Anda di halaman 1dari 166

SUMMUM IUS

SUMMA INJURIA

Miftahul Huda, SH.


Dr. Zulkifli, M.Ag.
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA
(Keadilan Tertinggi Adalah Ketidakadilan Tertinggi)

Penulis: Miftahul Huda & Zulkifli


Desain sampul dan Tata letak: Yovie AF

ISBN: 978-623-7885-41-2

Penerbit:
KALIMEDIA
Perum POLRI Gowok Blok D 3 No. 200
Depok Sleman Yogyakarta
e-Mail: kalimediaok@yahoo.com
Telp. 082 220 149 510

Bekerjasama dengan:
Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Distributor oleh:
KALIMEDIA
Telp. 0274 486 598
E-mail: marketingkalimedia@yahoo.com

Cetakan pertama, November 2022

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami ucapkan


kepada Tuhan yang maha esa, yang telah mencurahkan nikmat
serta karunianya sehingga dapat merampungkan karya buku
yang berjudul “Summum Ius Summa Injuria” yang berarti
keadilan tertinggi adalah ketidak adilan tertinggi. Sebuah frasa
yang menggambarkan harapan Cicero seorang filsuf di zaman
Romawi kuno agar proses penegakkan hukum bukan hanya
semata-mata untuk menjamin dan mewujudkan kepastian
hukum, melainkan juga untuk mewujudkan rasa keadilan bagi
masyarakat. Hukum harus dimaknai sebagai alat atau sarana
untuk mencapai keadilan, sehingga hukum tidak boleh ter-
belenggu oleh hukum tertulis dan pemaknaan sempit terhadap
asas legalitas agar putusannya tidak kehilangan nilai-nilai
keadilan dan kemanfaatannya. Oleh karena hukum senantiasa
memberikan rasa kebermanfaatan yang sebesarbesarnya bagi
masyarakat dengan menjamin nilai-nilai keadilan berdasarkan
moral untuk dapat di raih sebagai sarana esensial mewujudkan
eksistensi kehidupan manusia dalam peradaban yang ada.
Harapan akan tegaknya keadilan yang bersumber dari nilai-nilai
moral merupakan narasi dan pengharapan yang konkret untuk
mewujudkan peradaban yang gemilang dan terbilang dalam
perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena
hukum akan pincang tanpa adanya keadilan, serta keadilan akan

iii
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

buta tanpa adanya hukum. Sehingga hukum dan keadilan senan-


tiasa melengkapi satu dengan yang lainnya. Sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah frasa hukum equum et benum est lex
legum, bahwa keadilan sejatinya merupakan representasi dari
hukum itu senidiri. Sehingga penegakan keadilan dalam upaya
kepastian hukum harus dapat benar-benar dapat dirasakan
manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada.
Buku ini di susun dari gagasan narasi penulis berdasarkan
pengamatan penulis dalam muamalah kebangsaan yang di
kemas dengan bahasa normatif sehingga melatih nalar dan intuisi
pembaca untuk memahaminya secara mendalam. Buku ini di
susun dari 25 judul yang relevan dengan kondisi perkembangan
zaman dimana penulis membukukan karyanya. Sebagai upaya
penulis menjalankan amanat konstitusi dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dengan mencerdaskan
kehidupan berbangsa dan bernegara lewat literasi ringan yang
akan mengubah pola pikir pembaca mengenai cara menanggapi
dinamika fenomena sosial yang ada. sejatinya perintah literasi
merupakan perintah fundamental yang bersumber dari nilai-
nilai moral sebagai upaya mewujudkan peradaban yang
gemilang dan terbilang bagi nusa dan bangsa. Sehingga dari-
pada itu ikhtiar untuk membumikan literasi di Bumi Indonesia
adalah tugas kita bersama, terkhusus buku ini menanggapi
dinamika sosial hukum yang ada. Sehingga daripada itu
keberadaan hukum sangat esensial bagi keberlangsungan
kehidupan manusia dimana rasa keadilan yang dirumuskan
mengacu pada pengertian-pengertian aturan baku yang dapat
di pahami masyarakat dan berpeluang untuk dapat dihayati,
karena rasa keadilan merupakan “soko guru” dari konsep-konsep
the rule of law. Jika rasa keadilan masyarakat tidak terjadi maka
semakin besar ketidakpeduliannya terhadap hukum, karena
pelaksanaan hukum menghindari anarki. Penegakan hukum
tetap dikaitkan dengan fungsi hukum, filsafat negara, dan

iv
KATA PENGANTAR

ideologi negara, karena ketiganya berperan dalam pembangunan


suatu bangsa. Filsafat hidup bangsa (weltanschauung) lazininya
menjadi filsafat negara atau Ideologi Negara, sebagai norma dasar
(groundnorm). Maka diharapkan keadilan dan kebermanfaatan
dari kepastia hukum yang ada dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat tanpa terkecuali. Karena sejatinya penegakan hukum
adalah suatu hal yang mutlak demi mewujudkan keadilan dan
kebermanfaatan yang bersumber dari nilai-nilai moral yang ada.
oleh karena negara ini adalah negara hukum, maka certainty of
law atau kepastian hukum dapat dirasakan oleh semua kalangan
masyarakat yang berketuhanan yang maha esa.
Meskipun buku ini telah kami susun dengan sungguh-
sungguh dan susah payah, namun kami mengakui bahwa kami
hanyalah manusia yang tidak pernah lepas dari salah dan dosa.
Karena sejatinya manuisa senantiasa berbuat salah sebagai
naluriah kehidupannya. Maka kami berharap semoga pembaca
sekalian dapat memaafkan dan memaklumi kesalahan yang
kami tulis. Serta besar harapan bagi kami untuk para pembaca
sekalaian unntuk memberikan kritik dan saran keada kami
sebagai upaya perbaikan diri dan karya kami di masa yang akan
dating dalam upaya membumikan literasi di Republik Indonesia
yang tercinta ini. Kami juga mengharapkan semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi para penulis sekalian untuk membukan
tsaqofah serta wawasan dalam dunia hukum untuk mewujudkan
keadilan dan kebermanfaatan dari kepastia hukum yang ada.
semoga apa yang kami usahakan dapat di balsa oleh Tuhan yang
maha esa sebagai amal jariyah yang senantiasa mengalir bagi
penulis kelak di hari akhir. Akhirul kalam ut sementem faceris ita
metes (siapa yang menanam sesuatu, maka ia akan menuainya).

Pekanbaru, 04 Juli 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR__ iii


DAFTAR ISI__ vii
1. KEBUTUHAN ESENSIAL MANUSIA TERHADAP HUKUM DALAM
UPAYA MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI KEHIDUPAN__ 1
2. LEGITIMASI MORAL DALAM KEKAUASAAN DALAM UPAYA MELAHIRKAN
KEBIJAKSANAAN__ 7
3. PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI SYARAT MUTLAK
KEMAJUAN BANGSA__ 13
4. POSITIFIKASI HUKUM AGAMA SEBAGAI UPAYA MENSEJAHTERAKAN
KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA__ 19
5. DISTORSI ANARKISME DALAM SISTEM DEMOKRASI__ 25
6. TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS SISTEM PRESIDENSIALISME DAN
MULTI PARTAI DI INDONESIA__ 33
7. SEXUAL HARRASMENT SEBUAH NESTAPA YANG HARUS
DIAKHIRI__ 41
8. PARTAI POLITIK DAN PANCASILA SEBAGAI RECHTSIDEE DALAM
NEGARA DEMOKRASI__ 47

9. HAK RECALL PARTAI POLITIK VS DAULAT RAKYAT DALAM NEGARA


DEMOKRASI__ 53
10. MENGUJI RELEVANSI PENERAPAN PRESIDENTAL TRESHOLD DALAM
PEMILU DI INDONESIA__ 59

vii
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

11. PENERAPAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA


EXTRAORDINARY CRIME KORUPSI__ 65
12. SEBUAH POLA PIKIR SESAT DI BALIK WACANA PENUNDAAN
PEMILU 2024__ 71
13. PROBLEMATIKA RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGARA DALAM
PERSPEKTIF KETATANEGARAAN__ 77
14. DISORIENTASI PERILAKU PENYIMPANGAN SEKSUAL LGBT DI
TENGAH-TENGAH MASYARAKAT BERKETUHANAN YANG MAHA
ESA__ 85
15. PENGUATAN EKSISTENSI TRIAS POLITIK DALAM UPAYA CHECK AND
BALANCES DI INDONESIA__ 91
16. KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN SEBAGAI PILAR HAK
ASASI MANUSIA DI INDONESIA__ 97
17. PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
SEPANJANG MASA__ 103
.

18. NEGARA HUKUM DEMOKRATIS YANG DI IDAM-IDAMKAN__ 109


19. FREE AND FAIR ELECTION SEBUAH PRINSIP MENJAWAB DINAMIKA
ANOMALI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK DI TAHUN 2024__ 115
20. PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
LINGKUNGAN UNTUK GENERASI DI MASA YANG AKAN DATANG__ 119
21. KEBEBASAN MEDIA PERS SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN WUJUD
DARI KEDAULATAN RAKYAT__ 127

22. POLITIK H UKUM SEBAGAI SEBUAH H AKIKAT DALAM U PAYA


MEWUJUDKAN HUKUM DAN CITA-CITA NEGARA__ 133
23. EKSISTENSI NEGARA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN
DUNIA AMANAT KONSTITUSI__ 139
24. MENGGUGAT PERSPEKTIF S UBYEKTIFITAS K EADILAN DALAM
HUKUM__ 147

viii
DAFTAR ISI

25. KEDAULATAN RAKYAT SEBAGAI PILAR NEGARA HUKUM


DEMOKRATIS __ 153

DAFTAR PUSTAKA __ 161


PROFIL PENULIS __ 165

ix
SEKAPUR SIRIH

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
kenikmatan yang diberikan kepada kita sehingga sampai pada
saat ini kita masih diberikan kesempatan untuk mencurahkan
segala pemikiran dalam suatu karya yang tentunya sangat
memberikan manfaat, sumbangsih pemikiran berupa sebuah
buku yang dilakukan oleh rekan sejawat saya ini, Miftahul Huda.
Sebagai Direktur Organisasi Bantuan Hukum Pusat
Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (OBH PAHAM)
Cabang Riau, saya sangat berterima kasih untuk diminta
memberikan kata sambutan dalam buku beliau ini. Pertama,
Saya sangat mengapresiasi kerja keras, perjuangan dan optimis
yang dilakukan oleh rekan sejawat saya ini hingga menghasilkan
sebuah buku yang kritis, yang kini hadir di hadapan pembaca
dengan judul “Summum Ius Summa Injuria (Keadilan Tertinggi
Adalah Ketidakadilan Tertinggi)”. Pemilihan judul yang dilaku-
kan merupakan Sebuah frasa yang sangat popular dalam
lapangan ilmu hukum oleh Cicero seorang filsuf di zaman
Romawi kuno. Jika merujuk pada judul buku tersebut, buku ini
mencoba memaparkan dengan ringkas permasalahan Hukum,
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi. Sudut pandang dan
pengamatan yang digunakan oleh penulis sangat baik dan sarat
akan tradisi ilmiah dalam merespon persoalan krusial buku
tersebut, sepengetahuan saya, penulis juga sangat memiliki
semangat juang dalam melahirkan karya ilmiah berupa tulisan

xi
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

yang sangat relevan dengan masalah kebangsaan dan negara


yang sudah tersebar dibeberapa media.
Buku ini layak untuk menjadi acuan dan referensi bagi
siapapun yang berkecimpung dalam dunia hukum terkhususnya
para calon sarjana hukum dan aktivis yang bergelut dengan
hukum. Dunia hukum sangat membutuhkan para sarjana
hukum yang responsif dan memiliki penalaran hukum yang baik
dalam menyikapi dan menegakkan pondasi bangunan hukum
yang mulai keropos dan berpotensi roboh. Maka hal ini akan
sangat dimungkinan bagi para sarjana hukum untuk kembali
mengutkakan pondasi bangunan hukum dengan mendapatkan
asupan referensi yang sangat kritis. Beberapa isu yang diangkat
akan sangat mampu menambah nilai plus dalam buku ini.
Semoga dengan adanya karya ini, Miftahul Huda, tidak
pernah merasa puas dan cukup terhadap apa yang telah dicapai-
nya saat ini. Saya sangat berharap untuk tetap terus menghasilkan
berbagai buku dan karya ilmiah untuk kedepannya. Sekali lagi
saya mengucapkan selamat atas penerbitan buku ini dan tetap
terus memberikan sumbangsih pemikiran dan gagasan untuk
bangsa dan negara ini.

Pekanbaru, 3 Agustus 2022

Alfikri, S.H., M.H.


Direktur Organisasi Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum
dan Hak Asasi Manusia (OBH PAHAM) Cabang Riau

xii
I
KEBUTUHAN ESENSIAL MANUSIA TERHADAP
HUKUM DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN
EKSISTENSI KEHIDUPAN
“Summum Ius Summa Injuria (Keadilan tertinggi adalah
Ketidakadilan tertinggi” -Marco Tulio Ciceróna-

Keberadaan manusia dalam melangsungkan kehidupannya


tidak pernah terlepas dari kebutuhan manusia sebagai makhluk
hidup untuk menjalankan naluriahnya dalam hal menerima
kesejahteraan dan ketentraman yang diperoleh dari rasa keadilan
dan kedamaian dalam kehidupan. Dimana fitrah naluriah
manusia selalu membawa kepada kedamaian secara internal
dalam pribadinya serta keadilan secara eksternal dalam keber-
langsungan kehidupan yang dimilikinya. Tujuan hukum sendiri
senantiasa bersifat universal dengan penyelesaian permasalahan
yang dialami oleh manusia melalui perantara pengadilan yang
ada. dahulu para filsuf Yunani senantiasa meyakini keberadaan
hukum moral sebagai tolak ukur keadilan yang diperoleh manusia
terhadap permasalahan yang dialaminya lewat pengadilan
sebagai instrumen penyelesaian permasalahan yang ada. Karena
hukum dan keadilan senantiasa berjalan seiring seirama dalam
perjalanan hidup. oleh karena hukum dan keadilan senantaisa
bertujuan memberikan kebermanfaatan sebanyak mungkin
kepada anggota masyarakat yang ada sebagai hakikat dari
naluriah kebutuhan manusia dalam hal kebahagiaan yang ada.
Memperoleh hukum atas dasar keadilan juga bukanlah sebuah
persoalan yang mudah, dimana hukum senantiasa berpedoman

1
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

terhadap ilmu yang merupakan aksiologi alat kebudayaan dan


kemajuan bagi peradaban manusia di muka bumi. Sehingga
muara dari keberadaan ilmu dalam hukum mengantarkan
hukum yang ada kepada suatu bentuk keadilan yang dapat
dirasakan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara yang
ada.
Keadilan senantiasa bersifat subyektif, dimana menurut
beberapa pihak yang menjadi korban akan keberadaan sebuah
hukum berasumsi bahwa hukum tidaklah mengantarkan ke-
hidupan kepada keadilan. Berbeda halnya dengan pihak yang
menuntut akan sebuah hukum terhadap pihak lainnya, maka
dengan serta merta pihak tersebut akan berasumsi bahwa hukum
senantiasa membawa kepada keadilan yang hakiki. Lantas
ketika berbicara keadilan, sejatinya adil merupakan sebuah kata
kerja yang bersifat aktif dimana keadilan senantiasa meletakan
sesuatu pada tempatnya serta memberikan orang atas seuatu
yang menjadi haknya sum cuique tribuer (to rech his own). Adapun
perihal perspektif keadilan itu sendiri, terdapat dua jenis keadilan
yang ada dalam kehidupan. keadilan tersebut adalah keadilan
komutatif (justitia commutative) dan keadilan distributif (justitia
distributive). Dimana keadilan distributif senantiasa menuntut
bahwa setiap orang mendapat suatu yang menjadi haknya. Jatah
ini tidak sama bagi setiap orang yang ada, dimana ukuran ke-
adilan ini bersifat proposional sesuai hak yang menjadi kepe-
milikan manusia yang menerimanya. Berbeda halnya dengan
jenis keadilan yang kedua yakni keadilan komutatif yang
senantiasa memberikan setiap orang sama rata hak yang menjadi
kepemilikannya. Dimana keadilan ini merupakan sebuah
kewajiban yang sama rata bagi kehidupan sesamanya, dalam
hal yang dituntut dalam keadilan ini adalah persamaan yang
diperoleh anatara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Hal
ini sejalan dengan salah satu prinsip keberadaan hukum (equality
befoore the law).

2
KEBUTUHAN ESENSIAL MANUSIA TERHADAP HUKUM

Sehingga tatkala keadilan sudah berjalan seiring dan


seirama dengan hukum yang ada, maka dengan sendirinya
hukum menjadi sebuah kebutuhan esensial bagi kehidupan
manusia dalam pergaulan kehidupan yang dijalaninya tersebut.
Sehingga hal tersebut akan menjamin kebahagiaan sebesar-
besarnya bagi kehidupan manusia yang ada dalam jumlah
sebanyak-banyaknya (the greatest good the greatest number).
Sehingga daripada itu hukum yang ada sejalan dengan ketentuan
hukum positif Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD
alinea ke 4 dalam hal melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kese-
jahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena hukum
senantiasa memberikan rasa aman dan ketentraman pada
kehidupan dengan menghasilkan nilai-nilai keadilan yang ada,
sehingga daripada itu equum et benum est lex legum yang berarti
keadilan adalah hukum itu sendiri. Sehingga ketika hukum tidak
lagi menghasilkan keadilan yang dapat dinikmati, maka sejatinya
hal tersebut bukanlah hukum. oleh karenanya keberadaan hukum
yang ada senantiasa mmembutuhkan moral sebagai sumber
inspirasi pembuatannya sebagai langkah memperoleh keadilan
dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
ada. Dan tujuan tersebut baru dapat dirasakan apabila kebera-
daan hukum dilembagakan agar dapat dipahami dan diterapkan
guna memperoleh hak dalam pelaksanaan kewajiban dalam
kehidupan yang ada.
Setidak-tidaknya adal lima unsur yang menjadikan ke-
beradaan hukum sangat esensial dalam eksistensi kehidupan
manusia: menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga
keturunan dan menjaga harta benda. Dimana lima unsur tersebut
bersifat mendesak untuk diperoleh dari keberadaan hukum dalam
kehidupan manusia. Penjagaan manusia terhadap agama yang

3
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

merupakan unsur pertama dari tujuan keberadaan hukum


mengantarkan manusia untuk senantiasa mengatur hubungan
manusia kepada Tuhan penciptanya. Dimana kebutuhan manusia
akan agama merupakan sebuah unsur naluriah sebagaimana
yang dikatakan oleh montesqueu dalam kitabnya the spirit of
law. Ketika hubungan manusia kepada Tuhan sang pencipta baik,
maka secara otomatis akan mengantarkan kehidupan yang ada
menjadi harmonis berjalan sesuai dengan ketertiban yang ada.
Dimana sejatinya Tuhan telah meletakan kewajiban dan larangan
kepada manusia dengan imbalan perolehan ganjaran kebaikan
dan keburukan berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh
manusia tersebut. Sehingga dimensi keimanan atau keyakinan
mengantarkan manusia kepada naluriah atau misi diciptakannya
manusia sebagai pemimpin di muka bumi. Unsur ke dua yang
menjadikan keberadaan hukum sangat esensial bagi eksistensi
kehidupan yang ada adalah dalam hal penjagaan jiwa. Dimana
jiwa ataupun nyawa manusia dalam hal kehidupan merupakan
kekayaan yang paling berharga yang dimiliki manusia. Jiwa
yang ada senantiasa akan tentram apabila terdapat ketentuan
hukum yang menjadi pelindung dalam kehidupan yang ada.
Keberadaan manusia yang tak pernah terlepas dari persoalan
konflik yang ada akan terselesaikan dengan keberadaan hukum
yang menghasilkan sebuah hak bersifat asasi dalam kehidupan
manusia. Peperangan yang merupakan contoh konflik antara
bangsa atau sesama manusia dan merenggut jutaan nyawa
manusia di muka bumi tidak akan pernah terselesaikan kecuali
terdapat sebuah hukum yang disepakati oleh seluruh pihak yang
ada sehingga menghasilkan sebuah hak bersifat asasi dan wajib
dihormati guna memperoleh ketentraman dan perdamaian abadi
berdasarkan keadilan sosial. Hal yang tak kalah penting dalam
unsur keberadaan hukum lainnya bagi manusia adalah pen-
jagaan terhadap akal, dimana hal ini dapat dilakukan dalam
penegakan hukum dalam pergaulan hidup manusia antra sesama

4
KEBUTUHAN ESENSIAL MANUSIA TERHADAP HUKUM

manusia. Seperti hukum terhadap larangan narkotika, minuman


keras dan beragam jenis perbuatan yang mengantarkan manusia
terhadap hilangnya akal pikiran sebagai makhluk terhormat
yang Tuhan ciptakan di muka bumi. Unsur ke empat dari ke-
beradaan hukum adalah penjagaan keturunan, dimana sejatinya
hukum memberikan ketentraman dalam kehidupan yang ada
dengan mengatur perihal perkawinan dan larangan perbuatan
zina untuk melestarikan keturanan dan mencegah keturunan
yang buruk dan mengantarkan manusia ketertiban dalam pelak-
sanaan kehidupan yang ada. Serta unsur terakhir dari keberadaan
hukum adalam penjagaan dalam harta benda. Dimana naluriah
penciptaan manusia senantiasa meletakan kecintaan terhadap
harta sebagai benda metafisikal dalam kehidupan. Bahkan
seandainya manusia memiliki satu lembah harta, maka manusia
tidak akan pernah puas dan menginginkan satu lembah kembali
untuk memenuhi kehidupannya. Sehingga keberadaan hukum
akan menjaga harta sebagai sebuah benda yang menjadi ke-
cintaan manusia dalam melaksanakan kehidupan yang ada.
Sehingga daripada itu keberadaan hukum sangat esensial
bagi keberlangsungan kehidupan manusia dimana rasa keadilan
yang dirumuskan mengacu pada pengertian-pengertian aturan
baku yang dapat di pahami masyarakat dan berpeluang untuk
dapat dihayati, karena rasa keadilan merupakan “soko guru” dari
konsep-konsep the rule of law. Jika rasa keadilan masyarakat tidak
terjadi maka semakin besar ketidakpeduliannya terhadap
hukum, karena pelaksanaan hukum menghindari anarki. Pene-
gakan hukum tetap dikaitkan dengan fungsi hukum, filsafat
negara, dan ideologi negara, karena ketiganya berperan dalam
pembangunan suatu bangsa. Filsafat hidup bangsa (weltan-
schauung) lazimnya menjadi filsafat negara atau Ideologi Negara,
sebagai norma dasar (groundnorm). Norma dasar ini menjad
sumber cita dan moral bangsa karena nilai ini menjadi Cita
Hukum dan paradigma keadilan suatu bangsa sesuai dengan

5
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

hukum yang berlaku Hukum Positif. Penjabaran terhadap


permasalahan keadilan merupakan hal yang sangat fundamental
karena keadilan merupakan salah satu tujuan dan hukum yang
diterapkan pada Hukum Positif dalam kehidupan suatu negara.
Hukum merupakan alat untuk mengelola masyarakat Law as a
tool of social engineering pembangunan, penyempurna kehidupan
bangsa, negara dan masyarakat demi terwujudnya rasa keadilan
bagi setiap individu, yang berdampak positif bagi terwujudnya
“kesadaran hukum”. Ini merupakan cara untuk menjabarkan
fungsi hukum yang masih relevan dengan kehidupan peraturan-
perundang-undangan yang berlaku (Hukum Positif) guna
meraih rasa keadilan sebagai kebutuhan esensial bagi eksistensi
kehidupan yang ada.

6
2
LEGITIMASI MORAL DALAM KEKUASAAN
DALAM UPAYA MELAHIRKAN
KEBIJAKASANAAN
“َ‫ع‬‫ وا‬ ‫ إ‬  Tidak ada kekuasaan melainkan
apa yang sesuai dengan syariat.” –Imam Syafi’i-

Munculnya sebuah kekuasaan merupakan sebuah naluriah


manusia dalam berkehidupan guna mewujudkan visi dan misi
terhadap penciptaan manusia di muka bumi sebagai seorang
pemimpin yang mampu memakmurkan kehidupan berdasarkan
nilai-nilai kebaikan yang diyakininya. Prihal konsep kekuasaan
juga lahir sebagai sebuah kepercayaan untuk menciptakan
keharmonisan yang ada. Kekuasaan yang ada harus menam-
pilkan sebuah dampak dalam kehidupan berbangsa. Oleh karena
kekuasaan membutuhkan sebuah platform dalam kehidupan,
yang mana platfrom tersebut adalah negara. Oleh karena negara
merupakan sebuah platform dimana kekuasaan membutuhkan
pijakan tempat bernaung, maka kekuasaan juga membutuhkan
sebuah legitimasi untuk membuat sebuah pondasi yang kokoh
guna menjamin keberadaan kekuasaan tersebut. Kekuasaan yang
tidak di topang oleh sebuah legitimasi yang kokoh hanya akan
menghasilkan distabilitas dan destruksi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya hadirlah moralitas
sebagai legitimasi terhadap sebuah kekuasaan untuk mem-
bentuk kekuasaan yang kokoh dalam menghasilkan visi serta

7
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

misi dari kekuasaan untuk menebar kemakmuran dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara itu sendiri. Kekusaan yang
telah memperoleh legitimasi dari sebuah moralitas yang ada
bersumber dari nilai-nilai norma, agama, adat istiadat serta etika
dan akhlak yang baik dalam berkehidupan berbangsa dan ber-
negara. Bahkan lebih dari itu Pancasila sebagai dasar negara serta
konstitusi sebagai sumber hukum ketatanegaraan yang ada juga
senantiasa menanamkan nilai-nilai moral terhadap perjalanan
kekuasaan yang ada.
Pemahaman akan kekuasaan yang baik yang bersumber
dari nilai-nilai moral senantiasa melahirkan sebuah kebijaksanaan
dalam upaya penegakan nilai-nilai keadilan dan kemakmuran
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada. Dengan
kebijaksanaan seorang penguasa akan melahirkan keinsyafan
untuk senantiasa berbuat amanah dalam menjalankan tugas
sebagai penguasa yang ada. Dalam terminologi moral sebagai
sebuah agama diajarkan bahwa di sebuah masa pasca kehidupan,
yakni akhirat terdapat naungan serta pertolongan terhadap
penguasa yang adil dalam mengemban amanah pelaksanaan
tugas ketatanegaraan yang ada. Oleh karenanya penanaman
prinsip moralitas terhadap seorang pemimpin harus di tanam
secara kokoh guna melahirkan penguasa-penguasa yang adil
dalam menjalankan amanah yang diembannya. Determinansi
politik terhadap kekuasaan yang ada juga harus senantiasa
bersumber dari nilai-nilai moralitas sebagai upaya menghasilkan
sebuah kontestasi yang mendidik terhadap arti dari sebuah ke-
kuasaan yang baik. Agar kekuasaan yang ada senantiasa di-
naungi oleh hikmat serta kebijaksanaan serta menghindarkan
penguasa terhadap sebuah pesan yang disampaiakan oleh Lord
Acton power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutelly.
Perspektif mengenai pemahaman atas kekuasaan mengan-
tarkan kepada sebuah terminologi proses mempengaru tindakan
seseroang sehingga sesuai dengan keinginan dari sang penguasa

8
LEGITIMASI MORAL DALAM KEKUASAAN

yang ada. Sehingga dalam perjalanan kehidupan yang ada


seorang penguasa harus memiliki keinsyafan terhadap visi dan
misi yang baik dalam perjalanan kekuasaannya. Karena penguasa
merupakan cerminan terhadap rakyat yang dipimpinnya. Baik
perjalanan sebuah kekuasaan yang ada, maka rakyat yang
dipimpin juga akan menjadi baik. Namun sebaliknya apabila
buruk tingkah laku penguasa, maka tingkah laku rakyat yang
dipimpinnya juga akan menjadi buruk dengan sendirinnya.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Max Weber kemampuan
seoarang penguasa dalam membuat kebijaksanaan dalam setiap
kebijakan yang dilahirkan akan membentuk sebuah unsur ke-
hidupan sosial yang baik. Oleh karena kekuasaan yang ada
harus diserta dasar untuk memerintah manusia dengan baik,
dimana dasar dalam kekuasaan melahirkan nilai-nilai kebaikan
bagi manusia lainnya adalah dasar-dasar moral yang merupakan
etika atau akhlak sebagai sebuah representasi dari budi luhur
yang baik sebagai sebuah etika politik dalam berkehidupan
berbangsa dan bernegara yang ada. Bahkan dalam perjalanan
sebuah kekuasaan legitimasi moral sangat berpengaruh terhadap
kejayaan ataupun keruntuhan suatu peradaban kekuasaan yang
ada. Bagaimana dahulu kekuasaan kuno seperti kekuasaan kaum
Tsamud, kaum Ad, serta kaum Midyan dapat kokoh berkuasa
dalam menegakan sendi-sendi kehidupan yang ada, namun
tatkala moralitas telah hilang dalam diri penduduknya. Maka
seketika lenyap kekuasaan yang dibangun atas dasar material
duniawinya tersebut. Hal tersebut juga terjadai di abad modern
imperium kisra romawi dan kekairasan persia yang begitu kokoh
berjaya dalam peradaban yang ada dengan kekuasaan yang
agung, kekuatan maha dahsyat serta kekayaan yang bergeli-
mang. Namun ketikan moralitas lenyap dalam diri setiap
penduduknya, seketika itu juga lenyaplah peradaban kekuasaan
yang dibangun karena tidak lagi dilegitimasi oleh moralitas
sebagai sebuah nilai dalam menjalankan kekuasaan yang ada.

9
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Sehingga daripada itu moralitas menempati posisi yang sangat


penting dalam perjalanan sebuah peradaaban dalam bingkai
kekuasaan untuk melahirkan sebuah kekuasaan yang insyaf akan
sebuah kebijaksanaan dan hikmat.
Kekuasaan yang ada tidak pernah bisa melahirkan ke-
benaran terhadap dirinya sendiri kecuali bergantung kepada
moral yang bersumber dari sebuah kepercayaan akan ke-
beradaan Tuhan yang maha esa. Sebagaimana ynag diungkap-
kan oleh Magnis Suseno serta Thomas Aquinas filsuf terbesar di
abad pertengahan bahwa moralitas dalam kekuasaan yang ada
senantiasa bersumber dari nilai-nilai religiusitas terhadap ke-
yakinan akan Tuhan yang maha esa, sehingga kekuasaan yang
ada tidak pernah dapat tegak dengan kokoh melainkan didasar-
kan atas legitimasi terhadap moralitas yang bersumber dari
hukum kodrat (lex naturalis) yang didasari terhadap nilai-nilai
agama yang senantiasa melahirkan kebijaksanaan dalam ke-
hidupan yang ada. Hal ini juga sejalan atas kepercayaan seorang
Imam Al-Ghazali mengenai legitimasi moral yang bersumber dari
nilai-nilai keagamaan yang ada, dimana negara harus didirikan
berdasarkan nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama yang dimaksud
oleh Imam Al-Ghazali tersebut adalah nilai-nilai moralitas serta
keadilan yang harus senantiasa tegak dalam kehidupan suatu
negara yang bersumber dari ajaran religiusitas. Karena dengan
keadilan kehidupan dapat berjalan dengan tertib serta makmur,
dimana keadilan merupakan perintah Tuhan yang maha esa
kepada manuisa untuk senantiasa ditegakan sebagai upaya
melahirkan nilai-nilai luhur. Oleh karena kekuasaan bukan hanya
sekedar perjalanan kehidupan sosial semata, namun kekuasaan
yang ada akan senantiasa dimintai pertanggung jawabannya
kepada Tuhan yang maha esa. Sehingga pentingnya peran
kekuasaan dalam kehidupan, yang tidak hanya mengatur urusan
gejala sosial duniawi semata, namun lebih dari itu kekuasaan
merupakan dimensi yang sangat kuat terhadap alam ghaib

10
LEGITIMASI MORAL DALAM KEKUASAAN

nantinya. Hal ini sejalan terhadap nilai-nilai moral yang diajarkan


oleh Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup terhadap
perjalanan kekuasaan yang ada. Bahwa kekuasaan yang ada
harus senantiasa didasari atas ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Sehingga moralitas kekuasaan dapat menjadi
sebuah refleksifitas pandangan hidup yang baik dan tidak hanya
sekedar political consensus semata. Pancasila hadir dalam
kehidupan dalam dua dimensi yakni gentivus objectivus serta
gentivus subjectivus, yakni objek dari penelahaan studi yang ada
serta studi yang ada harus senantiasa bersumber dari nilai-nilai
yang dikandung oleh Pancasila sebagai sebbuah filosofi moralitas
kekkuasaan yang ada. Oleh karenanya kekuasaan tidak hanya
dipandang sebagai sebuah persoalan konstitusional semata,
lebih dari itu kekuasaan harus dipandang dalam segi persoalan
moraliatas. Sehingga kekuasaan yang ada tanpa legitimasi moral
hanya akan melahirkan kekuasaan yang destruktif dan pasif
dalam membuat kebijakan yang bijaksana demi melahirkan
kesejahteraan dan kemakmuran terhadap rakyat itu sendiri.

11
3
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI
SYARAT MUTLAK KEMAJUAN BANGSA
“Our commitment to human rights must be absolute, our laws
fair, our natural beauty preserved; the powerful must not
persecute the weak and human dignity must be enhanced.”
–Jimmy Carter–

Sejatinya Hak Asasi Manusia dan Manusia sebagai sebuah


individu adalah 2 hal yang tak terpisahkan, keduanya melekat
satu sama lain, diaman keduanya diibaratkan sebagai dua
permukaan dalam satu keping mata uang logam. Hal ini senada
dengan apa yang dikemukakan Jean-Jacques Rousseau seorang
filsuf terkemuka yang dengan pemikirannya meletus Revolusi
Prancis 1776 M, beliau mengatakan bahwa manusia akan
berkembang potensinya dan dapat merasakan nilai-nilai
kemanusiaan apabila hidup dalam suasana kebabasan alamiah,
dimana yang dimaksud dari kebebasan alamiah tersebut adalah
dengan adanya Hak Asasi yang melekat dalam diri seorang
manusia.
Menilik sedikit ke masa lampau dimana salah satu penyebab
lahirnya Hak Asasi Manusia adalah untuk menentang kejumudan
suatu bangsa akibat abolutisme totaliter para raja atau pemuka
agama dimasa lampau. Maka ketika itu sudah bertentangan
dengan fitrah alami manusia dengan sendirinya Hak Asasi
Manusia hadir dan menjadi tameng terkuat menentang
kejumudan sebagai akibat dari absolutisme totaliter para raja
dan pemuka agama dimasa lampau. Kita bisa mengingat

13
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

mengapa seorang Socrates filsuf Yunani kuno yang amat


cemerlang pemikiran dan keilmuan sekaligus guru dari seorang
Plato filsuf terbesar di masanya harus mengakhiri hidupnya
dengan cara di hukum mati melalui penegakan racun akibat
ajaran beliau tentang Hak Asasi Manusia yang meliputi ke-
bijaksanaan, keutamaan dan keadilan. Lebih jauh ditekankan
agar warga berani mengkritik pemerintah yang tidak mengin-
dahkan keadilan dan kebebasan manusia.
Selanjutnya pada tahun 1215 lahir piagam Magna Charta
dimana Kesewenang-wenangan raja Inggris mendorong para
bangsawan mengadakan perlawanan. Raja dipaksa menanda
tangani piagam besar (Magna Charta) yang berisi 63 pasal.
Tujuan piagam ini adalah membela keadilan dan hak-hak para
bangsawan. Dalam perkembangannya kekuatan yang ada pada
piagam ini berlaku untuk seluruh warga. Esensi Magna Charta
ini adalah supremasi hukum diatas kekuasaan. Piagam ini men-
jadi landasan terbentuknya pemerintahan monarki konstisusi-
onal. Prinsip-prinsip dalam piagam ini, pertama kekuasaan raja
harus dibatasi, kedua Hak Asasi Manusia lebih penting daripada
kedaulatan atau kekuasaan raja, ketiga dalam masalah kenegara-
an diamana pajak harus mendapatkan persetujuaan bangsawan,
keempat tidak seorang pun dari warga negara merdeka dapat
ditahan, dirampas harta kekayaannya, diperkosa hak-haknya,
diasingkan kecuali berdasarkan pertimbangan hukum.
Dari rentetan historis tersebut tidaklah aneh apabila seorang
Thomas Jefferson Presiden Amerika Serikat yang ketiga dengan
masa jabatan dari tahun 1801 hingga 1809. Dan seorang Pencetus
Deklarasi Kemerdekaan (1776) serta bapak pendiri Amerika
Serikat mengatakan Bahwa Hak Asasi Manusia pada dasarnya
adalah kebebasan manusia yang tidak diberikan oleh Negara.
Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat pada eksistensi
manusia individu. Pemerintah diciptakan untuk melindungi
pelaksanaaan hak asasi manusia. Dari pengertian tersebut jelas

14
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI SYARAT MUTLAK KEMAJUAN BANGSA

bahwa urgensitas Hak Asasi Manusia dalam hidup sebagai


karunia Tuhan tidak akan pernah terpisah dari individu seorang
manusia dan pemerintah harus hadir untuk senantiasa
melindungi dan menegakan Hak Asasi Manusia bagi masyarakat
dan bangsanya, karena kemajuan suatu bangsa mustahil dapat
diwujudkan apabila nilai-nilai dari Hak Asasi Manusia itu dilalai-
kan bahkan di rampas. Dalam perjalanannya Bangsa Indonesia
telah menempatkan Hak Asasi Manusia dalam konstitusinya
sebagai pedoman dalam penegakan dan perlindungannya
terhadap hak dari warga negara itu sendiri sebagaimana yang
tertuang di dalam UUD 1945 dan UU Hak Asasi Manusia Nomor
39 tahun 1999, walaupun dalam perjalanannya terdapat beberapa
catatan kejadian yang memilukan bahwa Hak Asasi Manusia
terkadang masih sering dirampas dan berjalan kurang optimal
dalam beberapa kondisi yang ada di Indonesia.
Konsep Hak Asasi Manusia di Indonesia tertuang dalam
Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm yang bertumpu pada
ajaran sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam
kesatuan dengan sila-sila yang lain. Konsep HAM dalam Pancasila
ini lebih mendasar jika dijelaskan dalam tatanan filosofis.
Pemahaman Pancasila sebagai filsafat bertitik tolak dari hakekat
sifat kodrat manusia sebagai manusia individu dan soaial. Konsep
Hak Asasi Manusia dalam Pancasila tidak hanya bedasarkan pada
kebebasan individu namun juga mempertahankan kewajiban
sosial dalam masyarakat serta ketentuan konstitusi yang menjadi
hukum. Kebebasan dalam Pancasila adalah kebebasan dalam
keseimbangan antara hak dan kewajiban antara manusia sebagai
individu dan sosial, manusia sebagai makhluk mandiri dan
makhluk Tuhan, serta keseimbangan jiwa dan raga. yang kemu-
dian didijabarkan dalam UUD 1945, setidaknya ada 6 yaitu; Hak
atas kedudukan yang sama atas hukum dan pemerintahan (pasal
2 ayat 1), Hak mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27
ayat 2), Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal

15
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

28), Hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28), Hak


atas kebebasan mameluk agama (pasal 29 ayat 2) dan Hak untuk
mendapatkan pengajaran (pasal 31). Ketika 6 prinsip Hak Asasi
Manusia tersebut ditegakan maka dengan otomatis kemajuan
bangsa akan kita capai dengan sendirinya. Karena hakikat ke-
majuan bukan semata-mata hanya diukur seberapa banyak
bangunan fisik yang dibangun, namun lebih dari itu seberapa
kuat kita konsisten dalam merawat dan menjaga serta mene-
gakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Dengan adanya peru-
musan Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam hukum positif
ini diharapkan mampu mengurangi dan mengakhiri pelanggaran
Hak Asasi Manusia di tanah air yang kita cintai ini, karena
ketentuan hukum ini mengikat negara atau warga negara yang
hidup didalamnya. Adanya undang-undang Hak Asasi Manusia
juga merupakan upaya preventif dan represif terhadap pelang-
garan Hak Asasi manusia yang ada.
Upaya dalam menjaga dan menegakan Hak Asasi Manusia
sejatinya harus senantiasa dilaksanakan sebagai upaya manusia
dalam hal penghargaan terhadap kodrat manusia, amanat
tertitinggi tujuan Bangsa Indonesia didirikan serta penghargaan
terhadap nilai-nilai keagamaan yang Tuhan karuniakan kepada
setiap hamba-hambanya. Oleh karena penegakan Hak Asasi
Manusia adalah sebuah upaya yang sangat fundamental dalam
berkehidupan sebagai bangsa yang berdaulat, maka diperlukan
langkah-langkah konkret dalam menegakan marwah dari Hak
Asasi Manusia itu sendiri. Langkah-langkah konkret yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Memasukan Hak Asasi manusia sebagai suatu nilai yang
harus senantiasa dipedomani bersama sebagai anak bangsa
melalui berbagai macam instrumen hukum yang ada di
Indonesia, baik berupa TAP MPR, undang-undang, peraturan
pemerintah serta peraturan-peraturan lain yang mengikat
warga negara dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara,

16
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI SYARAT MUTLAK KEMAJUAN BANGSA

karena pada sejatinya peraturan perundang-undangan yang


ada merupakan sebuah hukum itu sendiri (sprekhhuis van de
weit)
2. Meratifikasi berbagai macam kebijakan ataupun hukum
internasional ke dalam peraturan perundang-undangan yang
ada di Indonesia sebagai landasan ketentuan yang akan
menjamin upaya-upaya dalam hal penegakan Hak Asasi
Manusia di Indonesia.
3. Menumbuhkan kesadaran anak bangsa terhadap pentingnya
penegakan Hak Asasi Manusia. Baik di kalangan masyarakat,
pemerintah, aparat penegak hukum dan seluruh elemen anak
bangsa lainnya mengenai penghormatan terhadap kenis-
cayaan Hak Asasi Manusia sebagai sebuah prinsip kemajuan
suatu bangsa dan negara.

Ketika berbagai langkah dan upaya penegakan hukum


sudah terimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan ke-
tentuan regulasi yang ada dalam hal menjaga hubungan eksis-
tensi antara manusia dan kehidupan umum, serta menjaga dan
menghormati harkat dan martabat manusia melalui pemahaman
Hak Asasi manusia yang paripurna, maka kesejahteraan akan
dirasakan oleh peradaban suatu bangsa dan negara.

17
4
POSITIFISASI HUKUM AGAMA SEBAGAI UPAYA
MENSEJAHTERAKAN KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA
“  ‫رس‬  ‫ و‬‫و‬  ‫ أ‬ ‫رس و‬ ‫ن‬‫ وا‬‫ أ‬ ‫ن‬‫أ‬ ‫ وا‬‫ا‬
(Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan
dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa
dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang)”
-Imam Al-Ghazali-

Alexander Alexandrovich Friedmann mengungkapkan


bahwa semua usaha dalam rangka untuk menemukan standar
keadilan yang mutlak adalah gagal, kecuali dengan dasar-dasar
agama. Karena Agama merupakan unsur wahyu dan keimanan
tertinggi. Prinsip-prinsip yang ditentukan oleh Tuhan harus
dipercayai sebagai bagian dari keyakinan agama seseorang. Di
sisi lain, para filsuf yang menjadikan keadilan sebagai masalah
intuisi hanya berkhayal. Kepercayaan tertinggi mereka tidak
terletak pada prinsip-prinsip keadilan yang abadi, tetapi pada
kebijaksanaan, kebaikan atau kekuasaan manusia semata. Oleh
karena hal tersebut maka hukum agama menempati posisi
terpenting dalam perjalanan suatu ketatanegaraan yang ada. Hal
ini juga selaras apa yang disampaiakan oleh Charles-Louis de
Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu seorang filsuf
sekaligus ahli hukum Prancis dalam kitabnya yang berjudul De
l’esprit des lois yang menerangkan bahwa sejatinya sumber
hukum yang menjadi ketaatan seoarang manusia dalam

19
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

menjalankan kehidupannya bersumber dari agama, pemerintah,


moral serta adat istiadat dalam suatu peradaban. Sehingga
agama menempati posisi paling tinggi dalam perjalanan hukum
yang ada di dunia, dimana agama merupakan naluri kehidupan
seorang dalam menajalankan kehidupan dalam berkeyakinan
guna mengimplementasikan nilai-nilai teologi yang diyakininya
guna mengharapkan kecintaan dari Tuhan yang maha esa.
Sehingga hal ini sejalan dengan visi dari negara Indonesia
didirikan sebagaimana yang terkandung dalam butir Pancasila
sebagai staatsfundamental norm bahwa Indonesia merupakan
negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan atas
prinsip ketuhanan yang maha esa. Sehingga nilai-nilai agama
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
bisa terlepas dalam nilai-nilai yang terkandung dalam agama.
Itu menjadi sebab Indonesia sebagai bangsa religious yang
senantiasa menyandarkan ketentuan hukum dalam berkehi-
dupan atas dasar agama. Walaupun secara tekstual Indonesia bukan
negara agama, namun secara kontekstual di dalam kehidupan
yang ada Indonesia adalah negara agama serta menjadikan
agama sebagai inspirasi terpenting dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan yang ada sebagai landasan sumber hukum
dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbicara mengenai perjalanan hukum yang ada tidak bisa
terlepas dari nilai-nilai keadilan sebagai tujuan dibentuknya
sebuah hukum dalam kehidupan. Dimana sejatinya Keadilan
mutlak hanya ada pada hukum agama yang didasarkan kepada
wahyu, dan memuat prinsip-prinsip keadilan abadi. Seseorang
yang hidup menurut hukum agama, harus berbuat adil, tidak
hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada orang lain dan alam
sekitarnya. Hukum agama diturunkan dalam bentuk yang
umum dan garis besar permasalahan. Hukum-hukumnya
bersifat tetap, tidak berubah lantaran berubahnya masa dan
berlainnya tempat. Untuk hukum-hukum yang lebih rinci,

20
POSITIFISASI HUKUM AGAMA SEBAGAI UPAYA MENSEJAHTERAKAN KEHIDUPAN BERBANGSA

hukum agama hanya menetapkan kaedah dan memberikan


pedoman umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada
hasil ijtihad serta kesepakatan prosedural yang mengatur tentang
tata cara meraih keadilan yang diidam-idamkan. Dengan
menetapkan pedoman umum, hukum aagama benar-benar
dapat menjadi petunjuk yang universal, dapat diterima di semua
tempat dan setiap saat. Setiap waktu umat manusia dapat
menyesuaikan tingkah lakunya dengan garis besar hukum
agama, sehingga mereka tidak melenceng dalam kehidupan.
Selayaknya sebuah hukum sejatinya agama menjadi sumber
tertinggi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
yang ada sebagai sebuah produk hukum yang mengatur jalannya
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang
dikatakan oleh adegium lex dura set ita scripta bahwa sejatinya
hukum adalah sebuah peraturan tertulis yang harus ditaati dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai landasan yang berisi
perintah kebaikan dan larangan akan keburukan untuk
diimplementasikan oleh masing-maisng individu dalam
memperoleh kebebasan yang mendatangkan kesejahteraan dan
kemakmuran dalam berkehidupan.
Sebagai contoh bahwa Indonesia telah mengakomodir
hukum agama adalah beberapa peraturan berikut: Sila pertama
Pancasila: Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini merupakan
landasan bagi sila-sila yang lain dan juga seluruh aturan undang-
undang yang berlaku di Indonesia. Sehingga seluruh aturan yang
ada tidak boleh melenceng dari norma agama, Pasal 29 ayat 1:
Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa, Keputusan Uji
Materi MK tentang UU PNPS Nomor 1 tahun 1965 tentang
pencegahan, penyalahgunaan, dan/ atau penodaan agama. MK
menandaskan, Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, bukan
bangsa yang atheis, Impres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, UU
No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1989

21
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

tentang PA, UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,


UU No. 20 tahun 2003 tentang pasal 20 tentang pendidikan
agama, UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, UU No. 13 tahun 2008 tentang
Penyelenggaran Ibadah Haji, UU No. 19 tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara, UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah. Berdasarkan Pembukaan, Pasal 29 ayat (1)
Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahannya, serta penafsiran
Hazairin atas Pasal 29 ayat (1) UUD 45, hukum agama
merupakan sumber pembentukan hukum nasional di Indonesia.
Lebih lanjut menurut penafsirannya pula, di dalam Negara
Republik Indonesia tidak dibenarkan terjadinya pemberlakuan
peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
hukum Islam bagi umat Islam sebagai salah satu contoh hukum
keaagamaan yang menjadi isnpirasi dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan yang ada, demikian juga bagi
umat-umat agama lain, peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan hukum agama-agama yang berlaku
di Indonesia bagi umat masing-masing agama bersangkutan.
Ketetapan MPR RI No.IV/MPR-RI/1999 tentang GBHN, Bab IV,
Arah Kebijakan, A. Hukum, butir 2, menetapkan bahwa hukum
agama, Hukum Adat, Hukum Barat adalah sumber
pembentukan hukum nasional.

“Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu


dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum
Adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan
kolonial dan nasional yang diskriminatif, termasuk
ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan
reformasi melalui legislasi”

Hukum agama amat pantas menjadi sumber pembentukan


hukum nasional, karena dinilai mampu mendasari dan
mengarahkan dinamika masyarakat Indonesia dalam mencapai

22
POSITIFISASI HUKUM AGAMA SEBAGAI UPAYA MENSEJAHTERAKAN KEHIDUPAN BERBANGSA

cita-citanya, hukum agama mengandung dua dimensi, yakni:


pertama, di mensi yang berakar pada nas qat’i, yang bersifat
universal, berlaku sepanjang zaman, kedua, dimensi yang
berakar pada nas zanni, yang merupakan wilayah ijtihadi dan
memberikan kemungkinan epistemologis hukum bahwa setiap
wilayah yang dihuni oleh umat beragama dapat menerapkan
hukum agama secara beragam, lantaran faktor sosiologis, situasi
dan kondisi yang berbeda-beda.Upaya membentuk hukum
positif dengan bersumberkan hukum agama, sebenarnya telah
berlangsung lama di Indonesia, namun masih bersifat parsial,
yaitu: tentang perkawinan, kewarisan, perwakafan, penyeleng-
garaan haji, dan pengelolaan zakat. Untuk mengupayakan
pembentukan hukum positif bersumberkan hukum Islam yang
lebih luas dan selaras dengan tuntutan perkembangan zaman
diperlukan perjuangan gigih yang berkesinambungan,
perencanaan dan pengorganisasian yang baik, serta komitmen
yang tinggi dari segenap pihak yang berkompeten. Sehingga
upaya dalam rangka melakukan positivisasi hukum agama di
Indonesia merupakan langkah yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh para pemangku kebijakan yang ada sebagai
sebuah amanat tertinggi dari konstitusi dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai upaya menjamin
kebebasan warga negara dalam menjalankan kehidupan yang
ada serta meraih kesejateraan dalam berkehidupan, tidak hanya
di dunia terlebih lagi di akhirat. Oleh karenanya sebagaimana
yang diungkapkan oleh pericles seoarang filsuf ketika ditanya
oleh achiabelles dalam buku introduction to the problems of legal
theory yang mendefinisikan hukum sebagai segala sesuatu yang
ada di dunia serta dibuat oleh majlis yang berwewenang ataupu
pemerintah yang berkuasa dengan indikator apa yang diperintah
ataupun dilarang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan
masyarakat. Oleh karena kebaikan merupakan indikator yang
bersumber dari agama serta moralitas dan adat istiadat suatu

23
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

penduduk negeri. Maka perlu menjadikan agama sebagai


landasan berkehidupan guna menghasilkan sebuah hukum yang
dapat diterapkan oleh masyarakat guna mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidup yang berlandaskan
ketuhanan yang maha esa serta menjadikan kehidupan bangsa
sebagai kehidupan yang baldatun thoyyibatun wa robbu ghofur.

24
5
DISTORSI ANARKISME
DALAM SISTEM DEMOKRASI
“Democracy must be based on the rule of law and the equality of
every citizen without having to discriminate”
-KH. Abdurrahman Wahid-

Demokrasi merupakan sebuah sistem ketatanegaraan yang


ada dalam sebuah bentuk negara republik yang memberikan
kedaulatan sebesar-besarnya kepada rakyat untuk menjadi
komando terhadap perjalanan ketatanegaraan yang ada.
Sebagaimana pengertian dasarnya, demokrasi menempatkan
asas vox populi vox dei (suara rakyat suara Tuhan) sebagai sebuah
intisari dari perjalanan sebuah ketatanegaraan yang ada. Dari
ketentuan tersebut berkembang sebuah terminologi dari asas
demokrasi goverment by the people, goverment for the people and
goverment of the people (pemerintahan dari rakyat, pemerintahan
untuk rakyat dan pemerintahan oleh rakyat) sehingga rakyat
memegang kendali sangat besar dalam perjalanan negara yang
menganut sistem demokrasi yang ada di dunia saat ini. Demokrasi
sebagai sebuah sistem yang meletakan dirinya dekat dengan
rakyat adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan,
namun kenyataannya terkadang determinansi politik terhadap
perjalanan sebuah negara dapat menimbulkan demokrasi jauh
dari rakyat sebagai ruh dan nafas perjuangannya tersebut.
Sehingga hal tersebut menimbulkan paradoks tersendiri dalam
perjalanan sebuah ketatanegaraan yang ada, dimana elit politik

25
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

memegang kendali untuk mengendalikan perjalanan suatu


bangsa dan negara yang ada. Sehingga daripda itu, apabila
proses tersebut telah terjadi maka keuntungan sepihak dalam
perjalanan ketatanegaraan yang ada di raih oleh para oligarkus
yang rakus akan jabatan dan kekayaan yang bersifat meteri
terhadap perjalanan ketatanegaraan yang ada serta menjadikan
keadilan dan kesejahteraan sosial hanya sebatas mimpi dan
angan-angan semata.
Keterhambatan perjalanan sistem demokrasi dalam
mendekatkan dirinya kepada rakyat sebagai pilar utamanya
melahirkan sebuah gerakan-gerakan anarkisme sebagai sebuah
penyakit yang timbul apabila kepentingan rakyat di rampas oleh
segelintir penguasa yang memanfaatkan jabatan kekuasaannya.
Hal ini tentu merupakan sebuah musibah terbesar dari perjalanan
suatu sistem demokrasi yang ada. Sebagimana yang dikatakan
oleh Machiavelli bahwa sistem monarki yang ada di dunia saat
ini cenderung melahirkan tirani, sistem aristokrasi cenderung
melahirkan oligarki dan sistem demokrasi cenderung melahirkan
anarki. Sehingga dari pada itu perlu kiranya untuk senantiasa
meletakan asas dari kredo gerakan kebangsaan yang ada dalam
sebuah bingkai kebebasan dan kesetaraan antara warga negara
dalam hal jaminan akan kepastian hukum (certainty of law),
kesejahteraan (welfare state) serta meletakan hukum sebagai
sebuah alat untuk merekayasa kehidupan sosial yanng ada.
Karena apabila hal-hal tersebut tidak diindahkan dalam
perjalanan suatu sistem demokrasi dalam ketatanegaraan yang
ada maka anarkisme sebagai penyakit dari sistem ini akan lahir
dengan sendirinya. Dimana sejatinya anarki dalam artian
epistimologi berasal dari dua suku kata, yaitu an (tidak) dan archos
(kekuasaan, sistem pemerintahan/penguasa) yang berarti sebuah
gerakan untuk meruntuhkan kekuasaan dan menggantikan
sebuah tatanan sosial yang ada berdasarkan kebebasan dan
kesetaraan antara warga negara tanpa penguasa yang meme-

26
DISTORSI ANARKISME DALAM SISTEM DEMOKRASI

rintah. Oleh karena hal tersebut, maka akan lahir sebuah gerakan-
gerakan sosialisme lainnya yang sangat berlawanan terhadap
sebuah sistem kapitaslime yang ada. Hingga di akhir sebuah
ketatanegaraan yang ada akan terjadi huru-hara serta kekerasan
yang berkepanjangan sebagai respon dari keserakahan yang
dilakukan oleh segelintir kelompok yang ada.
Anarki sebagai teori politik yang menghasilkan gerakan-
gerakan bersifat sosialis adalah sebuah keniscayaan untuk
melawan pemerintahan-pemerintahan yang korup serta
merampas kebebasan individu dalam sebuah kehidupan negara
yang ada. Anarkis tidak bertujuan kepada “without order” tetapi
lebih kepada “without leader”. Anarkisme menolak otoritas dalam
bentuk apapun, terutama otoritas politik, yang termanifestasikan
dalam bentuk Negara. Anarki adalah teori dan praktik kebe-
basan membela martabat individu dalam hal penolakan segala
bentuk penindasan. Jika penindas itu pemerintah, anarki akan
memilih masyarakat tanpa pemerintah. Jika penindas itu hierarki,
anarki akan antihierarki. Jadi yang ditekankan di sini bukan
pemerintah atau hierarki yang jadi target perlawanan, melainkan
penindasan dalam dua otoritas tersebut. Pada tahun 1923 Ir.
Soekarno presiden pertama indonesia pernah menulis bahwa
“Anarchisme ialah salah satu faham atau aliran dari socialisme,
oleh karenanya anarchisme itu adalah lawannya kapitalisme.
Seorang anarchist, ialah pemeluk faham anarchisme itu, tidak suka
dengan milik (eigendom), oleh karena hak milik itu lahirnya dari
kapitalisme. Selain daripada itu anarchisme itu tidak mufakat
dengan tiap-tiap pemerintahan, oleh karena katanya bagaimana
demokratis atau kerakyatan pula pemerintahan itu di dalam
hakikatnya, tiap-tiap pemerintahan itu mengandung paksaan.
Menurut paham Anarchisme, seseorang yang hidup di dalam
masyarakat itu berhak atas kemerdekaan seluas-luasnya”. Manusia
dalam hakikatnya terlahir sebagai individu yang bebas dan
mempunyai hak hak asasi tertentu secara alamiah.

27
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Oleh karena perjaalanan suatu sistem demokrasi tidak boleh


terkhianati atas perampasan dan diskrimanasi individu yang ada,
maka lahirlah hukum sebagai sebuah manifestasi dari sebuah
moral yang juga merupakan sebuah adat istiadat dari suatu
negara yang ada. Indonesia dalam hal ini telah mengalami
perjalanan sejarah sistem demokrasi yang beraneka ragam dari
masa ke masa. Dimana pada tahun 1945-1957 Indonesia
menganut paham demokrasi parlementer sebagai pilar yang
menjalankan roda pemerintahan yang ada. Namun, perjalanan
sistem demokrai parlementer belum mampu untuk menghasilkan
sebuah pondasi kokoh hukum dalam ketatanegaraan yang ada
dimana siklus Demokrasi Parlemen hanya berjalan 12 tahun,
namun dinamikanya sangat mengejutkan. Partai politik yang
mewakili pelbagai ideologi, baik komunisme, nasionalisme, dan
agama bersaing secara tajam, dan pergolakan politik pun tidak
dapat dihindari. Upaya saling melakukan tarik menarik menjadi
karakter demokrasi di fase ini sehingga menyebabkan penyem-
pitan proses politik dan formulasi kebijakan hanya bermuara
pada kelompok elit dan belum menyentuh rakyat sama sekali,
maka bergantilah demokrasi parlementer menjadi demokrasi
terpimpin hingga tahun 1965 dalam masa pemerintahan Ir.
Soekarno. Dimana demokrasi Terpimpin seolah-olah berada di
atas angin dan terlena terhadap kendali kekuasaan yang berada
dalam genggamannya. Hal ini kian kentara tatkala Soekarno
menasbihkan dirinya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata. Sementra itu, ketimpangan politik yang semakin lebar
membuat perasaan kecewa pelbagai golongan baik di tingkat
nasional maupun di tingkat lokal. Selain hal tersebut di atas, watak
kepemimpinan Soekarno yang diktator serta sikap yang terlalu
akomodatif terhadap PKI menyebabkan munculnya pelbagai
gerakan subversif dalam masyarakat yang membuat pemerin-
tahan Soekarno pada fase ini menjadi tidak stabil, dan akhirnya
Demokrasi Terpimpin beserta kekuasaan rejim politik Soekarno

28
DISTORSI ANARKISME DALAM SISTEM DEMOKRASI

tumbang. Sehingga perjalanan demokrasi berganti kepada sistem


demokrasi Pancasila dengan meletakan pancasila sebagai asas
tunggal yang ada di zaman Soeharto hingga tahun 1998. Namun
Soeharto dipenghujung kekusaanya juga mengalami nasib yang
sama seperti Soekarno. Demokrasi Pancasila yang dikehendaki
Soeharto agar mampu mengawasi dan mengawal negara ternyata
berdampak pada munculnya pelbagai tindakan kekerasan.
Konflik sosial, anarki dan kekerasan kemudian menjadi kekuatan
pendorong terjadinya perubahan rejim politik Orde Baru kepada
Orde Reformasi. Hampir sama dengan perubahan rejim politik
Orde Lama kepada Orde Baru, di mana unsur kekerasan terlibat
di dalamnya. Bedanya, kekerasan pada perubahan rejim politik
Orde Baru kepada Orde Reformasi lebih kentara konflik kelas
seperti konflik antara kelas menengah dengan masyarakat kecil.
Dan terakhir dari tahun 1998 demokrasi yang ada hingga saat
ini berubah menjadi sistem demokrasi liberal yang meletakan
asas kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat sebagai sebuah
amanat dari reformasi yang bercirikan menempatkan kebebasan
induvidual dalam pembentukan struktur politik yang ada dalam
suatu ketatanegaraan.
Perjalanan suatu sistem demokrasi yang ada didunia saat
ini bukanlah sebuah perjalanan yang mudah, dimana sistem
demokrasi mengkehendaki kebebasan yang dimiliki oleh rakyat
sebagai pilar terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran
berdasarkan kebebasan yang dimiliki oleh para individu yang
ada. Kebebasan sebagai sebuah cita-cita yang dikehendaki dalam
kehidupan individual yang ada bukanlah sebuah proses yang
mudah semudah membalikan telapak tangan. Dibutuhkan
perjuangan yang panjang untuk meraih kebebasan yang ada
hingga jalan revolusi tercipta untuk meruntuhkan sebuah sistem
yang despotik kepada warga negara sebagai insan yang hidup
menjalankan ketatanegaraan yang ada. Perjalanan menuju
demokrasi di Indonesia memang berat dan berbahaya karena

29
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

selama ini ada dilema dalam sistem demokrasi yang berlaku di


Indonesia, yakni tarik menariknya antara sistem demokrasi
liberal, sebuah konsep pemerintahan yang dihasilkan melalui
perkembangan dan kepentingan masyarakat Barat dengan
demokrasi yang lahir rahim perkembangan nilai-nilai dan
kearifan budaya. Hal ini terlihat manakala bangsa Indonesia mesti
memilih antara konsep pemerintahan rakyat, pemerintahan
demokrasi atau pemerintahan otonomi selepas Indonesia merdeka.
Rapuhnya lembaga konstitusi negara dalam mengakomodir
kepentingan rakyat juga menyebabkan ketimpangan ekonomi
yang berkepanjangan sebagai wujud dari imperialisme gaya baru
sehingga berujung kepada kondisi sosial yang rapuh dalam
perjalanan suatu sistem demokrasi yang ada dan berakibat
munculnya gerakan anarkisme untuk meruntuhkan sebuah
kekuasaan dalam suatu negara yang ada. Kelumpuhan ekonomi
yang juga menjadi masalah serius dalam perjalanan sistem
demokrasi telah memakan banyak korban sebagai wujud dari
ketimpangan sosial antara warga negara. Kondisi ini mendorong
rakyat memacah diri berdasarkan ikatan-ikatan primodial seperti
suku, agama dan ras dengan garis pemisah antara “penguasaan
ekonomi” dengan “non-penguasaan ekonomi”. Dalam keadaan
tertentu masyarakat yang terpecah dengan mudah berkonflik,
merebutkan sumber-sumber ekonomi yang tersebar di dalam
struktur politik seperti berebut kekuasaan dan di dalam struktur
material ekonomi seperti hutan dan tanah. Oleh karena hal
tersebut diperlukan kesadaran sosial yang matang untuk
menyadarkan anak bangsa mengenai arti dari kesejahteraan dan
kemakmuran sebagai pilar kebebasan dalam sistem demokrasi
yang ada. Sebagai upaya cinta akan negara melalui mekanisme
buttom of up dan melahirkan akar-akar kokoh dalam perjalanan
ketatanegaraan yang ada berlandaskan asas ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

30
DISTORSI ANARKISME DALAM SISTEM DEMOKRASI

dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial bagi


seluruh rakyat Indonesia. Sehingga demokrasi yang ada menjadi
sehat dan visi terpenting dalam perjalanan dalam demokrasi
dapat betul-betul terimplementasikan guna menjamin kebebasan
individu dalam meraih kesejahteraan dan kemakmuran yang
dicita-citakan bersama.

31
6
TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS
SISTEM PRESIDENSIALISME DAN MULTI
PARTAI DI INDONESIA
“Politics ought to be the part-time profession of every citizen
who would protect the rights and privileges of free people and
who would preserve what is good and fruitful in our national
heritage.” - Dwight D. Eisenhower-

Perjalanan bangsa Indonesia yang panjang dari masa ke


masa telah mengajarkan banyak hal mengenai sistem
ketatanegaraan yang ada dan pernah diterapkan di Indonesia
sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan menjunjung tinggi
moralitas kebangsaan berdasarkan Pancasila sebagai dasar
negara. Dalam perjalanan sistem ketatanegaraan di Indonesia
sendiri setidaknya telah mengalami empat macam sistem
demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia. Mulai dari
sistem demokrasi parlementer pada tahun 1945 sampai dengan
tahun 1957, dilanjutkan sistem demokrasi terpimpin di bawah
masa pemerintahan Ir. Soekarno pada tahun 1957 sampai dengan
tahun 1965 yang kita kenal dengan masa orde lama, dilanjutkan
hingga tahun 1998 pada masa orde baru di bawah pemerintahan
Soeharto yang meletakan Pancasila sebagai asas tunggal negara
sehingga dikenalah sistem demokrasi Pancasila dan berlanjut dari
tahun 1998 hingga saat ini demokrasi liberal yang mengke-
hendaki kebebasan individu sebesar-besarnya dan melahirkan
partai politik yang beraneka ragam dalam ajang kontestasi

33
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

pemilihan umum sebagai instrumen rakyat untuk duduk sebagai


pemerintah yang berkuasa penuh terhadap arah kebijakan
negara. Terhitung mulai tahun 2004 sebagai tahun dimana
kontestasi pemilihan umum diikuti oleh 48 partai sebagai wujud
dari terlaksananya demokrasi liberal yang diterapkan pasca
reformasi di Indonesia. Dalam perkembangan ketatanegaraan
di Indonesia sendiri tidak terlepas dari sebuah sistem presidensial
yang memberikan mandat kedaulatan yang besar kepada
presiden yang tidak hanya sebagai seorang kepala negara, namun
lebih dari itu presiden menjalankan tugasnya sebagai kepala
pemerintahan serta mengakomodir kepentingan dan roda
pemerintahan di tampuk kekuasaan yang paling tinggi.
Kekuasaan presidensial yang dipilih langsung oleh rakyat yang
memilihnya dalam perhelatan kontestasi pemilihan umum
merupakan sebuah penghayatan tertinggi amanah rakyat dalam
mendaulat pemimpin yang akan menjalankan roda pemerintahan
yang ada berdasarkan ketentuan konstitusi yang berlaku.
Sistem presidensial yang meletakan daulat besar rakyat
kepada seorang presiden harus diimbangi dengan mekanisme
check and balances yang ada guna melahirkan iklim yang stabil
dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang ada di Indonesia. Power
tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely sebagaimana
yang dikemukakan oleh Lord Acton adalah sebuah ungkapan
yang tidak mengkehendaki sebuah kekuasaan tertumpu dalam
satu titik semata. Namun lebih dari itu, kekuasaan yang ada
hendaknya dilakukan mekanisme pengawasan oleh struktur
lembaga ketatanegaraan yang ada guna melahirkan iklim yang
sehat dalam proses demokrasi yang ada. Posisi presiden yang
terlalu dominan di dalam sistem politik Indonesia dianggap
sebagai salah satu faktor yang mendorong munculnya pemerin-
tahan yang otoriter. Oleh karena itu dalam proses amandemen
UUD 1945 kekuasaan presiden dikurangi, disisi lain kekuasaan
parlemen ditambah dan dipertegas. Amandemen ini sebenarnya

34
TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS SISTEM PRESIDENSIALISME

dilakukan untuk menjamin terjadinya proses checks and balances


antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Namun dalam
kenyataanya, akibat dari amandemen adalah hubungan antara
kedua lembaga ini menjadi disharmoni. Akibat dari ketidak-
harmonisan hubungan antara kedua lembaga ini menyebabkan
implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah tidak berjalan
dengan efektif serta efisien dan mehairkan iklim politik yang
saling bersikutan anatara satu dengan yang lainnya. Lantas hal
selanjutnya yang perlu kita telaah adalah mengenai efektivitas
sistem presidensial yang disandingkan dengan sistem multi partai
yang ada di Indonesia. Mengenai hal ini sejatinya sistem presi-
densial yang ada di Indonesia kurang efektif apabila disanding-
kan dengan sistem multi partai dalam perjalanan ketatanegaraan
yang ada. karena sistem presidensial membutuhkan sosok figur
yang kuat dan berintegritas yang tidak bisa lahir dengan
banyaknya dinamika kontra yang dilakukan di ranah parlemen.
Oleh karena presiden tidak hanya sebagai kepala negara semata,
namun lebih dari itu presiden sejatinya merupakan kepala
pemerintahan yang memimpin jalannya peraturan yang ada
dalam suatu negara. Lantas bagaimana mungkin presiden dapat
memimpin kinerjanya secara maksimal, namun disatu sisi dalam
ruang lingkup parlemen senantiasa bersebrangan dengan
kebijakan dan keinginan seorang presiden sebagai kepa negara
akibat beraneka ragamnya partai politik yang ada.
Hal yang paling terpenting dari sebuah sistem kepartaian
adalah sebuah pengaturan mengenai hubungan partai politik
yang berkaitan dengan pembentukan pemerintahan, dan secara
lebih specifik apakah kekuatan mereka memberikan prospek
untuk memenangkan atau berbagi (sharing) kekuasaan peme-
rintah yang ada. sejatinya dalam perjalanan konstitusi ketata-
negaraan yang ada di Indonesia saat ini, sistem multi partai telah
diatur oleh konstitusi pasca reformasi sebagai wujud pelaksanaan
demokrasi liberal yang ada di Indonesia hinggga saat ini.hal

35
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

tersebut di atur dalam pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan


bahwa Pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik. Dari pasal tersebut
tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multipartai karena
yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil
presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata
“gabungan partai politik” artinya paling sedikit dua partai politik
yang menggabungkan diri untuk mencalonkan presiden untuk
bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh partai politik
lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilu
presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai
politik. Hal tersebut merupakan buah dari perjuangan reformasi
yang meruntuhkan rezim otoriter di masanya, dimana hal
tersebut sangat mencederai pelaksanaan demokrasi yang ada di
Indonesia. Oleh karena hal tersebutlah dalam perjalanan
ketatanegaraan yang ada, setidaknya sudah ada kurang lebih
200 partai politik yang tumbuh dengan subur dalam perjalanan
ketatanegaraan yang ada di Indonesia hingga saat ini. Hal tersebut
merupakan perwujudan dari sistem demokrasi yang senantiasa
membuka ruang selebar-lebarnya terhadap rakyat dalam
kontetastasi pemilihan umum yang ada melalui partai politik
sebagai instrumen perjuangannya.
Presidensialisme yang ada di Indonesia saat ini, senantiasa
meletakan kedaulatan rakyat yang besar kepada seorang
pemimpin bangsa yang dipilihnya secara langsung dalam
perhelatan konstestasi pemilihan umum yang ada. Presiden yang
bertugas tidak hanya menjadi seorang kepala negara, juga
bertindak sebagai kepala pemerintahan. Walaupun demikiann
presiden di awasi secara ketat oleh partai politik yang duduk dikursi
parlemen sebagai upaya check and balances. Wewenang presiden
yang begitu besar tidak serta merta mampu membubarkan
kekuasaan parlemen sebagai kekuasaan yang menyeimbangi
roda pemerintahan yang ada. begitupun parlemen yang ada

36
TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS SISTEM PRESIDENSIALISME

tidak berhak menjatuhkan presiden kecuali melalui mekanismme


impeachment yang dilakukan dengan prosedur yang sulit dan
panjang. Hal itu merupakan wujud mekanisme check and balances
yang telah dimanatkan oleh konstitusi ketatanegaraan yang ada
di Indonesia saat ini. Indonesia adalah salah satu negara yang
menganut sistem pemerintahan presidensial. Berbeda dengan
sistem kepartaian yang tidak diatur secara tegas oleh konstitusi,
UUD 1945 secara tegas dan rinci mengatur sistem pemerintahan
yang mengacu pada sistem presidensial. Pengaturan tersebut
terdapat di dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan
Negara dan Bab IV tentang Kementerian Negara. Indonesia
sebagai negara yang menganut sistem presidensialisme sejatinya
telah menerapkan efektivitas yang lebih besar dari pelaksanaan
sistem parlemen yang ada. sehingga daripada itu presidensialisme
sebagai suatu sistem ketatanegaraan yang ada telah menghasil-
kan mekanisme ketatanegaraan yang lebih stabil. Namun
demikian perjalanan sistem presidensialisme sejatinya kurang
efektif apabila dihubungkan dengan sistem multi partai yang
ada.
Sistem presidensialisme akan menemukan efektivitasnya
dalam perjalanan ketatanegaraan yang ada apabila sistem
presidensialisme bergandengan dengan sistem dwi partai semata
selayaknya Amerika serikat sebagai negara kiblat demokrasi
dunia, antara partai demokrat dan republik sehingga iklim peme-
rintahan yang dihasilkan dapat berjalan secara stabil. Meskipun
begitu ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar
efektivitas sistem presidensialisme dapat diterapkan bersamaan
dengan sistem multi partai yang ada. Dimana sejatinya sistem
presidensialisme dapat berjalan dengan efektif bersamaan dengan
sistem multi partai apabila pelaksanaan kontestasi pemilihan
umum dilakukan secara serentak antara pemilihan presiden dan
parlemen. Karena keduanya saling terikat dalam mekanisme
check and balances maka keduanya harus berhubungan guna

37
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

menciptakan mekanisme ketatanegaraan yang baik dengan


dilakukan mekanisme pemilihan umum secara serentak antara
keduanya. Karena apabila antara parlemen dan presiden dilaku-
kan pemilihan secara terpisah antara keduanya, dapat menimbul-
kan disintergarasi hubungan kelembagaan yang ada serta
memakan anggaran yang sangat mahal. Lebih dari itu mekanisme
pengawasan yang dilakukan parlemen nantinya tidak akan
pernah sejalan dengan kepemimpinan visi dan misi presiden
sebagai lembaga eksekutif yang ada. Selain itu kepemimpinan
seorang presiden sebagai seorang kepala negara sangat sulit
dilakukan apabila parlemen yang ada melakukan koalisi untuk
kemudian melakukan dinamika yang bertentangan dengan visi
dan misi presiden sebagai seorang kepala negara. koalisi yang
dibangun di dalam sistem presidensial tidak bersifat mengikat
dan permanen. koalisi partai politik yang dibangun untuk
mendukung calon presiden tidak mencerminkan dan menjamin
dukungan semua anggota parlemen dari masing-masing partai
politik yang ada di dalam koalisi kepada presiden. Partai politik
tidak mampu melakukan kontrol terhadap para anggota-
anggotanya di parlemen untuk selalu mendukung pemerintah.
Lebih dari itu perkembangan zaman yang ada juga melahirkan
banyaknya politisi yang minim akan moral sehingga popularitas
sebagai landasan utama dalam berpolitik mengenyampingkan
kapasitas integritas dalam pelaksanaan ketataneggaraan yang
seharusnya dilakukan. Oleh karena hal tersebut maka presiden
sebagai seorang kepala negara dan kepala pemerintahan
mendapatkan hambatan yang besar dalam menjalankan
tugasnya unntuk mewujudkan visi dan misinya. Sehingga
mekanisme kesejahteraan baru dapat diraih secara maksimal
apabila pengaturan mengenai concurrent election diterapkan.
Dimana concurrent elections presiden terpilih akan mendapatkan
legitimasi yang kuat dari rakyat dan mendapatkan dukungan
yang kuat dari parlemen. Di dalam masyarakat/negara yang

38
TINJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS SISTEM PRESIDENSIALISME

menganggap pemilihan presiden lebih penting dibandingkan


pemilihan legislatif, pemilih akan cenderung memilih partai
poltitik yang mencalonkan presiden yang didukungnya.
Akibatnya partai politik yang mendukung calon presiden terpilih
akan memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilu
legislatif. Dengan demikan mayoritas anggota parlemen berasal
dari partai tersebut dan stabilitas negara dapat tercapai sehingga
rakyat dapat merasakan kebebasan serta kemakmuran dalam
berkehidupan bernegara dan berbangsa.

39
7
SEXUAL HARRASMENT SEBUAH NESTAPA
YANG HARUS DIAKHIRI
“You don’t have to be afraid of what people will say about you,
because you will never make everyone happy, Together fight
sexual and street harassment’.” -Selena Gomez-

Berbicara perihal peradaban tidak pernah lepas dari


pembicaraan penegarakan moral dari suatu bangsa, negara
ataupun suatu umat. Karena sejarah ditopang dengan pondasi
utamanya yaitu moralitas dari penduduk masyarakatnya.
Bahkan Tuhan sendiri mengisyaratkan dalam firmannya yang
agung, bahwa keberkahan dan ketentraman serta kedamaian
suatu negeri ditentukan dari derajat ketaqwaan moral dari
penduduknya. Oleh karena moralitas merupakan pondasi yang
sangat utama membangun suatu peradaban, maka sejatinya
moralitas wajib ditinggikan dan ditegakan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Maraknya penyakit moralitas yang menjangkiti dunia
kontemporer saat ini, terutama di negeri berketuhanan yang maha
esa. Namun sangat disayangkan, pemberitaan yang tersebar
dalam dunia media baik cetak maupun online mengenai kasus
sexual harassment sebuah nestapa yang tak kunjung berakhir.
Baik kepada kaum laki-laki maupun kaum perempuan, terkhusus
kaum perempuan yang mengalami sexual harassment yang dari
tahun ke tahun angkanya terus meningkat secara signifikan.
Dimana dalam temuan komnas perempuan, jumlah kasus

41
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020


sebesar 299.911 kasus, terdiri dari kasus yang ditangani oleh: (1)
Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus.
(2) Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234
kasus. (3) Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perem-
puan sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus
merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya
adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi.
Oleh karenanya nestapa ini harus segera diakhiri dengan
ikhtiar yang sungguh-sungguh dan konkrit, baik ikhtiar yang
dilakukan dalam mekanisme birokrasi peraturan yang ada serta
SDM yang betul-betul memiliki kapasitas pemahaman mengenai
arti dari perlindunngan, demokrasi dan hak asasi manusia itu
sendiri. Karena pada sejatinya Pengakuan atas dasar prinsip
persamaan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh hak untuk hidup tanpa takut akan kekejaman dan
pelecehan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang
berbunyi “Setiap warga negara berhak untuk pekerjaan dan
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan pasal 28 I ayat
(2) yang berbunyi “Setiap orang memiliki hak untuk bebas dari
pengaruh diskriminasi untuk alasan apa pun dan berhak atas
perlindungan terhadap diskriminasi semacam itu”. Hukum
sendiri merupakan cerminan dari hak asasi manusia yang nilai-
nilai dikandungnya tidak boleh lepas dan terpisah dari prinsip-
prinsip keadilan. Hukum yang didasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan mencerminkan norma-norma yang menghormati
martabat manusia dan mengakui hak asasi manusia. Hak asasi
manusia merupakan alat untuk memungkinkan warga masya-
rakat dengan bebas mengembangkan bakatnya untuk penunaian
tugasnya dengan baik. Kebebasan tersebut dijamin oleh Negara
demi kepentingan masyarakat. Selain itu juga dalam Deklarasi
Wina 1993 menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan

42
SEXUAL HARRASMENT SEBUAH NESTAPA YANG HARUS DIAKHIRI

merupakan pelanggaran HAM. Karena itu penghapusan


kekerasan terhadap perempuan/kekerasan seksual adalah mutlak
merupakan bagian dari pengakuan hak asasi manusia. Dimana
menurut komnas Perempuan Kekerasan Seksual adalah setiap
perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau
tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu
perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi repro-
duksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang,
dan/atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak
mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena
ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan
secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau politik.
Sebuah nestapa Sexual Harrasment harus diakhiri dengan
ikhtiar-iktiar yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan
dengan memperhatikan prinsip keadilan, kesetaraan, anti
diskriminasi, terintegrasi terhadap nilai-nilai hak asasi manusia
& keadilan, serta melibatkan semua pihak, baik pihak dari
kalangan masyarakat, negara dan aparat yang berwewenang
dengan menjunjung tinggi hukum sebagai landasan dan
panglimanya dalam menentukan kebenaran itu sendiri. Karena
Sexual Harrasment merupakan penyakit akut moralitas yang
dampaknya sangat merugikan, terutama kepada para korban.
Dan agama hadir sebagai solusi rahmatan lil ‘alamiin untuk
membebaskan segala macam bentuk penyakit moralitas, untuk
membebaskan manusia dari diskriminasi, untuk membebaskan
manusia dari ketidak adilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
akhlak serta ketaqwaan baik terhadap sesama makhluk (hubungan
horizontal) dan kepada sang khalik (hubungan vertikal) yang
terintegrasi dengan nilai-nilak hak asasi manusia serta keadilan
untuk meweujudkan peradaban yang agung, dimana peradaban

43
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

tersebut dapat dirasakan kebajikannya kepada seluruh alam


yang bersifat tentram, aman dan damai.
Dalam perjalanannya kasus sexual harassment yang ada di
Indonesia sering terjadi di permukaan disebabkan kurang
kuatnya payung hukum yang memadai guna melindungi
kepentingan korban itu sendiri, oleh karen apabila ditinjau dari
sudut pandang hukum pidana Indonesia istilah pelecehan seksual
tidak dikenal dalam Kitab undang-undang Hukum Pidana. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengenal
istilah perbuatan cabul, pelaku pelecehan seksual berarti orang
yang suka merendahkan atau meremehkan orang lain,berkenaan
dengan seks (jenis kelamin) atau berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara lelaki dan perempuan. Pelecehan Seksual
dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Bab
XIV tentang KejahatanKesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 3O3),
Sanksi terhadap pelaku pelecehan seksual sudah diatur dalam
pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP). Namun
daripada itu kekuatan hukum pidana yang ada belum memadai
untuk menegakan keadilan dalam diri korban pelecehan seksual
sehingga diperlukan suatu payung hukum yang kuat sebagai
landasan untuk memberikan keadilan kepada warga negara
melalui peraturan perundang-undangan yang bersifat lebih rinci
serta komperhensif. Dimana ketentuan mengenai sanksi terhadap
pelaku tindak pidana kekerasan seksual harus lebih diperberat
agar fenomena kejadian akan kekerasan seksual di Indonesia
tidak terulang kembali, serta ketentuan mengenai saksi sebagai
alat bukti lebih dipermudah, dimana dalam perjalanan kasus yag
ada korban kesulitan mendapatkan saksi sebagai unsur pem-
buktian disebabkan kekerasan seksual yang dialami oleh korban
bersifat tertutup, dalam artian hanya korban yang mengetahui
tindak pidana kejahatan seksual yang dialaminya. Oleh karena
hal tersebutlah unsur pembuktian saksi korban harus menjadi
salah satu unsur pembuktian yang paling utama dalam jalannya

44
SEXUAL HARRASMENT SEBUAH NESTAPA YANG HARUS DIAKHIRI

peradilan yang ada guna memenuhi keadilan terhadap korban


tindak pidana kekerasan seksual. Sanksi terhadap pelaku pele-
cehan seksual sudah diatur dalam ketentuan pasal percabulan
(Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP). Dalam hal terdapat bukti- bukti
yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan
mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di
hadapan pengadilan. Pembuktian dalam hukum pidana adalah
berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan alat bukti yang ada.
Oleh karena hal tersebut sudah saatnya Perkembangan
kejahatan, termasuk di dalamnya kejahatan kekerasan seksual
diakhiri dengan pencegahan dan penanggulangannya yang harus
dilakukan melalui suatu kebijakan yang integral antara politik
kriminal dan politik kesejahteraan agar tercipta keadilan bagi
korban sehingga terciptanya asas kemanusiaan yang memanu-
siakan manusia itu sendiri.

45
8
PARTAI POLITIK DAN PANCASILA
SEBAGAI RECHTSIDEE DALAM NEGARA
DEMOKRASI
“Under democracy one party always devotes its chief energies to
trying to prove that the other party is unfit to rule and both
commonly succeed, and are right.” -H.L. Mencken-

Pancasila sebagai platform rechtsidee (cita hukum) dalam


suatu negara demokrasi merupakan sebuah konstruksi
pemikiran yang mengarahkan hukum yang berkeadilan sesuai
dengan cita-cita yang diimpikan oleh masyarakat. Karena pada
dasarnya cita hukum yang diharapkan oleh masyarakat adalah
suatu cita yang menuju kepada suatu keadilan yang ada. tanpa
cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya karena realitas
dari hukum sejatinya adalah keadilan itu sendiri. Konsep keadilan
itu sendiri menempati posisi pertama mengapa hukum harus di
buat, karena hukum yang ada harus membawa kepada kepastian
hukum (legal certainty) serta kesamaan kedudukan manusia
dihadapan hukum itu sendiri (equality before the law). Hal ini
sejalan dimana pada saat disepakatinya pancasila oleh para
founding fathers Indonesia diposisikan sebagai philosofische
grondslag, yaitu sebagai fundamen, filsafat, pikiran dan jiwa
hasrat yang sedalam-dalamnya untuk didirikan negara Indonesia
merdeka. Namun demikian dalam kenyataannya selain sebagai
Philosofische Grondslag Pancasila dalam eksistensi negara hukum

47
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

ternyata memiliki kualitas sebagai cita hukum (rechtsidee) yakni


ius constituendum (hukum yang dicita-citakan) yang diarahkan
agar menjadi ius constitutum (hukum yang berlaku saat ini atau
hukum yang telah ditetapkan). Oleh karena hal tersebut seluruh
jenis produk hukum yang ada di Indonesia harus di buat
berdasarkan rechtsidee cita hukum yang berdasarkan bilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila.
Produk hukum yang di buat dalam suatu unsur ketata-
negaraan yang ada harus memiliki regulasi yang jelas dalam
pembuatannya, agar apa yang dicita-citakan oleh pancasila
dapat betul-betul terimplementasikan dalam kehidupan itu
sendiri. Dalam perjalanan pembentukan produk hukum yang
ada di Indonesia tidak pernah terlepas dari kontribusi politik yang
ada. oleh karena partai politik merupakan unsur terpenting dalam
perjalanan suatu produk hukum yang dibuat. Karena dalam
negara demokrasi, selain menjadi pilar demokrasi suatu bangsa,
partai politik juga memainkan peran sebagai instrumen para
legislator bisa duduk di kursi perwakilan rakyat melalui prose-
dural pemilihan umum yang ada. Partai politik memainkan
perannya untuk menerjemahkan nilai dan kepentingan suatu
masyarakat dalam proses dari bawah ke atas sehingga nilai dan
kepentingan dari masyarakat itu menjadi rancangan undang-
undang sebagi produk hukum suatu bangsa dan negara yang
ada. Negara yang merupakan negara berdasarkan hukum
sebagaimana yang disebutkan oleh UUD 1945 mustahil terwujud
tanpa kehadiran partai politik yang menjadi instrumen rakyat
untuk membuat suatu produk hukum yang ada.
Miriam Budiardjo menyebutkan adanya 4 (empat) fungsi
partai politik yang meliputi (1) sarana komunikasi politik, (2)
sosialisasi politik (political socialization), (3) sarana rekruitmen
politik (political recruitment), dan (4) pengatur konflik (conflict
management). Sebagai sarana komunikasi politik, Partai politik
berperan sebagai penyalur aneka ragam pendapat dan aspirasi

48
PARTAI POLITIK DAN PANCASILA SEBAGAI RECHTSIDEE DALAM NEGARA DEMOKRASI

masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga


kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
Sehingga daripada hal tersebut partai politik dapat membuat
undang-undang sebagai produk hukum yang terlegitimasi oleh
seluruh penduduk yang ada, selain itu sebagai sosialisai politik,
maka partai politik berperan besar mempertanggung jawabkan
kinerja pembuatan hukum yang ada untuk dapat diketahui
masyarakat luas berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh
sebuah hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan. Selanjutnya recruitment politic merupakan sebuah
naluriah didirikannya partai politik yang ada untuk menjadi
instrumen anak bangsa dalam mewujudkan produk hukum yang
ada dengan berkontestasi dalam perhelatan pemilihan umum
yang ada, selain itu juga ideologi serta gagasan dari suatu partai
politik ataupun isu-isu politik yang mendongkrak suara serta
menarik simpati masyarakat untuk berjuang berdasakan
ideologi yang ada,baik berhaluan nasionalis, islaimis bahkan
sosialis sekalipun, maka partai politik menjadi instrumen
terpenting untuk rakyat menyalurkan perannya sebagai politisi-
politisi yang nantinya akan menjadi legislator untuk membuat
suatu produk hukum. Selanjutnya adalam management conflict
dimana partai politik memainkan perankannya sebagai
instrument atau kendaraan untuk masyarakat berpolitik yang
dijamin keberadaan dan fungsinya berdasarkan peraturan
undang-undang yang ada, dimana menurut ketentuan undang-
undang nomor 2 tahun 2011 perubahan atas dasar undang-
undang nomor 2 tahun 2008 mengenai partai politik dalam pasal
11 disebutkan bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana:

1. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar


menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;

49
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

2. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan


bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
3. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik
masyarakat dalam merumuskan dan
4. recruitment politik dalam proses pengisian jabatan politik
melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan gender.

Keberadaan partai politik sebagai instrumen bagi kader-


kadernya menempati posisi jabatan legislatif sebagai anggota
DPR, DPRD, Presiden, Wakil Presiden ataupun kepala daerah
adalah untuk membuat suatu produk hukum perundang-
undanngan yang akan membawa kemashlahatan bagi rakyat
berdasarkan ketentuan nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila sebagai rechsidee bangsa demi menegakan keadilan
untuk sesama. Seluruh sumber hukum yang ada haruslah
bersumber dari pancasila dan tidak boleh ada pertentangan
dengannya, oleh Karena apabila kita mencermati ketentuan
undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik pasal
9 disebutkan bahwa (1) Asas Partai Politik tidak boleh berten-
tangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (2) Partai Politik dapat mencan-
tumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita
Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari pancasila dan
undang-undang dasar 1945. Oleh karena keberadaan Pancasila
akan seanantiasa efektif apabila pancasila senantiasa dipedomani
oleh partai politik yang ada sebagai ideologi negara yang
senantiasa menjadi sumber inspirasi pembuatan hukum negara,
selain itu juga pengamalan pancasila oleh setiap partai politik
seagai sebuah eksistensi ilmu pengetahuan yang harus senantiasa

50
PARTAI POLITIK DAN PANCASILA SEBAGAI RECHTSIDEE DALAM NEGARA DEMOKRASI

terimplementasikan dalam berkehidupan agar nilai-nilai hukum


yang ada senantiasa membawa kepada kesejahteraan kepada
masyarakat yang ada. penggunaan pancasila sebaga rechtsidee
agar konsistensi pancasila senantiasa terkandung dalam suatu
produk perundang-undangan yang ada serta memiliki koherensi
antara sila dan yang terpenting adalah korespondensi kepada
realitas kehidupan yang ada. kritikan atas kebijjakan negara yang
ada juga harus dilakukan oleh partai politik sebagai instrumen
poilitik untuk menjalankan tugasnya dalam hal management
conflict agar kehidupan yang ada sesuai terhadap role yang
digariskan oleh pancasila sebaga falsafah groundslag bangsa dan
negara.
Peran partai politik yang sangat penting sebagaiamana
yang diamanatkan oleh ketentuan peraturan UUD pasal 22 E
bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih DPR dan DPRD
adalah partai politik, dimana nantinya puncak dari keberadaan
partai politik adalah menempatkan legilslator-legislator yang ada
dalam pembuatan ketentuan produk hukum agar sesuai dan
senantiasa relevan dengan nilai-nilai yang terkandung didalam
sila-sila pancasila sebagai dasar negara. Tak hanya itu, dalam
perjalanannya partai politik yang ada harus senantiasa ber-
pedoman kepada pancasila dalam hal kontestasi politik yang ada
agar nilai-nilai luhur dapat terimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Memasukan kurikulum pancasila
dalam regulasi recruitment partai politik juga tidak kalah penting
agar kedepannya lahir kader-kader politisi yang mampu untuk
memahami pancasila sesuai dengan tafsir berdasarkan amanat
konstitusi negara yang ada sehingga nantinya kebijakan-
kebijakan hukum yang ada mulai dari atas hingga bawah akan
sesuai nilai-nilainya kepada nilai-nilai yang terkandung dalam
butir pancasila itu sendiri sebagai rechtsidee cita hukum yang
akan membawa kepada kesejahteraan dan kemakmuran
terhadap bangsa dan negara.

51
9
HAK RECALL PARTAI POLITIK VS DAULAT
RAKYAT DALAM NEGARA DEMOKRASI
“In war, you can only be killed once, but in politics, many times.”
-Winston Churcil-

Dalam sistem demokrasi, rakyat memegang penuh atas


kendali berjalannya roda pemerintahan dalam suatu
ketatanegaraan yang ada. Karena pada hakikatnya sistem
demokrasi meletakan sebuah pondasi pemerintahan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government by the
people, government of the people and government for the people).
Oleh karena hal tersebut rakyat memiliki kedaulatan yang besar
dalam perjalanan suatu tatanan negara demokrasi yang ada di
dunia ini. Rakyat dapat menentukan siapa yang akan menjadi
pemimpinnya, rakyat dapat menentukan siapa yang akan
menjadi penyambung lidah untuk menyuarakan kepentingan
rakyat dan rakyat jugalah yang bisa memberhentikan pemim-
pin-pemimpin bangsa sesuai kehendaknya ketika tidak mampu
untuk menjalankan amanah yang dipikulkan. Sebagaimana
yang disebutkan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2 bahwa kedau-
latan tertinggi ada di tangan rakyat. Oleh karenanya rakyat
memegang kendali penuh terhadap perjalanan suatu bangsa
yang ada. dan dalam perjalanannya juga lahirlah sebuah adegium
hukum yang mengatakan:

53
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Vox populi vox dei, yang berarti suara rakyat adalah suara
Tuhan. Dimana mustahil dalam suatu negara demokrasi dapat
berjalan susunan ketatanegaraan yang ada apabila kedaulatan
rakyat sudah terampas dan terabaikan. Sehingga daripada itu
lahir sebuah lembaga yudikatif sebagai the guardian of
constitutions yang akan senantiasa mengawasi jalannya roda
pemerintahan apabila dipertengahan jalan terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan UUD 1945 staatsgrundgreetz. Selain itu kita
juga dapat mengamati secara komperhensif bahwa di negara
demokrasi terdapat lembaga legislatif yang menjadi tulang
punggung perwakilan rakyat dalam unsur ketatanegaraan yang
ada. mereka adalah para dewan perwakilan rakyat yang
mewakili suara konstituennya masing-masing disetiap daerah
sebagai representasi dari kepentingan rakyat yang berada di
parlemen. Oleh karena rakyat yang menjadi pemilih serta pihak
yang mengangkat mereka duduk di kursi-kursi parlemen, maka
sudah sepantasnya para legislator yang ada harus mampu
mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada rakyat. Bukan
kepada partai politik yang menjadi instrumen para politisi yang
ada dalam berkontestasi. Karena ketika para legislator yang ada
lebih mementingkan daulat partai politiknya ketimbang daulat
rakyat yang memilih, maka ruh dari demokrasi sudah hilang
dengan sendirinya. Dari hal tersebut maka sudah sepanntasnya
regulasi recall oleh partai politik dihapuskan dan diganti dengan
recall oleh rakyat yang memilih legislatornya, sehingga akan
menghasilkan daulat rakyat dan menyuburkan nilai-nilai
demokrasi dalam ketatanegaraan yang ada.
Istilah recall dalam ketatanegaraan yang ada di Indonesia
diartikan sebagai sebagai penggantian antar waktu, diamana
Hak recall secara terminologi dapat diartikan sebagai Suatu proses
penarikan kembali atau penggantian anggota DPR oleh induk
organisasinya yaitu partai politik, Recall secara etimologi adalah
“penarikan kembali”. Sedangkan Hak Recall Partai Politik adalah

54
HAK RECALL PARTAI POLITIK VS DAULAT RAKYAT DALAM NEGARA DEMOKRASI

suatu penarikan kembali atau pemberhentian dalam masa jabatan


terhadap anggota parlemen (DPR/DPRD) oleh partai politiknya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 239 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dikenal dengan UU MD3,
recall merupakan sesuatu yang wajar adanya sebagai instrumen/
lembaga yang dapat mengontrol keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), karena ketika memenuhi salah satu
syarat recall diatas maka keanggotaan DPR yang bersangkutan
akan dapat diberhentikan dalam masa jabatannya. Dapat kita
bayangkan jika recall ini dihapuskan, dimana tidak ada
mekanisme pemberhentian keanggotaan DPR dan sekalipun dia
berbuat salah. Namun yang menjadi masalah adalah ketika hak
recall ini diberikan kepada partai politik, karena menurut Pasal
239 ayat (2) huruf d, g dan huruf h Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang MD3 mengusulkan pemberhentian antar
waktu atau yang lebih dikenal dengan recall, sekaligus diberikan
kewenangan istimewa oleh undang-undang tersebut untuk
memberhentikan seorang anggota partai politik yang akan
bermuara pada pemberhentian seseorang sebagai anggota DPR
pula, serta pada Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, partai politik dapat
merecall anggotanya dengan alasan anggota tersebut melanggar
AD dan ART partai politik. Ketika seseorang diberhentikan
sebagai anggota partai politik maka akan diikuti dengan
pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat
dan yang lebih tragis, apabila seorang anggota partai politik yang
bersangkutan pindah atau menjadi anggota partai politik lainnya
maka akan di recall dari keanggotaan DPR (pasal 16, ayat 1,
huruf c). Dari pasal tersebut, terjadilah konflik norma, antara
norma yang diatur pada Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dengan

55
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

norma yang yang diatur pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang
menyebutkan:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan


mengeluarkan pendapat”

Sehingga menimbulkan konsekuensi yuridis yang bersifat


hukum privat, juga hukum publik. Oleh karena hal tersebut perlu
ditinjau kembali, karena perwakilan rakyat yang ada harus
dibenahi mengenai prosedur kelembagaan yang ada bahwa wakil
rakyat adalah daulat rakyat, bukan daulat dari partai politik yang
ada. sehingga iklim demokrasi akan berjalan dengan baik apabila
kedaulatan rakyat menjadi tumpuan utama dalam
ketatanegaraan yang ada. meskpiun tidak dapat dipungkiri
bahwa partai politik adalah salah satu unsur penting dalam
dinamika ketatanegaraan demokrasi yang ada, namun
sebagaimana Negara kira menganut Separation Of Power with
Checks and Balances Principle maka perlu juga adanya
pembatasan terhadap kekuasaan partai politik, terutama partai
politik yang memegang pucuk pimpinan tertinggi, baik di ranah
kekuasaan Legislatif, maupun di ranah kekuasaan Ekskutif.
Dalam perjalanannya tidak semua ketentuan mengenai recall
oleh partai politik bersifat negatif, dimana partai politik sejatinya
merupakan pencipta iklim demokrasi dalam suatu negara yang
ada political party created democracy. Terutama dalam sistem
ketatanegaraan yang multipartai, dimana dalam perjalan politik
yang ada mengharuskan terbentuknya sebuah konsekuensi logis
koalisi kepartaian yang ada. sehingga dengan adanya recall oleh
partai politik yang ada akan menciptakan stabilitas politik yang
ada, dimana wakil-wakil rakyat yang ada tidak keluar dari perjanjian
antara koalisi-koalisi pemerintahan yang ada serta menciptakan
stabilitas politik yang baik di negara demokrasi. Selain itu juga
tidak dapat kita nafikan bahwa sistem recall oleh partai politik

56
HAK RECALL PARTAI POLITIK VS DAULAT RAKYAT DALAM NEGARA DEMOKRASI

sejatinya merupakan pemberayaan yang positif terhadap partai


politik yang ada, sehingga instrument politik yang merupakan
pilar negara demokrasi ini dapat terus eksis berdasarkan haluan
ideology dan perjuangannya masing-masing.
Sudah menjadi tugas dari wakil rakyat yang ada untuk
menyuarakan aspirasi rakyat sebagai konstituennya. Lebih lanjut
wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen apabila kita
menelaah pamka parlemen berasal dari kata le parle yang apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa inggris berarti to speak, atau
bersuara. Tidak menjadi masalah apabila hak recall berada di
tangan partai politik sepanjang penggantian anggota DPR sesuai
dengan syarat dan ketentuan sebagaimana yang diatur dengan
jelas dalam Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2) dan dilakukan secara
objektif dan dilandaskan pada parameter yang jelas, konkret dan
tidak multi tafsir. Akan tetapi fakta yang terjadi dalam dinamika
ketetanegaraan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, recall
yang dilakukan oleh partai politik kental dengan muatan politis.
Sehingga daripada itu menghilangkan substansi yuridis yang
diberikan oleh undang-undang sebagai suatu produk hukum
yang ada. Dalam perjaalanannya dilapangan recall oleh partai
politik mengakibatkan para wakil rakyat kehilangan daya kritis,
serta membentuk mentalitas yang buruk terhadap wakil rakyat
yang ada dalam menjalankan tugas sebagai penyambung lidah
rakyat guna memperjuangkan kepentingan rakyat yang ada,
sehingga daripada itu rakyat kehilangan kedaulatannya dalam
negara demokrasi yang ada. oleh karena hal tersebutlah sudah
saatnya sistem recall yang ada diperbaiki dan dikembalikan
kepada hakikat ketatanegaraan yang ada untuk meletakan
kedaulatan rakyat dalam regulasi tersebut. Dimana recall
dilakukan oleh rakyat berdasarkan ketentuan ketatanegaraan
serta hukum yang berlaku. Agar iklim demokrasi yang ada baik
serta menguntungkan rakyat dalam kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa yang ada agar dapat dinikmati bersama.

57
10
MENGUJI RELEVANSI PENERAPAN
PRESIDENTIAL TRESHOLD DALAM PEMILU
DI INDONESIA
“Presidential Threshold Anomaly in Indonesian Government
System: Parlementer Reduction in Indonesian Presidential
System” –Dwi Rianisa Mausili-

Dalam hukum ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia


diterapkan ataupun tidaknya sistem presidential threshold
merupakan sebuah langkah yang tidak memiliki keterkaitan
dalam pelangggaran undang-undang yang ada. karena pada
sejatinya penerapan sistem presidential threshold merupakan
suatu kebijakan yang dilakukan secara terbuka dari para
pemangku kebijakan legislasi negara yang ada. walaupun
demikian sebagai insan akademisi yang baik, perlu kiranya
untuk kita semua meninjau efektivitas dari penerapan sistem
presidential threshold dalam pelaksanaan pemilu yang ada di
Indonesia. Oleh karena hal tersebut adalah suatu langkah bijak
yang perlu kita pahami dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara yang baik. Dalam penerapan sistem ketatanegaraan
di Indonesia yang menerapkan sistem multi partai secara
substansi tidak memiliki relevansi yang jelas apabila disandingkan
dengan sistem presidential threshold yang ada, dimana penerapan
batas ambang pencalonan paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima

59
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

persen) dari suara sah nasional. Sebagaimana yang diatur dalam


ketentuan Pasal 9 Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menyatakan:

“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan


Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima
persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR,
sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”

Oleh karena hal tersebut sejatinya rakyat sudah cerdas


dalam menentukan partai yang dipilihnya, karena dalam
penerapan sistem multi partai yang ada menghendaki agar
terciptanya keragaman calon pemimpin bangsa yang diinginkan
oleh rakyat. Ketika sistem multi partai yang ada dihilangkan
substansinya melalui penerapan sistem presidential threshold
maka akan menyebabkan terjadinya transaksi kepentingan
anatar partai-partai besar di negeri ini sehingga menghilangkan
hak-hak partai kecil untuk dapat berkontestasi guna melahirkan
pemimpin-pemimpin bangsa yang dikehendakai oleh rakyat dan
bukan oleh partai-partai besar yang ada. sehingga daripada itu
hak rakyat dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan
bernegara perlu dipulihkan kembali untuk dapat menjalankan
prinsip-prinsip demokrasi yang ada.
Konsep pemerintahan demokrasi sejatinya berasal dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena hal tersebut
rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara yang
menganut sistem demokrasi berdasarkan ketentuan-ketantuan
hukum yang mengaturnya. Sebagaimana yang disebutkan
dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD Indonesia Tahun 1945
yang menegaskan bahwa:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan


menurut Undang-Undang Dasar”.

60
MENGUJI RELEVANSI PENERAPAN PRESIDENTIAL TRESHOLD

Sebagai negara demokrasi, maka dapat dikatakan bahwa


memilih dan dipilih dalam pemilu adalah deviasi dari kedaulatan
rakyat yang merupakan bagian dari hak asasi setiap warga
negara dalam berkehidupan. Oleh karena itu, lazimnya di
negara-negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi
mentradisikan pemilihan umum untuk memilih pemimpin-
pemimpin yang berdasarkan kehendak hati nurani rakyat dan
bukan berasal dari segelintir kepentingan elit yang ada sehingga
menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat itu sendiri.
Indonesia sebagai negara demokrasi memiliki pilar utama
pemilihan umum sebagai representasi dari perwujudan
demokrasi prosedural dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara. Dimana menurut Joseph Shumpeter pemilihan
umum merupakan sebuah arena yang mewadahi kompetisi
antara aktor-aktor politik yang meraih kekuasaan partisipasi
politik rakyat untuk menentukan pilihan serta liberalisasi hak-
hak sipil dan politik warga negara. Lantas bagaimana bisa
apabila hak kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin yang
diinginkannya terikat dengan suatu sistem yang menngharuskan
partai-partai sebagai alat kendaraan perpolitikan bersatu
berdasarkan ketentuan ambang batas pencalonan yang ada.
sehingga daripada itu menyebabkan bersatunya antara satu
partai dengan partai yang lainnya bukan diikat dengan rasa akan
kerakyatan akan tetapi berdasarkan ketentuuan presentase
ambang batas pencalonan yang ada. sehingga dalam perjalanan-
nya menyebabkan ketatanegaraan yang ada di Indonesia tidak
sehat. Karena akan terjadi banyak reduksi intensitas konflik dalam
masyarakat.
Pemulihan hak-hak konstitusial rakyat dalam bernegara
guna memilih pemimpin yang menjadi kehendaknya akan
tercapai apabila sistem presidential trreeshold ini dihapuskan,
karena pada sejatinya apabila kita melihat dalam ketentuan
peraturan tertinggi negara UUD 1945 tidak menyebutkan secara

61
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

eksplisit mengenai aturan yang mengharuskan calon pemimpin


negara dibatasi oleh ambang batas yang ada, karena hal itu murni
terlahir dengan adanya perjalanan politik yang ada di parlemen
berdasakan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh partai-partai
besar yang ada di negeri ini. Efektifitas mengenai kedaulatan
rakyat juga akan berjalan secara optimal apabila sistem presi-
dential threshold dihapuskan, dikarenakan akan bermunculan
wajah-wajah baru calon pemimpin bangsa yang dapat dengan
mudah berkontestasi, sehingga setiap partai yang ada dapat
dengan leluasa mengusung calon presiden berdasarkan
konstituennya masing-masing, tanpa harus terikat dengan inter-
vensi koalisi yang didasari terhadap ambang batas pencalonan
yang ada. selain itu juga penurunan terhadap tingginya angka
golongan putih yang enggan memilih harus diperhatikan,
dikarenakan rakyat tidak menemukan pemimpin yang diingin-
kannya, justru dipaksakan terhadap kondisi untuk memilih calon
pemimpinnya yang bukan berdasarkan kehendak pribadinya,
akan tetapi berdasarkan isu-isu politik yang dibangun, oleh
karena hal tersebut maka apabila sistem presidential threshold
dihapuskan dapat mewujudkan hakikat kedaulatan rakyat yang
hakiki. Dalam pelaksanaan yang lain juga, sistem presidential
threshold hanya akan menghasilkan politik dagang sapi, yang
mengharuskan terjadinya transaksional antara partai-partai
politik yang ada guna mewujudkan apa yang menjadi kepen-
tingannya masing-masing, sehingga menghilangkan substansi
adanya partai politik dalam kontestasi yang ada sebagai sarana
kedaulatan rakyat.
Namun apabila ditinjau lebih jauh, ketika kita mencermati
dengan seksama, penerapan presidential threshold bukan tidak
memiliki dampak positif, karena penerapan presidential threshold
ternyata mennghemat anggara pemilu yang ada, disebabkan
apabila makin banyaknya calon pemimpin yanga ada, maka
akann memperbesar high cost election yang ada. tidak hanya pada

62
MENGUJI RELEVANSI PENERAPAN PRESIDENTIAL TRESHOLD

tataran calon pemimpin serta partai politik saja, lebih dari itu
juga KPU sebagai penyelenggara pemilu juga akan menyedot
anggaran negara yang besar sebagai fasilitator penyelenggara
pemilu yang ada disebabkan banyaknya data yang akan
diverifikasi, serta teknis penyelenggaraan pemilu yang ada. selain
itu juga penerapan presidential threshold dalam pemilu dapat
melahirkan sosok pemimpinn negeri yang kuat, karena Presiden
dan Wakil Presiden terpilih akan mendapat basis dukungan
politik yang besar di parlemen, sehingga pelaksanaan pemerin-
tahan dapat berjalan efektif dan stabil,selain itu juga hal ini akan
menghasilkan sebuah ketatanegraan yang memperkuat sistem
presidensial sebagaimana yang di anut bersama dalam
menjalankan roda pemerintahan serta mengurangi kekuatan
parlemen dalam struktural kelembagaan yang ada di Indonesia.
Penerapan presidential threshold yang tetap tinggi juga akan
memaksa partai politik atau gabungan partai politik menyeleksi
calon Presiden dan Wakil Presiden dengan sungguh-sungguh,
sehingga akan memunculkan Presiden dan Wakil Presiden yang
berkualitas dan mampu menjalankan roda pemerintahan secaa
optimal dan baik serta efektif. Presidential threshold dalam
pengajuan calon Presiden dan calon Wakil Presiden juga
dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem kepartaian yang
ada. Dimana partai politik pasca pemilihan umum akan mem-
bentuk dua poros, yaitu poros pemerintah sebagai pengusung
dan poros oposisi. Sehingga dalam parlemen hanya akan ada
dua kekuasaan dan partai-partai politik akan berafiliasi dengan
partai lain. Dengan model ini, kinerja presiden sebagai eksekutif
dalam hal penyelenggaraan pemerintahan akan semakin efektif.
Penerapan sistem presidential threshold yang menimbulkan
pro dan kontra di kalangan masyarakat sejatinya harus disikapi
secara bijak oleh para pemangku kebijakan yang ada dalam
menjalankan ketatanegraan yang ada, Menelaah lebih lanjut
mengenai pro kontra presidential threshold dalam pemilu

63
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

serentak melahirkan kesimpulan bahwa adanya putusan


Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 yang
mengamanatkan bahwa pemilu serentak sejatinya secara
substansi telah menghapuskan praktek sistem presidential
threshold, sehingga persyaratan ambang batas untuk
mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden menjadi tidak relevan
dalam pemilu serentak yang ada. Pembentuk Undang-Undang
perlu memikirkan kembali pengaturan presidential threshold.
Pengaturan mengenai presidential threshold perlu ditinjau
kembali dalam rumusan yang terkandung dalam undang-
undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
sehingga tidak bertentangan dengan amanat konstitusi yaitu
UUD NRI Tahun 1945 terutama Pasal 6A ayat (2) yang berbunyi:

“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh


partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan
umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”

Sehingga daripada itu, kedaulatan rakyat harus kembali


diletakan berdasarkan ketentuan dasarnya sehingga rakyat dapat
kembali menjadi pemegang kedaulatan tertinggi dalam
berkehidupan bernegara yang ada serta menumbuhkan iklim
demokrasi yang baik dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

64
11
PENERAPAN HUKUMAN MATI
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
EXTRAORDINARY CRIME KORUPSI
“Integrity, transparency and the fight against corruption have to
be part of the culture. They have to be taught as fundamental
values.” - Angel Gurría-

Korupsi merupakan sebuah perbuatan nista yang


merugikan peradaban suatu negara dan menyengsarakan
kehidupan rakyat. Sebuah penyakit moral yang menimpa suatu
bangsa, dimana hal tersebutlah yang menjadi salah satu
penyebab kehancuran suatu bangsa dan negara. Oleh karena
korupsi merupakan suatu extraordinary crime, maka sudah
sepantasnya ditimpakan kepada para pelaku tindak pidana
korupsi tersebut sebuah hukuman yang berat agar dimasa yang
akan datang tidak terulang kembali perilaku rakus manusia yang
menyengsarakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada.
Manusia sebagai makhluk Tuhan pun sejatinya tidak pernah puas
dengan apa yang dimilikinya. Bahkan seandainya manusia
memiliki dua lembah emas maka manusia akan mengharapkan
memiliki tiga lembah emas dan seterusnya. Oleh karena
perbuatan buruk tersebutlah diperlukan sebuah payung hukum
untuk memberikan sanksi seberat-beratnya kepada para pelaku
tindak pidana extraordinary crime tersebut.
Didalam konstitusi berbangsa dan bernegara sendiri
sejatinya telah menyebutkan bahwa korupsi merupakan sebuah

65
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

extraordinary crime yang dapat dijatuhkan hukuman mati bagi


para pelakunya. Namun pada penerapannya di dalam kehidupan
realita yang ada, hal tersebut masih jauh dari ketentuan
hukuman yang ada. dimana sejatinya penerapan hukuman mati
bagi para pelaku tindak pidana korupsi sudah di atur dalam
undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi
nomor 20 tahun 2001 yang merupakan sebuah peratuuran
pembaharuan terhadap Undang-undang nomor 31 tahun 1999
pasal 2 ayat 2 yang menegaskan bahwa para pelaku tindak
pidana korupsi dapat dijatuhkan hukuman mati dalam keadaan
tertentu. Meski demikian peraturan yang diatur dalam ketentuan
undang-undang yang ada hanya bersifat detterance atau
pencegahan semata dimana narasi yang dibangun sejatinya
hanya untuk menimbulkan ketakutan sehingga berefek kepada
pencegahan terhadap kejahatan yang ada, namun demikian
dalam pelaksanaannya hakim biasanya hanya menerapkan bagi
para pelaku tindak pidana korupsi hukuman 20 tahun penjara
atau hukuman seumur hidup. Oleh karena hal tersebut, sejatinya
hukum harus diterapkan seuai dengan ketentuan tertulis yang
di atur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. karena
hukum selalu bersifat lex dura set ita scripta (hukum harus
ditegakan sesuai apa yang ditulis dalam peraturan perundang-
undangan yang ada).
Penerapan hukuman mati yang di atur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan nomor 20 tahun 2001 pasal 2
ayat 2 tentang pemberantaran tindak pidanak korupsi menye-
butkan bahwa dalam penerapan hukuman mati dapat dilakukan
apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana
yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya,
bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial
yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan
pengulangan tindak pidana korupsi. oleh karena hal tersbeut
sejatinya pemerintah Indonesia sudah saatnya berani untuk

66
PENERAPAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA EXTRAORDINARY CRIME KORUPSI

mengambil sikap untuk sama-sama memerangi perilaku buruk


ini agar tidak melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan
negara serta menyengsarakan rakyat banyak. Karena pada
kehidupan realita yang ada perilaku buruk orupsi sudah
mengakar dalam muamalah kehidupan pemerintah pusat hingga
pemerintah daerah yang ada. sehingga dari hal tersebut maka
penanggulangan akan bahaya perilaku pidana tindak pidana
korupsi ini mesti segera diakhiri dengan penerapan sanksi yang
berat terhadap perilakunya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada, dan salah satu ketentuan yang
di atur dalam peraturan perundang-undangan yang ada dengan
penerapan hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana
korupsi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu dan kekuatan bukti
dalam persidangan yang ada. Karena apa gunanya hukum,
jikalau hukum yang ada hanya sebatas teks yang tertulis namun
dalam penerapannya sangat jauh dari apa yang diharapkan
sehingga kejahatan yang sama akan terus berulang dari masa
ke masa. Dalam studi kasus tersebut sudah selayaknya bangsa
ini belajar dari China yang mampu dengan tegas menerapkan
hukuman mati bagi para pelaku tindak pidanak korupsi
sehingga kasus korupsi yang ada dapat menurun dan mampu
diberantas hingga ke dasarnya.
Pidana mati merupakan salah satu ketentuan sanksi yang
paling berat dalam pelaksanaannya dan disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada. dimana dalam
penerapannya hukuman pidana mati sering terjebak dalam
ketentuan hak asasi manusia yang menegaskan bahwa manusia
berhak atas kehidupan, perlindungan dan keamanan yang ada.
Walaupun demikian apabila kita merujuk kepada peraturan
perundang-undangan yang ada dalam negara ini, penerapan
hukuman mati sejatinya telah di atur dalam beberapa kasus yang
ada. seperti pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana,
undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,

67
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

undang-undang nomor 15 tahun 2003 menngenai penang-


gulangan tindak pidana terorisme, pasal 365 ayat (4) KUHP
mengenai pencurian dengan kekerasan. Pasal 104 makar
terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 111 ayat (2)
membujuk negara asing untuk bermusuhan atau berperang.
Pasal 124 tentang melindungi musuh atau menolong musuh
waktu perang. Pasal 140 ayat (3) makar terhadap raja atau kepala
negara-negara sahabat. Pasal 368 ayat (2) pemerasan dengan
kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati. Pasal 444
pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang mengakibatkan
kematian. serta undang-undang nomor 20 tahun 2001 mengenai
pemberantasan tindak pidana korupsi dan berbagai macam
peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh karena hal
tersebut maka sejatinya hak asasi manusia bukan menjadi suatu
alas an untuk tidak ditegakannya suatu ketentuan hukum yang
ada. karena pada sejatinya hukum senantiasa memberikan
kehidupan, dimana kehidupan yang dimaksud bukan semata-
mata kehidupan dalam arti materialisme semata. Namun lebih
jauh dari itu adalah kehidupan sejati hakikatnya merupakan
kehidupan yang membawa kepada keadilan kepada manusia
sehingga daripada itu kematian bagi para pelaku tindak pidana
korupsi merupakan sebuah kehidupan bagi rakyat jelata yang
sengsara hidupnya diakibatkan oleh perilaku buruk dari para
pelaku tindak pidanak korupsi yang ada.
Pada tingkat internasional pun terdapat kecenderungan
untuk menghapuskan pidana mati. Namun pidana mati masih
boleh diterapkan pada tindak pidana yang bersifat “the most
serious crimes” Pengaturan internasional tentang pidana mati ada
dalam Pasal 6 ayat (1) International Convenan on Civil and
Political Right (ICCPR) yang menyatakan tiap manusia berhak
atas hak hidup yang melekat pda dirinya dan wajib dilindungi
oleh hukum. Namun dalam ayat (2) menyatakan bahwa
hukuman mati dapat diterapkan jika kejahatan bersifat serius

68
PENERAPAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA EXTRAORDINARY CRIME KORUPSI

(serious crime). Ketentuan internasional lainnya yang terkait


dengan penerapan pidana mati adalah Pasal 3 Deklarasi Hak
Asasi Manusia, (DUHAM) yang menyatakan bahwa setiap orang
memiliki hak hidup, kebebasan, dan keamanan. Penafsiran secara
argumentum a contrario dari pasal tersebut, yaitu pidana mati
menghilangkan hak hidup seorang pelaku kejahatan, sehingga
tidak sesuai dengan substansi pasal dimaksud. Berkaitan dengan
makna serious crime tidak ditemukan indikator dalam ICPPR.
Menurut Pembukaan Konvensi PBB Menentang Korupsi tahun
2003 (UNCAC), menyatakan korupsi merupakan masalah yang
serius (serious crime). Di samping itu, berdasarkan konsideran
UUTPK menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama
ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara
tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana
korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberan-
tasan harus dilakukan secara luar biasa. Oleh karena itu
penerapan pidana mati masih dimungkinkan untuk diterapkan
kepada para pelaku korupsi menurut ketentuan internasional dan
nasional.
Law enforcement atau penegakan hukum yang tegas harus
dilakukan sebagai langkah mewujudkan keadilan dalam
kehidupan yang ada. Dimana dalam penerapan hukuman mati
kepada para pelaku tindak pidana korupsi sejatinya sama sekali
tidak bertentangan dengan ketentuan mengenai hak asasi
manusia. Karena pada dasarnya ketika kita membahas hak asasi
manusia, kita juga harus memahami bahwa hak asasi manusia
yang ada ada yang bersifat derogable right and non derogable right.
Namun kepada pelaku kejahatan masih diterapkan pidana
pencabutan hak untuk hidup. Dalam perspektif kebijakan
kriminal, penjatuhan pidana mati merupakan sarana penal
untuk mencapai kesejahteraan dala kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Namun, Indonesia yang merupakan negara yang

69
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

berdasarkan Pancasila, tujuan penerapan pidana khususnya


pidana mati harus selaras dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam ketentuan yang diatur dalam nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar negara. Dalam menerapkan pidana mati juga harus
memperhatikan keharmonisan antara kepentingan publik yang
dilanggar dengan penjatuhan pidana . Penerapan pidana mati
dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang melampaui batas
kemanusiaan, mengancam hidup orang banyak, merusak tata
kehidupan dan peradaban manusia, dan merusak perekonomian
negara. Tindak pidana tersebut antara lain pembunuhan
berencana, terorisme, narkoba bagi pengedar dan bandar, dan
korupsi. Penerapan pidana mati kepada koruptor tidak semata-
mata bertujuan mengurangi kejahatan korupsi, namun
dimaksudkan agar dapat menimbulkan pertobatan atau efek
penjeraan pada pelaku dan masyarakat. Sehingga kejahatan
korupsi yang merupakan sebuah serious crime dapat dicabut
hinga ke akar dan keadilan dapat tegak sebagai sarana untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara.

70
12
SEBUAH POLA PIKIR SESAT DI BALIK
WACANA PENUNDAAN PEMILU DI TAHUN 2024
“The heaviest penalty for declining to rule is to be ruled by
someone inferior to yourself.” -Plato-

Komisi Pemilihan Umum, Pemerintah beserta DPR sudah


bersepakat dengan dilaksanakannya pelaksanaan Pemilihan
Umum 2024 yang akan di gelar pada 14 Februari 2024. Namun
pada kenyataan di lapangan akhir-akhir ini kita selaku rakyat
di kejutkan dengan statement dari beberapa ketua umum partai
politik yang mengusulkan jadwal penundaan Pemilihan Umum
2024. Hal tersebut bukan tanpa alasan, banyak alasan yang
diungkapkan kepada khalayak opini publik. Baik alasan aspirasi,
survei, kinerja pemerintah di masa krisis dan lain sebagainya.
Apapun alasan yang di lemparkan kepada khalayak opini publik,
tetap saja wacana penundaan Pemilihan Umum 2024 meru-
pakan sebuah pola pikir yang sesat lagi menyesatkan. Disebab-
kan penundaan Pemilihan Umum 2024 merupakan sebuah
pelecehan terhadap konstitusi Republik Indonesia yang kita cintai
ini. Permasalahannya jelas dan gamblang apabila kita merujuk
dalam ketentuan konstitusi Republik Indonesia yang tertuang
dalam pasal 7 ditegaskan bahwa jangka waktu kekuasaan
pemerintah dalam hal ini adalah presiden bersama wakil presiden

71
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

sudah ditentukan selama lima tahun dan sesudahnya dapat di


pilih kembali melalui prosedur Pemilihan Umum.
Wacana penundaan Pemilihan Umum di tahun 2024 harus
memiliki alasan dan kondisi yang konstitusional, namun dalam
hal ini kita selaku anak bangsa tidak menemukan sedikitpun
alasan dan kondisi konstitusional. Justru wacana penundaan
Pemilihan Umum 2024 merupakan pelecehan terhadap konstitusi
Republik Indonesia yang tercinta. Karena pada sejatinya ketika
penundaan Pemilihan Umum 2024 dilaksanakan, maka
setidaknya ada empat tujuan konstitusi yang dengan gambllang
di cederai. Yaitu:

a. Pemilihan Umum sebagai upaya peralihan kepemimpinan


pemerintahan secara tertib dan damai
b. Pemilihan umum sebagai upaya pergantian pejabat yang
akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan
(dalam hal ini tidak hanya penundaan Pemilihan Umum
kepada Presiden, namun juga akan merambat kepada
pergeseran waktu terhadap pergantian wakil rakyat di
lembaga legislatif)
c. Pemilihan Umum sebagai prinsip kedaulatan rakyat
d. Pemilihan Umum sebagai prinsip hak-hak asasi warga
negara.

Oleh karena pertimbangan yang demikian maka Wacana


Penundaan Pemilihan Umum harus di tolak dengan tegas. Karena
jelas konstitusi sudah memberikan rambu-rambu batasan
terhadap perjalanan strukturan dan ketatanegaraan di masa
yang akan datang. Dan wacana ini tidak boleh dilemparkan
kepada khalayak opini publik karena hal ini adalah permainan
terhadap keberlangsungan proses demokrasi yang amat kita
junjung. Dalam sejarah juga jelas apabila permainan terhadap
proses demokrasi dilakukan maka sudah banyak kerusakan yang

72
SEBUAH POLA PIKIR SESAT DI BALIK WACANA PENUNDAAN PEMILU DI TAHUN 2024

akan ditimbulkannya. Seperti contoh perpanjangan masa jabatan


pemerintah Nagara Guinea yang berhujung kepada kudeta
militer. Oleh karena hal yang demikian sebagai warga negara
yang baik kita wajib menjunjung tinggi proses ketatanegaraan
dan proses demokrasi serta memegang teguh prinsip konstitusi
dalam bernegara. Karena pada sejatinya kita dalah negara hukum
dan hukum wajib determinan atas segala macam kepentingan
politik apapun.
Dalam praktik yang berlaku dalam perjaalanan sejarah
yang ada, kekuasaan yang tidak dibatasi hanya akan menim-
bulkan konflik berkepanjangan dalam struktur ketatanegaraan
yang ada di dalam suatu negara yang ada. Oleh karena pem-
batasan konstitusional mengenai masa jabatan kepemimpinan
suatu negara adalah sebuah langkah konkret memelihara nilai-
nilai demokrasi sebagai pilar kesejahteraan suatu bangsa dan
negara yang ada. Ketika pilar demokrasi yang ada di rusak
dengan sistem otoritarianisme yang mengkehendaki kekuasaan
tanpa batas, maka regenerasi kepemimpinan akan rusak serta
mengakibatkan pertumbuhan dan peningkatan kapasitas bangsa
dan negara terhambat. Dalam perjalanannya, sejatinya hukum
atau konstitusi yang ada di negara ini telah mengatur mengenai
konsep sebuah masa jabatan pemimpin negara yang ada, seperti
yang dijelaskan dalam pasal 7A UUD 1945 bahwa Presiden dan/
atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal 7B ayat 1
menerangkan bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan

73
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil


Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh
DPR. Pengajuan permintaan oleh DPR kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan
sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir
dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya
2/3 dari jumlah anggota DPR. Mahkamah Konstitusi wajib
memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya
terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh
hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima
oleh Mahkamah Konstitusi. Apabila Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/
atau Wakil Presiden, DPR menyelenggarakan sidang paripurna
untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden kepada MPR. MPR wajib menyelenggarakan sidang
untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak MPR menerima usul tersebut. Keputusan MPR atas
usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus
diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh
sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui 2/3
dari anggota yang hadir yang hadir, setelah Presiden dan/atau

74
SEBUAH POLA PIKIR SESAT DI BALIK WACANA PENUNDAAN PEMILU DI TAHUN 2024

Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan


dalam rapat paripurna MPR.
Oleh karena perjalanan akan sebuah kepemimpinan yang
panjang, maka sebuah ungkapan yang di utarakan Lord Acton
jelas megingatkan kepada kita bahwa “power tends to corrupt,
but absolute power corrupts absolutely” (manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung menyalah-gunakan, tetapi
manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan
menyalahgunakannya). Oleh karena kekuasaan harus dibatasi
dan dikontrol aggar tidak terjadi A buse of power yang akan
mencederai asas-asas bernegara yang baik. Selain itu juga semua
Partai Politik di Republik Indonesia ini seharusnya dapat betul-
betul memaksimalkan penghormatannya terhadap konstitusi
yang ada. Karena hukum pada sejatinya senantiasa harus
determinan terhadap berbagai macam agenda politik yang ada.
Karena ruang konstitusi, ruang ketatanegaraan dan ruang
hukum merupakan ruang yang menjadi kiblat terjalankannya
proses bernegara ini dengan baik. Dan wacana penundaan
Pemilihan Umum di Tahun 2024 merupakan sebuah kemunduran
dan kejumudan pola pikir para politisi yang harus segera di obati,
agar kedepan kita fokus merekonstruksi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat serta dapat betul-betul merayakan keadilan
sosial tidak hanya untuk satu pihak saja. Tetapi juga keadilan
sosial yang dapat dirasakan oleh seluruh anak bangsa Republik
Indonesia yang tercinta.

75
13
PROBLEMATIKA RANGKAP JABATAN
PEJABAT NEGERI DALAM PERSPEKTIF
KETATANEGARAAN
“My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begin”
-Manuel L Quezon-

Jabatan merupakan sebuah titipan yang bersifat amanah


kepada mereka yang menjalankan tugas bersifat publik serta
akan dipertanggungjawabkan kepada mereka yang
menjalankannya dalam hubungan horizontal antara sesama
manusia dan hubungan vertikal kepada sang pencipta sebagai
suatu asas yang menjadikan negara ini berdaulat berdasarkan
asas ketuhanan yang maha esa. Dalam prakteknya jabatan
merupakan sebuah kedudukan ataupun posisi yang di dapat atas
dasar amanah dari peraturan perundang-undangan sebagai
sebuah landasan hukum bersifat positivistik dalam ranah ataupun
urusan bersifat publik sebagai suatu negara. Oleh karena jabatan
bersifat publik, maka dari itu jabatan sejatinya adalah instrumen
anak bangsa untuk dapat berkontribusi bagi negaranya
berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang yang ada.
Dalam artian semakin stabil amanah yang dilaksanakan oleh
para pemangku kebijakan ataupun pemegang jabatan yang ada
di suatu negara, maka semakin stabil juga proses ketatanegaraan
yang ada demi mewujudkan nilai-nilai political will sebagai
pendidikan dasar bagi masyarakat yang merupakan arti dari
sebuah pengabdian kepada nusa dan bangsa. Dalam perjalan-

77
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

annya, sebuah jabatan dibagi atas dasar jabatan yang bersifat


struktural dan jabatan yang bersifat fungsional. Dimana jabatan
yang bersifat struktural terakreditasi dalam sebuah sistem yang
diatur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ada. Sementara jabatan fungsional merupakan sebuah ranah
kegunaan ataupun pelaksanaan fungsi dari jabatan yang ada
berdasarkan ketentuan peraturan yang diatur dalam undang-
undang sebagai sebuah hukum.
Jabatan yang ada dalam perjalanan suatu ketatanegaran
tidak pernah terlepas dari perjalanan sebuah sistematika politik
sebagai sebuah instrumen anak bangsa menduduki jabatan
strategis dalam ketaatnegaraan yang ada. Dimana politik
menjadi sebuah tumpuan dasar bagi anak bangsa melalui partai
politik yang ada untuk mewadahi serta menghimpun orang-
orang yang memiliki kesamaan visi serta misi dan terorganisir
guna mencapai sebuah jabatan ketatanegaraan yang ada. Oleh
karena politik senantiasa mendeterminasi kehidupan dalam suatu
ketatanegaraan yang ada, maka diperlukan hukum sebagai
intrumen yang menjamin kepastian keberlangsungan
ketatanegaraan menjadi lebih optimal sehingga masyarakat
dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang ada.
Sehingga daripada itu, sebagaiamana yang diungkapkan oleh
Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu
dalam bukunya yang berjudul The sprit of laws, bahwa dalam
perjalanan suatu ketatanegaraan yang baik tidak pernah terlepas
dari pengaruh politik yang ada, dimana politik yang ada harus
diseimbangkan dengan ketentuan yang membuat manusia
tunduk dalam penciptaan suatu ketertiban di dalam lingkungan
masyarakat yang ada. Yaitu agama, hukum, moral dan adat &
istiadat. Sehingga daripada itu pejabat dalam suatu negara akan
tetap berada dalam koridor amanah ketatanegaraan yang baik
apabila lebih mementingkan aspek agama, hukum, moral dan
adat & istiadat dalam menjalankan roda ketatanegaraan yang

78
PROBLEMATIKA RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGERI

ada. Sehingga determinansi politik harus di hapuskan dalam


fenomena rangkap jabatan yang di lakukan oleh beberapa
pejabat suatau negara yang ada. Dalam hal ini sejatinya negara
telah meletakan pondasi terpenting untuk menjamin stabilitas
ketatanegaraan yang ada untuk melarang para pejabat melaku-
kan rangkap jabatan berdasarkan ketentuan yang di atur dalam
UU 39 tahun 2008 tentang kementrian negara, UU MD3,
PERPRES nomor 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, UU
nomor 5 tahun 2014 tentang ASN serta berbagai macam
ketentuan peratuuran undang-undang lainnya.
Oleh karena jabatan merupakan sebuah amanah sekaligus
intrumen kebijakan publik untuk keberlangsungan stabilitas
ketatanegaraan yang baik, maka determinansi politik atas hukum
harus segera dihapuskan. Dimana pejabat-pejabat yang ada
tidak diperkenankankan melakukan rangkap jabatan. Sebagai-
mana yang kita ketahui masih banyak ditemukan di lapangan
banyaknya pejabat publik seperti menteri yang juga merangkap
jabatan sebagai komisaris di suatu perusahaan tertentu, menteri
yang juga merupakan ketua partai politik, presiden yang juga
merupakan ketua partai politik, anggota dewan perwakilan
rakyat yang juga merupakan ketua DPP partai politik, dan
berbagai macam jenis lainnya dalam lingkup ketatanegaraan
dimana pejabat publik melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai moral serta etika yang ada demi kelanggengan
determinansi politik dalam ketatanegaraan yang ada. Sehingga
daripada itu hal ini perlu diakhiri dengan langkah-langkah
konkret penyusunan sanksi serta norma yang bersifat lebih tegas
kepada para pejabat publik, terutama diranah pejabat trias
politika untuk tidak melakukan rangkap jabatan yang hanya
akan mendeterminansi politik dalam suatu ketatanegaraan yang
ada dan berujung kepada tidak adanya kepastian hukum dalam
rangkaian perjalanan ketatanegaraan dalam suatu negara yang
berlandaskan atas hukum sebagaimana yang disebutkan Pasal

79
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa “Negara


Indonesia adalah negara hukum”. Oleh karena hukum harus
senantiasa memberikan rasa kepastian yang ada (certainty of law)
dalam penegakan hukum (law enforcement) sehingga mampu
mewujudkan stabilitas ketatanegaraan yang baik berdasarkan
ketentuan moral yang berlaku dalam suatu negara yang ada.
Undang-Undang tentang Penyelenggara Negara nomor 28
tahun 1999 yang Bersih dan Bebas KKN pada ketentuan umum
menjelaskan penyelenggara negara adalah pejabat negara yang
menjalankan fungsi dalam ranah eksekutif, legislatif, atau
yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara negara yang dimaksud meliputi:

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara,


2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara,
3. Menteri,
4. Gubernur,
5. Hakim,
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan tentang pejabat negara yang lain dalam Undang-


Undang tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
KKN, seperti Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya. Kemudian
yang dimaksud dengan “pejabat lain yang memiliki fungsi
strategis” adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam

80
PROBLEMATIKA RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGERI

melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek


korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meliputi: (1) Direksi,
Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
(2) Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional, (3) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, (4)
Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan
sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, (4) Jaksa,
(5) Penyidik, (6) Panitera Pengadilan, dan (7) Pemimpin dan
bendahara proyek.
Pasal 17 UU No. 25 Tahun 2009, melarang pejabat pelaksana
merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi
usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi
pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Daerah. Juga larangan bagi pelaksana melanggar azas penye-
lenggaraan pelayanan publik. Tuntutan pejabat publik untuk
menghindarkan diri dari konflik kepentingan, secara khusus
dalam hal ini menyangkut rangkap jabatan secara jelas meru-
pakan bagian dari konflik kepentingan yang suatu saat dapat
mengarahan atau menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat publik. Masalah rangkap jabatan secara
umum terjadi jika tidak mengikuti petunjuk perundang-
undangan sebagai berikut:

1. Pasal 17 (a) UU No.25 Tahun 2009 tentang pelayanan


publik yang menyatakan bahwa pelaksana dilarang
merangkap sebagai Komisaris atau Pengurus Organisasi
usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi
pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan BUMD;
2. Pasal 351 ayat (2) UU No.23/2014 tentang Pemerintahan
Daerah yang menyatakan bahwa pelaksana merupakan
pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang di dalam
organisasi penyelenggara pelayanan publik;

81
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

3. Pasal 54 ayat (7) UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan


publik yang menyebutkan bahwa penyelenggara atau
pelaksana yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dikenai sanksi
pembebasan dari jabatan;
4. Pasal 33 huruf a UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa Komisaris
BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai
anggota Direksi pada BUMN, BUMD, Badan Usaha Milik
Swasta dan jabatan lain yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan;
5. Pasal 18 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
50/1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah
yang menyatakan bahwa Badan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari orang-orang yang
profesional sesuai dengan bidang usaha BUMD yang
bersangkutan.

Oleh karena sebuah jabatan merupakan sebuah amanah


yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin, maka dari itu
filosofi jabatan yang terkandung dalam nilai ajaran keagamaan
mengisyaratkan bahwa sejatinya amanah berupa jabatan
merupakan suatu hal yang sangat dahsyat lagi agung dimana
makhluk Tuhan seperti gunung, langit dan bumi tidak mampu
untuk memikulnya. Lantas manusia datang dengan sekonyong-
konyong untuk memperebutkannya. Hal ini termaktub dalam
QS. Al-Ahzab ayat 72 yang berbunyi:

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada


langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan
melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat
bodoh.”

82
PROBLEMATIKA RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGERI

Sehingga daripada itu semua jabatan yang merupakan


representasi dari loyalitas pengabdian harus benar-benar
ditunaikan secara maksimal agar kebijakan-kebijakan yang ada
senantiasa berpihak kepada kepentingan negara dan bukan
kepentingan segelintir golongan yang hanya memanfaatkan
determinansi politik dalam suatu kehidupan yang ada. Oleh
karena itu juga seorang Manuel L Quezon yang merupakan
Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944) pernah menga-
takan: “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country
begin”. Dimana implementasi dari kebijakan publik dalam
struktural ketatanegaraan yang ada tidak akan pernah mungkin
dapat berjalan baik apabila rangkap jabatan masih ada dalam
suatu perjalanan ketatanegaraan yang ada. Dimana selain tidak
mampu untuk membagi waktu serta pikiran secara optimal,
jabatan yang ada sejatinya harus dipengaruhi oleh kepentingan
rakyat dan bukan kepentingan elit partai politik yang ada. Karena
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan kedaulatan
rakyat berdasarkan ketetapan peraturan perundang-undangan
yang ada, sehingga daripada itu semua kepentingan rakyat serta
kepastian hukum certainty of law harus mendeterminansi
perjalanan ketatanegaraan yang ada agar kesejahteraan dan
kemakmuran terhadap rakyat dapat diraih secara optimal untuk
mewujudkan peradaban emas yang gemilang serta terbilang
dalam suatu peradaban bangsa yang ada.

83
14
DISORIENTASI PERILAKU PENYIMPANGAN
SEKSUAL LGBT DI TENGAH-TENGAH
MASYARAKAT BERKETUHANAN YANG
MAHA ESA
“O mankind! Lo! We have created you male and female, and have
made you nations and tribes that ye may know one another. Lo!
the noblest of you, in the sight of Allah, is the best in conduct. Lo!
Allah is Knower, Aware.” -QS. Al-Hujurat:13-

Dalam kehidupan, Tuhan yang Maha Esa menciptakan


hamba-hambanya dari jenis laki-laki dan perempuan serta
menjadikan antara keduanya hidup berpasang-pasangan,
dimana hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi logis
dari sebuah hukum alam. Setidaknya Tuhan yang Maha Esa
mengisyaratkan dalam salah satu firmannya:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”. (QS. Al-
Hujurat:13)

Berpasang-pasangan antara lelaki dan perempuanpun di


atur ketentuan lebih lanjutnya melalui sebuah pintu pernikahan
yang sah, sebagai sebuah langkah untuk pembentukan keluarga
yang harmonis serta menciptakan keturunan yang akan

85
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

menjadikan generasi-generasi beradab untuk kemajuan suatu


peradaban yang ada. Hal ini bukan tanpa alasan, karena apabila
kita merujuk dalam ketentuan yang tertuang didalam hukum
positif yang ada di Indonesia pasal 28B UUD 1945 disebutkan
bahwa:

“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan


keturunan melalui perkawinan yang sah”

Dimana ketentuan perkawinan yang sah sejatinya di atur


lebih rinci lagi di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa:

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan


seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Lantas apabila para pegiat LGBT yang hidup ditengah-


tengah masyarakat berketuhanan yang Maha Esa berkilah
dengan alasan Hak Asasi Manusia, maka satu hal yang perlu
dipahami bahwa sejatinya Hak Asasi Manusia yang tertuang di
dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) yang
menyebutkan:

“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang


lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara”.

Dimana secara harfiah sah-sah saja para pegiat LGBT


berlindung di balik ketentuan peraturan perundang-undangan
tersebut. Namun sejatinya mereka tidak memahami dan
membaca ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Asasi Manusia
yang di batasi dalam ketentuan hukum positif yang ada. Dimana
dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 ayat (2) lebih lanjut
dijelaskan bahwasannya:

86
D I S O R I E N T A S I P E R I L A K U P E N Y I M P A N G A N S E K S U A L L G BT

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib


tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Dimana dalam epistimologi Pasal 28 J Undang-Undang


Dasar 1945 ayat (2) dengan jelas di atur bahwa pelaksanaan
kedaulatan Hak Asasi Manusia sejatinya harus mempertim-
bangangkan empat prinsip, yaitu: moral, nilai-nilai agama,
keamanan serta ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis. Lantas apabila keempat prinsip tersebut dilarang,
bagaimana mungkin bisa memperjuangkan dan melaksanakan
kedaulatan Hak Asasi Manusia. sementara apa yang diperjuang-
kannya merugikan hidup, keamanan, moral dan ketertiban
orang-orang yang ada disekitarnya.
Lebih lanjut apabila kita benar-benar menghayati Pancasila
sebagai sebuah dasar negara atau Staatsfundamentalnorm
sebagaimana teori yang dikemukakan oleh seorang Yuris Hans
Nawiansky, maka kita akan mendapati bahwa sila pertama di
dalam tubuh Pancasila berbunyi:

“Ketuhanan yang maha esa”

Sedangkan Ketuhanan yang Maha Esa tidak memiliki


penafsiran lain, selain seluruh ketentuan dalam berkehidupan
sebagai warga negara yang baik haruslah berlandaskan agama
untuk membawa kemashlahatan terhadap kehidupan. Oleh
karena jelas bahwa agama memiliki peran fundamental terhadap
perjalanan suatu bangsa dan negara, lantas pengkhianatan
terhadap nilai-nilai keagamaan dalam berkehidupan sama saja
menyakiti Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm yang
merupakan asas dasar dalam berkehidupan.

87
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Selain itu juga hal yang perlu kita pahami sebagai


masyarakat berketuhanan yang maha esa adalah Staatsgrundz-
gezets yang merupakan aturan dasar/pokok yang wajib
dipedomani sebagai warga negara yang baik, dalam hal ini adal
Undang-undang dasar 1945 yang dengan jelas mengatur bahwa
sejatinya dalam berkehidupan sebagai masyarakat negara adalah
sebuah platform yang memberikan kebebasan sebesar-besarnya
terhadap masyarakatnya untuk melangsungkan kehidupan,
bahkan lebih jauh negara menjamin kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya. Namun satu hal yang tidak boleh kita
lupakan yaitu Ubi sociates ibi jus (dimana ada kehidupan
masyarakat, disana ada hukum) dimana kebebasan yang
diberikan negara terhadap masyarakatnya harus tunduk
terhadap ketentuan undang-undang yang ada. Hal ini sebagai-
mana disebutkan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan


menurut Undang-Undang Dasar”.

Oleh karena hal tersebut, wawasan mengenai kebangsaan


dan bernegara yang baik perlu dipupuk sejak dini agar ketentuan-
ketentuan yang ada sebagai pilar-pilar dalam berkehidupan
sebagai warga negara yang baik betul-betul dapat terimplemen-
tasikan dalam kegiatan muamalah antara sesame manusia.
Setelah kita memahami Staatsgrundzgezets yang merupakan
aturan dasar/pokok yang wajib dipedomani sebagai warga negara
yang baik, kita juga harus melihat ketentuan di dalam hirarki
perundang-undangan di bawah ketentuan Undang-undang
dasar 1945, dalam hal ini adalah Undang-undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 70 yang menya-
takan:

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib


tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-

88
D I S O R I E N T A S I P E R I L A K U P E N Y I M P A N G A N S E K S U A L L G BT

undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta


penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masya-
rakat demokratis”.

Serta pasal 73 Undang-undang Hak Asasi Manusia yang


menyatakan:

“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini


hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang,
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain,
kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”.

Dimana jelas payung hukum yang sering menjadi alasan


berkilah kaum LGBT yang menjamin kekebasan Hak Asasi
Manusia sejatinya pun dengan gamblang menjelaskan bahwa
Hak Asasi Manusia yang ada di negeri berketuhanan yang Maha
Esa tidak boleh menabrak rambu-rambu moral, nilai-nilai agama,
keamanan dan ketertiban umum dalam berkehidupan suatu
masyarakat yang demokratis. Selain itu juga lebih lanjut Hak
Asasi Manusia juga harus tunduk terhadap ketentuan Undang-
undang yang merupakan produk hukum dari negera berke-
tuhanan yang maha esa. Jikalau sedari awal moral, nilai-nilai
agama,keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
yang demokratis sudah di tabrak, untuk apa ada negera, untuk
apa ada dasar negara dan untuk apa ada aturan dasar yang
merupakan suatu hukum dalam menjalankan kehidupan yang
ada.
Lantas sudah sangat jelas bahwa perilaku penyimpangan
seksual LGBT di tengah-tengah masyarakat berketuhanan yang
maha esa merupakan suatu penyakit yang tidak boleh ada dalam
kehidupan karena lambat laun akan menular dalam berke-

89
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

hidupan bermasyarakat sehingga menjerumuskan peradaban


kepada jurang kehancuran.
Solusi dari fenomena perilaku penyimpangan seksual LGBT
di tengah-tengah masyarakat berketuhanan yang maha esa
adalah dengan pengobatan serta menjalankan kehidupan betul-
betul murni dari produk hukum yang ada di negara berketuhanan
yang maha esa melalu perkawinan yang sah antara suami dan
istri (pria dan perempuan) untuk membentuk rumah tangga/
keluarga yang baik dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
esa. Karena tujuan dari pernikahan apabila kita merujuk kepada
firman Tuhan yang Maha Esa QS. Ar-Ruum (30) ayat 21 adalah
ketentraman dan rasa kasih sayang antara keduanya yang dapat
menumbuhkan keharmonisan dalam berkehidupan bermasya-
rakat untuk menyongsong peadaban yang mulia berdasarkan
nilai-nilai agama:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia yang


menciptakan untukmu istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan jadikan-Nya
diantaramu rasa dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”

Sehingga ketika jalan keberkahan sudah menjadi pilar


berkehidupan sebagai masyarakat berketuhanan yang Maha
Esa, maka rahmat dan keridhoan Tuhan yang Maha Esa akan
diraih sebagai suatu landasan Baldatun thoyyibatun wa robbun
ghofur yang akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran
suatu peradaban dalam berkehidupan bermasyarakat dan
bernegara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

90
15
PENGUATAN EKSISTENSI TRIAS POLITIKA
DALAM UPAYA CHECK AND BALANCES
DI INDONESIA
“Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely”
–Lord Acton-

Lord Acton yang merupakan pakar sejarah terkemuka


Britania Raya dan hidup pada abad ke-19 M pernah mengatakan:

“Power tends to corrupt and absolute power corrupt


absolutely”

Dimana pada hakikatnya kekuassaan cenderung memiliki


tendensi untuk membawa pelakunya terhadap korupsi dan
kekuasaan yang tak terbatas, maka korupsi yang dilakukan juga
tanpa batas. Hal ini menggambarkan dan mengajarkan dengan
jelas kepada kita semua, bahwa dalam suatu sistem ketata-
negaraan yang ada harus terdapat check and balances guna meng-
hindari kemerosotan penyalahgunaan kekuasaan yang ada
untuk kepentingan segelintir pihak saja. Karena sejatinya
substansi dari check and balances adalah pengontrolan kekuasaan
yang mengkehendaki agar terciptanya suatu keseimbangan di
dalam tubuh kekuasaan dan tidak terjadinya kekuasaan yang
absolut tanpa kendali sehingga berujung kepada kekuasaan yang
korup dan menyengsarakan kehidupan bermasyarakat yang ada.

91
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Penerapan check and balances sejatinya sudah terimple-


mentasikan dengan adanya teori trias politika yang mengkehen-
daki supaya terjadinya pemisahan kekuasaan antara satu
lembaga dengan lembaga yang lainnya. Dimana awal kemun-
culan teori ini sejatinya adalah sebuah kritikan seorang John
Locke pada tahun 1690 M yang merupakan seorang filsuf terke-
muka Britania Raya di dalam karya bukunya yang berjudul Two
trities of government terhadap teori yang dikemukakan Thomas
Hobbes yang mengemukakann bahwa kekuasaan sejatinya
harus di pegang oleh kekuasaan mutlak seorang raja. Lantas
bagaimana mungkin kekuasaan mutlak dapat di pegang dalam
kurun waktu yang tak terbatas tanpa menghasilkan kesengsara-
an dan kemerosotan kekuasaan yang ada sehingga merugikan
banyaka rakyat.
Sejatinya yang perlu dipahami juga adalah bahwa kontrak
sosial ataupun kondisi alami manusia mengkehendaki sebuah
rasionalitas untuk membuat hukum dengan tangan kekuasaan
dan menjalankan hukum yang telah di buat sehingga muncul
sebuah pemisahan kekuasaan untuk mencegah kekuasaan yang
absolut tanpa kontrol. Oleh karena hal tersebut John Locke
membagi kekuasaan atas tiga unsur, yaitu: kekuasaan eksekutif,
kekuasaan legislatif dan kekuasaan federatif. Dimana kekuasaan
eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang
yang ada, kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat
undang-undang dan kekuasaan federatif adalah kekuasaan
untuk membuka jalan hubungan ke luar negeri, memaklumkan
sebuah peperangan, perdamaian, aliansi dan transaksi ekonomi
antara satu negara ataupun lebih.
Teori mengenai trias politika dalam perjalanannnya
kemudian dikembangkan kembali oleh seorang pemikir asal
Prancis Baron Secondat de Montesqueu pada tahun 1748 M
dalam bukunya L’espirit des louis/The spirit of laws mengenai
pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dimana

92
PENGUATAN EKSISTENSI TRIAS POLITIKA DALAM UPAYA CHECK AND BALANCES DI INDONESIA

perbedaan dari teori yang dikemukakan oleh John Locke salah


satunya adalah hadirnya lembaga yudikatif yang berfungsi
sebagai lembaga kekuasaan yang menafsirkan hukum atau
mengawasi jalannya suatu roda kekuasaan yang ada berdasarkan
ketentuan hukum atau perundang-undangan yang menga-
turnya. Sehingga diharapkan dengan adanya pemisahan
kekuasaan dalam tubuh suatu negara dapat membawa negara
tersebut kepada welfare state yang di idam-idamkan oleh
masyarakat luas.
Mengenai teori pemisahan kekuasaan sendiri apabila kita
melihat di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta
ini sejatinya lebih spesifik mengatur mengenai pembagian
kekuasaan. Dalam artian tidak ada pemisahan lembaga
kekuasaan dalam menjalankan tugasnya secara mutlak. Hanya
saja setiap lembaga yang ada di masing-masing rumpun eksekutif,
legislatif dan yudikatif menjalankan tupoksi tugasnya masing-
masing untuk menciptakan sinergitas harmoni yang membawa
masyarakat Indonesia terhadap kekuasaan yang terbatas.
Sehingga diharapkan dengan sistem yang ada terdapat check
and balances dan berakibat tidak ada kekuasaan yang dinodai
oleh kepentingan pribadi atau segelintir kelompok semata.
Kemudian apabila kita spesifikasikan lebih lanjut di Indonesia
lebih kompleks mengenai pembagaian kekuasaan tidak hanya
terbagi atas kekuasaan eksekutif, legislatif ataupun yudikatif
semata. Namun kita bisa melihat kekuasaan eksaminatif dan
kekuasaan konsultatif sebelum amandemen UUD 1945. Adapun
kekuasaan eksekutiif di Indonesia seperti (presiden), legislatif
seperti (DPR, DPD & MPR), kekuasaan yudikatif seperti (MA &
MK), kekuasaan eksaminatif (BPK), dan kekuasaan konsultatif
yang ada sebelum amandemen UUD 11945 adalah (DPA).
Sejatinya sejarah juga telah mengajarkan kepada kita
semua mengenai kekuasaan yang superpower telah membawa
negara tersebut kepada suatu sistem yang tirani dan tidak

93
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

terkontrol sehingga berakibat kepada korupsi yang besar-besaran


dan membawa masyarakat kepada jurang kemelaratan. Selain
itu juga kita belajar apabila roda kekuasaan yang ada antara
lembaga kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berjalan
atas dasar determinansi intervensi politik maka hal itu juga tidak
baik bagi tubuh suatu negara. Oleh karenanya sistem ketata-
negaraan ataupun kekuasaan yang baik biarkan berjalan atas
dasar tupoksi kinerja masing-masing berdasarkan rambu-rambu
undang-undang yang mengatur. Jangan biarkan politik men-
determinansi hukum, karena apabila politik mendeterminansi
hukum maka hasil yang di capai hanyalah ketidakseimbangan
sistem sehingga mengorbankan kesejahteraan masyarakat untuk
keuntungan segelintir pihak saja. Dan kita mempedomani
bersama bahwa terdapat adegium hukum mengatakan:

“Politiae legius non leges politii adoptandae”

Yang berarti politik harus tunduk terhadap hukum, dan


bukan sebaliknya. Sejarah di Indonesia juga telah mengajarkan
banyak kepada kita semua bahwa ketika politik sudah men-
determinansi kekuasaan yang ada, maka rekaman sejarah
menunjukan banyaknya peristiwa kudeta, reformasi ataupun
impeachment yang menggulingkan kekuasaan yang ada. Lantas
ketika tradisi ataupun rekam jejak masa lalu tidak kita pahami
kemudian terulanng kembali peristiwa determinansi politik atas
kekuasaan yang ada, maka kita akan terus berada dalam
lingkarang kejumudan sehingga lupa akan cita-cita bernegara
kita yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
dalam hal melindungi segenap bangsa Indonesia & tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

94
PENGUATAN EKSISTENSI TRIAS POLITIKA DALAM UPAYA CHECK AND BALANCES DI INDONESIA

Lantas dengan perkembangan zaman yang ada sistem


penerapan konsep teori trias politika sejatinya harus dikuatkan,
baik dengan cara pengembangan lembaga kekuasaan ataupun
penguatan dalam segi pengertian formil mengenai pemisahan
kekuasaan yang berarti pembagian kekuasaan. Dimana antara
berbagai rumpun kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
bisa saling bersinergi untuk menciptakan stabilitas roda
kekuasaan yang harmonis dan mendukung kinerja kekuasaan
antara satu sama lain berdasarkan tupoksi kinerja kelembaga-
anya masing-masing. Dan terakhir determinansi politik dalam
kekuasaan juga harus dibatasi oleh ketentuan hukum atau
perundang-undangan yang ada sehingga tidak menciptakan
superpower kekuasaan yang dikendalikan satu golongan saja,
akan tetapi kekuasaan terbagi dan berjalan secara merata serta
optimal sehingga dapat dijalankan dengan baik dan membawa
bangsa Indonesia kepada welfare state yang di cita-citakan
bersama.

95
16
KEBEBASAN BERAGAMA & BERKEYAKINAN
SEBAGAI PILAR HAK ASASI MANUSIA
DI INDONESIA
“I’m not going to say how, specifically, but I will continue to
speak out about human rights and freedoms. Absolutely. We can
speak out about what we are angry about, but the most
important thing is to try and help people understand the reality
and not be blinded by something that is not the truth.”
–Angelina Jolie-

Agama merupakan keyakinan ataupun kepercayaan yang


diyakini kebenarannya oleh setiap pemeluknya. Sejatinya agama
yang ada di dunia ini senantiasa mengajarkan para pemeluknya
mengenai arti dan tujuan fungsionil baik di alam dunia maupun
akhirat mengenai arti dari penciptaan manusia serta periba-
datannya kepada Tuhan yang maha esa. Kita dapat melihat salah
satu contoh firman Tuhan yang ada di dalam QS. Az-Zariyat
ayat ke-56 yang berbunyi:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar


mereka beribadah kepada-Ku.”

Dan sejatinya agama yang diyakini oleh pemeluknya


masing-masing senantiasa mengajarkan arti dari sebuah
perdamaian yang tidak hanya dirasakan antara sesama manusia,

97
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

tetapi lebih jauh dari itu dirasakan oleh seluruh makhluk hidup
yang ada di seantreo alam ini. Hal ini merupakan bukti serta
tanda-tanda kebesaran Tuhan yang maha esa dalam hal
pemberian rahmat serta karunianya yang tak terbatas kepada
para hambanya.
Lebih jauh dari itu semua, apabila kita melihat substansi
didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita
cintai ini, kita mendapati bahwa negara tidak pernah terlepas
dari salah satu pondasinya yang tertuang di dalam staats-
fundamentalnorm Pancasila sila pertama yaitu:

“Ketuhanan yang maha esa”

Sehingga platform negara ini tetap eksis untuk memberikan


kedamaian bagi para penduduknya, jikalau benar-benar
mempedomani arti dari sebuah kepercayaan ataupun agama
sebagai refleksi ketaaatan kepada Tuhan yang maha esa. Dalam
perjalanannya agama di Indonesia senantia memberikan arti dan
landasan pertimbangan utuh mengenai sebuah arah garis besar
haluan negara menuju arah kesejahteraan dan kemakmuran.
Sehingga sudah sangat jelas bahwa sejatinya negara merupakan
subjek yang paling utama dalam hal menghormati (to respect),
melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) kebebasan
beragama dan berkepercayaan serta pelaksanaan ibadah
berdasarkan agama dan kepercayaan masyarakatnya.
Jikalau kita membedah berbagai macam aturan ketata-
negaraan yang terimplementasikan dari berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada, kita dapat menemukan dengan
jelas dan bagiamana peran negara yang merupakan subjek
hukum utama dalam hal penjamin warga negaranya dalam hal
beragama dan berkeyakinan.

98
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN SEBAGAI P I L A R H AM DI INDONESIA

Dalam pasal 28E ayat 1 disebutkan:

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut


agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Lebih lanjut pasal 28E ayat 2 menyebutkan:


“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”

Sedangkan pasal 29 ayat 1 mengatakan:

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dan ayat 2 dari pasal 29 menyebutkan:

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk


memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.”

Lantas keberadaan agama di Indonesia sejatinya bukanlah


pemberian negara kepada warga negaranya, melainkan
keberadaan agama benar-benar mutlak merupakan sebuah
keyakinan yang diyakini warga negara untuk kemudian
menjalankan roda fungsionil ajaran agama yang dipeluknya
masing-masing. Dalam ketentuan yang lebih lanjut, kita juga
dapat memahami bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan
di Indonesia tidak hanya sebatas kebebasan dalam hal memeluk
atau meyakini ajaran agamanya semata. Namun lebih jauh dari
itu semua adalah kebebasan mengenai penyebaran agama serta
menjalankan ritual peribatan keagamaan dengan seluas-luasnnya
tanpa harus melanggar norma-norma, menodai ajaran ke-
agamaan, ketertiban, keamanan serta berkehidupan sosial sebagai
masyarakat yang demokratis di Indonesia.

99
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Perjalanan Hak Asasi Manusia di Indonesia juga mengan-


dung unsur mengenai pembebasan berkeyakinan dan
menjalankan peribadatan berdasarkan agama yang diyakininya
masing-masing. Dimana apabila kita mempelajari substansi dari
Hak Asasi Manusia sebagaimana yang tertuang di dalam UU
nomor 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu, Hak Asasi Manusia wajib dihormati dan
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan semua orang demi melindungi harkat dan martabatnya. Dan
ketentuan mengenai kebebasan beragama dan berkeyakinan
juga telah di atur dalam pasal 22 UU nomor 39 tahun 1999 ayat
ke-1 yang berbunyi:

“Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan


untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Lebih lanjut di dalam pasal 22 UU nomor 39 tahun 1999


ayat ke-2 juga menyebutkan:

“Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk


agamanya dan kepercayaannya itu.”

Dalam perjalanannya kebebasan mengenai keberagaman


dan berkeyakinan di Indonesia juga terbagi dalam dua ruang
lingkup. Baik itu ruang lingkup (internal), dimana setiap pemeluk
agaman berhak serta dapat dengan leluasa untuk menjalankan
ritual keagamaan yang diyakininya masing-masing tanpa
adanya paksaan serta diskrimanasi apapun. Kemudian ruang
lingkup (eksternal), dimana masing-masing pemeluk agama
bebas dalam hal penyebaran nilai-nilai keagamaan dan
keyakinan tanpa harus terlibat dalam permusuhan antara satu
kelompok dengan kelompok yang lain. Dalam artian harus
mengedepankan nilai-nilai norma serta kebijaksaan dan kebaikan

100
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN SEBAGAI P I L A R H AM DI INDONESIA

dalam hal penyebaran agama dan keyakinan yang diyakininya


tersebut. Karena permasalahan sosial yang paling sering terjadi
adalah pergesekan antara umat beragama yang ada di Indonesia
disebabkan kurang bijaknya penyebar agama dalam hal syiar
keagamaan yang diyakininya tersebut. Selain itu juga dalam hal
penodaan dan penyelewengan keyakinan masih sering kita
temukan, dimana hilir dari itu semua adalah hatespeech bahkan
sampai aksi menumpahkan darah sesama anak bangsa, dimana
hal ini sungguh sangat kita sayangkan dimana seharusnya
agama yang merupakan sumber kedamaian di rusak dan hanya
menjadi media untuk bergesekan di tengah-tengah kemaje-
mukan yang ada. Dalam hal tersebut juga tidak sedikit ditemukan
unsur-unsur pelarangan berkeyakinan yang ada di Indonesia.
Mulai dari pelarangan simbol-simbol busana keagamaan,
pelarangan ajaran-ajaran yang merupakan syariat keagamaan
sampai pelarangan penunaian ibadah. Oleh karrena hal tersebut
perlu kita sikapi dengan bijak dan dibutuhkan sinergitas
harmonis antara semua kalangan. Baik kalangan pemerintahan,
kalangan pemuka agama, ormas, aparat keamanan dan seluruh
masyarakat pada umumnya untuk mengedepankan nilai-nilai
permusyawaratan serta mediasi dalam hal pemecahan masalah,
terutama permasalahan pergesekan atas nama agama yang ada
di Indonesia.
Lebih jauh dari itu semua, sejatinya di Indonesia sendiri
sudah mempunya beberapa payung hukum alternatif untuk
mengatur perihal terjadinya pergesekan keagamaan yang ada
di Indonesia. seperti: Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun
1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Agama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun tentang Sistem
Pendidikan Nasional 2003, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
tentang Hak Asasi Manusia 1999 dsb. Penerapan regulasi
perundang-undangan yang ada juga tidak boleh melupakan
bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan yang maha esa

101
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

sebagai pilar terwujudnya keharmonisan bangsa sesuai konstitusi


yang terikat dengan nilai-nilai ketuhanan. Sebagaimana yang
disebutkan dalam pasal 29 ayat ke-1:
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Semoga kerukunan beragama dan penerapan kebebasan


keberagaman di tengah-tengah iklim pluralistik di Indonesia
dapat terimplementasikan dengan baik, tanpa harus
mendiskriminasi kebebasan keagamaan para penduduk serta
menyatakan ujaran kebencian dan berujung pertumpahan darah
di Indonesia. Karena sejatinya Indonesia adalah negara yang
berketuhanan yang maha esa, dimana Tuhan senantiasa
mengajarkan pada kebajikan dan kedamaian kepada hamba-
hambanya yang harus dipedomani dan diamalkan dalam
kehidupan sehati-hari untuk menyongsong baldatun thoyyibatun
wa robbun ghofur.

102
17
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI DI INDONESIA SEPANJANG MASA
“People’s indifference is the best breeding ground for corruption
to grow” –Delia Fereirra-

Sebagai bangsa yang berdaulat dan besar, Indonesia adalah


salah satu negara superpower diberbagai sisi kehidupan; Baik
dari sisi jumlah sumber daya manusia yang unggul, sisi sumber
daya alam, sisi peningkatan ekonomi, sisi geografis, sisi
pertahanan dan berbagai macam sisi lainnya yang menjadi
indikator kedaulatan dan kebesaran bangsa Indonesia di mata
dunia. Namun, sisi kedaulatan dan kebesaran bangsa Indonesia
yang sangat mumpuni di mata dunia ternyata tidak di dukung
dari aspek moralitas oknum oligarki penguasa negeri, dimana
banyaknya oknum oligarki penguasa negeri yang dari tahun ke
tahun terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi sehingga
merugikan negara. Jikalau kita cermati data yang disampaikan
oleh Transparency International Indonesia telah mengeluarkan
indeks persepsi korupsi (IPK) pada Selasa 25 Januari 2022 berada
pada peringkat ke 96 dari 180 negara. Hal tersebut adalah sebuah
kemerosotan yang tajam bagi suatu bangsa dalam bernegara,
karena moralitas dalam pengembanan suatu amanah sudah
dikhianati oleh kepentingan memperkaya diri sendiri, korporasi,
kelompok ataupun golongannya masing-masing dengan
merugikan negara. Sehingga dampak dari hal tersebut membawa

103
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

rakyat pada kemelaratan serta kemiskinan yang tidak berujung.


Minimal dampak dari tindak pidana korupsi yang dilakukan
telah menyebabkan kesenjangan ekonomi yang berakibat buruk
bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia.
Selanjutnya, jikalau kita mencermati mengenai indikator
suatu perbuatan dikatakan sebagai bentuk tindak pidana korupsi.
Maka kita dapat melihat kepada undang-undang nomor 20 tahun
2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi yang
merupakan perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal tersebut
tertuang di dalam pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan


perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Dan dilanjutkan dalam pasal 3 yang berbunyi:


“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).”

Inti dari kedua pasal tersebut sejatinya sama, yaitu sama-


sama perbuatan yang merugikan keuangan negara dan

104
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA SEPANJANG MASA

perekonomian negara dengan tujuan memperkaya/mengun-


tungkan diri sendiri, korporasi, kelompok ataupun golongan para
koruptor dengan berbagai macam metode yang dilakukan. Ada
yang menggunakan metode peyuapan, pengadaan barang dan
jasa, penggelapan, penyalah gunaan kewenangan, pungutan
ataupun perizinan dan berbagai macam metode lainnya dalam
melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena hal tersebut
maka, sejatinya tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary
crime (kejahatan yang sangat luar biasa), sehingga penanganan
dari tindak pidana korupsi juga hari bersifat extraordinary agar
mampu mencabut akar kejahatan tindak pidana tersebut. Hal
tersebut bukan tanpa alasan, dikarenakan hal tersebut telah
dibunyikan dalam pertimbangan UU No. 20 Tahun 20001
Tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pem-
berantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang mengatur bahwa:

“Tindak pidana korupsi peru digolongkan sebagai kejahatan


yang pemberantasannya haruss dilakukan secara luar biasa.”

Sehingga dalam penjelasannya antara lain dinyatakan


bahwa:
“Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan
dengan cara yang khusus. antara lain penerapan sistem
pembuktian terbalik, yakni pembuktian yang dibebankan
kepada terdakwa.”

Selanjutnya yang perlu kita pahami dari tindak pidana


kejahatan korupsi ini, apabila kita melihat dari pengertian harfiah
latinnya yakni corruptus adalah suatu tindakan yang membawa
kepada perubahan tingkah laku dari baik menjadi buruk (to
change from good to bad in morals, manners, or actions) dalam ber-
bagai macam aspek. Terutama aspek dalam hal menguntungkan
kepentingan pribadi dan mengorbankan serta merugikan
kepentingan negara. Ada banyak sekali dampak buruk yang

105
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

dihasilkan oleh tindak pidana kejahatan ini. Baik dari segi


kerugian terhadap masyarakat dimana masyarakat akan
menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebiasaan yang tidak
pernah berubah sehingga menimbulkan sikap apatis di kalangan
masyarakat dan berujung kepada terjadinya kesenjangan sosial
diantara rakyat. Dampak lain juga berimbas kepada generasi
muda yang terjebak di dalam pengajaran nilai-nilai yang buruk
dalam berkehidupan sehingga melahirkan kader-kader
pemimpin yang buruk dalam hal kekuasaan bagi bangsa dan
negara. Dampak selanjutnya adalah dampak di bidang politik,
dimana para politikus dapat melazimkan segala macam
penyelewengan yang dilakukannya semata-mata terhadap
eksistensi kekuasaan yang berujung kepada kepentingan oligarki
dan mengorbankan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia. Dampak selanjutnya juga akan menimpa kepada
pembangunan atau perjalanan ekonomi bangsa yang senantiasa
merosot dari hari ke hari sehingga menghantarkan bangsa dan
negara Indonesia kepada jurang kehancuran. Dampak lainnya
juga berimbas kepada perjalanan birokrasi negara yang carut-
marut dan hanya ternilai dari materialisem semata, tanpa berjalan
sesuai dengan regulasi yang baik. Dan banyak dampak buruk
lainnya yang diakibatkan dari perbuatan tindak pidana
kejahatan ini lainnya.
Adapun selanjutnya adalah mengenai ketentuan sanksi
pemidanaan yang sejatinya telah diatur dalam undang-undang
nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi yang telah diubah dengan ketentuan undang-undang
nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang
nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi sebagai berikut:
1. Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian
keuangan negara ataupun perekonomian negara telah
diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3;

106
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA SEPANJANG MASA

2. Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyuapan


telah diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12, Pasal
12 huruf (a), (b), (c), (d), Pasal 12B, dan Pasal 13;
3. Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan
penggelapan telah diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal
10;
4. Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan permintaan
paksa atau pemerasan jabatan (kneveleraij) telah diatur
dalam Pasal 12 huruf (e), (f), (g), (h);
5. Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan
pemborongan, leveransir dan rekanan telah diatur dalam
Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d dan Pasal
7 ayat (2) Pasal 12 huruf (i);
6. Tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi adalah perbuatan yang bukan merugikan
keuangan negara atau penyalahgunaan wewenang,
kedudukan dan jabatan akan tetapi perbuatan-perbuatan
yang dapat menghambat upaya-upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi telah diatur dalam Pasal 21, Pasal
22, Pasal 23, dan Pasal 24.

Oleh karenanya tindak pidana korupsi adalah kejahatan


yang sangat merugikan negara, maka penanganan atau
hukuman dari tindak pidana korupsi ini juga hukuman yang
harus dijatuhkan seberat mungkin dengan tujuan mencabut akar
permasalahan tindak pidana korupsi ini sehingga tidak berulang
di masa yang akan datang, karena walau baimanapun juga
keadilan harus ditegakan walaupun langit harus runtuh (fiat
justitia ruat caeloum). Pemaksimalan check and balances dalam
roda ketatanegraan juga harus dimaksimalkan agar setiap regulasi
kebijakan yang ada senantiasa terpusat pada ketentuan peraturan
yang berlaku sehingga menutup pintu penyalahgunaan
kekuasaan yang ada dan penutupan akses korupsi di akhir

107
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

perjalanannya melalui fungsi kedaulatan rakyat, bahwa rakyat


adalah kedaulatan tertinggi yang memegang kendali atas
perjalanan suatu bangsa menuju kesejahteraan dan kemakmuran
bersama. Terakhir adalah penumbuhan peran nilai-nilai moral,
terutama nilai-nilai moral keagamaan berketuhanan yang maha
esa untuk mendidik setiap pribadi anak bangsa bahwa segala
macam perbuatan sejatinya di awasi oleh Tuhan yang maha esa
dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban di masa yang
akan datang.

108
18
NEGARA HUKUM DEMOKRATIS
YANG DI IDAM-IDAMKAN
“The road to democracy may be winding and is like a river
taking many curves. But, eventually the river will reach
the ocean”
–Chen Sui Bian-

Negara adalah sebuah platform kehidupan yang bertujuan


untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran terhadap
rakyat yang bernaung di dalamnya, sehingga dari hal yang
demikian lahir sebuah teori welfare state dari seorang ilmuan Prof
Kranenburg dengan berbagai ciri-ciri yang melekat. Dan salah
satu ciri welfare state tersebut adalah terciptanya negara hukum
yang demokratis dengan berbagai kriteria yang menjadi syarat
utamanya.
Negara hukum yang demokratis sejatinya adalah
perpaduan dua unsur yang sangat berkesinambungan antara
satu dengan lainnya. Dimana sejatinya hukum tanpa demokrasi
akan kehilangan makna, sementara demokrasi tanpa hukum
akan kehilangan arah. Namun yang perlu diingat adalah
pembuatan, penafsiran dan penegakan hukum tidak boleh
dilaksanakan dengan “tangan besi”, dan semua proses yang ada
sejatinya harus berlandaskan konstitusi hukum dengan
keputusan pengadilan yang mengaturnya. selain itu juga perlu
kita pahami, bahwa menurut Profesor Mahfud MD, hukum
tanpa demokrasi hanya akan menciptakan represifitas dan iklim

109
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

kehidupan yang elastis sementara demokrasi tanpa hukum


hanya akan menciptakan iklim kehidupan yang anarki. Oleh
karena hal tersebut hukum dan demokrasi ibarat dua mata dalam
satu keeping uang logam dimana tidak terpisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Selain itu keduanya juga harus senantiasa
berjalan seiring seirama untuk satu tujuan, demi tegaknya welfare
state yang dicita-citakan bersama.
Konsep mengenai negara hukum yang demokratis di
Indonesia juga sejatinya telah tersusun dengan rapih di dalam
ketentuan staatsgrundgretz UUD 1945 di dalam pasal 1. Dimana
ketika berbicara perihal demokrasi, pasal 1 ayat 2 UUD 1945
menyebutkan bahwa:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan


menurut UUD”

Dan hal itu seiring dengan penegakan hukum dalam suatu


negara demokrasi, yang diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat 3
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:

“Negara Indonesia adalah negara hukum”

Sehingga mengandung arti bahwa seluruh tatanan


kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah terlepas dari
persoalan hukum, dan tujuan dari penegakan hukum yang ada
harus dan wajib menghasilkan sebuah keadilan (equum et benum
est lex legum). Karena keadilan tanpa hukum ibarat kebutaan
pada diri seseorang. Keadilan juga harus ditegakan walupun
langit harus runtuh, sebagaimana ungkapan sebuah adegium
hukum (fiat justitia ruat caeloum). Dan negara hukum (nomokrasi)
yang merupakan kelembagaan dari demokrasi harus memiliki
prinsip dasar dalam menjalankannya. Adapun prinsip-prinsip
dari negara hukum adalah sebagai berikut:

110
NEGARA HUKUM DEMOKRATIS YANG DI IDAM-IDAMKAN

A. Pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia


Dimana instrumen Hak Asasi Manusia di Indonesia telah
banyak di atur. Mulai dari instrumen mengenai filosofi, prinsip
dan ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia yang dapat kita
temukan di dalam staatsgrundgretz UUD 1945, UU Hak Asasi
Manusia 39 tahun 1999 dan mengenai pengadilan Hak Asasi
Manusia yang di atur dalam UU nomor 26 tahun 2000.
Dimana Hak Asasi Manusia menurut UU nomor 39 tahun
1999 mengenai Hak Asasi Manusia adalah hak yang
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap
individu di bumi. Setiap orang wajib menjaga, melindungi
serta menghormati haknya setiap orang.

B. Peradilan yang bebas dan berkeadilan


Dimana sejatinya hukum harus menghasilkan keadilan,
karena esensi dari hukum sejatinya adalah sebuah keadilan.
Ketika hukum tidak menghasilkan keadilan maka sejatinya
itu bukanlah hukum (equum et benum est lex legum). Peradilan
yang ada juga tidak boleh terintervensi dari apapun. Oleh
karena hal tersebut maka di dalam ketentuan pasal 24 ayat 1
UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.”

C. Pengakuan adanya asas legalitas


Bahwa dalam perjalanan suatu bangsa, maka mekanisme
penyelenggaraan suatu negara sejatinya harus bersandar
kepada due process of law. Dimana sejatinya hukum harus
ditegakan walaupun langit harus runtuh (fiat justitia ruat
caeloum), namun yang tidak boleh kita lupakan adalah
penegakan hukum untuk menghasilkan sebuah keadilan
harus dilaksanakan berdasarkan proses ketentuan hukum
yang ada, dan tidak boleh ditegakan dengan “tangan besi”.

111
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

D. Adanya pembatasan kekuasaan


Dimana kekuasaan sejatinya selalu cenderung kepada korupsi,
dan kekuatan tanpa batas akan menghasilkan korupsi yang
mutlak juga. (power tends to corrupt, but absolute power corrupt
absolutely). Regulasi pembatasan kekuasaan di Indonesia juga
dapat kita temukan di dalam ketentuan pasal 7 UUD 1945.

E. Government by the law


Regulasi mengenai pelaksanaan kengeraraan di Indonesia
harus berdasarkan ketentuan hukum positif yang ada, karena
sejatinya apabila kita mencermati di dalam pasal 1 ayat 3
bahwa Indonesia adalah negara hukum adalah sebuah
konsekuensi logis bernegara harus didasarkan pada ketentuan
hukum yang ada. Karena ketika pemerintah bernegara,
namun melupakan regulasi atau ketentuan yang mengatur
maka haluan negara tidak akan menemui akhir welfare state
yang dicita-citakan bersama.

Setelah kita memahami prinsip mengenai ciri dari suatu


negara hukum, maka ita juga harus memahami prinsip mengenai
ciri dari negara demokrasi yang ada:

A. Perwakilan dan pertanggung jawaban politik


Dimana politik merupakan sebuah cara yang dapat di tempuh
menuju kekuasaan yang sah dalam suatu negara demokrasi.
Bahkan ketentuan mengenai cara berpolitik pun sudah di atur
dalam negara Indonesia, mulai dari peraturan perundang
undangan mengenai PEMILU nomor 7 tahun 2017, UU
PARPOL nomor 2 tahun 2008 dan berbagai macam ketentuan
perpolitikan lainnya di Indonesia

B. Desentralisasi kekuasaan
Dimana kekuasaan yang ada haru dipencarkan dan tidak
boleh tertumpu dalam satu bagian saja. Hal ini untuk

112
NEGARA HUKUM DEMOKRATIS YANG DI IDAM-IDAMKAN

mencegah satu kekuasaan yang absolut dan berujung kepada


negara tirani yang hanya menguntungkan kepentingan
oligarki serta mengenyampingkan kesejahteraan rakyat.

C. Upaya check and balances


Dimana kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang dapat
terkontrol dalam suatu regulasi pengawasan yang ada. Di
Indonesia sendiri sangat kental sistem ketatanegraan yang
ada dengan menganut teori trias politica tentang pemisahan/
pembagian kekuasaan antara kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikatif. Sehingga eksekutif diawasi oleh legislatif dan
yudikatif memainkan peran sebagai pengawas jalannya suatu
perundang-undangan yang ada, dan muara hilir dari itu
semua adalah kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi
yang menjadi pengawas akan keberlangsungan ketatanegara-
an yang ada, sehingga peran negara dapat berjalan sesuai
dengan rule yang ada untuk sebuah cita-cita welfare state.

Dari ketentuan-ketentuan prinsip mengenai ciri dari negara


hukum yang demokratis maka dapat dirangkumkan terhadap
empat hal ciri dari suatu negara dapat dikatakan sebagai negara
hukum yang demokratis sebagaimana yang dijelaskan oleh
seorang filsuf Jerman Immanuel Kant yaitu:

A. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia


B. Adanya pemisahan/pembagian kekuasaan
C. Peradilan yang bebas dan adil
D. Pendirian peradilan administrative

Sementara Menurut The International Commision of Yurist


yang diadakan di Bangkok pada tahun 1965, dikemukakan
prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh Representative
Government Under The Rule of Law (Negara hukum yang
demokratis) adalah:

113
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

A. Adanya proteksi konstitusional terhadap seluruh anak


bangsa
B. Terdapat lembaga pengadilan yang bebas dan
berkeadilan.
C. Dilaksanakannyapemilihan umum yang bebas
D. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
E. Kebebasan berserikat dan melakukan oposisi
F. Adanya pendidikan kewarganegaraan

Oleh karena pendirian suatu negara hukum demokratis


adalah suatu hajat yang sangat penting untuk ditegakan
berdasakan ciri-ciri yang harus dipenuhi menuju welfare state
yang di cita-citakan bersama, maka perlu untuk kita semua
mengimplementasikan nilai-nilai hukum dan demokrasi yang
ada sebagai pilar welfare state sehingga kesejahteraan rakyat
dapat betul-betul dirasakan berdasarkan prinsip kerakyatan
yang ada. Selain itu juga perlu diperhatikan kenyataan-
kenyataan yang ada dalam bernegara, dimana hukum yang ada
harus di topang oleh pondasi demokrasi untuk mencegah
mobokrasi (kemerosotan demokrasi) disebabkan ketimpangan
hukum dan demokrasi dalam benergara itu sendiri. Karena
sejatinya Indonesia adalah rechstaat (negara berdasarkan hukum)
bukan machstaat (negara berdasakran kekuasaan).

114
19
FREE AND FAIR ELECTION SEBUAH PRINSIP
MENJAWAB DINAMIKA ANOMALI
PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK
DI TAHUN 2024
“All of us who are concerned for peace and triumph of reason
and justice must be keenly aware how small an influence reason
and honest good will exert upon events in the political field.” –
Albert Enistein-

Pasal 1 Nomor 1 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penye-


lenggara Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Pemilihan
Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pelaksanaan pemilu sejatinya merupakan wajah dari
representasi dijalankannya sistem demokrasi di suatu negara
yang ada. Demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan yang
berasal dari, oleh dan untuk rakyat, maka konsep untuk rakyat
ini seharusnya diterjemahkan dengan pengertian sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga Negara
berkewajiban untuk memenuhi hak-hak rakyat termasuk dalam
hak politik. Pemilu yang merupakan elemen kunci dari sebuah
demokrasi harus diselenggarakan secara demokratis pula. Pemilu
harus mencerminkan asas dan prinsip yang bersifat demokrasi,

115
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

serta dapat menjadi jalan bagi pelaksanaan demokrasi di dalam


suatu negara. Sifat demokratis Pemilu diperlukan untuk menjaga
bahwa Pemilu sebagai suatu mekanisme demokrasi dapat
mewujudkan tujuan kemakmuran rakyat dengan menghasilkan
pemimpin-pemimpin bangsa yang dapat membawa Indonesia
menuju kesejahteraan dan kemakmuran. Penyelenggaraan
pemilu serentak di tahun 2024 dengan berlandaskan paying
hukum UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu serta UU No 1
Tahun 2015 harus mampu menjawab anomali penyelenggaraan
pemilu yang mencederai prinsip kebebasan serta hak asasi
manusia. Karena ketika berkaca di tahun 2019 silam, kita dapat
menemukan problematika penyelenggaraan pemilu yang harus
dibenahi dari beberapa aspek:

1. Aspek pertama, penyelenggaraan pemilu harus dijalankan


secara sistematis dan seefektif mungkin, karena ketika
berkaca terhadap digelarnya pemilu serentak di tahun
2019 silam pemilih dibingungkan sistem penyelenggaraan
teknis lima surat suara sekaligus saat memilih di TPS.
Pemilih harus memilih pasangan calon presiden, anggota
DPR, DPRD, hingga DPD dalam satu waktu. Sehingga
penyelenggaraan pemilu kurang efektif untuk melahirkan
kepemimpinan bangsa. Hal ini diakui oleh dunia dimana
lembaga kajian Australia, Lowy Institute, menyebutkan
pemilu di Indonesia merupakan “satu hari pemungutan
suara paling rumit” yang pernah dilakukan;
2. Aspek kedua, durasi kampanye yang tidak efisien dan
tersebarnya banyak berita hoax menjadikan perayaan
demokrasi di Indonesia tidak sehat, karena rakyat hanya
difokuskan memilih atas dasar kemarahan dan keke-
cewaan, bukan lagi atas rasionalitas. Sehingga yang
seharusnya ruang public diisi dengan percakapan ide dan
narasi yang sehat mengenai profil pemimpin, visi dan misi

116
FREE AND FAIR ELECTION SEBUAH PRINSIP MENJAWAB DINAMIKA ANOMALI

ketika menjabat serta gagasan apa yang ditawarkan untuk


Indonesia 5 tahun kedepan sirna hanya karena ujaran
kebencian dan amarah antara sesame anak bangsa;
3. Aspek ketiga, pemilu berdarah yang merupakan suatu
kedzaliman terbesar terhadap hak asasi manusia harus
segera dan sedini mungkin dicegah. Tercatat di tahun 2019
silam, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) meninggal dunia mencapai angka 440
orang, sementara petugas yang sakit 3.788 orang. Secara
keseluruhan petugas Pemilu 2019 yang meninggal
mencapai 554 orang, baik dari Komisi Pemilihan Umum
(KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun
personel Polri. Uraian korban jiwa tersebut tidak boleh hanya
sebatas dimaknai dengan angka semata, namun itu semua
adalah nyawa anak bangsa yang menjadi ruh ibu pertiwi
kokohnya negara yang tercinta ini, sehingga di tahun 2024
nanti persoalan ini adalah persoalan serius yang harus
diperhatikan dengan seksama oleh setiap anak bangsa
terhadap penyelenggaraan pemilu serentak nantinya;
4. Aspek keempat, pemilu yang membentuk polarisasi harus
segera diantisipasi sedini mungkin dengan melibatkan
prinsip kepemimpinan Leiden Is Lijden untuk mewujudkan
negarawan-neggarawan yang berjiwa besar dengan
bersaing dalam kontestasi perpolitikan secara baik dan
tidak mengorbankan rakyat dengan menjadikan keter-
belahan sesama anak bangsa secara tajam hanya untuk
meraih kepentingan pribadi atau kompoknya saja. Karena
Indonesia adalah bangsa yang besar dan berdaulat serta
menjunjung tinggi persatuan, maka seyogyanya kontestasi
yang ada nantinya haruslah mendidik bangsa mengenai
pendidikan politik dan bukan mencederai prinsip free and
fair election yang kita sepakati bersama;

117
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Sehingga dikahir kita semua telah mencapai kesimpulan


bahwa Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui
Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin
melalui Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam
satu pasangan secara langsung serta memilih wakil rakyat yaitu
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undangundang
sebagai landasan bagi semua pihak di NKRI dalam menjalankan
fungsinya masing-masing, serta merumuskan anggaran
pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-
fungsi tersebut. Sebagai pilar utama demokrasi, Pemilu meru-
pakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya,
untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil
terbaiknya di lembaga legislatif dan Presiden/Wakil Presiden
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu serentak
2024 dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemam-
puan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai
amanat para pendiri bangsa untuk mewujudkan kemakmuran
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

118
20
PENGELOLAAN & PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP LINGKUNGAN UNTUK GENERASI
DI MASA YANG AKAN DATANG
“It’s inevitable your environment will influence what you do.” –
Duncan Sheik-

Lingkungan tempat kita bernaung dan menginjakan kaki


sebagai tempat melangsungkan kehidupamn adalah aset yang
paling berharga dari Tuhan yang maha esa untuk sama-sama
kita rawat dan jaga sebagai warisan indah kepada generasi di
masa yang akan datang. Setidaknya apa yang kita tanam hari
ini pasti akan dituai di masa yang akan datang. Sebagaimana
ungkapan sebuah adegium hukum ut sementem faceris ita metes.
Oleh karena hal tersebut, maka seyogyanya bagi kita selaku
hamba-hamba Tuhan yang beriman senantiasa melakukakan
pelestarian, perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, perlin-
dungan dan penegakan hukum terhadap lingkungan yang ada.
Karena miris rasanya, selaku insan-insan intelektual, namun
perbuatan yang dilakukan senantiasa bersebrangan dari amanah
keilmuan yang ada. Dimana kita sangat menyayangkan terjadi-
nya perusakan dan eksploitasi alam yang tidak terkendali, sehingga
berakibat pada terjadinya bencana yang silih berganti. Seperti;
tanah longsor, banjir, kebakaran hutan & lahan, erosi, gempa
bumi dan bencana lainnya, dimana hal tersebut merugikan

119
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

kehidupan makhluk hidup yang ada. Kualitas sumber daya alam


yang senantiasa menurun dari waktu ke waktu juga merupakan
sebuah permasalah tersendiri untuk kita semua. Dimana sejatinya
manusia selalu menghabiskan kurang lebih 50 % dari sumber
daya yang disediakan bumi, dimana dalam kurun waktu satu
taun bumi yang kita hidup didalamnya baru bisa meregenerasi
kembali kekayaan alam yang dihasilkannya. Hal ini apabila
tidak ditanggapi serius akan berdampak pada perusankan
ekosistem sehingga menurunkan mutu kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran makhluk hidup yang ada didalamnya. Sebagai
suatu contoh data mengenai bencana yang sering terjadi di
Indonesia adalah kebakaran hutan & lahan dimana berdasarkan
data WALHI kebakaran hutan di Indonesia mengalami
peningkatan. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 merupakan
tahun terburuk dalam kasus kebakaran hutan di Indonesia.
Diaman sekitar 2.6 juta hektar hutan terbakar, angka paling parah
terjadi pada provinsi Kalimantan Tengah, Papua, Sumatra
Selatan dan Riau. Berlanjut pada tahun 2016 terjadi penurunan
yang sangat signifikan yaitu terdapat 438.3 ribu hektar hutan
terbakar. Pada tahun 2017 juga mengalami penurunan yakni
hanya sekitar 165 ribu hektar. Namun, hal ini tidak berlangsung
lama karena pada tahun 2018 kebakaran hutan mengalami
pelonjakan kembali dimana tercatat sekitar 510 ribu hektar.
Sedangkan pada tahun 2019 data yang terkumpul sampai
bulan Mei, KLHK mencatat ada sekitar 135 ribu hektar kasus
kebakaran hutan di Indonesia masih terjadi dan di dominasi
wilayah Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Oleh karena hal
tersebut, pengelolaan dan penanggulangan bencana alam yang
ada kedepannya perlu dilakukan penekanan formasi upaya
preventif. Dimana upaya preventif ataupun represif yang ada
tidak mungkin dapat dilakukan kecuali memiliki landasan
payung hukum. Baik di tingkat undang-undang, peraturan
pemerintah, bahkan sampai di tingkat peraturan daerah yang

120
PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LINGKUNGAN

ada. Sehingga hukum dapat dijadikan pondasi terhadap


keberlangsungan lingkungan hidup yang lestari dan baik. Di
Indonesia sendiri sejatinya sudah memiliki ketetapan payung
hukum sebagai landasan regulasi dan ketentuan pengenai
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup itu sendiri.
Sebutlah salah satu contoh payung hukum itu adalah ketentuan
undang-undang nomor 32 tahun 2009 mengenai pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup yang merupakan perubahan
dari ketentuan undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Dimana di
dalam ketentuan undang-undang nomor 32 tahun 2009 mengenai
pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dijelaskan
bahwa pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi peren-
canaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Oleh karena hal tersebut adalah sebuah
optimalisasi bersama kita sebagai insa-insan intelektual untuk
senantiasa mengelola dan melindungi lingkungan hidup yang
ada, mulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum yang ada
sebagai upaya pelestarian yang akan diwariskan kepada generasi
di masa yang akan datang. Hal ini juga bukan tanpa alasan,
dimana sejatinya pelestarian lingkungan hidup yang
terimplementasikan melalui pengelolaan dan perlindungannya
sebagai upaya untuk mendatangkan kesejahteraan dan
kemakmuran terhadap anak bangsa. Sebagaimana yang
dijelaskan di dalam psa 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.” Selain itu juga perlindungan dan
pengelolaan lingkungan yang ada merupakan sebuah langkah

121
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan sebagai


upaya meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi Bangsa
Indonesia di masa yang akan datang. Dimana pertumbuhan
ekonomi yang ada diharapkan dapat menghasilkan kese-
jahteraan dan kemakmuran rakyat dalam berkehidupan. Oleh
karena dampak pengelolaan dan perlindungan hukum yang
begitu besar bagi kehidupan, maka dibutuhkan instrumen-
instrumen hukum sebagai upaya penataan (compliance) dan
penegakan hukum (enforcement) sebagai langkah preventif dan
represif dalam mewujudkan pengelolaan dan perlindungan
lingkungan itu sendiri. Tindakan yang dapat di ambil sebagai
upaya penegakan hukum menurut ketentuan undang-undang
nomor 32 tahun 2009 ada banyak jenisnya, diantaranya adalah:

1. Penegakan hukum administratif


2. Penegakan hukum perdata
3. Penegakan hukum pidana Penegakan hukum
administratif adalah upaya preventif yang dilakukan
dalam upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan.

Upaya pengawasan sebagai langkah preventif oleh aparat


penegak hukum terhadap keberlangsungan perlindungan
lingkungan yang ada di atur di dalam ketentuan (Pasal 71 ayat
(1), (2) dan (3), Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74 ayat (1), (2) dan (3),
Pasal 75 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain sebagai
langkah preventif, penegakan hukum administratif juga dapat
meletakan upaya represif dalam hal penegakan hukum yang ada.
Dimana menurut Pasal 76 ayat (2) Sanksi administratif terdiri
atas :

1. Teguran tertulis.
2. Paksaan Pemerintah.

122
PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LINGKUNGAN

3. Pembekuan izin lingkungan.


4. Pencabutan izin lingkungan. Selain itu juga Pasal 80 ayat ( 1)
Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 76
ayat (2) huruf b berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan produksi.
b. Pemindahan sarana dan prasarana produksi.
c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi.
d. Pembongkaran.
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpontensi
menimbulkan pelanggaran.
f. Penghentian sementara seluruh kegiatan.
g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi ling-
kungan hidup.

Oleh karena penegakan hukum melalui langkah


administratif yang bersifat kepada langkah preventif dan represif
yang diharapkan mampu untuk senantiasa melestarikan
pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan yang ada.
Upaya penegakan hukum yang selanjutnya adalah penegakan
hukum perdata yang dapat dilaksanakan melalui jalan litigasi
(pengadilan) diatur dalam pasal 87 sampai pasal 93 Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan
diselenggarkan untuk menyelesaikan ganti rugi, pemulihan
lingkungan, tanggung jawab mutlak, Tenggang kadaluwarsa
untuk pengajuan gugatan, hak gugat pemerintah dan pemerintah
daerah, hak gugat masyrakat, hak gugat organisasi lingkungan
hidup, gugatan administratif. dan non litigasi (luar pengadilan)
sebagaimana tercantum di dalam pasal Pasal 85 dan Pasal 86
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana inti dari penyelesaian

123
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

diluar pengadilan ini adalah ganti rugi serta menghindari


kejadian yang sama serta terjadinya berbagai dampak negatif
lainnya. Serta upaya hukum terakhir adalah penegakan hukum
melalui upaya pidana untuk menjaga kepentingan umum melalui
regulasi pidana, dimana ketentuan pidana tercantum dalam Pasal
97 sampai dengan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ancaman pidana sebagaimana yang tercantum dalam pasalpasal
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah pidana penjara dan
denda. Selain itu ada pidana tambahan atau tindakan tata tertib
terhadap badan usaha dalam Pasal 119 berupa :

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak


pidana.
2. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau
tempat kegiatan Perbaikan akibat tindak pidana.
3. Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak.
4. Penempatan Perusahaan dibawah pengampuan paling
lama 3 (tiga) tahun.

Upaya penegakkan hukum yang baik akan menghasilkan


sebuah regulasi kehidupan yang baik sehingga dampak yang
dihasilkan akan bermanfaat untuk semua pihak. Terutama upaya
hukum dalam hal pengelolaan dan perlindungan lingkungan
yang ada. Selain upaya penegakan hukum juga dibutuhkan
profesionalitas dari aparat penegakan hukum untuk dapat
menjalankan tugasnya secara maksimal dalam hal penegakan
hukum terhadap kejahatan di bidang lingkungan yang ada,
selanjutnya sarana dan prasarana dalam hal pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup di bidang pendanaan yang
teratur juga dibutuhkan untuk keberlangsungan upaya-upaya
pengelolaan dan perlindungan hukum yang ada, terakhir adalah

124
PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LINGKUNGAN

kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam hal pengelolaan


dan perlindungan hukum lingkungan hidup sehingga dampak
kebaikan yang dihasilkan berpulang terhadap kesejahteraan dan
kemakmuran generasi bangsa di masa yang akan datang.
Semoga lingkungan hidup yang kita huni didalamnya tetap
terjaga dan lestari.

125
21
KEBEBASAN MEDIA PERS
SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN WUJUD
DARI KEDAULATAN RAKYAT
“Freedom of the Press, if it means anything at all, means the
freedom to criticize and oppose.” –George Orwell-

Pembicaraan mengenai demokrasi adalah suatu diskursus


yang tidak pernah lepas dari bab mengenai kebebasan pers,
dimana kebebasan pers sejatinya merupakan pilar dari adanya
demokrasi itu sendiri. Oleh karena demokrasi dan pers tidak
pernah terpisah satu dengan yang lainnya ibarat dua sisi dari
satu uang logam. Oleh karenanya selain dari legislatif, eksekutif
dan yudikatif yang merupakan trias politika sistem ketatangeraan
demokratis. Sejatinya kebebasan pers juga menduduki syarat dari
suatu pemerintahan yang demokratis. Oleh karena keber-
langsungan demokrasi yang mustahil terwujud tanpa adanya
kebebasan pers, maka diperlukan berbagai macam instrumen
hukum yang akan menjadi payung hukum untuk menegakan
nilai-nilai demokrasi yang ada. Di Indonesia sendiri kebebasan
pers memeiliki sejarah yang sangat panjang untuk dapat
dinikmati hingga hari ini. Dimana pada masa pemerintahan orde
baru dengan adanya peraturan menteri penerangan nomor 1
tahun 1984 mengenai SIUP (surat izin usaha pers) yang banyak
mengorbankan kebebasan pers dimasanya. Mulai dari

127
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

pengawasan yang begitu ketat oleh pemerintah hingga


pembredelan beberapa media pers dizamannya. Hingga
akhirnya roda perputaran terus berputar dan Indonesia memasuki
masa reformasi maka lahirlah beberapa peraturan baru yang
memberi kabar gembira kepada seluruh rakyat Indonesia dengan
tegaknya marwah kebebasan pers di Indonesia, kelahiran tersebut
bukan tanpa sebab dimana beberapa payung hukum mulai dari
UUD 1945, UU nomor 40 tahun 1999 dan juga UU nomor 32
tahun 2002 mengenai penyiaran tegak dan menjadi landasan
konstitusional untuk berpijak serta berkehidupan. Oleh karena
hal tersebut wajib kita syukuri sebagai anak bangsa yang
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Salah satu konsep dari sistem Negara yang yang demokrasi
menurut Huntington, yaitu adanya peran media massa yang
bebas. Hal yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah
dengan berbagai macam platform media massa yang bebas, baik
berupa surat kabar, televisi, radio dan media baru yang bisa
menginvestigasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya
tanpa takut adanya penuntutan dan hukuman. Sebagai sebuah
sistem maka demokrasi memiliki berbagai unsur yang
menjadikannya bisa ditegakkan dalam suatu Negara, adapun
unsur-unsur sistem demokrasi adalah sebagai berikut:

1. Negara hukum
2. Mayarakat madani
3. Infrastruktur politik (partai politik)
4. Pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Kebebasan pers yang ada juga bukan berarti pers di Indo-


nesia dengan leluasa bebas dan mengarah kepada nilai-nilai
libertarian yang menabrak nilai-nilai norma, moral dan keagama-
an semata, akan tetapi kebebasan pers yang ada di Indonesia juga
harus dibebani tanggung jawab sehingga perwujudan kebebasan

128
KEBEBASAN MEDIA PERS SEBAGAI PILAR DEMOKRASI

pers yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila sebagai


staatsfundamentalnorm dapat betul-betul terwujud. Dalam
perjalanannya pers yang bertanggung jawab harus memenuhi
beberapa unsur, seperti:

1. Media pers yang ada harus menjalankan peran dan


fungsinya sebagai watchdog yang senantiasa menyajikan
berita-berita yang akurat, komperhensih dan jujur untuk
kemudian dikonsumsi kepada publik sehingga
mewujudkan nilai-nilai pencerdaasan publikdan kontrol
sosial kepada masyarakat
2. Media pers harus menjadi bagian dari perjuangan bersifat
kerakyatan untuk senantiasa mewakili kepentingan rakyat
dalam hal penegakan kebenaran dan keadilan sebagai
suara yang menjadi kritik-kritik terhadap berbagai macam
penyelewengan yang dilakukan pemerintah
3. Media pers harus mampu memposisikan diri pada
kontituensinya, demi terciptanya kesinambungan social
control untuk mewujudkan kebermanfaatan keapada
seluruh elemen yang ada
4. Media pers harus berani menyajikan informasi-informasi
yang benar serta transparan, sehingga tidak ada informasi-
informasi yang ditutup-tutupi dan menyebabkan iklim
kesewenang-wenangan terus terjadi.

Di dalam ketentuan undang-undang kebebasan pers nomor


40 tahun 1999 pasal 2 disebutkan bahwa:

“Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat


yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum,”

Selain itu juga di dalam undang-undang kebebasan pers


nomor 40 tahun 1999 pasal 4 juga menyebutkan:

129
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

“Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara.


Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan
hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.”

Oleh karena ketentuan payung hukum yang kuat, maka


sejatinya kebebasan pers sebagai wujud dari kedaulatann rakyat
dan hak asasi manusia harus senantiasa dapat berjalan tanpa
hambatan-hambatan yang ada. Karena freedom of expression
sudah dijamin oleh amanat konstitusi yang ada di dalam pasal
28 UUD 1945 serta piagam PBB untuk hak asasi manusia pasal
19 yang menyebutkan bahwa:

“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan


mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan
memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran
melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-
batas wilayah”.

Selain penegakan payung hukum kebebasan pers yang


bertanggung jawab, dalam perjalanannya kebebasan pers yang
bertanggung jawab juga memerlukan beberpa tujuan dalam
pengimplementasiannya dalam kehidupan. Tujuan dari
kebebasan pers yang bertanggung jawab menurut ketentuan
pasal 3 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 1999 mengenai
kebabasan pers adalah sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan dan kontrol sosial. Dimana fungsi informasi yang
transparan dan akuntabel serta komperhensif diharapkan
mampu menjadi sarana pendidikan kepada anak bangsa dari
informasi yang disajikan, selain itu juga pendidikan sebagai basis
pondasi peradaban yang ada harus menjadi pilar paling utama

130
KEBEBASAN MEDIA PERS SEBAGAI PILAR DEMOKRASI

dari keberadaan pers di Indonesia untuk senantiasa memberikan


to educate kepada seluruh anak bangsa yang ada, hiburan juga
tidak kalah menarik dalam berkehidupan sebagai manusia yang
dalam kejiwaan senantiasa condong kepada kesenangan dan
kebahagiaan dan hanya dapat diwujudkan salah satunya melalui
jalan hiburan yang disajikan oleh media, terakhir adalah control
social yang mustahil dapat dilakukan kecuali dengan sumber
informasi yang menjadi landasan dalam berargumentasi untuk
kemudian memberikan serta solusi terhadap permmasalahan
sosial yang ada dan berhujung kepada kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat untuk diperoleh bersama. Selain itu Dalam
pasal 6 UU nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers juga
ditetapkan secara rinci peranan pers nasional yaitu :

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;


2. Menegakkan nilai- nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum dan HAM serta
menhormati Kebhinekaan;
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan
informasi yang tepat, akurat dan benar;
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran
terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum;
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Didalam perjalanannya kebebasan pers yang bertanggung


jawab juga memperoleh perlindungan hukum sebagaimana
yang diatur di dalam pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun
1999 yang mengatakan, dalam melaksanakan profesinya wartawan
mendapat perlindungan hukum. Selanjutnya dalam penjelasan
pasal itu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “perlin-
dungan hukum” adalah jaminan perlindungan pemerintah dan
atau masyrakat kepada wartawan dalam melaksanakan tugas,

131
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang - undangan yang berlaku.
Oleh karenanya kebebsan pers yang bertanggung jawab
harus senantiasa diwujudkan sebagai langkah to educate, to
influence, to entertain and to inform kepada masyarakat demo-
kratis agar pilar-pilar yang ada dapat senantiasa direalisasikan
tanpa lupa ketentuan hukum yang mengaturnya, karena
Indonesia adalah negara hukum dan hukum di Indonesia
memberikan iklim yang sehat kepada kebebasan pers yang
bertanggung jawab untuk senantiasa menunaikan amanahnya.

132
22
POLITIK HUKUM SEBAGAI SEBUAH HAKIKAT
DALAM UPAYA MEWUJUDKAN HUKUM
DAN CITA-CITA NEGARA
“The purification of politics is an iridescent dream”
–John Ingals-

Dalam perjalanan ketatanegaraan yang ada politik dan


hukum tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Disebabkan politik dan hukum diibaratkan sebagai pasanagan,
hal itu dikarenakan signifikasi dari konfigurasi keberadaan politik
yang mempengaruhi perjalanan sebuah hukum dalam suatu
ketatanegaraan yang ada. oleh karena politik merupakan sebuah
refleksi dari kekuasaan yang ada, maka kekuasaan yang ada
berhak untuk melahirkan dan mempertahankan hukum sebagai
upaya mewujudkan cita-cita dari suatu bangsa yang ada. Dalam
studi ketatanegaraan, negara dideskripsikan sebagai sebuah
organisasi kekuasaan yang ada, diamana organisasi kekuasaan
yang ada memiliki tata kerja sebagai bagian dari alat kelengkapan
yang ada untuk mencapai tujuan dan cita-cita suatu bangsa.
Sehingga dalam perjalanannya negara senantiasa bergantung
kepada perjalanan politik yang ada demi mewujudkan produk-
produk hukum yang ada, sebagai penunjang untuk mewujud-
kan kesetaraan dianatara masyarakat yang ada serta upaya dalam
hal cipta karya yang bebas demi kejayaan dan kemakmuran

133
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

suatu peradaban yang ada. selain itu juga politik hukum juga
bertujuan sebagai intrumen yang akan mengakomodasi rakyat
untuk mewujudkan keinginannya semaksimal mungkin dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Disebabkan politik hukum
senantiasa menciptakan dan mempertahankan hukum kea rah
yang lebih baik dalam hal mewujudkan certainty of law yakni
kepastian hukum terhadap rakyat agar terhindar dari kese-
wenang-wenangan penguasa yang ada, serta menjamin
kedudukan rakyat sama di mata hukum atau equality before the
law.
Negara yang ada dibentuk sebagai upaya mewujudkan
kebaikan sebesar-besarnya kepada rakyat. Dan kebaikan yang
disediakann dapat terwujud ketika nilai-nilai politik hukum yang
ada dalam suatu bangsa dan negara tersebut baik serta sesuai
dengan perubahan zaman yang ada. karena politik hukum yang
dinamis serta fleksibel dalam menghadapi persesuaian zaman
akan menciptakan welfare state dengan syarat hak asasi manusia
dijadikan sebagai landasan fundamental terhadap politik hukum
yang ada. Selain itu juga sebagai bangsa yang beradab, politik
hukum yang ada harus senantiasa memenuhi aspek sosiologis,
yuridis dan filosofis sebagai landasan pembuatan peraturan
perundang-undangan yang ada sebagai langkah konkret demi
mewujudkan welfare state yang dicita-citakan. Aspek sosiologis
yang dimaksud dalam perjalanan politik hukum yang ada adalah
perwujudan hukum dalam bentuk peraturan perundang-
undangan yang ada berlandaskan aspek moralitas dan norma
yang di junjung oleh kehidupan masyarakat yang ada. Karena
hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan
masyarakat yang ada sehingga menjamin nilai-nilai keadilan
dapat ditegakan. Selain itu dalam pembuatan hukum, tidak boleh
dilupakan aspek yuridis dimana hukum yang ada haruus dibuat
oleh lembaga pemerintahan yang berwewenang serta
berlandaskan atas dasar konstitusi UUD 1945 dan hukum yang

134
POLITIK HUKUM SEBAGAI SEBUAH HAKIKAT DALAM UPAYA MEWUJUDKAN HUKUM

ada tidak boleh saling bertentangan anatar satu dengan yang


lainnya. Pembuatan hukum yang ada juga tidak boleh ter-
kandung didalamnya unsur nepotisme yang hanya mengun-
tungkan segelintir pihak semata serta mengorbankan masya-
rakat secara umum. Dan terakhir hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan nafas perjuangan bangsa serta
Pancasila sebagai staatfundamental norm sebagai landasan
filosofi terhadap perjalanan politik hukum yang ada di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Adapun tujuan bangsa Indonesia lahir adalah perwujudan
dari nilai-nilai pancasila sebagai nafass perjuangan bangsa, serta
landasan konstitusionnal yang terkandung di dalam UUD 1945
sebagai staats grundgretz dalam upaya mewujudkan cita-cita
kebangsaan yang ada. hal ini dapat kita lihat dari pembukaan
UUD 1945 mengenai cita-cita bangsa Indonesia didirikan yakni:

1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah


darah indonesia,
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa,
4. ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sehingga daripada itu juga Indonesia sebagai negara hukum


(rechstaat) sebagai mana yang dimanatkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada harus menjadikan
hukum sebagai sebuah cita-cita intrumen yang dapat
mewujudkan keadilan dan pennegakan hak asasi manusia dalam
kehidupan yang ada. Dalam pembagiannya sendiri hukumm
ada yang bersifat tertulis dan tidak tertulis. Adapun hukum yang
bersifat tidak tertulis terimplementasikan dalam nilai-nilai moral
serta adat istiadat yang ada. Sedangkan hukum yang tertulis
terimplementasikan melalui ketentuan hukum positif yang
diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang ada

135
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

dalam berbagai macam tingkatan yang di atur dalam ketentuan


peraturan perundang-undangan nomor 11 tahun 2012 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan yakni:

1. UUD 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah kabupaten/Kota.

Sehingga daripada itu diharapkan hukum yang dibuat atas


dasar refleksi dari perjalanan politik yang ada harus senantiasa
memberikan kepastian terhadap keadilan dalam kehidupan
bermasyarakat yang ada dengan tidak adanya pertentangan
hukum anatar satu dengan yang lainnya. Dalam perjalanan
ketatanegaraan yang ada, apabila terdapat peraturan perundang-
undangan bertentangan dengan UUD 1945 dapat di lakukan
judicial review terhadap lembaga konstitusi serta apabila terdapat
peraturan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada juga dapat dilakukan judicial
review di mahkamah agung. Hal itu dilakukan sebagai upaya
mewujudkan stabilitas politik hukum yang ada agar terciptanya
kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat serta
menjadikan hukum sebagai law as a tool of social engineering.
Oleh karena hal demikian maka penguasa suatu negara
menjalankan fungsi untuk menjadikan politik hukum sebagai
penentu kebijakan yang nantinya akan membawa arah hukum
demi mewujudkan kepastian hukum terhadap masyarakat
melalui substansi isi dari materi huku yang dibuat. Selain itu juga
perwujudan ius constituendum (hukum yang dicita-citakan)

136
POLITIK HUKUM SEBAGAI SEBUAH HAKIKAT DALAM UPAYA MEWUJUDKAN HUKUM

kepada ius constituentum (hukum yang berlaku) hanya dapat


dilakukan melalui instrument politik hukum yang ada sebagai
upaya penciptaan regeling (peraturan) yang mengikat
kehidupan masyarakat sebagai tool of social engineering.
Dalam penerapan hukum juga tidak boleh dilupakan bahwa
hukum yang ada harus sesuai dengan jati diri bangsa yang ada.
Karena norma dan moralitas yang ada sejatinya merupakan
unsur penentu stabilitas politik hukum yang sangat besar. dan
norma serta moralitas hukum yang ada harus senantiasa
bernafaskan Pancasila sebagai dasar negara yang berdasarkan
atas ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga daripada
itu semua diperlukan asas government will yang dappat
menunjang pembuatan hukum yang baik dan bijaksana oleh
aparatur lembaga ketatanegaraan yang ada, yakni legislatif
(dewan perwakilan rakyat) dan eksekutif (presiden) berdasarkan
ketentuan konstitusi yang ada dalam perjalanan pembuatan
hukum yang ada juga tidak boleh melupakan asas-asas yang
menjadi aspek moralitas pemebuatannya. Dalam hal ini terdapatr
asas pengayoman dimana hukum yang ada harus senantiasa
memberikan perlindungan serta kesetaraan yang ada terhadap
kehidupan bermasyarakat, asas kemanusiaan yang menjamin
hak-hak asasi manusia terhadap warga negara dalam melang-
sungkan kehidupan yang ada, asas kekeluargaan yang menjamin
adanya permusyawaratan serta permufakatan dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan yang ada sebagi sebuah produk
hukum yang ada, asas kenusantaraan yang menjamin bahwa
hukum yang ada mengakomodir kepentingan nasional
berdasarkan ketentuan konstitusi serta Pancasila dalam hal
bhineka tunggal ika, serta asas keadilan yang akan menciptakan

137
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

kepastian hukum terhadap masyarakat serta melindungi hak-


hak masyarakat dari keserakahan penguasa yang ada.
Politik hukum yang ada harus ditunjang oleh tujuan
pemerintahan yang ada dalam hal melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Lembaga-lembaga yang berada dalam
satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan
saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan
di negara Indonesia. Peranan Politik hukum nasional sangatlah
penting dalam mencapai tujuan negara. Hal ini dikarenakan
hukum nasional yang akan, sedang dan telah diberlakukan di
wilayah yurisdiksi suatu negara yang ada dijadikan sebagai
pedoman dasar dalam proses penentuan nilai-nilai, penetapan,
pembentukan dan pengembangan hukum nasional. Sehingga
penyelenggara negara harus menjadikan politik hukum nasional
yang terkonkritisasi didalam rencana pembanguanan yan ada
sebagai acuan pertama dan utama dalam membentuk hukum
nasional sebagai sarana mencapai tujuan negara.

138
23
EKSISTENSI NEGARA DALAM UPAYA
MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA AMANAT
KONSTITUSI
“Nothing is more precious than peace. Peace is the most basic
starting point for the advancement of humankind”
–Daisaku Ikeda-

Dalam perjalanan sejarah, suatu bangsa dan negara tidak


pernah terlepas dari konflik eksternal yang melibatkan gesekan
antara satu negara dengan negara yang lainnya sehingga terjadi
suatu peperangan yang berakibat kepada jatuhya korban jiwa
anatar kedua belah pihak yang ada. korban jiwa yang jatuh
terdiri dari personel tentara bersenjata yang ada, rakyat biasa,
anak-anak, orang tua, bahkan sampai umat manuisa lainnya yang
tidak memiliki dosa apapun. Oleh karena dalam peperangan
yang ada, sejatinya tidak ada pihak yang diuntungkan darinya.
Pihak yang memenangkan suatu peperangan sejatinya hanya
akan menjadi arang, sedangkan pihak yang kalah dalam
peperangan sejatinya hanya akan menjadi abu. Sehingga
daripada itulah peperangan yang ada di dunia ini harus diakhiri
dan di hapuskan, karena sejatinya yang menjadi korban dari
peperangan adalah umat manusia yang tidak berdosa sehingga
pertempuran yang ada hanya akan meninggalkan luka dan
sejarah yang buruk bagi ke dua belah pihak yang melang-
sungkan peperangan yang ada.

139
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Indonesia sendiri, sebagai sebuah bangsa yang besar dan


berdaulat sejatinya sudah melewati masa-masa peperangan yang
ada dengan berbagai bangsa di dunia seperti Belanda, Jepang,
Portugis dan Spanyol. Hingga pada akhirnya pada tahun 1945
Indonesia memploklamirkan dirinya sebagai bangsa yang
merdeka. Bangsa yang merdeka itulah hakikat bangsa yang sejati,
karena di dunia ini tidak boleh terdapat pelanggaran hak asasi
mansuia, tidak boleh terdapat penindasan, tidak boleh terdapat
pemerasan, tidak boleh terjadi eksploitasi, dan yang terpenting
adalah tidak boleh terjadi peperangan yang hanya akan
merugikan pihak-pihak yang bertarung diantaranya. Indonesia
sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeeka juga mewasiatkan
kepada bangsanya melalui amanat konstitusi Republik Indonesia
dalam prembule UUD 1945 yang menyatakan:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa


dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.”

Oleh karena sebuah amanat konstitusi yang sangat penting,


maka tugas Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat dan
besar adalah menunaikan amanat tersebut dengan sebaik-
baiknya. Hal ini juga sejalan dengan nilai yang terkandng di
dalam sila ke dua staatsfundamentalnorm Pancasila yang
menyatakan:

“kemanusiaan yang adil dan beradab”

Sehingga kemanusiaan menempati posisi terpenting dan


fundamental untuk senantiasa di jaga kehormatan dan
keluhurannya tersebut. Dalam pelaksanaannya juga harus
terdapat tindakan konkret dari negara untuk merespon
bebebrapa pristiwa penjajahan yang ada di dunia. Karena upaya-
upaya perdamaian di atas muka bumi terhadap bangsa-bangsa

140
EKSISTENSI NEGARA DALAM UAPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA

yang bertikai adalah sebuah upaya eksistensi perwujudan


amanah konstitusi untuk senantaiasa mewujudkan dan
menegakan kedamaian diatas muka bumi itu sendiri. Dalam
perjalannannyapun sejatinya Pemerintah dengan segala
perangkat kebijakan luar negerinya sudah seharunya
merumuskan cetak biru yang jelas agar kepentingan nasional
dan cita-cita perdamaian dunia sebagaimana yang termaktub
dalam preambul UUD 1945 alinea Keempat bisa diwujudkan
secara konkret. Karena apabila kita kembali untuk memutar
rekaman sejarah masa lalu, dapat kita temukan sebuah fakta
perang dunia ke dua pada tahun 1939 - 1945 justru terjadi
dikarenakan penghianatan keanggotaan liga bangsa-bangsa
yang ada sehingga menhasilkan peperangan menewaskan jutaan
manusia yang ada di muka bumi ini. Indonesia sebagai bangsa
yang berdaulat sejatinya telah aktif dalam mewujudkan
perdamaian dunia yang dilakukan melalui upaya keikut sertaan
Indonesia dalam dewan keamana PBB. Indonesai memulai karir
sebagai anggota tidak tetap keamanan PBB pada tahun 1973 -
1974. Dan hal itu berlanjut pada tahun 2019 - 2020. Oleh karena
hal tersebut merupakan prestasi bangsa Indonesia dalam
perwujudan amanah konstitusi berdasarkan prembule UUD 1945
dalam hal penegakan kedamaian di atas muka bumi serta
penghapusan terhadap penjajahan yang ada.
Selain rekam jejak secara historis dan label sebagai negara
yang sudah berpengalaman sebagai keanggotaan tidak tetap
keamanan PBB, keterpilihan Indonesia sebagai bangsa yang
berdaulat dan merdeka juga ditopang oleh faktor kontribusi yang
selama ini sudah disumbangsihkan. Sebagai contoh, Indonesia
memiliki keunggulan elektabilitas karena sudah bergabung
dengan misi operasi perdamaian PBB sejak tahun 1957. Pada
tahun 2018, sejumlah kurang lebih 2.700 personel pasukan
perdamaian Indonesia sudah bergabung dengan sembilan misi
operasi PBB dalam mewujudkan perdamiaan di atas muka bumi,

141
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

bahkan Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk


menambah lagi personel sebanyak 1.040 orang hingga tutup
tahun 2019. Pengalaman, rekam jejak, serta kontribusi yang
sudah dilakukan tersebut kemudian diperkuat lagi dengan
peneguhan komitmen terhadap empat hal yang menjadi fokus
Indonesia selama menjalankan tugas keanggotaannya.
Upaya pertama banga Indonesia dalam meujudkan
perdamaian di atas muka bumi berdasarkan amant konstirusi
adalah upaya untuk memperkuat ekosistem perdamaian dan
stabilitas global dengan meningkatkan kapasitas pasukan
perdamaian PBB, termasuk kontribusi kaum perempuan sebagai
kaum yang memiliki harkat dan kehormatan yang besar
terhadap perjalanan suatu bangsa yang ada, selain itu pasukan
yang menjadi fokus terpenting Bangsa Indonesia saat ini bukan
lagi ditinjau dari sisi kuantitas semata, akan tetapai pemerintah
Indonesia lebih menitik beratkan kepada kualitas pasukan yang
ada baik secara ke dalam, maupun ke luar, pemerintah Indonesia
juga akan terus meningkatkan pemahaman dan keahlian
pasukannya dalam hal yang sifatnya teknis di lapangan (kualitas
tempur, penggunaan alutsista, koordinasi dan komunikasi intra
dan antar pasukan), pemahaman akan hukum humaniter,
penguasaan bahasa asing, adaptasi dan pemahaman akan
budaya bangsa-bangsa, khususnya aspek sosial dan budaya
tempat di mana mereka beroperasi, proliferasi spirit demokrasi
dan humanisme, termasuk aplikasi nilai-nilai luhur ideologis
Indonesia melalui praksis di lapangan saat pasukan bertugas
guna mewujudkan permaian di atas dunia yang impikan
bersama.
Kedua, Indonesia berupaya untuk meningkatkan sinergi
antara DK PBB dan organisasi di kawasan (Asia Pasifik) dalam
rangka mewujudkan perdamaian dunia, upaya tersebut
bertujuan untuk lebih mengkoneksikan DK PBB dengan
organisasiorganisasi kawasan (regional) dimana genealogi

142
EKSISTENSI NEGARA DALAM UAPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA

organisasi regional sangat ditentukan oleh maksud dan iktikad


negara-negara anggota pada saat pembentukan, semisal motivasi
untuk membangun regional balance of power, keinginan untuk
membangun regional single market agar memperlancar arus
pertukaran barang, jasa, dan modal, upaya menciptakan
percepatan kemakmuran dan kesejahteraan, hingga aliansi
pertahanan dan keamanan. Sederhananya, dalam kerangka
global, eksistensi organisasi regional berpotensi besar dalam
menciptakan benturan satu sama lain yang dapat berujung pada
konflik dan peperangan. Upaya untuk mengkoneksikan
organisasi regional dengan DK PBB dimaksudkan untuk
membangun bridge of peace, meleburkan kepentingan negara -
negara yang bernaung di bawah organisasi - organisasi regional
yang berbeda untuk secara bersama-sama menjaga dan
memelihara perdamaian dunia yang dicita-citakan bersama.
Upaya Indonesia ini juga, secara implisit, hendak menegaskan
kembali eksistensi aktor negara yang peranannya semakin
terkikis oleh gempuran aktor-aktor non negara. Dalam konteks
inheren Indonesia sendiri, atribut dan sumber daya yang melekat
pada Indonesia cukup memadai dalam mewujudkan upaya
tersebut, diamana Indonesia merupakan founding father ASEAN,
sekaligus negara kunci di kawasan Asia Tenggara. Indonesia juga
tercatat sebagai anggota Group of Twenty (G-20) dan Organisasi
Konferensi Islam (OKI). Modalitas diplomasi inilah yang menjadi
konfidensi Indonesia yang pada akhirnya mengkristalisasi
kepercayaan global terhadap Indonesia.
Ketiga, Indonesia akan senantiasa mendorong kemitraan
global agar tercapai sinergi penciptaan perdamaian dan kegiatan
pembangunan berkelanjutan, khususnya agenda Sustainable
Development Goals (SDGs) PBB 2030. SDGs sendiri sejatinya
sudah pernah untuk dimulai pada tahun 2015 dan memiliki
empat pilar garis besar, yakni pembangunan di bidang ekonomi,
lingkungan, sosial, serta hukum dan tata kelola pemerintahan.

143
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Korelasi aspek ketiga ini dengan dewan keamanan PBB dapat


dijelaskan dengan menggunakan pendekatan keamanan yang
ada. pendekatan keamana yang harus dilakukan oleh bangsa
Indonesai kedepan juga harus menggunakan upaya keamanan
komperhensif sebagai langkah untuk mewejudkan perdamaian
diatas dunia yang sebenar-benarnya berdasarkan kedaulatan
hak asasi mansuia itu sendiri.
Terakhir, Indonesia sebagai bangsa yang besar dan berdaulat
juga mendorong terbentuknya pendekatan komprehensif global
untuk memerangi terorisme, radikalisme dan ekstrimisme. Selain
itu, Indonesia juga kembali menekankan fokus dan atensi politik
luar negerinya terhadap isu kemerdekaan Palestina, seperti halnya
yang menjadi fokus dan atensi pencalonan Indonesia sebagai
keanggotan keamana tidak tetap pada periode-periode
sebelumnya. Isu ini menjadi menarik bagi Indonesia karena
memiliki pengalaman empirik dalam satu dekade terakhir
memerangi aksi-aksi terorisme di level domestik. Pengedepanan
aspek ini bukan saja bergerak dalam lajur mewujudkan
perdamaian, tapi juga membuka pemahaman global akan cara-
cara komprehensif yang dilakukan oleh Indonesia sebagai upaya
mitigasi dan penanganannya (tidak melulu instrumen kekerasan)
karena kekerasan yang ada hanyalah akan menghasilkan luka
dan dendam dari masa kemasa serta melanggar prinsip utama
kemanusiaan yang ada berdasakan hak asasi manusia.
Oleh karena eksistensi perwujudan perdaamaian di atas
muka bumi harus tersemai dan dirasakan oleh semua umat
manusia, maka sudah selayaknya Indonesia sebagai bangsa yang
berdaulat dan merdeka untuk senantiasa aktif menyuarakan dan
menegakan perdamaian itu sendiri. Perdamaian juga merupakan
tanggung jawab seluruh umat manusia, karena dengan
perdamaianlah umat manusia dapat terus hidup melangsungkan
kehidupan untuk mewujudkan welfare state yang di idam-
idamkan. Idealisme bangsa Indonesai untuk senantiasa

144
EKSISTENSI NEGARA DALAM UAPAYA MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DUNIA

mewujudkan perdamaian juga harus senantiasa terealisasikan


karena hal itu merupakan manah tersebesar bangsa Indonesia
yang tertuang dalam UUD 1945. Selain itu juga platform luar
negeri Indonesia yang bebas aktif harus melaksanakan perannya
dengan baik guna mewujudkan perdamaian dan kedamaian
sebagaui upaya eksistensi negara dalam mewujudkan prinsip-
prinsip kemanusiaan berdasarkan peradaban yang luhur
sehingga kesejahteraan dan kemakmuran dapat dirasakan oleh
seluruh umat manusia.

145
24
MENGGUGAT PERSPEKTIF SUBYEKTIFITAS
KEADILAN DALAM HUKUM
“Equum Et Benum Est Lex Legum (Keadilan adalah hukum itu
sendiri)” –Cicero-

Suatu ketika DR. Ernst Utrecht seorang ilmuwan sekaligus


pakar hukum yang juga dikenal sebagai politikus Indonesia-
Belanda yang berhaluan nasionalis ketika mendeskpripsikan
hukum dan keadilan mengatan:

“Hukum memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan


seperti: Apakah hukum itu sebenarnya? (Persoalan adanya
tujuan hukum). Apakah sebabnya kita mentaati hukum?
(persoalan berlakunya hukum). Apakah keadilan yang menjadi
ukuran untuk baik buruknya hukum itu? (persoalan keadilan
hukum)”.

Oleh karena hukum dan keadilan adalah dua hal yang tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, maka
pembahasan mengenai hukum dan keadilan selalu bersifat
subyektif dan tidak pernah menemukan sebuah rumusan yang
konkret sehingga dapat dengan maksimal untuk diimple-
mentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian,
subyektifitas keadilan dan hukum sejatinya tidak boleh ter-
pangkas dengan ketidak adilan itu sendiri. Dimana keadilan

147
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

sejatinya adalah sebuah hukum itu sendiri. Sebagaimana


dikatakan oleh salah satu adegium:
Equum et benum est lex legume, Oleh karena keadilan adalah
sebuah hukum itu sendiri, maka tujuan sejati dari keadilan adalah
untuk memelihara kepentingan bersama, menjaga hak-hak
manusia dan untuk mewujudkan kesetaraan sosial dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya hukum
merupakan sebuah sarana untuk mencapai keadilan sebagai
tujuan akhir dalam berkehidupan.
Dalam perjalanan berbangsa dan bernegara sebagaimana
yang disebutkan di dalam butir staatsfundamentalnorm Pancasila
disebutkan bahwa tujuan utama didirikannya negara Indonesia
adalah menegakan keadilan sosial yang dapat dirasakan oleh
setiap rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena keadilan
dan hukum memeiliki relevansi yang sangat kuat anatara satu
dengan yang lainnya, maka sudah sepantasnya bahwa setiap
pondasi perundang-undangan sebagai suatu produk hukum
haruslah membawa kepada keadilan yang dapat dirasakan
manfaatnya oleh seluruh anak bangsa. Selain itu juga pengaruh
dari modernitas zaman yang ada sejatinya telah menggeser
pondasi-pondasi hukum dalam berkehidupan, dimana hukum
di zaman modern ini hanya mementingkan aspek rasionalisasi,
formulasi, strukturalisasi serta birokratisasi semata. Walapun itu
semua bukanlah sebuah langkah yang salah, namun pada
penerapannya hal tersebut hanya akan membawa produk-
produk hukum yang ada pada tataran kapitalisai hukum sehingga
melupakan aspek kemanusiaan yang ada. Oleh karena hal
tersebutlah, maka aspek kemanusiaan dalam perumusaan
hukum yang ada harus senantiasa di titik beratkan sebagai wujud
memanusiakan manusia melalui hukum sebagai sarana untuk
mencapai keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa dan
peradaban yang ada.

148
MENGGUGAT PERSPEKTIF SUBYEKTIFITAS KEADILAN DALAM HUKUM

Hukum yang tidak memanusiakan manusia adalah hukum


yang tertidur, oleh karenanya benarlah apa yang dikatakan oleh
salah satu adegium bahwa hukum terkadang tertidur, tetapi
hukum sejatinya tidak pernah mati:

“Dormiunt aliquando leges nunquam moriuntur”

Perubahan-perubahan paradigma dunia hukum yang ada


tidak boleh melupakan aspek kemanusiaan dalan penyusuanan
dan penegakannya. Karena zaman senantiasa merekonstruksi
kehidupan yang ada berdasarkan aspek matrealisme dan
ekonomi semata, oleh karena ketika hukum hanya bertumpu
kepada aspek kepentingan ekonomi dan matrealisme semata
tanpa mementingkan unsur kemanusiaan, maka sejatinya
hukum tersebut adalah hukum yang cacat. Hukum mempunyai
relevansi yang erat dengan keadilan. Bahkan hukum harus
digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-sungguh berarti
sebagai sebuah hukum. Hal ini terkait dengan tanggapan bahwa
hukum merupakan bagian usaha manusia menciptakan suatu
ko-eksistensi etis di dunia. Hanya melalui suatu tata hukum yang
adil manusia dapat hidup dengan damai menuju kebahagiaan
human welfare, Karena hakikat hukum adalah membawa aturan
yang adil dalam masyarakat. Hukum harus mengadakan
peraturan yang adil tentang kehidupan berbangsa dan ber-
negarat, sebagaimana dicita-citakan dalam hukum dan hukum
mengandung suatu tuntutan keadilan yang diharapkan seluruh
ketentuan yang mengatur segala perilaku atau keadaan manusia
dalam kehidupan mencerminkan rasa keadilan. Keadilan sejati
adalah keadilan yang harus dirasakan oleh setia anak bangsa,
sebagaimana yang dikatakan oleh undang-undang nomor 39
tahun 1999 mengenai hak asasi manusia pada pasal 17:

“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh


keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan

149
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun


administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas
dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.

Keadilan yang diperoleh oleh seluruh anak bangsa tidak


cukup berada pada tataran pemenuhan hak dan kewajiban
semata, lebih dari itu keadilan yang ada haruslah berlandaskan
kepada asas kepastian hukum yang ada, sehingga dengan
kepastian hukum yang ada akan menciptakan harmonisasi
dalam berkehidupan, berbangsa dan bernegara. Kepastian
hukum yang ada juga harus tercipta dari pembuatan undang-
undang sebagai produk hukum yang terlegitimasi oleh seluruh
rakyat melalui lembaga-lembaga yang terakreditasi serta ahli-
ahli hukum yang ada, hal inilah yang Plato istilahkan dengan
diaiosun. Selain itu perhatian mengenai reciprocal benefits
sebagaimana yang digagas oleh John Rawls juga tidak boleh
terlewatkan, dimana hukum yang ada harus memberikan
keadilan seluas-luasnya kepada manusia dengan cara me-
manusiakan manusia melalui pemberian hak dan kewajiban bagi
manusia sesuai dengan kontibusi yang dilakukan oleh manusia
tersebut. Hal itu juga sejalan dengan teori keadilan menurut
aristoteles yakni keadilan distributif yang harus diberikan secara
proposional kepada setiap orang serta keadilan korektif mengenai
pengembalian hak yang bersifat numerik kepada seseorang
manusia atau dalam istilah lainnya adalah:

“Fiat justitia bereat mundus, Iustitia est constans et perpetua


voluntas ius suum cuique tribuendi”.

Positivisasi hukum yang ada sejatinya hanya dapat


dilakukan ketika positivisasi hukum tersebut berdasakan kepada
keadilan yang membawa manusia kepada keadilan atau human

150
MENGGUGAT PERSPEKTIF SUBYEKTIFITAS KEADILAN DALAM HUKUM

welfare. Oleh karena pendapat kaum stoisisme yang senantiasa


menempatkan keadilan berdasarkan kehendak alam, maka
kombinasi kehendak alam melalui positivisasi hukum yang ada
harus sejalan dengan moralitas individu atau kelompuk yang ada,
sehingga keadilan dapat dirasakan oleh seluruh anak manusia.
Hal ini sejalan dengan prinsip pemberian hak kepada yang
berhak “unicuique suum tribuere” dan jangan pernah merugikan
orang lain “neminem laeder”. Sehingga kelembagaan yang ada
dapat betul-betul optimal dalam melakukan fungsi serta tugasnya
dalam pembuatan produk-produk hukum yang ada untuk
mendatangkan keadilan terhadap sesame manusia yang lainnya.
Dalam perjalanannya, penegakan hukum yang ada untuk
memperoleh keadilan selalu terwakilkan dari pengadilan-
pengadilan yang ada. sementara pengadilan-pengadilan yang
ada senantiasa merujuk kepada produk-produk hukum berupa
undang-undang yang dalam pembuatannya tidak terlepas dari
tangan para penguasa, sementara penguasa yang ada menurut
ketentuan ketatanegraan yang demokratis di pilih oleh rakyat.
Oleh karenanya hukum serta keadilan tidak pernah terlepas dari
penegakannya melalui lembaga pengadilan, pembuatannya oleh
pemerintah, serta sumbernya yang berasal dari rakyat.
Sementara rakyat akan dengan optimal mewujudkan hukum
sebagai law as a tool of social enginering ketika pendidikan rakyat
tersebut telah terpenuhi secara optimal dan baik. Karenanya
kesadaran hukum melalui upaya-upaya pendidikan dan
pengajaran di suatu bangsa dan negara harus di pupuk sejak
dini, karena hal tersebut merupakan upaya-upaya pencerminan
kontribusi di masa yang akan datang dalam menjayakan suatu
bangsa dan negara dalam kontestasi peradaban yang gemilang
dan terbilang sehingga human welfare dapat dirasakan oleh
seluruh umat manusia yang ada.

151
25
KEDAULATAN RAKYAT SEBAGAI PILAR
NEGARA HUKUM DEMOKRATIS
“Vox Populi Vox Dei (Suara rakyat adalah suara Tuhan)”
–Cicero-

Prinsip kedaulatan rakyat adalah sebuah prinsip yang


menjadi syarat suatu negara dapat berjalan sesuai dengan
regulasi hukum mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara
demi terciptanya iklim demokrasi dan hak asasi manusia yang
ideal. Oleh karena ungkapan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk
rakyat (the government of the people, government by the people
and government to the people) adalah sebuah amanat besar dari
didirikannya suatu negara, terkhusus negara Republik Indonesia
yang tertuang didalam ketentuan UUD 1945 sebagai
staatsgrundgretz pasal 1 ayat 2 yang berbunyi:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan


menurut Undang Undang Dasar”

Dimana secara filosofis rakyat memegang kendali penuh


terhadap perjalanan ketatanegaraan suatu bangsa dan negara,
walupun secara yuridis keberlangsungan regulasi arah
ketatanegaraan tetap menjadi kendali lembaga legislatif yang
ada, namun sejatinya apabila kita merujuk asal dari terbentuknya
lembaga legislatif yang ada, maka lembaga legislatif yang ada

153
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

merupakan representasi dari daulat rakyat dan terbentuk melalui


penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan dalam kurun waktu
lima tahun sekali. Oleh karenanya kebijakan, peraturan, tatanan
kehidupan serta regulasi ketatanegaraan yang ada harus
senantiasa berpihak kepada kepentingan rakyat dan membawa
rakyat kepada kesejahteraan dan kemakmuran yang dicita-
citakan bersama.
Dalam perjalanannya, sejarah kekuasaan memiliki peran
yang sangat fuundamental dalam keberlangsungan bernegara
dan berbangsa suatu masyarakat, dimana dari kekuasaan yang
ada lahir sebuah tatanan kehidupan yang akan membawa rakyat
kepada kesejahteraan atau kehancuran, oleh karenanya ke-
kuasaan yang ada tidak boleh tersentralistik pada satu tumpuan
dan harus merata (souverignity) guna mencegah penyelewengan
kekuasaan yang ada. Peran kedaulatan rakyat dalam menentu-
kan kekuasaan juga harus mengambil perannya, karena apabila
kekuasaan yang ada tidak lagi berdasarkan keinginan rakyat,
atau hanya berlandaskan nomokrasi semata, maka kekuasaan
yang dihasilkan hanya bersifat absolut dan tirani semata.
Sehingga rakyat harus mengambil peran dalam menghadirkan
kedaulatannya sebagai upaya mewujudkan dan melestarikan
nilai-nilai demokrasi dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara.
Ide dasar mengenai demokrasi lahir dari prinsip kedaulatan
rakyat, maka kedaulatan rakyat yang ada tidak boleh termani-
pulasikan dengan kekuasaan segelintir pihak ataupun golongan
yang hanya berakibat kepada tumbuh suburnya oligarki di
Indonesia, perjalanan mengenai demokrasi harus di jaga dan di
rawat sebagai upaya pemeliharaan terhadap kedaulatan rakyat
yang ada. Ketentuan hukum ataupun kekuasaan yang ada harus
tunduk kepada kedaulatan rakyat, dimana Ismail Sunny
membagi kedaulatan menjadi 5 bagian yaitu:

154
KEDAULATAN RAKYAT SEBAGAI PILAR NEGARA HUKUM DEMOKRATIS

1. Kedaulatan Tuhan
2. Kedaulatan negara
3. Kedaulatan hukum
4. Kedaulatan penguasa
5. Kedaulatan rakyat

Sehingga rakyat memiliki fungsi sentral penentu arah


kebijakan pemerintahan yang ada, baik pada tataran legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Dimana dalam perjalanannya
kelembagaan eksekutif tidak boleh terlalu besar peran dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan, karena hakikat dari
kelembagaan eksekutif adalah lembaga yang menjalankan
ketentuan regulasi peraturann perundag-undangan yang ada,
dimana pembuatan undang-undang hanya boleh dilakukan oleh
lembaga legislatif semata dan lembaga legislatif adalah
representasi dari kedaaulatan rakyat serta harus bertanggung
jawab kepada rakyat itu sendiri. Dalam hubungan dengan
lingkup kegiatannya, ide kedaulatan rakyat meliputi berbagai
macam proses pengambilan keputusan baik dibidang legislatif
maupun di bidang eksekutif. Artinya rakyat mempunyai otoritas
tertinggi untuk menjalankan dan mengawasi pelaksanaan
ketentuan hukum sebagai suatu peraturan itu. Dengan perkataan
lain, rakyat berdaulat baik dalam perencanaan, penetapan,
pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasan terhadap produk
hukum yang mengatur proses pengambilan keputusan dalam
dinamika penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
berkaitan dengan nasib dan masa depan rakyat.
Perwujudan kedaulatan rakyat selalu terkait dengan sistem
demokrasi yang berlaku, dimana pengaruh kedaulatan rakyat
dalam sistem demokrasi dilembagakan melalui kaedah hukum:

155
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

1. Jaminan mengenai hak-hak asasi dan kebebasan manusia,


syarat dapat berfungsi kedaulatan rakyat;
2. Penentuan dan pembatasan wewenang pejabat negara;
3. Sistem pembagian tugas antar lembaga yang bersifat
saling membatasi dan mengimbangi (check and balances);
4. Lembaga perwakilan sebagai penjelmaan kedaulatan
rakyat dengan tugas perundangundangan dan
mengendalikan badan eksekutif;
5. Pemilihan umum yang bebas dan rahasia;
6. Sistem kepartaian yang menjamin kemerdekaan politik
rakyat ( multi atau dua partai );
7. Perlindungan dan jaminan bagi keberlangsungan oposisi
mereka sebagai potensi alternatif pelaksanaan kedaulatan
rakyat;
8. Desentralisasi teoritik kekuasaan negara untuk memper-
luas partisipasi rakyat dalam pengelolaan negara;
9. Lembaga perwakilan yang bebas dari kekuasaan badan
eksekutif

Bila dicermati Alinea IV Pembukaan UUD 1945


“………….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Maka jelas
diketahui bahwa rakyat lah yang berdaulat dalam bingkai negara
Republik Indonesia, hal ini diperjelas dalam pasal 1 ayat (2) UUD
1945 “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang Undang Dasar”.

156
KEDAULATAN RAKYAT SEBAGAI PILAR NEGARA HUKUM DEMOKRATIS

Dalam konstitusi Republik Indonesia, penerapan ide


demokrasi atau kedaulatan rakyat dibatasi oleh peraturan
perundang-undangan yang ada, dimana dengan adanya Pasal
1 ayat (3), dimana menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara
Hukum, artinya antara pelaksanaan kedaulatan rakyat/
demokrasi harus diimbangi dengan pelaksanaan nomokrasi atau
rules of law sebagai konsekuensi logis pencantuman pasal 1 ayat
(3) dalam UUD 1945. Memang antara demokrasi dan nomokrasi
berbicara pada aspek yang berbeda, namun bukan berarti tidak
dapat diseimbangkan. Demokrasi akan selalu bicara pada aspek
politik bagaimana menegakkan kedaulatan rakyat, sedangkan
nomokrasi berbicara pada perspektif hukum. Oleh karenanya
kedaulatan rakyat tanpa dikawal hukum dipastikan hanya akan
menciptakan iklim kehidupan yang tidak menentu sehingga
tidak terdapatnya kepastian hukum yang ada dan berujung
kepada ketimpangan sosial dan keadilan yang hanya akan
merugikan kepentingan rakyat semata.
Secara historis upaya penegakan kedaulatan rakyat itu terus
dilakukan, misalnya Plato yang beranggapan bahwa kedaulatan
rakyat dapat terwujud dalam suatu pemerintahan yang dipimpin
oleh orang yang bijaksana, sehingga ia sangat menganjurkan
agar pemerintahan itu dilakukan oleh filosof yang diyakininya
bisa bertindak bijaksana. Lain halnya perjuangan perjuangan
John Locke dan Montesqueu yang berupaya mendesentralisir
kekuasaan yang ada untuk kemudian terjadi sebuah pemisahan
dan pembagian kekuasaan yang kita kenal dengan istiha trias
politika. Dalam perjalanannya, sejarah dunia juga mengkisahkan
bagaimana kedaulatan rakyat berjuang untuk menemukan
sejarahnya sebagai pilar peletakan demokrasi dan hak asasi
manusia untuk menjemput sebuah kesejahteraan dan kemak-
muran. Di Indonesia senidiri hal tersebut pernah terjadi pada
tahun 1998 M sebagai sejarah reformasi untuk mengehentikan

157
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

kekuasaan yang tirani serta menghapuskan sistem ketata-


negraaan bersifat KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang
hanya menguntungkan satu pihak semata, selain itu juga pada
tahun 1986 M dibawah komando Corazon Aquino rakyat
Filiphina memperjuangkkan demokrasi menumbangkan
pemerintahan tirani Ferdinand Marcos, sehingga saat ini kita
dapat melihat negara Filiphina sebagai salah satu negara
demokratis yang dapat diperhitungkan di mata dunia. Pada
tahun 1789 M melalui gagasan seorang JJ Rosseau Prancis juga
berhasil melewati masa kelam absolutisme monarki yang ada
dan mampu menjadi negara demokratis yang sejahtera, sama
halnya halnya dengan Amerika Serikat yang mampu melepaskan
cengkraman kolonial Inggris atas negaranya pada tahun 1766
M melalui perjuangan kedaulatan rakyat yang panjang sehingga
lahirlah declaration of independence yang membawa Amerika
Serikat sebagai kiblat kesejahteraan dan kemakmuran atas sistem
demokrasi serta penegakan kedaulatan yang ada di mata dunia.
Oleh karena perjalanan kedaulatan rakyat selalu mampu
menjemput sejarahnya untuk menegakan demokrasi serta hak
asasi manusia, maka segala macam bentuk tiranisme yang
bersifat absolut hanya akan menemui titik ajalnya semata apabila
prinsip-prinsip kedaulatan rakyat yang ada diabaikan, selain itu
juga kedaulatan rakyat yang ada harus diberikan tanggung
jawab berdasarkan ketentuan hukum yang ada, dimana
ketentuan hukum yang ada merupakan representasi dari
kedaulatan rakyat melalui regulasi kelembagaan ketatanegraan
yang ada, sehingga harus mampu menghadirkan kesejahteraan,
kemakmuran dan equality before the law untuk tegaknya keadilan
yang dapat dirasakan oleh semua pihak dalam berkehidupan
berbangsa dan berngara, karena sejatinya kedaulatan rakyat
yang ada juga harus berdasarkan ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

158
KEDAULATAN RAKYAT SEBAGAI PILAR NEGARA HUKUM DEMOKRATIS

permusyawaratan perwaakilan dan keadilan sosial bagi seluruh


rakyat Indonesia demi terciptanya iklim kehidupan baldatun
thoyyibatun wa robbun ghofur yang dapat dinikmati oleh semua
rakyat Indonesia.

159
DAFTAR PUSTAKA

Aristeus, Syprianus. 2012. Penerapan Sanksi Pidana dalam UU


No. 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup terhadap
Pelanggaran Baku Mutu Lingkungan dari Limbah
Kegiatan Operasi Produksi Migas. Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan
HAM.
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi.
Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Gramedia.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik., Jakarta:
Gramedia, Budiman, Arief, 2002, Teori Negara; Negara,
Kekuasaan, dan Ideologi. Jakarta: Gramedia.
Evans, Kevin Raymond. 2003. Sejarah Pemilu dan Partai Politik
di Indonesia. Jakarta: PT Arise Consultance.
Friederich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis.
Bandung: Nuansa dan Nusamedia.
Hiariej, E. Q. 2009. Asas Legalitas & Penemuan Hukum Dalam
Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga.

161
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum


Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Huda, Ni’matul. 2013. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Press
Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni
Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Jakarta: Gema Insani
Press.
Husaini, Adian. 2012. Seputar Paham Kesetaraan Gender. Depok:
Adabi Press.
Kusnardi, Moh, dkk. 2009. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar
Bakti.
Margaret Poloma. 2007, Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Minto Rahayu 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan
Menghidupi Jati Diri Bangsa. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
Moh. Mahfud M.D. 1999. Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi.
Yogjakarta: Gama Media Offset.
Ridho Al Hamdi. 2013. Partai Politik Islam, Teori dan Praktek di
Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saldi Isra. 2017. Pemilu dan Pemulihan Daulaut Rakyat. Jakarta:
Themis Publishing.
Soejadi. 2003. Refleksi mengenai Hukum dan Keadilan,
Aktualisasinya di Indonesia. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Subandy, Idi Ibrahim. 2011. Kritik Budaya Komunikasi: Budaya,
Media, dan Gaya Hidup Dalam Proses Demokratisasi di
Indonesia. Yokyakarta: Jalasutra.
Abdullah Cholili. Tindak Kekerasan Terhadap Wanita. Makalah

162
DAFTAR PUSTAKA

Seminar Perlindungan Perempuan dari Pelecehan dan


Kekerasan Seksual, PPK UGM-Ford Foundation.
Novemeber 1996.
Bambang Heri Supriyanto. Penegakan Mengenai HAM Menurut
Hukum Positif Di Indonesia. Jurnal Al Azhar Indonesia
Seri Pranata Sosial. Vol 2. No. 3, 2014.
Ginting, M. 2018. Masa Depan Hukuman Mati. Retrieved January
10, 2019.
Indirana Kartini. 2012. Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB. Jurnal Pertahanan, Vol. 2 No. 2.
Ria Casmi Arrsa. 2014. Pemilu Serentak Dan Masa Depan
Konsolidasi Demokrasi. Jurnal Konstitusi.

163
TENTANG PENULIS

Penulis bernama Miftahul Huda SH, lahir


di Bekasi 26 November 1999. Penulis
merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara.
Penulis merupakan lulusan PONPES
Imam Syafi’i dimana penulis menimba
ilmu agama selama 6 tahun serta S1 UIN
SUSKA Riau dengan IPK 3,77 berpre-
dikat cumlaude. Serta saat ini penulis
melanjutkan studi sebagai Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Universitas Islam Riau.
Penulis aktif diberbagai organisasi selama menempuh studi.
Adapun organisasi yang penulis ikuti adalah. Volunter UIN
SUSKA Mengajar, Kepala Bidang Agama Himpunan Mahasiswa
Ilmu Hukum UIN SUSKA Riau, Kordinator Kebijakan Publik
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (2019 - 2020 ),
Kordinator Komunikasi & Informasi Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (2021 - 2022), Kepala Dinas Advokasi Ikatan
Mahasiswa Pelajar Kepulauan Riau Pekanbaru (2021 - 2023),
Kepala Biro Riset & Keilmuan DEMA Fakultas Syariah & Hukum
UIN SUSKA Riau (2021 - 2022), Kepala Biro Hukum &
Kelembagaan DEMA Fakultas Syariah & Hukum UIN SUSKA
Riau (2021 - 2022), Ketua Umum Lembaga Pengembangan Riset

165
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

& Pengabdian Masyarakat UIN SUSKA Riau (2021 - 2022) dan


Relawan Organisasi Bantuan Hukum PAHAM (2021 - 2022).
Selain itu juga penulis aktif dalam dunia kepenulisan. Dan buku
“SUMMUM IUS SUMMA INJURIA (Keadilan Tertinggi Adalah
Ketidakadilan Tertinggi)” ini merupakan karya tulis ke tujuh yang
dibukukan. Dimana tulisan penulis sebelumnya seperti: Antologi
Pembela Bangsa & Penegak Agama, Dalil-dalil Kehidupan:
Sentilan Untuk Generasi Cengeng Masa Kini, Reformasi Akhlak:
Sebuah Risalah Untuk Semesta, Antologi Islam & Peradaban,
Antologi Sang Pemimpin, Antologi Punggawa Tangguh
Organisator UIN SUSKA Riau.
Selain itu penulis juga aktif dalam dunia jurnalistik media-
media berita nasional maupun daerah. Sudah lebih dari 20 opini
yang penulis tulis di kolom media berita, diantaranya:
“Harmonisasi Nilai Islam dan Kebangsaan Dari Masa ke Masa”,
“Islam dan Negara saudara Kembar Yang Tak Terpisahkan”,
“2021 Momentum Bangsa Indonesia Untuk Muhasabah”. “Insan
Seutuhnya”, “5 saran Untuk Presiden Jokowi di Masa Pandemi
Covid-19”, “Persenyawaan Islam di Tubuh Pancasila”.
Selama kuliah penulis juga sering memenangkan
perlombaan, diantaranya: Juara 1 Orasi Ilmiah Hari Pahlawan
Se-Pekanbaru, Juara 1 Orasi Ilmiah Fakulats Syariah dan Hukum
1019, Juara 1 Orasi Ilmiah Hari Kelautan dan Perikanan se-Riau”,
Juara 1 Penulisan ESSAI MABA 2018 se-Kampus, Juara 2 Video
Creator Festifal COVA FDK se-Riau, Juara 1 penulisan Karya Tulis
Ilmiah “Al-Qur’an Sebagai pandangan Hidup Era 4.0 Tingkat
Nasional, Juara 2 Puisi Hari Kartini se-Kepulauan Riau, Juara 1
Penulisan Kartya Tulis Ilmiah “Buruh di Negeri Kita” Tingkat
Nasional, Juara 1 Orasi On Air Bintang Orator Biro Pemberitaan
Setjend &BK DPR RI 2019.
Selain itu juga penulis sangat aktif menjadi narasumber
seminar ilmiah, diantaranya: Narasumber Seminar Internasional
Aktivis Perdaiman ISAIS 2020, Narasumber Seminar “Ngobrol

166
TENTANG PENULIS

Inspiratif” alumni PONPES Imam Syafi’i 2019, Narasumber


Seminar Ngaji Akbar PW IPM KEPRI 2020, Narasumber Taruna
Melati 2 Batam, Narasumber Manajemen Organisasi
FORSABRIMASDA UIN SUSKA Riau, Narasumber Leadership
Youth Innovator Leader For LPRPM UIN SUSKA Riau,
Narasumber Manajemen Organisasi PBAK Ilmu Al-Qur’an &
tafsir HMJ Ilmu Al-Qur ’an & Tafsir UIN SUSKA Riau,
Narasumber Sexual Harrasment HMJ Psikologi UIN SUSKA
Riau, Narasumber Kebijakan Pemerintah di Saat Pandemi oleh
BEM FT Universitas Ahmad Dahlan. Serta adapun akun sosial
media yang penulis punya adalah IG (@meftahuda), Facebook
(Miftahul Huda), Linkedin (Miftahuda) dan Email
(1199hudan@gmail.com).

Dr. Zulkifli, M. Ag. Tempat Tgl. Lahir:


Inhil, 6 Oktober 1974 Orang Tua: H.
Marjuni & Hj. Aloha Istri: Fitri Yanti, SE
Anak: Muhammad Fatih az-Zaky
Muhammad Rafiq al-Kafy Muhammad
Hanif el-Syahdan Muhammad Farhan el-
Munady dan Zatu Fikrah el-Syafiqah
Riwayat Pendidikan:  SDN 023 di Airbagi
Inhil  MTs Swasta Al-Huda di Airbagi
Inhil  Pondok Pesantren Darul Rahman Jakarta dan Bogor 1991-
1995  S1 IAIN Susqa di Pekanbaru Riau tahun 1996-2000 ü S2
IAIN Susqa di Pekanbaru Riau tahun 2001-2003  S3 Universitas
Omdurman di Khartoum Sudan 2008- 2012
Riwayat Pekerjaan :  Guru Mts Ponpes Dar El Hikmah
1995-2000  Guru MA Ponpes Dar El Hikmah 2000-2008  Guru
SMA Plus Pekanbaru 2006-2008 ü Kepala Pustaka Ponpes Dar
El Hikmah 1998-2000 181  Kepala Sekolah SMK Dar El Hikmah
2003-2004  Dosen Luar biasa di Fakultas Fsikologi dan Ekonomi
2005  Dosen Tetap PNS di Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum

167
SUMMUM IUS SUMMA INJURIA: KEADILAN TERTINGGI ADALAH KETIDAKADILAN TERTINGGI

2005-sekarang. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan di


Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Suska Riau tahun 2015 –
2018 Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum dan
Perencanaan Keuangan di Fakltas Ushuluddin UIN Suska Riau
2018 – 2021, Dekan Fakultas Syariáh dan Hukum 2021 – 2025.
Karya Ilmiyah:  Zakat dari Penjualan Harta untuk Haji
(studi analisis kasus di Inhil)  Hukum Bom Bunuh Diri (studi
bahstul masa’il NU 2002)  Uang Haram dalam Perspektif Islam
Filosofis Fiqh Mazhab Penyesuian Arah Kiblat dan Problematika
Sosial Konsep Upah menurut Taqiyuddin an-Nabhani Etika
Bisnis dalam Islam Garis-garis Fiqh Ibadah sesuai Tradisi
Rasulullah SAW Islam Asia Tenggara, Peran Mayoritas dan
Problematika Minoritas Studi Hadits, Intergrasi Ilmu ke Amal
sesuai Sunnah Fiqh Muamalah, Menelusuri Jejak Kesuksesan
Ekonomi Rasulullah Rambu-rambu Fiqh Ibadah: Mengharmonis-
kan Hubungan Vertikal dan Horizontal Akhlak Tasawuf: Jalan
Lurus Mengsucikan Diri. Panduan Praktis Memahami Zakat
Karya Penelitian Internasional  Integrasi Hukum Zakat ke
Undang-undang (Studi Zakat Profesi di Sudan) 2014 Wakaf
Tunai di Negara-negara Sekuler (Studi Negara Singapure dan
Thailand) 2015 Pelaksanaan Zakat di Indonesia dan Brunai
Darussalam (Studi Perbandingan) 2016, Pengaruh Hindu
terhadap Islam Bani (Studi Muslim Champa, Vietnam) 2017
Reformasi Muslim Marriage and Divorce Act (MMDA) oleh
Muslim Melayu di Srilangka. 2018 Bisnis Produk Halal (Analisis
Implementai Rantai Pasok Produk Halal di Australia. 2018
Riwayat Perjalan Luar Negeri Malaka, Johor dan Kuala
Lumpur, Malaysia 2001, 2008, 2012, 2015,2016,2017,2018, 2019,
2020 Kuwait, 2008 Giza, Iskandariyah dan Kairo, Mesir 2008,
2014 Bombai, New Delhi India, 2008, 2017 Jedah, Mekah dan
Madinah, Saudi Arabia, 2010 dan 2012 Khartoum, Omdurman
dan Nilain, Republik Sudan, 2010, 2012, 2014 dan 2015
Singapura 2015, 2016, 2018 Istambul Turky 2016 Brunai

168
TENTANG PENULIS

Darusslam 2016, 2017 Hongkong, Sin Shen dan Ghuang Zho


2017 Sydney Australia 2018 Vietnam 2017 Uzbekistan 2018,
New Delhi India 2018.

169

Anda mungkin juga menyukai