Anda di halaman 1dari 9

BERLAKUNYA ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS

TERHADAP TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana

Disusun Oleh :

Nama : Wahidatul Karomatil Khasanah

NIM : 190710101251

Kelas : Hukum Pidana E

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Berlakunya Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generali pada


tindak pidana pembakaran hutan dan lahan………………..…3
2.2 Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembakaran
hutan dan lahan…………………………………………………...5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………...6
3.2 Saran………………………………………………………………..6
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindak pidana pembakaran hutan di Indonesia selama dekade ini sangat
memprihatinkan tindakan pembakaran hutan yang dilakukan oleh pihak perorangan
maupun korporasi menjadi isu lingkungan yang sangat mengkhawatikan. Adanya
upaya pembukaan lahan baik itu untuk kegiatan pertanian maupun industri yang
dilakukan dengan cara membakar lahan memang dianggap sebagai salah satu
upaya yang paling efesien karena tidak membutuhkan waktu yang lama serta hanya
memerlukan sedikit biaya. Akan tetapi dengan adanya tindakan pembukaan lahan
dengan cara membakar lahan menimbulkan dampak lingkungan yang sangat buruk
mulai dari kabut asap yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan sampai
dengan mengakibatkan infeksi saluran pernafasan akut hingga menimbulkan
gangguan penglihatan pada para pengendara kendaraan di jalan raya yang dapat
menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Tindak pidana pembakaran hutan secara materiil diatur di dalam Undang-
Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No 32 tahun 2009 dan
Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Dalam Undang-Undang
yang digunakan untuk penegakan hukum tindak pidana pembakaran hutan muncul
beberapa konflik norma dalam pengaturan penjatuhan sanksi tindak pidana
pembakaran hutan. Konflik norma ini dapat diselesaikan dengan menggunakan asas
preverensi yaitu Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali sebagai acuan dalam
menentukan peraturan mana yang akan digunakan untuk menjatuhkan sanksi
pidana.
Banyaknya Undang-Undang khusus sebagai Lex Specialis tidak akan lepas
dari implementasinya. Permasalahan yang timbul,jika suatu perbuatan yang diduga
sebagai suatu tindak pidana tersebut diatur oleh lebih dari satu Undang-Undang
yang bersifat sebagai Lex specialis1).

1)
Eddy O.S Hiariej, “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana”, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2016, h.416

1
Dalam kasus pembakaran hutan,akibat dari pembakaran hutan adalah
kerusakan lingkungan hidup di satu sisi perbuatan tersebut melanggar Undang-
undang kehutanan,namun disisi lain juga melanggar Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka diselesaikan dengan menggunakan Asas
Lex Spesialis Derogat Legi Generali.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana berlakunya asas Lex Specialis Derogat Legi Generali pada tindak
Pidana Pembakaran Hutan dan lahan?
2) Bagaimana penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembakaran hutan dan
lahan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Berlakunya Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generali pada tindak pidana
pembakaran hutan dan lahan

Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali merupakan suatu pengertian


yang mana (Hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat
umum) Asas ini merupakan suatu asas preverensi yang dikenal dalam ilmu hukum
pidana. Asas preferensi dimaknai sebagai suatu pengertian atas asas hukum mana
yang harus didahulukan,jika dalam suatu pelanggaran hukum terkait dalam beberapa
peraturan Undang-Undang. Dalam suatu kasus pidana pembakaran hutan yang mana
dijerat beberapa pasal yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang mana di dalamnya mengatur hal yang sama atau
perihal yang hampir sama maka atas tindak pidana khusus tersebut wajib diberlakukan
undang-undang yang lebih dominan mengatur tindakan pidana tersebut. Asas Lex
Specialis sebenarnya merupakan asas yang menentukan dalam tahap implementasi
penegakan hukum atas suatu kasus pidana. Tahapan yang dimaksud dalam hal ini
adalah tahapan dimana penerapan atas suatu pasal di dalam Undang-undang yang
telah dilanggar. Oleh karenanya Asas Lex Specialis amatlah penting bagi seorang
aparat penegak hukum dalam proses penjatuhan sanksi pidana. Terhadap tindak
pidana yang melanggar ketentuan umum dan ketentuan khusus sekaligus,maka
dikenakan ketentuan khusus. Ketentuan tersebut merupakan suatu normatisasi atas
asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yang berlaku dalam hukum pidana. Pada
praktiknya terdapat ketidaksamaan persepsi diantara aparat penegak hukum dalam
penerapan Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali terutama dalam menangani
pidana yang merupakan gabungan pelanggaran atas suatu pasal dalam undang
undang dan dalam kasus tindak pidana pembakaran hutan.

Seorang tersangka pembakaran hutan baik itu individu atau


perseorangan maupun suatu badan hukum atau korporasi maka akan dikenakan pasal
bagi pelanggarnya atas pelanggaran Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup sekaligus terjerat juga baginya atas pelanggaran Undang-Undang
kehutanan. Manakah aturan hukum yang harus digunakan dalam penjatuhan sanksi
pidana pembakaran hutan mengingat Undang-Undang tersebut saling bertentangan
atau merupakan suatu Undang-Undang tindak pidana khusus. Pertentangan tersebut
tentu akan mempengaruhi aparat penegak hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana
3
kepada pelaku pembakaran hutan karena hukum formiil yang diatur oleh kedua
Undang-Undang tersebut berbeda. Oleh karenanya dibutuhkan asas lain untuk
menyelesaikan masalah yuridis tersebut, yaitu Asas Lex Specialis Sistematis 1). Asas
tersebut digunakan bilamana dalam suatu tindak pidana dijatuhi atasnya dua Undang-
Undang yang sama-sama mengatur delik khusus atau tindak pidana khusus. Di dalam
kasus tindak pidana pembakaran hutan tersebut dijatuhi atasnya dua Undang-Undang
yang sama-sama merupakan Lex Specialis atau disini terjadi suatu konsep Lex
Specialis versus Lex Specialis maka akan digunakan Undang-Undang yang lebih
menitikberatkan atasnya kesesuaian hukum yang lebih dominan.

1)
Eddy O.S Hiariej, “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana”, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta,
2016, h.416

4
2.2 Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembakaran hutan dan lahan

suatu Undang-Undang sangat penting dalam mengatur,mencegah serta


menanggulangi akibat dari tindakan pembakaran hutan tersebut. Di dalam Undang-
Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,Pasal 69 ayat (1) huruf h
melarang setiap orang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar 2). Akan
tetapi ditemukan pengecualian atas pasal tersebut dalam pasal 69 ayat (2) yang
berbunyi “Ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan
sungguh-sungguh kearifan lokal daerah masing-masing. Tindak pidana pembakaran
hutan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pasal 69 ayat (1)
huruf h berbunyi,”Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara
membakar”.

A. Sanksi yang dijatuhkan pada tindak pidana pembakaran hutan menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH) diatur dalam pasal 108, ”Setiap orang yang melakukan pembakaran
lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (Tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
B. Sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 pada pasal 50 ayat (3)
huruf d, yang berbunyi:
Setiap orang dilarang: membakar hutan
Ayat (2) “Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 50 ayat (3) huruf d diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (Lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (Satu miliar lima ratus
juta rupiah)

5
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1) Berlakunya Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali pada tindak pidana
pembakaran hutan dan lahan adalah digunakanya asas preverensi yang
merupakan suatu pengertian hukum mana yang harus didahulukan dalam kasus
pembakaran hutan dan lahan yang di dalamnya terkait Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup Nomor 32 tahun 2009 dan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. Maka digunakan asas sistematis
karena kasus tersebut diatur oleh Undang-Undang yang sama-sama khusus
dan digunakanlah Undang-Undang yang lebih lengkap dan rinci atas kasus
pidana pembakaran hutan dan lahan yang terjadi.
2) Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembakaran hutan dan lahan
dikenai dua pasal yang bersifat khusus yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan
yang kedua Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan untuk
penjatuhan sanksi digunakan Undang-Undang kehutanan karena diatur lebih
lengkap dan rinci dalam kerangka ketentuan pidana khusus.

3.2 Saran
Untuk menghindari perbedaan penafsiran oleh aparat penegak hukum
dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap suatu kasus yang dijerat oleh dua
Undang-Undang sekaligus seperti halnya kasus pembakaran hutan dan lahan
yang dijerat pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Undang-
Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan maka perlu disertai aturan
tambahan tentang penggunaan Asas-asas Lex Specialis dalam penjatuhan
sanksi pidana.

6
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tenntang Kehutanan

Buku
Eddy O.S Hiariej ,2016, “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana” ,Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta.
Sunarso,Siswanto, 2014, “Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi
Penyelesaian Sengketa’’, Rineka Cipta, Jakarta.

Jurnal
Nur Rochaeti, R.B. Sularto, J. I. S, 2017, Kajian Kriminologi Terkait Penegakan
Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembakaran Hutan dan Lahan di
Provinsi Riau, Diponegoro Law Journal, Universitas Diponegoro, Vol. 6, No.2.
Aji Prasetyo,Pujiyono,Amiek Soemarmi ,2013 ,Penegakan Hukum Tindak Pidana
Pembkaran Hutan di Wilayah Kabupaten Kota Waringin Timur” , Diponegoro Law
Journal , Universitas Diponegoro, Vol.1 No. 2.
Komang Trie Krisnasari,I Ketut Mertha,Penerapan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam
upaya penegakan hukum lingkungan lingkungan di Indonesia,Kertha Semaya
Journal,Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai