Anda di halaman 1dari 23

Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012

BAB V
PARAMETER PERENCANAAN
TEBAL PERKERASAN
Lapis perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas
tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi perkerasan itu sendiri.
Dengan demikian lapisan perkerasan akan memberikan kenyamanan kepada si pengemudi
selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan konstruksi lapis
perkerasan perlu sekali mempertimbangkan semua faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pelayanan konstruksi perkerasan jalan, seperti :
a. Fungsi jalan e. Sifat tanah dasar
b. Kinerja lapis perkerasan f. Kondisi lingkungan
c. Umur Rencana g. Ketersediaan material pada lokasi jalan
d. Lalu lintas h. Bentuk penampang geometrik jalan
e. Sifat tanah dasar
5.1. Fungsi Jalan
Berdasarkan UU No.13 tahun 1980 dan PP No.26 tahun 1985 tentang jalan, sistim
jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistim jaringan primer dan sistim jaringan
sekunder.
Sisitim Jaringan Primer (SJP) adalah sistim jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. Hal ini berarti sistim jaringan primer
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut :
a. Dalam satu Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) menghubungkan secara menerus ibu
kota propinsi, ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan dan ke pelosok-pelosok desa.
b. Menghubungkan ibu kota propinsi dengan ibu kota propinsi dalam satu SWP.
Sistim Jaringan jalan Sekunder (SJS) adalah sistim jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Hal ini berarti SJS disusun mengikuti
ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang
memiliki fungsi primer, fungsi sekunder hingga ke perumahan.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-2
Berdasarkan fungsinya, jalan dapat dibedakan atas :
Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka untuk SJP akan terdiri atas :
Jalan arteri primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota-kota propinsi yang terletak
berdampingan, atau menghubungkan kota propinsi dengan kota-kota kabupaten.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk jalan arteri primer adalah :
a. Kecepatan rencana > 60 km/jam
b. Lebar badan jalan > 8.0 m
c. Kapasitas jalan > volume lalu lintas rata-rata
d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan
dapat tercapai
e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal
f. Jalan arteri primer tidak terputus meskipun memasuki kota
g. Indeks permukaan (IP) tidak kurang dari 2.0
Jalan kolektor primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota kabupaten dengan kota
kabupaten atau dengan kota-kota kecamatan . Persyaratan yang harus dipenuhi untuk
jalan kelas ini adalah :
a. Kecepatan rencana > 40 km/jam
b. Lebar badan jalan > 7.0 m
c. Kapasitas jalan lebih atau sama besar dengan volume lalu lintas
d. Jalan kolektor tidak terputus walaupun memasuki daerah kota
e. Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu
f. Indek permukaan tidak kurang dari 2.0
Jalan lokal primer, yaitu jalan yang menghubungkan daerah-daerah setempat di dalam
suatu wilayah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah :
a. Kecepatan rencana > 20 km/jam
b. Lebar badan jalan > 6.0 m
c. Jalan lokal primer tidak terputus meskipun memasuki desa
d. Indeks permukaan tidak kurang dari 1.5
Pada sistim jaringan jalan sekunder (SJS), pembagiannya adalah :
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-3
Jalan arteri sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antara daerah sekunder dengan
kawasan primer atau antar kawasan sekunder. Persyaratan untuk jalan arteri sekunder
adalah sebagai berikut :
a. Kecepatan rencana > 30 km/jam
b. Lebar badan jalan > 8.0 m
c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1.5
d. Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
e. Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat
Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder dengan
kawasan sekunder lain. Persyaratan untuk jalan kolektor sekunder adalah :
a. Kecepatan rencana > 20 km/jam
b. Lebar badan jalan > 7.0 m
c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1.5
Jalan lokal sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder wilayah
perumahan. Persyaratan untuk jalan lokal sekunder adalah :
a. Kecepatan rencana > 10 km/jam
b. Lebar badan jalan > 5.0 m
c. Indeks perkerasan tidak kurang dari 1.0
Disamping jenis jalan tersebut di atas, terdapat pula jalan bebas hambatan (free way).
Jalan bebas hambatan merupakan alternatif dari jalan-jalan yang ada serta memiliki
spesifikasi tersendiri.
5.2. Sifat Tanah Dasar
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan yang paling atas, yang nantinya akan diletakkan
lapis perkerasan di atasnya. Kualitas tanah dasar akan sangat mempengaruhi kualitas dari
konstruksi perkerasan secara keseluruhan. Sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi
perkerasan, tanah dasar ini terlebih dahulu harus diperiksa daya dukungnya. Pemeriksaan
daya dukung tanah dapat dilakukan dengan CBR (California Bearing Ratio); merupakan
cara paling sering digunakan di Indonesia; DCP (Dynamic Cone Penetrometer), dan lain
sebagainya.
CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh tanah yang telah dipersiapkan di
laboratorium ataupun di lapangan. Sebelum dilakukan pengambilan contoh di lapangan,
perlu dilakukan evaluasi terhadap kedalaman /elevasi tanah dasar rencana, sehingga para
pengambil contoh dapat mengetahui pada lokasi/posisi mana tanah harus diambil sebagai
contoh untuk diuji.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-4
a. Bila tanah dasar merupakan tanah hasil timbunan, maka perlu ditinjau ketebalan
lapisan timbunan tersebut. Untuk tanah timbunan kurang dari 1 meter, maka contoh
tanah diambil baik dari bahan timbunan maupun tanah aslinya. Untuk timbunan lebih
dari 1 meter, maka contoh tanah yang diambil cukup dari tanah timbunannya saja.
b. Bila tanah dasar merupakan tanah hasil galian, maka perlu diketahui kedalaman dari
galian tersebut dari permukaan tanah aslinya. Dari kedalaman ini dapat diambil
kesimpulan apakah perlu dilakukan test pit (sumur uji) atau cukup dilakukan analisa
tapis dan sifat-sifat tanah lainnya dengan cara pemboran.
c. Bila tanah dasar sama dengan muka tanah asli, maka pengambilan contoh tanah
dilakukan di sepanjang trase jalan. Interval pengambilan harus berdasarkan jenis tanah
di sepanjang trase tersebut. Untuk jenis tanah yang sama, maka pengambilan contoh
dapat dilakukan dengan interval 1 km sekali; namun apabila terjadi pergantian jenis
tanah, maka contoh tanah harus diambil pada setiap perubahan tersebut.
5.2-1. Menentukan Nilai CBR.
Penentuan nilai CBR untuk perencanaan jalan perlu mempertimbangkan segi ekonomis,
namun tidak mengorbankan segi kekuatan untuk konstruksi jalan yang akan dibangun.
Pada kenyataannya, besarnya harga CBR pada setiap titik-titik pengujian di sepanjang jalur
jalan tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh tidak seragamnya jenis dan kondisi tanah yang
ada. Apabila perencanaan tebal lapisan perkerasan hanya berdasarkan nilai CBR yang
paling kecil, maka dapat dipastikan akan menghasilkan lapisan perkerasan yang cukup
tebal, yang pada akhirnya akan menghabiskan biaya yang cukup mahal. Sebaliknya apabila
diambil nilai CBR terbesar, maka dipastikan hasil perencanaan tidak akan memenuhi
syarat.
Sebaiknya panjang jalan tersebut dibagi atas segmen-segmen jalan, dimana setiap
segmennya mempunyai daya dukung yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian
dari panjang jalan yang mempunyai sifat-sifat tanah yang mirip, antara lain daya dukung
tanah, jenis tanah dan keadaan lingkungannya.
Setiap segmen jalan mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar
dan dipergunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan pada segmen jalan tersebut.
Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan cara analitis ataupun cara
grafis.
a. Cara analitis.
Perhitungan CBR dengan cara analitis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
CBRsegmen = CBR rata-rata - (CBRmaks - CBRmin) / R
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-5
dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat di dalam satu segmen. Besarnya
nilai R dapat dilihat pada tabel 5.1.
b. Cara grafis.
Penentuan nilai CBR dapat pula ditentukan dengan cara grafis, disamping cara analitis
yang telah disebutkan di atas. Cara memperoleh nilai CBR rencana berdasarkan cara grafis
dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagaimana tersebut di bawah ini.
1. Tentukan nilai CBR yang terendah dari sekelompk nilai-nilai CBR yang ada.
2. Tentukan banyaknya nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing CBR dan
kemudian disusun secara tabelaris, mulai dari nilai yang paling kecil hingga ke yang
paling besar.
3. Angka yang terbanyak diberi nilai 100%, sedang angka-angka yang lain merupakan
persentase terhadap 100%.
4. Kemudian dibuat grafik hubungan antara harga CBR dengan persentase jumlah tadi.
5. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90%.
Contoh 5-1 :
Dari suatu segmen jalan diselidiki daya dukung tanah dengan nilai CBR untuk setiap
titiknya adalah sebagai berikut : 4%, 3%, 4.5%, 6%, 7.5%, 7%, 4.5%, 3.7%, 7%, 8%, 4%,
5%, 4%, 3.7%, 6%, 6.5%, 4%, 5.5%, 8%, dan 6.6%.
Tentukan nilai CBR rencana segmen jalan tersebut berdasarkan kedua cara di atas.
Tabel 5.1 Nilai R untuk perhitungan CBR segrnen
Jumlah titik Pengamatan Nilai R
2
3
4
5
6
7
8
9
>10
1,41
1,91
2,24
2,48
2,67
2,83
2,96
3,08
3,18
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-6
Penyelesaian :
a. Cara analitis.
CBR rata-rata segmen :
= (4+3+4.5+6+7.5+7+4.5+3.7+7+8+4+5+4+3.7+6+6.5+4+5.5+8+6.6)
20
= 5.425
Nilai R berdasarkan tabel 5.1 adalah 3.18 (data > 10 buah).
Nilai CBR tertinggi = 8% ; dan yang terendah = 3%
CBR rencana segmen = 5.425 - (8 - 3) / 3.18 = 3.85%.
b. Cara grafis.
Nilai CBR dari segmen jalan tersebut dapat dikelompokkan dalam suatu tabel sebagai
berikut :
CBR Jumlah yang sama
atau lebih besar
Persen (%) jumlah yang sama
atau lebih besar
3
3.7
4
4.5
5
5.5
6
6.5
6.6
7
7.5
8
20
19
17
13
11
10
9
7
6
4
3
2
20/20 x 100 % = 100 %
19/20 x 100 % = 95 %
17/20 x 100 % = 85 %
13/20 x 100 % = 65 %
11/20 x 100 % = 55 %
10/20 x 100 % = 50 %
9/20 x 100 % = 45 %
7/20 x 100 % = 35 %
6/20 x 100 % = 30 %
4/20 x 100 % = 20 %
3/20 x 100 % = 15 %
2/20 x 100 % = 10 %
Hasil yang dieroleh pada tabel di atas kemudian dituangkan dalam grafik CBR vs Persen
jumlah sama atau lebih besar. Dengan mem-plotkan setiap nilai CBR dengan persentase
kumulatifnya, maka akan diperoleh suatu titik-titik potong. Dengan mengambil nilai
tengah dari titik-titik tersebut tersebut maka akan diperoleh sebuah kurva. Nilai CBR
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-7
rencana adalah suatu nilai yang memotong kurva tersebut terhadap 90% kumulatif pada
grafik tersebut.
Gambar 5.1 Penentuan CBR rencana dengan cara grafis.
5.2-2. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan pada Penggunaan CBR Rencana
Didalam menetapkan nilai CBR rencana yang akan dipergunakan untuk merencanakan
tebal perkerasan nantinya, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu :
a. Pada perencanaan jalan baru dimana tanah dasarnya adalah tanah galian,
perencanaan tebal perlerasan mempergunakan CBR yang diperoleh secara empiris dari
hasil contoh tanah yang diambil dengan menggunakan bor tanah. CBR yang diperoleh
pada saat pelaksanaan dan hubungannya dengan tebal perkerasan rencana diatasnya
harus diamati dengan teliti.
b. Untuk jalan baru dengan tanah dasarnya berasal dari hasil timbunan, perencanaan
tebal perkerasan mempergunakan CBR yang diperoleh dari contoh tanah timbunan.
Kontrol yang teliti harus dilakukan terhadap hasil selama pelaksanaan dan
perbandingan dengan nilai rencananya.
c. Perhatian terhadap drainase harus ditingkatkan manakala lokasi jalan berada pada
daerah yang tinggi curah hujannya.
d. Jumlah data yang diperoleh serta ketelitian dalam memperolehnya sangat
berpengaruh terhadap hasil perencanaan. Jangan sampai hasil perencanaan menjadi
under-design yang mengakibatkan biaya rehabilitasi dan pemeliharaan yang tinggi,
atau over-design yang mengakibatkan biaya pembangunan (initial cost) sangat tinggi.
100
80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
CBR (%) ------->
CBR rencana = 3.8 %
%
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-8
e. Pada segmen jalan dimana jenis tanahnya memiliki nilai CBR yang terlalu rendah
dibanding dengan nilai rata-ratanya, maka CBR segmen sebaiknya ditentukan dengan
terlebih dahulu dilakukan evaluasi apakah nilai CBR yang rendah tersebut akan
diperhitungkan atau diasumsikan sama dengan nilai terkecil yang kedua tetapi dengan
pertimbangan akan dilakukan perbaikan terhadap kondisi tanah pada daerah tersebut.
5.3. Kinerja Perkerasan Jalan
Kinerja perkerasan jalan meliputi tiga hal utama, yaitu :
1. Keamanan yang ditentukan oleh nilai gesekan akibat kontak antara roda kendaraan
dengan permukaan perkerasan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh
bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan dan kondisi cuaca.
2. Struktur perkerasan sehubungan dengan kondisi fisik dari perkerasan tersebut,
misalnya retak-retak, alur, amblas, bergelombang dan lain-lain.
3. Fungsi pelayanan sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan
pelayanan kepada pemakai jalan. Kondisi perkerasan dan fungsi pelayanannya
merupakan satu kesatuan yang mendukung terwujudnya kenyamanan bagi pengemudi.
Gangguan kenyamanan bagi pengemudi dapat disebabkan oleh gangguan dalam arah
memanjang (longitudinal distorsion), yakni berupa gelombang-gelombang dari perkerasan
sepanjang jalan, dan gangguan dalam arah melintang (tranverse distorsion), misalnya
berupa kemiringan melintang yang tidak stabil. Kinerja perkerasan dapat dinyatakan
dengan : Indeks Permukaan (IP)/Servicibility Index dan Indeks Kondisi Jalan/Road Condition
Index (RCI).
Indeks Permukaan (Servicibility index), IP, diperkenalkan oleh AASHTO yang diperoleh dari
pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur-alur,
lubang-lubang, lendutan pada jalur roda, kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang
terjadi selama usia rencana. Indeks Permukaan bervariasi dari nilai 0 sampai 5, yang
masing-masing angka menunjukkan fungsi pelayanan. Nilai indeks permukaan menurut
AASHTO dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Nilai Indeks Permukaan menurut AASHTO
Indeks Permukaan (IP) Fungsi Pelayanan
4 - 5
3 - 4
2 - 3
1 - 2
0 - 1
sangat baik
baik
cukup
kurang
sangat kurang
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-9
Indeks permukaan lain adalah indeks kondisi jalan (Road Condition Index, RCI) adalah skala
dari tingkat kenyamanan yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan alat
Roughnometer ataupun secara visual. Skala RCI berkisar dari 2 hingga 10 seperti
diperlihatkan pada tabel 5.3.
Bina Marga memberikan nilai IP untuk berbagai kondisi permukaan jalan sebagai berikut :
IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin untuk dilewati
(jalan tidak terputus)
IP = 2,0 : adalah menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Tabel 5.3 Indeks kondisi jalan (RCI)
RCI Kondisi Permukaan Jalan secara Visual
8 - 10
7 - 8
6 - 7
5 - 6
4 - 5
3 - 4
2 - 3
< 2
Sangat rata dan teratur
Sangat baik, umumnya rata
Baik
Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak
rata
Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata
Rusak, bergelombang, banyak lubang
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh perkerasan hancur
Tidak dapat dilalui, kecuali dengan kendaraan jeep 4WD
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER), menurut tabel 5.4.
Tabel 5.4 Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP)
Lintas Ekivalen
Rencana (LER)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10
10 -100
100 - 1000
> 1000
1,0 - 1,5
1,5
1,5 - 2,0
-
1,5
1,5 - 2,0
2,0
2,0 - 2,5
1,5 - 2,0
2,0
2,0 - 2,5
2,5
-
-
-
2,5
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-10
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan
jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohannya) pada awal umur
rencana. IPo ini tergantung dari jenis bahan yang dipergunakan untuk lapis perkerasan
tersebut dan dapat dilihat pada tabel 5.5.
5.4. Umur Rencana
Umur rencana (UR) perkerasan jalan adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu
untuk diberi lapis permukaan yang baru.
Tabel 5.5 Indeks Permukaan jalan pada awal umur rencana (IPo)
Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness
mm/km
LASTON
LASBUTAG
HRA
BURDA
BURTU
LAPEN
LATASBUM
BURAS
LATASIR
JALAN TANAH
JALAN KERIKIL
4
3,9 - 3,5
3,9 - 3,5
3,4 - 3,0
3,9 - 3,5
3,4 - 3,0
3,9 - 3,5
3,4 - 3,0
3,4 - 3,0
2,9 - 2,5
2,9 - 2,5
2,9 - 2,5
2,9 - 2,5
2,4
2,4
1000
> 1000
2000
> 2000
2000
> 2000
< 2000
< 2000
3000
> 3000
Selama umur rencana, pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan seperti pelapisan
nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk jalan yang baru
dibuka umumnya diambil 20 tahun, sedangkan untuk peningkatan jalan pada umumnya
diambil 10 tahun. Umur rencana lebih dari 20 tahun dipandang kurang ekonomis karena
perkembangan lalu lintas terlalu besar dan sukar mendapatkan tingkat ketelitian yang
memadai.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-11
5.5. Lalu Lintas
Arus lalu lintas akan berpengaruh kepada tebal perkerasan dari suatu jalan yang
direncanakan. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari :
1. Analisa lalu lintas pada saat sekarang, sehingga dapat dihasilkan data tentang :
- jumlah kendaraan yang hendak menggunakan jalan
- jenis kendaraan dan jumlah dari masing-masing jenisnya
- konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan
- beban dari masing-masing sumbu kendaraan.
Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan berdasarkan hasil
survey volume lalu lintas di dekat jalan yang akan dibangun tersebut dan analisa pola
lalu lintas di sekitar lokasi jalan.
2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain berdasarkan
atas analisa ekonomi dan sosial pada daerah tersebut.
5.5-1. Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama
satu satuan waktu. Untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan, volume lalu lintas
dinyatakan dalam Lintas Harian Rata-rata (LHR) dalam satuan kendaraan/hari/2-arah
untuk jalan 2 arah tidak terpisah atau dalam satuan kendaraan/hari/1-arah untuk jalan
satu arah atau dua arah terpisah.
Data volume lalu lintas dapat diperoleh dari pos-pos pengamatan yang ada di sekitar
lokasi. Namun apabila pos-pos pengamatan tersebut tidak tersedia, maka perhitungan
volume lalu lintas dapat dilakukan secara manual pada tempat-tempat yang dianggap
perlu. Perhitungan dilakukan selama 3x24 jam atau 3x16 jam secara terus menerus.
Dengan memperhatikan faktor hari, bulan dan musim dimana perhitungan dilakukan maka
dapat diperoleh data LHR yang representatif.
5.5-2. Angka Ekivalen Beban Sumbu
Kendaraan yang melewati suatu ruas jalan beraneka ragam baik jenis, ukuran, berat total,
konfigurasi sumbu dan dayanya. Oleh sebab itu, volume lalu lintas harus dikelompokkan
atas beberapa kelompok yang masing-masing kelompok mewakili satu jenis kendaraan.
Adapun kelompok-kelompok kendaraan untuk perencanaan tebal perkerasan jalan
sebagai berikut :
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-12
1. Mobil penumpang, termasuk didalamnya semua kendaraan dengan berat total 2 ton.
2. Bus
3. Truk ringan 2 as
4. Truk sedang 3 as
5. Truk berat 5 as
6. Semi trailer.
Konstruksi lapis perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui
roda-roda kendaraan. Besarnya beban yang dilimpahkan tersebut sangat tergantung dari
berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan permukaan
perkerasan serta kecepatan kendaraan. Dengan demikian, pengaruh dari masing-masing
jenis kendaraan terhadap kerusakan yang ditimbulkannya tidaklah sama. Oleh sebab itu
perlu adanya beban standar sehingga semua beban lainnya dapat diekivalensikan
terhadap beban standar tersebut.
Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda dengan berat 18.000 lbs
(8160 kg). Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu yang berbeda diekivalenkan
ke beban sumbu standar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu, E. Yang
dimaksud dengan beban sumbu adalah seperti terlihat pada gambar 5.2.
Angka ekivalen beban sumbu, E adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari
sumbu tunggal seberat 8160 kg yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau
penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali.
Misalkan, suatu kendaraan truk memiliki E = 1.2, ini berarti setiap satu kali lintasan
kendaraan truk tersebut akan mengakibatkan penurunan indeks permukaan yang sama
dengan 1.2 kali lintasan sumbu standar.
Gambar 5.2. Beban Sumbu Standar 18000 lbs (8160 kg)
Secara empiris, angka ekivalen dapat dirumuskan sebagai berikut :
dimana, X merupakan konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh :
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-13
a. Kecepatan kendaraan. Kendaraan yang sejenis akan mengakibatkan kerusakan yang
berbeda jika kendaraan tersebut bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Kecepatan
kendaraan yang rendah memiliki efek lebih cepat merusakkan perkerasan jalan.
b. Kelandaian jalan. Kendaraan yang berjalan pada jalan yang mendaki mempunyai
pengaruh yang berbeda dengan kendaraan yang melewati jalan yang datar.
c. Bidang kontak antara roda kendaraan dan perkerasan jalan. Luas bidang kontak akan
ditentukan oleh tekanan ban.
d. Ketebalan lapis perkerasan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan pada lapis
perkerasan yang memiliki nilai struktural lebih tinggi akan lebih kecil dibandingkan
dengan kerusakan yang terjadi pada lapis perkerasan dengan nilai struktural lebih
rendah.
e. Beban sumbu kendaraan. Kendaraan dengan beban sumbu yang lebih besar akan
mempunyai angka ekivalensi yang lebih besar dibanding dengan kendaraan dengan
beban sumbu relatif lebih kecil.
Nilai x akan bertambah besar dengan semakin buruknya mutu permukaan jalan. Indeks
permukaan turun mengakibatkan harga x semakin besar.
Untuk perencanaan tebal perkerasan, angka ekivalen dapat diasumsikan tetap selama
umur rencana dan dipergunakan angka ekivalen pada akhir umur rencana (pada kondisi
indeks permukaan akhir umur rencana). Bina Marga memberikan rumus untuk
menghitung besarnya angka ekivalen beban sumbu sebagai berikut :
E
sumbu tunggal
= (Beban sumbu tunggal, kg/8160)
4
E
sumbu ganda
= 0.086 x (Beban sumbu ganda, kg/8160)
4
5.5-3. Angka Ekivalen Kendaraan.
Berat kendaraan ditransfer ke perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan yang terletak
di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan memiliki konfigurasi sumbu yang
berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sedangka sumbu
belakang dapat merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal roda ganda
ataupun sumbu ganda roda ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan memiliki
angka ekivalen yang merupakan hasil penjumlahan dari angka ekivalen sumbu depan dan
sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik berat dari
kendaraan tersebut.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-14
Contoh-2 :
Kendaraan truk dengan bobot kosong 4.200 kg mempunyai konfigurasi sumbu depan
tunggal roda tunggal dan sumbu belakang tunggal roda ganda. Berat maksimum truk
adalah 18.200 kg. Distribusi beban terhadap sumbu depan dan belakang adalah 34% dan
66%.
Penyelesaian :
Angka ekivalen kendaraan tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
E truk kosong = E sumbu depan + E sumbu belakang
= {34%(4200/8160)
4
+ 66%(4200/8160)
4
}
= 0,0009 + 0,0133
= 0,0142
E truk maks. = E sumbu depan + E sumbu belakang
= { 34%(18200/8160)
4
+ 66%(18200/8160)
4
}
= 0,3307 + 4,6957
= 5,0264
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa truk memiliki angka ekivalen yang berbeda
antara keadaan kosong dan keadaan termuat penuh (berat maksimum). Pada
perencanaan tebal perkerasan sebaiknya tidak selalu mempergunakan angka ekivalen
berdasarkan berat maksimum dan tidak juga mungkin menggunakan angka ekivalen
berdasarkan berat kosong. Angka ekivalen yang digunakan untuk perencanaan adalah
angka ekivalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan selama umur rencana.
Berat kendaraan tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Fungsi jalan. Kendaraan yang menggunakan jalan arteri umumnya memiliki muatan
yang lebih berat dibandingkan dengan pada jalan lokal.
b. Keadaan medan. Jalan yang mendaki mengakibatkan truk tidak dapat memuat beban
yang lebih berat dibanding dengan pada jalan yang mendatar.
c. Kondisi jembatan. Jembatan-jembatan yang dibangun dengan kemampuan memikul
beban terbatas tidak mungkin dilewati oleh truk-truk dengan muatan di atas batas
maksimum yang dapat dipikulnya.
d. Kegiatan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Jenis dan beban yang diangkut oleh
kendaraan berat sangat tergantung dari jenis kegiatan yang ada pada daerah tersebut.
Truk pada daerah industri mengangkut beban yang berbeda jenis dan beratnya dengan
truk-truk pada daerah perkebunan.
e. Perkembangan daerah. Beban yang diangkut oleh kendaraan dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan daerah di sekitar lokasi tersebut.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-15
Dengan demikian, maka sebaiknya angka ekivalen yang dipergunakan untuk perencanaan
tebal perkerasan adalah angka ekivalen hasil survey timbang yang telah dilakukan pada
daerah tersebut.
5.5-4. Survey Timbang.
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, bahwa beban sumbu dipengaruhi oleh
konfigurasi sumbu dan muatan kendaraan. Bahkan kendaraan yang sama dapat pula
memiliki angka ekivalen yang berbeda akibat perbedaan berat.
Pada jalan raya dua arah ada kemungkinan arah yang satu mempunyai beban yang lebih
besar dibandingkan dengan arah yang berlawanan akibat pola penggunaan tanah. Hal ini
sering terjadi pada daerah-daerah perkebunan dan industri. Sebagai contoh, truk dari
pabrik baja akan membawa baja saat pergi, namun pada saat kembali truk tersebut
memuat bahan-bahan makanan dan lain-lain. Oleh karena itu, didalam perencanaan perlu
dilakukan penelitian yang seksama terhadap variasi beban sumbu, sehingga dapat
ditentukan angka ekivalen perencanaan yang baik, mewakili untuk berbagai variasi beban
sumbu selama usia rencana. Penelitian dapat dilakukan dengan survey timbang dan
volume lalu lintas.
Tingkat beban sumbu kendaraan berat (berat kosong di atas 1500 kg) tidak terlalu cepat
berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka ekivalen hasil survey timbang dapat
dianggap mewakili selama umur rencana jalan. Apabila pada kondisi tertentu tingkat
perbedaan beban sumbu cukup besar, maka perlu dilakukan koreksi-koreksi selama usia
rencana jalan tersebut, sama halnya dengan faktor pertumbuhan lalu lintas per-tahunnya
yang selalu berubah-ubah selama masa pelayanan jalan.
Alat timbang yang umum digunakan adalah dari jenis portable yang mudah dipindah-
pindah. Alat tersebut diletakkan sedemikian rupa sehingga memberikan permukaan yang
cukup rata bagi kendaraan yang akan lewat di atasnya. Lokasi tempat penimbangan (pos-
pos timbang) dan jumlah kendaraan yang ditimbang ditentukan oleh volume kendaraan
berat yang melewati ruas jalan tersebut.
Penimbangan dilakukan sedaiknya selama 7x24 jam berturut-turut sehingga dapat
diperoleh fluktuasi dari beban sumbu rata-rata, Jika keadaan lokasi tidak memungkinkan,
lamanya survey dapat dikurangi berdasarkan pertimbangan setempat tetapi sebaiknya
tidak kurang dari 3x16 jam. Hasil yang diperoleh dari survey timbang adalah berat pada
ujung sumbu. Dari berat roda tersebut diperoleh beban sumbu yang dengan
menggunakan salah satu rumus di atas dapat diperoleh angka ekivalen untuk sumbu yang
bersangkutan.
Contoh-3 :
Dari hasil survey timbang diperoleh beban roda belakang dari sebuah kendaraan truk
sebesar 2100 kg. Truk tersebut merupakan truk 2 as dengan jenis sumbu tunggal dan
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-16
distribusi beban sumbu depan dan belakang adalah 34% dan 66%. Hitung besarnya angka
ekivalen dari truk tersebut.
Penyelesaian :
Beban sumbu belakang (kiri+kanan) = 2 x 2100 kg
= 4200 kg.
Beban sumbu depan = 34/66 x 4200 kg
= 2200 kg.
Angka ekivalensi truk tersebut, E = (2200/8160)
4
+ (4200/8160)
4
= 0,0752.
Tabel 5.7 memperlihatkan beberapa konfigurasi sumbu serta distribusi beban dari
bebarapa jenis kendaraan yang umum dijumpai di jalan-jalan, sesuai dengan ketentuan
Bina Marga. Pada tabel tersebut juga diberikan informasi angka ekivalen untuk beban
kosong dan beban maksimum dari setiap jenis kendaraan.
Tabel 5.7 Distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan.
KONFIGURASI
SUMBU & TIPE
BERAT
KOSONG
(ton)
BEBAN
MUATAN
MAKSIMUM
(ton)
BERAT TOTAL
MEKSIMUM
(ton)
UE18KSAL
KOSONG
UE18KSAL
MAKSIMUM
1.1
MP 1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0004
50% 50%
1.2
BUS 3 6 9 0,0037 0,3006
34% 66%
1.2L
TRUK 2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
34% 66%
1.2H
TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
34% 66%
1.22
TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416
25% 37.5% 37.5%
1.2 + 2.2
TRAILER 6,4 25 31,4 0,0085 4,9283
18% 34% 24% 24%
1.2 - 2
TRAILER 6,2 20 26,2 0,0085 6,1179
18% 41% 41%
1.2 -22
TRAILER 10 32 42 0,0327 10,183
18% 28% 27% 27%
Keterangan :
roda
tunggal
roda ganda
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-17
5.5-5. Faktor Pertumbuhan Lalu-lintas.
Jumlah kendaraan yang menggunakan jalan akan selalu bertambah dari tahun ke tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bertambahnya jumlah kendaraan antara lain adalah
perkembangan daerah, meningkatnya ekonomi dan taraf hidup masyarakat yang akan
bermuara kepada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan daya beli mereka
terhadap kendaraan. Didalam merencanakan tepal lapis perkerasan, perlu diperhitungkan
faktor pertumbuhan lalu-lintas rata-rata pertahunnya selama masa pelayanan jalan
tersebut. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen/tahun (%/tahun).
5.5-6. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan.
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak mempunyai tanda pembatas jalur, maka
jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel 5.8.
Tabel 5.8 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n)
L < 5,50 m
5,50 m L < 8,25 m
8,25 m L < 11,25 m
11,25 m L < 15,00 m
15,00 m L < 18,75 m
18,75 m L < 22,00 m
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
Persentase kendaraan pada jalur rencana dapat ditentukan dengan menggunakan
koefisien distribusi kendaraan C). Untuk jenis kendaraan ringan dan berat, koefisien
distribusinya adalah seperti pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Koefisien Distribusi Kendaraan, C
Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)
Jumlah Jalur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
1,000
0,600
0,400
-
-
-
1,000
0,500
0,400
0,300
0,250
0,200
1,000
0,700
0,500
-
-
-
1,000
0,500
0,475
0,450
0,425
0,400
Keterangan : *) = berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) = berat total 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-18
5.5-7. Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen
Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada permulaan umur
rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah
untuk jalan dengan median. LHR merupakan unsur penting dalam menentukan besarnya
lintas ekivalen suatu ruas jalan. Dengan memperhatikan besarnya LHR, koefisien distribusi
kendaraan dan angka ekivalen, maka besarnya lintas ekivalen dapat ditentukan dengan
rumus-rumus sebagai berikut seperti di bawah ini.
a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), yang merupakan jumlah lintas ekivalen harian-rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8160 kg pada jalur rencana yang diduga terjadi pada
awal umur rencana. LEP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
LEP = LHRj x Cj x Ej
j=1
dimana : j = jenis kendaraan.
b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA), adalah jumlah lalu lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8160 kg pada jalur rencana yang diharapkan terjadi pada akhir
usia rencana. LEA dapat dihitung dengan rumus :
n
LEA = LHRj (1+i)
UR
x Cj x Ej
j=1
dimana : j = jumlah kendaraan.
i = angka pertumbuhan lalu-lintas rata-rata (%/tahun)
UR = umur rencana (tahun).
c. Lintas Ekivalen Tengah (LET), merupakan jumlah lalu lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8160 kg pada jalur rencana yang diharapkan terjadi pada
pertengahan umur rencana. LET dihitung dengan menggunakan rumus :
LET = 1/2 (LEP + LEA)
d. Lintas Ekivalen Rencana (LER), adalah suatu besaran yang digunakan dalam nomogram
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal
seberat 8160 kg pada jalur rencana. LER dihitung dengan rumus :
LER = LET x UR/10
dimana : LER : Lintas Ekivalen Rencana
LET : Lintas Ekivalen Tengah
UR : Umur Rencana (tahun)
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-19
5.6 Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan dimana jalan dibangun sangat berpengaruh terhadap sifat teknis
konstruksi perkerasan dan sifat komponen material lapisan, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan. Kondisi lingkungan
ini di dalam perencanaan tebal perkerasan jalan disebut dengan Faktor Regional (FR).
Faktor utama yang sangan berpengaruh terhadap konstruksi jalan adalah air, baik air yang
berasal dari hujan ataupun air yang berasal dari dalam tanah. Keberadaan air biasanya
dipengaruhi oleh besar-kecilnya curah hujan pada daerah tersebut, semakin besar curah
hujannya maka jumlah air yang ada akan semakin besar pula. Disamping itu, kelandaian
jalan dan jumlah kendaraan berat yang akan menggunakan jalan tersebut juga akan ikut
berpengaruh didalam penentuan tebal perkerasan.
Didalam perencanaan pembangunan jalan, pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut
permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama. Dengan demikian
didalam menentukan tebal lapis perkerasan, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh
bentuk kelaindaian dan tikungan, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta
iklim setempat, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Faktor Regional (FR)
Kelandaian I
< 6%
Kelandaian II
6 - 10%
Kelandaian III
> 10%
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
30% > 30% 30% > 30% 30% > 30%
Iklim I
< 900 mm/th
0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
Iklim II
> 900 mm/th
1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan
tajam (R 30m), FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan
1,0.
5.7. Sifat Material Lapisan Perkerasan.
Perencanaan tebal perkerasan ditentukan juga dari jenis lapisan perkerasan. Hal ini
ditentukan dari tersedianya material di lokasi dan mutu material tersebut. Ketersediaan
material di lokasi akan berpengaruh terhadap biaya pembangunan secara langsung,
mengingat biaya transportasi yang harus dikeluarkan apabila material harus didatangkan
dari luar daerah. Namun begitu, kualitas material juga harus dijaga agar mutu konstruksi
jalan yang dibuat dapat dicapai. Dengan pertimbangan tersebut, banyak sekali alternatif
dari material yang dapat dipilih dan dipercaya sangat ekonomis dari segi pembiayaan, juga
cukup baik dalam hal kekuatannya.
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-20
Bina Marga telah menetapkan suatu nilai tertentu untuk material yang dipakai sebagai
bahan lapisan perkerasan jalan, yang dapat digunakan dalam merencanakan ketebalan
dari masing-masing lapisan perkerasan jalan tersebut.
5.7-1. Koefisien Kekuatan Relatif.
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditetapkan secara korelasi sesuai nilai dari pengujian
Marshal (MS, untuk bahan dengan pengikat aspal), kuat tekan (Kt, untuk bahan hasil
stabilisasi kapur dan semen) atau CBR (untuk lapis pondasi bawah). Tabel 5.11
memperlihatkan nilai kekuatan relatif (a) untuk berbagai bahan yang digunakan untuk
lapis perkerasan.
5.7-2 Batas-batas Minimum Tebal Perkerasan
Disamping memberikan nilai koefisien sebagaimana tersebut di atas, Bina Marga juga
membatasi ketebalan dari masing-masing lapisan yang paling minimum sehubungan
dengan beban lalu lintas yang akan diterimanya. Batasan minimum ini ditetapkan untuk
tujuan penghematan biaya yang harus dikeluarkan, namun masih dapat memenuhi syarat
kekuatan yang diharapkan. Agar konstruksi perkerasan dapat bertahan sesuai dengan usia
rencana yang ditetapkan, sebaiknya batasan minimum tersebut tidak dilanggar.
Beban lalu lintas yang akan diterima oleh lapisan perkerasan merupakan suatu nilai yang
diberi nama dengan Indeks Tebal Perkerasan (ITP), sebagaimana disebutkan dalam tabel
5.12 untuk lapis permukaan, tabel 5.13 untuk lapis pondasi dan tabel 5.14 untuk lapis
pondasi bawah.
Tabel 5.11 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien Kekuatan
Relatif
Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg) KT
(kg/cm2)
CBR (%)
0,40
0,35
0,32
0,30
0,35
0,31
0,28
0,26
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
744
590
454
340
744
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
LASTON
LASBUTAG
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-21
0,30
0,26
0,25
0,20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,28
0,26
0,24
0,23
0,19
0,15
0,13
0,15
0,13
0,14
0,12
0,11
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,13
0,12
0,11
0,10
340
340
-
-
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
22
18
22
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100
80
60
70
50
30
20
H R A
ASPAL MACADAM
LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)
LASTON ATAS
LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)
SOIL CEMENT
STAB. TANAH + KAPUR
BATU PECAH (KELAS A)
BATU PECAH (KELAS B)
BATU PECAH (KELAS C)
SIRTU/PITRUN (KELAS A)
SIRTU/PITRUN (KELAS B)
SIRTU/PITRUN (KELAS C)
TANAH/LEMPUNG
KEPASIRAN
Tabel 5.12 Batas-batas Minimum Tebal Lapis Permukaan.
ITP Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00
3,00 - 6,70
6,71 - 7,49
7,50 - 9,99
10,00
5,0
5,0
7,5
7,5
10
Lapis pelindung (Buras, Burtu, Burda)
Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
Lasbutag, Laston
Laston
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-22
Tabel 5.13 Batas-batas Minimum Tebal lapis Pondasi
ITP Tebal
Minimum
(cm)
Bahan
< 3,00
3,00 - 7,49
7,50 - 9,99
10,0 - 12,14
12,25
15
20*
10
20
15
20
25
Batu pecah, stabilisasi tanah/semen, stabilisasi
tanah/kapur.
Batu pecah, stabilisasi tanah/semen, stabilisasi
tanah/kapur.
Laston Atas
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
pondasi Macadam
Laston Atas
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas
* batas 20 cm dapan diperkecil hingga 15 cm apabila pondasi bawah menggunakan material
berbutir kasar.
Tabel 5.14 Batas Minimum Tebal Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah maka tebal minimum adalah 10
cm.
5.8 Bentuk Geometrik Lapisan Perkerasan
Lapis perkerasan jalan harus dibentuk sedemikian rupa sehingga pengaruh air dapat
dihindari sejauh mungkin. Bentuk geometrik lapisan perkerasan jalan mempengaruhi
cepat atau lambatnya aliran air untuk meninggalkan lapisan perkerasan j.alan. Bentuk
permukaan yang terlalu datar akan mengakibatkan aliran air yang jatuh pada permukaan
jalan tersebut lambat. Lambatnya pengaliran air akan memberi kesempatan untuk
meresap ke lapisan perkerasan. Sebaliknya bentuk yang terlalu curam kemiringannya,
disamping akan mengakibatkan timbulnya erosi juga akan mengurangi kenyamanan dalam
mengemudi.
Pada umumnya bentuk geometrik lapisan perkerasan dapat dibedakan atas :
Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan
Hamdi, Politeknik Negeri Sriwijaya 2012 5-23
a. Konstruksi penuh sebadan jalan (full width construction)
Gambar 5.3 Konstruksi penuh sebadan jalan (full width construction)
Lapisan perkerasan diletakkan di atas tanah dasar pada seluruh badan jalan. Keuntungan
dari jenis konstruksi ini adalah air yang jatuh dapat segera dialirkan ke luar lapisan
perkerasan.
b. Konstruksi berbentuk kotak (boxed construction)
Gambar 5.4 Konstruksi bentuk kotak (box construction)
Lapisan perkerasan diletakkan di dalam lapisan tanah dasar. Jenis konstruksi ini memiliki
kelamahan yaitu air yang jatuh diatas permukaan di samping akan mengalir meninggalkan
konstruksi perkerasan juga akan meresap ke dalam badan konstruksi. Air yang tertahan di
dalam badan jalan akan lambat keluar akibat tertahan oleh material tanah dasar.
ASPAL
BASE
SUBBASE
SUBGRADE
SUBGRADE
SUBBASE
BASE
ASPAL

Anda mungkin juga menyukai