Anda di halaman 1dari 15

0

MAKALAH

(MEDIA AUDIO VISUAL DIDALAM PEMBELAJARAN)

KELOMPOK 7
Dosen Pengampu:
Dr. EMY HERAWATI, M.Pd. I

Nama Kelompok:
1.MUFIDAH JIHAN (23.01.0312)
2.BOB BELOWO (23.02.0308)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-QUR’ANIYAH


MANNA BENGKULU SELATAN
T.A 2024/2025
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kekuatan
kepada saya sehingga tugas makalah ini bisa selesai dengan sempurna.Shalawat
seiring salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah mengeluarkan manusia dari jalan kegelapan menuju jalan Islamiyah.Saya
ucapkan terimakasih teutama kepada Ayah Ibunda tercinta yang telah mendidik
saya dari kecil sehingga dewasa, tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada
para dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan di dalam
pembuatan makalah ini, walaupun nantinya belum begitu sempurna.
2

PENDAHULUAN

Ilmu kosmologi modern, baik melalui pengamatan maupun teori, dengan jelas
menunjukkan bahwa pada suatu saat di masa lalu, seluruh alam semesta tidak lebih
dari segumpal ‘asap’ (atau, campuran gas panas buram yang sangat padat). Ini
adalah prinsip kosmologi modern baku yang tak terbantahkan. Para ilmuwan
sekarang dapat mengamati terbentuknya bintang baru dari puing-puing ‘asap’
tersebut. Bintang-bintang yang memancarkan cahaya seperti tampak di malam hari,
sebagaimana halnya seluruh alam semesta, dulunya berada dalam gumpalan ‘asap’
seperti itu.1 Oleh karena bumi dan langit di atasnya (matahari, bulan, bintang-
bintang, planet, galaksi, dsb.) terbentuk dari gumpalan ‘asap’ ini juga, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa bumi dan langit dulunya merupakan satu zat yang
padu.2 Lantas dari ‘asap’ yang sama ini, semua benda langit tersebut terbentuk dan
terpisah satu sama lain.

A. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perumusan masalah dalam
makalah ini meliputi:
1. Apa tujuan penciptaan alam semesta ?
2. Apa saja ‘hukum-hukum alam’ (takdir) ?
3. Bagaimana sifat positif terhadap alam ?

C. PEMBAHASAN

1. Tujuan Penciptaan Alam Semesta


a. QS. Al-Anbiyaa [21] Ayat 16

‫َو َم ا َخ َلْقَنا الَّس َم ۤا َء َو اَاْلْر َض َو َم ا َبْيَنُهَم ا ٰل ِع ِبْيَن‬


Artinya:

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main”.(16)

Tafsir: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta semua yang
terdapat di antara keduanya, untuk maksud yang sia-sia atau main-main, melainkan dengan
tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifatNya.
1
yang sempurna, pernyataan ini merupakan jawaban terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir
yang mengingkari kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, serta kemukjizatan
Al-Qur’an. Karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya, yaitu bahwa Al-Qur’an
adalah buatan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan wahyu dan mukjizat yang
diturunkan Allah kepada Nabi Muhamad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sikap ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah Ta’ala, seakan-akan Allah
menciptakan segala sesuatu hanya untuk main-main, tidak mempunyai tujuan yang benar dan
luhur. Padahal Allah menciptakan langit, bumi dan seisinya, dan yang ada di antara keduanya,
adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenalnya melalui ciptaan-Nya

Akan tetapi maksud tersebut baru dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam
itu diikuti dengan penurunan kitab yang berisi petunjuk dan dengan mengutus para rasul untuk
membimbing manusia.

Al-Qur’an selain sebagai petunjuk bagi manusia juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membuktikan kebenaran kerasulannya.
Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah juga orang-orang yang menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan
sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmah yang luhur, tanpa adanya manfaat dan kegunaannya.

Apabila manusia mau memperhatikan semua yang ada di bumi ini, baik yang nampak di
permukaan, maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya dia akan menemukan
banyak keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah azza wa Jalla.

Jika dia yakin bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup
manusia sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah Ta’ala, dan meyakini bahwa
semuanya diciptakan Allah berdasarkan tujuan yang luhur karena semuanya memberikan
faedah yang tidak terhitung banyaknya. Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu,
sudah pasti dia tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

1
Lihat QS. Fussilat [41] ayat 11.
2 Lihat QS. Al-Anbiyaa [21] ayat 30
4

b. QS. Ali-Imran [3] ayat 190-191

‫۝‬١٩٠ ‫ِاَّن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ِف اَّلْيِل َو الَّنَهاِر ٰاَل ٰي ٍت ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِۙب‬

‫َّلِذ ْيَن َيْذ ُك ُرْو َن َهّٰللا ِقَياًم ا َّو ُقُعْو ًدا َّوَع ٰل ى ُج ُنْو ِبِهْم َو َيَتَفَّك ُرْو َن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِۚض َر َّبَنا َم ا‬
‫َخ َلْقَت‬

‫۝‬١٩١ ‫ٰه َذ ا َباِط ۚاًل ُسْبٰح َنَك َفِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬

Artinya: ‘‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orangorang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’’

Tafsir:

Makna ayat ini, bahwa Allah ta’ala berfirman ‫“ ِاَّن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض‬sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi.” Artinya, yaitu pada ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi
serta kepadatannya. Dan juga tandatanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada ciptaan-Nya yang dapat
dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit dan bumi), baik yang berupa: bintang-bintang,
komet, daratan dan lautan, pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan,
binatang, barang tambang, serta berbagai macam warna dan aneka ragam makanan dan bebuahan
‫’‘ َو اْخ ِتاَل ِف اَّلْيِل َو الَّنَهاِر‬dan silih bergantinya malam dan siang.” Yakni, silih bergantinya, susul menyusulnya,
panjang dan pendeknya. Terkadang ada malam yang lebih panjang dan siang yang lebih pendek. Lalu
masingmasing menjadi seimbang. Setelah itu, salah satunya mengambil masa dari yang lainnya sehingga
yang terjadi pendek menjadi panjang, dan yang diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang.

Semuanya itu merupakan ketetapan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Oleh karena itu
Allah azza wa Jalla berfirman ‫‘‘ ٰاَل ٰي ٍت ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِۙب‬terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal
(Uulul Albaab).” Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui
hakikat banyak hal
2
secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal. Kemudian
Allah menyifatkan tentang Uulul Albaab, ‫(“ اَّلِذ ْيَن َيْذ ُك ُرْو َن َهّٰللا ِقَياًم ا َّو ُقُعْو ًدا َّوَع ٰل ى ُج ُنْو ِبِهْم‬yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring’’ ‫َو َيَتَفَّك ُرْو َن ِفْي َخ ْلِق‬
‫“ الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِۚض‬Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” Maksudnya,
mereka memahami apa yang terdapat pada keduanya (langit dan bumi) dari kandungan hikmah
yang menunjukkan keagungan “al-Khaliq” (Allah), kekuasaan-Nya, keluasan ilmu-Nya, hikmah-
Nya, pilihan-Nya, juga rahmat-Nya.

Disisi lain Allah memuji hamba-hambaNya yang beriman yang mana mereka berkata ‫َر َّبَنا َم ا َخ َلْقَت‬
‫“ ٰهَذ ا َباِط ۚاًل‬Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” Artinya, engkau tidak
menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran agar Engkau
memberikan balasan kepada orang-orang yang beramal buruk terhadap apa-apa yang telah
mereka kerjakan dan juga memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan balasan
yang lebih baik (Surga).

Kemudian mereka menyucikan Allah dari perbuatan sia-sia dan penciptaan yang batil seraya
berkata ‫" ُس ْبٰح َنَك‬Mahasuci Engkau" yakni dari menciptakan sesuatu yang siasia ‫َفِقَن ا َع َذ اَب الَّن اِر‬
“Maka peliharalah kami dari siksa Neraka.” Maksudnya, wahai Rabb yang menciptakan
makhluk ini dengan sungguh-sungguh dan adil. Wahai Dzat yang jauh dari kekurangan, aib dan
kesia-siaan, peliharalah kami dari adzab Neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan berilah
taufik kepada kami dalam menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke Surga
serta menyelamatkan kami dari adzabMu yang sangat pedih.

2. Hukum-Hukum Alam a. QS. Fussilat [41] ayat 11

‫ُثَّم اْس َتٰو ٓى ِاَلى الَّس َم ۤا ِء َو ِهَي ُدَخ اٌن َفَقاَل َلَها َو ِلَاْلْر ِض اْئِتَيا َطْو ًعا َاْو َك ْر ًهۗا َقاَلَتٓا َاَتْيَنا َطۤا ِٕىِع ْيَن‬
‫۝‬١١

Artinya: Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap,
lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Tafsir:

‫ ُثَّم اْسَتٰو ٓى ِاَلى الَّس َم ۤا ِء َوِهَي ُدَخ اٌن‬Kemudian, hikmah diciptakannya langit, sedang langit itu adalah zat
dalam segala bentuk gas yang mirip dengan asap atau awan kabut. Dan menurut ilmu modern
disebut dunia kabut. Para ahli telah menyaksikan saat ini, bahwa di antara alam semesta itu
terdapat banyak alam dalam alam kabut. Hal itu disimpulkan dari noda noda yang nampak di
2
Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2003), hlm. 209-210
6

langit, sebagaimana nampaknya matahari kita dengan planet-planet dan bumi yang pada
asalnya adalah kabut.

Jadi kesimpulannya: penciptaan bumi langit ini tidaklah hanya dalam satu tahap saja, tetapi
dalam beberapa tahap sesuai dengan hikmat dan urutan. Sedang sebagai kitab suci, maka Al-
Qur’an cukup mengatakan bahwa Allah telah menciptakan bumi dalam dua tahapan sedang
menciptakan apa-apa yang ada di atasnya dalam dua tahapan pula, dan begitu pula dalam
menciptakan tujuh langit.

Berdasarkan firman ‫ َفَقاَل َلَها َو ِلَاْلْر ِض اْئِتَيا َطْو ًعا َاْو َكْر ًهۗا َقاَلَت ٓا َاَتْيَن ا َط ۤا ِٕىِع ْيَن‬Maka Allah Subhannahu wa
Ta’ala berfirman kepada alam-alam langit itu, dan juga kepada bumi yang beredar di
sekitarnya: datanglah kamu berdua sekehendakmu, dengan suka atau terpaksa.

Maka keduanya menjawab dengan mengatakan: Kami datang dengan suka. Abas berkata: Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman kepada langit: Terbitkanlah mataharimu dan bulanmu serta
bintang-bintangmu dan alirkanlah anginmu dan awanmu. Sedang kepada Allah Subhannahu wa
Ta’ala berfirman: Belahlah sungai-sungaimu dan tumbuhkanlah pohon-pohonmu dan buah-
buahmu dengan suka atau terpaksa. Lalu langit dan bumi itu berkata: Kami datang dengan suka.
Hal ini menunjukkan adanya gerakan terus menerus yang disebabkan oleh adanya suatu sebab
yaitu daya tarik-menarik (gravitasi), gerakan itu berupa gerakan berlari dengan patuh, bukan
dengan terpaksa. Buktinya, kalau kita melempar batu ke atas dengan paksa maka batu itu pasti
turun kembali ke tanah karena adanya tarikan kepada tubuh yang lebih besar daripada batu
yaitu bumi. Dan demikian pula bumi tertarik kepada matahari yang merupakan pangkalnya, dengan
gerakan mengitari secara terus menerus dengan patuh, bukan dengan terpaksa. Karena keterpaksaan
seperti halnya pelemparan batu ke atas akan cepat hilang. Adapun gerakan yang dikarenakan
kepatuhan, maka gerakan seperti itu akan kekal, selagi yang patuh itu diciptakan dengan tabiat yang ia
berada pada tabiat tersebut.

Isi kandungan:

- Langit dan bumi bergerak dengan patuh bukan karena keterpaksaan

- Adanya suatu sebab yaitu daya tarik-menarik (gravitasi)

- Allah telah mengatur segala pergerakan antar bumi dan langit.

b. QS. Al-Hijr [15] ayat 85

‫َو َم ا َخ َلْقَنا الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َو َم ا َبْيَنُهَم ٓا ِااَّل ِباْلَح ِّۗق َو ِاَّن الَّس اَع َة ٰاَل ِتَيٌةَفاْص َفِح الَّص ْفَح‬
‫۝‬٨٥ ‫اْلَجِم ْيَل‬
Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan
dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka)
dengan cara yang baik.

Tafsir: Allah ta’ala berfirman: ‫َوَم ا َخ َلْقَنا الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َوَم ا َبْيَنُهَم ٓا ِااَّل ِباْلَح ِّۗق َوِاَّن الَّساَع َة ٰاَل ِتَيٌة‬

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan
benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang” dengan benar, yaitu dengan adil “untuk
membalas orang-orang yang berbuat jahat dengan apa yang telah mereka lakukan” Kemudian Allah
ta’ala memberitakan tentang terjadinya hari kiamat yang pasti akan terjadi, tidak bisa tidak. Lalu Allah
memerintahkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar memaafkan orang-orang musyrik
dengan baik atas penganiayaan yang telah mereka lakukan kepadanya, dan pendustaan mereka
terhadap apa yang disampaikan kepada mereka.
3
maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” Seperti juga firman Allah “maka ampunilah mereka dan
katakanlah selamat, maka mereka akan tahu”

c. QS. Al-Mulk [67] Ayat 3

‫اَّلِذ ْي َخ َلَق َس ْبَع َس ٰم ٰو ٍت ِطَباًقۗا َم ا َتٰر ى ِفْي َخ ْلِق الَّرْح ٰم ِن ِم ْن َتٰف ُو ٍۗت َفاْر ِج ِع اْلَبَص َۙر َهْل َتٰر ى ِم ْن‬
‫ُفُطْو ٍر‬
Artinya:

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan
yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat
sesuatu yang tidak seimbang?”

Tafsir:

Allah berfirman pada ayat 3 dari surah Al-Mulk ini “yang telah menciptakan langit berlapis-lapis”. Yakni
tingkat demi tingkat. Apakah langit-langit itu bersambungan, dengan pengertian apakah sebagian
lapisan langit berada di atas sebagian yang lainnya atau masing-masing berpisah yang di antara lapisan-
lapisannya ada ruang hampa di udara? Mengenai hal ini terdapat dua pendapat, dan yang paling benar
di antara keduanya adalah pendapat yang kedua. Kemudian dilanjutkan Allah Subhannahu wa Ta’ala “
Kamu sekali-kali tidak melihat pada penciptaan Rabb yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang”. Maksudnya, bahkan semuanya saling seimbang, tidak ada pertentangan, berbenturan,
ketidakcocokan kekurangan, aib, dan kerusakan.

Allah menerangkan bahwa Dialah Yang menciptakan seluruh langit secara bertingkat di alam semesta.
Tiap-tiap benda itu seakan-akan terapung kokoh di tengahtengah jagat raya, tanpa ada tiang-tiang yang
menyangga dan tanpa ada tali-temali yang mengikatnya. Tiap-tiap langit itu menempati ruangan yang

3
Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5..., hlm. 27.
5 Lihat QS. Az-Zukhruf [43] ayat 89. 18 Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2003),
hlm. 23
8

telah ditentukan baginya di tengah-tengah jagat raya dan masing-masing lapisan itu terdiri atas begitu
banyak planet yang tidak terhitung jumlahnya. Tiap-tiap planet berjalan mengikuti garis edar yang telah
ditentukan baginya.

Menurut ilmu Astronomi, di jagat raya yang luasnya tiada hingga itu, terdapat galaksi-galaksi atau
gugusan-gugusan bintang yan4g di dalamnya terdapat miliaran

4
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirannya..., hlm. 226-230.
6 Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir ..., hlm. 13
bintang yang tiada terhitung jumlahnya. Bintang-bintang yang berada di dalam setiap galaksi itu ada
yang kecil seperti bumi dan ada pula yang besar seperti matahari, dan bahkan banyak yang lebih besar
lagi setiap galaksi mempunyai sistem yang teratur rapi, yang tidak terlepas dari sistem ruang angkasa
seluruhnya. Adanya daya tarikmenarik yang terdapat pada setiap planet, menyebabkan planet-planet itu
tidak jatuh dan tidak berbenturan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ia tetap terapung dan
beredar pada garis edarnya masing-masing di angkasa.

Bila dihubungkan pengertian ayat tersebut dengan yang dijelaskan ilmu Astronomi, maka yang
dimaksud degan tingkat-tingkat langit yang banyak itu ialah galaksi-galaksi. Sedang angka tujuh dalam
bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jumlahnya banyak. Oleh karena itu, yang
dimaksud dengan tingkat langit yang tujuh itu adalah galaksi-galaksi yang terdapat di langit. Sementara
itu, ada pula ahli tafsir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh lapisan langit” ialah tujuh
bintang yang berada di sekitar matahari, dan ada pula ahli tafsir yang tidak mau menafsirkannya.
Mereka menyerahkannya kepda Allah karena hal itu ada pada pengetahuan-Nya yang belum diketahui
dengan pasti oleh manusia.

Demikianlah gambaran umum keadaan sistem galaksi-galaksi. Mengenai keadaan setiap planet yang
tidak terhitung banyaknya itu, seperti bagaimana sifat dan tabiatnya, apa yang terkandung di dalamnya,
bagaimana bentuknya secara terperinci, dan sebagainya masih sangat sedikit yang diketahui manusia.
Hal itu pun hanya sekelumit kecil dari pengetahuan tentang galaksi itu.

Kemudian seolah-olah Allah melanjutkan pertanyaan-Nya kepada manusia apakah mereka masih ragu
tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya? Apakah manusia masih ragu tentang sistem, hukum dan
peraturan yang dibuat untuk makhluk-Nya, termasuk di dalam mereka sendiri? Jika masih ragu, manusia
diperintah untuk memperhatikan, merenungkan, dan mempelajari kembali dengan sebenar-benarnya.
Apakah mereka masih mendapatkan dalam ciptaan Allah itu sebagian yang tidak sempurna?

Dari pertanyaan yang dikemukakan ayat ini, dapat dipahami bahwa seakan-akan Allah menantang
manusia, agar mencari (kalau ada) sedikit saja kekurangan dan ketidaksempurnaan pada ciptaan-Nya.
Seandainya ada kekurangan, cacat, dan cela dalam ciptaan Allah, maka manusia pantas untuk
mengingkari keesaan dan kekuasaanNya. Alan tetapi mereka kagum dan mengakui kerapian ciptaan
Allah itu, bahkan mereka mengakui kelemahan mereka. Jika demikian halnya, maka keingkaran mereka
5

5
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirannya..., hlm. 250.
7 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirannya..., hlm. 251-252
10

itu bukanlah ditimbulkan karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah tetapi karena semata-mata
kesombongan dan keangkuhan mereka semata.

3.Sifat Positif Terhadap Alam

a. QS. Fussilat [41] ayat 53

‫َس ُنِر ْيِهْم ٰا ٰي ِتَنا ِفى اٰاْل َفاِق َو ِفْٓي َاْنُفِس ِهْم َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُهْم َاَّنُه اْلَح ُّۗق َاَو َلْم َيْك ِف ِبَر ِّبَك‬

‫۝‬٥٣ ‫َاَّنٗه َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهْيٌد‬


Artinya:

“ Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan
pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup
bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu”?.

Tafsir:

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang musyrik ragu-ragu kepada Al-Qur’an dan Rasulullah. Mereka
akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah Subhannahu wa Ta’ala
di segala penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri. Sebagaimana janji Allah akan memperlihatkan
kepada mereka peristiwaperistiwa yang Kami timbulkan di negeri-negeri sekitar Makkah dan di Makkah
sendiri lewat kedua tangan Nabi Kami, dan lewat kedua tangan para Khalifah-Nya dan para sahabatnya.

Mereka melihat dan menyaksikan sendiri kaum muslimin dalam keadaan lemah dan tertindas selama
berada di Makkah, kemudian Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah meninggalkan kampung
halaman yang mereka cintai. Rasulullah selama di Madinah bersama kaum Muhajirin dan Anshorin
membentuk dan membina masyarakat Islam. Masyarakat baru itu semakin lama semakin kuat dan
berkembang. Hal ini dirasakan oleh kaum musyrik di Makkah, karena itu mereka pun selalu berusaha
agar kekuatan baru itu dapat segera dipatahkan. Kekuatan Islam dan kaum muslimin pertama kali
dirasakan oleh kaum musyrik adalah ketika perang Badar dan kemudian ketika mereka mencerai-
beraikan dalam perang Khandaq. Yang terakhir ialah pada waktu Rasulullah dan kaum muslimin
menaklukkan kota Makkah
perlawanan dari orang-orang musyrik. Akhirnya mereka menyaksikan manusia berbondong-bondong
masuk Islam, termasuk orang-orang musyrik, keluarga, dan teman mereka sendiri. Semua itu merupakan
bukti-bukti kebenaran ayat Allah Subhannahu wa Ta’ala.

Quraish Shihab mengutip pernyataan Sayyid Quthub, bahwa Allah telah membuktikan kebenaran janji-
Nya. Allah telah mengungkap buat manusia ayatayatNya di ufuk sepanjang empat belas abad sejak
penyampaian janji ini, dan sampai kini masih saja Allah mengungkapkannya karena setiap saat lahir
suatu penemuan hakikat baru yang belum dikenal sebelumnya. Demikian Sayyid Quthub yang lebih jauh
mengungkap sedikit dari penemuan-penemuan menyangkut alam.

Pada firman ‫ َاَو َلْم َيْك ِف ِبَرِّبَك َاَّن ٗه َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهْيٌد‬Allah Subhannahu wa Ta’ala menegaskan dalam firman
tersebut ‫ َش ِهْيٌد‬, dapat dipahami sebagai pelaku, bahwa Dia menyaksikan segala perilaku hamba-
hambaNya, baik berupa perkataan, perbuatan, atau tingkah laku dan Dia Maha Mengetahui segala isi
hati manusia. Dapat pula sebagai objek yakni Allah Maha Disaksikan kapan, di manapun dan kapan pun
mata kita memandang atau pikiran kita tertuju, maka di sanalah kita menemukan bukti tentang wujud
dan ke-Esa-an-Nya.

Banyak orang yang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita sendiri, dapat
membawa kepada pemahaman tantang adanya Tuhan. Alam adalah buku yang menanti untuk dipelajari.
Akan tetapi, harapan Tuhan dalam menurunkan ayat di atas tidak selalu dipahami manusia.

b. QS. Al-Anbiyaa [21] Ayat 30

‫َاَو َلْم َيَر اَّلِذ ْيَن َكَفُر ْٓو ا َاَّن الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َك اَنَتا َر ْتًقا َفَفَتْقٰن ُهَم ۗا َو َجَع ْلَنا ِم َناْلَم ۤا ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّۗي‬

‫َاَفاَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬

Artinya:” Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Tafsir:

Dalam ayat ini Allah Subhannahu wa Ta’ala mengungkapkan bahwa kaum musyrikin dan kafir Mekkah
tidak memperlihatkan keadaan alam ini, dan tidak memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam yang luas ini, padahal dari berbagai peristiwa yang ada di alam ini dapat diperoleh bukti-bukti
tentang adanya Allah serta kekuasaan-Nya yang mutlak. Langit dan bumi yang dulunya merupakan suatu
kesatuan yang padu, kemudian Allah yang memisahkan keduanya. Bumi sebelum menjadi tempat
hidupnya berbagai makhluk hidup adalah sebuah satelit. Satelit bumi yang semula panas sekali ini
berputar terus-menerus maka lama kelamaan menjadi dingin dan berembun. Embun kemudian menjadi
gumpalan air, inilah yang menjadi sumber kehidupan makhluk.
12

Perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam berbagai bidang membenarkan dan memperkokoh apa
yang telah diungkapkan oleh Al-Qur’an sejak lima belas Abad yang lalu. Dengan demikian, kemajuan
ilmu pengetahuan itu seharusnya mengantarkan manusia kepada keimanan terhadap apa yang diajarkan
oleh Al-Qur’an, terutama keimanan tentang adanya Allah serta semua sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya
dalam ayat ini Allah mengajarkan pula suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai
kepentingan fungsi air bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada dialah ini. maka Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman “... dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Manusia dan
hewan sanggup bertahan hidup sehari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapat minum. Akan tetapi ia
tidak akan bertahan hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Demikian pula dengan
tumbuh-tumbuhan. Apabila ia tidak mendapatkan air, maka akar dan daunnya akan menjadi kering dan
akhirnya mati. Di samping itu manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, dia juga
berasal dari air, yang disebut “nutfah”.

Dengan demikian air adalah merupakan suatu unsur yang sangat vital bagi kejadian dan kehidupan
manusia. Oleh sebab itu, apabila manusia sudah meyakini pentingnya air bagi kehidupannya, dan
meyakini pula bahwa air tersebut adalah salah satu nikmat Allah, maka tidak ada alasan bagi manusia
untuk tidak beriman kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala serta mengingkari nikmat-Nya yang tidak
ternilai

harganya. Pada akhir ayat ini Allah mengingatkan kita semua apakah dengan kemahakuasaan Allah ini
manusia masih tidak mau beriman? Manusia yang memiliki akal dan mau mempergunakan akalnya
seharusnya dapat memahami isi alam ini dan kemudian menjadi orang yang beriman.
D.Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan:

1. Awal mula penciptaan alam semesta berasa dari ‘asap’ yang sama (QS. Fussilat [41] ayat 11), semua
benda langit tersebut terbentuk dan terpisah satu sama lain yang sebelumnya adalah sesuatu yang padu
(QS. Al-Anbiyaa [21] ayat 30).

2. Semua ciptaan Allah ta’ala tidaklah sia-sia (QS. Al-Anbiyaa [21] ayat 16 ; QS. AalImran [3] ayat 191)
semuanya pasti terdapat hikmah dalam penciptaan tersebut.

3. Dalam alam semesta ini semuanya sudah ditentukan, hingga akan hancurnya alam semesta (QS. Al-
Hijr [15] ayat 85) dan hukum-hukum yang telah mengaturnya. Dan kita pun harus mempercayainya (QS.
Fussilat [41] ayat 53).

E. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, semoga dapat menambah pengetahuan, wawasan serta
bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari akan ketidaksempurnaan makalah ini, untuk itu kritik dan
saran yang membangun dari temanteman sangat bermanfaat untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Alih Bahasa: M. Abdul Ghofar E. M., 2003, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Bogor:

Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Abdullah, Alih Bahasa: M. Abdul Ghofar dan Abdurrahim Mu’thi, 2003, Tafsir Ibnu Katsir

Jilid 5, Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Abdullah, Alih Bahasa: M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan, 2004, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7,

Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Abdullah, Alih Bahasa: M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan, 2004, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8,

Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Departemen Agama RI, 2010, Al-Qur’an dan Tafsirannya (Edisi yang Disempurnakan),

Jakarta: Lentera Abadi.

Masykuri, Imam Ghazali, dkk., 2014, Al Mumayyaz, Al-Qur’an Tajwid Warna Transliterasi

Per Kata Terjemah Per Kata, Bekasi: Cipta Bagus Segara.

Mustafa, Ahmad, 1992, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra.

Quthb, Sayyid, Alih Bahasa As’ad Yasin, dkk., 2001, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah

Naungan Al-Quran Jilid 2, Jakarta: Gema Insani Press.

Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Mishbah Vol. 12, Jakarta: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai