengujian ekstraksi ini material yang digunakan adalah Asbuton,

yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu bahan yang akan digunakan

dalam membuat Mix design pada pencampuran benda uji. Data ini menggunakan

pengujian berdasarkan SNI 8279:2016 dengan hasil pengujian sebagai berikut:

63
Tabel 4.4 Hasil Ekstraksi Asbuton
PARAMETER A B C
Kerucut (A) 306,4 281,5
Kerucut + Kertas Saring (B) (gram) 310,5 285,6
Kerucut + Kertas Saring + Contoh Benda Uji Sebelum
592,9 606,9
(C) (gram)
Contoh Benda Uji (D) = C - B (gram) 277,4 321,3 598,7
Kerucut + Kertas Saring + Contoh Benda Uji Sesudah
521,3 523,9
(E) (gram)
Berat Contoh Kering (F) = E - B (gram) 210,8 238,3 449,1
Berat Aspal (G) = C - E (gram) 71,6 83 154,6
Kadar Aspal (H) = (G/D) x 100% (%) 25,81 25,83 25,82
Rata – rata 25,82
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan tabel penelitian diatas, didapatkan data kadar bitumen untuk

Asbuton sebesar 25,82 %.

4.1.6 Berat Jenis Mineral Asbuton

Pada pengujian berat jenis mineral asbuton peneliti tidak melakukan

pengujian berat jenis mineral asbuton dikarenakan alat untuk melakukan

pengujianya tidak tersedia. Oleh karena itu sebagai alternatis untuk mendapatkan

nilai berat jenis mineral asbuton maka diambil data pengujian dari PT. PUTINDO

BINTECH dengan nilai hasil pengujian berat jenis mineral asbuton adalah 2,23

gr/ml

4.1.7 Gradasi Mineral Asbuton

Pada pengujian gradasi mineral ini material yang digunakan adalah

Asbuton, yang nantinya akan digunakan sebagai salah satu perhitungan dalam

merancang mix design dan akan digunakan dalam membuat sampel untuk uji

64
marshall. Data ini menggunakan pengujian berdasarkan SNI ASTM C136:2012

dan memperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5 Gradasi Mineral Asbuton


Material
No. Lubang Ayakan % %
Berat Jumlah Berat
Kumulatif Kumulatif
Tertahan Tertahan
Tertahan Lolos
1 3/4" 0,00 0,00 0,00 100,00
2 1/2" 0,00 0,00 0,00 100,00
3 No.4 7,40 7,40 7,21 92,79
4 No.8 23,40 30,80 30,02 69,98
5 No.50 25,30 56,10 54,68 45,32
6 No.200 22,05 78,15 76,17 23,83
7 PAN 24,45 102,60 100,00 0,00
(Sumber :Analisa Data Laboratorium, 2022)

4.2 Hasil Pengujian Bahan Peremaja

Pengujian bahan peremaja ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik

aspal minyak yang di kombinasikan degan bungker oil. Hasil pemeriksaan

karakteristik aspal meliputi berat jenis dan daktalitas dan merujuk pada penelitian

terdahulu yang dipresentasikan pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Pengujian Karakteristik Modifier (Aspal Minyak –Bungker Oil)


Pemeriksaan
Parameter
I II
a. Berat piknometer + air 51,4 64,5
b. Berat Piknometer 22,3 24,4
c. Isi piknometer (a-b) 29,1 40,1
d. Berat piknometer + aspal 34,45 40,85
e. Berat aspal (d-b) 12,15 16,45
f. Berat pikno + air + Aspal 51,3 64,65
g. Barat Air (f-d) 16,85 23,8
h. Isi bitumen/aspal (c-g) 12,25 16,3
i. Berat jenis aspal (e/h) 0,992 1,01
Berat Jenis Rata-rata 1,001
(Sumber : Analisa Data Laboratorium 2022)
65
Berdasarkan pengujian berat jenis modifier (Bungker Oil – Aspal Minyak)

memenuhi spesfikasi, berdasarkan spesifikasi umum minimum 1.

4.3 Analisa Berat Jenis Gabungan

Pembuatan komposisi campuran menggunakan perbandingan antara berat

jenis agregat dan berdasarkan presentase volume campuran. Dalam komposisi

benda uji presentase berat jenis terdiri dari penambahan slag nikel yaitu 0%, 25%,

50%, 75%, dan 100%. Untuk setiap perbandingan.

Digunakan perbandingan berat jenis bulk dan berat jenis apparent untuk

mendapatkan berat jenis efektif agregat berdasarkan persentase volume benda uji,

dengan perbandingan kadar subtitusi agregat halus yang digunakan.

Tabel 4.7 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 0% Slag Nikel
% Berat Jenis Agregat
Uraian Berat Jenis Aspal
Komposisis Bulk Apparent Efektif
Agregat Kasar 41,00% 2,64 2,71 2,68
Agregat Halus 40,00% 2,66 2,68 2,67
Slag Nikel - - - -
19,00%
Bj. Mineral
2,23 2,23 2,23
Asbuton

Aspal
1,001
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

 Berat Jenis Bulk Agregat

66
= 2,559 gr/cc

 Berat Jenis Apparent Agregat

= 2,590 gr/cc

 Berat Jenis Efektif Agregat

= 2,575 gr/cc

Tabel 4.8 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 25% Slag Nikel
% Berat Jenis Agregat
Uraian Berat Jenis Aspal
Komposisi Bulk Apparent Efektif
Agregat Kasar 41,00% 2,64 2,71 2,68
Agregat Halus 40,00% 2,66 2,68 2,67
slag nikel 8,00% 2,87 2,89 2,88

Bj. Mineral
19,00% 2,23 2,23 2,23
Asbuton

Aspal
1,001
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

67
 Berat Jenis Bulk Agregat

= 2,389 gr/cc

 Berat Jenis Apperent Agregat

= 2,417 gr/cc

 Berat Jenis Efektif Agregat

= 2,403 gr/cc

Tabel 4.9 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Sutitusi 50% Slag Nikel
% Berat Jenis Agregat
Uraian Berat Jenis Aspal
Komposisi Bulk Apparent Efektif
Agregat Kasar 41,00% 2,64 2,71 2,68
Agregat Halus 17,00% 2,66 2,68 2,67
slag nikel 17,00% 2,87 2,89 2,88

Bj. Mineral
19,00% 2,23 2,23 2,23
Asbuton

Aspal 1,001
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)
68
 Berat Jenis Bulk Agregat

= 2,751 gr/cc

 Berat Jenis Apperent Agregat

= 2,787 gr/cc

 Berat Jenis Efektif Agregat

= 2,769 gr/cc

Tabel 4.10 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 75% Slag Nikel
% Berat Jenis Agregat
Uraian Berat Jenis Aspal
Komposisi Bulk Apparent Efektif
Agregat Kasar 41,00% 2,68 2,67 2,67
Agregat Halus 10,00% 2,66 2,68 2,67
Slag Nikel 23,00% 2,87 2,89 2,88

BJ Mineral
19,00% 2,23 2,23 2,23
Asbuton

Aspal 1,001
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)
69
 Berat Jenis Bulk Agregat

= 2,807 gr/cc

 Berat Jenis Apperent Agregat

= 2,812 gr/cc

 Berat Jenis Efektif Agregat

= 2,809 gr/cc

Tabel 4.11 Analisa Berat Jenis Gabungan dengan Kadar Subtitusi 100% Slag
Nikel
% Berat Jenis Agregat
Uraian Berat Jenis Aspal
Komposisi Bulk Apparent Efektif
Agregat Kasar 41,00% 2,67 2,67 2,67
Agregat Halus - - - -
Slag Nikel 34,00% 2,87 2,89 2,88
BJ Mineral
19,00% 2,23 2,23 2,23
Asbuton
1,001
Aspal
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

70
 Berat Jenis Bulk Agregat

= 2,799 gr/cc

 Berat Jenis Apperent Agregat

= 2,807 gr/cc

 Berat Jenis Efektif Agregat

= 2,803 gr/cc

4.4 Perancangan Komposisi Campuran (Mix Design)

Gradasi agregat merupakan distribusi dari variasi ukuran butiran agregat

berdasrkan pada nilai titik tengah dari spesifikasi yang digunakan dalam persen.

Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakuakn komposisi agregat halus subtitusi

dengan lima variasi slag nikel yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100 %.

71
Kadar bahan peremaja yang 2%, 2,5% dan 3% pada pembuatan benda uji

yang dimana dibuat tiga benda uji untuk masing-masing kadar modifier. Nilai

kadar modifier optimum (KMO) nantinya akan divariasikan terhadap penambahan

slag nikel FeNi 4. Untuk penggabungan seluruh bahan sampel menagacu pada

berat sampel pada muatan mold yang digunakan yaitu 1100 gram.

Pada perancangan komposisi campuran dengan variasi subtitusi slag nikel

0% dengan variasi kadar modifier 2%, 2,5% dan 3 % dengan penggunaan

Asbuton B50/30 dihasilkan rancangan komposisi campuran seperti pada tabel

berikut,

72
Tabel 4.12 Rancangan Komposisi Campuran 0% Slag Nikel FeNi 4
Mineral
Saringan Spec CPHMA Target (%) Target Asbuton Target Agregat Agregat
Asbuton
(kumulatif (Kumulatif (Kumulatif
Mm inch % Kumulatif Lolos (gram) (gram)
lolos) Tertahan) Tertahan)
Agregat Kasar
19 3/4" 100 100 0,00 0 0 0
12,5 1/2" 90 - 100 95 0,00 5 55 0
4,75 No. 4 45 - 70 57,5 1,4 36,1 397,4 15,15
Total Agregat Kasar 467,55
Agregat Halus
2,36 No. 8 30 - 55 42,5 4,4 10,6 117,1 47,9
0,300 No. 50 12 - 25 18,5 4,7 19,3 212,2 51,8
0,075 No. 200 6 - 15 10,5 4,1 3,9 42,9 45,1
Filler - - - 0 4,6 5,9 65,4 50,1
Total Agregat Halus 632,50
Total Agregat Kasar dan Halus 1100
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

74
Komposisi bahan diumpamakan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan

perbandingan berat dikonversi ke perbandingan volume adalah sebagai berikut :

Saringan ½ = = 55 gram

Saringan No.4 = = 397,4 gram

Saringan No. 8 = = 117,1 gram

Saringan No. 50 = = 212,2 gram

Saringan No. 200 = = 42,9 gram

PAN Filler = = 65,4 gram

Volume total = Agregat Kasar + Agregat Halus + Filler

= ( 55 + 397,4) + ( 117,1 + 212,2 + 42,9) + 65,4

= 890 gram

Asbuton

Saringan No. 4 = 1,4 x 1100

= 15,15 gram

Saringan No. 8 = 4,4 x 1100 gram

= 47,9 gram

Saringan No. 50 = 4,7 x 1100


75
= 51,8 gram

Saringan No. 100 = 4,1 x 1100

= 45,1

PAN = 4,6 x 1100

= 50,1 gram

Kadar Asbuton = 15,15 + 47, 9 + 51,8 + 45,1 + 50,1

= 210,05 garam

Berat total campuran = Volume Total Agregat + Kadar Asbuton

= 890 + 210,05

= 1100 gram

76
Pada perancangan komposisi campuran dengan variasi subtitusi slag nikel 25% dengan variasi kadar modifier 2%, 2,5%

dan 3 % dengan penggunaan Asbuton B 50/30 dihasilkan rancangan komposisi campuran sebagai berikut.

Tabel 4.13 Rancangan komposisi Campuran 25 % Slag Nikel FeNi 4


Saringan Spec CPHMA Target (%) Target Asbuton Target Agregat Agregat Asbuton
mm inch % Kumulatif Lolos (kumulatif lolos) (Kumulatif Tertahan)(Kumulatif Tertahan) (gram) (gram)
Agregat Kasar
19 3/4" 100 100 0,00 0 0 0
12,5 1/2" 90 - 100 95 0,00 5 55 0
4,75 No. 4 45 - 70 57,5 1,4 36,1 397,4 15,15
Total Agregat Kasar 467,55
Agregat Halus
2,36 No. 8 30 - 55 42,5 4,4 10,6 87,8 47,9
0,300 No. 50 12 - 25 18,5 4,7 19,3 159,2 51,8
0,075 No. 200 6 - 15 10,5 4,1 3,9 32,2 45,1
Filler - - - 0 4,6 5,9 65,4 50,1
Total Agregat Halus 539,45
Slag Nikel FeNi 4
2,36 No. 8 - - - 4,4 29,275
0,30 No. 50 - - - 4,7 53,05
0,075 No.200 - - - 4,1 10,725
Target Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel FeNi 4) 93,1
Total Agregat Kasar dan Agregat Halus 1100
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

77
Komposisi bahan diumpamakan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan

perbandingan berat dikonversi ke perbandingan volume adalah sebagai berikut :

Saringan ½ = = 55 gram

Saringan No.4 = = 397,4 gram

Saringan No. 8

Slag Nikel Feni 4 = = 29,27 gram

Agerat Moramo = 29,27 – 117,1

= 87,8 gram

Saringan No. 50

Slag Nikel Feni 4 = = 53,05 gram

Agerat Moramo = 53,05 – 212,2

= 159,2 gram

Saringan No. 200

Slag Nikel Feni 4 = = 10,72 gram

Agerat Moramo = 10,72 – 42,9

= 32,2 gram

78
PAN Filler = = 65,4 gram

Volume total = Agregat Kasar + Agregat Halus + Filler

= ( 55 + 397,4) + ( 87,8 + 29,27 + 159,2 +

53,05+32,2 + 10,75 ) + ( 65,4)

= 890 gram

Asbuton

Saringan No. 4 = 1,4 x 1100

= 15,15 gram

Saringan No. 8 = 4,4 x 1100 gram

= 47,9 gram

Saringan No. 50 = 4,7 x 1100

= 51,8 gram

Saringan No. 100 = 4,1 x 1100

= 45,1

PAN = 4,6 x 1100

= 50,1 gram

Kadar Asbuton = 15,15 + 47, 9 + 51,8 + 45,1 + 50,1

= 210,05 garam
79
Berat total campuran = Volume Total Agregat + Kadar Asbuton

= 890 + 210,05

= 1100 gram

80
Pada rancangan komposisi dengan variasi subtitusi 50 % slag nikel FeNi 4 dengan variasi kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%

dengan penggunaan Asbuton B 50/30 dihasilkan rancangan komposisi campuran sebagai berikut.

Tabel 4.14 Rancangan Komposisi Campuran 50 % Slag Nikel FeNi 4


Saringan Spec CPHMA Target (%) Target Asbuton Target Agregat Agregat Asbuton
mm inch % Kumulatif Lolos (kumulatif lolos) (Kumulatif Tertahan)(Kumulatif Tertahan) (gram) (gram)
Agregat Kasar
19 3/4" 100 100 0,00 0 0 0
12,5 1/2" 90 - 100 95 0,00 5 55 0
4,75 No. 4 45 - 70 57,5 1,4 36,1 397,4 15,15
Total Agregat Kasar 467,55
Agregat Halus
2,36 No. 8 30 - 55 42,5 4,4 10,6 58,6 47,9
0,300 No. 50 12 - 25 18,5 4,7 19,3 106,1 51,8
0,075 No. 200 6 - 15 10,5 4,1 3,9 21,4 45,1
Filler - - - 0 4,6 5,9 65,4 50,1
Total Agregat Halus 446,35
Slag Nikel FeNi 4
2,36 No. 8 - - - 4,4 58,55
0,30 No. 50 - - - 4,7 106,1
0,075 No.200 - - - 4,1 21,5
Target Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel FeNi 4) 186,2
Total Agregat Kasar dan Agregat Halus 1100
(Sumber : Analisa Data Laboratorium 2022)

81
Komposisi bahan diumpamakan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan

perbandingan berat dikonversi ke perbandingan volume adalah sebagai berikut :

Saringan ½ = = 55 gram

Saringan No.4 = = 397,4 gram

Saringan No. 8

Slag Nikel Feni 4 = = 58,6 gram

Agerat Moramo = 58,55 – 117,1

= 58,6 gram

Saringan No. 50

Slag Nikel Feni 4 = = 106,1 gram

Agerat Moramo = 106,1 – 212,2

= 106,1 gram

Saringan No. 200

Slag Nikel Feni 4 = = 21,5 gram

Agerat Moramo = 21,5 – 42,9

= 21,5 gram

82
PAN Filler = = 65,4 gram

Volume total = Agregat Kasar + Agregat Halus + Filler

= ( 55 + 397,4) + ( 58,6 + 58,6 + 106,5 + 106,5 +

21,5 + 21,5 ) + ( 65,4)

= 890 gram

Asbuton

Saringan No. 4 = 1,4 x 1100

= 15,15 gram

Saringan No. 8 = 4,4 x 1100 gram

= 47,9 gram

Saringan No. 50 = 4,7 x 1100

= 51,8 gram

Saringan No. 100 = 4,1 x 1100

= 45,1

PAN = 4,6 x 1100

= 50,1 gram

Kadar Asbuton = 15,15 + 47, 9 + 51,8 + 45,1 + 50,1

= 210,05 garam
83
Berat total campuran = Volume Total Agregat + Kadar Asbuton

= 890 + 210,05

= 1100 gram

84
Pada rancangan komposisi dengan variasi subtitusi 75 % slag nikel FeNi 4 dengan variasi kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%

dengan penggunaan Asbuton B 50/30 dihasilkan rancangan komposisi campuran sebagai berikut.

Tabel 4.15 Rancangan Komposisi Campuran 75 % Slag Nikel FeNi 4


Saringan Spec CPHMA Target (%) Target Asbuton Target Agregat Agregat Asbuton
mm inch % Kumulatif Lolos (kumulatif lolos) (Kumulatif Tertahan)(Kumulatif Tertahan) (gram) (gram)
Agregat Kasar
19 3/4" 100 100 0,00 0 0 0
12,5 1/2" 90 - 100 95 0,00 5 55 0
4,75 No. 4 45 - 70 57,5 1,4 36,1 397,4 15,15
Total Agregat Kasar 467,55
Agregat Halus
2,36 No. 8 30 - 55 42,5 4,4 10,6 29,3 47,9
0,300 No. 50 12 - 25 18,5 4,7 19,3 53,1 51,8
0,075 No. 200 6 - 15 10,5 4,1 3,9 32,2 45,1
Filler - - - 0 4,6 5,9 65,4 50,1
Total Agregat Halus 374,81
Slag Nikel FeNi 4
2,36 No. 8 - - - 4,4 87,825
0,30 No. 50 - - - 4,7 159,15
0,075 No.200 - - - 4,1 10,72
Target Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel FeNi 4) 257,7
Total Agregat Kasar dan Agregat Halus 1100
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

85
Komposisi bahan diumpamakan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan

perbandingan berat dikonversi ke perbandingan volume adalah sebagai berikut :

Saringan ½ = = 55 gram

Saringan No.4 = = 397,4 gram

Saringan No. 8

Slag Nikel Feni 4 = = 87,8 gram

Agerat Moramo = 87,8 – 117,1

= 29,3 gram

Saringan No. 50

Slag Nikel Feni 4 = = 159,15 gram

Agerat Moramo = 159,15 – 212,2

= 53,1 gram

Saringan No. 200

Slag Nikel Feni 4 = = 10,72 gram

Agerat Moramo = 10,72 – 42,9

= 32,2 gram

86
PAN Filler = = 65,4 gram

Volume total = Agregat Kasar + Agregat Halus + Filler

= ( 55 + 397,4) + (29,3 + 87,8 + 53,1 + 159,15 +

32,2 + 10,72) + ( 65,4)

= 890 gram

Asbuton

Saringan No. 4 = 1,4 x 1100

= 15,15 gram

Saringan No. 8 = 4,4 x 1100 gram

= 47,9 gram

Saringan No. 50 = 4,7 x 1100

= 51,8 gram

Saringan No. 100 = 4,1 x 1100

= 45,1

PAN = 4,6 x 1100

= 50,1 gram

Kadar Asbuton = 15,15 + 47, 9 + 51,8 + 45,1 + 50,1

= 210,05 garam
87
Berat total campuran = Volume Total Agregat + Kadar Asbuton

= 890 + 210,05

= 1100 gram

88
Pada rancangan komposisi dengan variasi subtitusi 100 % slag nikel FeNi 4 dengan variasi kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%

dengan penggunaan Asbuton B 50/30 dihasilkan rancangan komposisi campuran sebagai berikut.

Tabel 4.16 Rancangan Komposisi Campuran 100 % Slag Nikel FeNi 4


Saringan Spec CPHMA Target (%) Target Asbuton Target Agregat Agregat Asbuton
mm inch % Kumulatif Lolos (kumulatif lolos) (Kumulatif Tertahan)(Kumulatif Tertahan) (gram) (gram)
Agregat Kasar
19 3/4" 100 100 0,00 0 0 0
12,5 1/2" 90 - 100 95 0,00 5 55 0
4,75 No. 4 45 - 70 57,5 1,4 36,1 397,4 15,15
Total Agregat Kasar 467,55
Agregat Halus
2,36 No. 8 30 - 55 42,5 4,4 10,6 0,0 47,9
0,300 No. 50 12 - 25 18,5 4,7 19,3 0,0 51,8
0,075 No. 200 6 - 15 10,5 4,1 3,9 0,0 45,1
Filler - - - 0 4,6 5,9 65,4 50,1
Total Agregat Halus 260,30
Slag Nikel FeNi 4
2,36 No. 8 - - - 4,4 117,1
0,30 No. 50 - - - 4,7 212,2
0,075 No.200 - - - 4,1 42,9
Target Agregat Halus Subtitusi (Slag Nikel FeNi 4) 372,2
Total Agregat Kasar dan Agregat Halus 1100
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

89
Komposisi bahan diumpamakan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan

perbandingan berat dikonversi ke perbandingan volume adalah sebagai berikut :

Saringan ½ = = 55 gram

Saringan No.4 = = 397,4 gram

Saringan No. 8

Slag Nikel Feni 4 = = 117,1 gram

Saringan No. 50

Slag Nikel Feni 4 = = 212,2 gram

Saringan No. 200

Slag Nikel Feni 4 = = 42,9 gram

PAN Filler = = 65,4 gram

Volume total = Agregat Kasar + Agregat Halus + Filler

= ( 55 + 397,4) + (117,1 + 212,2 + 42,9 ) + ( 65,4)

= 890 gram

Asbuton

Saringan No. 4 = 1,4 x 1100

= 15,15 gram

90
Saringan No. 8 = 4,4 x 1100 gram

= 47,9 gram

Saringan No. 50 = 4,7 x 1100

= 51,8 gram

Saringan No. 100 = 4,1 x 1100

= 45,1

PAN = 4,6 x 1100

= 50,1 gram

Kadar Asbuton = 15,15 + 47, 9 + 51,8 + 45,1 + 50,1

= 210,05 garam

Berat total campuran = Volume Total Agregat + Kadar Asbuton

= 890 + 210,05

= 1100 gram

91
4.5 Pengujian Marshall

Uji Marshall dilakukan untuk mendapatkan stabilitas dan kelelehan (flow)

dari campuran aspal dan agregat. Data yang didapatkan dari benda uji yaitu berat

benda uji, berat benda uji dalam keadaan jenuh kering permukaan (SSD) dan berat

benda uji di dalam air. Kemudian dilakukan perhitungan karakteristik campuran

meliputi volume pori dalam agregat (VMA), volume pori dalam campuran (VIM),

volume pori campuran yang terisi Aspal/Bitumen (VFA), Stabilitas, kelelehan dan

kekauan sesuai dengan standar dan spesifikasi CPHMA.

Data yang diperoleh dari hasil uji marshall dari penelitian laboratorium

adalah Berat kering/sebelum direndam (gram), berat SSD (gram), Berat dalam air

(gram), Pembacaan arloji stabilitas (lbs), Pembacaan arloji Flow (mm).

4.5.1 Hasil Pengujian Marshall

Komposisi Campuran menggunakan Asbuton B 50/30 dengan variasi kadar

subtitusi agregat halus teridiri dari lima variasi yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan

100%, dengan kadar modifier/peremaja yang digunkan yaitu 2%, 2,5% dan 3%

Data yang diperoleh dilaboratorium adalah sebagai berikut :

Tabel 4.17 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 0% Slag Nikel


Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
2% 1098,3 1119,7 605,5 230 4,5
2% 1099,6 1121,2 602,4 270 4,7
0% 2,5 % 1102,4 1127,9 615,7 330 4,4
2,5 % 1125,0 1139,4 606,9 290 3,7
3% 1103,8 1118,6 616,7 250 5,0

92
Lanjutan Tabel 4.17 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 0% Slag Nikel
Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
3% 1106,0 1121,1 609,9 290 6,7
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Berdasarkan tabel 4.17 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pembacaan dial

dan flow diperoleh hasil terbaik pada penggunaan kadar modifier 2,5 % dengan

kadar variasi subtitusi slag nikel 0% dapat dibuktikan dengan tingginya nilai hasil

pembacaan flow yang tidak terlalu besar yaitu 4,4 dan 3,7 mm sehingga dapat

menjelaskan benda uji yang dilakukan pengujian memiliki hasil flow terbaik dari

ketiga variasi modifier yang digunakan.

Tabel 4.18 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 25 % Slag Nikel


Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
2% 1198,0 1171,1 554,3 240 6,5
2% 1188,9 1184,9 543,8 235 6,6
2,5 % 1104,2 1167,2 598,5 270 6,3
25 %
2,5 % 1104,2 1181,5 606,6 235 6,4
3% 1054,0 1178,1 587,0 249 6,5
3% 1176,2 1167,3 563,2 230 6,5
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Berdasarkan tabel 4.18 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pembacaan dial

dan flow pada kadar subtitusi 25% slag nikel nilai flow mengalami peningkatan

sehingga dapat dijelaskan bahwa benda ujidengan kadars subtitusi 25% slag nikel

tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA, berdasarkan spesifikasi umum

CPHMA nilai flow minimum 2 mm dan maksimum 5 mm.

93
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 50% Slag Nikel
Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
2% 1107,2 1157,1 600,7 210 6,3
2% 1105,9 1158,6 593,3 230 6,5
2,5 % 1105,5 1152,0 596,0 260 6,3
50 %
2,5 % 1105,6 1156,8 602,2 240 6,6
3% 1113,8 1159,8 606,4 240 6,5
3% 1109,0 1109,0 610,3 230 6,5
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Berdasarkan tabel 4.19 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pembacaan dial

dan flow pada kadar subtitusi 50% slag nikel nilai flow mengalami peningkatan

dan tidak memenuhi spesifikasi sehingga dapat dijelaskan bahwa benda ujidengan

kadars subtitusi 50% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow minimum 2 mm dan

maksimum 5 mm.

Tabel 4.20 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 75% Slag Nikel

Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
2% 1109,7 1152,3 600,8 210 6,6
2% 1115,9 1163,5 618,9 200 6,5
2,5 % 1118,6 1142,8 604,6 240 6,3
75%
2,5 % 1106,0 1171,4 621,8 220 6,5
3% 1113,8 1149,3 613,5 200 6,4
3% 1109,0 1153,6 618,2 210 6,5
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan tabel 4.20 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pembacaan dial

dan flow pada kadar subtitusi 75% slag nikel nilai flow mengalami peningkatan

dan tidak memenuhi spesifikasi sehingga dapat dijelaskan bahwa benda ujidengan

94
kadars subtitusi 75% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow minimum 2 mm dan

maksimum 5 mm.

Tabel 4.21 Hasil Pengujian Campuran CPHMA Subtitusi 100% Slag Nikel

Subtitusi
Slag Modifier Kering SSD Di Air Pembacaan Flow
Nikel (%) (Gram) (Gram) (gram) Dial (mm)
(%)
2% 1109,8 1102,7 605,5 180 6,7
2% 1189,4 1152,9 594,2 190 6,7
2,5 % 1102,4 1121,1 615,7 220 6,4
100 %
2,5 % 1125,0 1139,4 606,9 220 6,6
3% 1103,8 1186,6 616,7 180 6,5
3% 1106,0 1121,1 609,9 190 6,3
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Berdasarkan tabel 4.21 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pembacaan dial

dan flow pada kadar subtitusi 100% slag nikel nilai flow mengalami peningkatan

dan tidak memenuhi spesifikasi sehingga dapat dijelaskan bahwa benda ujidengan

kadars subtitusi 100% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow minimum 2 mm dan

maksimum 5 mm.

4.6 Analisa Pengujian Marshall

Analisa yang dilakukan adalah untuk mendapatkan nilai-nilai Marshall yang

digunakan untuk mengetahui karekteristik campuran benda uji, meliputi VMA

(Void In Mineral Agregat), VIM (Void In Mix), VFB (Void Filled With Bitumen),

Stabilitas (Stability), Kelelehan (Flow) dan Mharsall Quotient (MQ)

95
4.6.1 VMA (Void In The Mineral Aggergate)

VMA merupakan banyakanya pori diatara butir-butir agregat dalam aspal

padat. Berat volume benda uji pada penggunaan Asbuton B 50/30 dan kadar

subtitusi slag nikel FeNi 4 sebagai agregat halus yaitu 0%. Dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

Contoh prthitungan VMA menggunakan slag nikel 0% dan kadar

peremaja/ Modifier 2 % adalah sebagai berikut :

VMA = 100 ( )

VMA = ( )

VMA = 22,17%

Untuk perhitungan selanjutnya hasil analisa VMA pada variasi kadar

subtitusi 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% slag nikel dan kadar modifier 2%, 2,5%

dan 3% dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 4.22 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 0% dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
6,75 2,136 22,17
6,75 2,120 22,77
Rata – rata 2,128 22,47

96
Lanjutan Tabel 4.22 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 0%
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
7,00 2,152 21,79
7,00 2,113 23,22
Rata – rata 2,132 22,51
7,25 2,199 20,29
7,25 2,164 21,59
Rata – rata 2,181 20,94
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VMA pada table 4.22 didapatkan hasil terbaik

untuk variasi kadar slag nikel 0% yaitu pada kadar modifier 3% yaitu 20,94%

memenuhi spesifikasi CPHMA berdasarkan nilai spesifikasi umum 2018 dengan

nilai standar VMA minimum 16 %.

Tabel 4.23 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 25 % dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
6,75 1,942 24,19
6,75 1,699 33,69
Rata – rata 1,821 28,94
7,00 1,942 24,42
7,00 1,919 25,31
Rata – rata 1,930 24,87
7,25 1,952 24,21
7,25 2,149 25,95
Rata – rata 2,051 25,08
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Dari hasil perhitungan nilai VMA pada table 4.23 didapatkan hasil terbaik

untuk variasi kadar slag nikel 25% yaitu pada kadar modifier 2% yaitu 28,94%
97
memenuhi spesifikasi CPHMA berdasarkan nilai spesifikasi umum 2018 dengan

nilai standar VMA minimum 16 %.

Tabel 4.24 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 50 % dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
6,75 1,990 32,54
6,75 1,956 33,68
Rata – rata 1,973 33,11
7,00 1,988 32,77
7,00 1,996 32,50
Rata – rata 1,992 32,64
7,25 2,013 32,13
7,25 2,025 32,72
Rata – rata 2,019 31,93
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Dari hasil perhitungan nilai VMA pada table 4.24 didapatkan hasil terbaik

untuk variasi kadar slag nikel 50% yaitu pada kadar modifier 2% yaitu 33,11%

memenuhi spesifikasi CPHMA berdasarkan nilai spesifikasi umum 2018 dengan

nilai standar VMA minimum 16 %.

Tabel 4.25 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 75 % dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
6,75 2,012 33,15
6,75 2,049 31,93
Rata – rata 2,031 32,54
7,00 2,078 31,14

98
Lanjutan Tabel 4.25 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 75
% dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
Campuran
(gr/cc)
7,00 2,011 33,36
Rata – rata 2,045 32,25
7,25 2,079 31,31
7,25 2,071 31,56
Rata – rata 2,075 31,43
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Dari hasil perhitungan nilai VMA pada table 4.25 didapatkan hasil terbaik

untuk variasi kadar slag nikel 75% yaitu pada kadar modifier 2% yaitu 32,54%

memenuhi spesifikasi CPHMA berdasarkan nilai spesifikasi umum 2018 dengan

nilai standar VMA minimum 16 %.

Tabel 4.26 Hasil Analisa perhitungan VMA pada variasi slag nikel 100 % dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3% .
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VMA
campuran
(gr/cc)
6,75 2,209 26,41
6,75 1,950 35,04
Rata – rata 2,079 30,72
7,00 2,181 27,53
7,00 2,113 29,80
Rata – rata 2,147 28,67
7,25 2,199 27,13
7,25 2,164 28,31
Rata – rata 2,181 27,72
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)

Dari hasil perhitungan nilai VMA pada table 4.26 didapatkan hasil terbaik

untuk variasi kadar slag nikel 100% yaitu pada kadar modifier 2% yaitu 30,72%

99
memenuhi spesifikasi CPHMA berdasarkan nilai spesifikasi umum 2018 dengan

nilai standar VMA minimum 16 %.

4.6.2 VIM (Void In Mix)

VIM adalah persentase rongga udara terhadap volume total campuran

setelah didapatkan. Di umpamakan menggunakan kadar Asbuton 25% dan

modifier 2%, 2,5 dan 3% dan jumlah kadar subtitusi slag nikel 0%, 25%, 50%,

75% dan 100%.

Berat jenis maksimum teoritis campuran beraspal untuk kadar peremaja 2%

dan jumlah subtitusi slag nikel 0% dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Sehingg,

= 2,328 gr/cc

Contoh perhitungan VIM menggunakan kadar subtitusi slag nikel 0%

dengan peremaja 2%

VIM = 100 x * ( )+

VIM = 100 x * ( )+

= 8,25%

100
Untuk perhitungan VIM selanjutnya dengan jumlah kadar subtirusi slag

nikel 0% dan peremaja 2%, 2,5% dan 3% dapat dilihat pada table berikut

Tabel 4.27 Hasil Analisis perhitunan VIM dengan jumlah kadar subbtitusi slag
nikel 0% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
6,75 2,136 8,25
6,75 2,120 8,25
Rata – rata 2,128 8,60
7,00 2,152 6,73
7,00 2,113 8,44
Rata – rata 2,132 7,59
7,25 2,199 4,36
7,25 2,164 5,91
Rata – rata 2,181 5,13
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan VIM pada table 4.27 untuk variasi kadar subtitusi

0% slag nikel didaptkan nilai terbaik pada kadar modifier 2% yaitu 8,60% untuk

variasi kadar subtitusi 0% slag nkel nilai VIM memenuhi spesifikasi berdasarkan

nilai spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai standard VIM minimum 4%-

10%

101
Tabel 4.28 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag
nikel 25% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
6,75 1,942 11,53
6,75 1,699 22,61
Rata – rata 1,821 17,07
7,00 1,942 10,89
7,00 1,919 11,89
Rata – rata 1,930 11,36
7,25 1,952 10,06
7,25 2,149 12,13
Rata – rata 2,051 11,10
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan VIM pada table 4.28 nilai VIM untuk variasi

kadar subtitusi 25% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi, berdasarkan nilai

spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai standard VIM minimum 4%-10%.

Tabel 4.29 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag
nikel 50 % dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
6,75 1,990 19,56
6,75 1,965 20,92
Rata – rata 1,973 20,24
7,00 1,988 18,86
7,00 1,996 18,54
Rata – rata 1,922 18,70
7,25 2,013 17,55
7,25 2,025 17,05
Rata – rata 2,019 17,30
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

102
Dari hasil perhitungan VIM pada table 4.29 nilai VIM untuk variasi

kadar subtitusi 50% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi, berdasarkan nilai

spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai standard VIM minimum 4%-10%.

Tabel 4.30 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag
nikel 75% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
6,75 2,021 19,64
6,75 2,049 18,16
Rata – rata 2,031 18,90
7,00 2,078 16,60
7,00 2,011 19,29
Rata – rata 2,045 17,94
7,25 2,079 16,25
7,25 2,071 16,25
Rata – rata 2,075 16,40
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan VIM pada table 4.30 nilai VIM untuk variasi

kadar subtitusi 75% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi, berdasarkan nilai

spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai standard VIM minimum 4%-10%.

Tabel 4.31 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar subtitusi slag
nikel 100% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
6,75 2,209 11,61
6,75 1,950 21,97
Rata – rata 2,079 16,79
7,00 2,181 12,27

103
Lanjutan Tabel 4.32 Hasil analisa perhitungan VIM dengan jumlah kadar
subtitusi slag nikel 100% dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Berat volume
% Aspal terhadap
Benda uji % VIM
Campuran
(gr/cc)
7,00 2,113 15,02
Rata – rata 2,147 13,64
7,25 2,199 11,19
7,25 2,164 12,63
Rata – rata 2,181 11,91
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan VIM pada table 4.31 nilai VIM untuk variasi

kadar subtitusi 100% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi, berdasarkan nilai

spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai standard VIM minimum 4%-10%.

4.6.3 VFA (Void Filled With Asphalt)

Nilai ini menunjukkan persentase rongga campuran yang berisi aspal,

biasnya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, yaitu

pada saat rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi penuh

oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga adalah persen kadar

aspal maksimum. Di umpamakan menggunakan Asbuton B 50/30 dan kadar

subtitusi slag nikel 0%, 25%, 50% 75% dan 100% slag dengan bahan peremaja

2%, 2,5% dan 3%.

Contoh perhitungan menggunakan kdar subtitusi slag nikel 0% dan kadar

peremaja 2%

VFA = 100 x

104
VFA = 100 x

= 62,81 %

Untuk perhitungan selanjutnya nilai VFA dapat dilihat pada table berikut

Tabel 4.33 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 0%, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap Campuran% % % %
6,75 22,17 8,25 62,81
6,75 22,77 8,25 60,69
Rata – rata 22,47 8,60 61,75
7,00 21,79 6,73 69,12
7,00 23,22 8,44 63,64
Rata – rata 22,51 7,59 66,38
7,25 20,29 4,36 78,53
7,25 21,59 5,91 72,62
Rata – rata 20,94 5,13 75,57
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VFA pada tabel 4.32 untuk kadar subtitusi

slag nikel 0% memenuhi nilai spesifikasi umum CPHMA, 2018 dengan nilai

standar VFA minimum dari 60 %.

Tabel 4.34 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 25%, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3 %.
Aspal V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap Campuran% % % %
6,75 24,19 11,53 52,33
6,75 33,69 22,61 32,87
Rata – rata 28,94 17,07 42,60
7,00 24,42 10,89 55,63
7,00 25,31 11,89 53,03
Rata – rata 24,87 11,36 54,33
7,25 24,21 10,06 58,43
7,25 25,95 12,13 53,26
Tabel 4.35 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 25%, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3 %.
105
Aspal V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap Campuran% % % %
Rata – rata 25,08 11,10 55,85
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VFA pada tabel 4.33 untuk kadar subtitusi

slag nikel 25% nilai VFA tidak memenuhi nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar VFA minimum dari 60 %.

Tabel 4.36 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 50%, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3 %.
Aspal
V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap
% % %
Campuran%
6,75 32,54 19,56 39,90
6,75 33,68 20,92 37,89
Rata – rata 33,11 20,24 38,89
7,00 32,77 18,86 42,45
7,00 32,50 18,54 42,97
Rata – rata 32,64 18,70 42,71
7,25 32,13 17,55 45,39
7,25 32,72 17,05 46,25
Rata – rata 31,93 17,30 45,25
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VFA pada tabel 4.34 untuk kadar subtitusi

slag nikel 50% nilai VFA tidak memenuhi nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar VFA minimum dari 60 %.

106
Tabel 4.37 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 75 %, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3 %.
Aspal V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap Campuran% % % %
6,75 33,15 19,64 40,78
6,75 31,93 18,16 43,12
Rata – rata 32,54 18,90 41,95
7,00 31,14 16,60 46,70
7,00 33,36 19,29 42,18
Rata – rata 32,25 17,94 44,44
7,25 31,31 16,25 48,11
7,25 31,56 16,25 47,56
Rata – rata 31,43 16,40 47,83
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VFA pada tabel 4.35 untuk kadar subtitusi

slag nikel 75% nilai VFA tidak memenuhi nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar VFA minimum dari 60 %.

Tabel 4.38 Hasil Analisa perhitungan VFA dengan slag nikel 100 %, dan kadar
modifier 2%, 2,5% dan 3 %.
Aspal V.M.A. V.I.M V.F.A
Terhadap Campuran% % % %
6,75 26,41 11,61 56,05
6,75 35,04 21,97 37,29
Rata – rata 30,72 16,79 46,67
7,00 27,53 12,27 55,44
7,00 29,80 15,02 49,59
Rata – rata 28,67 13,64 52,52
7,25 27,13 11,19 58,75
7,25 28,31 12,63 55.38
Rata – rata 27,72 11,91 57,07
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai VFA pada tabel 4.36 untuk kadar subtitusi

slag nikel 100% nilai VFA tidak memenuhi nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar VFA minimum dari 60 %.

107
4.6.4 Stabilitas (Stability)

Nilai stabilitas benda uji diperoleh dari pembacaan arloji stabilitas pada

saat pengujian Marshall. Hasil tersebut dicocokkan dengan angka kalibrasi

proving ring, dan masih harus dikoreksi dengan faktor koreksi yang dipengaruhi

oleh tebal atau volume benda uji.

Contoh perhitungan menggunakkan kadar slag nikel 0%, 25%, 50%, 75%

dan 100% dengan penggunaan Asbuton B 50/30 dan kadar modifier 2%, 2,5% dan

3%.

S = Pemb. dial × kalibrasi prov. ring x koreksi volume

S = 230 x 0,0208 x 101,19

S = 484,56 kg

Untuk selanjutnya, perhitungan stabilitas dapat dilihat pada tabel berikut


ini :

Tabel 4.39 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 0% dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Kadar STABILITAS
Aspal Stabilitas
terhadap Kalibrasi prov. Koreksi
Pemb. Dial (Kg)
campuran Ring Volume
6,75 230 0,0208 101,19 484,56
6,75 270 0,0208 101,19 568,83
Rata-rata 526,69
7,00 330 0,0208 101,19 695,24
7,00 290 0,0208 101,19 610,96
Rata-rata 653,10
7,25 250 0,0208 101,19 526,69
7,25 290 0,0208 101,19 610,96
Rata-rata 568,83
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai Stabilitas pada tabel 4.37 didapatkan hasil

terbaik untuk kadar subtitusi slag nikel 0% memenuhi nilai standard spesifikasi
108
umum CPHMA nilai stabilitas terbaik diperoleh pada kadar modifier 2,5% yaitu

dengan nilai sebesar 635,10 kg, berdasarkan nilai spesifikasi CPHMA dengan

nilai standar stabilias minimum 500 kg.

Tabel 4.40 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 25%
dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Kadar STABILITAS
Aspal Kalibrasi prov. Koreksi Stabilitas
terhadap Pemb. Dial
Ring Volume (Kg)
campuran
6,75 240 0,0208 101,19 505,63
6,75 235 0,0208 101,19 495,09
Rata-rata 500,36
7,00 270 0,0208 101,19 568,83
7,00 235 0,0208 101,19 495,09
Rata-rata 531,96
7,25 249 0,0208 101,19 524,59
7,25 230 0,0208 101,19 484,56
Rata-rata 504,57
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai Stabilitas pada tabel 4.38 didapatkan hasil

terbaik untuk kadar subtitusi slag nikel 25% memenuhi nilai standard spesifikasi

umum CPHMA nilai stabilitas terbaik diperoleh pada kadar modifier 2,5% yaitu

dengan nilai sebesar 531,96 kg berdasarkan nilai spesifikasi CPHMA dengan nilai

standar stabilias minimum 500 kg.

Tabel 4.41 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 50 %
dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Kadar STABILITAS
Aspal Kalibrasi prov. Koreksi Stabilitas
terhadap Pemb. Dial
Ring Volume (Kg)
campuran
6,75 210 0,0208 101,19 442,42
6,75 230 0,0208 101,19 484,56
Rata-rata 463,49
7,00 240 0,0208 101,19 505,63
7,00 220 0,0208 101,19 547,76
Rata-rata 526,69
7,25 260 0,0208 101,19 505,63
109
7,25 230 0,0208 101,19 484,56
Rata-rata 495,09
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai Stabilitas pada tabel 4.39 didapatkan hasil

untuk kadar subtitusi slag nikel 50% untuk kadar modifier 2% dan 3% tidak

memenuhi nilai standard spesifikasi umum CPHMA nilai stabilitas terbaik

diperoleh pada kadar modifier 2,5% yaitu dengan nilai sebesar 526,69 kg,

berdasarkan nilai spesifikasi CPHMA dengan nilai standar stabilias minimum 500

kg.

Tabel 4.42 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 75 %
dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Kadar STABILITAS
Aspal Kalibrasi prov. Koreksi Stabilitas
terhadap Pemb. Dial
Ring Volume (Kg)
campuran
6,75 210 0,0208 101,19 442,42
6,75 220 0,0208 101,19 463,49
Rata-rata 452,49
7,00 200 0,0208 101,19 421,36
7,00 240 0,0208 101,19 505,63
Rata-rata 463,49
7,25 200 0,0208 101,19 421,36
7,25 210 0,0208 101,19 442,42
Rata-rata 431,89
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai Stabilitas pada tabel 4.40 didapatkan hasil

untuk kadar subtitusi slag nikel 75 % pada kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%

tidak memenuhi nilai stabilitas berdasarkan nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar stabilias minimum 500 kg.

110
Tabel 4.43 Hasil Analisis perhitungan stabilitas kadar subtitusi slag nikel 100%
dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Kadar STABILITAS
Aspal Kalibrasi prov. Koreksi Stabilitas
terhadap Pemb. Dial
Ring Volume (Kg)
campuran
6,75 220 0,0208 101,19 463,49
6,75 220 0,0208 101,19 463,49
Rata-rata 463,49
7,00 180 0,0208 101,19 379,22
7,00 190 0,0208 101,19 400,29
Rata-rata 389,75
7,25 180 0,0208 101,19 379,22
7,25 190 0,0208 101,19 400,29
Rata-rata 389,75
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan nilai Stabilitas pada tabel 4.41 didapatkan hasil

untuk kadar subtitusi slag nikel 100 % pada kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%

tidak memenuhi nilai stabilitas berdasarkan nilai spesifikasi umum CPHMA

dengan nilai standar stabilias minimum 500 kg.

4.6.5 Kelelehan (Flow)

Kelelehan adalah besarnya deformasi vertikal yang terjadi mulai awal

pembebanan sampai kondisi stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya

deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat beban yang diterimanya.

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari

masing-masing yang ditunjukan oleh jarum dial (dalam satuan mm).

Nilai pembacaan arloji flow pada penggunaan Asbuton B 50//30 dengan

variasi kadar subtitusi slag nikel 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dan bahan

peremaja/modifier 2%, 2,5% dan 3% dapat dilihat pada tabel berikut ini.

111
Tabel 4.44 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 0% dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
6,75 4,5
6,75 4,7
Rata – rata 4,6
7,00 4,4
7,00 3,7
Rata – rata 4,1
7,25 5,0
7,25 6,7
Rata – rata 5,9
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan flow pada tabel 4.42 untuk kadar subtitusi slag

nikel 0% nilai flow yang didapatkan telah mencapai spesifikasi yang sesuai

dengan CPHMA yaitu nilai yang didapatkan menunjukan bahwa mampu

menahan besarnya deformasi beban yang diterima, berdasarkan spesifikasi umum

CPHMA 2018 nilai flow 2-5 mm.

Tabel 4.45 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 25% dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
6,75 6,5
6,75 6,6
Rata – rata 6,6
7,00 6,3
7,00 6,4
Rata – rata 6,4
7,25 6,5
7,25 6,5
Rata – rata 6,5
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

112
Dari hasil perhitungan flow pada tabel 4.43 untuk kadar subtitusi slag

nikel 25% nilai flow yang didapatkan tidak memenuhi spesifikasi yang sesuai

dengan CPHMA yaitu nilai yang didapatkan menunjukan bahwa kadar subtitusi

25% slag nikel tidak mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA 2018 nilai flow 2-5 mm.

Tabel 4.46 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 50% dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
6,75 6,3
6,75 6,5
Rata – rata 6,4
7,00 6,3
7,00 6,6
Rata – rata 6,5
7,25 6,6
7,25 6,5
Rata – rata 6,6
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan flow pada tabel 4.44 untuk kadar subtitusi slag

nikel 50% nilai flow yang didapatkan tidak memenuhi spesifikasi yang sesuai

dengan CPHMA yaitu nilai yang didapatkan menunjukan bahwa kadar subtitusi

50% slag nikel tidak mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA 2018 nilai flow 2-5 mm.

Tabel 4.47 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 75% dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
6,75 6,6
6,75 6,5
Rata – rata 6,6

113
7,00 6,3
7,00 6,5
Rata – rata 6,4
7,25 6,4
7,25 6,5
Rata – rata 6,5
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan flow pada tabel 4.45 untuk kadar subtitusi slag

nikel 75% nilai flow yang didapatkan tidak memenuhi spesifikasi yang sesuai

dengan CPHMA yaitu nilai yang didapatkan menunjukan bahwa kadar subtitusi

75% slag nikel tidak mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA 2018 nilai flow 2-5 mm

Tabel 4.48 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag nikel 100 % dan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
6,75 6,7
6,75 6,7
Rata – rata 6,7
7,00 6,4
7,00 6,6
Rata – rata 6,5

Tabel Lanjutan Tabel 4.49 Nilai Pembacaan arloji flow pada kadar subtitusi slag
nikel 100 % dan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Aspal Flow
Terhadap Campuran (mm)
%
7,25 6,5
7,25 6,3
Rata – rata 6,4
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasil perhitungan flow pada tabel 4.46 untuk kadar subtitusi slag

nikel 100% nilai flow yang didapatkan tidak memenuhi spesifikasi yang sesuai

114
dengan CPHMA yaitu nilai yang didapatkan menunjukan bahwa kadar subtitusi

100% slag nikel tidak mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima,

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA 2018 nilai flow 2-5 mm.

4.6.6 Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient adalah perbandingan antara nilai stabilitas dengan nilai

kelelehan (flow) dan digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan

campuran.

Contoh perhitungan menggunakan kadar subtitusi slag nikel 0%, 25%,

50%, 75% dan 100% dengan Asbuton B 50/30, dan peremaja 2%, 2,5% dan 3 %.

MQ =

MQ =

= 107,68 kg/mm

Tabel 4.50 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 0% slag nikel
Aspal
Stabilitas Flow Marshall
Terhadap Campuran
(Kg) (mm) Quotient
%
(Kg/mm)
6,75 484,56 4,5 107,68
6,75 568,83 4,7 121,03
Rata – rata 526,69 4,6 114,4
7,00 695,24 4,4 158,01
7,00 610,96 3,7 161,13
Rata – rata 653,10 4,1 161,6
7,25 526,69 5,0 105,34
7,25 610,96 6,7 91,19
Rata – rata 568,83 5,9 98,3
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasi perhitungan marshall quotient pada tabel 4.47 untuk variasi

kadar subtitusi 0% slag nikel. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA
115
tidak ada untuk spesifikasi khusus 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai

MQ memenuhi.

Tabel 4.51 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 25 % slag nikel
Aspal
Stabilitas Flow Marshall
Terhadap Campuran
(Kg) (mm) Quotient
%
(Kg/mm)
6,75 505,63 6,5 77,79
6,75 495,09 6,6 75,01
Rata – rata 500,36 6,6 76,40
7,00 568,83 6,3 90,29
7,00 495,09 6,4 77,36
Rata – rata 531,96 6,4 83,82
7,25 524,59 6,5 80,71
7,25 484,56 6,5 74,55
Rata – rata 504,57 6,5 77,63
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasi perhitungan marshall quotient pada tabel 4.48 untuk variasi

kadar subtitusi 25 % slag nikel. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA

tidak ada untuk spesifikasi khusus 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai

MQ memenuhi.

Tabel 4.52 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 50% slag nikel
Aspal
Stabilitas Flow Marshall
Terhadap Campuran
(Kg) (mm) Quotient
%
(Kg/mm)
6,75 442,42 6,3 70,23
6,75 484,56 6,5 74,55
Rata – rata 463,49 6,4 72,39
7,00 505,63 6,3 80,26
7,00 547,69 6,6 82,99
Rata – rata 526,69 6,5 81,63
7,25 505,63 6,6 76,61
7,25 484,56 6,5 74,55
Rata – rata 495,09 6,6 75,58
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

116
Dari hasi perhitungan marshall quotient pada tabel 4.49 untuk variasi

kadar subtitusi 50 % slag nikel. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA

tidak ada untuk spesifikasi khusus 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai

MQ memenuhi.

Tabel 4.53 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 75 % slag nikel
Aspal
Stabilitas Flow Marshall
Terhadap Campuran
(Kg) (mm) Quotient
%
(Kg/mm)
6,75 442,42 6,6 67,03
6,75 463,49 6,5 71,31
Rata – rata 452,96 6,6 69,2
7,00 421,36 6,3 66,88
7,00 505,63 6,5 77,79
Rata – rata 463,49 6,4 72,3
7,25 421,36 6,4 65,84
7,25 442,42 6,5 68,07
Rata – rata 431,89 6,5 67,0
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasi perhitungan marshall quotient pada tabel 4.50 untuk variasi

kadar subtitusi 75 % slag nikel. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA

tidak ada untuk spesifikasi khusus 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai

MQ memenuhi.

117
Tabel 4.54 Hasil perhitungan MQ pada variasi kadar subtitusi 100 % slag nikel
Aspal
Stabilitas Flow Marshall
Terhadap Campuran
(Kg) (mm) Quotient
%
(Kg/mm)
6,75 379,22 6,7 56,60
6,75 400,29 6,7 59,74
Rata – rata 389,75 6,7 58,2
7,00 463,49 6,4 72,42
7,00 463,49 6,6 70,23
Rata – rata 463,49 6,5 71,3
7,25 379,22 6,5 58,34
7,25 400,29 6,3 63,54
Rata – rata 389,75 6,4 60,9
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari hasi perhitungan marshall quotient pada tabel 4.51 untuk variasi

kadar subtitusi 100 % slag nikel. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA

tidak ada untuk spesifikasi khusus 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai

MQ memenuhi.

4.7 Grafik Pengujian Marshall

Dari hasil rekapitulasi pengujian marshall yang dilakukan pada tiap

variasi subtitusi slag nikel dan penggunaan Asbuton B 50/30 dengan bahan

peremaja yang digunakan dapat digambarkan grafik hubungan antara VMA, VIM,

VFB, Stabilitas, dan Flow dengan kadar bahan peremaja pada setiap variasi

campuran CPHMA.Terdapat tabel pengujian marshall yang digunakan sebagai

acuan dalam grafik yaitu sebagai berikut :

118
4.7.1 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 0 %

dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%.

Tabel 4.55 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 0% slag nikel
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Parameter Kadar Modifier (%)
Spesifikasi CPHMA
Marshall 2% 2,5 % 3%

Stabilitas (kg) 526,69 653,10 568,83 > 500

Flow (mm) 4,6 4,1 5,8 2 - 5

MQ (kg/mm) 114,35 161,57 87,58 -

VMA (%) 22,47 22,51 20,94 > 16

VFA (%) 61,75 66,38 75,57 > 60

VIM (%) 8,60 7,59 5,13 4 - 10

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

1400 STABILITAS
1300
1200 y = -421,36x2 + 2148,9x - 2085,7
Stabilitas ( Kg)

1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.1 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 0%,
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik di atas dapat menjelaskan bahwa nilai stabilitas pada

campuran benda uji dengan kadar subtitusi 0% slag nikel bersifat fleksibel dapat

dilihat nilai stabilitas mengalami penurunan pada Modifire 2% nilai stabilitas

526,69 kg, kemudian dengan adanya penambahan bahan peremaja sebanyak 2,5%
119
nilai stabilitas meningkat mencapai 653,10 kg dengan adanya penambahan kadar

peremaja sebanyak 3 % nilai stabilitas kembali menurun secara perlahan yaitu

568,83 kg. Penambahan kadar modifier tidak menyebabkan nilai stabilitas

semakin tinggi, karena sudah tidak efektif lagi. Kadar bahan peremaja yang terlalu

tinggi tidak dapat membuat bahan peremaja menyelimuti dan mengikat agregat

dengan baik. Nilai stabilitas yang didapat pada kadar subtitusi 0% slag nikel

sebagai subtitusi agregat halus telah memenuhi spesifikasi umum CPHMA yaitu

mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas minimum 500 kg.

FLOW
9,00
8,00
7,00
Flow ( mm)

6,00
y = 4,7x2 - 22,25x + 30,3
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier(%)

Gambar 4.2 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 0%, dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi 0% slag nikel dijelaskan bahwa

semakin tinggi kadar presentase modifier yang digunakan maka nilai flow akan

semakin meningkat dapat dilihat pada kadar modifire 2% diperoleh nilai flow 4,6

mm kemudian mengalami penurunan pada kadar modifire 2,5% diperoleh nilai

flow 4,1 mm dengan adanya penambahan kadar modifier nilai flow meningkat

menjadi 5,8 mm. Untuk variasi kadar subtitusi 0% slag nikel yang memenuhi

120
spesifikasi umum CPHMA terdapat pada kadar modifier 2% dan 2,5% nilai yang

didapatkan menunjukan bahwa mampu menahan besarnya deformasi beban yang

diterima, untuk kadar modifier 3% tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA

berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow 2-5 mm.

MARSHALL QUOTIENT
180
170
160
150
140
Flow ( mm)

130
120
110
100
90 y = -242,41x2 + 1185,3x - 1286,5
80
70
60
50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.3 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag nikel
0%, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi slag nikel 0%, menjelaskan bahwa

peningkatan kadar bahan peremaja menyebabkan nilai marshall quoetienet

semakin menurun. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA tidak ada

untuk spesifikasi umum 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai MQ

memenuhi.

121
VMA
30
y = -3,1985x2 + 14,463x + 6,3375
27

24

VMA (%) 21

18

15

12
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier(%)

Gambar 4.4 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 0% dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 0% slag nikel dijelaskan

bahwa terjadinya penurunan nilai VMA seiring dengan peningkatan kadar

modifier dapat dilihat pada persentase kadar modifier 3% nilai VMA mengalami

penurunan namun semua masih berada di atas nilai minimum untuk spesifikasi

CPHMA sehingga dapat di katakan bahwa untuk variasi kadar subtitusi 0% slag

nikel rongga yang terisi aspal pada sampel memenuhi spesifikasi umum CPHMA

untuk VMA yaitu minimum 16 %.

122
VFA
80
77
74
71
VFA (%) 68
65
62
59
56 y = 9,1212x2 - 31,781x + 88,827
53
50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.5 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 0% Variasi
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi slag nikel 0% nilai VFA

memenuhi spesifikasi VFA atau rongga terisi aspal nilai VFA yang didapatkan

menujukan bahwa rongga bitumen yang terisi oleh aspal memenuhi spesifikasi

umum CPHMA yaitu minimum 60 %.

VIM
17
16
15
14
13 y = -2,8779x2 + 10,925x - 1,7412
12
VIM (%)

11
10
9
8
7
6
5
4
3
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier(%)

Gambar 4.6 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 0%,
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

123
Dari grafik diatas dapat menjelaskan bahwa peningkatan kadar aspal

menyebabkan nilai VIM atau rongga didalam campuran semakin menurun untuk

nilai VIM yang diperoleh pada kadar variasi subtitusi 0% slag nikel memenuhi

spesifikasi CPHMA. Syarat untuk nilai VIM pada campuran CPHMA yaitu antara

4% - 10%, Nilai VIM yang didapatkan menunjukan bahwa udara yang berada

pada partikel agregat yang telah terselimuti aspal pada campuran yang telah

dipadatkan memenuhi spesifikasi umum CPHMA.

Stabilitas (Kg)

Flow (mm)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
VFWA (%)
VITM (%)

1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25


Kadar Modifire (%)

Gambar 4.7 Penentuan Kadar Modifier Optimum Pada Variasi Kadar


Subtitusi 0% Slag Nikel
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari barchart di atas didapat bahwa kadar bahan peremaja optimum pada

variasi kadar subtitusi 0% slag nikel yaitu 2,50%.

124
4.7.2 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 25 %

dengan Kadar Modifier2%, 2,5% dan 3%.

Tabel 4.56 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 25 % slag
nikel dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Parameter Kadar Modifier (%)
Spesifikasi CPHMA
Marshall 2% 2,5 % 3%

Stabilitas (kg) 500,36 531,96 504,57 > 500

Flow (mm) 6,55 6,35 6,50 2 - 5

MQ (kg/mm) 76,40 83,82 77,63 -

VMA (%) 28,94 24,87 25,08 > 16

VFA (%) 42,60 54,33 55,85 > 60

VIM (%) 17,07 11,36 11,10 4 - 10

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

STABILITAS
1400
1300 y = -117,98x2 + 594,11x - 215,94
1200
1100
Stabilitas ( Kg)

1000
900
800
700
600
500
400
300
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifirer(%)

Gambar 4.8 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 25%,
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik di atas dapat menjelaskan bahwa nilai stabilitas pada

campuran benda uji dengan kadar subtitusi 25% slag nikel bersifat fleksibel dapat

125
dilihat nilai stabilitas mengalami penurunan pada kadar peremaja 2% nilai

stabilitas 500,36 kg, kemudian dengan adanya penambahan bahan peremaja

sebanyak 2,5% nilai stabilitas meningkat mencapai 531,96 kg dengan adanya

penambahan kadar peremaja sebanyak 3 % nilai stabilitas kembali menurun

secara perlahan yaitu 504,57 kg. Penambahan kadar bahan peremaja tidak

menyebabkan nilai stabilitas semakin tinggi, karena sudah tidak efektif lagi.

Kadar bahan peremaja yang terlalu tinggi tidak dapat membuat bahan peremaja

menyelimuti dan mengikat agregat dengan baik. Nilai stabilitas yang didapat

pada kadar subtitusi 25% slag nikel sebagai subtitusi agregat halus telah

memenuhi spesifikasi umum CPHMA yaitu mampu menahan deformasi akibat

beban lalu lintas minimum 500 kg.

9,00 FLOW
8,00
7,00 y = 0,7x2 - 3,55x + 10,85
Flow ( mm)

6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier(%)

Gambar 4.9 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 25%,dengan
kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi 25% slag nikel dijelaskan bahwa

semakin tinggi kadar presentase modifier yang digunakan maka nilai flow akan

semakin meningkat dapat dilihat pada kadar modifire 2% diperoleh nilai flow 6,55

mm kemudian mengalami penurunan pada kadar modofire 2,5% diperoleh nilai


126
flow 6,35 mm dengan adanya penambahan kadar modifier nilai flow meningkat

menjadi 6,50 mm. Untuk variasi kadar subtitusi 25% slag nikel menunjukan

bahwa variasi ini tidak mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima

sehingga tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA berdasarkan spesifikasi

umum CPHMA nilai flow 2-5 mm.

150 MARSHALL QUOTIENT


140
130
120 y = -27,241x2 + 137,43x - 89,497
Flow ( mm)

110
100
90
80
70
60
50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.10 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag
nikel 25%, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi slag nikel 25%, menjelaskan

bahwa peningkatan kadar bahan modifier terdapat pada kadar 2% dan 2,5%

kemudian pada kadar modifier 2% menyebabkan nilai marshall quoetienet

semakin menurun. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA tidak ada

untuk spesifikasi umum 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai MQ

memenuhi.

127
VMA
33
30

VMA (%)
27
24
y = 8,5688x2 - 46,703x + 88,071
21
18
15
12
1,75 2 2,25 2,5
Kadar Modifire 2,75
(%) 3 3,25

Gambar 4.11 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel
25%dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 25% slag nikel dijelaskan

bahwa terjadinya penurunan nilai VMA seiring dengan peningkatan kadar

modifier dapat dilihat pada persentase kadar modifier 3% nilai VMA mengalami

penurunan namun semua masih berada di atas nilai minimum untuk spesifikasi

CPHMA sehingga dapat di katakan bahwa untuk variasi kadar subtitusi 25% slag

nikel rongga yang terisi aspal pada sampel memenuhi spesifikasi umum CPHMA

untuk VMA yaitu minimum 16 %.

69
VFA
y = -20,415x2 + 115,32x - 106,39
66
63
60
57
VFA (%)

54
51
48
45
42
39
36
33
30
1,75 2 2,25 2,5 2,75
Kadar Modifire(%) 3 3,25

Gambar 4.12 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 25 %
dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

128
Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi slag nikel 25 % dapat

menjelaskan bahwa variasi kadar subtitusi slag nikel 25 % tidak memenuhi

spesifikasi VFA atau rongga terisi aspal. Penambahan slag nikel mengakibatkan

rongga terisi aspal semakin menurun. Sehingga nilai VFA yang didapatkan

menujukan bahwa rongga bitumen yang terisi oleh aspal tidak mencapai

spesifikasi umum CPHMA yaitu minimum 60 %.

28
VIM
27
26 y = 10,884x2 - 60,399x + 94,335
25
24
23
22
21
20
19
18
VIM (%)

17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.13 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 25
%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)
Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 25% slag nikel

menjelaskan bahwa peningkatan kadar modifier menyebabkan nilai VIM atau

rongga didalam campuran semakin meningkat yang mengakibatkan untuk variasi

kadar subtitusi 25% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi CPHMA. Syarat untuk

nilai VIM pada campuran CPHMA yaitu antara 4% - 10%. Penambahan slag nikel

pada campuran dapat mengakibatkan udara yang berada pada partikel ageregat

yang terselimuti aspal semakin meningkat. Nilai VIM yang didapatkan untuk

variasi kadar subtitusi 25% slag nikel menunjukan bahwa udara yang berada pada

partikel agregat yang telah terselimuti aspal pada campuran yang telah dipadatkan

tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA


129
Stabilitas
Flow (mm)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
VFWA (%)
VITM (%)

1,5 1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25


Kadar Modifire(%)

Gambar 4.14 Penentuan Kadar Modifier Optimum Pada Variasi Kadar


Subtitusi 25% Slag Nikel
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari barchart di atas didapat bahwa tidak diperoleh nilai kadar bahan

modifier optimum pada variasi kadar subtitusi 25%.

4.7.3 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 50 %

dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%.

Tabel 4.57 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 50 % slag
nikel dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Parameter Kadar Modifier (%)
Spesifikasi CPHMA
Marshall 2% 2,5 % 3%
Stabilitas (kg) 463,49 526,69 495,09 > 500

Flow (mm) 6,40 6,45 6,55 2 - 5

MQ (kg/mm) 72,39 81,63 75,58 -

VMA (%) 33,11 32,64 31,93 > 16

VFA (%) 38,89 47,71 45,82 > 60

VIM (%) 20,24 18,70 17,30 4 - 10

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

130
STABILITAS
1400
1300
1200 y = -189,61x2 + 979,65x - 737,37
1100
Stabilitas ( Kg)
1000
900
800
700
600
500
400
300
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.15 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 50%
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik di atas dapat menjelaskan bahwa nilai stabilitas pada

campuran benda uji dengan kadar subtitusi 50 % slag nikel mengalami penurunan

pertama dengan kadar peremaja 2% nilai stabilitas mencapai 463,49 kg untuk

kadar peremaja sebanyak 2,5% nilai stabilitas meningkat mencapai 526,69 kg dan

pada kadar modifier 3% nilai stabilitas menurun menjadi 495,09 kg. Penambahan

kadar bahan peremaja tidak menyebabkan nilai stabilitas semakin tinggi, karena

sudah tidak efektif lagi. Kadar bahan peremaja yang terlalu tinggi tidak dapat

membuat bahan peremaja menyelimuti dan mengikat agregat dengan baik. Nilai

stabilitas yang didapat pada kadar subtitusi slag nikel 50% sebagai subtitusi

agregat halus yang sesuai dengan spesifikasi terdapat pada kadar peremaja 2,5%

namun masih sangat rendah sesuai dengan spesifikasi CPHMA yaitu mampu

menahan deformasi akibat beban lalu lintas minimal 500 kg.

131
FLOW
9,00
8,00 y = 0,1x2 - 0,35x + 6,7
7,00
Flow ( mm)
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.16 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 50 %
,dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi 50% slag nikel dijelaskan bahwa

semakin tinggi kadar presentase modifier yang digunakan maka nilai flow akan

semakin meningkat dapat dilihat pada kadar modifire 2% diperoleh nilai flow 6,40

mm kemudian pada kadar modofire 2,5% diperoleh nilai flow 6,45 mm dengan

adanya penambahan kadar modifier nilai flow meningkat menjadi 6,55 mm. Untuk

variasi kadar subtitusi 50% slag nikel menunjukan bahwa variasi ini tidak mampu

menahan besarnya deformasi beban yang diterima sehingga tidak memenuhi

spesifikasi umum CPHMA berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow 2-5

mm.

132
200 MARSHALL QUOTIENT
190
180
170
160 y = -30,574x2 + 156,06x - 117,44
Flow ( mm) 150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.17 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag
nikel 50 %, dengan kadar modifire 2%, 2,5 % dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi slag nikel 50%, menjelaskan

bahwa peningkatan kadar modifier terdapat pada kadar 2% kemudian pada kadar

2,5% menyebabkan nilai marshall quoetienet semakin meningkta kemudian

kembali mengalami penurunan pada kadar modifier 3%. Syarat untuk nilai MQ

pada campuran CPHMA tidak ada untuk spesifikasi umum 2018 sehingga dapat

dikatakan semua nilai MQ memenuhi.

40 VMA
37
34
31
VMA (%)

28
25 y = -0,4881x2 + 1,2607x + 32,537
22
19
16
13
10
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.18 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 50%
dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

133
Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 50% slag nikel dijelaskan

bahwa terjadinya penurunan nilai VMA seiring dengan peningkatan kadar

modifier dapat dilihat pada persentase kadar modifier 3% nilai VMA mengalami

penurunan namun semua masih berada di atas nilai minimum untuk spesifikasi

CPHMA sehingga dapat di katakan bahwa untuk variasi kadar subtitusi 50% slag

nikel rongga yang terisi aspal pada sampel memenuhi spesifikasi umum CPHMA

untuk VMA yaitu minimum 16 %.

VFA
63
60
57
54
VFA (%)

51 y = -1,3959x2 + 13,906x + 16,667


48
45
42
39
36
33
30
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.19 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 50 %
Variasi dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi slag nikel 50% dapat

menjelaskan bahwa variasi kadar subtitusi slag nikel 50% tidak memenuhi

spesifikasi VFA atau rongga terisi aspal. Penambahan slag nikel mengakibatkan

rongga terisi aspal semakin menurun. Sehingga nilai VFA yang didapatkan

menujukan bahwa rongga bitumen yang terisi oleh aspal tidak mencapai

spesifikasi umum CPHMA yaitu minimum 60 %.

134
VIM
22
21
20
19
18
17
16
15
VIM (%)

14
13 y = 0,2678x2 - 4,2759x + 27,716
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.20 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 50
%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 50% slag nikel

menjelaskan bahwa peningkatan kadar modifier menyebabkan nilai VIM atau

rongga didalam campuran semakin meningkat yang mengakibatkan untuk variasi

kadar subtitusi 50% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi CPHMA. Syarat untuk

nilai VIM pada campuran CPHMA yaitu antara 4% - 10%. Penambahan slag nikel

pada campuran dapat mengakibatkan udara yang berada pada partikel ageregat

yang terselimuti aspal semakin meningkat. Nilai VIM yang didapatkan untuk

variasi kadar subtitusi 50% slag nikel menunjukan bahwa udara yang berada pada

partikel agregat yang telah terselimuti aspal pada campuran yang telah dipadatkan

tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA.

135
Stabilitas
Flow (mm)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
VFWA (%)
VITM (%)

1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25


Kadar Aspal (%)

Gambar 4.21 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar


Subtitusi 50% Slag Nikel
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari barchart di atas dapat dilihat bahwa tidak diperolah kadar modifire

optimum untuk variasi kadar subtitusi 50% slag nikel dikarenakan nilai VFA dan

VIM tidak memenuhi spesifikasi umum CPHAM.

4.7.4 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 75 %

dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%.

Tabel 4.58 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 75 % slag
nikel dengan kadar Modifier2%, 2,5% dan 3%.
Parameter Kadar Modifier (%) Spesifikasi
Marshall 2% 2,5 % 3% CPHMA

Stabilitas (kg) 452,96 463,49 431,89 > 500

Flow (mm) 6,55 6,40 6,45 2 - 5

MQ (kg/mm) 69,2 72,3 67,0 -

VMA (%) 32,542 32,251 31,435 > 16

VFA(%) 41,945 44,438 47,835 > 60

VIM (%) 18,899 17,944 16,398 4 - 10

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)


136
STABILITAS
1400
1300
1200
1100
Stabilitas ( Kg)
1000
900
800
700 y = -84,271x2 + 400,29x - 10,534
600
500
400
300
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.22 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik di atas dapat menjelaskan bahwa nilai stabilitas pada

campuran benda uji dengan kadar subtitusi 75 % slag nikel dan kadar modifier

2%, 2,5% dan 3% tidak mencapai nilai spesifikasi CPHMA berdasarkan

spesifikasi umum CPHMA yaitu mampu menahan deformasi akibat beban lalu

lintas minimum 500 kg.

9,00
FLOW
8,00
y = 0,4x2 - 2,1x + 9,15
7,00
Flow ( mm)

6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier(%)

Gambar 4.23 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %,
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

137
Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi 75% slag nikel dijelaskan bahwa

semakin tinggi kadar presentase modifier yang digunakan maka nilai flow bersifat

fleksibel dapat dilihat pada kadar modifire 2% diperoleh nilai flow 6,55 mm

kemudian pada kadar modofire 2,5% diperoleh nilai flow 6,40 mm dengan adanya

penambahan kadar modifier nilai flow meningkat menjadi 6,45 mm. Untuk variasi

kadar subtitusi 50% slag nikel menunjukan bahwa variasi ini tidak mampu

menahan besarnya deformasi beban yang diterima sehingga tidak memenuhi

spesifikasi umum CPHMA berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai flow 2-5

mm

100 MARSHALL QUOTIENT


90
Flow ( mm)

80

70
y = -17,099x2 + 83,276x - 28,986
60

50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.24 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag
nikel 75 %, dengan kadar modifier 2%, 2,5 % dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi slag nikel 75%, menjelaskan

bahwa peningkatan kadar bahan peremaja terdapat pada kadar 2,5% kemudian

pada kadar 2% dan 3% bahan peremaja menyebabkan nilai marshall quoetienet

semakin menurun. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA tidak ada

untuk spesifikasi khusus 2019 sehingga dapat dikatakan semua nilai MQ

memenuhi.

138
VMA
35
32
29 y = -1,0495x2 + 4,14x + 28,46

VMA (%) 26
23
20
17
14
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.25 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 75% slag nikel dijelaskan

bahwa terjadinya penurunan nilai VMA seiring dengan peningkatan kadar

modifier dapat dilihat pada persentase kadar modifier 3% nilai VMA mengalami

penurunan namun semua masih berada di atas nilai minimum untuk spesifikasi

CPHMA sehingga dapat di katakan bahwa untuk variasi kadar subtitusi 75% slag

nikel rongga yang terisi aspal pada sampel memenuhi spesifikasi umum CPHMA

untuk VMA yaitu minimum 16 %.

VFA
69
66
63
60
57
VFA (%)

54 y = 1,8087x2 - 3,1544x + 41,019


51
48
45
42
39
36
33
30
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

139
Gambar 4.26 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 75 %
Variasi dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi slag nikel 75% dapat

menjelaskan bahwa variasi kadar subtitusi slag nikel 75% tidak memenuhi

spesifikasi VFA atau rongga terisi aspal. Penambahan slag nikel mengakibatkan

rongga terisi aspal semakin menurun. Sehingga nilai VFA yang didapatkan

menujukan bahwa rongga bitumen yang terisi oleh aspal tidak mencapai

spesifikasi umum CPHMA yaitu minimum 60 %.

VIM
20
19
18
17
16
15 y = -1,182x2 + 3,4091x + 16,809
14
13
VIM (%)

12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.27 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 75
%, dengan kadar peremaja 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 75% slag nikel

menjelaskan bahwa peningkatan kadar modifier menyebabkan nilai VIM atau

rongga didalam campuran semakin meningkat yang mengakibatkan untuk variasi

kadar subtitusi 75% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi CPHMA. Syarat untuk

nilai VIM pada campuran CPHMA yaitu antara 4% - 10%. Penambahan slag nikel

pada campuran dapat mengakibatkan udara yang berada pada partikel ageregat

140
yang terselimuti aspal semakin meningkat. Nilai VIM yang didapatkan untuk

variasi kadar subtitusi 75% slag nikel menunjukan bahwa udara yang berada pada

partikel agregat yang telah terselimuti aspal pada campuran yang telah dipadatkan

tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA.

Stabilitas
Flow (mm)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
VFWA (%)
VITM (%)

1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25


Kadar Modifier (%)

Gambar 4.28 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar


Subtitusi 75% Slag Nikel
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari barchart di atas dapat dilihat bahwa tidak diperolah kadar modifire

optimum untuk variasi kadar subtitusi 75% slag nikel.

4.7.5 Grafik Pengujian Marshall Pada Kadar Subtitusi Slag Nikel 100 %

dengan Kadar Modifier 2%, 2,5% dan 3%.

Tabel 4.56 Rekapitulasi hasil pengujian pada variasi kadar subtitusi 100 % slag
nikel dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
Parameter Kadar Modifier (%) Spesifikasi
Marshall 2% 2,5 % 3% CPHMA

Stabilitas (kg) 389,75 463,49 389,75 > 500

Flow (mm) 6,7 6,5 6,4 2 - 5

MQ (kg/mm) 58,17 71,32 60,94 -

141
VMA (%) 30,724 28,67 27,72 > 16

VFA (%) 46,67 52,52 57,07 > 60

VIM (%) 16,79 13,64 11,91 4 - 10

(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

1400
STABILITAS
1300
1200
1100
Stabilitas ( Kg)

1000
900
800 y = -294,95x2 + 1474,7x - 1379,9
700
600
500
400
300
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.29 Hubungan antara stabilitas dengan kadar subtitusi slag nikel 100%
dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik di atas dapat menjelaskan bahwa nilai stabilitas pada campuran

benda uji dengan kadar subtitusi 100 % slag nikel dan kadar bahan peremaja 2%,

2,5% dan 3% tidak mencapai nilai spesifikasi CPHMA.Nilai stabilitas yang

didapat pada kadar subtitusi slag nikel 100 % sebagai subtitusi agregat halus yang

tidak dengan spesifikasi CPHMA yaitu mampu menahan deformasi akibat beban

lalu lintas minimal 500 kg.

142
09 FLOW
08 y = 0,2x2 - 1,3x + 8,5
07

Flow ( mm)
06
05
04
03
02
01
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Bahan Peremaja(%)

Gambar 4.30 Hubungan antara flow dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %,
dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi 100% slag nikel dijelaskan bahwa

semakin tinggi kadar presentase modifier yang digunakan maka nilai flow akan

semakin meningkat dapat dilihat pada kadar modifire 2% diperoleh nilai flow 6,7

mm kemudian pada kadar modofire 2,5% diperoleh nilai flow 6,5 mm dengan

adanya penambahan kadar modifier nilai flow meningkat menjadi 6,4 mm. Untuk

variasi kadar subtitusi 100% slag nikel menunjukan bahwa variasi ini tidak

mampu menahan besarnya deformasi beban yang diterima sehingga tidak

memenuhi spesifikasi umum CPHMA berdasarkan spesifikasi umum CPHMA

nilai flow 2-5 mm

143
150 MARSHALL QUOTIENT
140
130 y = -47,069x2 + 238,11x - 229,78
120

Flow ( mm)
110
100
90
80
70
60
50
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier (%)

Gambar 4.31 Hubungan antara Marshall Quotient dengan kadar subtitusi slag
nikel 100 %, dengan kadar modifire 2%, 2,5 % dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari grafik diatas untuk kadar subtitusi slag nikel 100 %, menjelaskan

bahwa peningkatan kadar bahan peremaja terdapat pada kadar 2% kemudian pada

kadar 2,5% dan 3% bahan peremaja menyebabkan nilai marshall quoetienet

semakin menurun. Syarat untuk nilai MQ pada campuran CPHMA tidak ada

untuk spesifikasi umum 2018 sehingga dapat dikatakan semua nilai MQ

memenuhi.

VMA
33
30
27
VMA (%)

24 y = 2,2179x2 - 14,097x + 50,046


21
18
15
12
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.32 Hubungan antara VMA dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %
dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

144
Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 100% slag nikel dijelaskan

bahwa terjadinya penurunan nilai VMA seiring dengan peningkatan kadar

modifier dapat dilihat pada persentase kadar modifier 3% nilai VMA mengalami

penurunan namun semua masih berada di atas nilai minimum untuk spesifikasi

CPHMA sehingga dapat di katakan bahwa untuk variasi kadar subtitusi 100% slag

nikel rongga yang terisi aspal pada sampel memenuhi spesifikasi umum CPHMA

untuk VMA yaitu minimum 16 %.

69
VFA
66
63 y = -2,5929x2 + 23,361x + 10,32
60
57
VFA (%)

54
51
48
45
42
39
36
33
30
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.33 Hubungan antara VFA dengan kadar subtitusi slag nikel 100 %
Variasi dengan kadar modifier 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)
Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi slag nikel 75% dapat

menjelaskan bahwa variasi kadar subtitusi slag nikel 75% tidak memenuhi

spesifikasi VFA atau rongga terisi aspal. Penambahan slag nikel mengakibatkan

rongga terisi aspal semakin menurun. Sehingga nilai VFA yang didapatkan

menujukan bahwa rongga bitumen yang terisi oleh aspal tidak mencapai

spesifikasi umum CPHMA yaitu minimum 60 %.

145
VIM
17
16
15
14
13
VIM (%) 12
11
10
9 y = 2,8199x2 - 18,979x + 43,469
8
7
6
5
4
3
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifire(%)

Gambar 4.34 Hubungan antara VIM dengan variasi kadar subtitusi slag nikel 100
%, dengan kadar modifire 2%, 2,5% dan 3%.
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022

Dari grafik diatas untuk variasi kadar subtitusi 75% slag nikel menjelaskan

bahwa peningkatan kadar modifier menyebabkan nilai VIM atau rongga didalam

campuran semakin meningkat yang mengakibatkan untuk variasi kadar subtitusi

75% slag nikel tidak memenuhi spesifikasi CPHMA. Syarat untuk nilai VIM pada

campuran CPHMA yaitu antara 4% - 10%. Penambahan slag nikel pada campuran

dapat mengakibatkan udara yang berada pada partikel ageregat yang terselimuti

aspal semakin meningkat. Nilai VIM yang didapatkan untuk variasi kadar

subtitusi 75% slag nikel menunjukan bahwa udara yang berada pada partikel

agregat yang telah terselimuti aspal pada campuran yang telah dipadatkan tidak

memenuhi spesifikasi umum CPHMA.

146
Stabilitas (Kg)

Flow (mm)
MQ (Kg/mm)
VMA (%)
VFWA (%)

VITM (%)

1,5 1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25


Kadar Aspal (%)

Gambar 4.35 Penentuan Kadar Modifire Optimum Pada Variasi Kadar


Subtitusi 100% Slag Nikel
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Dari barchart di atas dapat dilihat bahwa tidak diperolah kadar modifire

optimum untuk variasi kadar subtitusi 100% slag nikel.

4.8 Grafik Rekapitulasi Pengujian Marshall

Grafik rekapitulasi pengujian marshall digunakan untuk membandingkan

nilai karakteristik pengujian marshall pada setiap variasi kadar subtitusi agregat

halus dan pada masing-masing kadar modifier yang digunakan.

Stabilitas
700,00
0% slag
600,00
25% Slag
Stabilitas

500,00
50% slag
400,00
75% slag
300,00
100% slag
200,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier %

Gambar 4.36 Grafik rekapitulasi hubungan antar stabilitas dengan kadar modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium, 2022)
147
Berdasarkan gambar 4.36 dapat dijelaskan bahwa dari kelima variasi

kadar subtitusi agregat halus sangat mempengaruhi nilai stabilitas campuran

CPHMA, semakin banyak penggunaan kadar subtitusi slag nikel yang digunakan

maka nilai stabilitas akan semakin menurun. Selain itu penambahan kadar

modifier juga mempengaruhi nilai stabilitas, penggunaan kadar modifier yang

terlalu banyak dapat mengakibatkan nilai stabilitas menurun. Berdasarkan

spesifikasi umum CPHMA nilai stabilitas untuk campuran CPHMA minimum

500kg

Flow
8,00 0% Slag
6,00 25% Slag
Flow

4,00 50% Slag


2,00 75% Slag
0,00
100% Slag
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier %

Gambar 4.37 Grafik rekapitulasi hubungan antar flow dengan kadar modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Bedasarkan gambar 4.37 dapat dijelaskan dari kelima kadar subtitusi

agregat halus dapat mempengaruhi nilai flow atau kelelehan, semakin banyak

komposisi kadar subtitusi slag nikel yang digunakan maka nilai flow akan

semakin meningkat, nilai flow yang semakin tinggi akan membuat komposisi

campuran memiliki nilai plastis yang mengakibatkan campuran mudah berubah

bentuk apabila menerima beban, dari kelima variaisi kadar subtitusi slag nikel

nilai flow yang didapatkan memenuhi spesifikasi umum CPHMA terdapat pada

148
variasi 0% slag nikel sedangkan untuk variasi 25%, 50%, 75% dan 100% nilai

flow tidak memenuhi spesifikasi, berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai

flow 2-5 mm.

MQ
200,00
0% Slag
150,00
25% Slag
MQ

100,00 50% Slag


50,00 75% Slag
0,00 100% Slag
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier %

Gambar 4.38 Grafik rekapitulasi hubungan antar Marshall Quotient dengan kadar
modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan gambar 4.38 didapatkan dari kelima variasi kadar subtitusi

agregat halus dapat mempengaruhi nilai marshall quotient, semakin banyak kadar

subtitusi slag nikel yang digunakan makan nilai marshal quotient semakin

menurun, begitu juga dengan penambahan kadar modifier yang semakin banyak

akan mengakibatkan nilai marshall quotient semakin menurun. Tidak ada

ketetapan spesifikasi untuk nilai marshall quotient sehingga dapat dikatakan dari

kelima variasi kadar subtitusi yang digunakan semua memenuhi spesifikasi umum

CPHMA.

149
VMA
40,00
0% Slag
30,00 25% Slag
VMA
20,00 50% Slag

10,00 75% Slag


100% Slag
0,00
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25
Kadar Modifier %

Gambar 4.39 Grafik rekapitulasi hubungan antar VMA dengan kadar modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan gambar 4.39 didapatkan dari kelima variasi kadar subtitusi

agregat halus mempengaruhi nilai VMA atau rongga dalam agregat pada

campuran CPHMA, semakin banyak kadar subtitusi slag nikel yang digunakan

makan nilai VMA pada campuran akan semakin menurun. Penurunan nilai VMA

dapat mengurangi kinerja campuran, berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai

VMA minimum 16%.

VFA
90,00

70,00
0% Slag
VFA

50,00 25% Slag


30,00 50% Slag
10,00 75% Slag
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25 100% Slag
Kadar Modifier %

Gambar 4.40 Grafik rekapitulasi hubungan antar VFA dengan kadar modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarkan gambar 4.40 didapatkan dari kelima variasi kadar subtitusi

agregat halus mempengaruhi nilai VFA atau rongga terisi aspal penambahan
150
kadar subtitusi slag nikel dapat menurunkan nilai VFA pada campuran CPHMA.

Berdasarkan spesifikasi umum CPHMA nilai VFA minimum 60%.

VIM
25,00
20,00
0% Slag
15,00
VIM

25% Slag
10,00
50% Slag
5,00
0,00 75% Slag
1,75 2 2,25 2,5 2,75 3 3,25 100% Slag
Kadar Modifier %

Gambar 4.41 Grafik rekapitulasi hubungan antar VIM dengan kadar modifier
(Sumber : Analisa Data Laboratorium,2022)

Berdasarka gambar 4.41 untuk kelima variasi kadar subtitusi agregat

halus mempengaruhi nilai VIM atau rongga dalam campuran semakin banyak

kadar subtitusi slag yang digunakan maka nilai VIM akan semakin meningkat dan

tidak memenuhi spesifikasi umum CPHMA, berdasarkan spesifikasi umum

CPHMA nilai VIM maksimum 4% dan minimum 10%.

151
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Hasil pengujian campuran CPHMA didapat bahwa seiring dengan

penambahan slag nikel 0%, 25%, 50% ,75% dan 100% pada campuran

CPHMA mengakibatkan kinerja dari campuran semakin menurun.

Berdasrkan spesifikasi umum CPHAM hasil pengujian marshall untuk

nilai Stabilitas min 500 kg, flow 2-5 mm, VMA (Rongga Dalam Agregat)

min 16 %, VIM ( Rongga Terisi Udara) 4-10 %, VFA ( Rongga Terisi

Aspal ) min 60%. Diperoleh pengaruh penambahan slag nikel pada

campuran aspal panas hampar dingin dengan variasi penggunaan slag nikel

0%, 25%, 50%, 75% dan 100% sangat mempengaruhi karakteristik

marshall pada campuran CPHMA, pada variasi kadar subtitusi 0% slag

nikel dengan penggunaan modifier 2%, 2,5% dan 3% diperolah stabilitas

(526 kg, 653,10 kg, 568,83 kg), nilai flow diperoleh nilai ( 4,6 mm, 4,5

mm dan 6,5 mm), nilai MQ dieperolehh (114,35 kg/mm, 161,57 kg/mm,

98,26 kg/mm), nilai VMA diperoleh nilai (22,47 %, 22,51%, 20,94%),

nilai VIM diperoleh (8,6%, 7,59%, 5,13%), nilai VFA diperoleh (61,75%,

66,38%, 75,57%), untuk variasi kadar subtitusi 0% slag nikel semua

memenuhi kinerja campuran CPHMA berdasarkan karakteristik marshall

yang diperoleh. Pada variasi 25%, 50%, 75% dan 100% setelah dilakukan

pengujian tidak ada yang memenuhi karakteristik marshall berdasarkan

152
Spesifikasi Umum CPHMA (Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran

14, 15, 16, 17). Jika penggunaan kadar slag nikel sedikit maka akan

mengakibatkan karakteristik marshall pada campuran aspal panas hampar

dingin semakin membaik. Perubahan signifikan terjadi pada saat

penambahan kadar subtitusu slag nilai VIM (Rongga Terisi Udara) dan

VFA ( Rongga terisi Aspal) tidak memenuhi spesifikasi sehingga

penambahan slag nikel dapat mengurangi kinerja pada campuran CPHMA.

2. Dengan Penelitian ini diperoleh kadar modifier optimum KMO 2,50%

pada kadar 0% slag nikel. Penambahan kadar subtitusi slag nikel pada

campuran CPHMA dapat mengakibatkan kinerja campuran semakin

menurun sehingga pada kadar subtitusi 25%, 50%, 75% dan 100% slag

nikel nilai VIM dan VFA tidak memenuhi spesifikasi CPHMA sehingga

tidak didapatkan kadar modifier optimum pada variasai tersebut. Hal ini

disebabkan karena bentuk fisik permukaan slag nikel sedikit berbeda

dengan agregat normal dimana permukaan slag nikel lebih halus dan licin.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, pennulis menyarankan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Proses pemadatan benda uji dengan menggunakan campuran cphma harus

dilakukan secara hati-hati karena komposisi campuran cphma berbeda

dengan komposisi campuran hot mix yang memiliki kelekatan yang baik

dari pada campuran cphma apabila tidak dilakukan secara hati-hati benda

153
uji bisa dengan mudah tidak rata sehingga berpengaruh pada penggujian

marshall yang nantinya akan dilakukan.

2. Penyusun menyarakan agar adanya pengembangan mengenai penelitian ini

dimana pada penggunaan bahan peremaja paten yang sering digunakan

pada AMP yang memproduksi aspal CPHMA.

3. Penyusun menyarankan untuk melakukan penelitian dengan mengurangi

kadar subtitusi slag nikel dimana variasi subtitusi yang digunakan dibawah

50%.

4. Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk mengkaji variasi suhu pemadatan

pada campuran aspal cphma terhadap karakteristik marshall.

5. Ketersediaan alat pengujian dilabaratorium Teknik Sipil Universitas Halu

Oleo lebih ditingkatkan lagi, misalnya alat untuk menguji berat jenis

mineral aspal buton , sehingga tidak perlu lagi ada pengujian yang tidak

terlaksana karena tidak tersedianya alat.

154
DAFTAR PUSTAKA

Bina Marga. 2018. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi VI

untuk Pekerjaan Aspal. Departemen Pekerjaan Umum

Bina Marga. 2018. Spesifikasi Umum Asbuton Campur Panas Hampar

Dingin CPHMA. Departemen Pekerjaan Umum.

Chintya, U. and Azizah, N. (2021) . PENGGUNAAN LIMBAH SERBUK BESI

SEBAGAI CAMPURAN AGREGAT HALUS PADA ASPHALT

CONCRETE-WEARING COURSE ( AC-WC )‘, 4(3), pp. 533–544.

Djalante, S. (2010). Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di

Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari‗, Mektek. Available at:

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Mektek/article/view/558.

Fannisa, H. and 2019, W. (2010). Perencanaan Campuran Aspal Beton

Dengan Menggunakan Filler Tanah ( Silt )‗, pp. 1–67.

Guslan Pangki et al. (2021) , Pemanfaatan bunker oil dan aspal minyak

sebagai modifer pada campuran cold paving hot mix asbuton

(cphma) terhadap karakteristik marshall 1, pp. 1–11.

Gusty, S., Erniati and Yosis (2021) . The effect of using asbuton with used

waste diesel oil on the stability of the porus asphalt mix with hot mix

cold laid method‘, IOP Conference Series: Materials Science and

155
Engineering, 1088(1), p. 012095. doi: 10.1088/1757-

899x/1088/1/012095.

Hardiyatmo, H.C. (2015). Pemeliharaan Jalan Raya, Cetakan ke-3. Gadjah

Mada University Press, Anggota IKAPI. Yogyakarta

Prasetyo Agung (2012). Analisis Pengaruh Beban berlebih (Overload)

Terhadap Umur rencana perkerasan Jalan menggunakan Nottigham

Desing Method Jurnal media Teknik Sipil.

Refiyanni, Meidia; Ikhsan, M. (2019). Pemanfaatan Limbah Cangkang Kemiri

dan Terak Tanur sebagai Pengganti Agregat Halus pada Campuran

ACWC Pemanfaatan Limbah Cangkang Kemiri dan Terak Tanur

sebagai Pengganti‗, Konteks 13, II(October), pp. 256–262.

Republik Indonesia.2004. Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang

Jalan

Republik Indonesia. 2009. UU No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.

Republik Indonesia. 2018. Undang-Undang No 18/PRT/2018 tentan

penggunaan asbuton sebagai bahan pembangunan dan preservas

jalan. Jakarta : Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Republik Indonesia. 2021. Undang-Undang No 22 Tahun 2021 tentang

pengecualian slag nikel dari limbah B3. Jakarta : Kementrian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


156
Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan.

Bandung : Nova

Ressang, V., Ngii, E. and Nasrul, N. (2020) . Pengaruh Penggunaan Filler Slag

Nikel Feni Iii Pada Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course

(HrsWc)‘, STABILITA|| Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 8, pp. 79–86.

Availableat:http://ojs.uho.ac.id/index.php/stabilita_jtsuho/article/view/13

682.

Zebua, Cove. (2015, 26 Juli). Aspal buton, harta karun terpendam di bumi

Indonesia. Diperoleh 1 Mei 2019,dari https://www.kompasiana.com/cov

ezebua/55b496bf917a614f1d8ea6ce/aspal-but onharta-karun-terpendam

di-bumi-indonesia.

157
LAMPIRAN

158
Lampiran 1

PEMERIKSAAN BAHAN TERTAHAN SARINGAN NO. 200


SNI 03-4142-1996

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Kasar (Split)
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
PARAMETER
rata
I II
A. Berat Container (gr) 44,4 45,2 44

B. Berat Container + sampel sebelum dicuci (gr) 454,2 5343 2898,6

C. Berat Container + sampel setelah dicuci (gr) 1153,1 1156,6 1154,8

D. Berat sampel uji sebelum dicuci (B-A) 409,8 5297,8 2853,8

E. Berat sampel uji setelah dicuci ( C-A) 1108,7 1111,4 1110,1

Kadar lumpur ((D-E)/D)x100% -1,705 0,790 -0,458

159
Lampiran 2

PEMERIKSAAN BAHAN TERTAHAN SARINGAN NO. 200


SNI 03-4142-1996

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Kasar (Medium)
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
PARAMETER
rata
I II
A. Berat Container (gr) 39 44,3 41,65
B. Berat Container + sampel sebelum dicuci
461 524,2 492,6
(gr)
C. Berat Container + sampel setelah dicuci (gr) 457,5 520,1 488,8

D. Berat sampel uji sebelum dicuci (B-A) 422 479,9 450,9

E. Berat sampel uji setelah dicuci ( C-A) 418,5 475,8 447,2

Kadar lumpur ((D-E)/D)x100% 0,008 0,009 0,008

160
Lampiran 3

PEMERIKSAAN BAHAN TERTAHAN SARINGAN NO. 200


SNI 03-4142-1996

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Halus (Filler)
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
PARAMETER
rata
I II
A. Berat Container (gr) 48,3 49,3 48,8

B. Berat Container + sampel sebelum dicuci (gr) 556,1 59,8 567,9

C. Berat Container + sampel setelah dicuci (gr) 503,7 523 513,3

D. Berat sampel uji sebelum dicuci (B-A) 507,8 530,5 519,1

E. Berat sampel uji setelah dicuci ( C-A) 455,4 473,7 464,6

Kadar lumpur ((D-E)/D)x100% 0,10 0,11 0,11

161
Lampiran 4

PEMERIKSAAN BITUMEN DAN MINERAL (EKSTRAKSI) ASBUTON


SNI 03-1968-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Asbuton Lawele
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

PARAMETER A B C
Kerucut (A) 306,4 281,5
Kerucut + Kertas Saring (B) (gram) 310,5 285,6
Kerucut + Kertas Saring + Contoh Benda Uji
592,9 606,9
Sebelum (C) (gram)
Contoh Benda Uji (D) = C - B (gram) 277,4 321,3 598,7
Kerucut + Kertas Saring + Contoh Benda Uji
521,3 523,9
Sesudah (E) (gram)
Berat Contoh Kering (F) = E - B (gram) 210,8 238,3 449,1
Berat Aspal (G) = C - E (gram) 71,6 83 154,6
Kadar Aspal (H) = (G/D) x 100% (%) 25,81 25,85 25,82
Rata – rata 25,82

162
Lampiran 5

PEMERIKSAAN BERAT JENIS BAHAN PEREMAJA


SNI 06-2448-1991

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Bahan Peremaja (Aspal dan Bunker Oil) 50:50
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan
Parameter
I II
a. Berat piknometer + air 51,4 64,5
b. Berat Piknometer 22,3 24,4
c. Isi piknometer (a-b) 29,1 40,1
d. Berat piknometer + aspal 34,45 40,85
e. Berat aspal (d-b) 12,15 16,45
f. Berat pikno + air + Aspal 51,3 64,65
g. Barat Air (f-d) 16,85 23,8
h. Isi bitumen/aspal (c-g) 12,25 16,3
i. Berat jenis aspal (e/h) 0,992 1,01
Berat Jenis Rata-rata 1,001

163
Lampiran 6

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR


SNI 03-1969-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Kasar (Split)
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan
Parameter Rata-rata
I II
A. Berat benda uji kering oven 456,2 452,1
B. Berat contoh SSD di Udara 460,1 456,7
C. berat benda uji di dalam air 288,0 285
Apparent specifik gravity (A/(A-C)) 2,71 2,71 2,709
Bulk specifik gravity on dry basic (A/(B-
2,65 2,63 2,642
C))
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B-
2,67 2,66 2,667
C))
Prosentase water absorption ((B-A)/A) x
0,85 1,02 0,936
100%

164
Lampiran 7

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR


SNI 03-1969-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Kasar (Medium)
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan
Parameter Rata-rata
I II
A. Berat benda uji kering oven 332,5 461,4
B. Berat contoh SSD di Udara 336,1 467,9
C. berat benda uji di dalam air 210,4 291,7
Apparent specifik gravity (A/(A-C)) 2,72 2,72 2,721
Bulk specifik gravity on dry basic (A/(B-C)) 2,65 2,62 2,632
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B-C)) 2,67 2,66 2,665
Prosentase water absorption ((B-A)/A) x
1,08 1,41 1,246
100%

165
Lampiran 8

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN SLAG NIKEL FENI


3
SNI 03-1969-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Slag Nikel Feni 4
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
Parameter
rata
I II
A. Berat piknometer 114,4 114,8
B. Berat contoh SSD di Udara 250 250
C. Berat piknometer + air + contoh 580,6 581,6
D. Berat piknometer + air 417,5 418,5
E. Berat contoh kering + Berat cawan 249,1 249
Apparent 166pecific gravity (E/(E+D-C)) 2,89 2,90 2,894
Bulk 166pecific gravity on dry basic (E/(B+D-
2,87 2,87 2,866
C))
Bulk 166pecific gravity on SSD basic
2,88 2,88 2,877
(B/(B+D-C))
Prosentase water absorption ((B-E)/E) x 100% 0,36 0,40 0,381

166
Lampiran 9

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS


SNI 03-1970-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Agregat Halus
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
Parameter
rata
I II
A. Berat piknometer 200,6 169,8
B. Berat contoh SSD di Udara 507,2 505,7

C. Berat piknometer + air + contoh 1120,2 1102,8


D. Berat piknometer + air 805 784,9

E. Berat contoh kering + Berat cawan 506,2 504,8

Apparent specifik gravity (E/(E+D-C)) 2,65 2,70 2,676


Bulk specifik gravity on dry basic (E/(B+D-C)) 2,64 2,69 2,662
Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B+D-
2,64 2,69 2,667
C))
Prosentase water absorption ((B-E)/E) x 100% 0,20 0,18 0,188

167
Lampiran 10

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN MINERAL


ASBUTON
SNI 03-1970-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Mineral Asbuton
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Pemeriksaan Rata-
Parameter
rata
I II
A. Berat piknometer 127,8 106,3

B. Berat contoh SSD di Udara 315,3 224

C. Berat piknometer + air + contoh 529 434,4

D. Berat piknometer + air 423,9 367,2

E. Berat contoh kering + Berat cawan 283,6 178

Apparent specifik gravity (E/(E+D-C)) 1,59 1,61 1,598

Bulk specifik gravity on dry basic (E/(B+D-C)) 1,35 1,14 1,242


Bulk specifik gravity on SSD basic (B/(B+D-
1,50 1,43 1,464
C))
Prosentase water absorption ((B-E)/E) x 100% 11,18 25,84 18,510

168
Lampiran 11

PEMERIKSAAN ANALISA SARINGAN MINERAL ASBUTON (I)


SNI 03-1968-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Mineral Asbuton
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Material 95,50 Gram


No. Lubang Berat Jumlah Berat % Kumulatif % Kumulatif
Ayakan Tertahan Tertahan Tertahan Lolos
1 3/4" 0,00 0,00 0,00 100,00
2 1/2" 0,00 0,00 0,00 100,00
3 No.4 7,90 7,90 8,27 91,73
4 No.8 19,80 27,70 29,01 70,99
5 No.50 18,20 45,90 48,06 51,94
6 No.200 25,80 71,70 75,08 24,92
7 PAN 23,80 95,50 100,00 0,00

169
Lampiran 12

PEMERIKSAAN ANALISA SARINGAN MINERAL ASBUTON (II)


SNI 03-1968-1990

Pekerjaan :Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA)


Bahan : Mineral Asbuton
Peneliti : ICHI AYU NAGA MAS

Material 109,70 Gram


No. Lubang Berat Jumlah Berat % Kumulatif % Kumulatif
Ayakan Tertahan Tertahan Tertahan Lolos
1 3/4" 0,00 0,00 0,00 100,00
2 1/2" 0,00 0,00 0,00 100,00
3 No.4 6,90 6,90 6,29 93,71
4 No.8 27,00 33,90 30,90 69,10
5 No.50 32,40 66,30 60,44 39,56
6 No.200 18,30 84,60 77,12 22,88
7 PAN 25,10 109,70 100,00 0,00

170
Lampiran 13

Tabel Perhitungan Karakteristik Marshall Pada Kadar Subtitusi 0% Slag Nikel

% % Aspal Berat Benda Uji Kondisi Volum Berat vol. BJ Max Prosentase dari Stabilitas Marshall
Flow
Aspal terhadap Kering SSD di Air e BU BU teoritis Aspal Aggregat Rongga % V.M.A % V.F.W.A % V.I.T.M Pemb. Kalibrasi Koreksi Stabilitas quotient
Kode BU
terhada campura (gram) (gram) (gram) (cc) (gr/cc) (gr/cc) % % % Dial prov. Volume (Kg) mm (Kg/mm)
a b c d e f g h i j cur j eff k l m n o p q r s t
A ( 2%) 6,75 6,75 1098,3 1119,7 605,5 514,20 2,136 2,328 14,41 77,83 77,34 8,25 22,17 62,81 8,25 230 0,0208 101,19 484,56 4,5 107,68
B ( 2%) 6,75 6,75 1099,6 1121,2 602,4 518,80 2,120 2,328 14,30 77,23 76,75 8,95 22,77 60,69 8,95 270 0,0208 101,19 568,83 4,7 121,03
RATA RATA 6,75 6,75 1099,0 1120,5 604,0 516,50 2,128 2,328 14,35 77,53 77,05 8,60 22,47 61,75 8,60 250 0,0208 101,19 526,69 4,6 114,4
1 (2.5 %) 7,00 7,00 1102,40 1127,90 615,7 512,20 2,152 2,308 15,06 78,21 77,73 7,21 21,79 69,12 6,73 330 0,0208 101,19 695,24 4,4 158,01
2. (2.5%) 7,00 7,00 1125,00 1139,40 606,9 532,50 2,113 2,308 14,78 76,78 76,30 8,92 23,22 63,64 8,44 290 0,0208 101,19 610,96 3,7 165,13
RATA RATA 7,00 7,00 1113,70 1133,65 611,3 522,35 2,132 2,308 14,92 77,49 77,01 8,07 22,51 66,38 7,59 310 0,0208 101,19 653,10 4,1 161,6
1 ( 3%) 7,25 7,25 1103,8 1118,6 616,7 501,90 2,199 2,299 15,94 79,71 79,21 4,85 20,29 78,53 4,36 250 0,0208 101,19 526,69 5,0 105,34
2 ( 3%) 7,25 7,25 1106,0 1121,1 609,9 511,20 2,164 2,299 15,68 78,41 77,92 6,40 21,59 72,62 5,91 290 0,0208 101,19 610,96 6,7 91,19
RATA RATA 7,25 7,25 1104,90 1119,85 613,3 506,55 2,181 2,299 15,81 79,06 78,57 5,63 20,94 75,57 5,13 270 0,0208 101,19 568,83 5,9 98,3
BJ.cur.agg = 2,559 BJ.eff.agg =2,575 BJ.aspl =1,001

170
Lampiran 14

Tabel Perhitungan Karakteristik Marshall Pada Kadar Subtitusi 25% Slag Nikel

% % Aspal Berat Benda Uji Kondisi Volum Berat vol. BJ Max Prosentase dari Stabilitas Marshall
Flow
Aspal terhadap Kering SSD di Air e BU BU teoritis Aspal Aggregat Rongga % V.M.A % V.F.W.A % V.I.T.M Pemb. Kalibrasi Koreksi Stabilitas quotient
Kode BU
terhada campura (gram) (gram) (gram) (cc) (gr/cc) (gr/cc) % % % Dial prov. Volume (Kg) mm (Kg/mm)
a b c d e f g h i j cur j eff k l m n o p q r s t
A ( 2%) 6,75 6,75 1198,0 1171,1 554,3 616,80 1,942 2,195 13,10 75,81 75,36 11,53 24,19 52,33 11,53 240 0,0208 101,19 505,63 6,5 77,79
B ( 2%) 6,75 6,75 1088,9 1184,7 543,8 640,90 1,699 2,195 11,46 66,31 65,92 22,61 33,69 32,87 22,61 235 0,0208 101,19 495,09 6,6 75,01
RATA RATA 6,75 6,75 1143,5 1177,9 549,1 628,85 1,821 2,195 12,28 71,06 70,64 17,07 28,94 42,60 17,07 238 0,0208 101,19 500,36 6,6 76,40
1 (2.5 %) 7,00 7,00 1104,20 1167,20 598,50 568,70 1,942 2,178 13,58 75,58 75,14 11,28 24,42 55,63 10,84 270 0,0208 101,19 568,83 6,3 90,29
2. (2.5%) 7,00 7,00 1104,20 1181,50 606,00 575,50 1,919 2,178 13,42 74,69 74,25 12,33 25,31 53,03 11,89 235 0,0208 101,19 495,09 6,4 77,36
RATA RATA 7,00 7,00 1104,20 1174,35 602,25 572,10 1,930 2,178 13,50 75,13 74,69 11,80 24,87 54,33 11,36 253 0,0208 101,19 531,96 6,4 83,82
1 ( 3%) 7,25 7,25 1154,0 1178,1 587,0 591,10 1,952 2,171 14,15 75,79 75,35 10,51 24,21 58,43 10,06 249 0,0208 101,19 524,59 6,5 80,71
2 ( 3%) 7,25 7,25 1152,3 1167,3 563,2 604,10 1,907 2,171 13,82 74,05 73,62 12,56 25,95 53,26 12,13 230 0,0208 101,19 484,56 6,5 74,55
RATA RATA 7,25 7,25 1153,15 1172,70 575,10 597,60 1,930 2,171 13,98 74,92 74,48 11,54 25,08 55,85 11,10 240 0,0208 101,19 504,57 6,5 77,63
BJ.cur.agg = 2,389 BJ.eff.agg =2,403 BJ.aspl =1,001

171
Lampiran 15

Tabel Perhitungan Karakteristik Marshall Pada Kadar Subtitusi 50 % Slag Nikel

% % Aspal Berat Benda Uji Kondisi Volum Berat vol. BJ Max Prosentase dari Stabilitas Marshall
Flow
Aspal terhadap Kering SSD di Air e BU BU teoritis Aspal Aggregat Rongga % V.M.A % V.F.W.A % V.I.T.M Pemb. Kalibrasi Koreksi Stabilitas quotient
Kode BU
terhada campura (gram) (gram) (gram) (cc) (gr/cc) (gr/cc) % % % Dial prov. Volume (Kg) mm (Kg/mm)
a b c d e f g h i j cur j eff k l m n o p q r s t
A ( 2%) 6,75 6,75 1107,2 1157,1 600,7 556,40 1,990 2,474 13,43 67,46 67,02 19,56 32,54 39,90 19,56 210 0,0208 101,19 442,42 6,3 70,23
B ( 2%) 6,75 6,75 1105,9 1158,6 593,3 565,30 1,956 2,474 13,20 66,32 65,89 20,92 33,68 37,89 20,92 230 0,0208 101,19 484,56 6,5 74,55
RATA RATA 6,75 6,75 1106,6 1157,9 597,0 560,85 1,973 2,474 13,31 66,89 66,45 20,24 33,11 38,89 20,24 220 0,0208 101,19 463,49 6,4 72,39
1 (2.5 %) 7,00 7,00 1105,50 1152,00 596,0 556,00 1,988 2,451 13,91 67,23 66,78 19,30 32,77 42,45 18,86 240 0,0208 101,19 505,63 6,3 80,26
2. (2.5%) 7,00 7,00 1106,50 1156,50 602,2 554,30 1,996 2,451 13,97 67,50 67,05 18,98 32,50 42,97 18,54 260 0,0208 101,19 547,76 6,6 82,99
RATA RATA 7,00 7,00 1106,00 1154,25 599,1 555,15 1,992 2,451 13,94 67,36 66,92 19,14 32,64 42,71 18,70 250 0,0208 101,19 526,69 6,5 81,63
1 ( 3%) 7,25 7,25 1113,8 1159,8 606,4 553,40 2,013 2,441 14,58 67,87 67,42 18,00 32,13 45,39 17,55 240 0,0208 101,19 505,63 6,6 76,61
2 ( 3%) 7,25 7,25 1109,0 1158,0 610,3 547,70 2,025 2,441 14,67 68,28 67,83 17,50 31,72 46,25 17,05 230 0,0208 101,19 484,56 6,5 74,55
RATA RATA 7,25 7,25 1111,40 1158,90 608,4 550,55 2,019 2,441 14,63 68,07 67,62 17,75 31,93 45,82 17,30 235 0,0208 101,19 495,09 6,6 75,58
BJ.cur.agg = 2,751 BJ.eff.agg =2,769 BJ.aspl =1,001

172
Lampiran 16

Tabel Perhitungan Karakteristik Marshall Pada Kadar Subtitusi 75 % Slag Nikel


% % Aspal Berat Benda Uji Kondisi Volum Berat vol. BJ Max Prosentase dari Stabilitas Marshall
Flow
Aspal terhadap Kering SSD di Air e BU BU teoritis Aspal Aggregat Rongga % V.M.A % V.F.W.A % V.I.T.M Pemb. Kalibrasi Koreksi Stabilitas quotient
Kode BU
terhada campura (gram) (gram) (gram) (cc) (gr/cc) (gr/cc) % % % Dial prov. Volume (Kg) mm (Kg/mm)
a b c d e f g h i j cur j eff k l m n o p q r s t
A ( 2%) 6,75 6,75 1109,7 1152,3 600,8 551,50 2,012 2,504 13,57 66,85 66,79 19,64 33,15 40,78 19,64 210 0,0208 101,19 442,42 6,6 67,03
B ( 2%) 6,75 6,75 1115,9 1163,5 618,9 544,60 2,049 2,504 13,82 68,07 68,01 18,16 31,93 43,12 18,16 220 0,0208 101,19 463,49 6,5 71,31
RATA RATA 6,75 6,75 1112,8 1157,9 609,9 548,05 2,031 2,504 13,70 67,46 67,40 18,90 32,54 41,95 18,90 215 0,0208 101,19 452,96 6,6 69,2
1 (2.5 %) 7,00 7,00 1118,6 1142,8 604,6 538,20 2,078 2,492 14,54 68,86 68,80 16,66 31,14 46,70 16,60 200 0,0208 101,19 421,36 6,3 66,88
2. (2.5%) 7,00 7,00 1106,0 1171,7 621,8 549,90 2,011 2,492 14,07 66,64 66,58 19,35 33,36 42,18 19,29 240 0,0208 101,19 505,63 6,5 77,79
RATA RATA 7,00 7,00 1112,3 1157,3 613,2 544,05 2,045 2,492 14,31 67,75 67,69 18,00 32,25 44,44 17,94 220 0,0208 101,19 463,49 6,4 72,3
1 ( 3%) 7,25 7,25 1113,8 1149,3 613,5 535,80 2,079 2,482 15,06 68,69 68,63 16,31 31,31 48,11 16,25 200 0,0208 101,19 421,36 6,4 65,84
2 ( 3%) 7,25 7,25 1109,0 1153,6 618,2 535,40 2,071 2,482 15,01 68,44 68,39 16,60 31,56 47,56 16,55 210 0,0208 101,19 442,42 6,5 68,07
RATA RATA 7,25 7,25 1111,40 1151,5 615,9 535,60 2,075 2,482 15,04 68,57 68,51 16,46 31,43 47,83 16,40 205 0,0208 101,19 431,89 6,5 67,0
BJ.cur.agg = 2,807 BJ.eff.agg =2,809 BJ.aspl =1,001

173
Lampiran 17

Tabel Perhitungan Karakteristik Marshall Pada Kadar Subtitusi 100 % Slag Nikel

% % Aspal Berat Benda Uji Kondisi Volum Berat vol. BJ Max Prosentase dari Stabilitas Marshall
Flow
Aspal terhadap Kering SSD di Air e BU BU teoritis Aspal Aggregat Rongga % V.M.A % V.F.W.A % V.I.T.M Pemb. Kalibrasi Koreksi Stabilitas quotient
Kode BU
terhada campura (gram) (gram) (gram) (cc) (gr/cc) (gr/cc) % % % Dial prov. Volume (Kg) mm (Kg/mm)
a b c d e f g h i j cur j eff k l m n o p q r s t
A ( 2%) 6,75 6,75 1098,3 1102,7 605,5 497,20 2,209 2,499 14,90 73,59 73,49 11,61 26,41 56,05 11,61 180 0,0208 101,19 379,22 6,7 56,60
B ( 2%) 6,75 6,75 1089,4 1152,9 594,2 558,70 1,950 2,499 13,15 64,96 64,87 21,97 35,04 37,29 21,97 190 0,0208 101,19 400,29 6,7 59,74
RATA RATA 6,75 6,75 1093,9 1127,8 599,9 527,95 2,079 2,499 14,03 69,28 69,18 16,79 30,72 46,67 16,79 185 0,0208 101,19 389,75 6,7 58,2
1 (2.5 %) 7,00 7,00 1102,40 1121,10 615,7 505,40 2,181 2,486 15,26 72,47 72,37 12,37 27,53 55,44 12,27 220 0,0208 101,19 463,49 6,4 72,42
2. (2.5%) 7,00 7,00 1125,00 1139,40 606,9 532,50 2,113 2,486 14,78 70,20 70,10 15,12 29,80 49,59 15,02 220 0,0208 101,19 463,49 6,6 70,23
RATA RATA 7,00 7,00 1113,70 1130,25 611,3 518,95 2,147 2,486 15,02 71,33 71,24 13,74 28,67 52,52 13,64 220 0,0208 101,19 463,49 6,5 71,3
1 ( 3%) 7,25 7,25 1103,8 1118,6 616,7 501,90 2,199 2,476 15,94 72,87 72,78 11,29 27,13 58,75 11,19 180 0,0208 101,19 379,22 6,5 58,34
2 ( 3%) 7,25 7,25 1106,0 1121,1 609,9 511,20 2,164 2,476 15,68 71,69 71,59 12,73 28,31 55,38 12,63 190 0,0208 101,19 400,29 6,3 63,54
RATA RATA 7,25 7,25 1104,90 1119,85 613,3 506,55 2,181 2,476 15,81 72,28 72,18 12,01 27,72 57,07 11,91 185 0,0208 101,19 389,75 6,4 60,9
BJ.cur.agg = 2,799 BJ.eff.agg =2,803 BJ.aspl =1,001

174
Lampiran 18

Slag Nikel FeNi 4

175
176
177
178
179
DOKUMENTASI

180
BAHAN DAN ALAT PENELITIAN

Keterangan Foto

BAHAN

Agregat Kasar

Agregat Halus

181
Filler

Bahan Peremaja/Modifire

Aspal Buton

182
Slag Nikel FeNi 4

ALAT

Alat Uji Marshall

183
Cetakan Benda Uji

Ejector

184
Alat Penumbuk

Bak Perendam

Oven

185
Termometer

186
PENGUJIAN KARAKTERISTIK BAHAN PENELITIAN

Keterangan Foto

Pengujian Karakteristik Agregat

Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan


Agregat Kasar

Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan


Agregat Halus

Pengujian Kadar Lumpur Agregat


Kasar

187
Pengujian Berat dan Penyerapan Jenis
Slag Nikel

Pengujian Karakteristik Asbuton

Ekstraksi Asbuton

188
Analisa Saringan Mineral Asbuton

Pengujian Karakteristik Modifire

Pengujian Berat Jenis Aspal (


Bungker Oil dan Aspal Minyak )

189
PEMBUATAN BENDA UJI

Keterangan Foto

Proses pemisahan agregat


berdasarkan nomor saringan

Agregat yang telah dipisahkan


berdasarkan nomor saringan

190
Agregat , slag nikel dan asbuton yang
telah ditimbangan berdasarkan hasil
analisa mix desing

Proses pemanasan modifire

Proses pemanasan agregat hingga


mencapai suhu 150◦ C

191
Agregat dan Asbuton dicampur dan
dipanaskan hingga mencapai suhu
150◦ C

Campuran CPHMA yang


sedang di dinginkan selama 24
jam

Setelah di dinginkan campuran


CPHMA dimasukan kedelam
cetakan benda uji untuk
dipadatkan

192
Benda uji yang telah
dipadatkan

193
TAHAPAN PENGUJIAN BENDA UJI

Keterangan Foto

Benda uji ditimbang dalam keadaan


kering

Benda uji direndam selama 24 jam

Benda uji ditimbang dalam air

194
Benda uji dikeringkan hingga kering
permukaan jenuh kemudian dilakukan
proses penimbangan benda uji kering
SSD

Benda uji direndam selama 30 menit

Proses pengujian marshall

195

Anda mungkin juga menyukai